7 0 447 KB
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Menurut Gunarsa (dalam Djamarah: 2008) masa kanak-
kanak awal disebut juga masa anak prasekolah, terbentang antara usia 2 – 6 tahun. Beberapa ciri perkembangan pada masa ini salah satunya adalah perkembangan bahasa dan berpikir. Sebagai alat komunikasi dan mengerti dunianya, kemampuan berbahasa lisan pada anak akan berkembang karena selain terjadi oleh pematangan dari organ-organ bicara dan fungsi berpikir,
juga
karena
lingkungan
ikut
membantu
mengembangkannya. Kemampuan berbahasa pada anak usia prasekolah ini berkembang lewat pemerolehan. Pemerolehan bahasa pada anak berlangsung secara alami dan bebas, tidak melalui pembelajaran formal dan tidak memiliki target yang harus dicapai. Oleh sebab itu, pada masa ini bahasa anak masih tidak teratur
dan
tidak
mudah
untuk
dipahami.
Anak
masih
menggunakan kosa kata sederhana yang didapatnya dari menyimak
dan
memperhatikan
bahasa
orang-orang
disekitarnya, sehingga kalimat yang diproduksi oleh anak masih sangat sederhana. Hanya terdiri dari dua atau tiga kata. Perkembangan pemerolehan bahasa anak juga dipengarui oleh usia, lingkungan, dan faktor kognitif anak. Bertambahnya usia,
dorongan
berupa
stimulus
dari
lingkungan,
dan
berkembangnya kemampuan berpikir anak serta kematangan organ bahasa akan semakin menyempurnakan kemampuan bahasa anak. Perbedaan faktor tersebut dalam lingkungan anak 18
akan membedakan cepat lambatnya
anak dalam menguasai
bahasa.
1.2 Rumusan Masalah Masalah yang diangkat pada kegiatan penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah tahap perkembangan pemerolehan bahasa pada anak usia 2 – 4 tahun ? 2. Bagaimanakah perkembangan tersebut dilihat dari aspek fonologi dan sintaksis ? 1.3
Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum Tujuan umum
penelitian
ini
adalah
menganalisis
perkembangan bahasa anak pada tahap pemerolehan bahasa. 1.3.2Tujuan Khusus Tujuan khusus
pada
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui perkembangan pemerolehan bahasa anak usia 2 – 4 tahun dan mengetahui perkembangan bahasa anak dari aspek fonologi (pelafalan bunyi) dan sintaksis (pembentukan kalimat). 1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
bahan kajian teoretis
untuk penelitian serupa di masa
mendatang dan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang perkembangan bahasa pada anak. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi tolak ukur bagi orang tua untuk mengetahui dan mengerti tahap perkembangan bahasa anak, sehingga dapat menentukan sikap yang tepat untuk menanggapi hal tersebut.
18
18
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Pemerolehan Bahasa Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris
acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Sejalan dengan pendapat tersebut, Tarigan (2005:
1.3-1.4)
mengatakan
bahwa
Pemerolehan
Bahasa
merupakan proses pemilikan kemampuan berbahasa , baik berupa pemahaman ataupun pengungkapan, secara alami tanpa
melalui
kegiatan
pembelajaran
formal.
(buku
fitri)
kegiatan pemerolehan bahasa ini ditandai oleh hal-hal berikut. Berlangsung dalam situasi informal, tanpa beban, dan di luar sekolah Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus Dilakukan tanpa sadar Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna. Pemerolehan bahasa merupakan cara paling awal seorang anak dalam belajar menguasai
bahasa. Berikut beberapa
hipotesis tentang dengan pemerolehan bahasa. a. Hipotesis Nurani Hipotesis nurani mengatakan bahwa setiap manusia yang berbahasa mampu memahami dan membuat kalimat dalam
bahasanya
karena
telah
“menuranikan”
tata
bahasanya menjadi kompetensi bahasanya dan juga menguasai kemampuan performansi bahasanya. Chomsky dan Miller mengatakan bahwa anak sejak lahir telah dibekali alat untuk dapat berbahasa yang disebut dengan LAD (Language Acquisition Device). Alat ini berfungsi 18
untuk memungkinkan seorang anak memperoleh bahasa ibunya. Hipotesis nurani dibedakan menjadi dua macam, yaitu
hipotesis
nurani
bahasa
dan
hipotesis
nurani
mekanisme. Hipotesis nurani bahasa menyatakan bahwa sebagian
atau
semua
bagian
dari
bahasa
tidaklah
dipelajari atau diperoleh begitu saja melainkan ditentukan oleh fitur-fitur nurani yang khusus dari organisasi manusia. b. Hipotesis Tabularasa Hipotesis tabularasa pengetahuan perilaku
bahasa
berbahasa
mengatakan
manusia
yang
merupakan
peristiwa-peristiwa lingusitik.
