Panduan Skrining Nyeri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk unik, yang memiliki perilaku dan kepribadian yang berbeda – beda dalam kehidupanya, perilaku dan kepribadian berdasarkan dari berbagai macam faktor penyebab, salah satunya faktor lingkungan, yang berusaha beradaptasi untuk bertahan dalam kehidupanya. Begitu pulak fisik manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar dalam beradaptasi menjaga kesetabilan dan keseimbangan tubuh dengan cara melalui berespon bila terjadi tubuh terkena hal yang negative dengan berusaha menyeimbangkan kembali sehingga dapat bertahan atas serangan negative, misal mata kena debu maka akan berusaha dengan mengeluarkan air mata. Keseimbangan juga terjadi dalam budaya daerah dimana manusia itu tinggal, seperti kita ketahui bahwa Indonesia sangat beragam budaya dengan berbagai macam corak dan gaya ,mulai dari logat bahasa yang digunakan ,cara berpakaian, tradisi perilaku keyakinan dalamberagama, maupun merespon atas kejadian dalam kehidupannya sehari – hari seperti halnya dalam menangani rasa nyeri akibat terjadi perlukaan dalam tubuh dengan direspon oleh manusia dengan berbagai macam adaptasi , mulai dari suara meraung –raung, ada juga cukup dengan keluar air mata dan kadang dengan gelisah yang sangat. Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui atas berbagai perilaku dn budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam penanganan terhadap nyeri yang dirasakan oleh setiap orang dapat melakukan pengkajian dan tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka untuk itu RSU Lasmi Kartika menyusun



panduan



dalam



penanganan



nyeri.



Rumah



sakit



seharusnya



mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya.Hasilnya adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Informasi diperlukan untuk membuat keputusan yang benar tentang kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit, pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien, dan transfer dan pemulangan pasien yang tepat ke rumah atau ke palayanan lain. 1



Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak pertama.Skrining pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya. Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi atau apabila pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi.Hanya rumah sakit yang mempunyai kemampuan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dan konsisten dengan misinya dapat dipertimbangkan untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan dan rujukan kepelayanan kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas yang memadai sesuai kebutuhan pasien.



B. Definisi 1. Skrining Nyeri Adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi nyeri yang dirasakan oleh seseorang dengan menggunakan suatu cara tertentu sehingga bisa dilakukan penilaian terhadap rasa nyeri yang dirasakan.



2. Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan (pengalaman emosional dan sensori) yang berbuhungan dengan kerusakan jaringan atau cedera pada tubuh.



Menurut



International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan



3. Nyeri akut adalah nyeri yang muncul akibat jejas, trauma, spasmus, atau penyakit pada kulit, otot, struktur somatik, atau organ dalam/viscera tubuh. Intensitas nyeri sebanding dengan derajat jejas, dan akan berkurang sejalan dengan penyembuhan kerusakan jaringan. Tanda-tanda aktivitas sistem saraf otonom (misalnya takikardia, hipertensi, berkeringat, dilasi pupil yang berkepanjangan, demam) sering menyertai sensasi nyeri akut. Biasanya, nyeri akut berkaitan dengan suatu kejadian, dan secara alami bersifat linier (dengan kata lain ada permulaan dan akhirnya), memiliki arti dan tujuan positif, dan sering berkaitan dengan tanda-tanda fisik. Dua tipe sindroma nyeri akut yang utama adalah nyeri somatis dan nyeri viscer



4. Nyeri somatis adalah akibat aktivasi nociceptor pada jaringan kutan dan dalam; 2



5. Nyeri somatis permukaan/superfisial adalah akibat stimulasi nociceptor di dalam kulit atau jaringan subkutan dan mukosa yang mendasari. Hal ini ditandai dengan adanya sensasi/rasa berdenyut, panas atau tertusuk, dan mungkin berkaitan dengan rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak mengakibatkan nyeri (misalnya allodinia), dan hiperalgesia. Jenis nyeri ini biasanya konstan dan jelas lokasinya. Nyeri superfisial biasanya terjadi sebagai respon terhadap luka terpotong, luka gores dan luka bakar superfisial;



6. Nyeri somatis dalam. Nyeri somatis dalam diakibatkan oleh jejas pada struktur dinding tubuh (misalnya otot rangka/skelet). Berlawanan dengan nyeri tumpul linu yang berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis dapat diketahui di mana lokasi persisnya pada tubuh; namun, beberapa menyebar ke daerah sekitarnya. Nyeri pasca bedah memiliki komponen nyeri somatis dalam karena trauma dan jejas pada otot rangka;



7. Nyeri viscera disebabkan oleh jejas pada organ dengan saraf simpatis. Nyeri ini dapat disebabkan oleh distensi abnormal atau kontraksi pada dinding otot polos, tarikan cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ (misalnya hati), iskemi otot skelet, iritasi serosa atau mukosa, pembengkakan atau pemelintiran jaringan yang berlekatan dengan organ-organ ke ruang peritoneal, dan nekrosis jaringan. Nyeri yang disebabkan oleh bagaian dalam perut atau pelvic biasanya ditandai dengan distribusi dan kualitas nyeri yang tidak jelas. Biasanya terasa sebagai nyeri yang dalam, tumpul, linu, tertarik, diperas atau ditekan. Nyeri yang sangat ektrim, biasanya terasa sebagai nyeri paroksismal atau kolik dan nyeri ini dapat disertai dengan mual, muntah, berkeringat dan perubahan tekanan darah dan denyut nadi/kecepatan jantung. Nyeri viscera seringkali muncul pada awal awitan (onset) atau pada stadium dini suatu penyakit. Sensasi nyeri yang berasal dari organ dalam sering dipersepsikan sebagai nyeri yang berasal dari bagian tubuh yang lebih supersifial/permukaan, biasanya daerah-daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal yang sama; lokasi nyeri di bagian superfisial atau bagian dalam yang berjauhan dengan sumber patologi yang sebenarnya biasa disebut sebagai referred pain (nyeri alih). Infark miokard akut dan pankreatitis akut merupakan salah satu contoh dari nyeri viscera;



