Modul1 Jumat2 12213054 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL I GAS POROSIMETER



LAPORAN PRAKTIKUM PETROFISIKA



Nama



: Ery Budiono



NIM



: 12213054



Kelompok



: Jumat 2



Tanggal Praktikum



: 17 April 2015



Tanggal Penyerahan



: 24 April 2015



Dosen



: Prof. Dr. Ir. Pudji Permadi



Asisten



: Gusti Ardiansah (12211039) Sonia Arumdati (12211066)



LABORATORIUM PETROFISIKA PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015



1



DAFTAR ISI



Cover…………………………………………………………………………………….....1 Daftar Isi…………………………………………………………………………………..2 BAB 1 Tujuan dan Teori……………………………………………………………….....3 BAB II Data dan Pengolahan Data …………………………………………………….....6 BAB III Analisis …………………………………………………………………………..9 BAB IV Simpulan…………………………………………………………………………15 Daftar Pustaka……………………………………………………………………………..16



2



BAB I TUJUAN DAN PRINSIP DASAR



A. Tujuan



Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami prinsip kerja Gas Porosimeter 2. Menentukan porositas suatu sampel core dengan menggunkan gas Porosimeter 3. Memahami konsep porositas dan penerapannya di dalam lingkungan teknik perminyakan



B. Prinsip Dasar 1. Porositas



Secara petrofisika, porositas adalah ukuran batuan untuk menampung fluida di dalam rongganya. Secara matematis, porositas dapat didefinisikan sebagai berikut:



Faktor-faktor dari batuan yang memperngaruhi porositas seperti: a. Susunan butiran b. Pemilahan dan Sortasi c. Sementasi d. Kompaksi 3



e. Angularitas



2. Hukum Boyle Boyle mengamati variasi tekanan dan volume suatu gas ideal dalam sistem tertutup dalam keadaan isothermal. Secara matematis hukum Boyle dapat dinyatakan sebagai berikut:



Dimana P dalam tekanan absolute dan V adalah volume, serta k adalah suatu konstanta. Plot P terhadap V dapat diperoleh grafik sebagai berikut:



3. Gas Porosimeter Gas porosimeter PORG-200 menggunakan prinsip hukum Boyle. Sebelum menentukan porositas, maka perlu mencari persamaan regresi untuk mencari Vgrain sampel. Berikut gambar Gas Porosimeter PORG-200:



4



Secara matematis, berikut adalah penurunan persamaan yang digunakan dalam alat ini, (yang berasal dari hukum Boyle): PV



=k



sehingga untuk kadaan awal dan akhir: P1V1



= P2V2



dengan: V2 = V1 + Vmatrix cup – Vgrain/calibration disk sehingga: P1V1



= P2(V1 + Vmatrix cup – Vgrain/calibration disk)



Vgrain = Dapat dimodifikasi menjadi persamaan regresi:



5



BAB II DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA



A. Data Percobaan 1. Data Dimensi Core No Core 5 11



Ke-1 2.545 2.55



Diameter, D (cm) Ke-2 Ke-3 2.54 2.55 2.55 2.55



Rerata 2.545 2.55



Ke-1 3.75 3.65



Panjang, L (cm) Ke-2 Ke-3 3.74 3.755 3.655 3.65



Rerata 3.7483 3.6517



2. Data Tekanan Gas Porosimeter dengan Calibration Disk Disk Number Stay in Holder Empty 1 2 3 4 5 5+1 5+3 5+4 5+4+3 5+4+3+2



Volume (cc) 0 1.599 4.821 6.426 9.658 16.083 17.682 22.509 25.741 32.167 36.987



Reference Pressure P1 (Psi) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100



Expanded Pressure P2 (Psi) 9.1 9.4 10 10.4 11.1 13.1 13.7 15.9 17.8 23.5 30.8



P1/P2 (Psi/Psi) 10.98901 10.6383 10 9.615385 9.009009 7.633588 7.29927 6.289308 5.617978 4.255319 3.246753



3. Data Tekanan Gas Porosimeter dengan Core No Core Pmula-mula , P1 (Psi) Pstabil akhir, P2, (Psi) 5 100 12.7 11 100 12.4 6



B. Pengolahan Data 1. Volume Bulk Sampel Dari persamaan



, didapatkan volume bulk masing-masing sampel



sebagai berikut: No Core Vbulk (cc) 19.07544 5 18.65693 11



2. Mencari Trendline dari Data Calibration Disk Dari persamaan



, dan hukum Boyle berlaku untuk kondisi



tekanan absolute.



