Pedoman Hiv Aids [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I.



PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Sampai dengan akhir tahun 2012 jumah kasus HIV yang dilaporkan menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Dari hasil kajian eksternal yang dilakukan telah terlaporkan banyak kemajuan program yang nyata seperti misalnya jumlah layanan pemeriksaan tes HIV bertambah secara nyata. Demikian juga layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV hingga berjumlah lebih dari 300 layanan yang tersebar di seluruh provinsi dan aktif melaporkan kegiatannya. Indonesia sudah menjadi negara urutan ke 5 di Asia paling berisiko HIVAIDS, sehingga tidak bisa dihindari lagi bagi Indonesia untuk menerapkan kesepakatan tingkat internasional yang diikuti kebijakan nasional. Tes HIV merupakan “pintu masuk” yang terpenting pada layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Setelah sekian lama ketersediaan tes antibody HIV di Indonesia, dan dengan peningkatan cakupan tes HIV di Indonesia ternyata masih juga belum cukup menjangkau masyarakat untuk mengetahui status HIV mereka. Konseling dan Tes HIV (TKHIV) akan mendorong seseorang dan pasangan untuk mengambil langkah pencegahan penularan infeksi HIV. Selanjutnya tes HIV akan memberikan kesempatan untuk mendapatkan layanan pencegahan termasuk pencegahan penularan dari ibu ke anak dan merupakan komponen penting untuk intervensi pengobatan ART sebagai salah satu upaya pencegahan seperti pengobatan dini pada pasangan serodiskordan, sehingga perlu sekali untuk meningkatkan cakupan tes HIV pada pasangan. Di tingkat komunitas perluasan jangkauan layanan TKHIV akan menormalisasi TKHIV itu sendiri dan mengurangi stigma dan diskriminasi terkait dengan status HIVdan tes HIV. Pengetahuan akan status HIV juga diperlukan untuk memulai pengobatan ARV, namun sampai saat ini masih terlihat kesenjangan yang tinggi antara estimasi jumlah orang dengan HIV (ODHA) dengan ODHA yang pernah menjangkau layanan HIV. Masih terlalu banyak ODHA yang belum terdiagnosis atau mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV. Mereka datang ke layanan kesehatan setelah merasakan gejala dan menjadi simtomatik. Pedoman Pemeriksaan dan Konseling HIV



1



Keterlambatan dalam mengakses layanan tersebut akan mengakibatkan kurang efektifnya pengobatan ART yang akan diberikan dalam hal mengurangi kesakitan dan kematian dan keterlambatan dalam mencegah penularan HIV kepada pasangannya. Meskipun seperti dinyatakan di atas bahwa layanan TKHIV di Indonesia telah meningkat dengan pesat dan pelatihan terus dilaksanakan, cakupan layanannya masih perlu terus di tingkatkan di masyarakat, terutama cakupan pada populasi kunci dan populasi rentan terinfeski HIV seperti kelompok pengguna Napza suntik, kelompok pekerja seks, kelompok laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki serta pasangan seksualnya. Program pengurangan dampak buruk (harm reduction) dengan penggunaan alat suntik steril, serta terapi rumatan terbukti efektif menghambat penularan HIV diantara pengguna Napza suntik. Pemeriksaan HIV merupakan prasyarat penegakkan diagnosis, menghubungkan dengan layanan perawatan dan pencegahan secara lebih dini.Dengan diagnosis yang telah ditegakkan, maka akses terapi dapat dimulai, oleh karenanya layanan terapi antiretroviral harus tersedia di semua Rumah Sakit rujukan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Sampai dengan sekitar tahun 2007, maka model utama layanan pemeriksaan HIV adalah pemeriksaan HIV atas inisiatif klien atau yang dikenal dengan konseling dan tes HIV sukarela atau KTS. Pendekatan tersebut semata mengandalkan keaktifan klien dalam mencari layanan pemeriksaan HIV di fasilitas kesehatan ataupun layanan pemeriksaan HIV berbasis masyarakat. Namun ternyata cakupan dari layanan KTS tersebut terbatas dan cukup rendah karena masih adanya ketakutan akan stigma dan diskriminasi serta kebanyakan orang yang tidak merasa dirinya berisiko tertular HIV meskipun di daerah atau dikelompok prevalensi tinggi. Di samping perlunya memperluas jangkauan KTS, perlu ada pendekatan lain untuk meningkatkan cakupan guna mencapai keterjangkauan universal (universal access) pada pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV. Pendekatan lain tersebut adalah melalui pemeriksaan HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling (TIPK) atau provider-initiated HIV testing and counselling (PITC) yang menjadi pendekatan utama di layanan kesehatan dan akan dapat meningkatkan cakupan pemeriksaan HIV, memperbaiki akses ODHA pada layanan kesehatan yang meningkatkan kesempatan untuk layanan pencegahan HIV.