8. Nyeri kronis adalah nyeri yang bertahan selama minimum 6 bulan dan menunjukkan ciri-ciri yang jelas berbeda jika dibandingkan dengan nyeri akut. Misalnya, nyeri akut hanya terjadi pada suatu waktu/kejadian tertentu, sedangkan nyeri kronis biasanya merupakan bagian dari situasi yang lebih kompleks. Nyeri akut mempunyai awal dan akhir yang jelas. Nyeri kronis, cenderung sirkuler; awal nyeri dengan cepat terlupakan karena siklus nyerinya tidak pernah berakhir. Nyeri akut mempunyai konotasi yang positif dalam arti nyeri tersebut merupakan tanda siaga adanya jejas pada tubuh, 3



sedangkan nyeri kronis tidak mempunyai tujuan fisiologis tertentu. Terakhir, nyeri kronis tidak mempunyai tanda-tanda dan gejala klinis, sehingga patofisiologi yang mendasarinya biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik atau radiologis. Nyeri kronis dapat muncul dari lokasi viscera, jaringan miofasial, atau penyebab-penyebab neurologis, dan biasanya dibedakan menjadi nyeri maligna (kanker atau keganasan) dan nyeri non-maligna (jinak); 9. Nyeri merupakan suatu sensasi tidak menyenangkan yang terjadi pada seseorang apabila mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh. Sensasi yang tidak menyenangkan dapat berupa perasaan sakit seperti tertusuk jarum, seperti terbakar, atau hantaman benda tumpul. Perasaan tersebut hanya dapat diketahui melalui ungkapan verbal seseorang, perubahan tanda vital, atau melalui pemeriksaan tertentu yang dapat menggambarkan bentuk kerusakan yang terjadi pada tubuh seseorang. Sebagian besar alasan seseorang datang berobat ke rumah sakit adalah karena adanya masalah kesehatan yang menimbulkan sensasi yang tidak menyenangkan. Ini artinya sebagian besar masalah kesehatan dapat menimbulkan rasa nyeri atau sensasi yang tidak menyenangkan. Bahkan mungkin secara tidak langsung setiap saat seseorang dapat merasakan nyeri atau sensasi yang tidak menyenangkan. Yang membedakan dalam hal ini adalah tingkat atau skala nyeri yang dirasakan. Nyeri yang ringan mungkin dapat dikontrol dengan berbagai cara tanpa memerlukan penanganan khusus atau medis. Namun untuk skala nyeri yang sudah mempengaruhi kenyamanan seseorang dan mengganggu aktivitas, kemungkinan seseorang akan lebih memilih untuk mendapatkan penanganan medis. RSU Lasmi Kartika perlu membuat panduan bagi staf pemberi pelayanan kesehatan tentang pengelolaan nyeri pasien. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan asuhan kesehatan di RS. Berdasarkan lingkup pelayanan yang diberikan, rumah sakit menjalankan proses mendidik staf tentang rasa sakit. Dalam panduan pengelolaan nyeri ini meliputi cara melakukan asessmen nyeri dan pengelolaan nyeri yang dilakukan pada pasien yang dirawat di RSU Lasmi Kartika.



C.



Tujuan Tujuan Umum



Panduan skrining Nyeri ini disusun denagan tujuan adanya



standarisasi dalam asesmen dan skrining nyeri di RSU Lasmi Kartika sehingga kualitas pelayanan kesehatan khusunya penanganan nyeri di RSU Lasmi Kartika semangkin baik. 4



Tujuan Khusus dari panduan ini adalah untuk meningkatkan mutu asuhan pada pasien di RSU Lasmi Kartika. Sedangkan Tujuan Khusus dari panduan ini adalah: 1. Sebagai acuan untuk staf pemberi layanan kesehatan dalam mengelola nyeri pasien di RSU Lasmi Kartika. 2. Menyeragamkan cara pengelolaan nyeri pasien RSU Lasmi Kartika. 3. Mengurangi level nyeri pasien RSU Lasmi Kartika. 4. Meningkatkan kenyamanan pasien RSU Lasmi Kartika. .



BAB II RUANG LINGKUP Ruang Lingkup pelayanan nyeri meliputi pelayanan bagi pasien – pasien di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan, dan Instalasi Kamar Operasi.



Assesmen nyeri meliputi seluruh instalasi rawat inap dan rawat jalan yang dilakukan pada tahap awal saat pasien dilakukan anamnesis, yang meliputi : a. Riwayat Penyakit Sekarang 1) Onset nyeri akut atau kronik, traumatik, atau non-traumatik. 5



2)



Karaktek dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia. 3) Pola penjalaran / penyebaran nyeri. 4) Durasi dan lokasi nyeri. 5) Gejala lain yeng menyertakan misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual / muntah, gangguan keseimbangan / Kontrol motorik. 6) Faktor yang memperhambat dan memperingan. 7) Kronisitas. 8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi. 9) Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri atau luka. 10) Penggunaan alat bantu. 11) Perubahan fungsi alat mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar (activity of daily living). 12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda ekuina. b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu c. Riwayat psiko-sosial 1) Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika. 2) Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien 3) Identifikasi kondisi tempat tinggal yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi nyeri. 4) Pembatasan / restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program penanganan / manajemen nyeri kedepannya. Pada pasien dengan masalah psikiatrik, diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka. 5) Tidak dapat bekerkerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stress bagi pasien / keluarga. d. Riwayat Pekerjaan Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung. e. Obat-obat dan alergi 1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi menunjukan bahwa 14% populasi di Indonesia mengkonsumsi suplemen / herbal, dan 36% mengkonsumsi vitamin). 2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, efektifitas, dan efek samping obat. 3) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan efek samping kognitif dan fisik. f.