Sehingga plot dalam grafik (P1/P2) dengan Volume Disk didapatkan persamaan regresi linear. Berikut Plot grafiknya: 40



Volume Disk (cc)



35 30 25 20 15 10 5



y = -4.7813x + 52.558 R² = 0.9999



0 0



2



4



6



8



10



12



P1/P2 (Psi/Psi)



Didapatkan persamaan regresi sebagai berikut: 7



dengan



dalam satuan (Psia/Psia).



3. Menghitung Vgrain Sampel dan Porositas Sampel Berdasarkan data dapat dihitung (P1/P2) sampel dan subtitusi ke persamaan regresi. Berikut adalah ringkasan perhitungan:



No Core P1/P2 (Psi/Psi) Vgrain (cc) 5 7.874016 14.90997 11 8.064516 13.99913



Sehingga dengan persamaan



, dapat diperoleh porositas



sampel sebagai berikut: No Core (%) 5 21.83683 11 24.96551



8



BAB III ANALISIS



A. Asumsi Percobaan



Berikut adalah asumsi-asumsi yang digunakan dalam perobaan ini: 1. Hukum Boyle berlaku dan perobaan ini dilakukan dalam kondisi berlakunya hukum tersebut. Kondisi berlakunya hukum Boyle diantaranya: invarian terhadap suhu (isothermal), jumlah mol tetap (dalam sistem tertutup, baik dari energy balance maupun mass balance), dan asumsi gas ideal berlaku (tidak adanya intermolecular force, asumsi dimensi molekul diabaikan, dan tumbukan lenting sempurna antar partikel gas). 2. Pengaliran gas ke core di dalam PORG-200 dilakukan sedemikian hingga tekanan telah benar-benar stabil. Tekanan stabil mengindikasikan volume rongga core telah sempurna dimasuki oleh gas. 3. Gas yang memasuki volume rongga bersifat inert (dalam hal ini gas yang digunakan adalah N2) terhadap komponen core maupun peralatan. Apabila terjadi reaksi, maka tekanan yang ditunjukkan akan berubah tergantung pergeseran arah reaksi. 4. Sampel core dalam kondisi bersih dan kering sehingga setiap gas yang masuk tidak dipengaruhi oleh gas lain atau pengotor core lainnya (yang mula-mula ada dalam core). 5. Bentuk core harus benar-benar sesuai dengan persamaan volumetrik yang digunakan. Dalam hal ini, persamaan volumetrik yang digunakan adalah volume tabung. Dengan demikian, core diasumsikan silinder sempurna. Bila tidak silinder sempurna, maka 9



akan berefek ke nilai porositas di akhir perhitungan, yakni dari faktor volume bulk core. 6. Selain core, calibration disk juga perlu menguikuti persamaan volumetrik yang digunakan agar regresi untuk mencari trendline volume grain dapat menjadi akurat. 7. Faktor penting dalam hal regresi ini adalah tekanan awal P1 (sebelum valve v2 dibuka) adalah selalu 100 psi. Hal ini dikarenakan hal yang akan dicari adalah variasi volume grain terhadap tekanan akhir (P2). 8. Hukum Boyle berlaku dalam kondisi tekanan absolut. Dikarenakan kurva kalibrasi yang diberikan dan display tekanan pada Gas Porosimeter yang belum tentu dalam Psig, maka dalam laporan ini tekanan selalu ditulis Psi (lihat Bab II bagaian A dan B). Asumsi ini penting dikarenakan tergantung manual instruction alat, apakah alat ini telah di-set sedemikian rupa sehingga tekanan yang ditunjukkan telah dikoreksi terhadap faktor gauge. 9. Tekanan yang diberikan saat v2 dibuka tidak merusak komponen batuan yang kemungkinan dapat mempengaruhi struktur dalam batuan. Apabila tekanan N2 yang diberikan telampau besar, bisa saja gas kan mendorong rongga yang mula-mula tidak terhubung menjadi terhubung sehingga terjadi perubahan porositas dari kondisi awalnya (kondisi di reservoir). 10. Asumsi klasik adalah tidak ada kesalahan baik pada pemasangan alat yang berefek ke bocornya gas, kalibrasi, dan pengukuran.



