Nekrolisis Epidermal Toksik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Presentasi KasusPersiapan Nekrolisis Epidermal Toksik (N.E.T)



Disusun oleh: Aslambotilangih Albert Alvito Fienda Ferani Liesta Dewi Oponen: Dina Faizah Fachrul Tamrin Risqon Nafiah Tiara Kemala Sari Narasumber: Dr. Dina Sari Dewi Sp.KK MODUL PRAKTIK KLINIK KULIT DAN KELAMIN 1



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA MEI 2014 BAB I TINJAUAN PUSTAKA



NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK Definisi Merupakan penyakit kulit dengan gejala utama Epidermolisis Generalisata dan disertai dengan kelainan selaput lendir pada orifisium dan mata.1 Etiologi Penyebab utamanya adalah alergi obat. Bedasarkan hasil penelitian , obat-obatan yang sering menimbulkan alergi adalah Penicillin (24%), Paracetamol (17%), dan Karbamazepin (14%). Sementara penyebab lain adalah pemakaian Analgetik dan Antipiretik seperti kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, jamu dan zat aditif lainnya. 1 Faktor Resiko Kelainan tersebut terjadi pada usia dewasa karena imunitasnya telah berkembang dan cenderung semakin menurun pada usia lanjut. Sementara pada anak-anak, khususnya usia dibawah 3 tahun, imunitasnya belum berkembang sehingga kelainantersebut jarang terjadi pada anak-anak.1 Patofisiologi Disebabkan akibat reakasi Hipersensitivitas tipe II (sitolitik). Gejala klinis yang terjadi dipengaruhi oleh target cell.Terutama pada kulit, terjadi destruksi keratinosit. Keratinosit epidermal mengaktivasi ICAM-1, ICAM-2 dan MHC II. Reaksi tersebut akan mengaktivasi CD 4 di dermis, CD 8 di epidermis, IL-5 dan sitokin lain. Pada kasus TEN, karena sel targetnya adalah epidermis, maka gejala yang khas adalah epidermolisis. Gejala pemnyerta lainnya juga dipengaruhi oleh sel sasaran yang teraktivasi seperti leukopenia apabila leukosit yang teraktivasi dan purpura jika aktivasi pada trombosit.1 Gejala Klinis Dimulai dengan gejala prodromal. pasien tampak sakit berat disertai demam tinggi, penurunan kesadaran, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok. Pada dasarnya gejala yang muncul sama dengan SST, yakni adanya kelainan kulit berupa vesikel dan bula yang dapat memecah menjadi erosi dan adanya purpura. Pada keadaan berat penyebarannya menjadi generalisata. 2



Terdapat juga kelainan pada selaput lendir di mulut, alat genital dan anus yang berawal dari vesikel dan bula lalu pecah menjadi erosi, ekskoriasi dan krusta yang berwarna kehitaman. Sementara pada mata dapat terjadi konjungtivitis purulen, simblefaron, dan iridosiklitis. Gejala yang paling menonjol pada TEN adalah epidermolisis, yakni epidermis terlepas dari dasarnya. Gambarannya seperti kombustio. Hal tersebut menyebabkan tanda Nikolskiy menjadi Positif. Biasanya lesi tersebut teerdapat di punggung dan bokong karena pasien dalam posisi berbaring. Pada keadaan lanjut dapat terjadi onikolisis, yakni terlepasnya kuku dan terjadi perdarahan pada traktus gastrointestinal.1 Diagnosis Banding DiagnosisNekrolisis Epidermal Kronistidak culup sulit secara klinis. Kelainan kulit yang utama adalah epidermolisis. 1. SSJ TEN merupakan keadaan yang lebih lanjut dari SSJ. Hal yang membedakannya adalah, pada SSJ tidak didapatkan epidermolisis.1 2. Pemfigoid Bulosa Merupakan penyakit autoimun subkronis yang ditandai dengan adanya bula subepidermal berukuran nummular sampai plakat dan berisi cairan.1 3. Pemfigo Vulgaris Merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan munculnya vesikel dengan dasar eritema yang menyerang kulit dan mukosa. Pada pemeriksaan hisstopatologik akan terlihat adanya sel akantolitik.1 4. Kombustio Pada Nekrolisis Epidermal Kronisterdapat epidermolisis yang mirip dengan kelainan kulit kombustio dan pasien tampak sakit berat. Namun pada kombustio uji nikolsky negatif. 1 5. Zat Kimia Zat kimia dapat menyebabkan erupsi pada kulit seperti eritema, vesikel, bula.1 6. Staphylococcus Scalded Skin Syndrome (S.S.S.S) Gambaran klinis Nekrolisis Epidermal Kronis sangat mirip karena pada S.S.S.S juga terdapat epidermolisis tetapi selaput lendir jarang dikenai. Penyebab S.S.S.S. adalah Staphylococcus aureus, biasanya pada anak di bawah 5 tahun. Mulai kelainan kulit di muka, leher, aksila dan lipat paha disertai leukositosis. Gambaran histopatologinya juga berbeda, pada S.S.S.S letak celah di stratum granulosum, sedangkan pada Nekrolisis Epidermal Kronis di subepidermal.1 Komplikasi Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerulonefritis. Dapat juga terjadi bronkopnemonia. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.1 3



