Palakiah Palean Raga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RITUAL PALAKIAH PALEAN RAGA DI PAGURON PENCAK SILAT GADJAH PUTIH MEGA PAKSI PUSAKA NUSANTARA KABUPATEN BANDUNG BARAT



PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2019



RITUAL PALAKIAH PALEAN RAGA DI PAGURON PENCAK SILAT GADJAH PUTIH MEGA PAKSI PUSAKA NUSANTARA KABUPATEN BANDUNG BARAT



ABSTRAK



Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ritual Palakiah Palean Raga yang merupakan upacara tradisi untuk menjaga cedera latihan Pencak Silat di Paguron Ajaran Pencak Silat Gajah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara. Penelitian inipun dimaksudkan untuk menjelaskan persepsi masyarakat terhadap keberadaan Palakiah Palean Raga sebagai salah satu keilmuan pengobatan alternatif yang ada di Kampung Gunung Dukuh Desa Citapen Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan tinjauan pustaka.



Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian diolah dengan



menggunakan



metode



deskriptif



analisis



untuk



mendeskripsikan



serta



menjelaskan ritual Palakiah Palean Raga secara menyeluruh. Hasil penelitian meliputi: 1) Terdeskripsinya kesejarahan Palakiah Palean Raga . 2) Terdeskripsinya ritual terhadap murid-murid yang akan berlatih silat 3) Terdeskripsinya manfaat ritual Palakiah Palean Raga bagi para murid baru dan murid yang cedera sewaktu berlatih pencak silat 4) Persepsi masyarakat di Kampung Gunung Dukuh Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat terhadap Palakiah Palean Raga sebagai pengobatan alternatif dan menganggap bahwa tradisi tersebut penting dilaksanakan karena bermanfaat, selain untuk menjaja cedera latihan pencak silat juga untuk pengobatan tradisional alternatif bagi siapa saja yang mengalami keluhan yang disebabkan oleh gangguan pada tulang. KATA KUNCI : Palakiah



Palean Raga, Ritual, Kampung Gunungdukuh.



PALAKIAH PALEAN RAGA IN PAGURON PENCAK SILAT GADJAH PUTIH MEGA PAKSI PUSAKA NUSANTARA WEST BANDUNG DISTRICT



ABSTRACT This study aims to describe the Palakiah Palean Raga ritual which is a traditional ceremony to maintain injury to Pencak Silat exercises in Paguron, the teachings of Silat Putih Gajah Mega Paksi Pusaka Nusantara. This research was also intended to explain the community's perception of the existence of Palakiah Palean Raga as one of the alternative medical sciences in Kampung Gunung Dukuh, Citapen Village, Cihampelas District, West Bandung Regency. This study uses data collection techniques through observation, interviews, documentation and literature review. The data obtained from the results of the study were processed using descriptive analysis method to describe and explain the Palakiah Palean Raga ritual as a whole. The results of the study include: 1) Described the historical Palakiah Palean Raga. 2) Described Rituals for students who will practice martial arts 3) Described the benefits of the Palakiah Palean Raga ritual for new students and students who were injured while practicing pencak silat; 4) Community perception in Kampung Gunung Dukuh, Cihampelas District, West Bandung Regency towards Palakiah Palean Body as an alternative treatment is to consider that the tradition is important because it is useful in addition to peddling injury pencak silat training also for alternative traditional medicine for anyone who has complaints caused by disorders of the bone. KEY WORDS: Palakiah Palean Raga, Ritual, Kampung Gunungdukuh.



DAFTAR ISI



Halaman DAFTAR ISI



......................................................................................



i



ABSTRAK



......................................................................................



ii



PENDAHULUAN .........................................................................



1



BAB II METODE PENELITIAN ...............................................................



5



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................



6



BAB I



BAB IV PENUTUP



........................................................................



24



DAFTAR PUSTAKA



………………… ............................................



26



i



1



BAB I . PENDAHULUAN



Masyarakat dunia telah menciptakan berbagai ritus, pada umumnya ritus berkaitan dengan upacara atau seremoni keagamaan. Sebetulnya tidak hanya terbatas dalam keagamaan saja, namun juga berkaitan dengan budaya secara umum. Ritus memiliki semangat awal atau ide orisinal yang memang memiliki tujuan khusus dalam ritus tersebut. Ketika ritus itu dilakukan berulang-ulang, maka akan menjadi ritual. Inilah warisan yang kita peroleh dari leluhur yang dijadikan tradisi (kebiasaan) sebagai upaya dalam menjalani kehidupan. Berbagai upaya dilakukan mengarahkan kehidupan menuju kebajikan oleh tradisi (kebiasaan), karena itulah muncul berbagai budaya, cara-cara yang dianggap sesuai untuk mencapai tujuan itu. Upacara ritual sering disebut juga upacara keagamaan, yang merupakan sistem aktivasi atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan bagaimana macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi pada masyarakat yang bersangkutan. Upacara ritual memiliki aturan dan tata cara yang telah ditentukan oleh masyarakat atau kelompok pencipta ritual tersebut, sehingga masing-masing ritual mempunyai perbedaan, baik dalam hal pelaksanaan ataupun perlengkapannya. (Koentjaraningrat, 1984). Upacara ritual memiliki aturan dan tata cara yang telah ditentukan oleh masyarakat atau kelompok pencipta ritual tersebut, sehingga masing-masing ritual



mempunyai



perbedaan,



baik



dalam



hal



pelaksanaan



ataupun



perlengkapannya. (Koentjaraningrat, 1984). Salah satu ritus yang menjadi ritual dalam penelitian ini, yaitu Palakiah Palean Raga. Tradisi Palakiah Palean



