Pancasila SBG Dasar Negara Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Pancasila “Pancasila sebagai Dasar Negara (Kasus)”



Dosen: Drs. R. M. Qudsi Fauzi. M. M.



Disusun oleh kelompok 3 :



1. Reffy Shania



131611133010



2. Cucu Eka Pertiwi



131611133007



3. Regyana Mutiara Guti



131611133013



4. Nurul Hidayati



131611133022



5. Sekar Ayu Pitaloka



131611133025



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2017



0



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki fungsi memberikan pedoman atau landasan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Namun pada kenyataannya saat ini banyak penyimpangan-penyimpangan perilaku sosial yang terjadi akibat lunturnya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila di kehidupan bermasyarakat. Sampai dengan tahun 2017 ini banyak sekali penyimpanganpenyimpangan perilaku sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila. Misalnya kasus yang pernah terjadi yaitu permusuhan antar umat beragama, pelanggaran HAM, konflik antar etnis, korupsi dan lain-lain. Penyimpangan Pancasila ini terjadi seiring dengan perkembangan zaman dalam peradaban umat manusia, eksistensi Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi sesuai dengan kepentingan penguasa. Pancasila tidak lagi digunakan sebagai pedoman hidup bangsa. Sedikit demi sedikit mulai muncul adanya indikasi degradasi nilai-nilai luhur Pancasila. Penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila mulai marak terjadi dimasyarakat. Hal ini tentu dapat berakibat sangat fatal terhadap bangsa ini. Apabila tidak segera ditangani hal tersebut dapat melemahkan peranan Pancasila sebagai dasar negara serta yang lebih serius dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina dan dipelihara sejak dulu. Maka dari itu di dalam makalah ini penulis akan menjelaskan mengenai hasil analisis beberapa kasus yang berkaitan dengan penyimpangan Pancasila, agar pembaca dapat mengetahui penyebab dan usaha yang harus dilakukan. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kasus-kasus peyimpangan pancasila yang serupa.



1



1.2 Rumusan masalah Berdasarkan penulisan yang diungkapkan di atas yang menerangkan bahwa dalam perkembangan zaman dan peradaban manusia saat ini, banyak sekali ulah manusia yang tidak sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Maka dari itu penulis ingin menganalisis lebih lanjut tantang penyimpangan-penyimpangan yang berkaitan dengan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.



2



BAB 2 PEMBAHASAN



2.1 Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia Dasar negara Indonesia, dalam pengertian historisnya merupakan hasil pergumulan pemikiran para pendiri negara (The Founding Fathers) untuk menemukan landasan atau pijakan yang kokoh untuk di atasnya didirikan negara Indonesia merdeka. Walaupun rumusan dasar negara itu baru mengemuka pada masa persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), namun bahan-bahannya telah dipersiapkan sejak awal pergerakan kebangsaan Indonesia. Pancasila sebagai cerminan dari jiwa dan cita-cita hukum bangsa Indonesia tersebut merupakan norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara dan yang menjadi sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (recht-idee), baik tertulis maupun tidak tertulis di Indonesia. Cita hukum inilah yang mengarahkan hukum pada cita-cita bersama bangsa Indonesia. Cita-cita ini secara langsung merupakan cerminan kesamaankesamaan kepentingan di antara sesama warga bangsa. Dalam pengertian yang bersifat yuridis kenegaraan, Pancasila yang berfungsi sebagai dasar negara tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yang



dengan



jelas



menyatakan,



“...maka



disusunlah



Kemerdekaan



Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitu pada Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945, maka fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya adalah sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No.



3



XX/MPRS/1966



(Jo.



Ketetapan



MPR



No.IX/MPR/1978).



Hal



ini



mengandung konsekuensi yuridis, yaitu bahwa seluruh peraturan perundangundangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia) harus sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dengan kata lain, isi dan tujuan Peraturan Perundang-undangan RI tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila.1



