Panduan Pengkajian Pasien [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1 DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 01. 04. 01



Lampiran Skep Kepala Rumah Sakit



RUMAH SAKIT Tk III 01. 06. 01 dr REKSODIWIRYO



Nomor : Skep / 002/ VI / 2022 Tanggal : 17 Juni 2022



PANDUAN TENTANG PENGKAJIAN PASIEN



BAB I DEFINISI Rumah Sakit Tk.III dr.Reksodiwiryo adalah organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa pelayanan kesehatan perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi.Proses pengkajian pasien merupakan suatu proses dinamis dan berlangsung terus menerus diberbagai keadaan rawat inap dan rawat jalan. Pengkajian pasien melibatkan seluruh disiplin kesehatan yang memiliki kompetensi dibidangnya, secara bersama-sama saling berkoordinasi untuk mencapai pelayanan yang paripurna kepada pasien.Untuk dapat mencerminkan pelayanan kesehatan yang professional dan komprehensif maka perlu dibuat pedoman pengkajian pasien sebagai proses untuk menilai kebutuhan pasien selama dalam perawatan. Rumah Sakit Tk III dr. Reksodiwiryo, adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan pada unit unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan dan ruang perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok profesi . Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium, penata rontgen, fisioterapis. Secara garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya rumah sakit yaitu, tenaga kesehatan lain yg memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok keperawatan memberikan pelayanan asuhan keperawatan/ persalinan/tenaga kesehatan lainya serta kelompok keteknisian medis yang memberikan pelayanan penunjang medis, dan akhirnya adalah kelompok administrasi yang memberikan pelayanan administrasi manajemen.



2



Pedoman ini akan membahas pengaturan apa dan bagaimana yang perlu dibuat di rumah sakit sejak pasien menginjakkan kakinya di rumah sakit sampai pasien dipulangkan kerumah atau dirujuk ke sarana kesehatan lain. Pada semua alur perjalanan pasien ini telah ada standar yang ditetapkan oleh Kemenkes dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2008



tentang



Standar



Pelayanan



Minimal Rumah Sakit. Standar tersebut disebut standar pelayanan berfokus pasien, yang di antaranya adalah pengkajian pasien. Tujuan utama dari pengkajian awal adalah : A. Untuk menetapkan alasan kenapa pasien perlu datang berobat kerumah sakit B. Mengumpulkan informasi tentang identitas pasien, keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit sekarang. C. Untuk mengevaluasi hasil pengkajian awal di rawat jalan / IGD D. Untuk menentukan diagnosis awal pasien E. Untuk menentukan kebutuhan pelayanan medis terhadap pasien sehingga pelayanan dan pengobatan dapat dimulai



3



BAB II RUANG LINGKUP I. RUANG LINGKUP PENGKAJIAN PASIEN Pelaksanaan pengkajian pasien meliputi : 1.



Pengkajian Medis a. Pengkajian awal medis pasien IGD b. Pengkajian awal medis rawat jalan c. Pengkajian awal medis rawat inap d. Pengkajian ulang medis rawat jalan e. Pengkajian ulang medis rawat inap



2.



Pengkajian Keperawatan a. Pengkajian awal keperawatan pasien IGD b. Pengkajian awal keperawatan rawat inap c. Pengkajian awal keperawatan rawat jalan d. Pengkajian ulang keperawatan rawat inap e. Pengkajian ulang keperawatan rawat jalan Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan adalah



pengkajian pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis pasien. Khusus pasien rawat inap, pengkajian pasien terkait status kesehatan, intervensi, kebutuhan keperawatan, dan gizi. Untuk dapat berhasil memberikan terapi /asuhan yang berorientasi kepada pasien, dalam prakteknya,dokter, perawat dan dietisien harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melakukan pengkajia pasien. Pengkajian pasien diperoleh dari pasien dan sumber-sumber lain (misalnya: profil terapi obat, rekam medis, dan lain-lain). Pengkajain pasiendibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan terkait: a. status kesehatan pasien; b. kebutuhan dan permasalahan keperawatan; c. intervensi



guna



memecahkan



permasalahan



kesehatan



yang



sudah



teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul dimasa mendatang; d. tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan pasien terpenuhi. Proses asuhan kepada pasien saling berhubungan/ terjadi kolaborasi antara dokter, perawat dan gizi. Sulit untuk dimengerti bahwa dokter dapat menyembuhkan pasien tanpa bantuan asuhan keperawatan dan terapi gizi.



4



PENGKAJIANPASIE NN



PENGKAJIAN KEPERAWATAN



PENGKAJIAN MMMMMMMEM EDIS



PENGKAJIAN GIZI



RENCANA TERAPI BERSAMA



MENGEMBANGKAN RENCANA ASUHAN



MELAKUKAN EVALUASI



MELAKUKAN PENGKAJIAN ULANG BILA TERJADI PERUBAHAN SIGNIFIKAN TERHADAP KONDISI KLINIS



Dalam pengkajian pasien dan keluarga harus diikut sertakan dalam seluruhproses agar asuhan kepada pasian menjadi optimal.Pada saat evaluasi, bila terjadi perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera dilakukan pengkajian ulang. Bagian akhir dari pengkajian adalah melakukan evaluasi,umumnya disebut monitoring yang menjelaskan faktor-faktor yang akan menentukan pencapaian hasil-hasil nyata yang diharapkan pasien.



5



II. JENIS – JENIS PENGKAJIAN PASIEN PENGKAJIAN AWAL RAWAT JALAN Pengkajian pasien rawat jalan ada dua diantaranya : 1. Pengkajian Awal Medis Rawat Jalan. Dilakukan oleh dokter spesialis di unit rawat jalan Rumah Sakit TK.III dr. Reksodiwiryo atau dokter IGD jika diluar jadwal operasional unit rawat jalan Rumah Sakit TK.III dr. Reksodiwiryo, dan dibubuhi paraf dan nama dokter pemeriksa. Pengkajian medis rawat jalan didokumentasikan di rekam medis sesuai ketentuan / kebijakan rekam medis dengan keterangan yang jelas mengenai waktu pemeriksaan (tanggal dan jam), hasil anamnesis, keluhan utama,riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga dan pemeriksaan fisik yang relevan untuk menentukan diagnosis dan terapi yang akan diberikan 2. Pengkajian Awal Keperawatan Rawat Jalan. Dikerjakan oleh perawat poliklinik dan dibubuhi nama dan tanda tangan perawat pemeriksa. Pengkajian awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru dan pasien yang sudah satu tahun tidak berobat ke Rumah Sakit TK.III dr. Reksodiwiryo 3. Pengkajian



awal



rawat



jalan



oleh



dokter



yg



kompeten



kredensial,RKK,SPK,STR. Isi Mininal Pengkajian Awal Pasien Rawat Jalan 



Keluhan utama







Status fisik







Psiko-sosio-spritual







Ekonomi







Riwayat kesehatan pasien







Riwayat alergi







Pengkajian nyeri







Resiko jatuh







Pengkajian fungsional







Risiko nutrisional







Kebutuhan endukasi







Perencanaan pemulangan pasien (discharge planning)



yg



memiliki



6



A. PENGKAJIAN RAWAT INAP Pengkajin pasien rawat inap ada dua diantaranya 1. Pengkajian awal medis pasien rawat inap dilakukan oleh dokter ruangan (Ward doctors) sesaat setelah pasien masuk ke ruang rawat inap kalau pasien masuk dari IGD. Hasil Pengkajian di dokumentasikan di Formulir Anamnesis, pemeriksaan fisik dan dilaporkan ke DPJP. Pengkajian medis rawat inap kalau pasien nya di poliklinik dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) pada saat pendaftaran (saat pasien masuk ruang perawatan) a. Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan pengkajian dokter yang akan merawat, maka jika pasien dilakukan pengkajian kurang dari 24 jam, pasien dalam keadaan tanpa kegawatdaruratan medis dapat langsung menjalani proses admission, sedangkan jika pasien dengan pengkajian lebih dari 24 jam sebelum pasien tiba di Rumah Sakit TK.III dr. Reksodiwiryo, maka pasien harus menjalani pengkajian ulang di IGD Rumah Sakit TK.III dr. Reksodiwiryo memastikan bahwa diagnosis masih tetap dan tidak ada kegawatan lain sebelum pasien masuk ke ruang rawat inap. b.