hasil
bahwa
semua
tampak
dalam
dari
integrasi
Hal ini sejalan dengan
pendapat aliran behaviorisme yang mengatajan bahwa pengetahuan
bahasa
dibentuk
oleh
adanya
S
–
R
(Stimulus – Respon). Hipotesis ini dikemukakan oleh John Locke, seorang tokoh empirisme, yang menyatakan bahwa manusia dilahirkan seperti kertas putih yang kosong. Teori ini disebarluaskan oleh Watson, seorang tokoh aliran behaviorisme. c. Hipotesis Kesemestaan Kognitif Hipotesis ini diperkenalkan oleh Piaget. Menurut hipotesis ini, bahasa diperoleh berdasarkan strukturstruktur kognitif deriamotor. Struktur-struktur ini diperoleh anak-anak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang di sekitarnya. 2.2
a.
Faktor yang Memengaruhi Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa pada anak dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu sebagai berikut. Faktor Biologis
18
Setiap anak telah dilengkapi dengan kemampuan alami yang memungkinkannya menguasai bahasa. Potensi alami itu bekerja secara otomatis. Perangkat biologis yang mendukung anak dalam proses pemerolehan bahasa ada tiga, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap. Dalam proses berbahasa, otak terbagi menjadi tiga wilayah
yang
memiliki
peran
masing-masing
dalam
mendukung perkembangan kemampuan berbahsa anak. Pada belahan otak kiri, terdapat wilayah Broca yang memengaruhi dan mengontrol produksi atau penghasilan bahasa, seperti berbicara dan menulis. Pada belahan otak kanan terdapat wilayah Wernicke yang memengaruhi dan mengendalikan pemahaman bahasa, seperti menyimak dan membaca. Dan, diantara kedua wilayah tersebut terdapat wilayah
motor
suplementer,
yang
berfungsi
mengendalikan unsur fisik penghasil ujaran. Berdasarkan tugas ketiga bagian otak
untuk
itu,
alur
penerimaan dan penghasilan bahasa dapat disederhanakan seperti berikut. Bahasa didengarkan dan dipahami di wilayah Wernicke. Kemudian, dialihkan ke daerah borca untuk
mempersiapkan
hasil
balasan.
Selanjutnya,
tanggapan bahasa itu dikirimkan ke daerah motor, seperti b.
alat ucap untuk menghasilkan bahasa secara fisik. Faktor Lingkungan sosial Untuk memperoleh kemampuan berbahasa, seorangg anak
memerlukan
berkomunikasi. diwariskan
orang
Bahasa
secara
lain yang
genetis
untuk
berinteraksi
diperoleh
atau
anak
keturunan,
dan tidak
namun
didapatkan dalam lingkungan yang menggunakan bahasa. Anak memerlukan contoh atau model berbahasa, respon
18
atau tanggapan, serta teman untuk berlatih dan uji coba belajar bahasa dalam konteks yang sesungguhnya. Kaitan antara faktor biologis dan faktor lingkungan sosial sangat erat dalam memengaruhi perkembangan bahasa anak. Kehilangan salah satu dari keduanya akan mengakibatkan anak tidak mampu berbahasa dengan baik. Jika disederhanakan, piranti biologis merupakan wadah atau alat, sedangkan lingkungan sosial merupakan isi atau muatan wadah tersebut. Santrock, 1994 dan Benson, 1988 (dalam Tarigan, 2005: 1.16-1.17) lingkungan sosial memberi dukungan anak dalam belajar bahasa dengan banyak cara, salah satunya sebagai berikut. a. Bahasa
semang
(motheresse),
yaitu
penyederhanaan bahasa oleh orang tua atau orang dewasa ketika berbicara dengan anak kecil atau bayi.