2.2 Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila sebagai Dasar Negara 2.2.1 Kasus Penyimpangan Sila Pertama Pancasila A. Contoh Kasus REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Masjid di Kabupaten Tolikara dibakar umat Nasrani menjelang shalat Ied, sekitar pukul 07 00 WIT, Jumat (17/7). Humas Polri Kombes Agus Rianto mengatakan, kasus itu bermula saat umat Islam Karubaga Kabupaten Tolikara hendak menjalankan shalat Idul Fitri. Tiba-tiba, sekelompok massa dari luar berteriak-teriak. Umat muslim yang hendak shalat sontak kaget dan langsung melarikan diri ke Koramil dan Pos 756/WMS untuk meminta perlindungan. Sepeninggalan umat muslim itu, Masjid tersebut dibakar. Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, inti persoalan adalah jemaat nasrani merasa terganggu dengan speaker masjid umat Muslim yang akan melakukan shalat ied. Umat Nasrani mengklaim suara speaker yang dipasang di tengah lapangan menggangu ketenangan umum. Mereka kemudian meminta umat Muslim untuk membubarkan kegiatan shalat ied tersebut. Hal itu berujung pada perang mulut antara kedua kubu. Saat itulah kelompok nasrani melempari masjid dengan api hingga terbakar. Ia mengemukakan langkah nyata yang telah diambil oleh Kapolres Tolikara adalah berkoordinasi dengan bupati setempat sebagai pimpinan 1



Anoname, 2013, Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Jakarta, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, hlm. 30



4



daerah. "Termasuk menjalin komunikasi dengan para tokoh agama, adat, pemuda dan perempuan, juga para ketua-ketua paguyuban, agar masalah yang ada tidak meluas ke daerah lainnya dan menangkap para pelaku," katanya.2



B. Analisis Kasus Kasus pada bacaan di atas berisi mengenai pembakaran masjid yang dilakukan menjelang pelaksanaan sholat Ied hari raya idul fitri oleh umat Nasrani di Tolikara. Pada kasus di atas merupakan kasus yang termasuk ke dalam salah satu contoh kasus penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, yaitu sila ke-1 yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Alasan mengapa kasus di atas termasuk ke dalam salah satu contoh kasus penyimpangan nilai-nilai Pancasila, terutama sila ke-1 karena dalam kasus tersebut tidak mencerminkan atau menggambarkan kehidupan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Padahal dalam sila pertama Pancasila sebagi dasar negara haruslah mengajarkan adanya kebebasan memeluk agama dan mempunyai satu Tuhan yang diyakini dalam kehidupannya. Kebebasan memeluk agama adalah salah satu hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia, sebab kebebasan agama itu langsung bersumberkan kepada martabat manusia sebagai mahluk Tuhan. Dalam hal ini masyarakat Indonesia yang beraneka agama, diberi kebebasan dalam menjalankan ibadahnya masing-masing, dimana pemeluk melaksanakan ajaran-Nya sesuai dengan norma agamanya. Namun, kasus di atas tidak mencerminkan adanya kebebasan memeluk agama dalam masyarakat Tolikara. Masyarakat muslim yang hidup di daerah Tolikara dianggap sebagai minoritas. Dalam melakukan ibadahnya, umat muslim yang berada di Tolikara terkadang masih 2



Ilham, 2015 , Ini Kronologi Pembakaran Masjid di Tolikara, News Rebuplika, http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/07/17/nrmprs-ini-kronologis-pembakaranmasjid-di-tolikara



5



dianggap sebagai pengganggu bagi masyarakat Tolikara yang lainnya. Masih rendahnya rasa toleransi dan rasa saling menghormati antar umat beragama masih sangat kurang diantara masyarakatnya. Hal tersebutlah yang menyebabkan pembakaran Masjid umat muslim di Tolikara terjadi. Usaha penyelesaian terhadap kasus Tolikara sesuai dengan Pancasila: 1. Adanya aparat keamanan yang pada saat kejadian pembakaran masjid membantu melerai dan menghentikan insiden. 2. Insiden tolikara telah dilimpahkan dan ditangani oleh aparat penegak hukum. Jika pelaku kerusuhan di Tolikara terbukti melakukan tindakan intoleransi, para perusuh tersebut berpotensi melanggar HAM yang diatur dalam UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 6. 3. Dilakukannya kembali pendidikan, penanaman, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila yang lebih mendalam sebagai Dasar negara, terutama sila yang pertama dalam masyarakat Tolikara. 4. Dilakukannya kembali pendidikan, penanaman dan pengamalan rasa toleransi dan saling menghargai yang lebih mendalam diantara masyarakat Tolikara.