B. TUJUAN Tujuan dari penerbitan buku pedoman ini adalah menyediakan pedoman dasar layanan pemeriksaan (tes) dan konseling HIV.



C. SASARAN Buku pedoman ini dimaksudkan untuk dipergunakan oleh para petugas layanan kesehatan dan kalangan yang lebih luas, seperti para penyusun kebijakan, para perencana program HIV, para penyelenggara layanan kesehatan, LSM terkait layanan HIV



D. PRINSIP DASAR TES HIV Pemeriksaan HIV dan konseling merupakan pintu masuk utama pada layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Seperti telah diketahui bahwa:  Semakin dini diketahui status HIV positif memaksimalkan kesempatan ODHA menjangkau pengobatan, maka akan sangat mengurangi kejadian penyakit terkait HIV dan menjauhkan dari kematian, serta dapat mencegah terjadinya penularan dari ibu ke bayinya.  Bila mendapat pengobatan yang efektif maka akan mengurangi (hingga 96%) kemungkinan seseorang dengan HIV akan menularkan kepada pasangan seksualnya.  Bagi yang ternyata HIV negatif dapat mempertahankan diri agar tetap negatif melalui upaya pencegahan berbasis bukti seperti: perilaku seksual yang aman, penggunaan kondom, sirkumsisi, perilaku menyuntik yang aman, mengurangi pasangan seksual. Sesuai dengan kebijakan dan strategi nasional Indonesia telah mencanangkan konsep akses universal untuk mengetahui status HIV, akses terhadap layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dengan visi getting to zero, yaitu zero infeksi baru, zero diskriminasi dan zero kematian oleh karena AIDS.



Pedoman Pemeriksaan dan Konseling HIV



3



Semua pemeriksaan HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara global yaitu 5 komponen dasar yang disebut 5C (informed consent, confidentiality, counseling, correct testing and connection/linkage to prevention, care, and treatment services) tetap diterapkan dalam pelaksanaannya. Prinsip 5C tersebut harus diterapkan pada semua model layanan Konseling dan Tes HIV. a. Sama seperti pemeriksaan laboratorium lainnya, orang yang diperiksa HIV harus dimintai persetujuannya untuk pemeriksaan laboratorium HIV. Mereka harus diberikan informasi atau pemahaman tentang proses KTH, layanan yang tersedia sesuai dengan hasil pemeriksaannya nanti, dan hak mereka untuk menolak pemeriksaan HIV tanpa mengurangi kualitas layanan lain yang dia butuhkan. Pemeriksaan HIV secara mandatori tidak pernah dianjurkan, meskipun dorongan datang dari, petugas kesehatan, pasangan, keluarga atau lainnya. b. Seperti pemeriksaan laboratorium lainnya layanan pemeriksaan HIV harus diperlakukan secara konfidensial, artinya bahwa semua isi diskusi antara klien dan petugas pemeriksa atau konselor dan hasil tes laboratoriumnya tidak akan disingkap kepada pihak lain tanpa persetujuan klien. Konfidensialitas dibagikan pada mereka yang memberi layanan kesehatan pada pasien untuk kepentingan layanan kesehatan sesuai indikasi penyakit pasien. c. Layanan pemeriksaan harus dilengkapi dengan informasi pra-tes dan konseling pasca-tes yang berkualitas baik. d. Penyampaian hasil pemeriksaan yang akurat. Perlu ditambahkan bahwa pemeriksaan laboratorium harus mengikuti standar nasional yang berlaku. Hasil pemeriksaan harus dikomunikasikan sesegera mungkin kepada klien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang memeriksa. e. Klien harus dihubungkan atau dirujukan ke layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV yang didukung dengan sistem rujukan yang baik dan terpantau.



E. PENGERTIAN 1. Tes/Pemeriksaan dan Konseling HIV (TKHIV), adalah suatu layanan untuk mengetahui adanya infeksi HIV di tubuh seseorang yang dapat diselenggarakan di layanan kesehatan formal atau klinik yang terletak di komunitas.