Pengkajian medis rawat inap didokumentasikan di rekam medis sesuai ketentuan / kebijakan rekam medis, dan minimal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik (dan penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi.



2. Pengkajian awal medis keperawatan rawat inap. Pengkajian keperawatan dilakukan oleh perawat yang memiliki SIP. Pengkajian awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam formulir asuhan keperawatan secara lengkap, sesuai formulir pengkajian awal keperawatan rawat inap dan dilakukan maksimal 24 jam sejak pasien masuk di ruang rawat inap 3. Pengkajian awal rawat inap di isi oleh DPJP yg kompeten yg memiliki kredensial,RKK,SPK,STR. Isi Mininal Pengkajian Awal Pasien Rawat Inap 



keluhan utama 



Status fisik







Psiko-sosio-spritual







Ekonomi







Riwayat kesehatan pasien







Riwayat alergi



7







Pengkajian nyeri







Resiko jatuh







Pengkajian fungsional







Risiko nutrisional







Kebutuhan endukasi







Perencanaan pemulangan pasien (discharge planning)



B. PENGKAJIAN ULANG 1. Pengkajian ulang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap pengobatan dan penanganan yang diberikan. 2. Interval waktu pengkajian ulang dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya pada pasien gawat, pengkajian ulang yang bertujuan melihat respon terapi dilakukan dalam hitungan menit, sedangkan pengkajian lain dapat dalam hitungan hari (misal melihat respon dari antibiotik), hal ini ditetapkan dalam standar profesi medis dan standar profesi keperawatan di Rumah Sakit TK.III dr. Reksodiwiryo 3. Pengkajian ulang dibuat didalam catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT). Pelayanan yang terintegrasi adalah suatu kegiatan tim yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, nutrisionis, dan farmasi dalam melaksanakan asuhan yang terintegrasi dalam satu lokasi rekam medis, yang dilaksanakan secara kolaborasi dari masing – masing profesi. Penulisan pengkajian harus jelas tanggal dan jam dilakukan pengkajian dan tertulis / terdokumentasikan di rekam medis secara kronologis waktu. C. PENGKAJIAN GAWAT DARURAT Pengkajian gawat darurat merupakan pelayanan dilakukan oleh dokter dan perawat yang dapat memberikan tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu.Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan seharihari maupun dalam keadaan bencana. Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka diperlukan peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan ditempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit, maupun di rumah sakit.



8



Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Instalasi Gawat Darurat perlu dibuat standar pengkajian pasien atau pengkajian yang merupakan pedoman bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan pelayanan yang diberikan ke pasien pada umumnya. D. PENGKAJIAN AWAL UNTUK POPULASI KHUSUS Setiap pasien dari kelompok populasi tertentu atau berkebutuhan khusus yang di lakukan pengkajian awal oleh unit terkait, baik Rawat Jalan maupun Rawat inap. Pengkajian awal dari tipe-tipe pasien atau populasi pasien tertentu memerlukan modifikasi proses pengkajian.



Modifikasi ini didasarkan atas karakteristik yang unik atau



menentukan setiap populasi pasien. Setiap rumah sakit mengidentifikan kelompok paien khusus dan memodifikasi proses pengkajian untuk memenuhi kebutuhan khusus ini. Secara khuus, apabila rumah sakit, melayani satu atau lebih pasien atau populasi dengan kebutuhan khusu seperti daftar dibawah ini, maka rumah sakit melakukan pengkajian individual untuk : -



Neonatus



-



Anak



-



Obsteri/maternal



-



Geriatri



-



Pasien dengan kebutuhan untuk P3 (Perencanaan Pemulangan Pasien)



-



Sakit terminal /menghadapi kematian



-



Pasien dengan rasa sakit kronis atau nyeri (intense)



-



Korban kekerasan atau kesewenangan



Pengkajian pasien yang diduga ketergantungan obat atau alkohol dan pengkajian pasien korban kekerasan dan terlantar , dipengaruhi oleh budaya dari populasi dimana pasien berada. Pengkajian disini tidak dimaksudkan untuk menemuan kasus secara proaktif. Tetapi pengkajian pasien tersebut merupakan respon terhadap kebutuhan dan kondisi yang dapat diterima oleh budaya dan diperlukan konfidensial. Proses pengkajian dimodifikasi agar konsisten dengan undang – undang dan peraturan dan standar profesi terkait dengan populasi dan situasi demikian dengan melibatkan keluarga bila perlu. F. SKRINING & PENGKAJIAN NUTRISI 1. Pengkajian Awal Nutrisi a) Pasien diskrining untuk resiko nutrisional sebagai bagian dari pengkajian awal b) Staf yang berkompeten mengembangkan kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan pengkajian nutrisional lebih lanjut



9



c) Pasien dengan resiko masalah nutrisional menurut kriteria akan mendapatkan pengkajian gizi 2. Pengkajian Lanjut Nutrisi a) Staf berkualifikasi memadai mengembangkan kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan pengkajian nutrisional lebih lanjut b) Pasien disaring untuk resiko gizi sebagai bagian dari pengkajian awal c) Pasien dengan resiko masalah gizi menurut kriteria akan mendapatkan pengkajian gizi d) Staf berkualifikasi memadai mengembangkan kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan pengkajian fungsional lebih lanjut e) Pasien disaring untuk menilai kebutuhan pengkajian fungsional lebih lanjut sebagai bagian dari pengkajian awal f) Pasien yang memerlukan pengkajian fungsional sesuai kriteria 3. Skrining Gizi Kegiatan mengumpulkan dan mengkaji data terkait gizi yang relevan untuk mengidentifikasi masalah gizi pada pasien dan penyebabnya, menentukan diagnosa masalah gizi, melakukan intervensi gizi, merencanakan monitoring dan evaluasi asuhan gizi. a) Data yang dikumpulkan meliputi: - Data antropometri untuk menentukan status gizi: BB,TB,bila pasien tidak dapat ditimbang diukur Lila dan tinggi lutut. Kemudian penentuan status gizi berdasarkan IMT atau Lila. - Data riwayat gizi : pola makan, asupan zat gizi sehari, kecukupan zat gizi dibanding kebutuhan. - Data laboratorium yang terkait gizi : Albumin, Hb, gula darah, ureum, kreatinin. - Data klinis/fisik yang berhubungan dengan defisiensi gizi : kondisi kulit, mata, rambut, kehilangan masa otot, kehilangan lemak. b) Riwayat personal : diagnosis medis, tingkat sosial ekonomi, aktifitas fisik. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien rawat inap perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang dimiliki pasien sebagai bagian dari pengkajian. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) Proses asuhan gizi terstandar dilakukan pada pasien yang beresiko kurang gizi, sudah mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus penyakit tertentu.



10



Langkah PAGT terdiri dari : a. Pengkajian atau pengkajian gizi Pengkajian gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu : - Anamnesis riwayat gizi adalah Data meliputi asupan makanan termasuk komposisi pola makan, diet saat ini dan data lain terkait. - Biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi - Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu, dilakukan dengan berbagai cara antara lain pengukuran TB, BB, Lila. - Pemeriksaan fisik atau klinis dilakukan untuk mendeteksi adanya kelaianan klinis yang berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi. - Riwayat personal : Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obatobatan atau suplemen yang sering dikonsumsi, sosial budaya, riwayat penyakit dan data umum pasien. b. Diagnosis Gizi Pada langkah ini dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan kemungkinan penyebabnya. Diagnosi Gizi dikelompokkan menjadi 3 domain : -



Domain asupan adalah masalah aktual yang berhubungan dengan asupan energi, zat gizi, cairan, substansi bioaktif dari makanan baik melalui oral maupun parenteral dan enteral.



