Modul Bahan Ajar Keperawatan Komunitas II [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL BAHAN AJAR



KEPERAWATAN KOMUNITAS II



Palembang, Januari 2018 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG



PENERBIT STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG



i



TIM PENYUSUN MODUL BAHAN AJAR KEPERAWATAN KOMUNITAS II



Penanggung Jawab



: Ketua STIKes Muhammadiyah Palembang



Pengarah



: Wakil Ketua I, II dan III



Penyusun



: Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Editor



: Yudi Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep



Cover/Layout



: Adam Zear



ISBN



:



Cetak



: Pertama, Januari 2018



Penerbit



: STIKes Muhammadiyah Palembang Jalan Jend. A Yani 13 Ulu Plaju Palembang30252 Telp. 0711-516213/516233, Fax: 0711513202 Web: www.stikesmp.ac.id Email: [email protected]



ii



LEMBAR PENGESAHAN



Modul Keperawatan Komunitas II yang telah disusun oleh Dosen pengampu pada Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang, telah diperiksa dan disetujui oleh Wakil Ketua STIKes Muhammadiyah Palembang untuk dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran mahasiswa.



Palembang, Januari 2018 Wakil Ketua STIKes MP,



Heri Shatriadi, S.Pd.,M.Kes NBM. 884664



iii



VISI MISI STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG



Visi STIKes Muhammadiyah Palembang Menjadi Perguruan Tinggi Kesehatan yang Islami, Berkemajuan dan Berdaya Saing



Misi STIKes Muhammadiyah Palembang 1. Menyelenggarakan pendidikan yang berkemajuan dan berkualitas melalui pencapaian kompetensi profesional dan islami secara nasional dan internasional 2. Menyelenggarakan tata kelola dan manajemen organisasi yang profesional dan Islami dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparan serta mutu pelayanan 3. Mengembangkan kontribusi dan kompetensi civitas akademika dalam penelitian, pengabdian masyarakat dan penerapan nilai – nilai Islami 4. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan 5. Mengembangkan kemitraan dengan organisasi/ institusi dalam lingkup nasional dan internasional



iv



VISI DAN MISI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG



Visi Program Studi Menjadi Program Studi Ilmu Keperawatan yang unggul dalam keperawatan gawat darurat berlandaskan nilai-nilai islami, berkemajuan, dan berdaya saing.



Misi Program Studi Misi Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang 1.



Menyelenggarakan proses pendidikan keperawatan Level Sarjana dan Profesi Ners yang berorientasi pada kompetensi profesional dan didasari oleh nilai nilai keislaman secara nasiona dan internasional serta didukung oleh sumber daya yang terstandarisasi , suasana akademik dan lahan akademik yang kondusif



2.



Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan IPTEK Keperawatan dalam mendorong tercapainya kemaslahatan umat.



3.



Menyelenggarakan upaya pengembangan pengabdian masyarakat dengan penerapan asuhan keperawatan islami serta berorientasi pada kebutuhan masyarakat sesuai dengan kebijakan pemerintah di bidang kesehatan



4.



Mengembangkan kerjasama di lintas sektor dalam peningkatan kualitas pendidikan masyarakat sebagai wujud membangun bangsa



v



KATA PENGANTAR



Assalamualikum Wr. Wb. Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat karunia-Nya Modul pembelajaran mata kuliah Keperawatan Komunitas II ini dapat kami susun. Kebutuhan bahan ajar/modul tentang Keperawatan Komunitas II bagi Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) yang sesuai dengan Capaian Pembelajaran (CP) Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes MP, Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Mata Kuliah sangat diperlukan. Modul bahan ajar mata kuliah Keperawatan Komunitas II ini membantu Mahasiswa untuk mempelajari materi-materi tentang Keperawatan Komunitas disamping itu Mahasiswa juga ditekankan untuk menambah kajian literatur terkait dengan



materi keperawatan komunitas II.



Modul kumpulan bahan kuliah



Keperawatan Komunitas II ini disusun untuk mempermudah mahasiswa dalam memahami tiap sesi kuliah Keperawatan Komunitas II . Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini. Modul ini tetap tidak terlepas dari kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan demi kesempurnaan modul ini. Mudah-mudahan modul ini bermanfaat. Wassalamualaikum Wr. Wb.



Palembang, Januari 2018



Penyusun



vi



DAFTAR ISI



Halaman Judul ...........................................................................................................



i



Tim Penyusun ............................................................................................................



ii



Lembar Pengesahan ...................................................................................................



iii



Visi & Misi STIKes Muhammadiyah Palembang .....................................................



iv



Visi & Misi Program Studi Ilmu Keperawatan .........................................................



v



Kata Pengantar ...........................................................................................................



vi



Daftar Isi ....................................................................................................................



vii



Modul I. Promosi Kesehatan .....................................................................................



1



Modul II. Home Care.................................................................................................



9



Modul III. Konsep Keperawatan Kesehatan dalam Sekolah .....................................



20



Modul IV. Askep Populasi Anak dan Remaja ..........................................................



30



Modul V. Askep Populasi Pria dan Wanita ...............................................................



40



Modul VI. Askep Populasi Lansia ............................................................................



47



Modul VII. Askep Populasi Rentan...........................................................................



61



Modul VIII. Askep Populasi Penyakit Infeksi...........................................................



72



Modul IX. Askep Populasi Penyakit Kronik .............................................................



104



Modul X. Terapi Komplementer Keperawatan Komunitas ......................................



112



vii



MATERI/BAHAN MATA KULIAH



Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 1



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



I



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



9



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL I PROGRAM PROMOSI KESEHATAN



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan konsep Program Promosi Kesehatan 2. Materi a. Program Promosi Kesehatan b. Strategi Promosi Kesehatan 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan konsep Program Promosi Kesehatan 4. Referensi a. DepKes RI (2008). Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan Di Puskesmas. Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI. b. Kemenkes (2011). Promosi Keseahtan di daerah Bermasalah Kesehatan. Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes 5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian



1



c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa.



6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.



7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai. b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



2



II. MATERI



PROGRAM PROMOSI KESEHATAN



A. Pendahuluan Program promosi kesehatan sebagai program yang sangat



strategis untuk



meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberian informasi kesehatan kepada masyarakat untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana mebangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) memberikan arah kebijakan pelaksanaan pembangunan di Indonesia sampai dengan tahun 2025 termasuk bidang kesehatan. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009, bahwa upaya untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam berperilaku sehat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai saluran media dan teknik promosi kesehatan. Salah satu pendekatan pelayanan kesehatan dalam SKN 2009 adalah pendekatan pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care) yang secara global telah diakui sebagai pendekatan yang tepat dalam mencapai kesehatan bagi semua. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1, mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan program promosi kesehatan, seperti mendirikan sarana pelayanan kesehatan posyandu) maupun memberikan informasi kesehatan (promosi kesehatan), termasuk pengembangan Desa Siaga atau bentuk-bentuk lain pada masyarakat desa/kelurahan.



B. Definisi Promosi Kesehatan 1. Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes, no 1114 /MENKES/SK/VII/2005). 3



2. Lawrence green (1984) Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi penkes dan intervensi yang terkait denga ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan Prilaku dan lingkungan yang kondusif. 3. Ottawa charter (1986) Promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampu kan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.



C. Pentingnya Program Promosi Kesehatan Penyelenggaraan upaya promotif dan preventif sangat penting untuk diutamakan dalam penyelenggaraan kesehatan di Indonesia, karena secara statistik menurut Does Sampoerno (2010) jumlah penduduk Indonesia yang sehat jauh lebih banyak dari yang sakit, perbandingan hanya sekitar 10–15% saja orang Indonesia yang sakit, sedangkan selebihnya antara 90–85% adalah orang Indonesia yang sehat. Akan tetapi sebaliknya anggaran kesehatan lebih dimaksimalkan untuk pelayanan kuratif dengan perbandingan 85% penganggaran (budget) kesehatan dialokasikan untuk kegiatan kuratif, dan sisanya hanya 15% dialokasikan untuk kegiatan promotif dan preventif. Alokasi anggaran kesehatan yang demikian berdampak pada kurang seriusnya penyelenggaraan kesehatan promotif dan preventif yang akibatnya derajat kesehatan Indonesia masih belum membaik secara optimal. Setiap masalah kesehatan, pada umumnya disebabkan tiga faktor yang timbul secara bersamaan, yaitu (1 ) adanya bi bit penyakit atau pengganggu lainnya, (2) adanya lingkungan yang memungkinkan berkembangnya bibit penyakit, dan (3) adanya perilaku hidup manusia yang tidak peduli terhadap bibit penyakit dan lingkungannya. Oleh sebab itu, sehat dan sakitnya seseorang sangat ditentukan oleh perilaku hidup manusia sendiri. Karena masalah perubahan perilaku sangat terkait dengan promosi kesehatan maka peran promosi kesehatan sangat diperlukan dalam meningkatkan perilaku masyarakat agar terbebas dari masalahmasalah kesehatan.



D. Pelaksana Program Promosi Kesehatan di Indonesia Pelaksanaan program promosi kesehatan di Indonesia merupakan salah satu dari enam program pokok (Basic six ) kesehatan di Puskesmas. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No: 128/Menkes/SK/II/2004, bahwa fungsi pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Puskesmas sebagai lini terdepan 4



dalam Sistem Kesehatan Nasional, merupakan institusi terpenting yang di sediakan oleh pemerintah yang kerjanya sudah sangat baku sesuai petunjuk WHO (World Health Organization) dengan tugas utama adalah pengembangan kesehatan masyarakat dengan fokus program pendidikan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pentingnya puskesmas dalam system kesehatan nasional, sehingga pemerintah berupaya mendirikan puskesmas di semua kecamatan di Indonesia, bahkan saat ini setiap kecamatan sudah ada puskesmas bahkan ditunjang paling sedikit oleh tiga Puskesmas Pembantu. Puskesmas sebagai public goods menurut Pudjirahardjo (1995), ada perbedaan dalam antara puskesmas yang berada di perkotaan dengan puskesmas yang berada di perdesaan. Puskesmas perkotaan lebih dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bersifat kuratif (pengobatan), agar tidak ditinggalkan masyarakat, karena diperkotaan tersedia banyak pilihan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Sebaliknya puskesmas di perdesaan, menurut Winardi, 2003, lebih diarahkan untuk melayani masyarakat perdesaan dengan fokus kegiatan pelayanan kesehatan dasar. Masyarakat perdesaan masih menjadikan puskesmas sebagai satu satunya tempat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih lengkap. Program puskesmas khususnya program promosi kesehatan berupa penyampaian informasi/pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemauan, kemampuan dan kesadaran hidup sehat, masih lebih mudah di terima masyarakat perdesaan.Perubahan fungsi puskesmas dari public goods (pelayanan kesehatan masyarakat) ke arah private goods(pelayanan kesehatan perorangan/UKP) juga terjadi ketika puskesmas mengalami perubahan manajemen, dari puskesmas non perawatan menjadi puskesmas perawatan. Perbedaan prinsip utama dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara puskesmas perkotaan dengan perdesaan, antara puskesmas perawatan dengan puskesmas non perawatan akan turut memengaruhi target pencapaian program promosi kesehatan. Padahal secara nasional program promosi kesehatan merupakan program prioritas kementerian kesehatan, seperti yang terdapat dalam Kepmenkes RI No: 128/Menkes/SK/II/2004, yang semestinya menjadi wajib bagi semua puskesmas untuk melaksanakan. Sistem Kesehatan Nasional 2009, secara jelas mengarahkan pencapaian target



utama



program



promosi



kesehatan



perlu



dilakukan



berbagai



terobosan/pendekatan terutama pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang memberikan penguatan kapasitas dan surveilans berbasis masyarakat, diantaranya melalui pengembangan Desa Siaga.



5



E. Strategi Promosi Kesehatan Sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SKlx/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SKlVII12005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, strategi dasar utama Promosi Kesehatan adalah (1) Pemberdayaan (2) Bina Suasana, dan (3) Advokasi , serta dijiwai semangat (4) Kemitraan. Berdasarkan strategi dasar tersebut diatas, maka strategi Promosi kesehatan puskesmas juga dapat mengacu strategi dasar tersebut dan dapat dikembangkan sesuai sasaran, kondisi puskesmas dan tujuan dari promosi tersebut. 1. Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit, meningkatkan k sehatannya, menciptakan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan. Pemberdayaan terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang diselenggarakan puskesmas harus memperhatikan kondisi dan situas i, khususnya sosial budaya ma yarakat setempat. 2. Bina Suasana Bina Suasana Bina uasana adalah upaya meneiptakan suasana atau lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan masyarakat untuk menecgah penyakit dan meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan berperan aktif dalam setiap upaya penyelenggaraan kesehatan. seorang akan terdorong untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan apabila lingkungan sosialnya (keluarga, tokoh panutan, kelompo k pengajian dill mendukung. Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak individu, keluarga dan masyarakat menglami peningkatan dari fase "tahu" ke fase"mau" perlu diceiptakan lingkungan yang mendukung. Keluarga atau orang yang mengantarkan pasien ke Puskesmas, penjenguk (penjenguk pasien) dan petugas kesehatan mempunyai pengaruh untuk menciptakan lingkungan yang kondusif atau mendukung opini yang positif terhadap perilakuyang sedang diperkenalkan. 6



Pengantar pasien tentu tidak mungkin dipisahkan dari pasien, misalnya pasien di kumpulkan dalam satu ruangan untuk mendapat penjelasanl informasi. Oleh karena itu, metode yang tepat di sini adalah penggunaan media, seperti misalnya pembagian selebaran (leafet), pemasangan poster atau penayangan video berkaitan dengan penyakit dari pasin. Dengan demikian, mereka dapat membantu menyampaikan informasi yang diperoleh kepada pasien. Petugas kesehatan Puskesmas dapat menjadi panutan atau teladan dalam sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, pengetahuan, sikap, dan perilaku petugas kesehatan Puskesmas yang melayani harus benar-benar konsisten dengan pelayanan yang diberi kan. Misalnya: ramah (tidak terkesan stress), tidak merokok, memelihara higiene atau kebersihan dan kesehatan perorangan, dan lain sebagainya. Bagi para penjenguk pasien, dapat dilakukan pembagian selebaran dan pemasangan posteryang sesuai dengan penyakit pasien yang akan mereka jenguk. Selain itu, beberapa Puskesmas (dengan tempat perawatan) melaksanakan penyuluhan kelompok. Sementara itu, di dinding dan sudut sudut ruangan, bahkan di halaman gedung Puskesmas juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan bina suasana kepada para pengantar pasien, para penjenguk pasien, teman/ pengantar klien, dan pengunjung Puskesmas lainnya. 3. Advokasi Advokasi merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan ko mitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-tokoh masyarakat informal dan formal) agar masyarakat dilingkungan puskesmas berdaya untuk mencegah serta meningkatk an kesehatannya se rta menciptakanlingkungan sehat. Dalam upaya memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat, Puskesmas membutuhkan dukungan dari pihakpihak lain, sehingga advokasi perlu dilakukan. Misalnya, dalamrangka mengupayakan lingkungan Puskesmas yang bebas asap rokok, Puskesmas perlu melakukan advokasi kepada pimpinandaerah setempat untuk diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan kerja Puskesmas seperti sekolah, kantor kecamatan, tempat ibadah 4. Kemitraan Kemitraan Dalam pemberdayaan, bina suasana dan advokasi, prinsipprinsip kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dikembangkan antara petugas kesehatan Puskesmas dengan sasarannya (para pasien atau pihak lain) dalam pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Di samping itu, kemitraan juga 7



dikembangkan karena kesad aran bahwa untuk meningkatkan efektivitas promosi kesehatan, petugas kesehatan Puskesmas harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, seperti misalnya kelompok profesi, pemuka agama, LSM, media massa, dan lain-lain. Tiga prinsip dasar kemitraan yang harus diperhatikan dan dipraktikkan adalah (1) kesetaraan, (2) keterbukaan, dan (3) saling menguntungkan



III.



LEMBAR KERJA



1. Jelaskan Program Promosi Kesehatan Pada Asuhan Keperawatan Komunitas? 2. Jelaskan strategi Promosi Kesehatan di Komunitas?



8



MATERI/BAHAN MATA KULIAH Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 2



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



II



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



11



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL II KONSEP PERAWATAN DIRUMAH



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Konsep Keperawatan dirumah 2. Materi a. Konsep dan program keperawatan Dirumah b. Program perawatan dirumah 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan konsep keperawatan di rumah (Home Care) 4. Referensi a. Anderson, E.T. & Mc.



Farlane, J.M. (2000). Community as partner.



Philadelphia: J.B. Lippincott Company. b. Freeman, R., & Heirinch, J. (1981). Community nursing practice. Philadelphia: W.B. Saunders. c. Stanhope, M & Lancaster, J. (1995). Community health nursing: Process and practice for promoting health. St. Louois: Mosby Year Book. 5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. 9



b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa.



6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.