1



2



Raga ini lebih ditekankan kepada hal yang bersifat supranatural, yakni hal-hal yang berhubungan dengan mistis ritus, dalam selamatan atau upacara. Geertz menyatakan bahwa, selamatan ini pada hakekatnya merupakan upacara keagamaan yang paling umum di dunia dan melambangkan kesatuan mistis dan sosial dari mereka yang ikut hadir di dalamnya (Geertz dalam Rostiyati, 1994). Melalui upacara selamatan, masyarakat berharap akan rasa aman dan tidak terjadi bencana. Kebiasaan ini tidak terlepas dari nilai-nilai budaya, normanorma, hukum dan aturan yang dianut masyarakatnya. Kebiasaan tradisi ritus yang dimiliki oleh suatu masyarakat dalam upaya mempertahankan dan memelihara kebudayaannya lazim disebut dengan tradisi lokal yang berkaitan dengan unsur kebudayaan religi. Ritual Palakiah Palean Raga adalah bagian kebudayaan yang dirumuskan sebagai semua hasil karya, rasa, cipta masyarakat. Karya Ritual Palakiah Palean Raga menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebendaan jasmaniah (material culture) dan spiritual yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya. Oleh karena itu, ritual ini menjadi tradisi yang dijalankan masyarakat komunitas budaya Paguron Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara di Kampung Gunungdukuh, Desa Citapen Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Untuk mempertahankan produk budaya leluhurnya, dilakukan dalam sebuah tradisi Palakiah Palean Raga yang sifatnya turun temurun dari leluhur atau dari nenek moyang. Menurut Abah Adang sesepuh Paguron (perguruan) Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara, istilah Palakiah Palean Raga mengandung arti, Palakiah yaitu upaya/ usaha, Palean,



2



3



sebagai bentuk mengurut, memijat dan menotok, sedangkan Raga mengandung arti badan atau jasmani manusia. Palakiah Palean Raga merupakan penguasaan teknik upaya memijat, mengurut dan menotok badan sebelum calon pesilat melakukan pelatihan seni bela diri Pencak Silat. Dalam pelaksanaannya, Palakiah Palean Raga ini dilakukan secara bertahap, yakni: pertama, adanya ritual khusus yang memakai mantra, sesajian dan ramuan, dimana inti kekuatannya adalah mantra. Menurut Yus Rusyana, mantra dalam ritual memilki beberapa jenis yaitu, asihan: ucapan untuk mendapatkan rasa belas kasih dari orang lain; jangjangwokan: ucapan untuk mendapatkan maksud yang telah direncanakan; singlar: ucapan untuk menolak bala; ajian: berupa ucapan-



ucapan untuk menolak bala; jampe:



ucapan yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan rajah: ucapan yang dinyanyikan biasanya digunakan sebelum memulai acara pantun dengan maksud supaya selamat lahir batin baik si penyanyi maupun yang mengadakannya serta para penontonnya (Rusyana, 1970). Pendapat tersebut menyatakan, Palakiah Palean Raga termasuk dalam mantra, jampe yang memiliki kekuatan untuk menghilangkan rasa sakit. Kedua, proses memijat (massage), mengurut dan menotok calon pesilat oleh sesepuh Paguron. Memijat/ urut adalah seni gerak tangan yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan dan memelihara kesehatan jasmani. (Rahmawati, 2012). Adanya ritual Palakiah Palean Raga dipercayai anggota Paguron, dapat meminimalkan terjadinya cedera, seperti keseleo, terkilir, maupun patah tulang. Selain itu, adanya dorongan spiritual untuk membangun munculnya kekuatan supranatural dalam tubuh sangat penting dilakukan sebelum latihan pencak silat.



3



4



Pencak silat sendiri merupakan olah raga beladiri yang merupakan salah satu seni tradisional Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Palakiah Palean Raga menggunakan massage olahraga. Massage olahraga adalah suatu kelompok manipulasi yang diterapkan dengan menggunakan



tangan pada tubuh atlet keadaan pasif, dengan bertujuan membina kondisi fisik dan menghidari hal-hal yang dapat merugikan dan meringankan derita seminimal mungkin akibat cedera olahraga” (Sulistyorini dan Basoeki, 2013). Nilai-nilai tradisi lokal yang dibangun oleh Palakiah Palean Raga hidup dan berkembang, di paguron Kampung Gunugdukuh. Masyarakat setempat meyakininya dalam bentuk kepercayaan terhadap ajaran leluhur yang berbentuk budaya ritual Palakiah Palean Raga dalam seni bela diri Pencak Silat.