-



Domain klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi medis atau fisik atau fungsi organ.



-



Domain perilaku/lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan dengan pengetahuan, perilaku/kepercayaan, lingkungan fisik dan akses dan keamanan makanan.



c. Intervensi Gizi Terdapat 2 komponen intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan implementasi. - Perencanaan intervensi Intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan. Perencanaan intervensi meliputi: Penetapan tujuan intervensi, preskripsi diet, jenis diet, modifikasi diet, jadwal pemberian diet, jalur makanan. -



Implementasi intervesi



11



Adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietisien melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terkait. d. Monitoring dan Evaluasi Gizi Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui respon pasien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Langkah kegiatan monitoring dan kegiatan evaluasi gizi yaitu -



Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi pasien yang bertujuan untukmelihat hasil yang terjadi sesuai yang diharapkan oleh pasien maupun team. Kegiatan yang berkaitan dengan monitor perkembangan antara lain : Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien, mengecek asupan makan pasien, menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana atau perskripsi diet, menentukan apakah status gizi pasien tetap atau berubah,



mengidentifikasi



hasil



lain



baik



yang



positif



maupun



negatif,



mengumpulkan informasi yang menunjukan alasan tidak adanya perkembangan dari kondisi pasien. -



Mengukur hasil adalah mengukur perkembangan atau perubahan yang terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus diukur berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosis gizi.



-



Evaluasi hasil Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan di atas akan didapatkan 4 jenis hasil, yaitu : a. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman, perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi. b. Dampak asupan makan=nan dan at gizi merupakan asupan makanan dan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen, dan melalui rute enteral maupun parenteral. c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia dan parameter pemeriksaan fisik/klinis. d. Dampak terhadap pasien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada kualitas hidupnya.



-



Pencatatan Pelaporan Pencatatan



dan



pelaporan



kegiatan



asuahan



gizi



merupakann



bentuk



pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan dan komunikasi Assesment



12



Diagnosis Intervensi Monitoring & Evaluasi (ADIME). Format ADIME merupakan model yang sesuai dengan langkah PAGT.



G. PENGKAJIAN FUNGSIONAL/Barthel Index Informasi yang didapat pada pengkajian awal melalui penerapan kriteria skrining/pe nyaringan dapat memberi indikasi bahwa pasien membutuhkan pengkajian lebih lanjut ata u lebih mendalam tentang status fungsional. Pengkajian lebih mendalam ini mungkin penti ng untuk menidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi medis atau pel ayanan lain terkait dengan kemampuan fungsi yang independen atau pada kondisi pontensial yang terbaik. Pengkajian tingkat kemandirian pasien dilakukan dengan menggunakan skala Barthel Index, yang merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien – pasien yang mengalami gangguan keseimbangan. Untuk itu dikembangkan suatu instrument skrining untuk status fungsional pasien. Status fungsional adalah pengkajian terhadap kemampuan pasien untuk melakukan aktivit as sehari-hari. Perawat menilai status fungsional pasien meliputi : 1. Mengendalikan rangsang defekasi (BAB) 2. Mengendalikan rangsang berkemih (BAK) 3. Membersihkan diri ( cuci muka, sisir rambut, sikat gigi) 4. Penggunaan jamban, masuk dan keluar ( melepaskan, memakai celana, membersihkan ,menyiram) 5. Makan 6. Berubah posisi dari berbaring keduduk 7. Berpindah/berjalan 8. Memakai baju 9. Naik turun tangga 10. Mandi Perawat menjumlahkan skor yang ada dengan kategori skor: 1. 20



: mandiri



2. 12-19



: ketergantungan ringan



13



3. 9-11



: ketergantungan sedang



4. 5-8



: ketergantungan berat



5. 0-4



: ketergantungan total



H. PENGKAJIAN RESIKO JATUH / FALL RISK ASSESMENT Resiko pasien jatuh terutama dapat terjadi pada pasien yang dirawat di ruangan: 1. Rawat Inap 2. HCU 3. Dll Semua petugas yang bekerja di rumah sakit harus memahami bahwa semua pasien yang dirawat inap memiliki resiko untuk jatuh, dan semua petugas tersebut memiliki peran untuk mencegah pasien jatuh 1. Pengkajian



resiko



jatuh



didokumentasikan



di



formulir



pengkajian



awal



keperawatan 2. Pengkajian resiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke rumah sakit di unit rawat inap, unit gawat darurat dan unit-unit ambulatory lainnya. 3. Pengkajian ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat resiko jatuh dari pasien. 4. Pengkajian resiko jatuh diulang bila : a. Pasien jatuh b. Pasien menerima obat yang meningkatkan resiko jatuh (termasuk pasien post operatif maupun tindakan lainnya) c. Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab seluruh petugas di rumah sakit. Dalam rangka menurunkan resiko cedera akibat jatuh pada pasien, petugas akan menilai dan melakukan penilaian ulang terhadap kategori risiko jatuh pasien, serta bekerjasama dalam memberikan intervensi pencegahan jatuh sesuai prosedur. Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seseorang mengalami jatuh dengan atu tanpa disaksikan oleh orang lain, tidak disengaja/ tidak direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpamencederai dirinya. Penyebab jatuh dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau lingkungan (lantai yang licin). Resiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat cidera. Faktor resiko jatuh dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori: 1. Intrinsik: berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi psikologis 2. Ekstrinsik: berhubungan dengan lingkungan



14



Selain itu, faktor resiko juga dapat dikelompokkan menjadi kategori dapat diperkirakan (anticipated) dan tidak dapat diperkirakan (unanticipated). Faktor resiko yang dapat diperkirakan merupakan hal-hal yang diperkirakan dapat terjadi sebelum pasien jatuh. Intrinsik



(berhubungan Ekstrinsik



(berhubungan



dengan kondisi pasien)



dengan lingkungan)



Dapat



 Riwayat jatuh sebelumnya



 Lantai



diperkirakan



 Inkontinensia



berantakan,



 Gangguan kognitif/psikologis



kurang, kabel longgar/lepas



basah/silau,



ruang



pencahayaan



 Alas kaki tidak pas



 Gangguan keseimbangan/mobilitas



 Dudukan toilet yang rendah  Kursi



 Usia > 65 tahun



atau



tempat



tidur



beroda



 Osteoporosis



 Status kesehatan yang buruk  Rawat inap berkepanjangan  Gangguan moskuloskeletal



 Peralatan yang tidak aman  Peralatan rusak  Tempat



tidur



ditinggalkan



dalam posisi tinggi Tidak



dapat  Kejang



diperkirakan



 Reaksi atau



Iskemik



terhadap



obat-obatan



 Aritmia jantung  Stroke



individu



Serangan Sementara



(Transient Ischaemic AttackTIA)  Pingsan  ‘Serangan



jatuh’



(Drop



Attack)  Penyakit kronis Tujuan Pencegahan Jatuh Sebagai suatu proses untuk mencegah kejadian jatuh pada pasien, dengan cara: 1. Mengidentifikasi pasien yang memiliki resiko tinggi jatuh dengan menggunakan “Pengkajian Resiko Jatuh”. 2. Melakukan pengkajian ulang pada semua pasien(setiap hari)



15



3. Melakukan pengkajian yang berkesinambungan terhadap pasien yang berisiko jatuh dengan menggunakan “Pengkajian Resiko Jatuh Harian” 4. Menetapkan



standar pencegahan



dan



penanganan



resiko



jatuh



secara



komprehensif I. SKRINING & PENGKAJAIN NYERI 1. Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat.yang hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup pola pikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiological. 2. Skrining nyeri adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan menggunakan suatu cara tertentu sehingga bisa dilakukan penilaian terhadap rasa nyeri yang dirasakan. 3. Klasifikasi Nyeri a. Menurut Tempat 1) Periferal Pain  Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)  Deep Pain (Nyeri Dalam)  Reffered Pain (Nyeri Alihan) Nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya. 2) Central Pain Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak, dll. 3) Psychogenic Pain Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis. 4) Phantom Pain Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat. 5) Radiating Pain Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.



