Pedoman Internal Mata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN INTERNAL PELAYANAN KESEHATAN MATA



PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DINAS KESEHATAN



PUSKESMAS RANCABALI Jalan Taman Unyil Alamendah No. 07 Kec. Rancabali Telepon (022) 5927075 Email: [email protected] Kode Pos 40973



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Pedoman Internal Pelayanan Kesehatan Mata. Pedoman ini kami susun sebagai salah satu upaya untuk memberikan acuan dan kemudahan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan mata di Puskesmas Rancabali. Kualitas pelayanan kesehatan mata tergantung pada mutu pelayanan yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas.oleh karena itu, kami berharap dengan adanya pedoman ini dapat meningkatkan kualitas mutu pelayanan khususnya pelayanan kesehatan mata. Penyusunan Pedoman Internal Pelayanan Kesehatan Mata ini tentunya masih jauh dari sempurna, baik secara konteks maupun konten. Untuk itu, kami sangat menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan ke depan. Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan kontribusi dalam penyusunan pedoman ini. Kami doakan semoga Allah SWT membalas segala lebaikan semua pihak yang telah membantu.



Rancabali, Januari 2019



Tim Penyusun



BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata adalah indera yang menjadi garda terdepan alur jalur informasi utama dalam kehidupan sehari-hari sejak dilahirkan sampai usia tua. Mata yang terdiri dari kelopak mata, sistem lakrimal, jaringan lunak orbita, dan tulang orbita serta bola mata merupakan satu kesatuan fungsional yang saling berkaitan satu sama lainnya sehingga pelayanan kesehatan mata paripurna harus meliputi semua bagian dari organ mata tersebut. Berdasarkan data global mengenai gangguan penglihatan yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO), saat ini diperkirakan sebanyak 180 juta orang di dunia yang mengalami gangguan penglihatan, 40-45 juta diantaranya buta, 9 diantara 10 dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan dan kebutaan tinggal di negara berkembang. Dari jumlah tersebut diperoleh fakta bahwa 80% penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan dapat dicegah atau ditangani, dan 50% dari kebutaan disebabkan oleh katarak. Di Indonesia, sesuai hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi severe low vision, kebutaan serta proporsi ketersediaan koreksi refraksi pada penduduk umur ≥ 6 tahun secara nasional tanpa atau dengan koreksi optimal berturut turut adalah 0,9 %, 0,4% dan 4,6 % dan prevalensi katarak adalah 1,8%. Berdasarkan data tersebut, dimungkinkan prevalensi angka kebutaan juga akan semakin meningkatdengan semakin bertambahnya usia harapan hidup rakyat Indonesia. World Health Association (WHO) memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, dimana sepertiganya berada di Asia tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia, dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada 1 orang mengalami kebutaan. Sebagian besar tuna netra di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi social ekonomi lemah. Survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993–1996, menunjukan angka kebutaan 1,5 %. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78 %), glaucoma (0,20 %), kelainan refraksi (0,14 %) dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38 %). Besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut. Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) diperkirakan sejak tahun2010 akan terjadi ledakan penduduk usia lanjut. Hasil prediksi menunjukan bahwa 9,77 % jumlah penduduk diisi oleh usia lanjut dan mencapai 11,34 % pada tahun 2020. Penduduk usia lanjut mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2007 sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 jiwa pada tahun 2009. (US Census Bureau International Data Base 2009). Jumlah ini merupakan terbesar keempat setelah China, India dan Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang daripada laki-laki maka jumlah lanjut usia perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Oleh karena itu permasalahan usia lanjut di Indonesia didominasi oleh perempuan. Indonesia



merupakan



daerah



tropis



sehingga



masyarakat



Indonesia



memiliki



kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah subtropics. Sekitar 16-22 % penderita katarak yang diopreasi berusia dibawah 55 tahun. Hal ini diduga berkaitan erat dengan faktor degeratif akibat masalah gizi.