7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai. b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



10



II. MATERI



KONSEP KEPERAWATAN DIRUMAH A. Definisi Pelayanan kesehatan di rumah adalah pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien di rumahnya, yang merupakan sintesa dari pelayanan keperawatan komunitas dan keterampian teknikal tertentu yang berasal dari spesalisasi kesehatan tertentu, yang befokus pada asuhan keperawatan individu dengan melibatkan keluarga , dengan tujuan menyembuhkan, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan fisik, mental atau emosi pasien. Perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari perawatan jangka panjang (Long term care) yang dapat diberikan oleh tenaga profesional maupun non profesional yang telah mendapatkan pelatihan. Perawatan kesehatan di rumah yang merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan adalah suatu komponen rentang pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan



atau



memulihkan



kesehatan



serta



memaksimalkan



tingkat



kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit termasuk penyakit terminal. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien individual dan keluarga, direncanakan, dikoordinasi dan disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi home care melalui staf atau pengaturan berdasarkan perjanjian atau kombinasi dari keduanya (WarholaC,1980). Sherwen (1991) mendefinisikan perawatan kesehatan di rumah sebagai bagian integral dari pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat mencapai kemandirian dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang mereka hadapi. Sedangkan Stuart (1998) menjabarkan perawatan kesehatan di rumah sebagai bagian dari proses keperawatan di rumah sakit, yang merupakan kelanjutan dari rencana pemulangan (discharge planning), bagi klien yang sudah waktunya pulang dari rumah sakit. Perawatan di rumah ini biasanya dilakukan oleh perawat dari rumah sakit semula,



11



dilaksanakan oleh perawat komunitas dimana klien berada, atau dilaksanakan oleh tim khusus yang menangani perawatan di rumah. Menurut American of Nurses Association (ANA) tahun 1992 pelayanan keseatan di rumah adalah perpaduan perawatan kesehatan masyarakat dan ketrampilan teknis yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari perawat komunitas, perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat maternitas dan perawat medikal bedah. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan dan disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi pelayanan di rumah melalui staf atau pengaturan berdasarkan perjanjian kerja (kontrak) (warola,1980 dalam Pengembangan Model Praktek Mandiri keperawatan dirumah yang disusun oleh PPNI dan Depkes). Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan perawatan kesehatan di rumah adalah : 1. Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif bertujuan memandirikan klien dan keluarganya, 2. Pelayanan kesehatan diberikan di tempat tinggal klien dengan melibatkan klien dan keluarganya sebagai subyek yang ikut berpartisipasi merencanakan kegiatan pelayanan, 3. Pelayanan dikelola oleh suatu unit/sarana/institusi baik aspek administrasi maupun aspek pelayanan dengan mengkoordinir berbagai kategori tenaga profesional dibantu tenaga non profesional, di bidang kesehatan maupun non kesehatan (Depkes, 2002). Pelayanan keperawatan yang diberikan meliputi pelayanan primer, sekunder dan tersier yang berfokus pada asuhan keperawatan klien melalui kerjasama dengan keluarga dan tim kesehatan lainnya. Perawatan kesehatan di rumah adalah spektrum kesehatan yang luas dari pelayanan sosial yang ditawarkan pada lingkungan rumah untuk memulihkan ketidakmampuan dan membantu klien yang menderita penyakit kronis (NAHC, 1994). B. Faktor Pendorong perkembangan perawatan kesehatan di rumah 1. Kasus-kasus penyakit terminal dianggap tidak efektif dan tidak efisien lagi apabila dirawat di institusi pelayanan kesehatan. Misalnya pasien kanker stadium akhir yang secara medis belum ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesembuhan, 12



2. Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan kesehatan pada kasus-kasus penyakit degeneratif yang memerlukan perawatan yang relatif lama. Dengan demikian berdampak pada makin meningkatnya kasus-kasus yang memerlukan tindak lanjut keperawatan di rumah. Misalnya pasien pasca stroke yang mengalami komplikasi



kelumpuhan



dan



memerlukan



pelayanan



rehabilitasi



yang



membutuhkan waktu relatif lama, 3. Manajemen rumah sakit yang berorientasi pada profit, merasakan bahwa perawatan klien yang sangat lama (lebih 1 minggu) tidak menguntungkan bahkan menjadi beban bagi manajemen, 4. Banyak orang merasakan bahwa dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan membatasi kehidupan manusia, karena seseorang tidak dapat menikmati kehidupan secara optimal karena terikat dengan aturan-aturan yang ditetapkan, 5. Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman bagi sebagian klien dibandingkan dengan perawatan di rumah sakit, sehingga dapat mempercepat kesembuhan (Depkes, 2002).



C. Landasan Hukum 1. UU Kes.No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan 2. PP No. 25 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. 3. UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah 4. UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran 5. Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang regestrasi dan praktik perawat 6. Kepmenkes No. 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas 7. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan Perkesmas. 8. SK Menpan No. 94/KEP/M. PAN/11/2001 tentang jabatan fungsonal perawat. 9. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan 10. Permenkes No. 920 tahun 1986 tentang pelayan medik swasta



D. Tujuan Home Care 1. Tujuan Umum : Meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga 2. Tujuan Khusus: a. Terpenuhi kebutuhan dasar ( bio-psiko- sosial- spiritual ) secara mandiri. b. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam pemeliharaan kesehatan. 13



c. Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kesehatan di rumah



Menurut Drs.I Nyoman Cakra, A.Md.Kep, SH. (2006). Perawatan kesehatan di rumah bertujuan : 1. Membantu klien memelihara atau meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidupnya, 2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan, 3. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar keluarga, 4. Membantu klien tinggal atau kembali ke rumah dan mendapatkan perawatan yang diperlukan, rehabilitasi atau perawatan paliatif, 5. Biaya kesehatan akan lebih terkendali.



E. Ruang Lingkup Home Care 1. Memberi asuhan keperawatan secara komprehensif 2. Melakukan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarganya. 3. Mengembangkan pemberdayaan pasien dan keluarga Secara umum lingkup perawatan kesehatan di rumah juga dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Pelayanan medik dan asuhan keperawatan 2. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik 3. Pelayanan rehabilitasi dan terapi fisik 4. Pelayanan informasi dan rujukan 5. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kesehatan 6. Higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan 7. Pelayanan perbaikan untuk kegiatan social Menurut Rice R (2001) jenis kasus yang dapat dilayani pada perawatan kesehatan di rumah meliputi kasus-kasus yang umum pasca perawatan di rumah sakit dan kasuskasus khusus yang di jumpai di komunitas.Kasus umum yang merupakan pasca perawatan di rumah sakit adalah: 1. Klien dengan penyakit gagal jantung, 2. Klien dengan gangguan oksigenasi, 14



3. Klien dengan perlukaan kronis, 4. Klien dengan diabetes, 5. Klien dengan gangguan fungsi perkemihan, 6. Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan atau rehabilitasi, 7. Klien dengan terapi cairan infus di rumah, 8. Klien dengan gangguan fungsi persyarafan, 9. Klien dengan HIV/AIDS. Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi : 1. Klien dengan post partum 2. Klien dengan gangguan kesehatan mental 3. Klien dengan kondisi usia lanjut 4. Klien dengan kondisi terminal 5. Klien dengan penyakit obstruktif paru kronis



F. Prinsip Home Care 1. Pengelolaan home care dilaksanaka oleh perawat/ tim 2. Mengaplikasikan konsep sebagai dasar mengambil keputusan dalam praktik. 3. Mengumpulan data secara sistematis, akurat dan komrehensif. 4. Menggunakan data hasil pengkajian dalam menetakan diagnosa keperawatan. 5. Mengembangkan rencana keperawatan didasarkan pada diagnosa keperawatan. 6. Memberi pelayanan prepentif, kuratif, promotif dan rehabilitaif. 7. Mengevaluasi respon pasien dan keluarganya dalam intervensi keperawatan 8. Bertanggung jawab terhadap pelayanan yang bermutu melalui manajemen kasus. 9. Memelihara dan menjamin hubungan baik diantara anggota tim. 10. Mengembankan kemampuan profesional. 11. Berpartisifasi pada kegiatan riset untuk pengembangan home care. 12. Menggunakan kode etik keperawatan daam melaksanakan praktik keperawatan



G. Peran dan Fungsi Perawat Home Care 1. Manajer kasus : Mengelola dan mengkolaborasikan pelayanan,dengan fungsi : a. Mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga. b. Menyusun rencana pelayanan. c. Mengkoordinir aktifitas tim d. Memantau kualitas pelayanan 15



2. Pelaksana Memberi pelayanan langsung dan mengevaluasi pelayanan. dengan fungsi : a. Melakukan pengkajian komprehensif b. Menetapkan masalah c. Menyusun rencana keperawatan d. Melakukan tindakan perawatan e. Melakukan observasi terhadap kondisi pasien. f. Membantu pasien dalam mengembangkan prilaku koping yang efektif. g. Melibatkan keluarga dalam pelayanan h. Membimbing semua anggota keluarga dalam pemeliharaan kesehatan. i. Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan j. Mendokumentasikan asuhan keperawatan



H. Standar Uraian Tugas Dan Fungsi Pengelola Home Care 1. Ketua Pengelola a. Mengkoordinasikan semua kegiatan pengelolaan Perawatan di rumah b. Melakukan perlakuan yang baik terhadap pelaksanaan pelayanan dan klien c. Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan pelaksanaan Pelayanan d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap kinerja pel. e. Menyusun laporan pelaksanaan Home Care secara berkesinambungan 2. Ketua Bidang Administrasi/Keuangan a. Mengkoordinasikan semua kegiatan administrasi dan keuangan Home Care b. Melakukan perlakuan yang baik terhadap administrasi pengelolaan Home Care c. Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan pada bidang administrasi dan keuangan Home Care d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian proses adm. keuangan Home Care e. Menyusun laporan administrasi keuangan Home Care 3. Ketua Bidang Pelayanan a. Mengkoordinasikan semua kegiatan pelayanan perawatan b. Melakukan perlakuan yang baik terhadap proses pelaksanaan Home Care 16



c. Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan terhadap sumber daya manusia keperawatan d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan pel. Home Care. e. Menyusun laporan kegiatan pelayanan keperawatan di rumah 4. Penanggung Jawab Kasus/ Koordinator a. Mengkoordinasikan semua kegiatan pel. yang dilaksanakan oleh pelaksanan pel. b. Melakukan perlakuan yang baik terhadap pelaksanaan kep. dan klien di rumah c. Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan pelaksanaan kep. d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan kepada pelaksana kep. e. Menyusun laporan kegiatan pelayanan sesuai bidang tugasnya 5. Pelaksanan Pelayanan a. Melaksanakan pengkajian dan menentukan diagnosa keperawatan b. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan c. Melaksanakan intervensi / tindakan keperawatan sesuai rencana yang ditentukan d. Mengevaluasi kegiatan/ tindakan yang diberikan dg. berpedoman pada renpra. e. Membuat dokumentasi tertulis pada rekam kep. setiap selesai melaksanakan tugas 6. Konsulen a. Menerima konsultasi dari pelaksanaan keperawatan dan memberikan petunjuk / advis sesuai kewenangannya b. Memberikan advokasi khususnya dalam bidang tindakan medik c. Melaksanakan tindakan-tindakan medik sesuai kewenangannyad. Memeriksa, menentukan Diagnosa dan memberi terapi medik I. Kegiatan Home Care 1. Melakukan seleksi kasus a. Resiko tinggi ( Bayi, balita, lansia, ibu maternal ) b. Cidera tulang belakang cidera kepala c. Coma, Diabetes mellitus, gagal jantung, asma berat d. Stroke e. Amputasi f. Ketergantungan obat 17



g. Luka kronish. Disfungsi kandung kemih h. Rehabilitasi medik i. Nutrisi melalui infuse j. Post partum dan masalah reproduksi k. Psikiatri l. Kekerasan dalam rumah tangga.



2. Melakukan pengkajian kebutuhan pasien. a. Kondii fisik b. Kondisi psikologis c. Status sosial ekonomi d. Pola prilaku pasien e. Sumber- sumber yang tersedia di keluarga pasien 3. Membuat perencanaan pelayanan a. Membuat rencana kunjungan b. Membuat rencana tindakan c. Menyeleksi sumber- sumber yang tersedia di keluarga / masyarakat. 4. Melakukan koordinasi pelayanan a. Memberi informasi berbagai macam pelayanan yang tersedia b. Membuat perjanjian kepada pasien da keluarga tentang pelayanan c. Menkoordinasikan kegiatan tim sesuai jadwal d. Melakukan rujukan pasien 5. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelayanan. a. Memonitor tindakan yang dilakukan oleh tim b. Menilai hasil akhir pelayanan ( sembuh, rujuk, meninggal, menolak ) c. Mengevaluasi proses manajemen kasus d. Monitoring dan evaluasi kepuasan pasien secara teratur



J. Asuhan keperawatan 1. Pengkajian a. Riwayat kesehatan b. Lingkungan sosial dan budaya c. Spiritual 18



d. Pemeriksaan fisik e. Kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan se- hari- hari f. Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga 2. Diagnosa Keperawatan a. Aktual b. Resiko c. Potensial



3. Perencanaan keperawatana. a. Penentuan prioritas masalah b. Menentukan tujuan c. Menyusun rencana secara komprehensif 4. Implementasi a. Manajemen perawatan luka b. Perawatan gangguan sistem pernafasan c. Gangguan eleminasi d. Gangguan Nurisi e. Kegiatan rehabilitasi f. Pelaksanaan pengobatan g. Tindakan Kolaborasi 5. Evaluasi a. Mengukur efektifitas dan efisiensi pelayanan b. Dilaksanakan selama proses dan akhir peberian asuhan.



III.



LEMBAR KERJA



1. Jelaskan Konsep Keperawatan Dirumah? 2. Jelaskan Progaram perawatan Dirumah?



19



MATERI/BAHAN MATA KULIAH Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 3



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



III



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



9



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL III KONSEP KEPERAWATAN KESEHATAN SEKOLAH



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Konsep Keperawatan Kesehatan Sekolah 2. Materi a. Konsep keperawatan kesehatan sekolah b. Asuhan keperawatan kesehatan sekolah c. Program Usaha Kesehatan Sekolah 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan konsep keperawatan kesehatan sekolah 4. Referensi a. Anderson, E.T & McFarlene, J. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik Edisi 3. Jakarta: EGC b. Depkes RI. 2008. Pedoman Untuk Tenaga Kesehatan, Usaha Kesehatan Sekolah Di Tingkat



Sekolah Dasar. Direktorat Bina Kesehatan Anak



c. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, 2013. Petunjuk Teknis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan sekolah . d. Fajar, 2012. Perilaku Sehat di Sekolah. Diunduh pada tanggal 25 Nopember 2013 di http://www.iyaa.com/gayahidup/kesehatan/1495512_3320.html e. Sujiono, Y, N. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Pt. Mancana Jaya Cemerlang. Jakarta



20



f. Tim



Pembina



UKS



Pusat.



2007.



Pedoman



Pembinaan



dan



PengembanganUsaha Kesehatan Sekolah (UKS). Manajemen Peningkatan Sekolah Dasar 5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa. 6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas. 7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai. b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



21



II. MATERI



KONSEP KEPERAWATAN KESEHATAN SEKOLAH



A. Konsep Keperawatan Kesehatan Sekolah Populasi kelompok anak usia sekolah yang berusia 7 sampai dengan 21 tahun merupakan komponen yang cukup penting dalam masyarakat, mengingat jumlahnya mencapai sepertiga dari total populasi Indonesia. Dari total tersebut ± 46 juta mengikuti pendidikan di tingkat SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK. Di Kota Cimahi berdasarkan Database Kependudukan Kota Cimahi tahun 2011 jumlah anak usia 1 sampai dengan 19 tahun mencapai 191.972 orang dan itu merupakan usia dengan masa perkembangan anak prasekolah dan sekolah (SD, SLTP dan SMA). Oleh sebab itu, upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang ditujuan kepada peserta didik usia sekolah merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Widaninggar, 2012). UKS merupakan upaya terpadu lintas program dan lintas sektor yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik dan menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia seutuhnya. Tujuan dari UKS adalah menanamkan nilai-nilai PHBS dan menciptakan lingkungan sekolah yang sehat sehingga peserta didik dapat sekolah dengan kondisi yang sehat dan mendapatkan prestasi yang lebih baik sehingga mutu pendidikan dan sumber daya manusia dapat meningat. Dalam pelaksanaannya UKS terdiri dari tiga program pokok yang biasa disebut dengan trias UKS, yaitu pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat (Widaninggar, 2012). Melalui program UKS tersebut diharapkan permasalahan terkait dengan kesehatan pada anak usia sekolah dapat ditanggulangi melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Berbagai permasalah atau perilaku yang sering ditemukan pada anak usia sekolah dan remaja adalah kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan, mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, kurangnya pemeliharaan kesehatan gigi, kuarang aktivitas fisik dan olahraga, peserta didik cendrung lebih menyukai menonton 22



televisi dan bermain video games atau play station, peserta didik cendrung merokok di usia dini, bahkan sampai melakukan pergaulan bebas, penggunaan narkoba dan tindakan kriminal. Kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku untuk hidup bersih dan sehat tersebut mengakibatkan peserta didik rentan terkena suatu penyakit atau masalah kesehatan lainya. Besarnya proporsi anak usia sekolah serta berbagai tantangan yang dapat mengancam kesehatan fisik dan jiwanya tersebut kita semua memiliki peran penting untuk menciptakan dan meningkatkan kesehatan anak-anak usia sekolah ini melalui UKS dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan sekolah.



