Pelatihan Rekam Medis FKTP [PDF]

  • Author / Uploaded
  • danik
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MATERI PESERTA PERTEMUAN NASIONAL



DAFTAR ISI



Table of Contents DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................2 A.



Latar Belakang ....................................................................................................................................3



B.



Kebijakan Akreditasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ...................4



C.



Pedoman Penyusunan SOP dan Kebijakan ...........................................................................7



D.



Kebijakan dan SOP Terkait Rekam Medis .......................................................................... 21



E.



Sistem Identifikasi Pasien, Sistem Penomoran dan Penamaan ............................... 29



F.



Prosedur Pendaftaran Yang Memperhatikan Kebutuhan Pelanggan ................... 36



G.



Keamanan dan Kerahasiaan Rekam Medis ........................................................................ 38



H.



Aksesibilitas RM, Sistem Penyimpanan, Retensi, dan Pemusnahan ...................... 48



I.



Disain Formulir rekam medis dalam pendokumentasian pelayanan pasien .... 54



J.



Evaluasi Kelengkapan Pengisian Dokumen Rekam Medis ......................................... 66



REFERENSI ................................................................................................................................................... 71



PELATIHAN “REKAM MEDIS FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) UNTUK AKREDITASI/REAKREDITASI”



A. Latar Belakang Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008, rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pelaksanaan Rekam Medis di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) adalah sebagai pendokumentasian riwayat penyakit pasien. Untuk menciptakan rekam medis yang baik maka diperlukan pengelolaan rekam medis yang baik harus sesuai dengan prosedur dan pedoman (Ndabambi, dkk dalam Muyasaroh, 2016). Pengelolaan rekam medis tersebut meliputi assembling (penataan dokumen), coding (peberian kode diagnosis dan tindakan), indexing (tabulasi), filing (penyimpanan), dan analysing/reporting (mengubah data menjadi informasi) (Depkes RI, 2006). Sebelum melaksanakan manajemen rekam medis di fasilitas pelayanan kesehatan, perlu adanya persiapan terkait pemahaman konsep dasar rekam medis dan aspek hukum rekam medis. Hal tersebut dilakukan agar dalam praktiknya dapat langsung tercipta manajemen rekam medis yang komprehensif dan efektif serta efisien. Dalam mencapai perbaikan pelaksanaan Rekam Medis di FKTP, perlu adanya penilaian dan evaluasi yang akan dilakukan oleh komite akreditasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015, Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar Akreditasi. Untuk mencapai Elemen Penilaian Akreditasi secara maksimal, perlu adanya manajemen Rekam Medis yang baik. Menurut penelitian Wong dan Elizabeth dalam Muyasaroh (2016) disebutkan setiap sarana pelayanan kesehatan memerlukan



manajemen dalam mengelola rekam medis agar rekam medis berjalan dengan baik sehingga menghasilkan informasi yang lengkap dan akurat. Selain itu, untuk mencapai manajemen rekam medis yang baik di FKTP maka petugas rekam medis harus memahami instrument akreditasi yang terlampir dalam Permenkes Nomor 46 Tahun 2015. B. Kebijakan Akreditasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Akreditasi merupakan pengakuan terhadap Puskesmas, klinik pratama, praktik dokter dan praktik dokter gigi yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa fasilitas kesehatan tingkat pertama itu memenuhi standar pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah ditetapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan secara berkesinambungan. Adapun dasar hukum untuk ketentuan akreditasi merujuk pada: 1. UU RI No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; 2. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 3. UU RI No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 4. UU RI No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan ; 5. Perpres N0 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015 -2019 6. Permenkes 99 tanun 2015 merupakan perubahan atas Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN 7. Permenkes No. 9 tahun 2014 tentang Klinik 8. Permnekes No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat 9. Kepmenkes HK.02.02/52/2015 tentang Renstra Kemenkes 2015 -2019 Sesuai dengan ketentuan peraturan tersebut maka setiap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama-FKTP (Puskesmas, Klinik, maupun Praktek Mandiri Dokter dan Praktek Mandiri Dokter Gigi) mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan menerapkan ketentuan-ketentuan standar yang ditetapkan oleh Komisi Akreditasi FKTP. Akreditasi merupakan upaya untuk perbaikan terus menerus untuk memperbaiki pelayanan di FKTP. Akreditasi pada pelayanan kesehatan mempunyai tujuan pembinaan peningkatan mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap



sistem manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan dan program, serta penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat akreditasi. Dengan melaksanakan akreditasi diharapkan bisa memberikan manfaat diantaranya: 1.



Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota Akreditas digunakan sebagai wahana pembinaan peningkatan mutu kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan klinis, serta penerapan manajemen risiko.



2.



Masyarakat Manfaat akreditasi untuk masyarakat yaitu untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan dan masyarakat mendapat Jaminan kualitas pelayanan kesehatan.



3.



Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berikut ini manfaat untuk fasilitas pelayanan kesehatan : a. Memberikan keunggulan kompetitif bagi fasilitas kesehatan b. Menjamin pelayanan kesehatan primer yang berkualitas c. Meningkatkan pendidikan pada staf FKTP d. Meningkatkan pengelolaan risiko dan keselamatan pasien e. Membangun dan meningkatkan kerja tim antar staf f. Meningkatkan reliabilitas dalam pelayanan, ketertiban pendokumentasian, dan konsistensi dalam bekerja g. Meningkatkan keamanan dalam bekerja. FKTP menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan



perseorangan dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat setingi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai peran penting dalam Sistem Kesehatan Nasional, khususnya dalam sub sistem upaya kesehatan oleh karena itu Puskesmas dituntut agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengelolaan yang baik yang meliputi kinerja pelayanan maupun proses pelayanan dan sumberdaya diperlukan fasilitas pelayanan kesehatan untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal.



Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu, serta dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh karena itu upaya peningkatan mutu, manajemen resiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan kesehatan yang bermutu. World Health Organisation mempunyai enam mutu dalam pelayanan kesehatan yaitu: efektif, efisien, dapat diakses, dapat diterima/berfokus pada pasien, adil, dan aman. Tabel 1. Enam Dimensi/Area Mutu (World Health Organisation, 2006) Dimensi Mutu Efficiency (Efisien)



Keterangan Memaksimalkan penggunaan sumber daya dan menghindari pemborosan



Effectiveness



Perawatan kesehatan berbasis bukti dan menghasilkan hasil



(Efektif)



kesehatan yang lebih baik sesuai kebutuhan pasien



Safety (Aman)



Layanan kesehatan yang meminimalkan risiko dan kerugian bagi pengguna jasa



Acceptable/Patient



Layanan kesehatan yang memberikan perawatan kesehatan



Centeredness Dapat dengan mempertimbangkan preferensi dan aspirasi pengguna diterima Accessible



layanan individu dan budaya masyarakat mereka; (Dapat Perawatan kesehatan yang tepat waktu, masuk akal secara



diakses)



geografis, dan disediakan dalam pengaturan keterampilan dan sumber daya sesuai dengan kebutuhan medis



Equity (Adil)



Perawatan kesehatan yang tidak membedakan kualitasnya karena karakteristik pribadi seperti jenis kelamin, ras, etnisitas, lokasi geografis, atau status sosial ekonomi



Sumber : Quality of Care : a process for making strategic choices in health systems, WHO 2006



C. Pedoman Penyusunan SOP dan Kebijakan Dokumentasi merupakan suatu bukti dalam pelaksanaan kegiatan dan penerapan kebijakan dan program kerja. Oleh karena itu dokumentasi merupakan hal yang penting karena dokumen merupakan acuan kerja, bukti pelaksanaan dan penerapan kebijakan, program dan kegiatan, serta bagian dari salah satu persyaratan Akreditasi FKTP. Sistem dokumentasi yang baik dalam suatu institusi/organisasi diharapkan fungsi-fungsi setiap personil maupun bagian-bagian dari organisasi dapat berjalan sesuai dengan perencanaan bersama dalam upaya mewujudkan kinerja yang optimal. Dokumen akreditasi FKTP terdiri dari dua yaitu dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal merupakan sistem manajemen mutu, sistem dalam penyelenggaraan pelayanan upaya kesehatan perorangan, dan sistem penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (untuk Puskesmas). Sedangkan dokumen internal adalah Regulasi eksternal yang berupa peraturan perundangan dan pedoman-pedoman yang diberlakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan organisasi profesi, yang merupakan acuan bagi FKTP dalam menyelenggarakan administrasi manajemen dan upaya kesehatan perorangan serta khusus bagi Puskesmas untuk penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat. Kedua jenis dokumen ini baik internal maupun eksternal perlu disiapkan oleh FKTP untuk jalannya organisasi. Dokumen internal perlu dibakukan berdasarkan regulasi internal yang ditetapkan oleh Kepala FKTP. Regulasi internal tersebut disusun dan ditetapkan dalam bentuk dokumen yang harus disediakan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk memenuhi standar akreditasi dan dalam menjalankan organisasi di Puskesmas. Disisi lain dokumen eksternal walaupun bukan merupakan dokumen persyaratan penilaian akreditasi sebaiknya disiapkan di FKTP, sebagai dokumen yang dikendalikan karena dokumentersebut sebagai acuan dalam penyusunan dokumen internal. Adapun dokumen - dokumen yang perlu disediakan di Puskesmas adalah sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan manajemen Puskesmas: a. Kebijakan Kepala Puskesmas