Komplikasi awal yang mengenai mata dapat timbul dalam hitungan jam sampai hari, dengan ditandai timbulnya konjungtivitis yang bersamaan pada kedua mata. Akibat adanya perlukaan di konjungtiva dapat menyebabkan pseudomembran atau konjungtivitis membranosa, yang dapat mengakibatkan sikatrik konjungtivitis. Pada komplikasi yang lebih lanjut dapat menimbulkan perlukaan pada palpebra yang mendorong terjadinya ektropion, entropion, trikriasis dan lagoftalmus. Penyembuhan konjungtiva meninggalkan perlukaan yang dapat berakibat simblefaron dan ankyloblefaron.2 Defisiensi air mata sering menyebabkan masalah dan hal tersebut sebagai tanda menuju ke fase komplikasi yang terakhir. Yang mana komplikasi tersebut beralih dari komplikasi pada konjungtiva ke komplikasi pada kornea dengan kelainan pada permukaan bola mata. Fase terakhir pada komplikasi kornea meningkat dari hanya berupa pemaparan kornea sampai terjadinya keratitis epitelial pungtata, defek epitelial yang rekuren, hingga timbulnya pembuluh darah baru (neovaskularisasi pada kornea) yang dapat berujung pada kebutaan. Akhirnya bila daya tahan tubuh penderita menurun ditambah dengan adanya kelainan akibat komplikasikomplikasi di atas akan menimbulkan komplikasi yang lebih serius seperti peradangan pada kornea dan sklera. Peradangan atau infeksi yang tak terkontrol akan mengakibatkan terjadinya perforasi kornea, endoftalmitis dan panoftalmitis yang pada akhirnya harus dilakukan eviserasi dan enukleasi bola mata (Viswanadh, 2002)2 Histopatologi Pada stadium dini tampak vakuolisasi dan nekrosis sel-sel basal sepanjang perbatasan dermal-epidermal. Sel radang di dermis hanya sedikit terdiri atas limfohistiosit. Pada lesi yang telah lanjut terdapat nekrosis eosinofilik sel epidermis dengan pembentukan lepuh subepidermal.1 Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik  Status generalis:1 o Tampak sakit berat o Dapat disertai demam dan melese  Status dermatologikus1,3 o Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula, erosi, purpura, epidermolisis. Epidermolisis ditegakan dengan melakukan pemeriksaan nikolsky. Pada Sindrom Stevens-Johnson Nekrolisis Epidermal Kronis hasil uji nikolsky positif.