B. Asuhan keperawatan kesehatan sekolah Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi tahun-tahun pada masa ini merupakan tahun-tahun yang sibuk. Kini, anak-anak mempunyai keinginan dan kegiatan-kegiatan masing-masing, disamping kegiatan-kegiatan wajib dari sekolah dan dalam hidup, serta kegiatankegiatan orangtua sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas perkembangannya sendiri-sendiri,



sama



seperti



keluarga



berupaya



memenuhi



tugas-tugas



perkembangannya sendiri (Tabel 7). Menurut Erikson (1950), orangtua berjuang dengan tuntutan ganda yaitu berupaya mencari kepuasan dalam mengasuh generasi berikutnya (tugas perkembangan generasivitas) dan memperhatikan perkembangan mereka sendiri ; sementara anak-anak usia sekolah bekerja untuk mengembangkan sense of industry – kapasitas untuk menikmati pekerjaan dan mencoba mengurangi atau menangkis perasaan rendah diri. Tugas Tahap Perkembangan Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Keluarga dengan anak usia sekolah



1. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan



prestasi



mengembangkan



sekolah



hubungan



dan



dengan



teman sebaya yang sehat. 2. Mempertahankan hubungan perkawinan 23



yang memuaskan. 3. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga



Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985) Tugas orangtua pada tahap ini adalah untuk belajar menghadapi pisah dengan atau lebih sederhana, membiarkan anak pergi. Lama kelamaan hubungan dengan teman sebaya dan kegiatan-kegiatan diluar rumah akan memainkan peranan yang lebih besar dalam kehidupan anak usia sekolah tersebut. Tahun-tahun ini dipenuhi oleh kegiatankegiatan keluarga, tapi ada juga kekuatan-kekuatan yang secara perlahan-lahan mendorong anak tersebut pisah dari keluarga sebagai persiapan menuju masa remaja. Orangtua yang mempunyai perhatian diluar anak mereka akan merasa lebih mudah membuat perpisahan yang perlahan-lahan. Akan tetapi, dalam contoh-contoh dimana peran ibu merupakan sentral dan satu-satunya peran yang signifikan dalam kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu yang menyakitkan dan dipertahankan mati-matian. Selama tahap ini orangtua merasakan tekanan yang luar biasa dari komunitas di luar rumah melalui sistem sekolah dan berbagai asosiasi di luar keluarga yang mengharuskan anak-anak mereka menyesuaikan diri dengan standa-standar komunitas bagi anak. Hal ini cenderung mempengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah untuk lebih



menekankan



nlai-nilai



tradisional



pencapaian



dan



produktifitas,



dan



menyebabkan sejumlah keluarga dari kelas pekerja dan banyak keluarga miskin merasa tersingkir dari dan konflik dengan sekolah dan atau nilai-nilai komunitas. Kecacatan pada anak-anak akan ketahuan selama periode kehidupan anak ini. Para perawat sekolah dan guru akan mendeteksi banyak defek penglihatan, pendengaran, wicara, selain kesulitan belajar, gangguan tingkah laku, dan perawatan gigi yang tidak adekuat, penganiayaan anak, penyalahgunaan zat dan penyakit-penyakit menular (Edelman dan Mandle, 1986). Bekerja dengan keluarga dengan peran sebagai konselor dan pendidik dalam bidang kesehatan, selain untuk memulai rujukan yang layak untuk skrining lanjutan, membutuhkan energi yang sangat banyak dari seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai narasumber bagi guru sekolah, memungkinkan guru



24



mampu menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan individu atau yang telah lazim dari siswa-siswa secara lebih efektif. Ada banyak keadaan cacat yang terdeteksi selama tahun-tahun sekolah, termasuk epilepsi serebral palsi, retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik. Fungsi pertama perawat kesehatan disini disamping fungsi rujukan, mengajar dan memberikan konseling kepada orangtua mengenai kondisi tersebut akan membantu keluarga melakukan koping sehingga pengaruh yang merugikan dari cacat tersebut pada keluarga dapat diminimalkan. Bagi anak-anak dengan masalah tingkah laku, perawat keluarga di sekolah, klinik, kantor, dokter dan lembaga-lembaga komunitas harus mengupayakan



keterlibatan



orangtua secara aktif. Memulai rujukan untuk konseling/terapi keluarga sering amat bermanfaat dalam membantu keluarga agar sadar akan masalah-masalah keluarga yang mungkin akan mempengaruhi anak usia sekolah secara merugikan. Jika orangtua dapat menata kembali masalah tingkah laku anak sebagai sebuah masalah keluarga yang berupaya mencari resolusi dengan fokus yang baru tersebut, akan tercapai lebih banyak fungsi-fungsi keluarga dan tingkah laku anak yang sehat (Bradt, 1988)



C. Tugas,



Masalah



dan



Peran



Perawat



Pada



Keluarga



Dengan



Tahap



Perkembangan Anak Sekolah 1. Tugas keluarga pada tahap perkembangan ini antara lain: a. Menjadi orang tua yang baik b. Menyesuaikan penghasilan dengan pengeluaran tambahan c. Membesarkan anak usia sekolah d. Pengaturan serta pengembangan fisik, sosial, emosional serta kecerdasan anak usia sekolah e. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan. f. Mempertahankan keintiman pasangan g. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga h. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat i. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga 2. Masalah kesehatan yang dihadapi



25



Menurut Edelman dan Mandle tahun 1986 masalah kesehatan yang sering terjadi pada usia ini diantaranya defek penglihatan, pendengaran, wicara, kesulitan belajar, gangguan tingkah laku, perawatan gigi yang tidak adekuat, penganiayaan anak, penyalahgunaan zat, penyakit menular, deteksi keadaan cacat. Permasalahan lain yang dapat ditemukan pada tahap perkembangan ini adalah kurangnya pengetahuan dan perhatian terhadap perilaku hidup bersih dan sehat, perubahan peran menjadi orang tua, perubahan pertumbuhan dan perkembangan, gangguan komunikasi verbal, resiko cidera, resiko trauma, keracunan dan resiko infeksi. 3. Peran perawat a. Tugas bantuan pelayanan kesehatan dapat berupa pelayanan kesehatan anak usia sekolah (UKS) b. Pendidikan kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) c. Pelatihan dan pemberdayaan kader kesehatan sekolah d. Konseling masalah perilaku e. Monitoring perkembangan awal masa kanak-kanak f. Melakukan perujukan bila ada indikasi g. Pendidikan dalam tindakan pertolongan pertama dan kedaruratan h. Penyelia imunisasi i. Penjaringan kesehatan j. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut k. Konselor pada masalah nutrisi dan latihan l. Konselor pada keamanan lingkungan dirumah m. Fasilitator dalam hubungan interpersonal



D. Program Usaha Kesehatan Sekolah Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap menuju hidup sehat. Pada umumnya pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat dalam mencerna informasi untuk kemudian menentukan pilihan dalam pelayanan kesehatan dan menerapakan hidup sehat agar lebih sejahtera di kemudian hari. Dalam siklus hidup, masa kanak-kanak merupakan waktu yang tepat untuk meletakan landasan yang kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas sebagai sumber daya pembangunan bangsa. Kesadaran akan fungsi anak dan nilai substantifnya melatar 26



belakangi dikembangkanaya



berbagai upaya pembinaan anak, termasuk usha



kesehatan sekolah (UKS). Dalam teori kritis menyarankan kepada tenaga kesehatan profesional untuk ikut berperan aktif dalam mengidentifikasi masalah kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik berkaitan dengan pendidikan kesehatan disekolah. Teori tersebut mendorong diterapkanya program promosi kesehatan bagi anak sekolah, sehingga mereka datang dalam kondisi siap belajar. Program yang berkaitan dengan kesehatan sekolah dilakukan secara terus-menerus baik oleh guru, tenaga administrasi sekolah, peserta didik, keluarga peserta didik maupun tenaga profesional dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan kesehatan. Tujuan dari program untuk mengidentifikasi kesehatan anak usia sekolah, strategi penanggulangan serta hak dan tanggung jawab dari pihakpihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan sekolah. Masalah kesehatan anak usia sekolah sudah dimulai sejak anak masih berusia dibawah lima tahun, hal ini terjai karena adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan permasalahan antara lain: 1. Kurangnya pengetahuan ibu/keluarga tentang pentingnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak 2. Keterbatasan waktu ibu untuk mengurus anak karena harus ikut mencari nafkah 3. Keadaan sosial ekonomi keluarga yang kurang mendukung 4. Keterlambatan keluarga dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan 5. Keterbatasan fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan terutama didaerah perifer 6. Upaya promosi dan prevensi penyakit belum mendapat prioritas utama pemerintah. Permasalahan tersbut terus berlanjut sampai saat ini dan bertambah parah dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 yang sampai sekarang belum pulih kembali. Masalah kesehatan yang dihadai anak-anak Indonesia saat ini adalah: 1. Keadaan malnutrisi 2. Alkoholisme, penggunaan obat-obat terlarang dan narkotika 3. Perilaku seks bebas yang berdampak pada penularan penyakit kelamin (HIV dan AIDS) dan kehamilan diluar nikah 4. Kecanduang merokok 5. Penyakit fisik dan mental yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. 27



Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pemerintah mencanangkan program usaha kesehatan sekolah yang melibatkan departemen pendidikan, kesehatan, agama dan instansi terkait lainya. Melalu tiga program (trias UKS) diharapakan dapat meningkatkan derajat kesehatan anak usia sekolah. Trias UKS adalah tiga program pokok dalam pembinaan dan pengembangan UKS, meliputi 1. Pendidikan Kesehatan Merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku hidup sehat. Adalah upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsikan perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberi informasi, memberi kesadaran dan sebagainya. Upaya agara perilaku individu, kelompok dan masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Secara konsep: penkes merupakan upaya mempengaruhi/mengajak orang lain (individu, keompok, masyarakat) agar berperilaku hidup sehat. Secara operasional: penkes adalah semua kegiatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meingkatkan kesehatannya. 2. Pelayanan Kesehatan Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan tingkat efisiensi fungsional dan / atau metabolisme organisme, sering implisit manusia. 3. Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat Lingkungan fisik, misal : menjaga kebersihan kelas dan halaman sekolah, memperhatiakn pengaturan pencahayaan (ventilasi) ruangan, pengaturan jarak, tempat duduk, dan papan tulis, dan laim-lain. Lingkungan mental dan sosial, antara lain: menciptakan suasana hubungan kekeluargaan yang akarab dan erat antara sesama warga sekolah.



III. LEMBAR KERJA 1. Jelaskan Konsep Keperawatan Kesehatan Sekolah ? 2. Jelaskan Asuhan Keperawatan Kesehatan Sekolah ? 28



3. Jelaskan Program Usaha Kesehatan Sekolah ?



29



MATERI/BAHAN MATA KULIAH Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 4



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



IV



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



11



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL IV ASKEP AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN ANAK DAN REMAJA



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Konsep Askep agregat dalam komunitas kesehatan anak dan remaja 2. Materi Askep agregat dalam komunitas kesehatan anak dan remaja 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan Askep agregat dalam komunitas kesehatan anak dan remaja 4. Referensi a. Anderson, E.T. & Mc. Farlane, J.M. (2000). Community as partner. Philadelphia: J.B. Lippincott Company. b. Freeman, R., & Heirinch, J. (1981). Community nursing practice. Philadelphia: W.B. Saunders. c. Mc. Murray, A. (1993). Community health nursing: Primary health care in practice. Melbourne: Churchill Livingstone. d. Pender, N.J. (1987). Health promotion in nursing practice. (2nd Ed.). Norwalk: Appleton & Lange. e. Stanhope, M & Lancaster, J. (1995). Community health nursing: Process and practice for promoting health. St. Louois: Mosby Year Book.



30



5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa. 6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas. 7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai. b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



31



II. MATERI



ASKEP AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN ANAK DAN REMAJA A. Definisi Anak UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006).



Remaja Masa remaja dianggap sebagai masa topan badai dan stress (storm and stress), karena telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Disinilah peran penting keluarga dalam membimbing &mengarahkan remaja menuju masa depan yang cerah.



Remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,psikis & psikososial. 1. Remaja awal (13-14 thn) 2. Remaja Tengah (15-17 Thn) 3. Remaja akhir (18-21 Thn)



B. Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Wanita 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Laki-Laki



Pertumbuhan payudara Pertumbuhan rambutkemaluan Pertumbuhan badan/tubuh Menarche Bulu ketiak Pubic hair (rambut kemaluan)



1. 2. 3. 4.



Pertumbuhan testis Pubic hair Pertumbuhan badan/tubuh Pertumbuhan penis, kelenjar Prostat 5. Ejakulasi pertama dengan mengeluarkan semen 6. Tumbuh rambut wajah danketiak 7. Tumbuhnya bulu ketiak 32



Reaksi Remaja terhadap Menarche Positif 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Negatif



Memahami, Menghargai dan Menerima adanya Menstruasi pertama Sebagai tanda Kedewasaan seorang Wanita



Ketidaktahuan remaja Tentang perubahan Fisiologis yang terjadi Pada awal kehidupan Remaja wanita, maka Menstruasi dianggap Sebagai hal yang tidak baik



Reaksi Remaja terhadap Spermarche, remaja laki-laki akan memiliki sikap beragam yakni ada yang merasa biasa-biasa saja, senang, gembira, bingung atau merasa berdosa Positif



Negatif



Bahwa spermarche merupakan sesuatu yang wajar dirasakan sangat menyenangkan (mengesankan). Untuk itu, seringkali seorang remaja berkeinginan untuk dapat mengulangi pengalaman tersebut



Terkejut (shock) atau merasa berdosa (guilty feeling) diri anak tidak akan mengetahui banyak tentang aspek kehidupan seksual, serta hal-hal yang berhubungan dengan seks dianggap menjijikkan, kotor atau jorok



C. Perkembangan Kognitif Remaja 1. Abstrak (teoritis) menghubungkan ide, pemikiran atau konsep pengertian guna menganalisa dan memecahkan masalah Contoh pemecahan masalah abstrak ; aljabar 2. Idealistik berfikir secara ideal mengenai diri sendiri, orang lain maupun masalah sosial kemasyarakatan yang ditemui dalam hidupnya. 3. Logika berfikir seperti seorang ilmuwan membuat suatu perencanaan untuk memecahkan suatu masalah. Kemudian mereka menguji cara pemcahan secara runtut, tratur dan sistematis D. Perkembangan Psikososial Remaja Tugas Perkembangan (Menurut Havighurst) 1. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis –psikologis 2. Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita 3. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lain 4. Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab 33



5. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis E. Perkembangan Identitas diri 1. Konsep diri 2. Evaluasi diri 3. Harga diri 4. Efikasi diri 5. Kepercayaan diri 6. Tanggung jawab 7. Komitmen 8. Ketekunan 9. Kemandirian F. Masalah kesehatan pada Remaja 1. Kehamilan remaja dan melahirkan anak 2. kekerasan 3. penyakit yang ditularkan dengan sexsual 4. penggunaan tembakau, alkohol dan narkoba G. Masalah kesehatan pada Anak 1. Cedera kecelakaan 2. Obesitas 3. Iimunisasi 4. keracunan 5. penganiayaan anak 6. anak dengan perawatan kesehatan kebutuhan khusus H. Kehidupan Seksual Remaja 1. seksualitas berkaitan dengan anatomi seksual (organ-organ tubuh), fungsi hormon seksual, dan perilaku seksual dalam kehidupan sosial. 2. Resiko perilaku seksual pada remaja terjadi pada remaja yang tidak mampu mengendalikan diri, sehingga terlibat dalam kehidupan seksual secara bebas (di luar aturan norma sosial) I. Remaja dan Seks Pra nikah 1. Faktor mispersepsi terhadap pacaran;bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran. 2. Faktor religius; Kehidupan Iman yang rapuh 3. Faktor kematangan biologis 34



Konsekwensi logis masalah akibat kehamilan yang harus di tanggung remaja 1. Konsekwensi terhadap pendidikan; putus sekolah 2. Konsekwensi sosiologis; sangsi sosial. 3. Konsekwensi penyesuaian dalam kehidupan keluarga baru 4. Konsekwensi hukum Pendidikan Seksual Untuk Remaja. Bagaimana peran sekolah, orang tua, media masa maupun pemerintah adalah memikirkan dan membuat program pendidikan seksual untuk remaja 1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja 2. Perubahan kondisi psikologis- emosional selama masa pubertas 3. Dampak positif-negatif media masa terhadap perilaku seksual remaja 4. Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, seperti ; IUD, kondom 5. Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan bebas di alangan remaja Metode- Metode Pendidikan Seksual 1. Ceramah 2. Permainan Peran 3. Diskusi 4. Pemutaran film



J. Remaja Dalam Keluarga Masalah penting hubungan keluarga adalah apa yang disebut dengan kesenjangan generasi antara remaja dengan orang tua mereka (menonjol terjadi dibidang norma-norma sosial). Sebab-sebab umum pertentangan dengan keluarga adalah: 1. Standart Perilaku 2. Metode Disiplin 3. Hubungan dengan saudara kandung 4. Merasa Jadi Korban 5. Sikap yang sangat kritis 6. Besarnya keluarga 7. Perilaku yang kurang matang 8. Memberontak terhadap sanak keluarga