Dibandingkan dengan angka kebutaan Negara-negara regional di Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia adalah yang tertinggi (Bangladesh 1 %, India 0,7 %, Thailand 0,3 %). Insiden katarak 0,1 % (210 ribu orang) per tahun sedangkan yang dioperasi baru lebih kurang 80 ribu orang pertahun. Akibatnya timbul backlog (penumpukan penderita) katarak yang cukup tinggi yang disebabkan oleh daya jangkau pelayanan operasi masih rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, tingginya biaya operasi, serta ketersediaan tenaga dan fasilitas pelayanan kesehatan mata yang masih terbatas. Upaya kesehatan mata yang berujung terhadap pencegahan kebutaan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1967 ketika kebutaan dinyakatan sebagai bencana nasional. Sejak tahun 1984 upaya kesehatan mata / pencegahan kebutaan (UKM/PK) sudah diintegrasikan ke dalam kegiatan pokok Puskesmas. Sedangkan program penanggulangan kebutaan katarak paripurna (PKKP) dimulai sejak 1987 melalui Rumah Sakit (RS) dan Balai Kesehatan Mata (BKMM). Tetapi hasil survey tahun 1993-1996 menunjukan bahwa angka kebutaan meningkat dari 1,2 % (1982) menjadi 1,5 % (1993-1996) padahal 90 % kebutaan dapat ditanggulangi dengan pencegahan dan pengobatan. Disamping masalah kebutaan, gangguan penglihatan akibat gangguan refraksi sebesar 22,1 % juga menjadi masalah serius. Sementara 10 % dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian kacamata koreksi masih rendah yaitu 12,5 % dari prevalensi. Apabila keadaan ini tidak ditangani dengn baik maka akan berdampak negative terhadap perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajarannya yang selanjutnya juga mempengaruhi mutu, kreatifitas dan produktifitas angkatan kerja (15-55 tahun) yang diperkirakan berjumlah 95 juta orang (BPS, 2000). Kondisi-kondisi tersebut sudah menjadai masalah social yang tidak mungkin ditangani sendiri oleh Departemen Kesehatan, tetapi harus ditanggulangi secara terpadu oleh pemerintah, seluruh masyarakat luas dan lintas sector terkait (Departemen Agama, Departemen Pendidikan, Departemen Sosial, Departemen Dalam Negreri) diharapkan dapat berperan aktif. Menyadari dengan kondisi seperti ini pada tanggal 15 Januari 2000 Pemerintah mencanangkan program WHO Vision 2020 The Right to Sight di Indonesia. Program ini merupakan inisiatif global untuk menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan yang sebenarnya dapat dicegah / direhabilitasi. Program ini dicanangkan di wilayah Asia Tenggara oleh Direktur Regional WHO daerah Asia Tenggara pada tanggal 30 september 1999. Pencangan ini berarti hak bagi setiap warga Negara Indonesia untuk mendapatkan penglihatan optimal. B. Tujuan Pedoman Sebagai acuan dalam melakukan kegiatan program kesehatan Indera Penglihatan di Puskesmas Rancabali dan pengambil kebijakan di Puskesmas Rancabali dalam menentukan kebijakan arah program.



C. Sasaran Pedoman



Kepala puskesmas, pengelola program, auditor internal pengambil kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan. D. Ruang Lingkup Pedoman Pelaksanaan



program



kesehatan



indera



penglihatan



di



Puskesmas



Rancabali



mengutamakan upaya promotif dan preventif dengan tidak melngabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Lingkup pelaksanaan kegiatan program kesehatan indera penglihatan dilakukan di: 1. Di dalam gedung puskesmas 2. Di luar gedung puskesmas E. Batasan Operasional 1. Kegiatan di dalam gedung puskesmas adalah seluruh kegiatan pelayanan kesehatan indera penglihatan yang dilakukan di dalam gedung puskesmas, pustu dan poskesdes. 2. Kegiatan di luar gedung puskesmas adalah seluruh kegiatan pelayanan kesehatan indera penglihatan yang dilakukan di luar gedung puskesmas, pustu dan poskesdes, seperti di posyandu, masyarakat dan lain-lain.