2.2.2 Kasus Penyimpangan Sila Ke Dua Pncasila A. Contoh Kasus Jakarta-Kasus hilangnya Angeline di Bali akhirnya terkuak setelah nyaris sebulan. Bocah 8 tahun ini awalnya disangka hilang saat bermain di depan rumah, namun ternyata anak berambut panjang ini ditemukan terkubur di kediamannya di Jl Sedap Malam, Sanur, Denpasar, Bali. Jenazah Angeline ditemukan polisi yang melakukan pemeriksaan ulang di tempat tinggal anak itu. Dari hasil pemeriksaan tesebut polisi akhirnya bisa menemukan jenazah Angeline yang dikubur di dekat kandang ayam di rumahnya. Saat ini polisi telah membawa jenazah Angeline ke RS Sanglah untuk diautopsi. Penyelidikan kasus ini terus berlanjut untuk menemukan pembunuh bocah yang diadopsi oleh



6



Margriet, sang ibu dan suaminya, yang merupakan ayah angkat Angeline ini. Pada tanggal 10 Juni 2015, setelah melakukan penyelidikan akhirnya petugas menemukan jenazah Angeline di kediamannya di Jl Sedap Malam, Sanur. Jenazah ini ditemukan terkubur di dekat kandang ayam yang terletak di rumah tersebut. Jenazah Angeline ini terkubur sekitar setengah meter. Polisi menemukan jenazah Angeline setelah mencium bau tak sedap dari bau busuk gundukan tanah yang ada tak jauh dari kandang ayam ini. Saat digali jenazah Angeline ditemukan bersama dengan sebuah boneka dan bed cover serta tali. Ini adalah pencarian kesekian kali polisi di rumah tersebut. 3



B. Analisis Kasus Masalah dalam kasus tersebut adalah pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh angeline, sehingga dia meninggal dan tidak bisa melanjutkan hak nya untuk hidup. Hal ini melanggar Pancasila sebagai dasar negara, lebih tepatnya Sila ke dua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradap” dan undang-undang tentang Hak Asasi Manusia, yaitu Undang-undang No. 39 tahun 1999 Pasal 11 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak” dan Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi” Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya dan pasal 33 ayat 2 yang berbunyi Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa. Kasus di atas merupakan contoh kasus penyimpangan terhadap Pancasila sebagai dasar negara Sila kedua, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang 3



Nala, 2015, Kronologi Tragedi Angeline yang Awalnya diduga Hilang di Sanur, DetikNews, http://news.detik.com/berita/2938552/kronologi-tragedi-angeline-yang-awalnya-diduga-hilang-disanur



7



dua aspek, yaitu aspek individual dan aspek sosial. Oleh karena itu setiap orang mengemban kewajiban untuk mengakui dan menghormati hak asasi manusia orang lain karena Pancasila sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan. Sedangkan pada kasus angeline para tersangka tidak melakukan suatu tindakan yang beradab dan manusiawi, mereka melakukan pelanggaran HAM berat sehingga nyawa angeline tidak bisa tertolong. 4 Kurangnya



perhatian



masyarakat



terhadap



kekerasan



anak,



kurangnya pengetahuan tentang hak asasi manusia, kurang tegasnya hukum dan aparat penegak hokum menjadi penyebab masalah seperti kasus Angeline dapat terjadi. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menyelesaikan kasus tersebut yaitu: 1. Semua hak-hak asasi itu pada intinya menjadi tanggung jawab Negara, terutama pemerintah, untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhinya. Di dalam Pasal 28J ayat (1) dinyatakan lagi bahwa, “setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.” Dengan itu, berarti HAM bukan hanya dibebankan kepada Negara dan pemerintah serta setiap pejabatnya, tetapi juga menjadi kewajiban dari setiap orang. 5 2. Memberikan perhatian yang lebih untuk anak, masyarakat dan khususnya lingkungan sekolah “lebih peka” terhadap hak-hak anak dan selalu berusaha mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak serta mencegah agar anak tidak menjadi pelaku kejahatan, karena lingkungan sekolah merupakan lingkungan berkumpulnya anak-anak untuk menuntut ilmu dan apabila ada kekerasan baik yang terjadi di lingkungan rumah atau lingkungan masyarakat.6



4



Mochlisin. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP. Jakarta : Interplus Pangemanan, A. 2016. PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH OLEH PENYIDIK POLRI DALAM TINGKAT PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAM. LEX ET SOCIETATIS, 4(4). 6 Media Hukum Wiraswasta Indonesia 5



8



3. Perlu adanya peraturan yang tegas mengenai kasus Hak Asasi Manusia7 4. Memberikan hukuman yang setimpal kepada tersangka sesuai dengan tindakan pelanggaran yang dilakukan.