Riwayat keluarga Evaluasi riwayat medis terutama penyakit genetik.



g. Assesmen sistem organ yang komprehensif 1) Evaluasi gejala kardiovaskuler psikiatri pulmoner, gastrointestinal, neuralgia, reumatologi, genitourinaria, endokrin dan muskuloskletal. 6



2) Gejala kontitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan sebagainya.



BAB III TATA LAKSANA A. Pengkajian/Assesmen Nyeri Rumah sakit menghormati dan mendukung hak pasien dengan cara asesmen manajemen nyeri yang sesuai. Pengkajian nyeri yang menyeluruh/comprehensive adalah landasan manajemen nyeri yang efektif, meliputi wawancara ke pasien, pengkajian fisik, pengkajian riwayat pengobatan, pengkajian riwayat pembedahan dan penyakit pasien, pengkajian riwayat psikososial pasien, lingkungan fisik dan gambaran diagnostik. Pengkajian harus menggambarkan penyebab, keefektifan tindakan dan dampak pada kualitas hidup pasien dan keluarga. Tujuan pengkajian nyeri, antara lain: a. Untuk mendapatkan informasi tentang pengalaman nyeri pasien melalui cara yang sesuai dengan standar; b. Untuk membantu menentukan jenis nyeri dan penyebab nyeri pasien;



7



c. Untuk membantu menentukan dampak dan akibat dari pengalaman nyeri pasien berdasarkan kemampuan individual dalam beraktifitas; d. Untuk membantu komunikasi antar tim multidisiplin dalam pemberian asuhan kepada pasien. 1. Assesmen nyeri menggunakan numeric rating Scale a. Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya. b. Instruksi pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0-10. 1) 0 : Tidak Nyeri 2) 1-3 : Nyeri ringan (secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik) 3) 4-6 : Nyeri sedang (secara objektif pasien menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, atau mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan baik). 4) 7-9 : Nyeri berat ( secara objektif pasien terkadang tidak mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan atur posisi, nafas, dan distraksi). 5) 10 : Nyeri yang sangat (pasien sudah tidak dapat mendeskripsikan lokasi nyeri, tidak dapat berkomunikasi, memukul). 1. Assesmen Nyeri Menggunakan Wong Baker FACES pain scale Secara umum pengkajian nyeri di RSU Lasmi Kartika dilakukan dengan menggunakan metode Wong Beaker FACES Numeric Pain Scale. Format pengkajian Wong Beaker Faces Numeric Pain Scale ini mencakup: a. Perawat dan dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua pasien yang datang ke bagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap. b. Provocation (Penyabab/pemicu) : factor yang berhubungan dengan nyeri yang diderita pasien, baik meredakan atau memparah nyeri c. Quality (Kualitas Nyeri) : kualitas nyeri yang dirasakan, apakah tajam, menusuk, kebas, konstan dan lainnya. d. Region/Radiation : Lokasi nyeri e. Temporal (time) : Menyatakan waktu tertentu pasien merasakan nyeri. f. Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. g. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri. 1) 0 : Tidak merasa nyeri 1) 1 : Sedikit rasa nyeri 2) 2 : Nyeri ringan 3) 3 : Nyeri sedang 8



4) 4 : Nyeri berat 5) 5 : Nyeri sangat berat h. Severity (skala Nyeri) : Deskripsi subjektif oleh pasien mengenai nyeri yang dirasakannya, apakah bertambahbaik atau mereda, serta bagaimana rasa nyeri tersebut mempengaruhi aktivitas sehari – hari.      



0 2 4 6 8 10



= Tidak Sakit = Sedikit Sakit = Agak Menggangu = Menggangu Aktivitas = Sangat Mengganggu = Tak Tertahankan



Wong Baker FACES Numeric Pain Scale 3.Pada pasien pengaruh obat anestesi, assesmen dan penanganan nyeri dilakukan dengan cara pasien menunjukan respon berbagai ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri. 4.Asesmen Ulang Nyeri Dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:  Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien;  Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit;  Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena;  Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian obat nyeri. 9



5. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan adanya tandanya diagnosis medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca - pembedahan, nyeri neuropatik).



B. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan umum  Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh;  Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien;  Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik;  Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema. b. Status mental  Nilai orientasi pasien;  Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera;  Nilai kemampuan kognitif;  Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada harapan, atau cemas. c. Pemeriksaan sendi  Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan;  Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris;  Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal / dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris;  Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri;  Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen. d. Pemeriksaan motorik  Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di bawah ini. Derajat 5



Definisi Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan



4 3 2



kuat Mampu melawan tahanan ringan Mampu bergerak melawan gravitasi Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak



1



mampu melawan gravitasi 10 Terdapat kontraksi otot



0



menghasilkan pergerakan Tidak terdapat kontraksi otot



(inspeksi



/



palpasi),



tidak



e. Pemeriksaan sensorik Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin prick), getaran, dan suhu. f. Pemeriksaan neurologis lainnya  Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau servikal dan sakit kepala;  Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot. Refleks Biseps Brakioradialis Triseps Tendon patella Hamstring medial Achilles