16



b. Menurut Sifat 1) Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang 2) Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama 3) Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya menetal 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali. 4) Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan. c. Menurut Berat Ringannya 1) Nyeri ringan : dalam intensitas rendah 2) Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis 3) Nyeri Berat



: dalam intensitas tinggiNyeri Akut



4) Nyeri Akut Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut baisanya menunjukkan gejala-gejala antara lain: perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, dan pallor Nyeri Kronis Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.



J. PENGKAJIAN & PENANGANAN PASIEN DENGAN KONDISI TERMINAL Pengkajian dan pengkajian ulang perlu dilaksanakan secara inividual untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga pasien, apabila pasien mendekati kematian. Pengkajian dan pengkajian ulang sesuai kondisi pasien harus mengevaluasi 1. Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernafasan 2. Faktor-fakor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik 3. Manajemen saat ini dan hasil respon pasien 4. Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok agama 5. Urusan dan kebutuhan spritual pasien dan keluarga seperti putus asa, penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan



17



6. Status psikologis sosial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga, lingkungan rumah yg memadai, apabila diperlukan perawatan dirumah,cara mengatasi dan reaksi pasien dan keluarga atau penyakit pasien 7. Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respile services) bagi pasien, keluarga dan pemberi pelayanan lain 8. Kebutuhan akan alternatif atau tinggat pelayanan lain 9. Faktor resiko yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi, reaksi, psikologis atau kesedihan Identifikasi pasien dengan kondisi terminal (sesuai dengan kebijakan



Karumkit



tentang pasien terminal. Identifikasi dilakukan diseluruh unit, baik oleh dokter maupun oleh perawat. Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus pengkajian mengenai kebutuhan unik dari pasien maupun keluarga dengan mengkaji : 1.



Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan waktu yang sesuaiuntuk menyampaikan berita buruk.



2.



Setelah



pasien



mengetahui



kondisinya,



perlu



ditawarkan



suatu



bentuk



pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui fase denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat dilakukan dalam outpatient / inpatient setting. 3.



Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di mana, serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced directives) yang terkait dengan penanganan pasien.



4.



Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, maka langkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.



5.



Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dan dapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien / keluarga dapat juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri dengan menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient)



6.



Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagi pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.



7.



Ke-adekuatan(adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama obat nyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada pasien terminal.



18



BAB III TATA LAKSANA 1. PENGKAJIAN RAWAT JALAN MEDIS 1. DPJP secara menyeluruh dan sistematik mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dengan melakukan anamnesis : Keluhan utama, Riwayat penyakit sekarang, Riwayat penyakit dahulu: DM, HT, Jantung, paru, dll, Riwayat penyakit dalam keluarga (Kolom Allo anamnesa langsung tanya sama keluarga pasien dan di isi dalam kolom riwayat penyakit sekarang,riwayat penyakit dahulu,riwayat dalam keluarga) 2. DPJP melakukan pemeriksaan fisik (Kepala, Mata, THT Leher, Mulut, Jantung dan pembuluh darah, Thoraks, paru-paru, payudara, Abdomen, Kulit dan sistem limfatik, Tulang belakang dan anggota tubuh, Sistem saraf, Genitalia, anus dan rectum) 3. DPJP melakukan pemeriksaan penunjang dan menentukan



diagnosis,diagnosa



banding, pengobatan, tindakan 4. Kemudian DPJP menetukan terapi/rencana asuhan, sasaran yang kan dicapai dan rencana pemulangan pasien (discharge planning). 5. Untuk pasien yang membutuhkan pelayanan berbeda (misal pasien yang membutuhkan pelayanan lebih dari satu spesialis) maka tiap-tiap disiplin klinis yang memberikan pelayanan lanjut pada pasien melakukan pengkajian awal masing– masing sesuai dengan bidangnya. 6. Semua hasil temuan dari hasil pengkajian termasuk apabila ada observasi klinis, konsultasi, spesialistik dan hasil pengobatan, didokumentasikan pada rekam medis, dicantumkan tanggal dan waktu pemeriksaan serta ditandatangani oleh dokter pemeriksa 7. Dalam



pengkajian awal medis rawat jalan, dokter menetapkan apakah pasien



membutuhkan perawatan (rawat inap), dirujuk atau dapat dipulangkan 8. Kerangka waktu untuk melakukan pengkajian awal medis rawat jalan antara 15 s/d 30 menit, apabila diperlukan pemeriksaan penunjang ataupun konsultasi spsialistik maka pengkajian dapat dilakukan dalam waktu 2 jam



19



9. Dalam kelengkapan pengisian rekam medis kalau diagnosis banding tidak ada maka diisi dengan kata “TIDAK ADA” tidak boleh kosong, maka kelengkapan pengisian rekam medis dinyatakan lengkap.



KEPERAWATAN 1. Perawat melakukan anamnesa pada pasien untuk dilakukan pemeriksaan secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah keperawatan pada pasien, antara lain: Keluhan utama, Riwayat alergi ( ya, tidak, penyebab dan reaksi), Riwayat kesehatan, 2. Kemudian perawat melakukan skrining nyeri, status Psikososial dan Spiritual, mental, sosial, ekonomi, kultural, bio, dan skrining resiko jatuh, status fungsional (barthel indeks), skrining nutrisi, kebutuhan edukasi, skrining perencanaan pemulangan pasien dan pemeriksaan fisik. 3. Pengkajian awal keperawatan rawat jalan dilakukan dalam waktu 15 – 30 menit. Apabila jumlah pasien yang berobat ke poliklinik dalam jumlah banyak, maka pengkajian awal disesuaikan dengan waktu kedatangan pasien dan kondisi kegawatdaruratan pasien. 4. Penyakit kronis dilakukan pengkajian awal kembali kalau sudah lebih dari 3 bulan Dan penyakit akut dilakukan pengkajian awal kembali kurang dari 30 hari 5. Pengkajian awal keperawatan dilakukan oleh perawat di unit kerjanya masing– masing sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya yang ditetapkan secara tertulis 6. Semua hasil temuan dari hasil pengkajian didokumentasikan pada rekam medis, dicantumkan



tanggal dan waktu pemeriksaa serta nama dan ditandatangani



perawat dan verifikasi oleh DPJP 2. PENGKAJIAN RAWAT INAP MEDIS 1.



Dokter menganamnesa keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit pasien



2.



Anamnesis meliputi : identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dalam keluarga



3.



Selanjutnya dokter melaksanakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan Kemudian



dokter



menetapkan



diagnosis,



diagnosis



banding,



penunjang pengobatan,



tindakan, terapi/ rencana asuhan, sasaran yang akan dicapai dan perencanaan pemulangan pasien (discharge planning )



20



4.



Kerangka waktu pengkajian awal pasien rawat inap dilakukan dalam waktu 1 x 24 jam setelah pasien masuk rawat inap atau kurang dari 1 x 24 jam sesuai kondisi pasien.



5.



Pengkajian awal medis dilakukan diruangan jika pasien masuk dari poliklinik lebih dari 24 jam dan tidak ada kegawatan, sedangkan pasien yang masuk dari poliklinik kurang dari 24 jam tampa kegawatadaruratan maka pengkajian awal medis dilakukan dipoliklinik.



6.



Pada hari libur pengkajian awal medis pasien rawat inap dapat dilakukan oleh dokter ruangan. Pada kondisi tertentu yang perlu penanganan segera maka dokter ruangan melaporkan/ mengkonsultasikan kepada DPJP atau konsultasi spesialistik sesuai kebutuhan pasien untuk pengobatan dan tindakan lebih lanjut



7.