4



5



BAB II. METODE PENELITIAN



Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis, yaitu suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul. Penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya (Sugiono: 2009). Objek yang diteliti adalah mengenai ritus Palakiah Palean Raga di Kampung Gunungdukuh, Desa Cipatik Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Hasil pengumpulan data dioleh dengan melakukan observasi, wawancara dan tinjauan pustaka yang selanjutnya disajikan dalam sebuah deskripsi dan dianalisis sesuai data yang ada untuk menyusun hasil penelitian dari kesimpulan.



5



6



BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN



1. Sejarah Palakiah Palean Raga Palakiah Palean Raga berkembang di Paguron Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara Kabupaten Bandung Barat.



Ritus ini sudah



mengakar dan menjadi ajaran dalam lingkungan masyarakat Kabupaten Bandung Barat. Tujuan dilaksanakannya ritual ini adalah sebagai penghormatan kepada yang menciptakannya dan mengaplikasikannya dalam budaya tradisi. Tradisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dengan secara langgeng (berulang-ulang). (Soerjono: 1990). Berikut ini adalah kesejarahan, pelaksanaan, waktu ritual serta proses ritual Palakiah Palean Raga: a.



Kesejarahan Ritual dan Tradisi Palakiah Palaen Raga Sejarah Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara didirikan dan diciptakan oleh Maha Guru KH. Adji Djaenudin bin H. Usman, yang lahir tahun 1908. KH. Adji Djaenudin menekuni dunia persilatan sejak tahun 1927 dan berguru pada Mama H.



Usman



Samarang), Djamhari



Endjam (Pangalengan



Kabupaten Mama Bandung), (Ciampea



(Syahna



Bandung),



Sa'i



(Cimindi



Embah



Bi'in



Taralikolot



6



7



Bogor), Bang Jam'an & Bang Alip (Kuwitang Jakarta). Dengan keahlian dan kreatifitasnya dalam ilmu beladiri, beliau mampu merumuskan komposisi jurus ulin Kari, ulin Madi, dan syahbandar yaitu ringan, keras dan pertimbangan, sebanyak 24 (dua puluh empat) jurus. Untuk mengembangkan, mempertahankan dan melestarikan pencak silat, pada tanggal 20 Mei 1959 di Kampung Geger Senang, Desa Sukarasa Kecamatan Samarang Kabupaten Garut, dibentuk Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka beserta lambangnya. Pada perkembangannya, Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara telah tersebar di wilayah Jawa Barat, salah satunya di Kabupaten Bandung Barat. Gadjah Putih di Kabupaten Bandung Barat dipimpin oleh Adang Adjie Saefulloh sebagai murid paling akhir (bungsu) dari KH. Ajie Djaenudin. Penyebaran Gadjah Putih oleh Abah Adang Adjie Saefulloh diawali pada tahun 1991 di Kampung Cinta Karya Bojong, Desa Citapen dan kemudian pada tahun 2005 ajaran Gadjah Putih di Kampung Gerang Desa Citapen, wilayah Kabupaten Bandung. Seiring dengan pemekaran wilayah Kabupaten Bandung menjadi Kabupaten Bandung Barat tahun 2007, maka dalam penyebarannya di tahun 2009 ajaran Gadjah Putih terus dikembangkan di Gunung Dukuh Desa Citapen yang sekarang masuk wilayah pemerintahan Kabupaten Bandung Barat. Pada tahun 2019, antara para ahli waris Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara mengadakan rapat



7



8



untuk menyepakati nama paguron Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka dengan memakai kata-kata Nusantara, sehingga namanya menjadi Paguron Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara. Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, generasi sebagai pengikut Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara terus bertambah banyak hingga sekarang. Berkat keahlian dan kepiawaianya, Guru Besar Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara, Adang Adjie Saefulloh mengembangkan tradisi Palakiah Palean Raga yang dijadikan syarat bagi setiap calon pesilat sebelum mengikuti pelatihan bela diri, agar selamat lahir dan batinya. Hal tersebut mengacu pada makna dan simbol lambang Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara. Makna Paguron ini adalah :



 GADJAH PUTIH: Seekor satwa besar yang gagah berani berwarna putih yang melambangkan kesucian, diibaratkan sebuah



8



9



kendaraan dalam membela kebenaran dan kebajikan hidup yang diridoi oleh Allah SWT dan belalai Gadjah dengan kelincahannya serta kuat bermulti guna demi kemaslahatan umat manusia. 



MEGA: Luhur, bercita-cita tinggi dalam membela nusabangsa yang berpancasila dan beragama.







PAKSI: Jujur, cepat, lurus demi keadilan, kebenaran dan keparipurnaan hidup manusia Duniawi dan Uhrowi.







PUSAKA: Terpelihara, wajib dipelihara warisan leluhur supaya tetap tunggal dengan kesatuan dan persatuan dalam membela dan mencapai cita-cita. Palakiah Palean Raga bagian dari jurus yang digunakan untuk melenturkan tubuh, dengan memijat, mengurut dan menotok yang dibantu dengan ramuan khusus.







NUSANTARA:



Ruang



dan



waktu



perjalanan



ajaran



ini



menyangkut lingkup wilayah Indonesia. Dalam rangkaian gerakan yang digunakan dalam ritus palakiah palean raga ini, merupakan teknik jurus-jurus pencak yang dimanfaatkan untuk mengurut, memijat dan menotok. Istilah Palakiah Palean Raga ini



tidak ditemukan di perguruan pencak



silat lain. Adanya tradisi ini oleh peneliti diangkat sebagai ritus. Ritus ini sangat berhungan dengan nilai-nilai tradisi pencak silat yang harus terselamatkan dan terpelihara untuk ajaran kebaikan bagi generasi muda.