Segmen spinal C5 C6 C7 L4 L5 S1



 Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan lesi upper motor neuron);  Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi). g. Pemeriksaan khusus  Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi  Kelima tanda ini adalah: 1. Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik; 2. Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik; 3. Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif); 4. Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaan nyeri; 5. Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda (distraksi). h. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)  Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasien;  Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkena;  Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau terapi obat  Membantu menegakkan diagnosis;  Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respons terhadap terapi;  Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli-neuropati, radikulopati. 11



i. Pemeriksaan Sensorik Kuantitatif    



Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaran; Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum, tekanan; Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas); Pemeriksaan sensasi persepsi.



j. Pemeriksaan Radiologi a. Indikasi :  pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang;  pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular;  Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau ereksi;  Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang  Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu. b. Pemilihan pemeriksaan radiologi : bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri.  Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis, neoplasma)  MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus, keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi)  CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal.  Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini, fraktur kompresi yang kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang) k. Asesmen Psikologi  Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.  Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan  Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial C. Instrument Pengkajian Nyeri Berdasarkan lingkup pelayanan yang diberikan, rumah sakit mempunyai prosedur untuk identifikasi pasien yang kesakitan. Pasien yang kesakitan mendapat asuhan sesuai pedoman manajemen nyeri. Informasi laporan-sendiri juga dapat diperoleh menggunakan berbagai cara penilaian nyeri. Perlu diingat, bahwa kedalaman dan kompleksitas cara-cara untuk penilaian nyeri ini bervariasi. Idealnya, cara-cara untuk penilaian ini mudah digunakan, mudah dimengerti oleh pasien, dan valid, sensitif serta dapat dipercaya. Tindakan untuk menentukan lokasi fisik dan tingkat keparahan nyeri adalah yang paling sering dilakukan. 12



1.



Skala analog visual (visual analog scale/VAS) Skala analog visual (visual analog scale/VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang myngkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap centimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau peryataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana. Namun, pada periode pascabedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena pada VAS diperlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri.



2.



Skala Numerik Verbal (Numeric Rating Scale) Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pascabedah, karena secara alami verbal/kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.



Gambar 1. (A) Skala analog visual. (B) Skala numeric verbal. (C). Skala penilaian verbal



13



Kelemahan dari VAS (visual analog scale) dan skala numeric verbal adalah tidak dapat digunakan pada pasien anak umur kurang dari tujuh tahun. VAS dan Skala numeric hanya dapat digunakan pada pasien dewasa dan pasien dalam kondisi sadar serta dapat berkomunikasi dengan baik. Maka dalam pengkajian nyeri pemilihan instrumen sangat penting, dan harus disesuaikan dengan umur dan kondisi pasien.



3. Face Pain Rating Scale Skala wajah untuk menilai nyeri dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan cara penilaian yang dapat digunakan untuk anak-anak. Perkembangan kemampuan verbal dan pemahaman konsep merupakan hambatan utama ketika menggunakan cara-cara penilaian nyeri yang telah dikemukakan di atas untuk anak-anak usia kurang dari 7 tahun. Skala wajah dapat digunakan untuk anak-anak, karena anakanak dapat diminta untuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri yang dialaminya. Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan Wong menggunakan 6 kartun wajah, yang menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis, dan tiap wajah ditandai dengan angka 0 sampai 5. Skala Whaley dan Wong ini dapat mengatasi kesulitan yang ditemui pada cara-cara penilaian nyeri yang lain yaitu dalam menilai spektrum tidak ada nyeri (pada skala Whaley dan Wong ini: tidak ada nyeri berarti ekivalen dengan senang).



Gambar 2. Face Pain Rating Scale D. Penatalaksanaan Nyeri Dalam penatalaksanaan nyeri, diperlukan data tentang hasil pengkajian nyeri pasien. Data hasil pengkajian menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan cara penatalaksanaan nyeri yang paling tepat. Penatalaksanaan nyeri disesuaikan dengan jenis nyeri, skala atau kedalaman nyeri, keadaan umum pasien serta pertimbangan – pertimbangan lain misalnya kemampuan ekonomi atau kesediaan pasien. Staf rumah sakit memahami pengaruh pribadi, budaya dan sosial pada hak pasien untuk 14



melaporkan rasa nyeri, serta pemeriksaan dan pengelolaan nyeri secara akurat. Berdasarkan lingkup pelayanan yang diberikan, rumah sakit menjalankan proses untuk berkomunikasi dan mendidik pasien dan keluarga tentang rasa sakit. Secara umum tujuan penatalaksanaan nyeri di RSU Lasmi Kartika adalah: a.



Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri



b. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang persisten; c. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri d. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap reaksi terapi nyeri; e. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan atau terapi non farmakologis. Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat mengurangi nyeri, sedangkan terapi non farmakologis menggunakan caracara tanpa menggunakan obat-obatan penghilang nyeri. Misalnya saja dengan cara relaksasi, massage, tekhnik nafas dalam, dan lain sebagainya. 1.



Penatalaksanaan Nyeri Dengan Terapi Farmakologis Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya memiliki resiko relatif rendah, tidak mahal, dan onsetnya cepat. WHO menganjurkan tiga langkah bertahap dalam penggunaan alagesik. Langkah 1 digunakan untuk nyeri ringan dan sedang adalah obat golongan non opioid seperti aspirin, asetaminofen, atau AINS, ini diberikan tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat, langkah 2 ditambah dengan opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri terus-menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan non opioid dan obat tambahan lain.



2.