Kemudian DPJP harus membuat nama dan tanda tangan,dan mengisi tanggal dan jam.



KEPERAWATAN 1.



Perawat melakukan anamnesis meliputi : keluhan utama, riwayat alergi, riwayat kesehatan



2.



Selanjutnya perawat melaksanakan skrining nyeri, riwayat status psikososial, status mental, sosial, ekonomi (pekerjaan), kultural, bio, status spiritual dan beri tanda (√) pada kolom yang tersedia



3.



Selanjutnya perawat melakukan skrining resiko jatuh, status fungsional, skrining status nutrisi (malnutrisi screening tool-MUST), kebutuhan edukasi, skrining perencanaan pemulangan pasien dan pemeriksaan fisik dan beri tanda (√) pada kolom yang tersedia



4.



Kerangka waktu pengkajian awal keperawatan rawat inap dilakukan dalam waktu 1 x 24 jam



8.



Pengkajian awal keperawatan dilakukan oleh perawat kompeten di unit kerjanya masing–masing sesuai dengan tanggung jawabnya yang ditetapkan secara tertulis



9.



Semua hasil pengkajian awal keperawatan didokumentasikan dalam rekam medis (form pengkajian awal disertai waktu, tanggal pemeriksaan nama dan tanda tanggal /paraf perawat serta tanda tangan verifikasi DPJP



21



3. PENGKAJIAN ULANG 1. PPA berwenang untuk melakukan pengkajian ulang adalah PPA berkompeten yang memiliki STR, SIP,RKK, 2. Kolom 1 (Tgl / jam) : diisi dengan tanggal dan jam pencatatan dilakukan 3. Kolom 2 (Profesi / bagian) : diisi dengan jenis profesi atau bagian petugas yang melakukan pencatatan dalam formulir. Contoh : Dokter DPJP, Perawat, Ahli Gizi, farmasi,bidan. 4. Kolom 3 diisi anamnese pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang diagnosa, dan planning ( terapi atau instruksi ). 5. Format pengkajian ulang meliputi SOAP yang ditulis oleh PPA (Dokter, perawat, bidan, nutrisionis, dan farmasi) yang memiliki STR, SIP,RKK, S (Subjective) merupakan keluhan pasien. Ditulis di rekam medis keluhan yang relevan dengan terapi yang diberikan, serta sebisa mungkin guna kepentingan evaluasi terapi harus menunjukkan kuantifikasi (misalkan skala nyeri, mual sampai tidak bisa makan, atau bisa makan tapi sedikit) O (Objective) merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis. Ditulis di rekam medis hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan dalam diagnosis dan terapi yang diberikan saja. A (Assesment) merupakan kesimpulan Asesmen/ Pengkajian. Dituliskan di rekam medis hanya kesimpulan pengkajian yang relevan dengan rencana perubahan terapi (penambahan maupun pengurangan) atau yang merupakan tindak lanjut dari pengkajian sebelumnya termasuk perubahan diagnosis harus dituliskan. P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan. Dituliskan di rekam medis secara lengkap setiap perubahan terapi/ penanganan. Termasuk penambahan obat, pengurangan obat, perubahan dosis obat, perubahan diit, konsultasi dengan spesialisasi lain, rencana pemulangan, edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga yang akan dilakukan. komponen-komponen SOAP di atas harus dituliskan guna menjamin kontinuitas penanganan, sekaligus justifikasi dari terapi yang diberikan sehingga



22



pada proses audit informasi yang diberikan lengkap, sekaligus memenuhi aspek hukum.



Untuk ahli gizi menggunakan format ADIME, saat mau melakukan konsul gizi kepada pasien. A (Assasment)



: Diisi dengan diagnosa keperawatan data pengkajian yang



telah dilakukan D



(Diagnosa)



: Diisi dengan diagnosa medis yang sudah di tentukan oleh



dokter DPJP. I



(intervensi)



M (Monitoring)



: Diisi dengan tujuan yang harus tercapai. : Diisi dengan catatan perkembangan pasien setelah dilakukan



konsul gizi. E (Evaluasi) : Diisi dengan catatan evaluasi setelah melakukan tindakan 6. Kolom 4 diisi dengan intruksi PPA termasuk pasca bedah dalam waktu 24 jam 7. Pada kolom ke 5 di review dan diverifikasi oleh DPJP per harinya. Seluruh kegiatan pemeriksaan, analisa dan rencana penatalaksanaan dan perawatan pasien dicatat pada form CPPT dan dibaca serta diverifikasi oleh DPJP utama dengan membubuhkan stempel nama tanda tangan, tanggal dan jam ( maksimal dalam waktu 1 x 24 jam ). 8. Bila Perawat melakukan pelaporan melalui telepon dengan cara SBAR kepada petugas kesehatan lain dan petugas lain tersebut memberikan instruksi atau terapi tambahan maka Perawat akan menuliskan instruksi atau terapi tambahan kemudian menuliskan penerima berita atau pengirim berita. Perawat sebagai penerima berita menuliskan nama jelas dan tanda tangan di dalam kotak cap readback, kemudian di lain waktu pengirim berita akan menandatangan dan menuliskan nama jelasnya sebagai tanda persetujuan berita atau terapi yang telah di sampaikan. 9. Dokter DPJP utama melakukan verifikasi pada keesokan harinya 1 hari setelah pasien di rawat inap. 10. Dokter mengisi cppt dengan menggunakan pena tinta hitam, sedangkan tenaga medis lainnya menggunakan pena tinta biru. 11. Apabila DPJP berhalangan untuk melakukan pengkajian ulang medis sesuai dengan kerangka waktu yang ditentukan, maka dapat didelegasikan kepada



23



sesama dokter spesialis yang ada dibagiannya atau dokter ruangan yang sudah diatur sesuai dengan surat perintah ka rumkit. 12. Dalam hal melakukan pengkajian ulang medis yang didelegasikan kepadanya, dokter ruangan maupun dokter jaga ruangan harus melaporkan hasil pengkajian pasien kepada DPJP untuk diberikan penatalaksanaan selanjutnya oleh DPJP 13. Pengkajian ulang medis dilakukan setiap hari pada : 



Kasus - kasus yang mengancam jiwa (life saving) dan yang menimbulkan kerusakan organ.







Fase akut dari perawatan dan pengobatannya



14. Pengkajian ulang pasien rawat inap pada hari akhir minggu/ libur untuk kasus – kasus non akut yang tidak mengancam jiwa (life saving) atau pada pasien yang sudah dalam kondisi perbaikan dapat dilakukan oleh dokter ruangan. 15. Pengkajian ulang pada pasien non akut DPJP dapat melakukan pengkajian ulang sekurang – kurang nya 2 (dua) hari sekali 16. Pengkajian ulang medis dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) apabila pasien mungkin menjalani banyak jenis pengkajian oleh berbagai unit kerja dan pelayanan, maka staf yang bertanggung jawab atas pasien bekerjasama menganalisis temuan pada pengkajian dan mengkombinasi informasi dalam suatu gambaran komprehensif dari kondisi pasien 17. Perencanaan dalam asuhan dokter harus



mengisi perencanaan terapi dalam



bentuk instruksi 18. Pengkajian ulang keperawatan dilakukan oleh perawat di unit kerjanya masing– masing sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya yang ditetapkan secara tertulis 19. Pengkajian ulang keperawatan rawat inap dilakukan setiap hari oleh perawat dan diulang kembali pershift. Hasil pengkajian didokumentasikan dilembar integrasi, apabila ada hal-hal khusus misalnya perburukan, harus dilakukan pengkajian segera dan dilaporkan kepada dokter ruangan untuk tindakan lebih lanjut. 20.