35



Konflik-konfilk Remaja dalam Keluarga (Driyo, 2004) 1. Konflik Pemilihan Teman atau pacar a) Bila remaja wanita ; anaknya diharapkan dapat menjaga diri agar jangan sampai terlibat dalam pergaulan bebas (free-sex, narkoba) b) Bila remaja laki-laki; anaknya diharapkan selalu waspada 2. Konflik pemilihan jurusan atau program studi 3. Konflik dengan saudara kandung (Biasa terjadi pertengkaran, percekcokan atau konflik antara anak yang satu dengan yang lain)



K. Remaja Bermasalah Faktor-Faktor Terjadinya Kenakalan Remaja: 1. Kondisi keluarga yang berantakan (Broken Home) 2. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua 3. Status sosial ekonomi orang tua rendah 4. Penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat Penggunaan dan penyalahan Narkoba Pada Remaja, Karakteristik Pecandu Di Rumah (Dariyo,2004) 1. Semakin jarang ikut kegiatan keluarga 2. Berubah teman dan jarang mau mengenalkan teman-temannya 3. Teman sebayanya makin lama tampak mempunyai pengaruh negative 4. Mulai melupakan tanggung jawab rutinnya dirumah 5. Lebih sering di hukum atau dimarahi 6. Bila dimarahi, ia makin menjadi-jadi dengan 7. sikap membangkang 8. Tidak mau memperdulikan peraturan keluarga 9. Sering pulang lewat jam malam 10. Sering pergi ke disko, mall atau berpesta 11. Menghabiskan uang tabungannya & selalu 12. kehabisan uang (bokek) 13. Sering mencuri uang dan barang berharga 14. Sering merongrong keluarganya untuk minta uang dengan berbagai alas an 15. Selalu meminta kebebasan lebih



36



16. Waktinya dirumah banyak dihabiskan di kamar mandi 17. Malas mengurus diri 18. Jarang mau makan bersama keluarga 19. Malas makan dan sering makan sembarangan 20. Sering menginap dirunah teman 21. Tidak mau peduli terhadap keutuhan keluarga 22. Sering pusing, tersinggung, mudah marah,emosi naik turun 23. Sering berkelahi, lika akibat berkelahi, kecelakaan motor/mobil, dan sebagainya 24. Mendengar musik keras-keras dan gaya musiknya keras (metalika), tanpa, mempedulikan orang lain 25. Sering menghabiskan waktu di rumah dengan menonton TV 26. Mengunci diri di kamar dan tidak mengijinkan orang tua masuk kamarnya 27. Sering berbohong, sikapnya manipulatif (tampak manis tetapi ada maunya). Sering makan permen karet (permen mentol) atau menghilangkan bau mulut 28. Senang memakai kacamata gelap atau membawaobat tetes mata 29. Ada kertas timah, obat-obat, bau-bauan, atau jarum suntik yang tidak biasa di rumah (terutama kamar mandi atau kamar tidur)



L. Karakteristik Pecandu di Sekolah 1. Nilai sekolah menurun drastis 2. Motivasi belajar menurun, malas berangkat, dan malas membuat PR 3. Sering keluar kelas & tidak mau kembali ke kelas 4. Mengantuk di kelas, sering bosan dan tidak memperhatikan guru 5. Meninggalkan hobi-hobi yang terdahulu (missal: ekstrakulikuler/ olah raga) 6. Mengeluh karena menganggap orang rumah tidak memberi kebebasan, atau menegakkan disiplin 7. Mulai sering berkumpul dengan anak-anak yang tidak beres di sekolah 8. Sering meminjam uang teman 9. Berubahnya gaya pakaian & gaya musik yang disukainya 10. Tidak peduli pada kebersihan dirinya 11. Teman lama ditinggalkan 12. Bila ditanya, sikapnya defensive atau penuh kebencian 13. Mudah tersinggung



37



M. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian (Data Umum) a. Identitas b. Riwayat & tahap perkmbangan keluarga c. Lingkungan d. Struktur keluarga e. Fungsi keluarga f. Penyebab masalah keluarga dan koping yang dilakukan keluarga 2. Pengkajian fokus pada remaja a. Status kesehatan sekarang dan masa lalu b. Pola persepsi pemeliharaan kesehatan c. Pola aktivitas dan latihan d. Pola nutrisi e. Pola eliminasi f. Pola istirahat g. Pola kognitif h. Persepsual i. Pola toleransi stress/koping j. Pola seksualitas dan reproduksi k. Pola peran dan hubungan Pola nilai dan kenyakinan l. Penampilan umum Perilaku selama wawancara m. Pola komunikasi & Pola asuh orang tua n. Kemampuan interaksi o. Stresor jangka pendek dan jangka panjang 3. Masalah Keperawatan Yang Miungkin Muncul a. Koping individu tidak efektif b. Perilaku destruktif c. Depresi d. Nutrisi kurang atau lebih e. Resiko terjadi cedera f. Resiko terjadi penyimpangan seksual g. Kurang perawatan diri h. Distress spritual 38



i. Resiko penyalahgunaan obat j. Potensial peningkatan kebugaran fisik k. Potensial peningkatan aktualitasi diri. l. Konflik keluarga m. Gangguan citra tubuh 4. Perencanaan dan Implementasi a. Prevensi primer 1) Menjamin akses ke perawatan kesehatan 2) mencegah prematur, rendah berat lahir, dan kematian bayi 3) meningkatakan pertumbuhan dan perkembangan 4) menyediakan nutrisi yang cukup 5) Meningkatkan aktivitas fisik 6) Meningkatkan keselamatan 7) mencegah penyakit menular dengan imunisasi 8) meningkatkan kesehatan gigi 9) Dukungan orang tua yang efektif Strategi untuk meningkatkan: berbagi tanggung jawab 1) Peran orangtua 2) Peran masyarakat 3) Peran majikan 4) Peran pemerintah 5) peran perawat kesehatan masyarakat b. Prevensi sekunder 1) Skrining untuk masalah kesehatan 2) Memberikan perawatan pemyakit minor 3) merawat anak-anak dan remaja dengan penyakit kronis: infeksi hiv dan aids, add, kronis lainnya 4) merawat anak-anak dan remaja dengan penyakit terminal



Proses skrening/penyaringan 1) 1Y DDST 2) 2 yDDST 3) 3 y Gigi skrining 4) 5 y kesiapan Sekolah, status imunisasi 39



5) 6-12 y-->pendengaran, penglihatan, sekolah 6) 11-18 y penggunaan alkohol tembakau dan obat-obatan dan aktivitas seksual, status imunisasi, scoliosis c. Prevensi Tersier 1) Mencegah masalah kekambuhan 2) mencegah konsekuensi 3) meningkatkan penyesuaian 5. Evaluasi 1. Bagaimana Intervensi yang telah dibina anak pertumbuhan dan perkembangan? 2. Apakah kebuthan nutrisi anak adekuat sesuai kondisi normal? 3. Apakah hazards fisik atau psikologis telah dihilangkan dari lingkungan anak? 4. Anak itu anak telah menerima perawatan kesehatan yang diperlukan? 5. Menyelesaikan masalah kesehatan akut? 6. Memeriksa untuk batas yang berkontribusi untuk penyesuaian anak dan keluarga yang ada penyakit kronis



III.



LEMBAR KERJA Jelaskan askep pada agregat dalam komunitas kesehatan anak dan remaja ?



40



MATERI/BAHAN MATA KULIAH Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 5



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



V



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



7



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL V ASKEP AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN WANITA DAN PRIA



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Askep Agregat Dalam Komunitas Kesehatan Wanita Dan Pria 2. Materi a. Kesehatan Pria dan Wanita b. Perbedaan Kesehatan Pria dan Wanita 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar Askep Agregat Dalam Komunitas Kesehatan Wanita Dan Pria keperawatan Komunitas 4. Referensi a. Anderson, E.T. & Mc.



Farlane, J.M. (2000). Community as partner.



Philadelphia: J.B. Lippincott Company. b. Freeman, R., & Heirinch, J. (1981). Community nursing practice. Philadelphia: W.B. Saunders. c. Higgs, Z.R., & Gutafson, D.D. (1985). Community as client: Assessment and diagnosis. Philadelphia: F.A. Davis Co. d. Mc. Murray, A. (1993). Community health nursing: Primary health care in practice. Melbourne: Churchill Livingstone.



40



5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa.



6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.



7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai. b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



41



II. MATERI



A. Kesehatan Peria dan Wanita Selain ada perbedaan jelas dalam kesehatan reproduksi, ada beberapa hal lain yang membedakan antara kesehatan pria dan wanita. Pria dan wanita seringkali mengalami gejala yang berbeda untuk masalah kesehatan yang sama. Pria juga berisiko lebih tinggi terkena kondisi tertentu, seperti batu ginjal. Sementara itu, wanita berada pada risiko lebih tinggi osteoporosis atau penipisan tulang. Karena adanya perbedaan dalam beberapa hal, terkadang dokter melakukan pendekatan yang berbeda untuk mencegah dan mengobati berbagai kondisi kesehatan tersebut. Perbedaan anatomi pria dan wanita menjadi pembeda bahwa ada banyak hal yang membedakan kesehatan pria dan wanita. Jenis dan kadar hormon yang bervariasi antara pria dan wanita memberi pengaruh besar pada kesehatan dengan cara yang berbeda. Pria dan wanita mengembangkan berbagai jenis masalah medis, termasuk berbagai jenis kanker pada bagian anatomi tubuh yang spesifik. Masalah kesehatan yang spesifik untuk anatomi wanita diantaranya adalah fibroid rahim dan kanker serviks. Kondisi kesehatan khusus untuk anatomi laki-laki termasuk kanker prostat dan kanker testis. Baik pria atau wanita, keduanya sama-sama berisiko terkena infeksi menular seksual (IMS), tetapi perbedaan anatomi dapat menyebabkan gejala yang berbeda dan menciptakan faktor risiko yang berbeda. Harvard Medical School melaporkan bahwa delapan dari 10 penyebab utama kematian, tingkat kematian lebih tinggi ada pada pria dibandingkan wanita,. Ini termasuk tiga penyebab kematian utama untuk pria atau wanita, yaitu penyakit jantung, kanker dan stroke. Pria tidak hanya menjadi sakit dan meninggal pada usia lebih muda dari wanita, mereka juga lebih berisiko menderita penyakit kronis sepanjang mereka. Pria juga dua kali lebih mungkin meninggal karena penyakit hati, HIV/AIDS dan bunuh diri. Sementara itu, wanita diduga lebih mungkin meninggal akibat penyakit Alzheimer. Kolesterol darah yang tinggi merupakan faktor risiko penyakit jantung yang memengaruhi baik pria maupun wanita. Menurut American Heart Association, mulai dari usia 55, wanita memiliki kadar kolesterol yang cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Ketika wanita memiliki kadar trigliserida yang tinggi serta tingkat



42



kolesterol baik yang rendah (HDL), mereka mungkin menghadapi risiko yang lebih tinggi terhadap penyakit jantung dibandingkan pria. Selain faktor-faktor risiko klinis seperti kadar kolesterol dan riwayat medis umum, ada berbagai faktor risiko yang menempatkan pria lebih berisiko daripada wanita untuk sakit atau meninggal akibat kondisi medis tertentu. Hal ini mencakup perilaku berisiko, alkohol dan penyalahgunaan zat, diet, kurangnya sosialisasi dengan dunia luar serta kurang memerhatikan pemeriksaan medis rutin, demikian menurut penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Harvard Medical School. Wanita biasanya memiliki usia harapan hidup yang lebih lama daripada pria. Menurut penelitian, hal ini terjadi karena cara pria mengatasi stres dan menjaga kesehatan mereka berbeda dengan wanita. Wanita cenderung lebih bisa menjaga kesehatannya dibandingkan dengan pria. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyebutkan bahwa rata-rata wanita akan hidup lebih lama daripada pria. Meski demikian, hal utama yang membuat kesehatan pria dan wanita menjadi berbeda adalah pilihan gaya hidup mereka sendiri. B. Perbedaan Kesehatan Pria dan Wanita Dr. James Dobson, pakar keluarga mengatakan, ada bukti kuat yang mengindikasikan bahwa "kedudukan" emosi dalam otak pria susunannya berbeda dengan wanita. Karena perbedaan inilah, maka pria dan wanita berbeda sangat jauh, baik dari segi emosional maupun dari fisik. 1. Perbedaan Emosional a. Wanita memiliki kecenderungan lebih personal daripada pria. Wanita memiliki hasrat dan perasaan yang kuat terhadap orang, sehingga lebih menikmati dalam membangun hubungan. Pria lebih berorientasi kepada pikiran praktis, kesimpulan yang logis, dan penaklukan. Mereka tidak terlalu suka atau kurang berminat membangun hubungan yang akrab, dan mereka juga kurang memiliki pengetahuan dalam membangun hubungan yang sehat dan berhasil. Sementara itu, para wanita tidak suka dengan "ring tinju" karena hubungan-hubungan dekat, mesra, intim, dan penuh kasih tidak dihasilkan di ring tinju. Itulah sebabnya, para pria muda harus sadar bahwa kekuatan wanita adalah membangun hubungan, baginya membangun hubungan adalah hal alamia.



43



b. Perubahan bagi wanita begitu menakutkan, sehingga membutuhkan waktu begitu lama untuk menyesuaikan diri. Sedangkan pria begitu mudah untuk menyesuaikan diri, bahkan sering kali dalam hitungan menit setelah mendapatkan pengertian yang menguntungkan dari perubahan tersebut. c. Wanita menemukan identitas mereka dalam hubungan akrab, sedangkan pria mendapatkan identitasnya dari pekerjaan. Wanita mengekspresikan permusuhan dengan kata-kata, sedangkan pria dengan kepalan tangan.



2. Perbedaan Fisik Dr. Paul Popenoe, pendiri American Institute of Family Relations di Los Angeles, menemukan beberapa perbedaan biologis antara pria dan wanita. Berikut ini penuturannya. a. Wanita memunyai keadaan vitalitas jasmani yang lebih bugar, mungkin karena susunan kromosomnya yang unik. Di USA, wanita hidup lebih lama 4 sampai 8 tahun dibandingkan pria. b. Pria dan wanita memiliki perbedaan dalam struktur kerangka, wanita memiliki kepala lebih pendek, wajah lebih lebar, dagu yang kurang menonjol, kaki lebih pendek, dan badan yang lebih panjang. c. Wanita memiliki ginjal, hati, dan perut yang lebih besar daripada pria, tapi paru-parunya lebih kecil. d. Wanita memiliki fungsi yang unik dan penting -- haid, mengandung, melahirkan, menyusui. e. Hormon wanita berbeda-beda jenisnya dan lebih banyak daripada hormon pria. f. Kelenjar gondok wanita lebih besar dan lebih aktif, khusus masa haid dan masa mengandung akan membesar, sehingga mereka lebih rentan terhadap penyakit gondok; namun memberi daya tahan terhadap dingin. g. Berhubungan dengan kulitnya yang halus, tubuh wanita hampir tidak memiliki rambut. h. Darah wanita lebih banyak mengandung air dan sel darah merahnya 20 persen lebih sedikit. Karena sel darah merah memasok oksigen kepada tubuh, maka wanita lebih mudah letih dan jatuh pingsan. i. Pria rata-rata memiliki 50 persen lebih banyak tenaga kasar daripada wanita (40 persen dari berat tubuh pria adalah wanita, sedangkan wanita hanya 23 persen).



44



j. Detak jantung wanita lebih cepat (rata-rata 80 per menit), pria 72 per menit). Tekanan darah wanita (10 angka lebih rendah daripada pria) berbeda dari menit ke menit, tetapi kecenderungan untuk darah tinggi lebih sedikit, paling tidak sampai sesudah menopouse. k. Kapasitas vital wanita atau kekuatan napasnya jelas lebih rendah daripada pria. 1. Wanita lebih tahan terhadap suhu panas daripada pria, karena metabolismenya menurun lebih lamban dan lebih rendah. Menurut tim penelitian Stanford University yang dipimpin oleh dua pakar neuropsikolog, yaitu McGuiness dan Triban, wanita menangkap pesan-pesan di bawah alam sadar secara lebih cepat dan akurat. Karena intuisi ini berdasar pada suatu proses mental di luar kesadaran, banyak wanita tidak sanggup menerangkan secara spesifik tentang perasaan mereka.



3. Perbedaan Seksual Dorongan seksual wanita cenderung berhubungan dengan siklus haid, sedangkan dorongan pria cukup konstan. Hormon testoteronlah yang merupakan faktor utama dalam menstimulasi dorongan seksual, wanita lebih banyak distimulasi oleh sentuhan dan kata-kata romantis. Ia lebih tertarik dengan kepribadian seorang pria. Sementara para pria tertarik dari apa yang dilihatnya. Pria tidak membeda-bedakan kepada siapa ia tertarik secara fisik dan tidak membutuhkan banyak waktu pemanasan untuk melakukan hubungan seks. Tetapi, wanita sering kali membutuhkan waktu berjam-jam persiapan emosional dan mental.