Misalnya,
“Napa,
cayang
?”,
atau
“Mau
mimi ?”. b. Parafrase, yaitu pengungkapan kembali ujaran yang diucapkan Misalnya
anak kalimat
dengan
cara
pernyataan
yang menjadi
berbeda. kalimat
pertanyaan. c. Menegaskan kembali (echoing), yaitu mengulang apa yang dikatakan anak , apabila tuturannya tidak lengkap atau tidak sesuai dengan maksud. d. Memperluas (expanding), yaitu mengungkapkan kembali apa yang diucapkan anak dalam bentuk yang lebih kompleks. e. Menamai (labeling), yaitu mengidentifikasi namanama benda. Bisa dalam bentuk benda sebenarnya atau benda tiruan, gambar, dsb. f. Penguatan (reinforcement), yaitu menanggapi atau memberi respon positif atas perilaku bahasa anak. 18
Misalnya dengan memuji, memberi tepuk tangan, atau acungan jempol. g. Pemodelan (modeling), yaitu contoh berbahasa yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa. c.
Faktor Intelegensi Intelegensi adalah kemampuan anak dalam berpikir atau bernalar. Intelegensi bersifat abstrak dan tak dapat diamati
secara
seseorang
langsung,
dapat
namun
tingkat
disimpulkan
dari
intelegensi perilakunya.
Sesungguhnya, semua anak dengan tingkatan intelegensi apapun dapat belajar dan memperoleh bahasa dengan sukses. Perbedaannya terletak pada jangka waktu dan tingkat
kreativitas.
Anak
yang
berintlegensi
tinggi,
perkembangan bahasanya cenderung lebih cepat, lebih banyak,
dan
lebih
bervariasi
khasanah
bahasanya
dibandingkan dengan anak yang tingkat intelegensinya rendah atau sedang. d.
Faktor Motivasi Sumber motivasi anak dalam belajar bahasa ada dua, yaitu dari dalam dan luar diri anak. Faktor dari dalam anak dapat berupa dorongan atas kebutuhan dasar yang bersifat praktis, seperti lapar, haus, dan kebutuhan kasih sayang dan perhatian (Goodman, 1986; Tompkins dan Hoskisson, 1995; dalam Tarigan, 2005). Dalam perkembangan selanjutnya, anak merasakan bahwa komunikasi bahasa yang dilakukannya membuat orang lain senang dan gembira dan ia pun kerap mendapat pujian dan respon yang baik. Hal ini memberi dorongan lebih
bagi
anak
untuk
menguasai
bahasanya.
kemudian yang menjadi motivasi dari faktor luar anak.
18
Inilah
2.3
Tahapan-Tahapan Umum Perkembangan Kemampuan
Berbahasa Anak Perkembangan bahasa pada anak melewati beberapa tahapan umum yang dialami oleh semua anak. Tahapantahapan ini merupakan perkembangan awal dari kemampuan berbahasa anak, mencakup Reflexsive vocalization, Babling, Lalling, Echolalia, dan True speech. 1. Reflexsive Vocalization Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeluarkan suara tangisan yang masih berupa refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia memang ingin menangis tetapi hal tersebut dilakukan tanpa ia sadari. 2. Babling Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan
telah
dapat
dibedakan
sesuai
dengan
keinginan atau perasaan si bayi. 3. Lalling Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara
namun
belum
jelas.