2.2.3 Kasus Penyimpangan Sila Ke Tiga Pancasila A. Contoh Kasus Konflik etnis antara Dayak dan Madura di Kalimantan Barat pertama kali terjadi pada tahun 1950. Konflik ini terjadi di Samalantang yang dipicu oleh perkelahian antara Anyom (etnis Dayak) dengan seorang warga Madura yang nama dan cara penyelesaian konflik tersebut tidak diketahui. Jika merujuk pada tahun kejadian, kala itu jumlah etnis Madura yang bermigrasi ke Kalimantan Barat sedang mengalami peningkatan. Bertambahnya migrasi etnis Madura ke Kalimantan Barat tak lepas dari terbukanya kesempatan kerja dan banyaknya orang Madura yang berhasil memperbaiki perekonomiannya di daerah ini. Tidak mengherankan apabila migrasi etnis Madura ke Kalimantan Barat pada rentang tahun 1950-1980 masuk dalam periode keberhasilan. Sejak kedatangan etnis Madura ke Kalimantan Barat, interaksi antara Madura dan Dayak pun mulai terjalin. Namun, dari interaksi itu pula rupanya dapat pula memunculkan gesekan-gesekan yang berujung konflik. Etnis Madura sebagai pendatang dengan adat-istiadatnya yang berbeda dengan Suku Dayak, lama-kelamaan mulai membentuk dan mengubah cara pandang etnis Dayak terhadap citra orang Madura. Sebagai contoh, Suku Madura biasanya membawa senjata tajam kemana pun mereka pergi. Suku Dayak menganggap kebiasaan ini tidak lazim dalam kehidupan mereka. Mereka (Dayak) menganggap kebiasaan (Madura) membawa senjata tajam dapat mengancam keselamatan mereka, padahal bagi Suku Madura sendiri hal ini dianggap biasa dan



7



Ardhyanto, R. C. 2015. Optimalisasi Peran KPAI Sebagai State Auxiliary Organs dalam Perlindungan Terhadap Anak Terlantar. Skripsi, 73-74.



9



lumrah serta menjadi bagian dari adat istiadat mereka. Citra tentang orang Dayak di mata orang Madura, atau sebaliknya turut mempengaruhi sikap dan tindakan yang diambil dalam hubungan kedua suku tersebut. Pencitraan itu berkaitan dengan pecahnya konflik diantara keduanya pada tahun-tahun berikutnya. Pemicu pecahnya konflik etnis tahun 1979 adalah perkelahian antara orang Madura dengan orang Dayak yang akhirnya menewaskan si orang Dayak. Kejadian ini kemudian memicu aksi balas dendam dengan saling serang, akibatnya, lima belas orang tewas dan lebih dari sepuluh rumah terbakar. Pemerintah cepat tanggap dalam konflik ini, dan akhirnya bisa didamaikan oleh pemerintah dengan dibantu aparat keamanan dalam tempo empat hari.8



B. Analisis Kasus Kasus dari contoh kasus penyimpangan Pancasila Sila ke tiga tersebut berisi mengenai adanya kesenjangan sosial antara Dayak dan Madura sehingga memunculkan anggapan negatif dari kedua etnis, serta akibat adanya konflik yang berulang yang melibatkan kedua etnis tersebut. Kasus tersebut termasuk pelanggaran pada Pancasila sila ke 3 sebagai dasar negara, karena sudah jelas di pancasila sila ke-3 berbunyi “Persatuan Indonesia” dimana setiap warganya dalam pandangan Pancasila sebagai dasar negara haruslah memiliki rasa persatuan meskipun berbeda etnis, suku, rasa, agama, dan lain-lain. Namun dalam contoh kasus tersebut sudah jelas terlihat bahwa kasus tersebut tidak mencermin suatu persatuan. Masyarakat Dayak dan Madura masih belum menanamkan rasa persatuan dalam kehidupannya, mereka masih saling mementingkan tersebutlah



urusan



yang



golongan



membuat



masing-masing.



masalah



yang



Sehingga,



berhubungan



dengan



penyimpangan Pancasila sebagai dasar negara dapat terjadi. 8



Fitria, 2016 , Skripsi Mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah, Jurnal Elektronik Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah UNY, 2(8), http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/risalah/article/view/3911/3554