9



10



b. Pelaksanaan dan Waktu Ritual Pakiah Palean Raga. Ritus



Palakiah



Palean



Raga dilaksanakan pada masa



orientasi



calon



pesilat masuk ke Paguron Ajaran



Pencak



Silat



Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara. Pelaksanaan ritus ini sudah menjadi ketentuan bahwa harus dilakukan sebelum calon pesilat memulai pelatihan silat yang sudah turun temurun. Tujuannya agar melancarkan gerakan otot setiap calon pesilat sehingga mudah untuk menguasai jurus-jurus yang diajarkan. Palakiah Palean Raga dipercaya sebagai perbuatan mulia yang mampu membuat badan/ raga menjadi lentur melalui tindakan pijit, urut dan totok. Palakiah Palean Raga mulai dilaksanakan dengan sebelumnya berdoa sekaligus mengirim doa kepada leluhur yang telah mengajarkan Pencak Silat. Pelaksanaan Palakiah Palean Raga biasanya ditentukan waktunya oleh pihak yang memiliki otoritas ajaran. Hal ini sudah menjadi keharusan untuk dilakukan sebagai landasan ritual doa kepada leluhur. c. Makna Simbol Sesajian Dalam proses Palakiah Palean Raga, terlebih dahulu disampaikan sesajen untuk para leluhur. Simbolisme sangat menonjol perannya dalam tradisi atau adat istiadat, simbolisme juga jelas sekali dalam upacara-upacara adat yang merupakan warisan turun temurun dari



10



11



generasi yang tua ke generasi berikutnya yang lebih muda. Bentuk dan macam kegiatan simbolis dalam masyarakat tradisional merupakan upaya pendekatan manusia kepada penguasaanya. Makna Simbolik berasal dari bahasa Yunani yaitu symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan



hal



kepada



seseorang.



Adapula



yang



menyebutkan "symbolos" yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi yaitu nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya. (Herusatoto, :1991). Simbolsimbol dalam upacara yang diselenggarakan bertujuan sebagai sarana untuk menunjukkan semua maksud dan tujuan upacara yang dilakukan masyarakat penganut/ pendukungnya. Upacara tradisional ataupun ritual dilakukan oleh sekelompok masyarakat atau golongan dengan tujuan keselamatan dan kebaikan bersama (kelompok). Upacara tradisional ataupun ritual merupakan kegiatan sosial yang melibatkan para warga dalam mencapai tujuan keselamatan bersama, dimana merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat. Hal ini terwujud karena fungsi upacara tradisional bagi kebudayaan masyarakat. Seringkali karena berbagai alasan dan hambatan, tidak semua perasaan manusia itu dapat diungkapkan secara terbuka kepada semua orang. Dalam hal ini, benda-benda kebudayaan menjadi saluran untuk mencurahkan apa yang menjadi obsesi, cita-cita, khayalan, kesenangan, kekecewaan, kritik dan sebagainya. Dalam simbol tersebut juga terdapat misi luhur yang dapat dipergunakan untuk



11



12



mempertahankan nilai budaya dengan cara melestarikannya. (Supanto dalam Sunyata, : 1996 ). Palakiah Palean Raga menyediakan sesaji yang merupakan salah satu sarana upacara yang tidak bisa ditinggalkan dan disebut juga dengan sesajen yang dihaturkan pada saat-saat tertentu dalam rangka kepercayaan terhadap makluk halus, yang berada ditempat-tempat tertentu. Sesaji merupakan jamuan dari 12 (dua belas) macam sarana seperti bunga, kemenyan, uang recehan, makanan, yang dimaksudkan agar roh-roh tidak mengganggu sehingga mendapatkan keselamatan. Perlengkapan sesaji biasanya sudah menjadi kesepakatan bersama yang tidak boleh ditinggalkan, karena sesaji merupakan sarana pokok dalam sebuah ritual. Setiap kegiatan ritual yang dilakukan masyarakat Jawa mengandung makna simbolik yang terdapat didalamnya, baik dari sesaji, doa, waktu dan lain sebagainya. Sesaji mempunyai makna simbolik tertentu dan dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Koentjaraningrat, : 2002). a. Parukuyan / tempat membakar kemenyan: Silokaning acining seneu nu nyabdakeun bul kukus menyan putih panganteur dangiang wangi ka alam asap sucingning ati, artinya seloka dari saripatinya api yang menyampaikan asap kemenyan pengantar rasa wewangian kepada alam kesucian hati. b. Ngukus kemenyan (membakar kemenyan) Bul kukus ka hyang agung



kamanggung



kanu



seda



kanu



sakti.



Proses



menghasilkan asap mengepul dan menimbulkan bau wangi



12



13



yang menggambarkan bentuk doa yang dipanjatkan kepada Allah.