Bayi
mulai
dapat
mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku kata yang diulangulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….” 4. Echolalia Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia
mulai
meniru
suara-suara
yang
di
dengar
dari
lingkungannya, serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika ingin meminta sesuatu. 5. True Speech
18
Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa. Dengan
sudut
pandang
yang
berbeda,
misalnya
berdasarkan pendekatan linguistik, ada juga ahli yang membagi perkembangan bahasa anak seperti berikut. a. Tahap pralinguistik (masa meraban) Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belum bermakna. Bunyi-bunyi itu memang telah menyerupai vocal atau konsonan tertentu . akan tetapi, secara keseluruhan bunyi vocal dan konsonan tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur 12 bulan. b. Tahap satu – kata Pada masa ini, anak menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Satu kata tersebut mewakili satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu, fase ini disebut juga tahap holofrasis. Fase ini berlang ketika anak berusia 12 – 18 bulan. c. Tahap dua – kata Pada tahap ini, berkembang
kosakata
dengan
dan
cepat.
gramatika Anak-anak
anak mulai
menggunakan 2 kata dalam berbicara. Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya, kata-kata yang diucapkan anak hanyalah kata-kata yang penting saja, seperti kata kerja, kata benda, dan kata sifat. Seperti halnya menulis telegram, kata-kata yang tidak penting dihilangkan. Fase ini berlangsung ketika anak berusia sekitar 18 – 24 bulan. 18
d. Tahap banyak kata Tahap ini berlangsung sewaktu anak berusia 3 – 5 tahun. Pada masa ini, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Anak tidak lagi hanya menggunakan dua kata, tetapi 3 kata atau lebih. Pada umur 5 – 6 tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa
orang
menggunakan termasuk
dewasa. bahasa
bercanda
Anak
untuk
atau
telah
berbagai
menghibur
mampu keperluan,
(Topkins
dan
Hoskisson, 1995). 2.4 Gangguan Perkembangan Bahasa Pada Anak Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat berupa keterlambatan berbicara. Gejala keterlambatan yang muncul apabila anak pada usia 10 bulan belum dapat mengoceh dan pada usia 18 bulan belum menguasai kata “mama” dan “papa” atau sejenisnya. Dan, pada usia 2 tahun belum dapat merangkai kalimat dari dua kata atau bicaranya tidak jelas dan tidak dapat dimengerti oleh orang tuanya. Gangguan perkembangan bahasa dapat disebabkan oleh faktor dari dalam anak (internal) dan faktor dari luar anak (eksternal). a. Faktor Internal Faktor dari dalam atau internal anak dijabarkan menjadi beberapa faktor, yaitu : Faktor keturunan (konginetal) Gangguan ini bisa disebabkan oleh faktor bawaan gangguan saraf-saraf motorik, cacat pada alat bicara, seperti lidah, gigi, bibir, langit-langit, dan anak lidah. Gangguan pendengaran Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan berbicara. Jika anak memiliki hambatan dalam pendengaran, maka anak akan
mengalami
18
kesulitan
dalam
memahami,
menyimak,
dan
meniru
bahasa
orang-orang
di
sekelilingnnya. Gangguan mental Gangguan mental yang dimaksudkan berupa penyakit seperti autism atau keterlambatan perkembangan otak atau kecerdasan. b. Faktor eksternal Yang dimaksud dengan faktor eksternal atau dari luar anak adalah
terasingnya
berbahasa.
seorang
Keterasingannya
anak bisa
dari
lingkungan
disebabkan
oleh
kesengajaan (sebagai eksperimen) atau bisa juga karena faktor lainnya.