10



hal



Upaya penyelesaian contoh kasus di atas yaitu penyelesaian konflik telah dilakukan oleh pemerintah setempat



yang dengan sigap



mengamankan daerah konflik serta mengadakan mediasi yang isinya mendamaikan kedua etnis yang bertikai. Upaya pengamanan situasi dilakukan dengan mengirimkan pasukan dari Batalyon 641 “Beruang Hitam”, Brimob, Polri Resort Sambas, Kodim 1202 dan Hansip-Wanra ke lokasi kejadian demi mencegas meluasnya konflik ke daerah lain. Hasilnya, dalam tempo kurang dari seminggu, kerusuhan yang telah menjalar ke beberapa daerah akhirnya dapat diredam. Selain itu, pemerintah Kabupaten Bangkalan juga cepat merespon setelah mengendus adanya upaya aksi balas mengirimkan dua perayu layar dari Kampung Lembung Gunung Kecamatan Kokop dan berhasil mencegah mereka berangkat ke Kalimantan Barat. Mediasi yang dilakukan pemerintah Kabupaten Sambas juga membuahkan hasil, hingga akhirnya didirikan Tugu untuk mengenang peristiwa tersebut. Tugu tersebut dibuat di dua tempat. Tugu pertama dibangun di Samalantan yang kemudian dikenal dengan nama Tugu Perdamaian Samalantan atau Tugu Pancasila. Sedangkan, tugu kedua dibangun di Monterado yang dikenal dengan nama Tugu Bendera. Adapun hasil dari mediasi tersebut adalah pernyataan damai dari kedua etnis yang bertikai untuk “Tidak boleh mengulangi perbuatan yang sama baik kepada Suku Madura dan Dayak maupun kepada suku lain, dan sebaliknya”. Ikrar ini kemudian dikukuhkan dan ditandatangani bersama-sama di Aula Bupati Kabupaten Sambas.



2.2.4 Kasus Penyimpangan Sila Ke Empat Pancasila A. Contoh Kasus Jakarta, Kompas.com-Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh alias Angie, terkait kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Mantan



11



Puteri Indonesia itu divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan. Selain itu, seperti dikutip Harian Kompas, Kamis (21/11/2013), majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar). Sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tidak menjatuhkan pidana uang pengganti. Menurut majelis kasasi, Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Menurut Artidjo, majelis kasasi juga mempertimbangkan peran Angie aktif memprakarsai pertemuan dan memperkenalkan Mindo dengan Haris Iskandar, sekretaris pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi



Kementerian



Pendidikan



Nasional



untuk



mempermudah



penggiringan anggaran Kemendiknas. Salah satu yang membedakan putusan MA dengan putusan sebelumnya adalah terkait uang pengganti. Artidjo menilai, pengadilan tingkat pertama dan banding terkesan seolah enggan menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti dengan alasan uang yang diterima Angie berasal dari swasta dan bukan dari keuangan. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengapresiasi vonis kasasi yang dijatuhkan MA. Menurutnya, vonis kasasi MA terhadap Angie mencerminkan ketajaman rasa kepekaan dan keadilan sosial. Terlebih lagi, katanya, vonis tersebut diputuskan di tengah-tengah pusaran pemikiran hukum para penegak hukum yang masih bermazhab ultrakonservatif positivistik dan tandus dari roh keadilan, seperti tecermin dalam rendahnya beberapa vonis terdakwa korupsi.9



9



Sandro Gatra, 2013, Dari 4,5 Tahun, MA Perberat Vonis Angie jadi 12 Tahun, Kompas.com, 21 November, http://nasional.kompas.com/read/2013/11/21/0742539/Dari.4.5Tahun.MA.Perberat.Vonis.Angie.Ja di.12.Tahun