Doa ini terbang menuju lagit, semoga



tersebarnya



wewangian menjadi kebaikan, serta menjauhkan dari sifat kejahatan. Dengan kemenyan yang dibakar asap mengepul membumbung ke angkasa. c. Bekong batok kelapa; ulah kurung batok atawa nepika batok kohok. Bahwa manusia harus kreatif dan inovatif sehingga hidupnya dapat bermanfaat, jangan sampai hidup ini tidak ada gunanya



untuk masyarakat. Batok Kelapa ini tempat



menyimpan air putih, air susu, air kopi manis dan air kopi pahit. d. Rujakeun; Amrasa cep alam amsari saripati kakayon alam; menggabungkan semua rasa yang menghadirkan nuansa rasa baru. Artinya walaupun beda alam namun rasa kasih sayang antara yang hidup dan yang sudah meninggal masih menyatu. e. Rokok garam beureum; bako diseuseup haseupna ilang ka alam baqa; Artinya tembakau yang dihisap asapnya hilang ke alam baqa. Bahwa yang berwujud sebab akibat akan hilang. f. Endog dara mangka baranah/ Telor ayam kampung. Artinya bibit yang menjadi awal adanya sebuah proses berwujud dan hidup serta berkembang. g. Tumpeng : pengkuh adab andalemi, mupusti amanat para leluhur, artinya suatu ketaatan



dalam



memegang teguh



amanat nenek moyang atau para leluhur kita lakukan dan adat



13



14



istiadat atau kebiasaan yang pernah mereka laksanakan sebelumnya. h. Bakakak : Babakati kanu Agung, Jembarna kanu Kawasa, Pasrah iklas ku ridhona. Hak Irodatna Alloh. Artinya kita berbakti kepada Allah, agar mendapat kebarokahan dengan pasrah



agar mendapat ridhonya sebagai hak yang telah



digariskan Allah SWT. i. Kopi pait : Pait geutih, Pahang tulang wedel raga salamet dunia akherat, artinya apa pun masalah yang dihadapi harus kuat pendirian serta memiliki kepercayaan diri yang kokoh, agar tidak terkena marabahaya dan musibah yang sifatnya merugikan dan mencelakakan. j. Cai Kopi Amis. Simbol manusia kudu amis budi parangina. Artinya bahwa dari perjuangan yang sangat berat, akan memperoleh hasil seiring dengan sifat budi pekerti yang baik dalam setiap melaksanakan sesuatu atas keridhoan Allah. SWT. k. Cai kopi pait; Cing pait daging lan Pahang tulang. Artinya daging ini rasanya pahit tidak mudah luka, sedangkan pahang tulang, tubuh kita tulangnya keras kuat dan tidak mudah dipatahkan. l. Cai herang : banyu suci herang panon cahyaning gumilar pengabaran. Artinya air putih



atau



air suci yang bening



seperti mata yang memancarkan cahaya kewibawaan.



14



15



m. Cai susu :



Cirina Sumber kahirupan ti indung nu



ngagedekeun jabang bayi. Artinya walaupun dari putih jadi coklat, tidak merubah karakter manusia untuk menyembah Allah dengan rasa keimanan yang selalu melekat. n. Dawegan eusi sir banyu alam, ditumpang rasa Gula Kawung, Kelapa muda yang dikupas dan lubang atasnya ditutup gula aren. Artinya air kelapa yang datangnya dari sumber alam akan mengandung rasa dengan bersatunya dengan gula yang bersal dari pohon aren. o. Pakarang Pusaka Leluhur Gadjah Putih, yaitu berbagai macam senjata yang dipake dalam pencak silat dan diperoleh selama perjalanan ajaran Gadjah Putih hidup dan berkembang sebagai pusaka Maha Guru pendiri Gadjah Putih. p. Lisah pangurutan; kulit leueur belut putih, kulit lita rapet daging, urat kawat waja wesi teuas raga wedug badan. Artinya minyak ramuan terdiri dari jeruk nipis, minyak wijen, minyak keletik dan minyak cimande. Diurut menggunakan ini, kulit akan licin seperti belut yang berwarna putih. Kulit yang luka kembali lagi ke asalnya tanpa cacat/ bekas. Urat besi yang liat seperti kawat baja, sehingga keras dan kuat badan beserta seluruh raganya. 2) Makna mantra/ jangjawokan talari paranti ka Hyang agung, yaitu mengawali doa sebelum melakukan palakiah palean raga dengan mengunakan bahasa sastra mantra oleh Abah Adang, dengan kalimat



15



16



sebagaimana telah diajarkan oleh Maha Guru KH. Adjie Jaenudin. Mantra adalah bacaan atau doa-doa yang dapat memberikan semacam tenaga atau kekuatan yang luar biasa dan diluar jangkauan manusia (Ade : 2012). Adapun maknanya adalah memberikan hadiah doa kepada leluhur Gadjah Putih, serta para ahli jawara silat yang telah menciptakan