b. Rencana Lima Tahunan Puskesmas, c. Pedoman/manual mutu, d. Pedoman/panduan teknis yang terkait denganmanajemen, e. Standar operasional prosedur (SOP), f. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) 1) Rencana Usulan Kegiatan (RUK), dan 2) Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) g. Kerangka Acuan Kegiatan. 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM): a. Kebijakan Kepala Puskesmas, b. Pedoman untuk masing-masing UKM (esensial maupun pengembangan), c. Standar operasional prosedur (SOP), d. Rencana Lima Tahunan Puskesmas, e. Rencana Tahunan untuk masing-masing UKM, f. Kerangka Acuan Kegiatan pada tiap-tiap UKM. 3. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) a. Kebijakan tentang Pelayanan Klinis, b. Pedoman Pelayanan Klinis, c. Standar operasional prosedur (SOP) klinis, b. Kerangka Acuan terkait dengan Program/Kegiatan c. Pelayanan Klinis dan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama perlu menyiapkan bukti rekam implementasi (bukti tertulis kegiatan yang dilaksanakan) dan dokumen-dokumen pendukung lain, seperti foto copy ijazah, sertifikat pelatihan, sertifikat kalibrasi, dan sebagainya, sebagai bukti pelaksanaan kegiatan dan pelayanan. Secara umum, dunia manajemen menggunakan prinsip POACE (Planning, Organizing, Actuating, Controlling, Evaluating) yang merupakan kaidah yang digunakan sebagai acuan untuk menjalankan sebuah kegiatan yang terkait melalui kepanitiaan sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan secara sistematis, terstruktur,



terencana dan terkontrol. Setiap kegiatan diperlukan perencanaan (planing) diawali dengan ide/gagasan/alasan untuk membuat/melaksanakan sebuah kegiatan, dalam tahap ini ketika menyusun program kerja pasti diperlukan pertimbangan yang matang dari segi kelemahan, kelebihan, hambatan, serta tujuan dan manfaat dari kegiatan tersebut. Proses berikutnya adalah Organizing yakni suatu proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi. Organizing juga meliputi penugasan setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas. Setelah Perencanaan dan pengorganisasian yang baik harus diikuti dengan pelaksanaan kerja. Untuk itu maka dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerjasama. Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi. Pelaksanaan kerja harus sejalan dengan rencana kerja yang telah disusun. Kecuali memang ada hal-hal khusus sehingga perlu dilakukan penyesuian. Pengontrolan terhadap suatu kegiatan juga merupakan salah satu aspek yang sangat penting demi keberhasilan program. Pengontrolan bisa dilakukan pada saat kegiatan sedang dilaksanakan/berlangsung. Pengontrolan merupakan tugas dari seorang pemimpin atau tim yang telah ditunjuk oleh pemimpin dengan tujuan agar kegiatan dapat berjalan sesuai dengan susunan acara yang berasal dari konsep yang telah dibuat dan disepakati sebelumnya, sehingga kegiatan tersebut dapat membuahkan hasil yang maksimal. Jika seluruh kegiatan telah selesai dilaksanakan, maka yang dilakukas selanjutnya adalah evaluating



atau



melakukan



evaluasi



permasalahan/kekurangan-kekurangan



yang



terhadap terjadi



kegiatan.