4. Perbedaan Kepribadian Pernikahan yang berhasil selalu didasarkan atas pria dan wanita yang: a. Mengerti diri mereka sendiri dan bagaimana mereka mengasihi orang lain. b. Dapat mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan mereka tanpa merasa tertekan c. Telah mengembangkan kemampuan untuk menjadi fleksibel dan menyesuaikan tipe kepribadian mereka, untuk memenuhi kebutuhan bagi situasi tertentu, atau untuk berhubungan dengan orang lain yang memiliki kepribadian yang berbeda.



Jadi untuk membangun sebuah hubungan pernikahan yang kukuh dan langgeng pria dan wanita perlu: 45



a. Mengerti dan menghormati perbedaan-perbedaan sebagai sesuatu yang normal. b. Membuang pikiran bahwa pasangan harus bertindak dengan cara yang selaras dengan cara kita. Usaha untuk mengubah pasangan dan bukannya menerima satu dengan lainnya, sering kali mengakibatkan ketidaksepakatan. c. Mempraktikkan peraturan utama yang mengatakan, "Lakukanlah kepada pasangan seperti apa yang kamu ingin orang lakukan terhadapmu."



III.



LEMBAR KERJA Jelaskan Askep Agregat Dalam Komunitas Kesehatan Wanita Dan Pria?



46



MATERI/BAHAN MATA KULIAH



Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 6 - 7



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



VI



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



14



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL VI ASKEP AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN LANSIA



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Konsep Askep Agregat Dalam Komunitas Kesehatan Lansia 2. Materi Konsep askep agregat dalam komunitas kesehatan lansia 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan konsep askep agregat dalam komunitas kesehatan lansia 4. Referensi a. Anderson, E.T. & Mc.



Farlane, J.M. (2000). Community as partner.



Philadelphia: J.B. Lippincott Company. b. Freeman, R., & Heirinch, J. (1981). Community nursing practice. Philadelphia: W.B. Saunders. c. Higgs, Z.R., & Gutafson, D.D. (1985). Community as client: Assessment and diagnosis. Philadelphia: F.A. Davis Co. d. Mc. Murray, A. (1993). Community health nursing: Primary health care in practice. Melbourne: Churchill Livingstone.



47



5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa.



6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.



7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai. b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



48



II. MATERI



ASKEP AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN LANSIA A. Definisi Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi: a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun. c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun. d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut: 1. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3. Lansia risiko tinggi . Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).



Lansia potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003). e. Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).



B. Tipe Lanjut Usia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008). Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:



49



1. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. 2. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. 3. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. 4. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. 5. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.



C. Proses Penuaan Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.



50



D. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut: 1. Perubahan Fisik a. Sel Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel. b. Sistem Persyarafan Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan. c. Sistem Penglihatan Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun. d. Sistem Pendengaran Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis. e. Sistem Kardiovaskuler Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg. f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek 51



menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot. g. Sistem Respirasi Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti. h. Sistem Gastrointestinal Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun. i. Sistem Genitourinaria Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder. j. Sistem Endokrin Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron. k. Sistem Kulit Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan



pada bentuk sel



epidermis. l. Sistem Muskuloskeletal Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor. 2. Perubahan Mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah: a. Perubahan fisik b. Kesehatan umum. c. Tingkat pendidikan. d. Hereditas. e. Lingkungan. f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap. 52



g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit. h. Kenangan lama tidak berubah. i. Tidak



berubah



dengan



informasi



berkurangnya penampilan,



matematika



dan



perkataan



verbal,



persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi



perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.



3. Perubahan Psikososial a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif. b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi. c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi. d. Sadar akan datangnya kematian. e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit. f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi. g. Penyakit kronis. h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial. i. Gangguan syaraf panca indra. j. Gizi k. Kehilangan teman dan keluarga. l. Berkurangnya kekuatan fisik. Permasalahan pada Lansia E. Berbagai permasalahan Lansia Berbagai permasalahan Lansia yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42): 1. Permasalahan Umum a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan. b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati. c. Lahirnya kelompok masyarakat industri. d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan lansia. e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia. 2.



Permasalahan Khusus



53



a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. b. Berkurangnya integrasi sosial lansia. c. Rendahnya produktivitas kerja lansia. d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat. e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik. f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.



F. Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitua: 1. Depresi Mental 2. Gangguan Pendengaran 3. Bronkitis Kronis 4. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan 5. Gangguan pada koksa/sendi panggul 6. Anemia 7.



Demensia



Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini: 1. Penyebab Penyakit. Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat. 2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.



54



3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi) Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organorgan vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya bila diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama. 4. Sering mengalami gangguan jiwa Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.



G. Promosi kesehatan, Program Kesehatan Yang Tepat 1. Sasaran Umum a. Pengelola dan petugas penghuni panti b. Keluarga lansia c. Masyarakat luas d. Instansi dan organisasi terkait e. Sasaran Khusus Lansia penghuni panti 2. Kegiatan Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. a. Upaya Promotif Upaya Promotif Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, 55



keluarga,



maupun



masyarakat.



Kegiatan



tersebut



dapat



berupa



penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:



1) Masalah gizi dan diet a) Cara mengukur keadaan gizi lansia. b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia. c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus. d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti. e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti. f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia. 2) Perawatan dasar kesehatan Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif. b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif. c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan. d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di luar panti. 3) Keperawatan kasus darurat a) Mengenal kasus darurat. b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat. 4) Mengenal kasus gangguan jiwaa a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia. b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia. 5) Olah raga a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia. b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia. c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar. 6) Teknik-teknik berkomunikasi a) Bimbingan rohani.



b) Sarasehan,



pembinaan mental, dan ceramah keagamaan. c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti. d) Rekreasi. e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti. f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media. b. Upaya Preventif



56



Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini: 1. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan yang datang ke



panti secara periodic atau di puskesmas dengan



menggunakan KMS lansia. 2. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia. 3. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi 4. Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing. 5. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing-masing. 6. Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 7. Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif. 8. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal. c. Upaya Kuratif Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini: 1. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas. 2. Pengobatan jalan di puskesmas. 3. Perawatan dietetik. 4. Perawatan kesehatan jiwa. 5. Perawatan kesehatan gigi dan mulut. 6. Perawatan kesehatan mata. 7. Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas. 57



8. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan. d. Upaya Rehabilitatif Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan



ini



dapat



berupa



rehabilitasi



mental,



vokasional



(ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat). Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami. Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik dari pada di panti. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.



H. 10 Kebutuhan Lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001) 1. Makanan cukup dan sehat (healthy food). 2. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories). 3. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay). 4. Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities). 5. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial assistance). 6. Transportasi umum (facilities for public transportations). 7. Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations). 8. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic). 9. Rasa aman dan tentram (safety feeling).



58



10. Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).



I. Terapi Modalitas Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia. 1. Tujuan a. Mengisi waktu luang bagi lansia. b. Meningkatkan kesehatan lansia. c. Meningkatkan produktivitas lansia. d. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia. 2. Jenis Kegiatan a. Psikodrama Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia. b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan



kebersamaan,



bersosialisasi,



bertukar



pengalaman,



dan



mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, coleader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain. c. Terapi musik Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu. d. Terapi berkebun Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang. e. Terapi dengan binatang Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang. f. Terapi okupasi Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. g. Terapi kognitif Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat, mengisi TTS, dan lain-lain. h. Life review terapi Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya. i. Rekreasi Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan. 59



j. Terapi keagamaan Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain.



III. LEMBAR KERJA Jelaskan askep agregat dalam komunitas kesehatan lansia?



60



MATERI/BAHAN MATA KULIAH



Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 8



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



VII



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



10



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL VII ASKEP KESEHATAN KOMUNITAS POPULASI RENTAN: PENYAKIT MENTAL, KECACATAN DAN POPULASI TERLANTAR



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Konsep Askep Kesehatan Komunitas populasi rentan: penyakit mental, kecacatan dan populasi terlantar. 2. Materi Askep Keseahatan Komunitas populasi rentan: penyakit mental, kecacatan dan populasi terlantar 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar keperawatan Komunitas 4. Referensi a. Nasir, A. & Muhith, A. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika b. Anderson, E.T & McFarlene, J. (2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik Edisi 3. Jakarta: EGC. c. World Health Organization, Department of Mental Health and Substance Abuse. (2004). Prevention of Mental Disorders Effective Interventions and Policy



Options.



61



http://www.who.int/mental_health/evidence/en/prevention_of_mental_disorders _pdf



5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa.



6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.



7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai.



62



b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



II. MATERI A. Definisi Gangguan mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbedaan tentang definisi, penilaian dan klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas (The United States Department of Health and Human Services, 2012).



American Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai suatu sindrom psikologis atau perilaku yang secara klinis yang terjadi pada seseorang, dikaitkan dengan adanya distres atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau kehilangan kebebasan (Videbeck, 2008).



Menurut Nasir & Muhith (2011) Mental disorder timbul akibat dari sesorang tidak berdaya dalam menghadapi masalah, setelah dilakukan berbagai mekanisme koping, dimana hal tersebut merupakan pemicu stres bagi tubuh. Ketidakberdayaan yang semakin mendalam menjadikan orang tersebut merasa terbebani oleh adanya masalah tersebut yang merupakan suatu kekecewaan yang sangat mendalam sehingga timbul respons berduka disfungsional, dimana hal tersebut merupakan titik awal dari mental disorder. Gangguan mental merupakan totalitas kesatuan dari ekspresi mental yang patologis terhadap stimulus sosial. Gangguan mental tersebut dapat diartikan sebagai sebuah penyimpangan respons emosional yang patologis, yang dimanifestasikan dalam bentuk



penyimpangan



perilaku.



Dengan 63



demikian,



mental



disorder



secara



komprehensif diartikan sebagai sebuah kekacauan fungsi mental akibat proses krisis mental dari sebuah mekanisme koping yang melampaui standar. Hal ini diekspresikan dalam bentuk penyimpangan respons emosional terhadap stimulus sosial yang dikombinasikan dengan faktor-faktor penyebab sekunder lainnya. Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus tidak jelas, dan teori terkadang menemukan penemuan yang rancu pada suatu ruang lingkup lapangan. Layanan untuk penyakit ini terpusat di Rumah Sakit Jiwa atau di masyarakat sosial, dan penilaian diberikan oleh psikiater, psikolog klinik, dan terkadang psikolog pekerja sukarela, menggunakan beberapa variasi metode tetapi sering bergantung pada observasi dan tanya jawab. Perawatan klinik disediakan oleh banyak profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan pengobatan psikiatrik merupakan dua opsi pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial, dukungan lingkungan, dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi penahanan paksa atau pengobatan paksa dimana hukum membolehkan. Stigma atau diskriminasi dapat menambah beban dan kecacatan yang berasosiasi dengan kelainan mental (atau terdiagnosa kelainan mental atau dinilai memiliki kelainian mental), yang akan mengarah ke berbagai gerakan sosial dalam rangka untuk meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan sosial. B. Epidemiologi Gangguan Mental Gangguan kesehatan mental penduduk dunia seiring laju modernisasi semakin meningkat. Data World Health Organization (WHO) tahun 2000 memperoleh angka gangguan mental yang semula 12% meningkat menjadi 13% di tahun 2001. WHO bahkan memprediksi angka gangguan jiwa penduduk dunia meningkat hingga 15% pada tahun 2015. Sementara di Indonesia, berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diperkirakan ada 19 juta penderita gangguan jiwa di Indonesia dengan prevalensi gangguan mental emosional orang indonesia berumur 15 tahun keatas mencapai 11,6%. Satu juta di antaranya mengalami gangguan jiwa berat atau psikosis. Dan data statistik tahun 2004 menghitung ada sebanyak 1030 orang mencoba bunuh diri dan 705 diantaranya meninggal (Prawitasari, 2012 dalam “Temu Ilmiah Nasional Psikologi Peran Psikologi Dalam Mengelola Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia” Selasa, 20 Oktober 2012 di Aula Fakults Psikologi Unair). Sementara itu, data mengejutkan diungkapkan Dr Natalingrum dari Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan pada acara Pertemuan Peningkatan Peran Media Massa tentang Kesehatan Jiwa pada tanggal 13 Oktober 64



2011 di Padang, mengatakan bahwa satu dari lima orang di Jawa Barat mengalami gangguan jiwa. Selanjutnya dia mengatakan Jawa Barat menjadi provinsi dengan penderita gangguan jiwa tertinggi di Indonesia. Bahkan, angka rata-ratanya mencapai 20 persen atau lebih tinggi dari rata-rata nasional (Berita Haluan edisi Minggu, 16 Oktober 2011). C. Gambaran Permasalahan Adanya gangguan kesehatan jiwa sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun, menurut Aris Sudiyanto (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo), ada tiga golongan penyebab gangguan jiwa. Pertama, gangguan fisik, biologis atau organik. Penyebabnya antara lain berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis, malaria, dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol, dan lain-lain. Kedua, gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan (pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan sosial atau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan, problem orang tua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain (Yosep, 2007). Direktur Bina Kesehatan Jiwa di Kementerian Kesehatan, Irmansyah, mengatakan keterbatasan fasilitas dan rendahnya kesadaran masyarakat mengakibatkan lebih dari 19 juta penduduk Indonesia penderita gangguan jiwa tidak mendapat akses ke layanan kesehatan yang maksimal. Rendahnya persentase penderita gangguan jiwa yang mendapat pengobatan ini mengakibatkan tetap adanya perilaku tidak manusiawi seperti, pemasungan dan telah merugikan Indonesia sekitar Rp 20 triliun per tahun. Selanjutnya Irmansyah menjelaskan di Indonesia hanya terdapat 48 Rumah Sakit Jiwa dengan kapasitas 7.700 tempat tidur. Padahal sesuai standar yang dianjurkan World Health Organization (WHO) Indonesia membutuhkan setidaknya 80.000 tempat tidur untuk penderita gangguan jiwa berat. Irmansyah menilai, Puskesmas yang seharusnya menjadi ujung tombak penanganan kesehatan jiwa masih tidak mampu menangani permasalahan yang ada. Hanya kurang dari satu persen Puskesmas yang melaporkan kasus gangguan jiwa. Bisa jadi mereka tidak mampu mendeteksi, atau takut melaporkan karena tidak mampu menangani (Berita Haluan edisi Minggu, 16 Oktober 2011).



65



D. Tanggung Jawab Keperawatan Komunitas Menurut Peplau peran perawat dalam kesehatan jiwa adalah: 1. Sebagai pendidik 2. Sebagai pemimpin di dalam situasi yang bersifat lokal, nasional dan internasional 3. Sebagai surrogate parent 4. Sebagai konselor Dan sebagai tambahan dari peran perawat adalah: 1. Bekerjasama dengan lembaga kesehatan mental 2. Konsultasi dengan yayasan kesejahteraan 3. Memberikan pelayanan kepada klien di luar klinik 4. Aktif melakukan penelitian 5. Membantu pendidikan masyarakat (Yosep, 2007) Saat perawatan di masyarakat bagi individu yang mengalami masalah kesehatan fisik dan jiwa terus berkembang, peran perawat juga berkembang. Perawat dapat menjadi pemberi perawatan utama dan narasumber untuk klien beresiko tinggi yang menjalani terapi di rumah yang jumlahnya meningkat dan untuk keluarga klien akan lebih bertanggungjawab



pada



upaya



pencegahan



primer



dalam



mempertahankan



kesejahteraan dan kesehatan. Keterampilan dan teknik komunikasi terapeutik sangat penting untuk keberhasilan penataan klien di masyarakat. Keperawatan psikososial merupakan bidang penting praktik keperawatan kesehatan masyarakat (Collins & Diego, 2000) dan perawatan di rumah. Perawat kesehatan masyarakat yang bekerja di masyarakat memberikan layanan pencegahan kesehatan jiwa untuk mengurangi resiko terhadap kesehatan jiwa individu, keluarga, dan masyarakat. Contoh layanan ini antara lain pencegahan primer, seperti pendidikan manajemen stres; pencegahan sekunder, seperti identifikasi dini masalah kesehatan jiwa potensial; dan pencegahan tersier, seperti pemantauan dan koordinasi pelayanan rehabilitasi untuk penderita gangguan jiwa. Praktik klinis perawat kesehatan masyarakat dan perawatan di rumah meliputi pemberian parawatan untuk klien dan keluarga yang mengalami masalah seperti penyalahgunaan zat, tindak kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan anak, berduka, dan depresi. Selain itu, perawat kesehatan masyarakat merawat anak-anak di sekolah dan mengajarkan pokok masalah yang terkait dengan kesehatan kepada kelompok dan institusi di masyarakat. Pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan



66



perawat kesehatan masyarakat dan perawatan di rumah dapat mengurangi penderitaan yang dialami banyak individu akibat penyakit fisik, gangguan jiwa, masalah sosial dan emosional, serta kerentanan lain. Rehabilitasi psikiatri, yang kadangkala disebut rehabilitasi psikososial, mengacu pada pelayanan yang dirancang untuk meningkatkan proses penyembuhan bagi penderita gangguan jiwa. Penyembuhan ini bukan saja hanya pengontrolan gejala dan manajemen pengobatan, tetapi juga mencakup pertumbuhan personal, reintegrasi ke dalam masyarakat, pemberdayaan, peningkatan kemandirian, dan peningkatan kualitas hidup (Wilbur & Arns, 1998). Program dan layanan dukungan masyarakat menyediakan rehabilitasi psikiatri pada tingkat yang bervariasi, yang seringkali bergantung pada sumber dan dana yang tersedia untuk program tersebut. Bebebrapa program berfokus terutama pada penurunan jumlah klien yang masuk rumah sakit kembali melalui pengontrolan gejala dan manajemen pengobatan, sedangkan program lain mencakup layanan sosial dan rekreasi. Program berskala nasional tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan penderita gangguan jiwa (Videbeck, 2008).