BAB II STANDAR KETENAGAAN



A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Pelayanan kesehatan Indera Penglihatan di puskesmas dilakukan oleh dokter dan dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Adapun kualifikasi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan indera penglihatan di puskesmas sesuai dengan tugas dan kewenangannya adalah sebagai berikut: 1. Melakukan anamnesis. 2. Menjelaskan proses pemeriksaan yang akan dijalani oleh pasien. 3. Mengukur dan menentukan tajam penglihatan (visus) dengan atau tanpa koreksi terbaik tergantung pada kondisi pasien. 4. Melakukan pemeriksaan segmen depan mata dengan lup dan lampu senter. 5. Melakukan pemeriksaan lapang pandang dengan metode konfrontasi atau kampus sederhana. 6. Mengukur tekanan bolamata dengan tonometer Schiotz. 7. Memeriksa kejernihan media refraksi dan segmen belakang mata dengan oftalmoskop langsung (direct opthalmoscope). 8. Memeriksa dan menentukan ada tidaknya kelainan penglihatan warna dengan Tes Ishihara. 9. Melakukan perawatan pasca bedah katarak. 10. Memeriksa dan menangani penyakit mata luar. 11. Melakukan pertolongan pertama pada kedaruratan mata. 12. Memberikan penyuluhan kesehatan mata. 13. Penyaringan penyakit mata penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan (skrining). Selain tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, pelayanan kesehatan mata di masyarakat dibantu oleh kader kesehatan mata terlatih, guru UKS dan tenaga lainnya serta seorang refraksionist. Tenaga refraksionist masih belum tersedia, masih dalam tahap analisis kebutuhan pengadaan tenaga refraksionist. B. Distribusi Ketenagaan Pelayanan kesehatan indera penglihatan di puskesmas dapat dilakukan oleh dokter, perawat dan bidan yang berada di wilayah Kecamatan Rancabali dibantu oleh kader, guru UKS dan tenaga lainnya yang tersebar di semua wilayah Kecamatan Rancabali. Masingmasing tenaga melakukan pelayanan sesuai dengan perannya. C. Jadwal Kegiatan No



Jenis Kegiatan



1. Kegiatan di dalam gedung puskesmas a. Penyuluhan kesehatan Indera Pengihatan b. Penjaringan kasus Gangguan Penglihatan dan Kebutaan melalui rawat jalan pengobatan, KIA, KB, dan gizi. c. Pemeriksaan dan tindakan medis pelayanan kesehatan indera penglihatan primer. 1) Kornea, Lensa dan Bedah Refraktif a) Deteksi katarak, edukasi pasien, dan menjelaskan prognosis tindakan operasi katarak dengan implantasi