4



o



Kelainan mukosa: erosi, ekskoriasi, krusta kehitaman pada mulut/genitalia



o



eksterna/hidung/anus Kelainan mata: konjungtivitis kataralis/purulenta



Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium yaitu;1,3 1. Pemeriksaan darah lengkap 2. Pemeriksaan urin lengkap 3. Pemeriksaan gula darah sewaktu 4. Pemeriksaan fungsi hepar (SGOT dan SGPT) dan albumin 5. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) 6. Pemeriksaan elektrolit darah (Na+, K+, Cl- ), 7. Pemeriksaan foto thoraks apabila perlu. Pemeriksaan laboratorium tidak khas, dapat ditemukan leukositosis (bila penyebabnya infeksi) atau eosinofilia (apabila penyebabnya alergi obat). Selain pemeriksaan laboratorium dilakukan juga:3 1. Biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologik. Pada pemeriksaan histopatologik 2. 3. 4. 5.



memperhatikan letak lepuh di subepidermal disertai dengan nekrosis eosinofilik. Uji kulit: dilakukan secara bertahap setelah tidak ada erupsi kulit Uji tempel tertutup Uji usuk bila uji tempel negatif. Uji provokasi peroral bila uji tusuk negatif



Penatalaksanaan Penatalaksanaan Nekrolisis Epidermal Kronisdibagi menjadi terapi nonmedikamentosa dan terapi medikamentosa. Terapi non medikamentosa meliputi penjelasan mengenai kondisi pasien dan meminta menghentikan obat tersangka penyebab. Kemudian, ketika pasien sembuh memberikan kartu alergi, berisi daftar obat yang diduga menyebabkan alergi, kartu tersebut selalu diperlihatkan kepada petugas kesehatan setiap kali berobat. Pasien diberi daftar jenis obat yang harus dihindari (obat dengan rumus kimia yang sama).1.3 Terapi medikamentosa mengatasi prinsipnya yaitu mengatasi keadaan umum terutama pada Nekrolisis Epidermal Kronisyang berat untuk life saving, penatalaksanaan sesuai SCORTEN SCORE.3 SCORTEN SCORE adalah sistem skoring prognostik pada pasien epidermal nekrolisis maupun pada SSJ. Faktor-faktor prognostik:3 o Usia > 40 tahun (1) o Denyut jantung > 120x/menit (1) o Keganasan (+ kanker darah) (1) o Luas permukaan tubuh terkena > 10 % (1) 5



o Kadar ureum serum >10 Mm (1) o Kadar bikarbonat serum 14 Mm (1) 1.



Pengobatan Topikal1,3  Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi (mengikuti prinsip dermatoterapi)  Erosi, pengobatan topikal dapat diberikan sulfadiazine perak (krim dermazin, silvadene). Perak dimaksudkan sebagai astringen dan mencegah/mengobati infeksi oleh kuman gram negatif, gram positif dan candida sedangkan sulfa untuk kuman gram positif. Efek samping sulfadiazine perak adalah neutropenia ringan dan bersifat reversibel. Dapat juga diberikan kompres terbuka.Khasiat kompres terbuka efeknya berdasarkan penguapan cairan kompres dan disusul oleh absorpsi eksudat. Selain itu penguapan tersebut menyebabkan pendinginan yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi sehingga mengurangi eritema.  Lesi di mata sesuai dengan anjuran dokter spesialis mata  Lesi di mulut dan bibir: diberikan steroid dalam vaselin atau boraks-gliserin



2.



Pengobatan Sistemik1.3  Mengatasi keadaan umum terutama kondisi vital yaitu memberikan cairan infuse sesuai dengan kondisi  Diberikan kortikosteroid dosis tinggi, umumnya diberikan deksametason 40 mg intravena sehari dosis terbagi. Sebagai permulaan deksametason intravena dapat diberikan 4-6 x 5 mg/hari setelah masa kritis diatasi (2-3 hari) dosis segera diturunkan cepat (5 mg/hari)sebagai tapering off, setelah dosis rendah dapat diganti peroral yaitu prednison 2x20 mg/hari. Selain deksametason dapat juga diberikan metilprednisolon dengan dosis setara. Kelebihan metilprednisolon adalah efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan dengan deksametason karena termasuk golongan kerja sedang, sedangkan deksametason termasuk golongan kerja lama, namun harganya lebih mahal.  Diberikan antibiotik (yang jarang menyebabkan alergi), sprektum luas, tidak nefrotoksik, dan bersifat bakterisidal. Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi karena dengan dosis kortikosteroid setinggi itu maka imunitas pasien akan berkurang. Dapat diberikan siprofloksasin 2x400 mg intravena atau klindamisin 2x600 mg intravena.