12



B. Analisis Kasus Kasus tersebut ialah kasus Angelina Sondakh (lahir Australia, 28 Desember 1977) yang merupakan artis dan politisi anggota DPR Republik Indonesia periode 2004-2009 dan 2009-2014 dari partai Demokrat yang menjadi tersangka kasus korupsi dan suap terkait pembahasan anggaran proyek Wisma Atlet SEA GAMES di Palembang pada tahun 2012 yang melibatkan sejumlah politikus lainnya. Masalah dari kasus tersebut ialah Penyimpangan pelaksanaan kekuasaan secara moral dan hukum yang dilakukan oleh anggota DPR atau wakil rakyat. Dimana Korupsi yang dilakukan oleh anggota Parlemen merupakan korupsi politik yang mengkhianati rakyat, khususnya konsisten pendukungnya. Korupsi politik di Parlemen merugikan perjalanan politik bangsa Indonesia, karena wakil rakyat yang memiliki mandat kekuasaan telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan dari para pemegang kekuatan politik.10 Kasus tersebut melanggar Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yaitu lebih tepatnya sila ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, sebuah kalimat yang mengartikan bahwa pancasila sila ke-4 adalah penjelasan negara Demokrasi. Sila ini menjadi banyak acuan dari setiap langkah pemerintah dalam menjalankan setiap tindakannya. Kaitannya dengan makna sila ke-4 adalah sistem demokrasi itu sendiri, maksudnya adalah setiap langkah yang diambil pemerintah harus ada kaitanyya dengan unsur dari rakyat , oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kasus tersebut melanggar sila ke-4 Pancasila sebagai dasar negara karena, pada kasus tersebut terlihat jelas bahwa Angelina Sondakh seorang anggota DPR RI yang bergerak dalam bidang pemerintahan melanggar Pancasila sila ke-4. Dengan menjadi tersangka kasus korupsi dan suap terkait pembahasan anggaran proyek Wisma Atlet SEA GAMES di Palembang pada tahun 2012, Angelina Sondakh telah terbukti mengambil hak rakyat dan tidak menjalankan sistem demokrasi 10



Alkostar, A. 2008. Mengkritisi Fenomena Korupsi di Parlemen. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 15(1).



13



yang memiliki makna dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan baik serta menyimpang dan menyalahgunakan kekuasaan. Disebutkan, Angelina Sondakh terbukti melakukan kasus korupsi dan suap wisma atlet sebesar Rp. 2 Miliar yang seharusnya digunakan untuk proyek Wisma Atlet. Alasan kasus di atas dapat terjadi dikarenakan seorang pemimpin atau pejabat pemerintahan memiliki kecenderungan untuk menganggap kekuasaan politik sebagai bagian dari milik pribadi, sehingga dalam penggunaannya pemimpin



banyak



yang



melakukan



seperti



itu



penyimpangan11.



akan



Pemahaman



mempengaruhi



perilaku



kepemimpinannya. Jika pemimpin atau pemegang kekuasaan tidak punya moralitas yang tinggi, maka akan mudah menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang untuk kepentingan keluarga atau kelompoknya sendiri, seperti korupsi. Usaha penyelesaian kasus tersebut yaitu dapat dilakukan dengan pemberian strategi yang ditandai oleh ukuran-ukuran yang sistematis dan terkoordinir untuk mendeteksi dan menghukum perilaku korup maupun mengeliminasi atau mengurangi berbagai sumber atau penyebab korupsi. Dengan strategi ini, klas penguasa dikendalikan oleh lingkungan sosial yang merancang ukuran-ukuran prosedural, organisasi, hukum, dan kelembagaan untuk benar-benar menghapus korupsi. 2.2.5 Kasus Penyimpangan Sila Ke Lima Pancasila A. Contoh Kasus Banyumas - Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun



11



Yuliani, S. Korupsi Birokrasi: Faktor Penyebab dan Penanggulangannya. Jurnal “DINAMIKA, 6(0), 3



14



Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Pada hari Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian. Selama persidangan yang dimulai pukul 10.00 WIB, Nenek Minah terlihat tegar. Sejumlah kerabat, tetangga, serta aktivis LSM juga menghadiri sidang itu untuk memberikan dukungan moril. Hakim Menangis. Pantauan detikcom, suasana persidangan Minah berlangsung penuh keharuan. Selain menghadirkan seorang nenek yang miskin sebagai terdakwa, majelis hakim juga terlihat agak ragu menjatuhkan hukum. Bahkan ketua majelis hakim, Muslih Bambang Luqmono SH, terlihat menangis saat membacakan vonis. “Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang,” ujar Muslih. Vonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan disambut gembira keluarga, tetangga dan para aktivis LSM yang mengikuti sidang tersebut. Mereka segera menyalami Minah karena wanita tua itu tidak harus merasakan dinginnya sel tahanan.12