Bulan Jan



Feb



Mar



Apr



Mei



Jun



Jul



Agus



Sep



Okt



Nop



Des



lensa tanam. Deteksi dini dan pengobatan dini komplikasi pasca operasi katarak: hipopion, hifema, dan peningkatan tekanan intra okular. c) Memberi pengobatan pasca operasi katarak dan pemberian kacamata untuk pasien afakia dan pseudofakia. Glaukoma a) Case finding, skrining, diagnosis, dan edukasi glaukoma. b) Melakukan diagnosis dan rencana tatalaksana glaukoma serangan akut dengan medikamentosa. c) Melakukan diagnosis dan penatalaksanaan glaukoma kronis dengan medikamentosa Vitreoretina a) Case finding, skrining, diagnosis, dan edukasi kelainan retina. b) Skrining, diagnosis dan edukasi retinopati diabetik dan degenerasi makula senilis. Infeksi Imunologi a) Case finding, skrining, diagnosis, dan edukasi infeksi imunologi. b) Penanganan konjungtivitis dan infeksi kelopak mata. c) Pertolongan pertama pada infeksi kornea, lakrimal, dan orbita. d) Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus. e) Case finding, skrining, diagnosis, dan edukasi katarak kongenital, retinoblastoma, kelainan mata pada bayi prematur, dan mata juling. f) Pertolongan pertama konjungtivitis infeksi (oftalmia neonatorum). Neurooftalmologi Case finding, skrining, diagnosis, dan edukasi kelainan saraf mata berupa gangguan penglihatan secara tiba-tiba (neuritis optik dan toksik neuropati) serta penglihatan ganda. Trauma , Rekonstruksi , Okuloplasti dan Tumor a) Case finding, skrining, diagnosis, dan edukasi tumor mata (benjolan atau massa di kelopak, bola mata menonjol) dan kelainan kelopak mata. b) Pertolongan pertama pada trauma kelopak/orbita. c) Pertolongan pertama pada trauma kimia mata. Refraksi a) Case finding, skrining, diagnosis, dan edukasi kelainan refraksi. b) Koreksi dengan kacamata pada kelainan refraksi ringan. c) Dapat membedakan gangguan penglihatan karena kelainan refraksi atau Pertolongan pertama pada komplikasi lensa kontak (dengan melepaskan lensa kontak). d) kelainan organik dengan pin hole. Oftalmologi Komunitas a) Pencegahan Kebutaan b)



2)



3)



4)



5)



6)



7)



8)



 Menghitung besarnya prevalensi dari suatu set data.



 Menghitung jumlah orang buta



b)



c)



d)



dari suatu angka prevalensi.  Menghitung perkiraan jumlah orang buta Katarak  Menghitung perkiraan jumlah orang buta karena katarak.  Menghitung cakupan operasi katarak.  Membuat strategi penjaringan kasus katarak  Monitoring terhadap tajam penglihatan pasca bedah katarak.  Mengetahui komponen-komponen biaya operasi katarak. Kelainan Refraksi  Menghitung perkiraan jumlah anak-anak dan orang dewasa dengan kelainan refraksi  Membuat strategi skrining kelainan refraksi anak sekolah dan presbiop.  Membuat cakupan skrining refraksi dan presbiop.  Pelayanan penyediaan kacamata. Retinopati Diabetik  Menghitung perkiraan jumlah orang dengan retinopati diabetik.  Konseling retinopati diabetik.



 Skrining retinopati diabetik e)



Glaukoma  Menghitung perkiraan jumlah orang dengan glaukoma.  Deteksi dini kasus glaukoma f) Trakhoma Integrasi program kesehatan dasar untuk melaksanakan S (Surgery = tindakan bedah), A (Antibiotic), F (Facial = kebersihan wajah) dan E (Environment = perubahan lingkungan), SAFE strategy d. Melakukan pemeriksaan lanjutan atas rujukan dari kader, guru UKS, bidan desa dan perawat penangung jawab wilayah e. Rujukan kasus penyakit mata yang tidak bias ditangani di Puskesmas. 2. Pelayanan di luar gedung Puskesmas a. Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan anak sekolah b. Penjaringan kasus gangguan penglihatan dan kebutaan oleh kader, guru UKS dan petugas kesehatan c. Pemberian kapsul vitamin A. d. Pengobatan kasus-kasus penyakit mata dan pertolongan pertama kasus kegawat daruratan mata oleh bidan desa, dokter puskesmas dan perawat dengan bimbingan dokter puskesmas. e. Rujukan kasus ke Puskesmas



BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah Ruang



Pelayanan kesehatan mata di Puskesmas Rancabali dilayani di ruang khusus yang



Snellen Chart



memungkinkan pemeriksaan dan tindakan pelayanan mata lainnya.