6



Apabila setelah dua hari diobati dengan cara tersebut, namun masih timbul lesi baru hendaknya dipikirkan kemungkinan alergi terhadap obat yang diberikan ketika rawat inap.  Diet rendah garam dan tinggi protein untuk mengurangi efek samping kortikosteroid karena kortikosteroid bersifat katabolik.  Apabila kalium turun , diberikan KCl 3x500 mg/hari  Apabila ada ketidakseimbangan cairan dapat diberikan infus misalnya dextrose 5 %, NaCl 9% dan Ringer Laktat berbanding 1:1:1 dalam 1 labu yang diberikan 8 jam sekali atau sesuai anjuran Dokter Spesialis Penyakit Dalam  Transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, apabila dengan terapi tersebut belum ada perbaikan dalam 2 hari.  Vitamin C 500-1000 mg sesuai indikasi (apabila terdapat purpura yang luas)  Apabila ada pneumonia atau bronkopneumonia terapi antibiotik sesuai anjuran Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Tindak Lanjut:1,3  Pasien rawat inap dikontrol setiap hari, pantau keadaan umum, kelainan kulit, orifisium, dan mata.  Setelah pulang rawat inap kontrol setiap minggu, perhatikan kemajuan penyakit dan penurunan dosis obat sampai obat dihentikan.  Kartu alergi selalu dibawa. Prognosis Jika disebabkan oleh infeksi maka prognosisnya lebih baik daripada yang disebabkan oleh alergi obat. Luas kulit yang terkena akan mempengaruhi prognosis. Jika luas kelainan kulit meliputi 50-70 % permukaan kulit maka prognosisnya buruk. Apabila terdapat purpura yang luas dan leukopenia maka prognosisnya pun buruk.1 Skor SCORTEN menilai banyak variabel dan menggunakannya untuk menentukan faktor resiko kematian pada SSJ dan NET. Angka mortalitas sebagai berikut:     



SCORTEN 0-1 ≥ 3,2% SCORTEN 2 ≥ 12,1% SCORTEN 3 ≥ 35,3% SCORTEN 4 ≥ 58,3% SCORTEN 5 atau lebih ≥ 90%



7



BAB 2 ILUSTRASI KASUS 1.1 Idenditas Pasien Nama Usia Jenis kelamin Agama Pendidikan Status Pekerjaan Suku Alamat



: TnA : 30 tahun : Laki-laki : Islam : SMA : Belum Menikah : Satpol PP : Betawi : Kebon Jeruk, Jakarta Barat



1.2 Anamnesis 1.2.1 Keluhan Utama Pasien mengeluh lepuh di seluruh tubuh sejak 1 hari SMRS 1.2.2



Riwayat penyakit Sekarang



4 bulan SMRS, pasien dikatakan menderita HIV/AIDS. Dengan itu pasien meminum ARV. Terdapat riwayat alergi obat yaitu Evafirens. Setelah meminum evafirenz timbul bercak merah. Namun setelah dihentikan bercak merah berkurang. Kemudian diganti dengan duviral, nevirapin dan kotrimoksasol 4 hari SMRS, pasien datang ke saraf, dikonsulkan oleh mata dengan keluhanmata kanan tidak dapat melihat. Kemudian pasien diberikan obat (nama obat tidak diketahui). Setelah mengonsumsi obat itu, timbul bercak merah di badan. Bercak tersebut dirasakan gatal. Ketika digaruk keluar cairan jernih. Bercak hanya di sekitaran lengan atas saja. Karena itu pasien datang IGD.Obat dari neuro dihentikan. Duviral, nevirapin, dan kotrimoksasol tetap dilanjutkan. Pasien diberikan metilprednisolon 3 x 4 mg dan CTM 3x1 tablet. Kemudian pasien dipulangkan. 1 hari SMRS, pasien mengeluh lepuh di seluruh tubuh. Lepuh disertai gatal, nyeri dan rasa ` terbakar. Pada bibir terdapat sariawan, terasa sakit, mengganggu komunikasi dan makan pasien. Pasien juga mengeluh gatal di kulit genital. Kemudian digaruk dan keluar cairan jernih atau darah disertai kulit yang terlepas. Di samping itu pasien juga mengeluh matanya merah dan kering terutama mata kanan. Penglihatan pasien menurun. Oleh karena itu, duviral, nevirapin, 8