E. Proses Askep 1. Pengkajian Metode pengkajian yang digunakan melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pengukuran serta pengambilan data sekunder. Data inti 1) Riwayat / Sejarah Sudah berapa lama masalah dihadapi (mental disorder), bagaimana masalah tersebut terjadi dan bagaimana perkembangan masalah tersebut? 2) Demografi Pengkajian data demografi meliputi: nama, usia, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, pendidikan, alamat dan data lain yang dianggap perlu seperti riwayat kelahiran, alergi, penyakit dan pengobatan yang pernah dialami, aktivitas kehidupan sehari-hari meliputi keadaan gizi termasuk berat badan , jadwal makan, minat terhadap makanan, kebiasaan dan kualitas tidur, kebiasaan dan masalah berkaitan dengan eleminasi, kecacatan dan keterbatasan lainnya. 3) Nilai dan Keyakinan Agama yang dianut, nilai, keyakinan dan praktik keagamaan yang dilakukan.



67



2. Subsistem dalam komunitas a. Lingkungan Fisik 1) Kualitas udara, kebisingan lingkungan, jarak antar rumah dan kepadatan penduduk dan lingkungan keluarga. 2) Bagaimana komunikasi dalam keluarga, apakah berjalan baik atau tidak. 3) Bagaimana hubungan dengan keluarga terjalin harmonis atau tidak. 4) Adakah riwawat bercerai, berselingkuh atau kawin lagi dalam keluarga. 5) Kesibukan orang tua. 6) Orang tua serba melarang (otoriter) atau serba membolehkan (permisif) 7) Bagaimana kehidupan beragama atau menjalakan ibadah dalam keluarga. 8) Tekanan atau ancaman teman kelompok atau masyarakat 9) Perumahan yang dihuni penduduk, penerangan, sirkulasi, kepadatannya apakah merupakan stressor bagi penduduk. 10) Urbanisasi, Isolasi dan keterasingan b. Pendidikan 1) Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. 2) Tingkat pendidikan dimasyarakat. Rendahnya pendidikan berpengaru terhadap upaya mengatsi permasalahan hidup c. Keamanan dan Transportasi 1) Bagaimanakah upaya masyarakat melindungi keamanan penderita dan masyarakat jika warga yang menderita gangguan jiwa. 2) Apakah sistem keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal mempengaruhi stress pada masyarakat 3) Sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat 4) Hambatan dalam transportasi 5) Akses ke narkoba dan alkohol, penolakan , kekerasan dan kenakalan d. Politik dan Pemerintahan 1) Apakah cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan jiwa. 2) Bagaimana dukungan atau perhatian pemerintah terhadap pelayanan kesehatan jiwa



68



3) Adakah upaya pemerintah untuk melindungi atau menanggulangi gangguan jiwa dimasyarakat. 4) Bagaimana pengaruh situasi politik terhadap kesehatan jiwa dimasyarakat tersebut 5) Ketidakadilan dan diskriminasi



e. Pelayanan kesehatan dan sosial 1) Mampukah komunitas menggunakan atau membayar pelayanan kesehatan atau sosial 2) Kondisi sosial yang buruk 3) Akses terhadap pelayanan kesehatan jiwa dan sosial 4) Jenis pelayanan kesehatan dan sosial untuk kesehatan jiwa 5) Bagaimana kualitas dan pemanfaatan pelayanan 6) Layanan kesehatan dan sosial mana yang sering digunakan oleh kelompok agregat 7) Mengapa beberapa layanan tidak sering dimanfaatkan oleh kelompok agregat 8) Apakah ada diskriminasi pada kelompok agregat 9) Apakah sumber pelayanan tidak diketahui, tidak dapat dajangkau, atau layanan tidak dapat diterima bagi anggota kelompok agregat 10) Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi f. Komunikasi Sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan jiwa misalnya televisi, radio, Koran atau leaflet yang diberikan kepada komunitas g. Ekonomi 1) Pekerjaan yang dilakukan komunitas 2) Pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan keluarga. 3) Apakah pengahsilan mencukupi kebutuhan 4) Angka pengangguran



69



5) Kemiskinan / tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional), dibawah UMR atau diatas UMR sehingga



upaya pelayanan kesehatan yang diberikan dapat



terjangkau. 6) Status gizi h. Rekreasi 1) Apakah ada faktor penyebab stres seperti pekeraan 2) Adakah sarana dan kegiatan untuk rekreai, kapan saja dibuka, dan apakah biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.



2. Diagnosa Keperawatan a. Harga diri rendah b. Penolakan/ Duka disfungsional/kehilangan c. Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah d. Isolasi sosial : Menarik diri e. Perubahan Persepsi Sensori : halusinasi f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan 3. Intervensi a. Intervensi primer 1) Mencegah atau meminimalkan faktor resiko kejadian mental disorder 2) Meningkatkan kemampuan untuk mengatasi stres, adaptasi, Exercise, menstimulai kognitif sejak awal, Keterampilan pemecahan masalah, meningkatkan interkasi yang positif dikeluarga dan dimasyarakat, penghargaan terhadap diri, menumbuhkan keterampilan memanajemen konflik sosial, meningkatakan sosial emosional, manajemen stres dan dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman 3) Pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa 4) Pembentukan kelompok kerja kesehatan jiwa di desa 5) Pembentukan kelompok pendukung seperti kelompok pengajian, kelompok diskusi kesehatan jiwa. 6) Mengadakan training motivasi pada masyarakat 7) Edukasi atau penyuluhan tentang bagaimana cara memecahkan masalah



70



8) Pembinaan kelompok dan masyarakat melalui kunjungan Perawat Puskesmas/Komunitas b. Intervensi sekunder 1) Skreening penjaringan kesehatan jiwa masyarakat 2) Pembinaan kelompok berisiko 3) Program psiko-edukasi kelompok 4) Cognitive-Behavioural group therapy secra signifikan menurunkan gejala gangguan kecemasan sosial, dan pengurangan remisi dan tingkat respons 5) Terapi modalitas keperawatan berupa pemberian teknik relaksasi nafas dalam. 6) Terapi komplementer berupa manajemen stress 7) Intervensi psikososial dapat berkontribusi untuk meningkatakan fungsi sosial penderita skizofrenia 8) Terapi diet dan gizi berperan penting pada pasien dengan depresi 9) Pemberian bimbingan keagamaan (spiritual) c. Intervensi tersier 1) Rehabilitasi 2) Resosialisasi klien dimasyarakat Seiring dengan perkembangan teknologi intervensi keperawatan tersebut dapat melalui telephone sebagaimana telah dikemukan melalui systematic review oleh Leach and Christensen di Australia tahun 2006 dan oleh Hailey, D.,Roine, R., & Ohinma, A di Canada 2007.



III.



LEMBAR KERJA Jelaskan Askep Keseahatan Komunitas Populasi Rentan: penyakit mental, kecacatan dan populasi terlantar



71



MATERI/BAHAN MATA KULIAH Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



Ke 9,10 VIII 31 2018



MODUL VIII ASKEP KOMUNITAS DENGAN MASALAH KESEHATAN POPULASI: PENYAKIT INFEKSI



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi: Penyakit Infeksi 2. Materi Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi: Penyakit Infeksi 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi: Penyakit Infeksi 4. Referensi a. Anderson, E.T. & Mc.



Farlane, J.M. (2000). Community as partner.



Philadelphia: J.B. Lippincott Company. b. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC c. Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC d. Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta e. Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, Jakarta, EGC f. Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis, Diagnosis dan Terapi, Lab. Ilmu 72



5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa. 6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas. 7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai. b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



73



II. MATERI ASKEP KOMUNITAS DENGAN MASALAH KESEHATAN POPULASI: PENYAKIT INFEKSI



A. Definisi Penyakit Infeksi Dalam medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan



oleh



sebuah



agen biologi (sepertivirus, bakteria atau parasit),



bukan



disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Cara cara penularan penyakit: Media langsung dari orang ke orang (permukaan kulit) jenis penyakit yang ditularkan antara lain: 1. Penyakit kelamin 2. Rabies 3. Trakoma 4. Skabies 5. Erisipelas 6. Antraks 7. Gas-gangren 8. Infeksi luka aerobic 9. Penyakit pada kaki dan mulut Pada penyakit kelamin seperti GO, sifiis, dan HIV, agen penyakit ditularkan langsung dan seorang yang infeksius ke orang lain melalui hubungan intim. Cara memutuskan rantai penularannya adalah dengan mengobati penderita dan tidak melakukan hubungan intim dengan pasangan bukan suami atau istri. Khusus untuk HIV, jangan mempergunakan alat suntik bekas dan menggunakan darah donor penderita HIV. Melalui Media Udara Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai air borne disease. Jenis Penyakit yang ditularkan antara lain: 1. TBC Paru 2. Varicella 3. Difteri 4. Influenza 5. Variola f. Morbili 74



6. Meningitis 7. Demam skarlet 8. Mumps 9. Rubella 10. Pertussis 11. B. Agen Penyakit dan Cara Penularan Penyakit 1. Virus : hepatitis virus, poliomielitis 2. Baktcri : kolera, disentri, tifoid, diare 3. Protozoa : amubiasis, giardiasis 4. Helmintik : askariasis, penyakit cacing cambuk, penyakit hidatid 5. Leptospira : penyakit Weil Pejamu akuatik: Bermultiplikasi di air : skistosomiasis (vektor keong) dan tidak bermultiplikasi : Guinea’s worm dan fish tape worm (vektor cyclop).



Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air, dapat dibagi dalam empat kelompok menurut cara penularannya. 1. Water borne mechanism, Kuman patogen yang berada dalam air dapat menyebabkan penyakit pada manusia, ditularkan melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh: kolera, tifoid, hepatitis virus, disentri basiler dan poliomielitis. 2. Water washed mechanism, jenis penyakit water washed mechanism yang berkaitan dengan kebersihan individu dan umum dapat berupa infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma.



Penyakit melalui gigitan binatang pengerat, seperti



Ieptospirosis. 3. Water based mechanism, jenis penyakit dengan agen penyakit yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai pejamu intermediate yang hidup di dalam air. Contohnya adalah skistosomiasis, Dracunculus medinensis. 4. Water related insect vector, mechanisme Jenis penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contohnya adalah filariasis, dengue, malaria, demam kuning (yellow fever). 5. Cara pencegahan penularan penyakit melalui media air atau makanan dapat dilakukan antara lain dengan cara: 75



a. Penyakit infeksi melalui saluran pencernaan, dapat dilakukan dengan cara Sanitation Barrier yaitu memutus rantai penularan, seperti menyediakan air bersih, menutup makanan agar tidak terkontaminasi oleh debu dan lalat, buang air besar dan membuang sampah tidak di sembarang tempat. b. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui kulit dan mata, dapat dicegah dengan higiene personal yang baik dan tidak memakai peralatan orang lain seperti sapu tangan, handuk dan lainnya, secara sembarangan. c. Penyakit infeksi lain yang berhubungan dengan air melalui vektor seperti malaria dan demam berdarah dengue (DBD) dapat dicegah dengan pengendalian vector.



Tiga Kelompok Utama Penyakit Menular 1. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian cukup tinggi. 2. Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan cacat, walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama 3. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat tetapi dapat mewabah yang menimbulkan kerugian materi.



Tiga Sifat Utama Aspek Penularan Penyakit Dari Orang Ke Orang 1. Waktu Generasi (Generation Time) Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan. Perbedaan masa tunas denga wakru generasi yaitu Masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan gejala yang terselubung, waktu generasi ialah waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk menularkan kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik atau terselubung. 2. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity) Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.



76



Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu. Wabah terjadi karena 2 keadaan: a. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam populasi tersebut. b. Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex: Asrama mahasiswa/tentara. 3. Angka Serangan (Attack Rate) Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam satu satuan waktu tertentu di kalangan anggota kelompok yang mengalami kontak serta memiliki risiko atau kerentanan terhadap penyakit tersebut. Formula angak serangan ini adalah banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama) dibagi dengan banyaknya orang yang peka dalam satu jangka waktu tertentu. Angka serangan ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat keterancamam dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga, sistem hubungan keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan unit epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.



C. Manifestasi Klinik Secara Umum 1. Spektrum Penyakit Menular Pada proses penyakit menular secara umum dijumpai berbagai manifestasi klinik, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak sampai keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal dunia. Akhir dari proses penyakit adalah sembuh, cacat atau meninggal. Penyembuhan dapat lengkap atau dapat berlangsung jinak (mild) atau dapat pula dengan gejala sisa yang berat (serve sequele). 2. Infeksi Terselubung (Tanpa Gejala Klinis) Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas sehingga tidak dapat didiagnosa tanpa cara



77



tertentu seperti test tuberkulin, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh dll. Untuk mendapatkan perkiraan besar dan luasnya infeksi terselubung dalam masyarakat maka perlu dilakukan pengamatan atau survai epidemiologis dan tes tertentu pada populasi. Hasil survai ini dapa digunakauntuk pelaksanaan program, keterangan untuk kepentingan pendidikan. D. Gambar Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik Dari Tiga Jenis Penyakit Menular 1. Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik (terselubung) Kelompok penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita tanpa gejala atau hanya gejala ringan saja, tidak tampak pada berbagai tingkatan, patogenisitas rendah. Contoh, Tuberkulosis, Poliomyelitis, Hepatitis A 2. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas Kelompok dengan bagian terselubung kecil, sebagian besar penderuta tampak secara klinis dan dapat dengan mudah didiagnosa, karena umumnya penderita muncul dengan gejala klasik. Contoh :Measles, chickenpox 3. Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian Kelompok penyakit yang menunjukkan proses kejadian yang umumnya berakhir dengan kelainan atau berakhirnya dengan kematian, Contoh: Rabies



E. Komponen Proses Penyakit Menular Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat faktor yang memegang peranan penting : 1. Faktor penyebab atau agent yaitu organisme penyebab penyakit 2. Sumber penularan yaitu reservoir maupun resources 3. Cara penularan khusus melalui mode of transmission Unsur penyebab dikelompokkan dalam : 1. Kelompok arthropoda (serangga) seperti scabies, pediculosis, dll. 2. Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun cacing perut. 3. Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll. 4. Fungus atau jamur baik uni maupun multiselular. 5. Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia. 6. Virus sebagai kelompok penyebab yang paling sederhana. 78



Sumber penularan 1. Penderita 2. Pembawa kuman 3. Binatang sakit 4. Tumbuhan atau benda



Cara penularan 1. Kontak langsung 2. Melalui udara 3. Melalui makanan atau minuman 4. Melalui vector Keadaan pejamu 1. Keadaan umum 2. Kekebalan 3. Status gizi 4. Keturunan Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke pejamu melalui : 1. Mukosa atau kulit 2. Saluran pencernaan 3. Saluran pernapasan 4. Saluran urogenitalia 5. Gigitan, suntikan, luka 6. Placenta Interaksi Penyebab dengan Pejamu 1. Infektivitas Infektivtas adalah kemampuan unsur penyebab atau agent untuk masuk dan berkembang biak serta menghasilkan infeksi dalam tubuh pejamu. 2. Patogenesis Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit dengan gejala klinis yang jelas 3. Virulensi Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang berat terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. 4. Imunogenisitas 79



Imunogenisitas adalah suatu kemampuan menghasilkan kekebalan atau imunitas 5. Mekanisme Patogenesis a. Invasi jaringan secara langsung b. Produksi toksin c. Rangsangan imunologis atau reaksi alergi yang menyebabkan kerusakan pada tubuh pejamu d. Infeksi yang menetap (infeksi laten) e. Merangsang kerentanan pejamu terhadap obat dalam menetralisasi toksisitas f. Ketidakmampuan membentuk daya tangkal (immuno supression).



F. Sumber Penularan 1. Manusia sebagai reservoir Kelompok penyakit menular yang hanya dijumpai atau lebih sering hanya dijumpai pada manusia. Penyakit ini umumnya berpindah dari manusia ke manusia dan hanya dapat menimbulkan penyakit pada manusia saja. 2. Reservoir binatang atau benda lain Selain dari manusia sebagai reservoir maka penyakit menular yang mengenai manusia dapat berasal dari binatang terutama yang termasuk dalam kelompok penyakit zoonosis. Beberapa penyakit Zoonosis utama dan reservoir utamanya 1. Pes (plaque) Tikus 2. Rabies (penyakit anjing gila Anjing 3. Bovine Tuberculosis Sapi 4. Thypus, Scrub & Murine Tikus 5. Leptospirosis Tikus 6. Virus Encephlitides Kuda 7. Trichinosis Babi 8. Hidatosis Anjing 9. Brocellossis Sapi, kambing



Melihat Perjalanan penyakit pada pejamu, bentuk pembawa kuman (carrier) dapat dibagi dalam beberapa jenis:



80



1. Healthy carrier (inapparent), “Mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular kepada orang lain”. 2. Incubatory carrier (masa tunas), “Mereka yang masih dalam masa tunas tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit”. 3. Convalescent carrier (baru sembuh klinis), “Mereka yang baru sembuh dari penyakit menular tertentu tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu”. 4. Chronis carrier (menahun), “Merupakan sumber penularan yang cukup lama”.