Pasien



u nt Pi



Meja Pemeriksa



B. Standar Fasilitas Selain ruangan untuk pemeriksaan dan tindakan pelayanan kesehatan mata lainnya, pelayanan kesehatan mata di Puskesmas Rancabali memiliki peralatan sebagai berikut: No 1 2 3 4 5 6



Jenis Peralatan Trial frame Trial lens Buku ishihara test Lup binocular 3-5 dioptri Opthalmoscope direct Snellen chart 2 jenis a.



E-chart



b.



alphabet chart



7



Tonometer schiotz



8



Kartu tumbling E



Keterangan ada tdk √ √ √ √ √







Anaslisis Tindak lanjut



Bersatu dengan set diagnostic test



√ √



Tonometer schiotz belum tersedia, sudah diajukan untuk pengadaan di tahun 2018







BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN A. Lingkup Kegiatan Pelayanan kesehatan mata di Puskesmas Rancabali dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya terutama perawat dan bidan. Jenis pelayanan yang dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan lainnya yang ada di Puskesmas Rancabali.



Kegiatan pelayanan dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung puskesmas. Pelayanan yang diberikan berupa pelayanan promotive, preventive, curative dan rehabilitative dengan lebih mengutamakan upaya promotive dan preventive. B. Metode Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan indera penglihatan di Puskesmas, dilakukan beberapa cara, yaitu: 1. Promotif Promotif atau pendidikan kesehatan kepada masyarakat dilakukan oleh petugas kesehatan, kader, guru UKS dan tenaga lain sesuai dengan wilayah dan kompetensi nya masingmasing. Materi yang disampaikan berkaitan dengan kesehatan mata. 2. Preventif Upaya preventif atau pencegahan dalam meningkatkan kesehatan mata dilakukan dengan cara: menajaga kebersihan lingkungan, membaca dalam keadaan pencahayaan yang cukup, melakukan cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan mata terutama mata dalam keadaan sakit, pendampingan penderita dengan keterbatasan penglihatan oleh keluarga terdekat, memodifikasi lingkungan agar tidak membahayakan penderita dengan gangguan penglihatan dan pendidikan kesehatan untuk mencegah penularan dan keadaan yang lebih memburuk dari suatu penyakit atau kelainan penglihatan. 3. Curatif Kuratif atau upaya pengobatan dilakukan untuk semua kelainan gangguan penglihatan, dapat dilakukan dengan medikamentosa atau obat-obatan dan tindakan operatif untuk kasus yang memerlukan tindakan operatif. 4. Rehabilitatif Upaya rehabilitative atau pemulihan dilakukan untuk kasus gangguan penglihatan baik dengan memodifikasi lingkungan agar aksesible terhadap penderita gangguan penglihatan atau rehabilitasi kelainan mata untuk mempercepat pemulihan dan adaptasi dengan lingkungan. C. Langkah Kegiatan 1. Plan (Perencanaan) a. Sumber daya 1) Tenaga yang terlibat a) Dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya. b) Kader kesehatan mata terlatih, guru UKS dan tokoh masyarakat c) Tenaga refraksionist. 2) Sarana dan prasarana Untuk pelaksanaan kegiatan diperlukan sarana dan prasarana seperti peralatan medis dan non medis, obat-obatan, sarana penyuluhan dan lainnya. 3) Dana