dan kotrimoksaol dihentikan. Perawatan hari-1 dan 2 diterapi dengan IVFD RL 500 cc/8 jam, Asam salisilat 1% dalam vaselin album 2 x 1 hari setelah kompres, Ranitidin 2 x 50 mg IV, Klindamisin 3 x 300 mg p.o, Kompres NaCl 0,9% selama 30 menit, 2 kali sehari, Metilpredinosolon 3 x 31,25 mg. Distribusi generalisata tampak vesikel dan bula isi cairan jernih multipel diskret sebagian konfluens disertai erosi lentikular sampai numular multipel diskret. Pada bibir terdapat erosi lentikular multipel dengan krusta kehitaman diatasnya. Wajah, telinga, terdapat krusta kekuningan multipel. Perawatan hari-3, distribusi generalisata terdapat vesikel dan bula isi cairan jernih multipel diskret sebagian konfluens dan erosi lentikular sampai numular multipel diskret. Pada bibir tampak erosi lentikular multipel dengan krusta kehitaman di atasnya. Regio wajah dan telinga tampak krusta kekuningan multipel. Regio penis tampak erosi dan eskoriasi numular soliter. Regio palmar dan plantar bilateral tampak papul sampai plak eritematosa milier sampai numular berbatas tegas multipel diskret. Pengobatan sama dengan hari-2. Perawatan hari-4, distribusi generalisata tampak vesikel dan bula berisi cairan jernih lentikular sampai numular sebagian konfluens multipel diskret disertai erosi lentikular multipel diskret. Regio bibir tampak krusta merah kehitaman multipel. Regio wajah dan perinasal telinga tampak krusta kekuningan sampai merah kehitaman. Regio penis tampak erosi sampai eskoriasi numular soliter. Regio palmar tampak papul sampai plak eritematosa milier sampai numular batas tegas multipel diskret. Pengobata sama dengan hari-3. Perawatan hari-5, distribusi generalisata tampak vesikel dan bula berisi cairan jernih multipel diskret beberapa konfluens disertai erosi sampai eskoriasi berukuran lentikuler sampai plakat multipel. Regio wajah tampak krusta kuning kemerahan multipel. Regio bibir tampak erosi hingga eskoriasi milier sampai lentikuler multipel diskret disertai krusta kehitaman. Pengobatan sama dengan hari-4 kecuali metilprednisolon di tappering offmenjadi 80 mg (31,25 mg - 31,25 mg – 15,625 mg) iv. Perawatan hari-6, distribusi generalisata tampak vesikel dan bula berisi cairan jernil multipel diskret disertai erosi sampai eskoriasi berukuran lentikular sampai numular multipel. Regio wajah terdapat krusta kehitaman multipel. Regio bibir tampak erosi hingga eskoriasi milier sampai lentikuler multipel diskret disertai krusta kehitaman. Pengobatan sama dengan hari-5 Perawatan hari-7, distribusi generalisata tampak vesikel dan bula berisi cairan jernih multipel diskret disertai erosi sampai eskoriasi lentikular hingga plakat multipel. Pada beberapa tempat, wajah, telinga, lengan bilateral, badan, bibir tampak krusta merah kehitaman multipel diskret.Pengobatan sama dengan hari-5 kecuali metilprednisolon di tappering off menjadi64 mg (2 x 31,25 mg). Perawatan hari-8, distribusi generalisata tampak vesikel dan bula berisim cairan jernih multipel diskret disertai erosi sampai eskoriasi lentikular hingga plakat multipel diskret. Pada beberapa 9