Penatalaksanaan Nyeri Dengan Terapi non Farmakologis Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tidakan penanganan nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif. a. Masase kulit Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan implus nyeri. b. Kompres Kompers



panas



dingin,



selain



menurunkan



sensasi



nyeri



juga



meningkatkan proses penyernbuhan jaringan yang mengalami kerusakan. 15



dapat



c. Imobilisasi Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin dapat meredakan nyeri. Kasus seperti rheumatoid arthritis mungkin memerlukan teknik untuk mengatasi nyeri. d. Distraksi Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri. Teknik distraksi terdapat beberapa macam yaitu : distraksi visual, distraksi pendengaran, distraksi pernafasan, distraksi intelektual, teknik pernafasan, imajinasi terbimbing. e. Relaksasi Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang normal. f. Plasebo Plaebo merupakan suatu bentuk tidakan, misalnya pengobatan atau tindakan keperawatan yang mempunyai efek pada pasien akibat sugesti daripada kandungan fisik atau kimianya. Suatu obat yang tidak berisi analgetika tetapi berisi gula, air atau saliner dinamakan placebo. E. Klasifikasi dan Manajemen Nyeri 1. Nyeri Akut a. Karaktristik: nyeri akut biasanya datang secara tiba-tiba, umunya berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada kerusakan sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut berlangsung beberapa detik hingga enam bulan. TIPE / SUMBER Penyakit Akut



DEFINISI SUMBER ATAU CONTOH Nyeri yang disebabkan oleh  Appendicitis, renal colic,



Perioperative



penyakit akut. Nyeri pada pasien bedah 



(termasuk



post karena terpapar penyakit, 



operasi)



prosedur (missal selang



Post



pembedahan terpasang NGT,



drain,  Komplikasi) 



atau keduanya. traumatic Termasuk nyeri local atau 



(trauma mayor)



keseluruhan pada bagian tubuh yang disebabkan oleh cedera akut. 16



myocardial infarction Bedah kepala dan leher Bedah dada dan dinding dada Bedah abdomen Bedah vaskuler dan ortopedi Kecelakaan sepeda motor



Nyeri yang disebabkan oleh 



Tebakar



Api, terpapar zat kimia



terpapar suhu atau terbakar Procedural



zat kimia. Nyeri yang



berhubungan 



Bone



(prosedur infasif)



dengan



pemeriksaan



endoscopy,



catheter



placement,



circumcision,



diagnostic



atau



prosedur



terapi medis. Obstetrics



Nyeri



yang



dengan



chest berhubungan 



kehamilan



dan



marrow



tube



biopsy,



placement,



suturing Persalinan pervagina atau operasi cesarean section



persalinan. Table 2. jenis / tipe umum nyeri akut b. Manajemen nyeri akut Tujuan : 1) Mengurangi nyeri sampai pada level / skala yang dapat diterima (skala ringan). 2) Member fasilitas penyembuhan dari penyakit atau cedera yang diderita. 3) Intervensi awal untuk mengontrol nyeri. Intervensi non Farmakologis untuk nyeri akut: TIPE



/



SUMBER



NYERI Penyakit Akut



Nyeri Perioperatif



Trauma



INTERVENSI 



Edukasi pasien tentang nyeri







Relaksasi







Imagery



 



Teknik Distraksi Edukasi pasien tentang nyeri







Relaksasi







Imagery







Teknik Distraksi







Hypnosis







Akupuntur



 



Massage / pijat Istirahat







Relaksasi







Hypnosis 17



 



Teknik distraksi Edukasi pasien







Relaksasi







Teknik distraksi







Imagery



Prosedur Invasif



 



Terapi music Immobilisasi



Obstetri



 



Massage Edukasi pasien







Relaksasi







Teknik pernafasan







Teknik distraksi



Luka Bakar



Intervensi Farmakologis nyeri akut: SUMBER



NON OPIOIDS



OPIOIDS



ADJUVANT



NYERI Penyakit



Paracetamol,



Systemic opioid



akut Perioperatif



NSAIDs Paracetamol,



Systemic opioid, termasuk PCA



(termasuk



NSAIDs



ANALGESICS



Local



anestesi



(lidocain,



post



bupivacain)



operasi) Trauma



Paracetamol,



mayor



NSAIDs



(generalized



fase



Opioids



pain)



penyembuhan



penyembuhan



Trauma



post trauma NSAIDs



Bolus atau IV opioids selama IV



mayor



(parenteral



Bolus IV Opioids selama fase IV



selama emergency, IV atau peroral (sangat selama



atau fase emergency



pain)



penyembuhan



Luka Bakar



post trauma) Paracetamol,



jarang



fase digunakan)



Ketamin



(sangat



(regionalized oral selama fase



NSAIDs



Ketamin



jarang



digunakan)



Dosis tinggi atau IV Opioids Parenteral



selama (misal morphin, Fentanil)



ketamin



fase rehabilitasi



(sangat jarang), IV



lidocain



(sangat jarang) Trauma



Paracetamol,



Opioids



untuk



nyeri



Minor



NSAIDs



sampai nyeri sedang 18



ringan



Prosedur



NSAIDs



invasif



analgesic



untuk IV



sebelum



opioids



(morphine, Local



Hidromorphone, fentanyl) dan



(lidocain, bupivacaine),



setelah prosedur Obstetri



anestesi



IV ketamine Bolus IV Opioids (morphine, fentanyl, dan hydromorphone)