B. Selama Percobaan Berlangsung



Inti percobaan ini hakikatnya hanya memerlukan dua data utama. Pertama, data rasio tekanan awal dan akhir (P1/P2) untuk P1 yang dibuat invarian (selalu 100 Psi) dan P2 yang berubah terhadap volume calibration disk maupun core yang digunakan. Kedua, sudah tentu data volume masing-masing sampel core maupun calibration disk yang dihitung secara volumetrik.



10



Hal pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah mengukur dimensi core dan calibration disk. Pengukuran dilakukan dengan jangka sorong sebanyak tiga kali untuk memperkecil galat pengukuran. Selanjutnya, percobaan langsung masuk ke bagian inti, yakni memasukkan calibration disk ke dalam matrix cell lalu diukur P2 setalah stabil untuk P1 yang dibuat tetap di 100 Psi. Susunan calibration disk dikombinasikan untuk memperbanyak titik data agar regresi yang digunakan lebih baik. Setelah dirasa cukup (dalam hal ini ada 11 titik regresi, lihat Bab 2 Bagian A sub 2), baru kemudian sampel core dimasukkan ke dalam matrix cell dan diukur P2 setelah stabil untuk P1 yang sama. Terdapat hal menarik selama proses menunggu P2 stabil. Untuk waktu awal (waktu mendekati nol setelah valve v2 dibuka), tampak tekanan P2 berubah-ubah hingga stagnan di angka tertentu. Setelah ditunggu cukup lama, maka P2 akan berubah lagi namun dengan perubahan yang sedikit (dua angka di belakang koma). Dari sini, tampak bahwa waktu tunggu hingga P2 stabil cukup penting dalam percobaan ini mengingat ada kemungkinan gas memerlukan waktu untuk memasuki rongga batuan. Selain itu, waktu tunggu agar P2 stabil juga mempertegas asumsi bahwa gas telah memasuki rongga batuan yang saling interkoneksi (lihat asumsi nomor 2 Bab III bagian A). Sebelum dan selama penggantian calibration disk maupun core, dilakuan bleed off agar tekanan yang ditunjukkan oleh Gas Porosimeter selalu bernilai benar.



C. Analisis Hasil Percobaan dan Menelisik Asumsi nomor 8



Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan bahwa porositas efektif core sampel nomor 11 sedikit lebih besar (24.96551 %) dibandingkan core sampel nomor 5 yang sebesar 21.83683%. Kedua nilai porositas efektif tersebut cukup baik jika digunakan sebagai reservoir. Hal menarik adalah bahwa ternyata volume core nomor 5 memiliki volume bulk yang sedikit lebih besar dibandingkan core nomor 11. Namun, ternyata 11



volume grain core nomor 5 juga ternyata sedikit lebih besar dibandingkan core nomor 11. Hal ini yang menyebabkan porositas core nomor 5 sedikit lebih kecil dibandingkan core nomor 11 (lihat Bab II bagian B sub 3). Berdasarkan asumsi nomor 8 (lihat bagian Asumsi), dikatakan bahwa dalam percobaan ini dianggap display tekanan adalah Psi, dimana Psi disini diasumsikan sudah di-set sehingga dapat secara langsung plug-in ke persamaan Boyle yang memerlukan kondisi tekanan absolute (Psia). Untuk kondisi demikian, didapat kedua sampel tersebut memiliki porositas sekitar 20-an persen. Jika seandainya asumsi nomor 8 tersebut keliru, dengan kata lain perlu penambahan tekanan 14.7 Psi agar menjadi tekanan absolute, ternyata akan didapatkan trendline berbeda dan hasil porositas yang berbeda. Berikut ditampilkan summary grafik dan porositas dengan asumsi perlu penambahan 14.7 Psi agar hukum Boyle berlaku: 45 40 Volume Disk (cc)