Kegiatan pelayanan kesehatan mata di dalam dan luar gedung puskesmas bersumber dari dana BLUD, DAU Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat serta Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). b. Survey Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) SMD dan MMD merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenal masalah, menganalisis masalah dan menganalisis potensi alternative pemecahan masalah yang ada di masarakat. Hasil SMD dan MMD dapat berupa: 1) Angka kesakitan mata dan kebutaan di masyarakat 2) Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat akan pentingnya kesehatan mata 3) Potensi yang ada di masyarakat untuk menangani masalah kesehatan mata. Setelah data dikumpulkan, dianalisis bersama, ditetapkan masalah dan alternative pemecahan masalah kesehatan mata, kemudian diusulkan dalam rencana usulan kegiatan puskesmas. c. Penyusunan Usulan Kegiatan Penyusunan usulan kegiatan dilakukan secara terpadu dengan upaya kesehatan lainnya. Usulan dibuat dalam bentuk matrix dengan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, volume, lokasi, waktu dan perkiraan biaya untuk setiap kegiatan. 2. Do (Pelaksanaan Kegiatan) Pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah usulan kegiatan disahkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Apabila anggaran terbatas, maka pelaksanaan kegiatan dilakukan terintegrasi dengan upaya kesehatan lainnya. Rencana kegiatan yang telah disusun diinformasikan kepada seluruf staf puskesmas melalui pertemuan loka karya mini puskesmas. Kegiatan yang dilaksanakan berupa: a. Sosialisasi b. Pelatihan c. Pelayanan kesehatan mata di dalam dan di luar gedung puskesmas d. Pembinaan peran serta masyarakat e. Advokasi 3. Check (Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan) Pelaksanaan kegiatan harus dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pelaksanaan kegiatan dibandingkan dengan rencana kegiatan dan standar pelayanan. Evaluasi kegiatan dilakukan setiap selesai pelaksanaan dan setiap bulan. Setiap akhir bulan dilakukan evaluasi hasil cakupan, mutu dan kinerja pelayanan yang dibahas dalam pertemuan loka karya mini puskesmas. Dalam pertemuan dilakukan pembahasan tentang hasil pelayanan, dibandingkan dengan target cakupan dan mutu pelayanan apakah sudah sesuai target atau belum. Sebagai tindak lanjut dirumuskan pemecahan masalah yang dituangkan dalam rencana kegiatan bulanan dan triwulanan bulan berikutnya. Apabila diperlukan keterlibatan lintas sector, maka dilakukan pembahasan dalan loka karya mini triwulanan.



Pada akhir tahun pelaksanaan kegiatan, puskesmas dapat mengundang dinas kesehatan sebagai narasumber yang akan memberikan alternative pemecahan masalah yang dihadapi. 4. Action (Tindakan Korektif Sesuai Hasil Evaluasi) Rumusan alternative pemecahan masalah dilakukan pada bulan berikutnya untuk memperbaiki pelayanan, hasil cakupan pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan mata sesuai dengan hambatan pelayanan yang dihadapi pada bulan sebelumnya. 5. Recording and Reporting (Pencatatan dan Pelaporan) Pencatatan dan pelaporan terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu komponen informasi melalui kegiatan pencatatan, komponen pelaporan dan komponen analisis serta evaluasi. a. Pencatatan adalah kegiatan memasukan dan mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua pelayanan petugas kesehatan. b. Pelaporan adalah kegiatan untuk melaporkan hasil pencatatan dari unit terendah ke unit lebih tinggi. c. Analisis dan evaluasi adalah kegiatan untuk menganalisis setiap kegiatan yang menjawab pertanyaan 5W-1H (apa, siapa, dimana, mengapa, kapan dan bagaimana)



BAB V LOGISTIK



Dalam upaya pelayanan kesehatan mata di Puskesmas Rancabali diperlukan logistik untuk menunjang keberhasilan pelayanan agar dicapai dengan baik. Kebutuhan logistik yang diperlukan sebagai berikut: No 1.



Jenis Kebutuhan Logistik



Sumber Dana



Obat-obatan penunjang pelayanan mata



DAU-Kabupaten



a. Obat-obat tetes mata antibiotic



BLUD



b. Obat anesthesi lokal tetes mata c. Obat anti glaucoma d. Obat anti histamine oral dan tets mata e. Vitamin A f. 2.