B. Analisis Kasus Kasus yang diangkat dalam pembahasan kali ini adalah kasus pencurian buah kakao yang dilakukan oleh seorang nenek yang bernama Minah yang berusia 55 tahun. Masalah dalam kasus ini adalah terjadinya ketidakadilan dalam menjalankan hukum. Di Indonesia sering terjadi tindak korupsi, tetapi ganjaran yang diberikan oleh pihak pengadilan tidak sesuai dengan tindak korupsi yang telah dilakukan. Sedangkan dalam kasus nenek Minah, ia mengambil kakao itu, dan setelah diberitahu oleh Mandor bahwa itu pencurian, nenek Minah pun segera meminta maaf keapada 12



Surya Desismansyah, 2014, Bingkai Keadilan Hukum Pancasila dalam Perspektif Hukum dan Relevansinya dengan Keadilan di Indonesia, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 27(1), http://journal.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/5515



15



Mandor dan mengembalikan kakao tersebut. Tetapi nenek Minah justru dijatuhi hukuman yang berat, untuk kondisi nenek Minah yang memprihatinkan. Karakter hukum di Indonesia bisa disebut dengan “Tumpul di atas dan tajam di bawah”. Dalam hal masalah kasus ini, melanggar sila Pancasila sebagai dasar negara sila ke-5, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Dalam sila ini, semua orang ketika melakukan apapun dituntut untuk bersifat adil, tanpa melihat bagaimana latar belakangnya. Sebenarnya tidak hanya terdapat pada Pancasila hal yang menjelaskan tentang keadilan. Dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-IV yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hokum.”13 Masalah dalam kasus ini melanggar sila ke-5 Pancasila sebagai dasar negara karena dalam penyelesaian kasus ini tidak dilandasi dengan keadilan. Maksudnya adalah, seharusnya hakim memberikan jalan lain seperti mediasi antara nenek Minah dengan perusahaan perkebunan dimana dia bekerja, bukan justru memberikan hukuman yang berat dengan kondisi seperti nenek Minah. Dari praktik hukum tersebut seakan memberi gambaran bahwa di Indonesia, hukum belum begitu memberikan ruang terhadap penilaian moral dalam memberikan putusan hukum. Hukum seharusnya mampu memberikan konsep keadilan yang mampu memperhatikan asas distributif, kesesuaian hukum dengan tindakan yang dilakukan, dan juga asas utilitarian yang mengedepankan asas kemanfaatan terutama kemanfaatan secara sosial. Implikasi dari adanya keadilan ini akan juga terbawa dalam konsep hukuman, punishment, yang diberikan. Bahkan, proses penegakan hukum Nenek Minah tersebut telah menjadi bukti sahih bahwa kerja hukum di



Surya Desismansyah Eka Putra, “Bingkai Keadilan Hukum Pancasila dalam Perspektif Hukum dan Relevansinya dengan Keadilan di Indonesia”, Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 27, No. 1: hal 8, Pebruari (2014). 13



16



Indonesia saat ini masih tunduk pada teks bukan pada konteks. Artinya, penegakan hukum masih mengabdi pada arah untuk lebih mewujudkan kepastian hukum semata, tanpa mengimbanginya pada proyeksi untuk mewujudkan keadilan hukum14. Oleh karena itu posisi Pancasila harus kembali menjadi dasar setiap pribadi manusia Indonesia dalam menjalankan hukum dan bukan sekedar sebagai garnis atau pemanis dalam melakukan setiap tindakan hukum. Penyelesaian dari kasus Nenek Minah di atas yaitu dengan penerapan hukum pidana yang dilakukan aparat penegak hukum dalam kasus ini memang dirasa tidak efektif yang mengabaikan prinsip cost and benefit. Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan perkara tersebut serta kerugian yang disebabkan oleh terjadinya tindak pidana pencurian ringan itu tidak sebanding dengan manfaat yang dicapai melalui proses peradilan15. Pada umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktek sering juga kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum atau melalui mekanisme musyawarah/perdamaian atau lembaga permaafan yang



ada di dalam masyarakat (musyawarah keluarga;



musyawarah desa; musyawarah adat dsb.). Praktek penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan selama ini tidak ada landasan hukum formalnya, sehingga sering terjadi suatu kasus yang secara informal telah ada penyelesaian damai (walaupun melalui mekanisme hukum adat), namun tetap saja diproses ke pengadilan sesuai hukum yang berlaku.