18
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Identitas Anak/Objek Adapun identitas dari anak yang dijadikan objek pada penelitian ini adalah : 1. Nama Umur TTL Alamat
: Akila Ananda Putri : 2 tahun 7 bulan : Monjok, 15 Desember 2012 : Jln. Ade Irma Suryani Gang Panda
VII Monjok Culik Pekerjaan Orang Tua Ayah : Swasta Ibu : Ibu Rumah Tangga 2. Nama Umur TTL Alamat
: Melisa Novianti : 4 tahun 8 bulan : Monjok, 25 November 2010 : Jln. Ade Irma Suryani Gang Panda
VI Monjok Culik Pekerjaan Orang Tua Ayah : Swasta Ibu : Buruh & Ibu Rumah Tangga 3.2
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian objek pertama dilakukan pada hari minggu 21 juli
2015 kemudian dilanjutkan hari senin 22 juli 2015. Penelitian dilakukan di sekitaran rumah anak ketika anak sedang bermain. Sementara penelitian objek kedua dilakukan pada hari senin 22 juli 2015 ketika anak sedang bermain di rumah neneknya. Untuk menyempurnakan data, penulis mengambil rekaman audio percakapan kedua objek ketika bermain bersama pada minggu 28 juli 2015. 3.3
Peristiwa Penelitian
18
Pelaksanaan penelitian diawali dengan meminta izin pada orang tua untuk menjadikan anak sebagai objek penelitian dan bersedia
untuk
diwawancarai
perihal
perkembangan pemerolehan bahasa anak. Penelitian dilakukan dengan cara
identitas
dan
observasi
atau
pengamatan secara langsung dan berinteraksi dengan objek. Pengumpulan
data
didukung
dengan
rekaman
audio
dan
rekaman video. 3.4
Hasil Penelitian Dibawah ini akan diuraikan data-data yang diperoleh dari
kegiatan observasi pada penelitian ini. Data bahasa Akila Ananda Putri Versi anak Maq, bok dalem Maq, butaq Atila Naciq Pancing Tatiq Kacang Be;ruang Tu;run Macasih senyUm Pisang Lapeyl Monyeq oten Lati
Versi asli Ma, mau tidur di dalam. Ma, buka Akila Nasi Pancing Kak yatik Kacang Beruang Turun Terima kasih Senyum Pisang Lapar Monyet Oren Lagi
Data bahasa Melisa Novianti Versi anak Liat dulu Siapa namanya ini ? Kakak atiq poto Ndak mau disenter Ini namanya pisang
Versi asli Lihat dulu Siapa namanya ini ? Kakak yatik fotoin Ndak mau disenter Ini namanya pisang 18
Ayo kita bikin pideo Telur Segerrrr Dingin Lari Susu Ikan Beruang Karung Lagi
Ayo kita bikin video Telur Segar Dingin Lari Susu Ikan Beruang Karung Lagi
3.5 Analisis Perkembangan Pemerolehan Bahasa Anak 3.5.1Aspek Fonologi (pelafalan bunyi dan fonem) Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20 % dari otak dewasanya. Oleh karena itu, pada waktu dilahirkan anak hanya bisa menangis. Otak anak akan terus berkembang seiring dengan pertambahan usia. Hal ini kemudian membuat perkembangan
otak
sejalan
dan
proporsional
dengan
perkembangan badan anak. Seperti yang telah dijelaskan bahwa pemerolehan bahasa pada anak berkembang secara bertahap. Hal ini terlihat pada bahasa yang digunakan oleh Akila (objek pertama) yang masih berusia 2;6 tahun berbeda dengan Melisa (objek kedua) yang berusia 4;8 tahun. Dilihat dari data yang telah disajikan, akila masih belum menguasai banyak fonem diantaranya /r/, /k/, /g/, dan /s/ walaupun ia dapat memperbaikinya ketika disuruh mengucapkan ulang dengan benar. Pelafalan fonemnya pun belum tegas. ketika
ia
Artikulasinya terkadang sering berubah seperti mengucapkan
kata
/beruang/,
pertama
ia
mengatakan /beluang/, kemudian /beyuang/, dan /be;ruang/ dengan lafal /r/ yang samar. Ia juga kerap menambahkan glotal stop /?/ di akhir kata yang diucapkan. Seperti yang terlihat dari data /bukaq/, /monyeq/, /naciq/. Hal itu disebabkan karena ketidakjelasan artikulasi dan mungkin pengaruh dari bahasa
18
lingkungannya yang berbahasa sasak. Akila masih sering mengeluarkan kata-kata yang terdengar seperti ocehan. Sementara objek kedua yaitu Melisa yang berusia 4;8 tahun,
pelafalan
fonemnya
hampir
sempurna.