Manusia dalam kedudukannya sebagai reservoir penyakit menular dibagi dalam 3 kategori utama: 1. Reservoir yang umumnya selalu muncul sebagai penderita 2. Reservoir yang dapat sebagai penderita maupun sebagai carrier 3. Reservoir yang umumnya selalu bersifat penderita akan tetapi dapat menularkan langsung penyakitnya ke pejamu potensial lainnya, tetapi harus melalui perantara hidup



G. Contoh Askep Penyakit Menular (TB. Paru) 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007). Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paruparu dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat 81



penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 )



2. Proses Penularan Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan. Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang) 3. Patofisiologi Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg, 1981 dikutip dari Price, 1995). Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel



82



epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari.



Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Gohn yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. 4. Gambaran Klinik Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik: a. Gejala respiratorik, meliputi: 1) Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. 2) Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat



83



ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. 3) Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lainlain. Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena. b. Gejala sistemik, meliputi: Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia



5. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik Pengkajian 1. Pengumpulan data Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu : a. Identitas klien Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. b. Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. c. Riwayat penyakit dahulu Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif. 84



d. Riwayat penyakit keluarga Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya. e. Riwayat psikososial Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain f.



Pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek. 2) Pola nutrisi dan metabolik Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun. 3) Pola eliminasi Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi 4) Pola aktivitas dan latihan Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas 5) Pola tidur dan istirahat Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. 6) Pola hubungan dan peran Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular. 7) Pola sensori dan kognitif Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan. 8) Pola persepsi dan konsep diri Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. 9) Pola reproduksi dan seksual Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada. 85



10) Pola penanggulangan stress Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.



g. Pemeriksaan fisik Berdasarkan sistem – sistem tubuh 1. Sistem integumen Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun 2. Sistem pernapasan Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai a) Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah. b) Palpasi : Fremitus suara meningkat. c) Perkusi



: Suara ketok redup.



d) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring. 3. Sistem pengindraan Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan 4. Sistem kordiovaskuler Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras. 5. Sistem gastrointestinal Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. 6. Sistem muskuloskeletal Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan. 7. Sistem neurologis Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456 8. Sistem genetalia Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia



Sebagai bahan perbandingan berikut ini pengkajian menurut Doenges tahun 2000 86



a. Aktivitas/istirahat Gejala



Tanda



a. Kelelelahan umum dan kelemahan a. Takikardia, takipnea/dispnea pada saat b. Dispnea saat kerja maupun istirahat kerja c. Kesulitan tidur pada malam hari atau b. Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap demam pada malam hari, menggigil lanjut) dan atau berkeringat d. Mimpi buruk



b. Sirkulasi Gejala



Tanda



a. Palpitasi



a. Takikardia, disritmia b. Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi) c. Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal d. Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam mediatinum) e. TD: hipertensi/hipotensi f. Distensi vena jugularis



c.



Integritas ego



Gejala



Tanda



Gejala-gejala stres yang berhubungan a. Menyangkal (khususnya pada tahap dini) lamanya perjalanan penyakit, masalah a. Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel. keuangan, perasaan tidak berdaya/putus b. Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut) asa, menurunnya produktivitas. d. Makanan dan cairan:



87



Gejala



Tanda



a. Kehilangan napsu makan b. Penurunan berat badan



a. Turgor kulit buruk, kering, bersisik b. Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan



e. Nyeri dan Kenyamanan Gejala



Tanda



a.



Nyeri dada meningkat karena Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku pernapsan, batuk berulang distraksi, gelisah b. Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke bahu, c. leher atau abdomen.



f. Pernapasan Gejala



Tanda



a. Batuk (produktif atau tidak produktif) b. Napas pendek c. Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi



g. Keamanan 88



a. Peningkatan frekuensi pernapasan b. Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, c. leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat d. Pengembangan dada tidak simetris e. Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi hiperresonan di atas area yang telibat. f. Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral g. Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi h. Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek(crackels posttussive) i. Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah j. Deviasi trakeal



Gejala



Tanda



Kondisi penurunan imunitas secara Demam ringan atau demam akut umum memudahkan infeksi sekunder h. Interaksi Sosial Gejala



Tanda



a. Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular b. Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran b. Penyuluhan atau pembelajaran Gejala



Tanda



a. Riwayat keluarga TB b. Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk c. Gagal untuk membaik/kambuhnya TB d. Tidak berpartisipasi dalam terapi. 9. Pemeriksaan diagnostic Diagnosis TB menurut Depkes (2006): a. Diagnosis TB paru 1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). 2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. 3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. 4) Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. 5) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.



89



b. Diagnosis TB ekstra paru. 1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya. 2) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.



Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001) a. Pemeriksaan Radiologis Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru. b. Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. 2) Sputum Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. 3) Tes Tuberkulin 90



Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.



10. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolerkapiler c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi



11. Intervensi Keperawatan No 1



Diagnosa keperawatan Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas. Batasan Karakteristik :  Dispneu, Penurunan suara nafas  Orthopneu  Cyanosis  Kelainan suara nafas (rales, wheezing)  Kesulitan berbicara  Batuk, tidak efekotif atau tidak ada  Mata melebar  Produksi sputum  Gelisah



Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) NOC :  Respiratory status : Ventilation  Respiratory status : Airway patency  Aspiration Control Kriteria Hasil :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa 91



Intervensi (NIC) NIC : 1. Airway suction  Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning  Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan







Perubahan frekuensi dan irama nafas



Faktor-faktor yang berhubungan:  Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi  Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma.  Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.







tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas







 







Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal Monitor status oksigen pasien Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.



2. Airway Management  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan  Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 92



 















2.



Gangguan Pertukaran gas Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli Batasan karakteristik :  Gangguan penglihatan  Penurunan CO2  Takikardi  Hiperkapnia  Keletihan  somnolen  Iritabilitas  Hypoxia  kebingungan  Dyspnoe  nasal faring  AGD Normal  sianosis  warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)  Hipoksemia  hiperkarbia  sakit kepala ketika bangun



NOC :  Respiratory Status : Gas exchange  Respiratory Status : ventilation  Vital Sign Status  Kriteria Hasil :  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Tanda tanda vital 93



Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udaraKassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2



NIC : Airway Management  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan  Pasang mayo bila perlu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan  Lakukan suction pada mayo  Berika bronkodilator bial







dalam rentang normal



frekuensi dan kedalaman nafas abnormal



 



Faktor faktor yang berhubungan :  Ketidakseimbangan perfusi ventilasi  Perubahan membran kapileralveolar







perlu Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2



Respiratory Monitoring  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal  Monitor suara nafas, seperti dengkur  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot  Catat lokasi trakea  Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan  Tentukan 94



3.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh. Batasan karakteristik :  Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal  Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)  Membran mukosa dan konjungtiva pucat  Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah  Luka, inflamasi pada rongga mulut  Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan  Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan  Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa  Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan  Miskonsepsi  Kehilangan BB dengan



NOC :  Nutritional Status : food and Fluid Intake  Kriteria Hasil :  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti



95



kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama  auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya NIC : Nutrition Management  Kaji adanya alergi makanan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C  Berikan substansi gula  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan



         



makanan cukup Keengganan untuk makan Kram pada abdomen Tonus otot jelek Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi Kurang berminat terhadap makanan Pembuluh darah kapiler mulai rapuh Diare dan atau steatorrhea Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok) Suara usus hiperaktif Kurangnya informasi, misinformasi



















dengan ahli gizi) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan



Nutrition Monitoring  BB pasien dalam batas normal  Monitor adanya penurunan berat badan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan  Monitor lingkungan selama makan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi  Monitor turgor



Faktor-faktor yang berhubungan :  Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.



96







 











 







97



kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht Monitor pertumbuhan dan perkembangan Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet



4.



Hipertermia Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal Batasan Karakteristik:  Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal  Serangan atau konvulsi (kejang)  Kulit kemerahan  Pertambahan RR  Takikardi  Saat disentuh tangan terasa hangat



NOC : Thermoregulation Kriteria Hasil :  Suhu tubuh dalam rentang normal  Nadi dan RR dalam rentang normal  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman



Faktor faktor yang berhubungan :  Penyakit/ trauma  Peningkatan metabolisme  Aktivitas yang berlebih  Pengaruh medikasi/anastesi  Ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat  Terpapar dilingkungan panas  Dehidrasi  Pakaian yang tidak tepat



NIC : Fever treatment  Monitor suhu sesering mungkin  Monitor IWL  Monitor warna dan suhu kulit  Monitor tekanan darah, nadi dan RR  Monitor penurunan tingkat kesadaran  Monitor WBC, Hb, dan Hct  Monitor intake dan output  Berikan anti piretik  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam  Selimuti pasien  Lakukan tapid sponge  Berikan cairan intravena  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila  Tingkatkan sirkulasi udara  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil



Temperature regulation  Monitor suhu minimal tiap 2 jam  Rencanakan monitoring suhu 98



  



 























secara kontinyu Monitor TD, nadi, dan RR Monitor warna dan suhu kulit Monitor tandatanda hipertermi dan hipotermi Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan Berikan anti piretik jika perlu



Vital sign Monitoring 



99



Monitor TD, nadi, suhu, dan RR



















 



 







 







5.



Nyeri



NOC :  Pain Level, Definisi :  Pain control, Sensori yang tidak  Comfort level menyenangkan dan pengalaman 100



Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign



NIC : Pain Management  Lakukan pengkajian nyeri secara



emosional yang muncul secara Kriteria Hasil : aktual atau potensial kerusakan  Mampu mengontrol jaringan atau menggambarkan nyeri (tahu penyebab adanya kerusakan (Asosiasi Studi nyeri, mampu Nyeri Internasional): serangan menggunakan tehnik mendadak atau pelan nonfarmakologi untuk intensitasnya dari ringan sampai mengurangi nyeri, berat yang dapat diantisipasi mencari bantuan) dengan akhir yang dapat  Melaporkan bahwa diprediksi dan dengan durasi nyeri berkurang dengan kurang dari 6 bulan. menggunakan manajemen nyeri Batasan karakteristik :  Mampu mengenali  Laporan secara verbal atau nyeri (skala, intensitas, non verbal frekuensi dan tanda  Fakta dari observasi nyeri)  Posisi antalgic untuk  Menyatakan rasa menghindari nyeri nyaman setelah nyeri  Gerakan melindungi berkurang  Tingkah laku berhati-hati  Tanda vital dalam rentang normal  Muka topeng  Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)  Terfokus pada diri sendiri  Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)  Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)  Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)  Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)  Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, 101































 



komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan







menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum







Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)















 







penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri



Analgesic Administration  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi  Cek riwayat alergi  Pilih analgesik 102



























yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)



III. LEMBAR KERJA Jelaskan Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi: Penyakit Infeksi ?



103



MATERI/BAHAN MATA KULIAH Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 11,12



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



IX



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



13



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL IX ASKEP KOMUNITAS DENGAN MASALAH KESEHATAN POPULASI: PENYAKIT KRONIK



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi: Penyakit Kronik 2. Materi Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi: Penyakit Kronik 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi: Penyakit Kronik 4. Referensi a. Anderson, E.T. & Mc.



Farlane, J.M. (2000). Community as partner.



Philadelphia: J.B. Lippincott Company. b. Freeman, R., & Heirinch, J. (1981). Community nursing practice. Philadelphia: W.B. Saunders. c. Higgs, Z.R., & Gutafson, D.D. (1985). Community as client: Assessment and diagnosis. Philadelphia: F.A. Davis Co. d. Mc. Murray, A. (1993). Community health nursing: Primary health care in practice. Melbourne: Churchill Livingstone.



104



5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa.



6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.



7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai. b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen. 105



II. MATERI A. Pengertian Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Penyakit kronis bisa menyebabkan kematian. Contoh penyakit kronis adalah diabetes militus, TBC, kanker dan penyakit jantung Ketidakmampuan merupakan persepsi individu bahwa segala hal yang dilakukan tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Kesimpulan yang didapat dari pengertian di atas adalah penyakit kronis yang terjadi pada seseorang dalam waktu lama akan membuat orang tersebut menjadi tidak mampu melakukan sesuatu seperti biasanya



B. Sifat Penyakit Kronik Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah : 1. Progresi Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh penyakit jantung. 2. Menetap Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus. 3. Kambuh Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis



C. Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien



106



Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap klien diantaranya (Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah : 1. Dampak psikologis Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu : a) Klien menjadi pasif b) Tergantung c) Kekanak-kanakan d) Merasa tidak nyaman e) Bingung f) Merasa menderita 2. Dampak somatic Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena keadaan penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan penyakitnya. 3. Dampak terhadap gangguan seksual Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan organ) dan perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap fungsi seksual) 4. Dampak gangguan aktivitas Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga hubungan social dapat terganggu baik secara total maupun sebagian.



D. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-SosialSpritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan kartina, 2009) 1. Kehilangan kesehatan. Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas. 2. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan 3. Kehilangan situasi Klen merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga kelompoknya 4. Kehilangan rasa nyaman 107



Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll 5. Kehilangan fungsi fisik Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa 6. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional 7. Kehilangan konsep diri Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah 8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga



E. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu: 1. Penolakan (Denial) Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image). 2. Cemas Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang 108



terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker. 3. Depresi Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami depresi.



F. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Kronik dan Ketidakmampuan Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih dan kartina, 2009) : 1. Pengkajian Pada proses keperawatan pengkajian dilakukan terhadap klien, keluarga, dan lingkungan. a. Pengkajian terhadap klien Hal-hal yang perlu dikaji adalah : 1) Respon emosi klien terhadap diagnose 2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi 3) Upaya klien dalam mengatasi situasi 4) Kemampuan dalam mengambil dan memilih pengobatan 5) Persepsi dan harapan klien 6) Kemampuan mengingat masa lalu b. Pengkajian keluarga Hal-hal yang perlu dikaji adalah : 1) Respon keluarga terhadap klien 2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya 3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui 4) Kapasitas dan system pendukung yang ada 5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional 6) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan perubahan



yang terjadi



c. Pengkajian lingkungan 1) Sumber daya yang ada 109



2) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit 3) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan 4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan kesempatan kerja



2. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang ditimbulkan dari proses pengkajian klien dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan kartina, 2009) : a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan dan perubahan b. Kecemasan



yang



meningkat



berhubungan



dengan



ketidakmampuan



mengekspresikan perasaan c. Gangguan bodi image berhubungan dengan dampak penyakit yang dialami d. Resiko tinggi terjadinya gangguan identitas berhubungan dengan adanya hambatan dalam fungsi seksual 3. Perencanaan Tujuan dan intervensi yang dilakukan terhadap klien dengan penyakit kronik adalah (Purwaningsih dan kartina, 2009) : Tujuan : a. Klien dapat mengidentifikasi respon pengingkaran terhadap kenyataan b. Klien dapat mengidentifikasi perasaan cemas c. Klien mau membina hubungan dengan keluarga dan petugas d. Klien dapat menerima realitas/keadaan dirinya saat ini e. Klien tidak mengalami gangguan fungsi seksual



Intervensi terhadap klien : a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan cemas, marah frustasi, dan depresi b. Bantu klien untuk menggunakan koping yang konstruktif 110



c. Berikan informasi yang benar dan jujur d. Bantu klien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan e. Beri penjelasan mengenai perubahan fungsi seksual yang dialami terhadap penyakitnya f. Ciptakan lingkungan yang mendukung penyembuhan



Intervensi terhadap keluarga : a. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi kekuatannya b. Beri informasi tentang klien dan keluarga secara jelas c. Bantu keluarga untuk mengenali kebutuhan klien d. Berikan motivasi pada keluarga untuk memberikan perhatian pada klien e. Tingkatkan harapan keluarga terhadap keadaan klien f. Optimalkan sumber daya yang ada g. Beri informasi tentang penyakit yang jelas h. Beri motivasi pada lingkungan untuk membantu klien dalam proses penyembuhan i. Upayakan fasilitas kesehatan yang memadai sesuai dengan kondisi



III.



LEMBAR KERJA



Jelaskan Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi: Penyakit Kronik?