tempat, wajah, telinga, lengan bilateral, badan, bibir terdapat krusta merah kehitaman multipel diskret. Pengobatan sama dengan hari-7. Perawatan hari-9, distribusi generalisata tampak vesikel dan bula berisi cairan jernih multipel diskret disertai erosi sampai eskoriasi lentikular hingga plakat multipel diskret. Pada beberapa tempat, wajah, telinga, lengan bilateral, badan, bibir terdapat krusta merah kehitaman multipel diskret. Pengobatan sama dengan hari-8. 1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat dermatitis atopik, rhinitis alergi dan asma disangkal oleh pasien. 1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat dermatitis atopik, rhinitis alergi dan asma disangkal oleh pasien. 1.2.5 Riwayat Pekerjaan Sosial Satpol PP 1.3 Status Generalis  Keadaan umum  Kesadaran  Gizi  Kepala  Mata  Leher  Dada  Jantung  Paru  Abdomen hepatomegali (-)  Muskulo-skeletal  Neuro-psikiatri  TD  Nadi  Suhu  Pernafasan  Tinggi  Berat



: Sakit sedang : Compos Mentis : Baik, piknikus : Normocephaly : Konjungtiva anemik (-/-), sklera ikterik (-/-) : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-) :Simetris : BJ 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-) : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-) :Supel, neyri tekan (-), BU (+) normal, splenomegali (-), : Deformitas (-), edema tungkai bawah DS(+) : Cemas (-), gelisah (-) : 110/70 : 88x/menit, reguler, isi cukup : 36,8 • C : 18x/menit, thorako-abdominal :168 cm : 58 kg



1.4 Status Dermatologikus



10



Tanda Nikolsky positif



11



1.5 Pemeriksaan Penunjang 23 April 2014 (perawatan hari-1)  Hb : 8,6  Ht : 24,6  Ur/Cr : 31/1,30  SGOT/ SGPT : 50/39  Albumin : 3,29 (turun)  Globulin : 3,11  Protein total : 6,4  GDS : 82 mg/dL  Natrium : 127  Kalium : 3,62  Klorida : 90,5 (turun)  CD4 : 30  PT : 41 (39)  Leukosit : 3020 (meningkat)  Trombosit : 228.000 24 April 2014 (perawatan hari-2)  Eosinofil : 290 12



               



Ureum Kreatinin Albumin Globulin Eosinofil SGOT SGPT GDS Hb Ht Trombosit Leukosit Diff Count Na K Cl



: 21 : 1,3 : 3,29 : 3,11 : 290 : 50 : 39 : 82 : 8,5 : 24,6 : 228000 : 3020 : 0,3/9,6/50,4/31,1/8,6 : 127 : 3,62 : 90,5



26 April 2014 (perawatan hari-4)  Hb : 8,4  Ht : 25,1  Leukosit : 1450  Diff count : 0,7/0/66,2/1913/13,8  LED : 46  GDS : 114  SGOT : 57  SGPT : 52  Ur/Cr : 27/0,7 27 April 2014 (perawatan hari-5)  PT : 12  aPTT : 32,7  albumin : 3,09 29 April 2014 (perawatan hari-7)  Hb : 8,7  Leukosit :2880  Trombosit : 336.000  LED : 97



13



SCORETEN 23 April 2014 (perawatan hari-1)  Usia > 40 tahun  30 tahun)



:0







Denyut jantung > 120x/menit  98 x



:0







Keganasan (+ kanker darah)  negatif



:0



  



Luas permukaan tubuh terkena > 10 % Kadar ureum serum >40 Mm Kadar bikarbonat serum 225  82



:0



26 April 2014 (perawatan hari-4)  Usia > 40 tahun  30 tahun



:0



     



:0 :0 :1 :0 :0 :0



Denyut jantung > 120x/menit Keganasan (+ kanker darah) Luas permukaan tubuh terkena > 10 % Kadar ureum serum >40 Mm Kadar bikarbonat serum 225



1.6 Diagnosis Kerja  Erupsi Obat Alergik tipe Nekrolisis Epidermal Toksik e.c susp neviral, buviral, kotrimoksasol  SIDA on ARV 1.7 Pemeriksaan Anjuran  Darah perifer lengkap 1.8 Tata Laksana  Non-medikamentosa: 1. Anjuran untuk menghentikan obat dicurigai menyebabkan alergi 2. Anjuran untuk tidak menggaruk terlalu keras pada lesi yang gatal 3. Anjuran untuk mandi 2 kali sehari 