2. Nyeri Kronis Non Kanker a. Tujuan Umum Manajemen 1) Mengurangi penderitaan, termasuk nyeri dan masalah emosional. 2) Meningkatkan/memperbaiki fungsi fisik, sosial, vocational dan recreational. 3) Mengoptimalkan kesehatan, termasuk kesejahteraan psikologis. 4) Memperbaiki kemampuan koping (misal mengembangkan strategi pertolongan diri, mengurangi ketergantungan pada sistem asuhan kesehatan) dan hubungan dengan yang lain (misal keluarga, teman, tenaga kesehatan). b. Strategi Manajemen Nyeri Kronis Non Kanker 1) Pengobatan dari kelas obat yang berbeda (terapi obat kombinasi). 2) Terapi rehabilitasi (misal terapi fisik, terapi okupasional) dan pengobatan 3) Anestesi regional (misal blockade neural) dan pengobatan 4) Manajemen interdisiplin, misalnya:



Edukasi Pasien



:Konseling nyeri, factor penyebab dan yang bisa mengurangi nyeri, strategi pengelolaan nyeri, factor gaya hidup yang mungkin mempengaruhi nyeri (misal pengguna nikotin,



Pendekatan



alcohol, dll). :Terapi modalitas (misal jalan – jalan, peregangan, olah raga



rehabilitasi fisik untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan. Pendekatan fisik :Massage / pijat, akupuntur. lainnya Terapi farmakologis



:Nonopioids, Opioids, anti depressant, obat antipileptik,



Anestesi regional



stimulant, antihistamin. :Blok sistem saraf (diagnostic, somatic, sympatethic, visceral, trigger point) dan atau intraspinal analgesic (misal opioids,



Pendekatan



clonidin, baclofen, anestesi local). :latihan relaksasi, hypnosis, kemampuan koping



psikologis Surgery



Noeuroablation, neurolysis, microvascular decompression. 19



Intervensi Nonfarmakologis nyeri non kanker: TIPE NYERI Nyeri Arthritis



INTERVENSI  Pembedahan: arthroscopy, synovectomy, osteotomy dan spinal fision.



Low



Back



 Pain 



(LBP)



ROM, massage, akupuntur, suplemen nutrisi Pembedahan: laminectomy, diskectomy, lumber fusion, lumber stabilization.



Fibromyalgia



 



Olah raga, radiofrekuensi, akupuntur, terapi manipulasi. Massage, aerobic peregangan, psikoterapi, relaksasi,



Sickle cell desease







hypnosis, akupuntur. Massage, psikoterapi, teknik nafas dalam dan relaksasi,



Neuropati perifer







distraksi, imagery, meditasi, akupuntur. Pembedahan vaskuler untuk insufisiensi vaskuler.



Migrain



dan



 sakit 



Psikoterapi, relaksasi. Massage, relaksasi



kepala tipe lain Intervensi farmakologis nyeri non kanker: TIPE NYERI Nyeri Arthritis



NON OPIOIDS Paracetamol, NSAIDs,



Low



NSAIDs,



ADJUVAN Corticosteroid



Short term opioids



Amitriptilin,



selectif



COX-2 inhibitor Back Paracetamol,



Pain (LBP)



OPIOIDS Short term opioids



selectif



gabapentin,



COX-2 inhibitor



carbamazapin, short acting muscle relaxan



Fibromyalgia



Paracetamol, NSAIDs,



Opioids, tramadol



selectif



Sickle



cell Paracetamol,



desease Neuropati



NSAIDs Paracetamol,



perifer



NSAIDs



cyclobenzaprine). Amitriptilin, short acting



COX-2 inhibitor



relaxan Short



or



long



opioids Short term opioids



(misal



muscle (misal



cyclobenzaprine). term Sedative anxiolytics Amitriptilin, gabapentin, carbamazapin, short acting muscle relaxan



(misal



cyclobenzaprine). 20



Manajemen farmakologis nyeri kepala: TIPE NYERI KEPALA Migraine



PROPHILAKSIS  AEDs (gabapentin)



ARBOTIVE  NSAIDs







BBs (propranolol)











CCBs



dengan



codein) 



TCAs



Opioid



(paracetamol



(Verapamil,



nifedipin) 



Kombinasi



Dehydroergotamine,



rizapritan, naratriptan  NSAIDs TCAs Paracetamol, NSAIDs CCBs, Corticosteroid, Ergotamine,



Tension Cluster



AEDs



Dehydroergotamine, inhalasi oksigen



3. Nyeri Kanker Penyebab rasa nyeri pada penderita kanker antara lain invasi langsung tumor pada jaringan tubuh disekitar tumor; nyeri akibat metastase tulang; osteoporotic tulang dan nyeri degenerative pada pasien lanjut usia; obstruksi visceral; tekanan pada saraf dan invasi pembuluh darah; penyempitan pembuluh darah; inflamasi. Prinsip umum manajemen nyeri kanker meliputi:  Mempunyai



komitmen



dalam



membebaskan



penderitaan



dan



menawarkan



kesembuhan;  Melakukan asessmen dengan seksama atau teliti atas keluhan nyeri pasien dan kepada pasien;  Menggunakan pendekatan bertahap dalam pengobatan (WHO ladder) adalah cara terbaik;  Bekerja sebagai tim dalam menangani nyeri kanker, menggunakan beragam terapi dan multidisiplin profesi;  Mengobati dengan layak untuk membebaskan rasa nyeri ketika menunggu hasil pemeriksaan atau investigasi;  Pemberian obat regular menurut nyeri yang dirasakan terus menerus atau bertahap;  Pemberian obat melalui oral lebih baik;  Terbuka pada terapi non farmakologis dan terapi komplementer serta alternative yang dapat membantu pasien;  Edukasi pasien dan pemberi perawatan sebagai bekal dalam memperkuat rasa saling percaya dan kepercayaan diri. a. Asessmen nyeri kanker 21