Ada 2 jenis pendekatan dalam TKHIV, yaitu a. Tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling yang disingkat dengan TIPK b. Konseling dan tes HIV secara sukarela yang disingkat dengan KTS 2. Tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling (TIPK) yaitu pemeriksaan HIV yang dianjurkan atau ditawarkan oleh petugas kesehatan kepada pasien pengguna layanan kesehatan sebagai komponen standar layanan kesehatan di fasilitas tersebut. Tujuan umum dari Konseling dan Tes HIV tersebut adalah untuk menemukan diagnosis HIV secara lebih dini dan memfasilitasi pasien untuk mendapatkan pengobatan lebih dini pula, juga untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinis atau medis terkait pengobatan yang dibutuhkan dan yang tidak mungkin diambil tanpa mengetahui status HIV nya. 3. Konseling dan tes HIV atas insiatif klien atau konseling dan tes HIV sukarela (KTS) adalah layanan pemeriksaan HIV secara pasif. Pada layanan tersebut klien datang sendiri untuk meminta pemeriksaan HIV atas berbagai alasan baik ke fasilitas kesehatan atau layanan pemeriksaan HIV berbasis komunitas. Layanan semacam biasanya menekankan penilaian pengelolaan risiko infeksi HIV dari klien yang dilakukan oleh seorang konselor, membahas perihal keinginan klien untuk menjalani pemeriksaan HIV dan strategi untuk mengurangi risiko tertular HIV. KTS dilaksanakan di berbagai macam tatanan seperti fasilitas layanan kesehatan, layanan KTS mandiri diluar institusi kesehatan, dan layanan di komunitas, atau lainnya. 4. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit akibat penurunan kekebalan tubuh yang didapat.



5. Ante Natal Care (ANC) adalah Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan terhadap ibu hamil untuk menjaga kehamilannya dengan tujuan mempersiapkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan selamat dan memperoleh bayi yang sehat; deteksi dan antisipasi dini kelainan kehamilan serta deteksi dan antisipasi dini kelainan janin. 6. Anti Retroviral Therapy atau Terapi antiretroviral (ART) adalah pengobatan untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV. 7. CD4 = Cluster of Differention 4 adalah suatu limfosit (T helper cell) yang merupakan bagian penting dari sel sistem kekebalan/imun. 8. ELISA atau Enzym Linked Immunosorbent Assay, adalah suatu pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV.



Pedoman Pemeriksaan dan Konseling HIV



5



9. Edukasi Kesehatan untuk HIV-AIDS dalam kelompok adalah diskusi antara konselor dengan beberapa orang dalam jumlah terbatas, bertujuan untuk menyiapkan mereka mengikuti pemeriksaan HIV. 10. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, sektor swasta dan/atau masyarakat 11. Hasil pemeriksaan diskordan adalah istilah laboratorium yang merujuk kepada hasil pemeriksaan yang positif dengan satu pemeriksaan, namun negatif pada pemeriksaan lainnya. 12. Hasil Pemeriksaan indeterminan adalah hasil pemeriksaan HIV yang belum jelas positif atau negatif. 13. Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS. 14. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas kesehatan atas dasar kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan yang dibutuhkannya ke fasilitas rujukan jika diperlukan. 15. Informed Consent (Permenkes No 290/Menkes/per/3/2008) adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut 16. Informed consent adalah persetujuan akan suatu tindakan termasuk pemeriksaaab laboratorium HIV yang diberikan oleh pasien/klien atau wali/pengampu setelah mendapatkan penjelasan yang dimengerti tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien/klien tersebut. 17. Jaminan mutu konseling adalah proses memantau dan menguatkan kualitas konseling. Di dalam konseling, kendali kualitas dilakukan bersamaan dengan supervisi dan dukungan konselor. 18. Jaminan mutu pemeriksaan HIV adalah proses memantau dan meningkatkan kualitas pemeriksaan laboratorium. 19. Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan atau pemeriksaan HIV. 20. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan konseling HIV-AIDS dan dinyatakan mampu. 21. Konseling adalah proses dialog antara konselor dengan klien bertujuan jelas memberikan pertolongan, waktu, perhatian dan keahliannya, untuk



22. 23. 24.



25.



26.



27.



28.



29. 30. 31. 32.



33.



membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahaman masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual klien ataupun pasangan tetap klien. Kelompok Minor adalah mereka yang belum dewasa, anak dan mereka yang masih terbatas kemampuan berpikir dan menimbang. Kelompok Khusus terdiri dari narapidana, pekerja seks, penyalahguna narkoba suntik, kaum migran, orang yang mengalami gangguan psikiatrik, dan lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki. Konseling dan Tes HIV adalah layanan konseling dan pemeriksaan/tes darah untuk HIV. Terdapat dua pendekatan yaitu 1) secara sukarela disingkat degan KTS dan 2) atas inisiatif petugas kesehatan atau tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling yang disingkat TIPK Konseling pasca pemeriksaan adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan menyampaikan hasil pemeriksaan HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil pemeriksaan. Konseling pra pemeriksaan adalah dialog antara klien dan konselor dalam kerangka KTS yang bertujuan menyiapkan klien menjalani pemeriksaan darah HIV dan membantu klien memutuskan akan pemeriksaan atau tidak, mempersiapkan informed consent. Konseling pra pemeriksaan kelompok adalah komunikasi, edukasi dan informasi atau diskusi antara konselor dengan beberapa klien, biasanya antara 5 sampai 10 orang, bertujuan untuk menyiapkan mereka untuk pemeriksaandarah HIV. Konseling gizi adalah layanan konseling mengenai kebutuhan gizi pada ODHA, sesuai dengan perjalanan penyakit. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus HIV. Pasangan diskordan adalah pasangan seksual, yang salah satunya adalah ODHA Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan keluarganya. Termasuk di dalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi dan pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosioekonomi dan perawatan di rumah. Periode jendela adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai tubuh orang tersebut membentuk antibodi melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi dengan pemeriksaan darah HIV (rapid Pemeriksaan).



Pedoman Pemeriksaan dan Konseling HIV



7



34. Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk mendapatkan layanan. 35. Petugas psikososial atau petugas non medis adalah orang yang memberikan layanan dibidang psikologis dan sosial terkait dengan HIVAIDS. 36. Pencegahan penularan dari ibu-bapak ke anak dengan singkatan PPIA yang biasa di sebut pevention of mother-to-child transmission (PMTCT) adalah pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak selama dalam kandungan, persalinan, maupun menyusui. Layanan PPIA bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu kepada anak. 37. Refusal Consent adalah penolakan yang dilakukan oleh pasien/klien secara tertulis untuk tidak dilakukan prosedur (pemeriksaan HIV, operasi, tindakan medis lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian 38. Sistem Rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang memungkinkan petugasnya mengirimkan klien/ pasien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk kepada institusi lain atas dasar kebutuhan klien/ pasien untuk mendapatkan layanan yang lebih memadai. 39. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan 40. Pemeriksaan HIV adalah Pemeriksaan terhadap antibodi yang terbuka akibat masuknya virus HIV kedalam tubuh, atau Pemeriksaan antigen yang mendeteksi adanya virus itu sendiri atau komponennya. 41. Pemeriksaan cepat HIV paralel adalah pemeriksaan HIV dengan reagen yang berbeda yang dikerjakan bersamaan yang hasilnya didapat kurang dari 2 jam. 42. Pemeriksaan cepat HIV serial adalah suatu Pemeriksaan HIV dengan reagen yang berbeda dilakukan satu sesudah lainnya yang hasilnya didapat kurang dari 2 jam. 43. Pemeriksaan Ulang adalah pemeriksaan HIV pada orang yang pernah melakukan Pemeriksaan dan memperoleh hasilnya.. 44. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa. TB seringkali merupakan infeksi yang menumpang pada mereka yang telah terinfeksi virus HIV. 45. WB adalah Western Blot suatu metode Pemeriksaan antibodi HIV, hanya digunakan untuk konfirmasi atau penelitian.



BAB II. MODEL LAYANAN KONSELING DAN TES HIV



Ada berbagai alasan melakukan pemeriksaan HIV, seperti misalnya:  



Orang atau pasangan yang ingin mengetahui status HIV nya Pada ibu hamil yang masuk dalam program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA)



Pedoman Pemeriksaan dan Konseling HIV



9



      



Penegakan diagnosis klinis demi keperluan pasien Survei, surveilans, penelitian dan sebagainya Penapisan darah donor transfusi atau organ tubuh Tatalaksana profilaksis pasca pajanan (PPP) setelah terjadinya tusukan pada kecelakaan kerja okupasional. Kasus perkosaan Perintah pengadilan dari terdakwa dalam kasus kejahatan seksual dan sebagainya



Namun pada dasarnya ada 3 jenis tujuan pemeriksaan HIV, yaitu: 1. Penapisan darah donor 2. Survei, surveilans untuk kepentingan program 3. Penegakan diagnosis klinis Strategi pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk ketiga tujuan tersebut berbeda satu sama lain. Seperti pada uji penapisan darah donor hanya dilakukan dengan Strategi I, pada surveilans dilaksanakan dengan strategi II dan untuk diagnosis dilaksanakan dengan strategi II atau III tergantung pada tanda klinis dan prevalensi di wilayah atau area tempat tinggal pasien atau klien. Tabel 1. Penggunaan Strategi Pemeriksaan HIV berdasarkan Tujuan dan Prevalensei Setempat Tujuan Pemeriksaan



Kondisi Klinis



Donor darah & transplantasi Surveilans Diagosis



Simtomatik Asimtomatik



Prevalensi Setempat



Strategi yang terpilih



Semua prevalensi >10% 10%