35 30 25 20



P1/P2 versus Volume



15



Linear (P1/P2 versus Volume)



10 y = -16.376x + 81.594 R² = 0.973



5 0 0



1



2



3



4



5



6



P1/P2 (Psia/Psia)



Untuk asumsi ini, maka didapatkan porositas yang lebih besar dibandingkan hasil pengolahan data. Perbedaan bahkan mencapai 10% dari hasil perhitungan di pengolahan data. Berikut adalah tabel porositas dengan mengagap asumsi nomor 8 keliru: No Core (%) 5 31.62982 11 34.16368



12



Fakta ini menunjukkan bahwa selisih 10% untuk suatu porositas bukanlah angka yang kecil. Dengan demikian asumsi nomor 8 ini sangat penting untuk mencari acuan tekanan absolut. Hal lain yang dapat diamati terlepas dari anggapan asumsi nomor 8 benar atau salah adalah bahwa perbandingan P1 dan P2 sangat mempengaruhi harga Vgrain. Untuk kasus percobaan ini dimana P1 stganan pada angka 100 Psi, maka semakin kecil P1/P2, volume grain akan semakin besar. Hal ini tempak dari persamaan regresi (asumsi nomor 8 benar) sebagai berikut:



Dengan kata lain, semakin besar P2, maka Vgrain akan semakin besar. Akibatnya porositas yang terukur akan semakin kecil. Kondisi ini berlaku baik asumsi nomr 8 benar maupun keliru.



D. Porositas dalam Teknik Perminyakan



Fungsi porositas di dalam teknik perminyakan diantaranya menentukan volume minyak mula-mula di dalam reservoir. Persamaannya secara matematis adalah sebagai berikut:



Dimana: OOIP = Original Oil in Place, STB Ø



= Porositas



S



= Connate water saturation 13



A



= Area, acres



h



= Ketebalan formasi, feet



Bo



= Formation volume factor, res bbl/STB



Berdarkan persamaan tersebut, untuk faktor lain yang tetap maka porositas semakin besar akan memperbesar volume minyak. Selain itu, saturasi juga dipengaruhi oleh porositas. Untuk jenis batuan dengan tendensi wetting tertentu, saturasi akan cenderung sebanding dengan porositasnya. Berdasarkan persamaan Archie tentang Resistivity Formation Factor yang secara matematis dapat ditulisakan sebagai berikut:



Nilai m adalah faktor sementasi. Sementasi sendiri menunjukkan kekuatan ikatan antar butiran batuan. Semakin kecil sementasi maka porositas akan besar. Dengan demikian, porositas akan mempengaruhi faktor formasi resistivitas suatu batuan. Jika dianggap sementasi dan porositas tetap, maka makin besar porositas F akan semakin kecil. Namun, hal ini perlu pengujian lanjut mengingat porositas dan faktor sementasi saling berhubungan satu sama lain.



14



BAB IV SIMPULAN



Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Gas Porosimeter secara prinsip bekerja dengan persamaan Boyle, yakni Isotermal, sistem tertutup, dan gas ideal. Inti data yang diambil ada 2 jenis. Pertama, data P 1/P2 untuk variasi volume grain. Kedua, volume bulk masing-masing calibration disk dan sampel core. 2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa porositas efektif core sampel nomor 11 sedikit lebih besar (24.96551 %) dibandingkan core sampel nomor 5 yang sebesar 21.83683%. Kedua nilai porositas efektif tersebut cukup baik jika digunakan sebagai batuan reservoir. 3. Porositas dalam dunia perminyakan dapat digunakan untuk beberapa hal seperti penentuan OOIP, memprediksi saturasi (secara kasar), dan menentukan Formation Resistivity Factor.



15



DAFTAR PUSTAKA



Amyx, James W. et al. 1960. Petroleum Reservoir Engineering. New York: McGraw-Hill Book Company Modul I Praktikum Petrofisika 2015: “GAS POROSIMETER”



16