Elemen penting dalam melakukan sessmen pasien nyeri kanker adalah riwayat kesehatan untuk menentukan gambaran nyeri yang persisten, dan pemecahan nyeri serta efek nyeri terhadap fungsi tubuh. Pengkajian nyeri pada pasien kanker dilakukan untuk mendapatkan data tentang frekuensi dan episode nyeri dirasakan perharinya, durasi dalam satuan menit, intensitas dan waktu saat nyeri dirasakan, data tentang pengalaman nyeri klien dimasa lalu, riwayat pemakaian obat analgesic dan faktor – faktor pencetus lainnya. Pasien dengan nyeri kanker sebaiknya juga dilakukan sessmen psikososial, yang meliputi: 



Pemahaman pasien mengenai kondisinya saat ini;







Makna nyeri yang dirasakan pasien bagi pasien sendiri dan keluarga pasien;



 Seberapa besar Kemungkinan masalah nyeri dapat mempengaruhi hubungan antar keluarga pasien;  Apakah nyeri mempengaruhi semangat atau suasana hati pasien;  Perubahan suasana hati;  Strategi koping yang diadopsi pasien;  Pola tidur pasien;  Dampak lain terhadap masalah ekonomi pasien. Evaluasi diagnostic untuk tanda dan gejala dihubungkan dengan sindrom nyeri kanker yang dirasakan pasien. b. Manajemen nyeri kanker Intervensi nyeri dengan terapi farmakologis: OPIOIDS Efek samping:



sedasi,



depresi



gangguan



nafas,



toleransi opioids Untuk mengelola



ADJUVANT ANALGETIC konstipasi, Tricyclic antidepressant, kognitif, NSAIDs



dan



COX



tramadol,



inhibitor,



obat



antiepileptic, sodium channel blockers efek



samping



digunakan anti emetic dan laxative (efek samping anti emetics: toleransi, dependensi, hiperalgesia, konstipasi, penekanan pada hipotalamus/pituitary axis Rute pemberian: Transdermal, epidural dan intrathecal 22



c. Pendekatan psikolologi Pendekatan psikologi dalam manajemen nyeri kanker dilakukan dengan melatih keterampilan / mekanisme koping pasien terhadap masalah nyeri yang dihadapi. Contoh intervensi yang dapat dilakukan adalah: 



Latihan relaksasi







Latihan pernafasan diafragma







Guided Imagery



 Stimulasi aktivitas dan pemahaman terhadap konsep diri dalam menghadapi situasi.



BAB IV DOKUMENTASI RSU Lasmi Kartika didalam penanganan Pelayanan Pengintegrasian Dan Koordinasi Asuhan Pasien wajib menyiapkan dokumen di setiap unit kerja terkait sebagai berikut : 1. Dokumen Regulasi



a.



Panduan skrining Nyeri RSU Lasmi Kartika



b.



SPO skrining Nyeri



2.



Dokumentasi Implementasi



a.



Pengkajian Nyeri didokumetasikan dalam lembar Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).



b.



Pemberian edukasi/ penyuluhan didokumentasikan di formulir lembar edukasi kepada pasien dan keluarga pasien terintegrasi di status rekam medis pasien.



Lampiran : FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK 1. Lidokain temple (lidocaine patch) a. Berisi lidokain 5% (700mg) b. Mekanisme kerja: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik kejaringan local, tanpa adanya efek anastesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada efek samping sistemik 23



d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neiropatik (misalnya neuralgia pasca-herpetic, neuropati diabetic, neuralgia pasca pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis. e. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain. f. Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area yang paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka), dipakai selama , 12 jam dalam periode 24 jam. 2. Eutectic mixture of local anesthetics (EMLA) a. Mengandung lidokain 2,5% dan prilokain 2,5% b. Indikasi: anestesi topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak pada pmembrane mukosa genital untuk pembedahan minor superficial dan sebagai pre-medikasi untuk anestesi infiltrasi. c. Mekanisme kerja: efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal natrium saraf sensorik d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek anestesi loka pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi kasa oklusif dan menetap selama 1-2 jam setelah kassa di lepas. e. Kontra indikasi: methemoglobinemia idiopatik atau congenital f. Dosis dan cara penggunaan : oleskan krim EMLA dengan tebal pada kulit dan tutuplah dengan kasaa oklusif 3. Paracetamol a. Efek analgesik untuk nyeri ringan seadng dan anti –piretik. Dapat dikombinasikan dengan Opioid untuk memperoleh efek analgesik yang lebih besar b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali 500 mg perhari 4. Obat anti-inflamasi Non steroid (OAINS) a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitasringan-sedang, anti piretik b. Kontraindikasi: pasien dengan triad franklin (polip hidung, angiodema< dan urtikaria) karean sering terjadi anafilaktoid c. Efek samping: gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disgungsi renal, peningkatan enzim hati d. Ketorolac:  Merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif untuk 



nyeri sedang – berat. Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi oipiod atau dikombinasikan dengan Opioid untuk mendapata efek sinergistik dan meminimalisasi efek samping Opioid (depresi pernapasan, sedasi, stasis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi Multi-analgesik.