Pencak Silat seperti ulin kari, ulin madi, ulin



syahbandar, Cikalong, Cimande dan jurus lainnya. Mantra berasal dari bahasa sansekerta yaitu Manir yang merujuk pada kata-kata yang berada dalam kitab Veda, dimana mengandung tulisan-tulisan sihir penuh dengan referensi tentang merapal mantra, aktivitas yang biasa dilakukan di kalangan penyihir. Dimulai dari jampi-jampi, berbagai ritual, pembuatan ramuan obat dan sebagainya. Mantra dibaca untuk berbagai alasan, diantaranya: kecantikan, kesuburan, kesehatan, kesembuhan,



panjang



usia,



cinta,



kesenangan,



kemakmuran,



perlindungan, dan kesuksesan. Membaca mantra pada dasarnya merupakan jenis atau metode pelaksanaan sihir (Hawkins. 2004 ). Dengan membacakan kalimat hadiah doa, apa yang diamalkan dan didoakan agar seluruh pewarisan ilmu bela diri pencak silat ini lancar, sekaligus membawa keselamatan dan keberkahan pada saat prosesi Palakiah Palean Raga dilakukan. Mantra merupakan salah satu tradisi yang berkembang secara lisan dan tergolong ke dalam salah satu bentuk tradisi lisan. Mantra merupakan jenis sastra lisan yang berbentuk puisi dan bagian dari genre sastra lisan kelompok folklor. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan



16



17



diwariskan secara turun-temurun, diantara macam kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat, menemonic device (Danandjaja, 2002). Mantra dalam Palakiah Palean Raga ini, berbaur dengan kepercayaan agama Islam. Hal ini tetap diyakini sebagai doa kebaikan guna memperoleh ridho Allah. Pada masa-masa awal masuknya Islam, para pawang masih sering mempergunakan mantra untuk berbagai keperluan. Namun, mantra yang mereka ucapkan sudah diselingi beberapa kata bernuansa Islam seperti bismillahirahmanirrahim, assalamualaikum, malaikat, serta Allah dan Muhammad (Sugiarto, 2015). 2. Prosesi Pemijatan, Pengurutan dan Totokan Palakiah Palean Raga Palakiah Palean Raga memiliki arti Palakiah, yaitu upaya/ usaha, Palean, yakni mengurut, memijat dan menotok. Sedangkan Raga yaitu badan. Palakiah Palean raga ini berkaitan dengan teknik memijat, mengusap atau



mengurut, memanaskan atau menghangatkan serta menotok. Kebiasaan ini sebenarnya keterampilan umum milik semua bangsa di dunia yang



17



18



dapat dilakukan, baik ahli ilmu pengobatan maupun orang awam. Dengan pijatan, dirasakan mampu mengurangi bahkan menghilangkan rasa sakit yang terjadi pada tubuh. Pijat tubuh adalah tindakan memanipulasi otototot dan jaringan dari tubuh dengan cara menekan, mengosok, getaran vibrasi dan mengunakan tangan. Jari tangan atau manual / elektronik untuk menyembuhkan massage)



kesehatan. (Nurgiwiati, 2015).



Pijat tubuh ( body



dirancang untuk mengatasi kondisi kesehatan dan fisik



tertentu. Para terapis pijat memberikan tekanan untuk meremas, memutar, dan menekan lapisan otot menggunakan jari, tangan, telapak



tangan, siku dan bahkan kaki untuk menurunkan tekanan darah dan meredakan nyeri. Namun, manfaat dari terapi pijat bukan hanya sebagai sarana pemulihan semata. Body massage atau pijatan tubuh merupakan terapi dengan pendekatan holistic yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah, deyut jantung, memperbaiki pernafasan, meningkatkan kelenjar limphe ke dalam saluran pembuluh darah, membantu pengeluaran sistem metabolisme, mengurangi kekakuan, menjadikan tubuh menjadi rileks, meningkatkan tidur, meningkatkan pergerakan sendi, mengurangi



18



19



nyeri



secara alami demi memperbaiki kesehatan pada umumnya.



(Nurgiawiati, 2015). Demikian halnya dalam proses Palakiah Palean Raga ini sebelum melakukan memijat, mengurut dan menotok dimulai, harus disediakan dahulu air susu, air putih, air kopi pait dan air kopi manis dalam wadah (beukong batok kepala). Selanjutnya, diberi mantra/ jangjawokan oleh Guru Besar Gadjah Putih, Abah Adang Adjie Saefulloh. Setiap murid yang akan dipalakiah Palean Raga diminta untuk meminum



air dalam beukong batok kalapa. Kemudian para murid ini membuka bajun dan dilajutkan dengan mengurut tahap pertama pada tangan kanan dan kiri serta seluruh anggota badan dioles lisah pangurutan, yaitu minyak ramuan yang terdiri dari jeruk nipis, minyak wijen, minyak keletik dan minyak cimande. Minyak terapis



ini



menggunakan racikan tradisional dari



tanaman atau tumbuhan alam, seperti umbi-umbian dan rempah-rempah dalam proses pengobatannya. Umbi-umbian dan rempah-rempah tersebut dihaluskan lalu dioleskan pada bagian yang cedera, lalu dipijat secara halus. Tanaman atau tumbuhan yang mempunyai nilai medic sebagai



19



20



rempah atau aromatik. Dalam buku ini, herba mengacu kepada tetumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai material pengobatan, atau secara sederhana herba adalah tanaman obat (Merriam-Webster dictionary, 2015). Selama melakukan pengolesan, dibacakan pula mantra/ jangjawokan serta diiringi tabuhan kendang penca dengan sajian lagu kidung. Pijatan sering dikombinasikan dengan terapi lain seperti musik, aroma terapi, shiatsu bahkan jenis pijatan lain (Sujayanto, 2007).