Medikamentosa: 1. IVFD RL 500 cc/8 jam 2. MP-Prednison 120 mg/hari IV (3 x 31,25 mg) 3. Ranitidin 2 x 50 mg IV 4. Klindamisin 3 x 300 mg p.o 14



5. Kompres NaCl 0,9% selama 30 menit, 2 kali sehari 6. Asam salisilat 1% dalam vaselin album 2 x 1 hari setelah kompres 1.9 Prognosis  Ad vitam  Ad sanactionam  Ad Fungsionam



:Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam



Timeline



4 bulan SMRS: HIV Alergi Evafirens  Duviral, Neviral, Kotrimoksasol



4 hari SMRS: Neuro  obat neuro (nama obat tidak diketahui) Bercak kemerahan di lengan Stop obat neuro Duviral, neviral, kotrimoksasol, dilanjutkan.



1 hari SMRSperawatan hari 4:  Bercak kemerahan meluas ke seluruh tubuh  EOA  IVFD RL 500 cc/8 jam,  Asam salisilat 1% dalam vaselin album 2 x 1 hari setelah kompres,  Ranitidin 2 x 50 mg IV,  Klindamisin 3 x 300 mg p.o,  Kompres NaCl 0,9% selama 30 menit, 2 kali sehari,  Metilpredinosolon 3 x 31,25 mg



Perawatan hari-5 sampai-6  Lesi perbaikan  Tappering off metilprednisolon 80 mg (31,25 mg - 31,25 mg – 15,625 mg) iv.



Perawatan hari -7sampai- 9:  Lesi perbaikan  Tappering off metilprednisolon 64 mg (2 x 31,25 mg) iv.



BAB 3 DISKUSI 15



Nekrolisis Epidermal Toksik adalah bentuk dari Erupsi Obat Alergi yang berat dengan kelainan utama adalah epidermolisis yang keterlibatan kulitnya >30% yang disertai kelainan pada selaput lendir. Gejala klinis pada pasien ini adalah adanya kelainan kulit seperti eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula yang dapat pula diserai purpura. Lesi pada kulit disertai lesi pada bibir dan selaput lender berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir. Kelainan ini dapat terjadi di orifisium gentialia eksterna. Gejala utama yang paling penting adalah terjadinya epidermolisis yaitu epidermis terlepas dari dermis. Epidermolisis ditandai dengan tanda Nikolsky positif pada kulit yang eritematosa. Epidermolisis mudah terlihat pada tempat yang sering tertekan seperti punggung dan bokong. Pada anamnesis diketahui bahwa pasen 4 bulan SMRS terkena HIV dan minum obat ARV dan terdapat reaksi alergi yaitu timbulnya bercak merah setelah meminum obat tersebut sehingga konsumsi obat dihentikan dan diganti. Obat yang diminum adalah efavirenz yang kemudian diganti dengan duviral, nevirapin dan kotrimoksasol. 4 hari SMRS pasien datang ke departemen neurologi karena dikonsulkan dari departemen mata akibat keluhan mata kanan tidak dapat melihat yang kemudian diberikan obat. Pasien mengatakan bahwa setelah minum obat dari neuro yang tidak diketahui isinya, muncul bercak merah di lengan atas yang kemudian digaruk dan mengeluarkan cairan bening. Kemudian pasien datang berobat ke IGD. Di IGD obat dari neuro dihentikan namun pengobatan duviral, neviral dan kotrimoksasol tetap dilanjutkan. 1 hari SMRS pasien mengeluhkan lepuh, disertai gatal, nyeri dan rasa terbakar. Sariawan terasa sakit, mengeluhkan adanya sakit di permukaan genital ketika sedang berkemih dan mata kanan terasa kering. Pengobatan ARV kemudian dihentikan. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat alergi obat yang ditandai dengan munculnya bercak kemerahan setelah mengkonsumsi obat dari neuro. Kemudian dari anamnesis didapat 3 gejala utama Nekrolisis epidermal toksik yaitu keterlibatan kulit yang ditandai dengan pasien mengeluhkan kulit terasa seperti melepuh, nyeri dan terbakar, keterlibatan mukosa yang ditandai dengan sariawan di mulut dan nyeri saat berkemih, dan keterlibatan mata dimana pasien mengeluhkan matanya terasa kering. Adanya 3 gejala utama ini maka diagnosis mengarah ke nekrolisis epidermal toksik Pada pemeriksaan fisik didapatkan terdapat lesi yang terdistribusi generalisata, vesikel dan bula isi cairan jernih, berjumlah multipel, tersebar diskret-konfluens, yang disertai erosi berukuran 16