Murdoko, “Disparitas Penegakan Hukum di Indonesia (Analisis Kritis Kasus Nenek Minah dalam Perspektif Hukum Progresif)”, Perspektif Hukum, Vol. 16, No. 2: hal 9, November (2016). 15 Melvia Body Panjaitan, “Mediasi Penal dalam Penyelesaian Perkara Pencurian Riangan Berdasarkan Surat Kapolri No.Pol/B/3022/XXI/2009/SDEOPS”, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012, hal. 6. 14



17



BAB 3 PENUTUP



3.1 Kesimpulan Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki fungsi memberikan pedoman atau landasan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Namun pada kenyataannya saat ini banyak penyimpangan-penyimpangan perilaku sosial yang terjadi akibat lunturnya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila di kehidupan bermasyarakat. Banyak sekali penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari masalah yang berkaitan dengan sila pertama “Ketuhanan”, sila kedua “Kemanusiaan”, Sila ketiga “Persatuan, sila keempat “Kerakyatan”, hingga sila kelima “Keadilan”. Sebagai warga negara yang baik, alangkah baiknya kita belajar dari masalah-masalah yang berkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan nilainilai Pancasila sebagai dasar negara yang sudah pernah terjadi, agar permasalah yang sama dimasa yang akan datang tidak akan pernah terulang atau terjadi kembali dan dapat mewujudkan cita-cita Indonesia melalui penanaman Pancasila sebagai dasar negara yang baik di dalam kehidupan sehari-hari.



18



Daftar Pustaka



Anoname. 2013. Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta: Direktorat



Pembelajaran



Pendidikan



Tinggi



dan



Kemahasiswaan



Departemen



Pendidikan



Direktorat



Nasional



Jenderal



Kementerian



Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Ilham. 2015. “Ini Kronologi Pembakaran Masjid di Tolikara”. News Rebuplika. http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/07/17/nrmprs-inikronologis-pembakaran-masjid-di-tolikara Nala. 2015.



“Kronologi Tragedi Angeline yang Awalnya diduga Hilang di DetikNews.



Sanur”.



http://news.detik.com/berita/2938552/kronologi-



tragedi-angeline-yang-awalnya-diduga-hilang-di-sanur Mochlisin. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP. Jakarta : Interplus Pangemanan, A. 2016. PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH OLEH



PENYIDIK



DIHUBUNGKAN



POLRI



DALAM



DENGAN



TINGKAT



HAM. LEX



ET



PENYIDIKAN



SOCIETATIS, 4(4).



http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/11891 Media Hukum Wiraswasta Indonesia Ardhyanto, R. C. 2015. Optimalisasi Peran KPAI Sebagai State Auxiliary Organs dalam



Perlindungan



Terhadap



Anak



Terlantar.



Skripsi,



73-74.



http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN% 20CHANDRA%20ARDHYANTO-FSH.pdf Fitria. 2016.



“Skripsi Mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah”, Jurnal Elektronik



Mahasiswa



Prodi



Pendidikan



Sejarah



UNY,



2(8).



http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/risalah/article/view/3911/3554 Sandro Gatra. 2013. “Dari 4,5 Tahun, MA Perberat Vonis Angie jadi 12 Tahun”. Kompas.com. http://nasional.kompas.com/read/2013/11/21/0742539/Dari.4.5Tahun.MA.P erberat.Vonis.Angie.Jadi.12.Tahun Alkostar, A. 2008. Mengkritisi Fenomena Korupsi di Parlemen. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 15(1). http://jurnal.uii.ac.id/index.php/IUSTUM/article/view/69



19



Yuliani, S. Korupsi Birokrasi: Faktor Penyebab dan Penanggulangannya. Jurnal “DINAMIKA, 6(0),



3.



http://sriyuliani.staff.fisip.uns.ac.id/wp-



content/uploads/sites/10/2011/06/KORUPSI-blog.pdf Surya Desismansyah. 2014.



“Bingkai Keadilan Hukum Pancasila dalam



Perspektif Hukum dan Relevansinya dengan Keadilan di Indonesia”, Jurnal Ilmiah



Pendidikan



Pancasila



dan



Kewarganegaraan,



27(1).



http://journal.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/5515 Murdoko. 2016. “Disparitas Penegakan Hukum di Indonesia (Analisis Kritis Kasus Nenek Minah dalam Perspektif Hukum Progresif)”. Perspektif Hukum, Vol. 16, No. 2: hal 9. Melvia Body Panjaitan. 2012. “Mediasi Penal dalam Penyelesaian Perkara Pencurian



Riangan



Berdasarkan



Surat



Kapolri



No.Pol/B/3022/XXI/2009/SDEOPS”. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hal. 6. http://e-journal.uajy.ac.id/207/



20