24



5. Efek analgesik pada anti depresan a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali noreepinefrin dan serotonin sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tersebut dan meningkatkan aktivasi neuron inhibisi nosiseptif. b. Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati Dm, neuralgia pasca – herpetic, cedera saraf perifer, nyeri sentral). c. Contoh obat yang sering dipakai:



amitripilin, imipramine, despiramin: efek



antinosiseptif perifer. Dosis: 50-300 mg, sekali sehari. 6. Anti konvulsan a. Carbamazepine: efeektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping : somnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400-1800 mg/hari (203 Kli perhari). Mulai dengan dosis kecil (2X100 mg), ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif. b. Gabapentin: merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis: 100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari). 7. Antagonis kanal natrium a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca operasi. b. Lidokain : dosis 2 mg/kg BB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan 1-3 mg/kg/BB/jam tirasi. c. Prokain : 4-6,5 mg/kgBB/hari. 8. Antagonis kanal kalsium a. Ziconotide: merupakan antagonis kanal kalsium yang paling efektif sebagai analgesik. Dosis : 1-3 ug/hari. Efek samping: pusing, mual, nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, konstipasi. Efek samping ini bergantung dosis dan reseversibel jika dosis dikurangi atau obat dihentikan. b. Nimodipin, verapamil : mengobati migraine dan sakit kepala kronik. Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan eskalasi dosis morfin. 9. Tramadol a. Merupakan analgesik yang lebih paten daripada OAINS oral, dengan efek samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergetik dengan medikasi OAINS. b. Indikasi: efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia pascaherpetik, nyeri pasca operasi. c. Efek samping : pusing, mual, muntah, latergi, konstipasi d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rectal, dan oral e. Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400 mg dalam 24 f.



jam Titrasi: terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh 25



Jadwal Titrasi Tramadol Protikol Titrasi



Dosis inisial



Titrasi



10 4x50 mg Selama 3 hari



hari



Jadwal titrasi



Direkomendasikan



untuk 2x50 mg selama 3 hari  Lanjut usia Naikan menjadi 3x50  Risiko jatuh  Sensitivitas mg selama 3 hari  Lanjutkan dengan 4x50 medikasi  



mg 



Dapat dinaikan sampai tercapai efek analgesik yang



diinginkan 16 4x25 mg  2x25 mg selama 3 hari   Naikan menjadi 3x25  selama 3 hari  mg selama 3 hari  Naikan menjadi 4x25



Titrasi hari



mg selama 3 hari  Naikan menjadi



Lanjut usia Risiko jatuh Sensitivitas medikasi



2x50



mg dan 2x25 mg selama 3 hari  Naikan menjadi 4x50 mg 



Dapat dinaikan sampai



tercapai efek analgesik yyang diinginkan 10. Opioid a. Merupakan analgesik paten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oelhh Nalokson b. Contoh Opioid yang sering digunakan: Morfin, sufentanil, merperidin. c. Dosis Opioid disesuaikan pada setiap Individu gunakanlah titrasi d. Adikasi terhadap Opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut e. Efek samping: Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:  Overdosis: pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara infuse, opioid long acting.  Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepine, antihistamin, antimetik tertentu)  Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit, hipovolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan tekanan intracranial  Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten - Sedasi: adalah indicator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan 



skor sedasi, yaitu: 0 = sadar penuh 26



     



1 2



= sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah



dibangunkan 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan S = tidur Normal System saraf pusat:  Euphoria, halusinasi, miosis, kekakuan otot  Pemakai MAOI: pemberian petidin dapat menimbulkan koma Toksisitas metabolit;  Petidin (Norpetidin) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus multifocal, kejang  Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri pasca bedah.  Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal, terutama











pada pasien usia > 70 tahun. Efek kardiovaskular:  Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian: status volume intravaskuler: serta level aktivitas simpatetik  Morfin menimbulkan vasodilatasi  Petidin menimbulkan takikardi Gastrointestinal: Mual, munta. Terapiuntuk mual dan muntah: hidrasi dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca bedah, atasi kecemasan pasien, obat antiemetic.



Perbandingan Obat-Obatan Anti-Emetik Kategori Durasi (jam)



Metoko Lopramid 4



Droperidrol



ondansentro



Proklorperazi



butirofenon 4-6 (dosis



n 8-24



n 6



rendah) 24 (dosis tinggi) Efek samping:  Ekstrapiramidal  Anti – koolinergik  Sedasi Dosis (mg) Frekuensi Jalur pemberian



++ + 10 Tiap



++ + + 0,25 – 0,5 4-6 Tipa 4-6 jam



4 Tiap 12 jam



+ + + 12,5 Tiap 6-8 jam



jam Oral,



I,V. I,V. I,M



Oral, I,V



Oral, I,M.



I,M f.



Pemberian Oral:  Sama efektifnya dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.  Digunakan secara setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral. 27



g. Injeksi intramuscular:  Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan  Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan eektifitas penyerapannya tidak dapat diandalkan  Hindari pemberian Via Intramuskular sebisa mungkin. h. Injeksi subkutan i. Injeksi intravena:  Pilihan parenteral utama setelah pembedahan major dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus – menerus (melalui infuse)  Terdapat resiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis. j. Injeksi supraspinal  Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG)  Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak  Opioid Intraserebroventrikuler digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien kanker. k. Injeksi spinal (epidural, intratekal):  Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornudorsalis spinal  Sangat efektif sebagai analgesic  Harus dipantau dengan ketat l. Injeksi perifer:  Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anestesi local (pada konsentrasi tinggi)  Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi



BAB V PENUTUP 28



Panduan ini berguna sebagai dasar dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi dan meminiilasi terjadinya kesalahan – kesalahan medis dan menurunkan potensi resiko terhadap pasien. Panduan ini sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan setiap pekerja rumah sakit dan diharapkan agar buku ini menjadi acuan bagi pihak manajemen dan setiap petugas dalam meningkatkan pelayanan RSU Lasmi Kartika.



29