Selanjutnya, jari jemari



tangan kanan calon pesilat dipegang oleh tangan kiri Abah Adang. Tangan kanan Abah Adang menekan tangan kanan calon pesilat dari pergelangan sampai ke bahu sebanyak 3 (tiga) kali perulangan. Demikian pula sebaliknya, untuk posisi tangan kiri seperti yang dilakukan pada tangan kanan



(dibesot). Setelah kedua tangan selesai dipalakiah palean raga,



kemudian



berlanjut pada teknik purilitkeun (memutarkan) tangan ke



belakang, sambil diurut dan ditotok untuk melenturkan tangan agar tidak keseleo dan mudah patah. Bagian lainnya adalah leher, bahu dan kepala. Demikian pula posisi totokan pada pungung, dilakukan dengan cara memberikan stimulan berupa penotokan pada titik-titik/ simpul syaraf tertentu yang terpusat di area punggung.



Punggung merupakan titik/



simpul yang terkoneksi langsung dengan proses terjadinya benturan atau pukulan. Setelah pungung ditotok, dilanjutkan ke paha kiri dan kanan, lutut kiri dan kanan dan berakhir di kaki kiri serta kanan.



20



21



3. Persepsi/Pandangan Masyarakat Terhadap Palakiah Palean Raga. Persepsi merupakan suatu pandangan yang timbul dari pengamatan terhadap suatu objek yang diamati. Persepsi seseorang dapat dipengaruhi dari tingkat pengetahuan seseorang terhadap objek yang diamati dan sistem nilai yang terkandung dalam masyarakat itu sendiri. Palakiah Palean raga merupakan suatu tradisi yang berkembang di Kampung Gunungdukuh, Desa Citapen Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat, yang dilaksanakan pada acara pelatihan bela diri Pencak Silat. Persepsi masyarakat adalah proses pemaknaan terhadap stimulus. Jika stimulusnya berupa benda disebut object perception dan jika stimulusnya berupa manusia disebut sosial perception. Menurut Desiderato, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas, dimana sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Masyarakat semakin sadar untuk mempertahankan warisan budaya pengalaman leluhur Kampung Gunungdukuh yang mengandung nilai-nilai Budaya kebaikan. Demikian pula sinkronisasi budaya, sosial dan keagamaan kemasyarakat memberikan sentuhan rasa kedamaian jiwa, tentram dan terjalinya hubungan solidaritas yang tinggi untuk



memelihara tradisi. Terkait dengan tradisi yang menyangkut



persepsi pikiran yang dirasakan, masyarakat mensikapi ritual Palakiah



21



22



Palean Raga. Hal tersebut perlu pengamatan dan pemahanan tentang adanya persepsi. Persepsi adalah proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita. (Abdul Rahman, 2009). Ritual Palakiah Palean Raga dinilai masih berpengaruh terhadap aspek sosial kehidupan masyarakat, dimana masyarakat masih menghormati ajaran para leluhur kampung Gunungdukuh. Masyarakat pewaris Palakiah Palean Raga selalu mengambil suri ketauladan yang baik dari para leluhurnya. Melalui tradisi Palakiah Palean Raga, mereka melakukannya dalam bentuk upacara. Dengan menghidupkan upacara ini, dapat diartikan mengenang dan mengingatkan kembali tentang perilaku dan perjuangan para leluhur yang senantiasa berjuang memelihara dan menjaga pelajaran dari alam. Palakiah Palean Raga merupakan wujud kebersamaan masyarakat untuk saling membantu antara sesama manusia dalam menangani persoalan rohani dan jasmani. Pandangan masyarakat Kampung Gunungdukuh terhadap ritual Palakiah Palean Raga, dinyatakan dengan berkembangnya tradisi ini menjadi saran pengobatan alternatif masyarakat disekitarnya. Pada pengobatan masyarakat yang keselo, terkilir dan patah tulang bisa dilakukan melalui Ritual Palakiah Palean Raga sebagai pengobatan tradisional. Dalam pandangan hidup masyarakat Kampung Gunungdukuh, walaupun kemajuan zaman sudah terjadi modernisasi, namun tetap pola pikir masyarakat masih memelihara dan melestarikan tradisinya. Mereka menjaga simbol identitas budaya



22



23



masyarakat dengan prinsip simbol yang ada tak bisa dirubah atau dihilangkan. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa motif masyarakat masih melestarikan Palakiah Palean Raga, karena adanya kebutuhan untuk pengobatan tradisional khususnya sebagai ‘bengkel’ patah tulang. Hal tersebut disebabkan karena adanya motif ekonomi, dimana masyarakat lebih menyukai pengobatan biaya murah dan motif sosial yang mana masyarakat mengikuti saran dari lingkungan terdekatnya, dalam hal ini adalah tetangga, teman ataupun keluarga serta yang terakhir adalah motif psikologis, dimana ada kepercayaan lebih pada pengobatan tradisional dibandingkan pengobatan medis. Motif disini adalah sebagai impuls atau dorongan yang memberi energi pada tindakan manusia sepenjang lintasan kognitif/ perilaku ke arah pemuasan kebutuhan. (Giddens,



1991).