Obat-obat lain sesuai dengan kebutuhan yang



berkaitan dengan kesehatan mata Bahan habis pakai



DAU-Kabupaten



a. Kasa steril



BLUD



b. Plester anti hypo alergenik c. Betadhin d. Larutan RL e. Larutan Nacl 0,9 % 3.



f. Benang ukuran 10/0 ATK



BLUD



BAB VI KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM



Keterangan



Dalam melaksanakan upaya kesehatan mata di Puskesmas Rancabali ditemukan hambatan yang berpotensi menimbulkan gangguan keselamatan pada petugas pelaksana pelayanan dan klien sebagai sasaran kegiatan/program. Ancaman keselamatan sasaran kegiatan/program berupa: 1. Tindakan kesalahan diagnosis yang menimbulkan kesalahan dalam pengobatan dan tindakan. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kesalahan: a. Diagnosis dilakukan oleh dokter b. Apabila ditemukan kelainan oleh petugas kesehatan selain dokter agar dikonsulkan kepada dokter untuk penetapan diagnosis dan tindakan c. Dokter melakukan refleksi atau diskusi kasus kelainan mata dengan perawat dan bidan di Puskesmas. d. Perawat yang sudah dilatih kesehatan mata masyarakat (Community Eye Nurse) melakukan sosialisasi dan refreshing kasus kelainan mata yang sering dijumpai. 2. Kelalaian dalam melakukan tindakan pelayanan yang dapat menimbulkan kelainan mata baru atau kecacatan mata baik temporer atau permanent. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kelalaian tindakan: a. Melakukan tindakan sesuai dengan SOP yang berlaku b. Tindakan pelayanan dilakukan oleh dokter atau perawat terlatih c. Tindakan pelayanan sesuai dengan kompetensi dan fasilitas penunjang yang ada. d. Rujukan kasus ke RS untuk kelainan yang tidak dapat ditangani di Puskesmas Rancabali. 3. Kesalahan dalam prosedur pelayanan yang dapat menimbulkan kesalahan hasil dan mengakibatkan kelainan baru. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kesalahn prosedur pelayanan: a. Petugas pelaksana pelayanan memahami prosedur tindakan pelayanan yang akan dilakukan b. Melaksanakan tindakan sesuai dengan SOP yang berlaku 4. Penggunaan APD yang tidak baik sehinga dapat menimbulkan penularan kepada penderita lain atau kepada petugas kesehatan sendiri. Upaya yang dilakukan untuk mencegah penggunaan APD yang tidak baik: a. Semua petugas pelayanan memahami APD yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan. b. Penggunaan APD sesuai dengan tindakan pelayanan yang dilakukan. c. APD yang dipakai memenuhi syarat baik kwantias maupun kwalitas nya. 5. Kesalahan pemberian infromasi kepada sasaran. Upaya untuk mencegah kesalahan pemberian informasi: a. Petugas kesehatan yang akan memberikan informasi memahami dengan baik apa yang akan disampaikan kepada sasaran. b. Informasi yang disampaikan diberikan oleh petugas sesuai dengan kompetensi dan keilmuan yang dimiliki. c. Proses penyampaian informasi harus memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan serta sasaran. d. Sasaran dilakukan evaluasi sebelum dan setelah pemberian informasi.