Ia
dapat
mengucapkan fonem /r/ dengan fasih, namun ia masih belum menguasai fonem /f/ dan /v/ yang dilafalkannya dengan /p/. Artikulasinya sangat jelas. Bahasanya sudah menyerupai bahasa orang dewasa. 3.5.2Aspek Sintaksis (pengucapan kalimat) Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Bagi anak kata ini sudah
kalimat
penuh,
tetapi
karena
dia
belum
dapat
mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata atau bagian dari seluruh kalimat itu. Produksi kalimat anak pun berkembang seiring dengan usia dalam keadaan normal. Dari data yang telah disajikan, Akila yang masih berusia 2;6 tahun, produksi kalimatnya masih dalam tahap satu – dua kata. Akila
masih
menggunakan
mengacungkan
bungkus
kalimat
jajan
/maq,
yang
bukaq/
kalimat
sambil
penuhnya
seharusnya /ma, bukain jajan/. Juga, ketika ia ingin turun dari kursi ia hanya mengatakan /tu;run/ yang kalimat penuhnya seharusnya /mau turun/ atau /mau turun dari kursi/. Ujaran satu kata yang dipakai anak ini akan memiliki banyak makna jika tidak
disesuikan
dengan
konteks.
Hal
ini
disebut
ujaran
holofrastik (holophrastic). Umumnya kalimat yang diucapkan hanya mengandung kata yang penting saja, tidak menyertakan kata hubung seperti di, yang, dan. Ujaran ini disebut ujaran telegrafik (telegraphic speech). Sementara itu, objek kedua yaitu Melisa yang berusia 4;8 tahun sudah mampu mengucapkan kalimat yang panjang. dalam tahap perkembangan bahasa, ia berada dalam tahap banyak kata. Ia sudah mampu mengucapkan kalimat penuh 18
dengan baik, walaupun masih jarang menambahkan awalan dan akhiran dalam kata kerjanya.
18
BAB IV PENUTUP
4.1
Simpulan Dari penjelasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa perkembangan bahasa sejalan dengan pertambahan usia dan pertumbuhan badannya. Penelitian ini melibatkan dua anak berusia 2;6 tahun dan 4;8 tahun yang diamati pemerolehan bahasanya, meliputi aspek fonologi dan sintaksis. Berdasarkan penelitian ini, anak yang berusia 4;8 tahun lebih mahir berbahasa daripada anak yang berusia 2;6 tahun. Hal ini dikarenakan alat berbahasa yang dimiliki anak telah mengalami perkembangan dan kematangan. Beberapa fonem yang masih sulit dikuasai oleh anak yaitu fonem /r/, /k/, /g/, /s/, /f, dan /v/. Kalimat yang diucapkan masih terbatas ujaran satu kata dan dua kata untuk anak berusia 2;6 tahun. Sedangkan anak berumur 4;8 tahun sudah mampu mengucapkan kalimat penuh, tetapi masih jarang menggunakan awalan dn akhiran. 4.2
Saran Anak memperoleh kemampuan berbahasa dari lingkungan
bahasa
di
sekitarnya
dengan
cara
menyimak
dan
mempraktekkan. Oleh sebab itu, sebagai orang tua dan orang dewasa hendaknya kita lebih hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan bahasa, sehingga layak dicontoh oleh anak-anak yang masih membutuhkan model/contoh dalam berbahasa. Selain
itu,
dalam
mengajarkan
bahasa
alangkah
baiknya
mengajarkan dengan pelafalan yang sebenarnya, walaupun menggunakan teknik motheresse tidak dilarang.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Interisti,
Blonto.
2014.
“Hipotesis
Pemerolehan
Bahasa”.
http://gudangreferensi.blogspot.com/2014/12/hipotesispemerolehan-bahasa.html . Diakses tanggal 2 Juli 2015. Paud, Andi. 2010. “Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Secara Umum”.
http://umprodipaud.blogspot.com/2010/11/tahapan-
perkembangan-bahasa-pada-anak.html . Diakses tanggal 22 juni 2015. Tarigan, Djago. dkk. 2005. Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Rendah. Jakarta: Universitas Terbuka. Vida.
2013.
“Gangguan
Bahasa
Pada
Anak”.
https://vidhawords.wordpress.com/2013/04/18/gangguan-bahasapada-anak/ . diakses tanggal 30 juni 2015.
18
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Akila Ananda Putri
Melisa Novianti
18