Kepercayaan



masyarakat



yang tinggi



terhadap



pengobatan tradisional patah tulang, yang memakai ramuan obat alamiah serta



didukung dengan pengetahuan dan teknik pengobatan yang



mumpuni.



Dengan demikian, Palakiah Palean Raga oleh masyarakat



menjadi alternatif pengobatan tradisional melalui pijat dan urut serta memakai ramuan obat tradisional. Pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua yaitu cara penyembuhan tradisional atau traditional healing yang terdiri daripada pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional drugs yaitu menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. (Asmino, 1995).



23



24



BAB IV. PENUTUP



Keberadaan Ritual Palakiah Palaean Raga dipandang dari aspek sejarah merupakan ritus yang telah ada sejak zaman dahulu kala yang dikembangkan oleh masyarakat secara turun temurun. Kapan dan siapa yang mengajarkan ritual Palakiah Palean Raga, yaitu guru besar Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara, Abah Adang Adjie Saefullah. Ritual Palakiah Palean Raga adalah makna dalam bentuk simbol-simbol yang digunakan baik itu dalam bahasa, makanan, benda-benda dan sebagainya. Simbol-simbol dalam upacara yang dilakukan kelompok masyarakat ini, bertujuan untuk mempertahankan nilai budaya sebagai warisan ajaran leluhur. Ritual Palakiah Palean Raga merupakan upaya preventif ketika menghadapi kondisi dan situasi terjadinya cedera akibat persoalan yang menyangkut psikis dan fisik. Secara psikis kejiwaan, seseorang akan dilatih untuk meyakini adanya unsur kekuatan dalam diri, agar badan menjadi kuat karena adanya unsur latihan yang terukur. Dari unsur psikis dan fisik ini dapat mewujudkan motivasi dikalangan calon pesilat dalam membentuk kekuatan mental dan fisik, sehingga mampun menguasai jurus pencak silat tertentu. Kebudayaan tradisi ini masih dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat setempat. Inti ritual Palakiah Palean Raga ada dalam mantra – mantra atau doa kepada leluhur. Mantra atau doa adalah unsur keyakinan untuk meminta kekuatan kepada Allah. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat Gunungdukuh Kabupaten Bandung Barat mempercayai serta berkeyakinan bahwa Ritual Palakiah Palean Raga adalah nilai tradisi budaya kearifan lokal yang harus diselamatkan.



24



25



Begitu pula dengan pandangan masyarakat terhadap adanya ritual Palakiah Palean Raga sangat terbantu, karena bermanfaat dalam pengobatan alternatif akibat cedera seperti terkilir, keseleo dan



patah tulang.



Artinya terjadi



sinergitas antara masyarakat dengan kearifan budaya lokal, yang difungsikan: a) Sebagai sesuatu ilmu yang menyediakan solusi upaya dan usaha penanganan kesehatan b) Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup tentang pengobatan tradisional c) Menyediakan simbol identitas budaya d) Menguatkan keyakinan tentang nilai-nilai tradisi masyarakat yang bermanfaat bagi masyarakat



25



26



DAFTAR PUSTAKA



Abdul Rahman Shaleh. 2009. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana. Ade Solihat 2012, Antropologi Agama: Wacana-Wacana Mutakhir dalam Kajian Religi dan Budaya, Publisher: Penerbit Universitas Indonesia. Agus Sujanto dkk, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001). Asmino, P., 1995. Pengalaman Peribadi dengan Pengobatan Alternatif. Jakarta: Airlangga University Press. Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Geertz cliffond, rostiyati, 1994 Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta, Kanisiu. Giddens, Anthony (1991) Modernity and Self-Identity. Self and Society in the Late Modern Age. Cambridge: Polity (publisher) Hawkins, Best, Coney, 2004, Consumer Behavior, Building Marketing Strategy International Edition, Mc Graw Hill Companies, Inc Koenjaraningrat.1984 Kebudayaan Jawa . Jakarta : BalaI Pustaka ---------.2002.Kebudayaan mentalitas dan pembangunan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Nurgiwiati E, 2015. Terapi Alternatif dan Komplementer Dalam Keperawatan. Bogor: In Media. Rahmawati. 2014. Massase Olahraga. Diakses 5 April 2016 dari http:// herlenarahmawati. blogspot.co.id/2012/02/massase-olahraga.html.



26



27



Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta.PT Raja Grafindo Persada. Sugiarto, R. (2015). Psikologi raos: Saintifikasi kawruh jiwa Ki Ageng Suryomentaraman. Sleman: Pustaka Ifada. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sujayanto G, 2007. Khasiat The Untuk Kesehatan Kecantikan. Flona serial hal 3438 Jakarta. ITB. Sunyata, 1996 Antara tradisi dan kemoderenan. PT. Gramedia Pustaka Utama Sulistyorini & Basoeki, Hadi. 2013. Sport Massage: Seni Pijat untuk Atlet/ Olahragawan dan Umum. Malang: Wineka Media Rusyana, Yus. 1970.Bagbagan Puisi Mantra Sunda. Bandung : Proyek Penelitian Pantun dan Foklor Sunda.



27