Pengkajian



ulang



keperawatan



rawat



jalan



(pengisian



form



pengkajian



keperawatan) 



Untuk pasien baru : Dilakukan pengkajian kembali saat pasien sudah



1



tahun



tidak



berobat.Untuk



kontrol pertama kali dan yang kontrol



berikutnya,



pengkajian



keperawatan menilai keluhan pasien, tanda – tanda vital, tinggi badan dan berat badan. Hasil pengkajian didokumentasikan dilembar terintegrasi 



Untuk pasien lama / kronis



24



Pengkajian diperbaharui setelah 3 bulan 



Untuk pasien non kronis/akut Pengkajian diperbaharui setelah 1 bulan



21. Perawat memberikan pelayanan lain baik kepada pasien ataupun kepada keluarganya, diantaranya kebutuhan edukasi tentang:  Terdapat hambatan dalam pembelajaran, pendengaran, penglihatan, kognitif, fisik, budaya, agama, emosi, bahasa (butuh penerjemah atau tidak) 



Menjelaskan diagnosis dan manajemen penyakit







Obat – obatan







Diet nutrisi







Tindakan keperawatan







Rehabilitasi manajemen nyeri.



22. Dalam melakukan tindakan, perawat harus menjelaskan indikasi dilakukannya tindakan dan kemungkinan timbulnya efek samping (misalnya, pemasangan infus, NGT, penyuntikan, pemberian obat dan tindakan lainnya). 23. Perawat/bidan mengisi perencanaan asuhan berasal dari pengkajian yang direncanakan dalam asuhan perawatan mandiri ditambah dengan kolaborasi dan koordinasi. 24. Ahli gizi menyusun perencanaan dari hasil pengkajian dan instruksi medis tentang nilai gizi yang diberikan kepada pasien. 25. Farmasi menyusun perencanaan berdasarkan pengkajian dan instruksi medis dalam pemberian obat. 4. PENGKAJIAN GAWAT DARURAT MEDIS 1. Dokter melakukan triage terhadap pasien, triage meliputi data subjektif dan data obyectif ( airway, breathing, circulacion, disability) kemudian dokter menetapkan kategori triage ( kategori 1,2,3,4,5) criteria AUSTRALIAN TRIAGE SCALE AUSTRALIAN TRIAGE



ACUITY(WAKTU



BATAS



SCALE CATEGORY



MENUNGGU MAKSIMAL)



INDICATORPERFORMA



ATS 1



SEGERA



100%



ATS 2



10 MENIT



80%



ATS 3



30 MENIT



75%



25



ATS 4



60 MENIT



70%



ATS 5



120 MENIT



70%



2. Dokter melakukan data awal (tanggal, jam kedatangan, dan waktu pengkajian 3. Dokter melakukan anamnesa, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, tanda vital, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang 4. Selanjutnya dokter menentukan diagnosa, rencana kerja, terapi/ tindakan 5. Respon time untuk pengkajian awal medis IGD adalah 5 menit setelah pasien tiba di IGD dan apabila diperlukan pemeriksaan penunjang ataupun konsultasi spsialistik maka pengkajian dapat dilakukan dalam waktu 2 jam 6. Dan semua dari hasil pengkajian awal medis mencantumkan tanda tangan dan nama lengkap serta jam dan tanggal pemeriksaan 7. Dalam pengkajian



awal



medis



IGD,



dokter menetapkan



apakah



pasien



membutuhkan perawatan (rawat inap), dirujuk atau dapat dipulangkan KEPERAWATAN 1. Perawat anamnesa keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit pasien dapat diperoleh dari pasien dan keluarganya dengan menanyakan langsung kepada pasien atau kepada keluarga pasien 2. Anamnesis meliputi : identitas pasien, tangga dan waktu pemeriksaan, perawat pengkaji, keluhan utama, riwayat penyakit 3. Perawat melaksanakan pemeriksaan fisik, psikologis (depresi, ketakutan, agresif dan potensi menyakiti diri sendiri atau orang lain), status mental, social, spiritual, status gizi, nyeri, resiko jatuh, pemeriksaan penunjang, dengan cara ceklist (√) pada lembar pengkajian yang telah disediakan 4. Pengkajian IGD keperawatan dilakukan oleh perawat di unit kerjanya masing– masing sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya yang ditetapkan secara tertulis 5. Dan semua dari hasil pengkajian awal keperawatan mencantumkan tanggal pemeriksaan serta tanda tangan dan nama verifikasi dokter



jam dan



26



5. PENGKAJIAN AWAL UNTUKPOPULASI KHUSUS Ada pun tatalaksana dalam pengkajian pasien awal populasi khusus sebagai berikut: 1. Petugas memberikan salam, memperkenalkan diri (sebut nama). 2. Pengkajian dilakukan oleh dokter dan perawat secara berkolaborasi. 3. Dokter dan perawat masing-masing melakukan pengajain dengan isi minimal SOAP. a. Subjek yang terdiri dari anamnesa, riwayat penyakit dahulu dan sekarang, riwayat alergi. b. Objek yang terdiri dari pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital (termasuk nyeri) dan pemeriksaan penunjang. c. Asesmen : diagnosis yang didapatkan. d. Planning : terapi / tindakan yang akan diberikan. 4. Perawat dan dokter mengidentifikasi kondisi individual pasien apakah memerlukan modifikasi pengkajian tambahan yang khusus, diantaranya untuk pasien: a. Neonatus b. Anak c. Remaja d. geriatri e. obsetri/ginekologi f. pasien dengan kebutuhan untuk P3 (perencanaan pemulangan pasien) g. sakit terminal/menghadap kematian h. pasien dengan rasa sakit kronis atau nyeri(intensi) 5. Dokter penerima pasien melakukan konsulan kepada dokter terkait atas kondisi keterbatasan pasien. 6. Hasil konsulan ditindaklanjuti, dibuat rencana tindakan medis atau rencana tindakan keperawatan sesuai keterbatasan pasien. 7. Petugas memberitahukan hasil dari pengkajian tambahan kepada pasien. 8. Petugas mencatat di rekam medis. 6. SKRINING & PENGKAJIAN NUTRISI Terapi gizi meliputi beberapa langkah yaitu pengkajian, diagnosis, intervensi dan monitoring. Proses pengkajian didahului dengan proses skrining untuk mengidentifikasi pasien malnutrisi dan yang beresiko malnutrisi. Pengkajian gizi dilakukan untuk pasien malnutrisi ataupun yang beresiko malnutrisi sehingga dapat ditentukan masalah gizi yang mendasari dan dapat dilakukan intervensi yang sesuai dengan masalah gizi. Tujuan dan sasaran



27



Tujuan : 1. Tersedianya panduan bagi pelaksana pelayanan gizi klinik untuk menjalankan prosedur dalam pemberian gizi yaitu pengkajian gizi. 2. Tersedianya panduan untuk sosialisasi prosedur pengkajian kepada pelaksana pelayanan gizi. 3. Tersedianya acuan untuk menyusun kebijakan, pedoman, prosedur pengkajian gizi. Sasaran : 1. Dpjp 2. Perawat 3. Ahli gizi a. Pasien Rawat Inap Pasien baru rawat inap yang masuk melalui IGD diukur berat badan dan tinggi badannya atau bila tidak bisa ditimbang dilakukan pengukuran LILA untuk pasien anak-anak usia 0-14 tahun diukur berat badan dan panjang badan, skrining gizi dilakukan oleh perawat dirawat inap dalam waktu 24 jam setelah pasien dirawat dengan menggunakan Skrining Gizi Awal. Bila hasil skrining gizi menunjukan hasil pasien dengan resiko malnutrisi maka perawat ruangan menginformasikan ke bagian Gizi. Bagi pasien dengan status gizi baik dan pasien resiko malnutrisi ringan dan sedang, maka pengkajian gizi dilakukan oleh ahli gizi dan bila pasien malnutrisi berat maka pengkajian gizi dilakukan oleh Tim Terapi Gizi. Bagi pasien dengan status gizi baik evaluasi dapat dilakukan setelah 7 hari rawatan. Pasien dengan resiko malnutrisi sedang dan berat dimonitor dan dievaluasi setiap hari kemudian dilakukan pengkajian ulang setelah 3 hari Pasien dengan diagnosa khusus : Pasien yang dirawat di ICU/HCU, pasien dengan hemodialisa, pasien yang mendapat kemoterapi atau radiasi, pasien bedah digestif, PPOK, CKD, Diabetes, fraktur tulang panggul, sirosis hati, kanker, stroke, pneumonia berat, cedera kepala, transplantasi, luka bakar, usia lanjut, psikiatri, pasien dengan imunitas rendah, HIV/AIDS, obesitas dan penyakit kronis lainnya (Bila skor ≥ 2, dan atau pasien dengan diagnose/kondisi khusus dilakukan pengkajian lanjut oleh dietesien) b. PengkajianGizi Status nutrisi dengan menggunakan kriteria Malnutrition Universal Screening Tool yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menata laksana pasien dewasa yang mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas. Untuk pasien anak > 5 tahun menggunakan grafik CDC dan < 5 tahun dengan grafik Z – Score (WHO 2005). 1. Pengkajian Gizi Pasien Dewasa