111



MATERI/BAHAN MATA KULIAH Program Studi



Manajemen Keperawatan



Pertemuan ke



Ke 13,14



Kode Mata Kuliah/SKS



KPM 1601 / 3 SKS (2 T / 1P)



Modul ke



X



Nama Mata Kuliah



Konsep dasar keperawatan keluarga



Jumlah halaman



14



Dosen



Septi Ardianty, S.Kep,.Ns.,M.Kep Yudi Abdul Majid, S.Kep,.Ns.,M.Kep



Mulai Berlaku



2018



MODUL X TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS



I. PETUNJUK UMUM Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut : 1. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan menjelaskan serta dapat mengaplikasikan Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas 2. Materi Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas A. Definisi terapi komplementer B. Jenis-Jenis Terapi Komplementer C. Fokus Terapi Komplementer D. Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer E. Teknik Terapi Komplementer 3. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat menjelaskan Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas 4. Referensi a. Cerrone,



R., Giani, L., Galbiati, B. et al. 2008. Efficacy of HT 7 Point



Acupressure Stimulation in the Treatment of Insomnia in Cancer



Patients



and in Patients Suffering From Disorders Other Than Cancer. Minerva Medica Vol 99 (6): 535-7 b. Fengge, A. 2012. Terapi Akupresur Manfaat dan Teknik Pengobatan. Yogyakarta: Crop Circle Corp



112



c. Turana, Y. 2004. Akupresur. Melalui [03/02/14] d. Sukanta, P. O. 2008. Pijat Akupresur Untuk Kesehatan. Jakarta: Penebar Plus e. Sukanta, P. O. 2009. Terapi Pijat Tangan Cara Penyembuhan Aman, Mudah dan Bermanfaat. Jakarta: Penebar Plus 5. Strategi Pembelajaran Strategi pembalajaran yang digunakan adalah contextual instruction, scenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut : a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 (satu) minggu sebelum perkuliahan, mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus terbaru yang terjadi. b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi kekinian c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa dibagi dalam group diskusi untuk membahas lebih dalam konsep yang dijelaskan. d. Setelah selesai diskusi, mahasiswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan sanggahan atau bantahan. e. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusi dan mempertahankan pendapat mereka dengan argumentasi sesuai dengan konsep materi. f. Pendekatan pembelajaran dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa. 6. Kegiatan Belajar a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu berdiskusi dan mengerjekan soal saudara tidak banyak mengalami kesulitan. b. Mulailah motivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai membaca sekarang. c. Bacalah scenario pada petunjunk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas. 7. Evaluasi a. setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test (post test), sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat dicapai.



113



b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul berarti mahasiswa telah mencapai tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.



II. MATERI



TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS



A. Definisi Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi merupakan usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit, perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan. Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001). Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).



B. Tujuan Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem – sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya



114



dan memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap serta perawatan yang tepat.



C. Jenis –Jenis Terapi Komplementer Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya (Hitchcock et al.,1999) National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM) membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. 1. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni. 2. Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy. 3. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan). 4. Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macammacam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. 5. Kategori lima, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet.



Klasifikasi



kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002).



115



Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan holistik, nutrisi),



botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif



(kiropraktik, akupresur & akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided



imagery,



biofeedback,



color



healing,



hipnoterapi).



Jenis



terapi



komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian (Hitchcock et al., 1999). Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu mengetahui pentingnya terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi komplementer diantaranya untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar tentang terapi komplementer dan merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel, memberi rujukan terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer (Snyder & Lindquis,2002). Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan dalam mencapai tujuan perawatan integratif (Fontaine, 2005). Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem – sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit,karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untukmenyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap serta perawatan yang tepat Jenis pelayanan pengobatan komplementer – alternatif berdasarkan Permenkes RI Nomor : 1109/Menkes/Per/2007 adalah : 1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) : Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga 2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda 3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut 4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah 5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient, mikro nutrient 116



6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik, EEC



D. Obat-Obat Terapi Komplementer 1. Bersifat natural yaitu mengambil bahan dari alam, seperti jamu – jamuan, rempah yang sudah dikenal (jahe, kunyit, temu lawak dan sebagainya) 2. Pendekatan lain seperti menggunakan energi tertentu yang mampu mempercepat proses penyembuhan, hingga menggunakan doa tertentu yang diyakini secara spiritual memiliki kekuatan penyembuhan



E. Aspek Legal Terapi Komplementer 1. Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan a. Pasal 1 butir 16, pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun – temurun b. secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat; b. Pasal 48 tentang pelayanan kesehatan tradisional; c. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang pelayanan kesehatan tradisonal. 2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan tradisional; 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan hiperbarik; 4. Peraturan



Menteri



Kesehatan



RI



No.1109/Menkes/Per/IX/2007



tentang



penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan; 5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No.HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode pengobatan komplementer – alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan.



117



F. Kendala Terapi Komplementer 1. Masih lemahnya pembinaan dan pengawasan; 2. Terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam 3. melakukan bimbingan; 4. Terbatasnya anggaran yang tersedia 5. untuk pelayanankesehatan komplementer; 6. Belum memadainya regulasi yang mendukung pelayanan 7. kesehatan komplementer; 8. Terapi komplementer belum menjadi program prioritas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.



G. Peran Perawat Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau alternatif dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan perawat yang memerhatikan hal ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu American Holistic Nursing Association (AHNA), Nurse Healer Profesional Associates (NHPA) (Hitchcock et al., 1999). Ada pula National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM) yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquis, 2002). Kebutuhan masyarakat yang meningkat dan berkembangnya penelitian terhadap terapi komplementer menjadi peluang perawat untuk berpartisipasi sesuai kebutuhan masyarakat. Perawat dapat berperan sebagai konsultan untuk klien dalam memilih alternatif yang sesuai ataupun membantu memberikan terapi langsung. Namun, hal ini perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian (evidence-based practice) agar dapat dimanfaatkan sebagai terapi keperawatan yang lebih baik. Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor, 2001). Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice. 118



Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif (Smith et al.,2004). H. Contoh Teknik Terapi Komplementer Akupresur adalah cara pengobatan yang berasal dari Cina (Tradisional Chinese Medicine) yang biasa disebut dengan pijat akupunktur yaitu metode pemijatan pada titik-titik akupunktur (acupoint) ditubuh manusia tanpa menggunakan jarum (Sukanta, 2008). Pemijatan dapat dilakukan dengan menggunakan ujung jari atau menggunakan alat bantu yang tumpul dan tidak melukai permukaan tubuh. Akupresur merupakan terapi tusuk jari dengan memberikan penekanan dan pemijatan pada titik tertentu pada tubuh yang didasarkan pada prinsip ilmu akupunktur (Fengge, 2012). Akupresur bermanfaat untuk mengurangi dan mengobati berbagai jenis penyakit, nyeri serta dapat mengurangi ketegangan ataupun kelelahan melalui perangsangan terhadap titik-titik saraf yang ada di tubuh manusia. Berikut ini adalah berbagai penyakit yang dapat diobati dengan akupresur seperti diabetes mellitus, vertigo, migren, jantung berdebar, demam, insomnia, sakit kepala, batuk, mual muntah, dismenore, kejang, masuk angin, mimisan, batuk darah, nyeri persalinan, jerawat dan lain sebagainya (Fengge, 2012). Begitu juga dikemukakan oleh Sukanta (2008) bahwa akupresur dapat digunakan sebagai terapi pada masalah-masalah kesehatan seperti leher kaku, kejang, sembelit, insomnia, sakit kepala, asma, tekanan darah tinggi, depresi, keputihan, sakit gigi, kencing manis, mimisan, sariawan, perut kembung dan dapat juga dilakukan sebagai terapi untuk berhenti merokok. Hal tersebut sebelumnya sudah diperkuat oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 1979 yang telah menerbitkan daftar penyakit yang dapat diobati dengan akupresur.



Akupresur juga bermanfaat untuk mengurangi ketegangan, meningkatkan sirkulasi, dan memungkinkan tubuh untuk rileks mendalam. Dengan mengurangi ketegangan, memberikan rasa nyaman dan rileks, akupresur dapat mengatasi stres, memperkuat daya tahan terhadap penyakit dan meningkatkan kesehatan seseorang. Akupresur juga 119



bermanfaat untuk mengatasi beberapa kondisi nyeri dan masalah kesehatan lainya seperti: sakit kepala, migren, sakit gigi, depresi, cemas, nyeri tulang belakang dan nyeri persendian (Turana, 2004). Dari beberapa penelitian akupresur terbukti bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas tidur seseorang yang menderita penyakit tertentu atau sedang menjalani proses keperawatan (insomnia sekunder). Penelitian randomized double blind clinical trial oleh Arab et al (2011) yang melibatkan 108 pasien pada tiga unit hemodialisis dirumah sakit Imam Reza, Shahid Hasheminejad, dan Emam Zaman Kota Mashhad. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan pada skor global PSQI (p = 0,000) dan skor subskala dari kualitas tidur subjektif (p = 0,000), latensi tidur (p = 0,000), durasi tidur (p = 0,000), kecukupan tidur (p=0,000), gangguan tidur (p = 0,003), dan kinerja harian (p = 0,000) pada kelompok akupresur setelah di intervensi pada titik Shenmen (HT 7) pada pergelangan tangan tiga kali seminggu selama menjalani dealisis.



Penelitian two-group double blind clinical trial oleh Nesami, Gorji, Rezaie, Pouresmail, Chorati (2014) pada 60 pasien Acute Coronary Syndrome (ACS) di Fatimahzahra (Heart Center of Mazandaran). Responden dibagi menjadi kelompok intervensi (n = 30) dan kelompok kontrol (n = 30) secara random.



Kelompok



akupresur menerima acupoint massage pada titik feng chi, yin tang, wrist shenmen, yangchuan dan ear shenmen selama tiga malam. Didapatkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan kualitas tidur pasien kelompok akupresur (p < 0,05). Sehingga akupresur ini dapat dipelajari oleh perawat sebagai intervensi untuk meningkatkan kualitas tidur pada pasien ACS.



Hasil yang serupa dari penelitian randomized clinical trial oleh Chen, Chao, Lu, Shiung dan Chao



tahun 2012 yang bertujuan untuk melihat efektifitas akupresur



terhadap kualitas tidur pada pasien yang dirawat diruang ICU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah terapi akupresur shenmen, neiguan, dan yongquan acupoints, terjadi peningkatan jam tidur, berkurangnya frekuensi terbangun dan data variabilitas heart rate menunjukkan respon relaksasi setelah terapi akupresur valerian. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil Systematic Review of Randomized Controlled Trials oleh Yeung, Chung dan Poon tahun 2012 yang menyimpulkan bahwa pasien dalam perawatan yang mengalami gangguan tidur menunjukan hasil yang lebih



120



efektif terhadap peningkatan kualitas tidur, ketika perawatan rutin dikombinasikan dengan akupresur.



Penelitian randomized clinical trial dengan hasil yang sama pada pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Razi di Rasht Iran. Responden dalam penelitian ini adalah 62 pasien yang menjalani hemodialisis dengan keluhan gangguan tidur. Kemudian secara acak dibagi menjadi kelompok kontrol dan intervensi. Kelompok intervensi dilakukan akupresur pada titik (quze, ximen, jianshi, neiguan, daling, yuan chuan, shaohai, lingdao, tongli, yinxi, shenmen, ear shenmen) 3 kali seminggu sedangkan kelompok kontrol hanya menerima perawatan secara rutin. Hasil penelitian menunjukan perbedaan signifikan pada kelompok eksperimen dibandingkan kelompok kontrol berdasarkan tujuh komponen kualitas tidur PSQI: kualitas tidur subjektif (p = 0,042 ), waktu yang dibutuhkan untuk tidur (p = 0,007), durasi tidur (p = 0,017), efisiensi tidur (p = 0,001), gangguan tidur (p = 0,024), gangguan kinerja sehari-hari (p = 0,002) dan skor keseluruhan (p = 0,001). Peningkatkan kualitas tidur pada kelompok intervensi tersebut sudah terlihat pada minggu pertama intervensi (Nasiri, Raei, Vatani, Kazemi, 2011).



Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat kita simpulkan bahwa akupresur dapat dijadikan terapi alternatif untuk mengatasi insomnia yang disebabkan oleh faktor penyakit atau masalah kesehatan yang lain (insomnia sekunder). Peningkatan kualitas tidur responden akan lebih cepat ketika terapi akupresur ini dikombinasikan dengan prosedur perawatan rutin dirumah sakit atau pelayanan kesehatan lainya. Aplikasinya dalam penelitian ini, akupresur juga dapat dilakukan pada lansia yang mengalami gangguan tidur karena penyakit yang dideritanya.



Akupresur dilakukan dengan merangsang titik-titik akupunktur (acupoint), dimana pada titik-titik tersebut banyak terdapat pembuluh darah dan serabut saraf sensorik. Pemijatan dan penekanan pada titik-titik akupresur akan menstimulasi sel saraf Aß di kulit atau sel saraf type 1 diotot yang merupakan sel saraf bermyelin diameter besar yang membawa pesan rabaan atau sensori, sehingga pemberikan stimulus pada titiktitik tersebut dapat akan memberikan beberapa respon positif terhadap kualitas tidur seseorang (Saputara & Sudirman, 2009).



121



Penelitian Yudi, Ema Diah (2014) Terdapat pengaruh terapi akupresur pada titik meredian ginjal 3 (zhao hai), limpa 6 (san yin jiao), jantung 7 (shen men), selaput jantung 7 (da ling), selaput jantung 6 (nei guan) dan titik istimewa (yin tang) terhadap peningkatan kualitas tidur lansia, terlihat dari hasil uji statistik skor kualitas tidur global dengan nilai p = 0,000 atau p < 0,05. Begitu juga dilihat dari subkomponen kualitas tidur terjadi peningkatan respon kepuasan tidur secara suyektif (subjective sleep quality), pengurangan waktu yang diperlukan untuk memulai tidur (sleep latency), peningkatan lamanya waktu tidur (sleep duration), peningkatan efisiensi tidur (habitual sleep efficiency), berkurangnya gangguan tidur pada malam hari (sleep disturbance), serta berkurangnya gangguan tidur pada siang hari (daytime disfunction).



Pengaruh terapi komplementer akupresur dengan menstimulai titik-titik akupunktur (acupoint) pada permukaan tubuh sudah banyak dilakukan oleh beberapa penelitian, dengan metode dan teknik serta hasil yang berbeda seperti mana diuraikan berikut ini: penelitian Tsay, Rong, Lin (2003) Taiwan yang bertujuan untuk menguji efektivitas pijat acupoints shenmen, ear shenmen dan yung chuan pada pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang mengalami gangguan tidur dan penuruan kualitas hidup. Penelitian ini dilakukan pada 98 pasien yang dibagi



secara random menjadi 35



responden kelompok akupresur, 32 responden sham akupresur, dan 31 responden kelompok kontrol. Akupresur dilakukan tiga kali seminggu selama 4 minggu pada pasien dengan hemodialisis didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok akupresur dan kelompok kontrol setelah dilihat dari Pitsburgh Sleep Quality Index (PSQI) baik pada skor total kualitas tidur maupun pada skor subkualitas tidur: subjektif tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, kecukupan tidur.



Penelitian Tsay dan Chen (2003) yang menguji efektivitas akupresur terhadap kualitas tidur pada pasien pasien penyakit ginjal stadium akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor PSQI kelompok akupresur memiliki peningkatan signifikan lebih besar (p < 0,00) dari pada kelompok kontrol. Begitu juga subskala dari kualitas tidur juga menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok akupresur dan kelompok kontrol dalam kualitas tidur subyektif (p = 0,009), durasi tidur (p = 0,004), efisiensi tidur (p = 0,001), dan kecukupan tidur (p = 0,004). Data log Sleep menunjukkan bahwa pada kelompok akupresur secara signifikan menurunkan waktu terjaga dan meningkatkan kualitas tidur dibandingkan kelompok kontrol (p < 0,01). 122



Pada tahun 2004 Tsay, Cho dan Chen melanjutkan penelitian melalui randomized controlled trial



yang menguji efektivitas akupresur dan stimulasi elektrik



transcutaneous acupoint terhadap kelelahan, kualitas tidur dan depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang mengalami hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok pasien yang menerima terapi akupresur (p = 0,006) dan stimulasi elektrik transcutaneous acupoint (p = 0,02)



secara signifikan mengurangi kelelahan,



menenangkan suasana hati dan meningkatkan kualitas tidur dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, tidak ada perbedaan hasil antara terapi akupresur dan stimulasi elektrik transcutaneous acupoint. Penelitian randomized controlled trial dengan hasil yang sama oleh Reza, Kian, Masood et al (2009) di Iran pada 90 lansia yang tinggal dipanti (institutionalized elders) yang mengalami gangguan tidur. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok akupresur dan kelompok kontrol dilihat dari kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur dan gangguan tidur, namun tidak terdapat perbedaan kualitas tidur



antara kelompok



akupresur palsu dan kelompok kontrol. Data log sleep menunjukkan penurunan yang signifikan pada kebiasaan bangun di malam hari pada kelompok akupresur dibandingkan dengan dua kelompok akupresur palsu dan kontrol. Penelitian randomized controlled trial yang serupa oleh Suen, Wong dan Leung (2002) di Cina yang bertujuan mengetahui efektivitas terapi aurikularis terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansia. Responden dalam penelitian dikelompokan secara acak menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol A (n=30) diterapi dengan menggunakan junci medulla yaitu batang tanaman kering (juncaceae) yang betekstur lembut, kontrol B (n=30) diterapi dengan menggunakan semen vaccariae yaitu biji-bijian yang berbentuk bulat yang berukuran kecil, dan kelompok intervensi C (n=60) yang diterapi menggunakan mutiara magnetik. Oleh peneliti pada kelompok kontrol yang menggunakan terapi dengan junci medulla dan semen vaccariae diasumsikan tidak memberikan reaksi yang positif terhadap kualitas tidur lansia. Hal ini terbukti dari hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok dalam hal jumlah waktu tidur pada malam hari (p