lentikuler-numular, berjumlah multipel, tersebar diskret. Pada bibir terdapat erosi, berukuran lentikuler, berjumlah multipel, dengan krusta kehitaman diatasnya. Pada wajah, telinga terdapat krusta kekuningan berjumlah multipel. Pada pemeriksaan Nikolsky didapatkan hasil (+). Pemeriksaan Nikolsky (+) menandakan adanya epidermolisis. Epidermolisis yang terjadi sudah >30% sehingga diagnosis Nekrolisis Epidermal Toksik dari pemeriksaan fisik dapat ditegakkan. Pada pasien terapi awal yang diberikan adalah IVFD RL 500 cc/ 8 jam, Ranitidin 2 x 50 mg IV, Klindamisin 3 x 300 p.o, Metilprednisolon 3 x 31,25 mg IV, Asam salisilat 1% dalam vaselin album 2 x 1 hari setelah kompres, Kompres NaCl 0,9% selama 30 menit, 2x sehari. IVFD RL 500 cc / 8 jam ditujukan untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit terutama karena pada pasien terdapat lesi di mukosa mulut sehingga sukar atau tidak dapat makan. Metilprednisolon dosis awal yang diberikan setara dengan prednison 120 mg yaitu 3 x 31,25 mg IV/hari yang diberikan selama 3 hari pertama. 3 hari berikutnya dosis Metilprednisolon diturunkan menjadi setara dengan prednisone 100 mg yang diberikan dalam 3 dosis sehari yang terbagi yaitu 31,25 mg, 31,25 mg, dan 15,625 mg. 3 hari berikutnya dosis Metilprednisolon kembali diturunkan menjadi setara dengan prednisone 80 mg yaitu 2 x 31,25 mg/hari. Dasar dari penurunan dosis metilprednisolon adalah karena sudah tidak ada lagi lesi baru. Ranitidin diberikan dengan tujuan mengatasi efek samping pemberian kortikosteroid yaitu iritasi lambung. Pemberian klindamisin ditujukan sebagai antibiotik profilaksis karena pemberian kortikosteroid jangka panjang akan menurunkan sistem imun sehingga bisa terjadi infeksi oportunis. Klindamisin juga dipilih karena terbukti efektif terhadap kuman anaerob. Kompres NaCl 0,9 % ditujukan untuk membuat pasien lebih nyaman karena mendinginkan kulit. Asam salisilat 1 % bertujuan sebagai keratoplasti yaitu menunjang pembentukan keratin. Pada pasien ini, prognosis secara ad vitam dubia bonam karena skor TEN pasien saat ini 1 yang didapat dari luas kelainan kulit meliputi 50-70% sehingga angka mortalitasnya 3,2 %. Prognosis ad functionam dubia ad bonam, karena apabila pasien sembuh, maka tidak ada fungsi tubuh yang terganggu. Prognosis ad sanactionam dubia ad bonam berdasarkan jika obat yang menyebabkan alergi diketahui, maka dengan menghindari obat yang menyebabkan alergi, reaksi alergi dapat dihindarkan dan tidak akan terjadi lagi Nekrolisis Epidermal Toksik



17



DAFTAR PUSTAKA



1. Djuanda, Adhi.Nekrolisis Epidermal Toksik. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Badan Penerbit: FKUI, halaman 166-68. 2. Viswanadh, B. : Ophthalmic complications and management of Steven Johnson syndrome at a tertiary eye vare centre in South India. L V Prasad Eye Institute. 2002. Access on :Mei3, 2014. Available at : www.indianjournalofophthalmology.com 3. Radiono, Sunardi, dkk. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin PERDOSKI. Tahun 2011. Hal 265-27.



18