BAB VII KESELAMATAN KERJA



Pelayanan kesehatan mata di Puskesmas Racabali dilakukan di dalam dan di luar gedung puskesmas. Sarana dan prasarana yang baik akan menunjang kwalitas keberhasilan pelayanan. Sarana dan prasarana yang kurang memenuhi syarat akan menimbulkan hasil pelayanan tidak sesuai dengan harapan bahkan menimbulkan bahaya terhadap keselamatan baik pemberi pelayanan maupun penerima pelayanan. Kemungkinan ancaman keselamatan kerja bagi pemberi pelayanan: 1. Cedera pada saat pelayanan di dalam gedung puskesmas Pelayanan di dalam gedung puskesmas memerlukan ruangan dengan luas sesuai dengan kebutuhan. Ruangan harus ditata dengan baik agar tidak menimbulkan resiko cedera pada saat pemeriksaan visus atau tindakan pelayanan lain. Lantai yang licin dan penataan ruangan yang tidak baik akan menimbulkan resiko terjatuh atau terpeleset. 2. Cedera pada saat melakukan tindakan Tindakan pelayanan kesehatan mata seperti tindakan insisi hordioleum atau tindakan lainnya menggunakan alat yang tajam, sehingga apabila tidak hati-hati akan menimbulkan cedera tertusuk jarum atau terkena pisau pada saat melakukan tindakan. Untuk meminimalkan resiko tersebut diperlukan ketelitian dan kehati-hatian pemberi pelayanan pada saat melakukan tindakan. 3. Tertular penyakit dari penderita penyakit infeksi mata yang menular Penyakit infeksi mata seperti konjunctivitis dan trachoma dapat menular kepada pemberi pelayanan. Tindakan pencegahan penularan dengan memperhatikan standar pemberian pelayanan dan penggunaan APD yang tepat dapat menghindari penularan penyakit dari penderita kepada pemberi pelayanan. 4. Resiko jatuh dari kendaraan pada saat menuju lokasi pelayayanan Kondisi geografis wilayah Kecamatan Rancabali terdiri dari hutan, perbukitan dan pegununungan dengan kondisi jalan belum semuanya dilakukan pengaspalan atau pengecoran. Banyak jalan-jalan menuju wilayah sasaran masih bebatuan dan licin, sehingga menimbulkan bahaya cedera apabila tidak hati-hati. 5. Ancaman kejahatan Jalan menuju wilayah sasaran pelayanan pada saat pelayanan di luar gedung puskesmas melewati perkebunan, hutan dan perbukitan yang jarang dilalui orang, sehingga sangat berpotensi ancaman kejahatan. Untuk mengurangi ancaman kejahatan, pelayanan ke wilayah yang melewati jalan yang jarang dilalui orang dilakukan pada jam kerja dan selesai sebelum hari menjadi gelap.



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU



Kwalitas pelayanan yang baik akan menghasilkan capaian hasil sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelayanan kesehatan mata dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan untuk menjaga kwalitas dan mutu pelayanan. Proses pelayanan dan hasil yang dicapai harus terus menerus dilakukan monitoring agar sesuai dengan perencanaan, standar dan target hasil cakupan pelayanan. Untuk menjaga mutu pelayanan harus ditetapkan indikator mutu pelayanan kesehatan mata di Puskesmas Rancabali. Indikator mutu pelayanan kesehatan mata di Puskesmas Rancabali adalah sebagai berikut: 1. Prosedur pemeriksaan visus sesuai dengan SOP Pemeriksaan tajam penglihatan atau visus dilakukan sesuai dengan SOP agar hasil pemeriksaan akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. 2. Diagnosis penyakit katarak tepat Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak, tetapi paling mudah dilakukan pengobatan dengan tindakan operasi. Tindakan operasi katarak merupakan tindakan operasi yang paling cost effective dibanding tindakan operasi lain. Diagnosis katarak dilakukan oleh dokter. 3. Dapat membedakan kelainan gangguan penglihatan akibat gangguan refraksi atau gangguan anatomis organ mata. Gangguan ketajaman penglihatan dapat dibedakan apakah dari gangguan refraksi atau anatomis mata dengan pin hole.



BAB IX PENUTUP



Upaya



pelayanan



kesehatan



Indera



penglihatan



merupakan



upaya



kesehatan



pengembangan yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah, kemampuan puskesmas dan kebijakan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Pelaksanaan upaya pelayanan terintegrasi dengan upaya pelayanan kesehatan lainnya yang ada di Puskesmas. Dengan adanya pedoman internal pelayanan kesehatan mata ini dapat dijadikan acuan dalam pelayanan bagi pelaksana pelayanan kesehatan mata yang ada di puskesmas.



Rancabali, 30 Januari 2019 Kepala Puskesmas Rancabali



H. Herman Setiawan, SKM NIP. 19670803 199103 1 006