28



Kelima langkah MUST adalah sebagai berikut : Berdasarkan metode MUST (usia >18 tahun ) Perawat melakukan skrining gizi dengan bertnya kepada pasien atau keluarga pasien sesuai dengan pertanyaan – pertanyaan untuk skrining gizi



2. Pengukuran alternative a. Jika tinggi badan tidak diukur, gunakan pengukuran panjang lengan bawah (ulna) untuk memperkirakan tinggi badan dengan menggunakan tabel di bawah ini. Pengukuran dimulai dari siku (olekranon) hingga titik tengah prosesus stiloideus (penonjolan tulang di pergelangan tangan), jika memungkinkan gunakanlah tangan kir. b. Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan atas (LLA)  Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90 terhadap siku, dengan lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulan bahu (akromion) dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya.  Perintah pasien untuk merealisasikan lengan atasnya, ukur lingkar lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel terlalu ketat c. Langkah 3: adanya efek / pengaruh dari penyakit yang diderita pasien, dan berikan skor (rentang antara 0-2). Sebagai contoh, jika pasien sedang mengalami penyakit akut dan sangat sedikit/tidak terdapat asupan makanan > 5 hari, diberikan skor 2. d. Langkah 4: tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1, 2, dan 3 untuk menilai adanya risiko malnutrisi:  Skor 0 = risiko rendah  Skor 1 = risiko sedang  Skor ≥ 2 = risiko tinggi e. Langkah 5: gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi keperawatan berikut ini :  Risiko rendah Perawatan rutin : ulangi skrining pada pasien dirumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan).



29



 Risiko sedang Observasi : catat asupan makanan selama 3 hari. Jika asupan adekuat, ulangi skrining : pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan). Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan dan peningkatan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi secara teratur.  Resiko tinggi Tatalaksana: rujuk ke ahli gizi, perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: pada pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan).  Untuk semua kategori Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan jenis makanan, catat kategori risiko malnutrisi, catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat. 3. Pengkajian Gizi Pasien Anak a. Pengkajian Gizi Pasien Anak > Lima Tahun Menggunakan grafik CDC dengan rumus : % IBW = (BB Aktual / BB Ideal) x 100 % klasifikasi % IBW :  Obesitas : > 120 % BB Ideal  Overweight: > 110 % - 120 % BB Ideal  Gizi Normal: 90 % - 110 % BB Ideal  Gizi Kurang: 70 % - 90 % BB Ideal  Gizi Buruk: < 70 % BB Ideal b. Pengkajian Gizi Pasien Anak < Lima Tahun dengan melihat grafik Z – Score WHO 2005 : BB / TB, BB / U. TB/U. Usia 0 – 2 tahun, laki-laki warna biru dan perempuan warna merah mudah. Usia 2 – 5 tahun laki-laki warna biru dan perempuan warna merah muda. Kriteria :  >3 SD : obesitas  2 SD – 3 SD: Gizi Lebih  2 SD – 2 SD: Gizi Baik  2 SD – 3 SD: Gizi Kurang  3 SD: Gizi buruk 7. PENGKAJIAN KEBUTUHAN FUNGSIONAL



30



Data gangguan fungsional barthel index dikaji pada saat masuk rumah sakit, 1 minggu setelah dirawat inap, 2 minggu setelah dirawat inap, dan saat menjelang pulang. perawat menilai status fungsional pasien meliputi :



NO



ITEM YANG



SKOR



DINILAI 1



Makan



0 : tidak mampu



(feeding)



1 : butuh bantuan dalam beberapa hal 2 : mandiri



2 3



Mandi



0 : ketergantungan orang lain



(bathing)



1 : mandiri



Perawatan



0 : membutuhkan bantuan orang lain



diri



1 : mandiri dalam perawatan muka, rambut,



(grooming) 4



gigi, dan bercukur



Berpakaian



0 : ketergantungan orang lain



(dressing)



1 :sebagian dibantu ( missal mengancing baju) 2 : mandiri



5



Buang kecil (bowel)



air 0 : inkontinensia / pakai kateter dan tidak terkontrol 1 : kadang inkontinesia( maks 1x24 jam) 2 : inkontinensia ( teratur untuk lebih dari 7 hari)



6



Buang besar (bladder)



air 0 : inkontinensia ( tidak teratur atau perlu enema) 1 : kadang inkontinensia (sekali seminggu) 2 : kontinensia (teratur)



7



Penggunaan 0 : tergantung bantuan orang lain toilet



1 : membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri 2 : mandiri



8



Transfer



0 : tidak mampu 1 : butuh bantuan untuk bisa duduk ( 2 orang)



SKOR



31



2 : bantuan kecil 3 : mandiri 9



Mobilitas



0 : immobile (tidak mampu) 1 : menggunakan kursi roda 3 : mandiri (meskipun menggunakan alat bantu seperti tongkat)



10



Naik



turun 0 : tidak mampu



tangga



1 : membutuhkan bantuan (alat bantu) 2 : mandiri



Perawat menjumlahkan skor yang ada dengan kategori skor: a. 20



: mandiri



b. 12-19



: ketergantungan ringan



c. 9-11



: ketergantungan sedang



d. 5-8



: ketergantungan berat



e. 0-4



: ketergantungan total



Informasi yang didapat pada pengkajian awal melalui penerapan kriteria skrining/penyaringan dapat memberi indikasi bahwa pasien membutuhkan pengkajian lebih lanjut atau lebih mendalam tentang status fungsional. Pengkajian ulang fungsional dikonsulkan ke rehabilitasi medic bila nilai skor 4 otot. Refleks



Segmen spinal



Biseps



C5



Brakioradialis



C6



Triseps



C7



Tendon Patella



L4



Hamstring medial



L5



Achilles



S1



3) Nilai adanya reflex Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan lesi upper motorneuron). Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan melakukan



38



tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi). g. Pemeriksaan khusus 1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi. 2) Kelima tanda ini adalah: a) Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik. b)



Gangguan sensorik atau motorik non-anatomi.



c) Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif). d) Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes/ pemeriksaan nyeri. e) Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda (distraksi). 4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG) a. Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasien. b. Mengidentifikasi area persarafan/cedera otot fokalataudifus yang terkena. c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau terapi obat. d. Membantu menegakkan diagnosis. e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respons terhadap terapi. f.



Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli-neuropati, radikulopati.



5. Pemeriksaan Sensorik Kuantitatif a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaran. b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum, tekanan c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas). d. Pemeriksaan sensasi persepsi. 1. Pengkajian Psikologi a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi. b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan c.



Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial



2. Masalah Keperawatan: 1. Nyeri akut 2. Nyeri kronis 3. Perencanaan (Intervensi Keperawatan) Mengacu kepada asuhan keperawatan pasien dengan nyeri akut atau nyeri kronis



39



10. PENGKAJIAN & PENANGANAN PASIEN DENGAN KONDISI TERMINAL Tata laksana kegiatan pelayanan pada tahap terminal 1. Memberikan informasi terhadap pasien ataupun keluarga pasien tentang penyakit yang diderita 2. Menjelaskan terhadap keluarga pasien akan prognosis terhadap penyakit yang dialami pasien 3. Memberikan pelayanan dengan bahasa yang baik dan dimengerti oleh pasien dan keluarga dengan menjaga perasaan pasien maupun keluarganya 4. Memberikan dukungan moril spiritual kepada pasien dan keluarga 5. Memberikan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukkan oleh pasien termina 11. PENYUSUNAN DAFTAR REKAM MEDIS PASIEN ADMISI 1. RM A - 1 lembar ringkasan masuk dan keluar 2. RM A – 2a,b,c persetujuan umum (general consent) 3. RM A – 3 data sosial pasien (NCR) 4. RM A – 4 surat masuk watnap (NCR) 5. RM A – 5 surat keterangan pengesahan dari ruangan (NCR) 6. RM A – 6 kwitansi IGD Poliklinik (NCR) 7. RM A – 7 kwitansi rawat inap (NCR) INTEGRASI 1. RM I – 1 catatan perkembangan pasien terintegrasi rawat inap 2. RM I – 2 catatan lengkap perintah lisan legal 3. RM I – 3 formulir edukasi terintegrasi pasien/ keluarga 4. RM I – 4 formulir komunikasi edukasi informasi 5. RM I - 5 formulir konsultasi antar bagian MEDIS 1. RM M – 1 pengkajian awal medis rawat inap 2. RM M – 2a,b pengkajian awal medis pra bedah



40



3. RM M – 3 pengkajian awal medis pra anastesi 4. RM M – 4 pengkajian awal medis obstetri & gynekologi kandunagan rajal 5. RM M – 5 pengkajian awal medis mata 6. RM M – 6 pengkajian awal medis tht 7. RM M – 7 pengkajian awal medis anak 8. RM M – 8 pengkajian awal medis neonatus 9. RM M – 9 pengkajian awal medis dialisis 10. RM M – 10 formulir pemberian informasi bedah 11. RM M – 11a,b formulir pemberian informasi tindakan anestesi 12. RMM – 12 laporan pembedahan 13. RM M – 13 laporan anastesi 14. RM M – 14 ringkasan medis rawat inap 15. RM M – 15 laporan kematian 16. RM M – 16 formulir pemberian informasi radiologi 17. RM M – 17 pengkajian medis neurologi KEPERAWATAN 1. RM P – 1 pengkajian awal keperawatan rawat inap 2. RM P – 2 pengkajian awal keperawatan neonatus 3. RM P – 3 pengkajian awal keperawatan anak 4. Rm P – 4 pengkajian awal kandungan 5. RM P – 5 askep NIC NOC 6. RM P – 6 tindakan keperawatan 7. RM P – 7a,b lembar observasi pasien harian 8. RM P – 8 ringkasan keperawatan rawat inap (NCR) 9. RM P – 9 transfer pasien antar bagian 10. RM P – 10 pengkajian ulang nyeri 11. RM P – 11 formulir surveilans infeksi nosokomial 12. RM P – 12 pengkajian decubitus 13. RM P – 13 perencanaan pasien pulang 14. RM P – 14 formulir PAPS 15. RM P – 15 pengkajian tahap terminal 16. RM P – 16 formulir sarah terima pasien pre dan post operasi 17. RM P – 17 checklist keselamatan pasien operasi 18. RM P – 18 formulir pernyataan penolakan tindakan 19. RM P – 19 formulir persetujuan / penolokan pemberian darah 20. RM P – 20 formulir perintah jangan dilakukan resusitasi



41



21. RM P – 21 formulir complain / saran 22. RM P – 22 formulir persetujuan biaya sendiri 23. RM P – 23 pengkajian awal keperawatan dialisis rawat jalan 24. RM P – 24 observasi pasien dialisis (NCR) 25. RM P – 25 formulir second opinion 26. RM P – 26 formulir permintaan pelayanan kerohanian 27. RM P – 27 formulir penyimpanan barang berharga milik pasien 28. RM P – 28a,b persetujuan tindakan restrain 29. RM P – 29 daftar tilik keselamatan pasien pemberian darah dan produk darah 30. RM P – 30 formulir pengkajian indek barthel 31. RM P – 31 EWS anak 32. RM P – 32 EWS dewasa 33. RM P – 33 lembar observasi EWS 34. RM P – 34 pengkajian resiko jatuh pasien dewasa 35. RM P – 35 pengkajian resiko jatuh pasien anak – anak LAIN – LAIN 1. RM L – 1 evaluasi awal MPP 2. RM L – 2 formulir rekonsiliasi obat 3. RM L – 3 serah terima perbekalan farmasi dari pasien 4. RM L – 4 daftar pemberian obat 5. RM L – 5a,b,c formulir pengkajian status nutrisi 6. RM L – 6 code blue 7. RM L – 7 lembar monitoring dan terapi 8. RM L – 8 traveling dialysis 9. RM L – 9 hasil pemeriksaan laboratorium 10. RM L – 10 hasil pemeriksaan radiologi 11. RM L – 11 surat permintaan radiodiagnostik 12. RM L – 12 hasil pemeriksaan EKG



42



BAB IV DOKUMEN Rekam Medis mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan penting dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana praktek kedokteran bahwa “jika anda tidak mendokumentasikannya, anda tidak melakukannya”. Dokumentasi adalah alat komunikasi berharga untuk pertemuan di masa mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga ahli asuhan lainnya. Alasan lain mengapa dokumentasi sangat kritikal terhadap proses asuhan pasien. Saat ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan asuhan pasien dan PCP, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak komputer tersedia untuk membantu farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik adalah lebih dari sekedar mengisi formulir; akan tetapi, harus memfasilitasi asuhan pasien yang baik. Ciri-ciri yang harus dimiliki suatu dokumentasi agar bermanfaat untuk pertemuan dengan pasien meliputi: informasi tersusun rapi, terorganisir dan dapat ditemukan dengan cepat. Pengkajian Medis terdiri 1. Pengkajian awal medis rawat inap (RM M – 1) 2. Pengkajian awal medis obstetri & gynekologi dan kandungan rawat jalan (RM M – 4) 3. Pengkajian awal medis mata (RM M – 5) 4. Pengkajian awal medis tht



(RM M – 6)



5. Pengkajian awal medis anak (RM M – 7) 6. Pengkajian awal medis neonatus (RM M – 8) 7. Pengkajian awal medis neurologi (RM M – 17) Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian awal keperawatan rawat inap (RM P – 1) 2. Pengkajian awal keperawatan neonatus (RM P – 2) 3. Pengkajian awal keperawatan anak (RM P – 3) 4. Pengkajian awal keperawatan kandungan (RM P – 4) 5. Pengkajian ulang nyeri (RM P – 10) 6. Pengkajian tahap terminal (RM P – 15) 7. Formulir pengkajian indek barthel (RM P – 30) 8. Formulir resiko jatuh pasien dewasa (RM P – 34)



43



9. Pengajuan resiko jatuh pasien anak – anak (RM P – 35)



Integrasi 1. Catatan perkembangan pasien terintegrasi rawat jalan 2. Catatan perkembangan pasien terintegrasi rawat inap (RM I – 1) Lain – lain 1. Hasil pemeriksaan laboratorium (RM L – 9) 2. Hasil pemeriksaan radiologi (RM L – 10) 3. Formulir pengkajian status nutrisi (RM L – 5a,b,c) Demikian panduan pengkajian pasien ini dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan pengkajian pasien di Rumah Sakit TK. III dr. Reksodiwiryo



Ditetapkan di : Padang Pada tanggal : 17 Juni 2022 Kepala Rumah Sakit Tk. III dr. Reksodiwiryo



dr.Faisal Rosady, Sp.An Letnan Kolonel Ckm 11000018560475