dapat



diketahui



Setiap dan



dikumpulkan sebagai arsip sehingga pada kegiatan selanjutnya tidak mengulang masalah serupa. Evaluasi dapat dilakukan saat kegiatan berlangsung, sehingga evaluasi juga merupakan salah satu sarana controlling ketika kegiatan berlangsung, dan dapat pula dilakukan ketika acara telah selesai terlaksanakan supaya mendapatkan hasil yang maksimal. Kebijakan merupakan Peraturan/ Surat Keputusan yang ditetapkan oleh Kepala FKTP yang merupakan garis besar yang bersifat mengikat dan wajib



dilaksanakan oleh penanggung jawab maupun pelaksana. Berdasarkan kebijakan tersebut, disusun pedoman/ panduan dan standar operasional prosedur (SOP) yang memberikan kejelasan langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan di FKTP. Dalam menyusun Peraturan/Surat Keputusan tersebut harus didasarkan pada peraturan perundangan, baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Peraturan Menteri dan pedoman pedoman teknis yang berlaku seperti yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Peraturan/ Surat Keputusan Kepala FKTP dapat dituangkan dalam pasal-pasal dalam keputusan tersebut, atau merupakan lampiran dari peraturan/ keputusan. Format Peraturan/ Surat Keputusan disesuaikan dengan Peraturan Daerah yang berlaku atau dapat disusun sebagai berikut: 1.



Pembukaan ditulis dengan huruf kapital: a. Kebijakan: Peraturan/Keputusan Kepala (sebutkan nama FKTP), b. Nomor: ditulis sesuai sistem penomoran di FKTP, c. Judul: ditulis judul Peraturan/Keputusan tentang d. Jabatan pembuat keputusan ditulis simetris, diletakkan di tengah margin diakhiri dengan tanda koma (,)



2.



Konsideran, meliputi: a. Menimbang: Memuat uraian singkat tentang pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan keputusan. Huruf awal kata menimbang ditulis dengan huruf kapital diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) , diletakkan di bagian kiri.



Konsideran menimbang diawali dengan



penomoran menggunakan huruf kecil abjad dan dimulai dengan kata bahwa dengan “b” huruf kecil, diakhiri dengan titik koma (;) b. Mengingat: Memuat



dasar



kewenangan



dan



peraturan



perundangan



yang



memerintahkan pembuat keputusan tersebut. Peraturan perundangan yang menjadi dasar hokum adalah peraturan yang tingkatannya sederajat atau lebih tinggi. Konsideran ini diletakkan di bagian kiri tegak lurus dengan kata



menimbang. Konsideran yang berupa peraturan diurutkan dengan hirarki tata perundangan diawali dengan nomor dengan huruf angka 1,2,, dst diakhir dengan titik koma (;) 3.



Diktum a.



Diktum MEMUTUSKAN ditulis simetris ditengah seluruhnya dengan huruf kapital serta diletakkan ditengah margin,



b.



Diktum Menetapkan dicantumkan setelah kata memutuskan disejajarkan ke bawah dengan kata menimbang dan mengingat, huruf awal kata menetapkan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:),



c.



Nama keputusan sesuai dengan judul seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).



4.



Batang Tubuh a. Batang tubuh memuat semua substansi keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum: KESATU: KEDUA: Dst b. Dicantumkan



saat



berlakunya



peraturan/keputusan,



perubahan,



pembatalan, pencabutan ketentuan dari peraturan lainnya c. Materi kebijakan dapat dibuat sebagai lampiran peraturan/keputusan, dan pada halaman terakhir ditandatangani oleh pejabat yang menetapkan peraturan/keputusan 5.



Kaki Kaki Peraturan/Surat Keputusan merupakan bagian akhir substansi yang memuat penanda tangan penerapan Peraturan/Surat Keputusan, pengundangan peraturan/keputusan yang terdiri dari: a. tempat dan tanggal penetapan, b. nama jabatan diakhiri dengan tanda koma (,) c. tanda tangan pejabat, dan d. nama lengkap pejabat yang menanda tangani



6.



Penandatanganan Peraturan/keputusan kepala ditandatangani oleh Kepala FKTP, ditulis nama tanpa gelar



7.



Lampiran Peraturan/Surat Keputusan a. Halaman



pertama



harus



dicantumkan



judul



dan



nomor



peraturan/keputusnan b. Halaman akhir harus ditandatangani oleh Kepala FKTP Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen Peraturan/Surat Keputusan yaitu kebijakan yang telah ditetapkan Kepala FKTP tetap berlaku meskipun terjadi penggantian Kepala FKTP sampai adanya kebutuhan revisi atau pembatalan. Kebijakan berupa Peraturan, pada Batang Tubuh tidak ditulis sebagai diktum tetapi dalam bentuk Bab-bab dan Pasal-pasal. Pedoman/panduan merupakan kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menentukan dan melaksanakan kegiatan. Panduan adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga dapat diartikan pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan panduan hanya mengatur 1 (satu) kegiatan. Pedoman/ panduan dapat diterapkan dengan baik dan benar melalui penerapan SOP. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen pedoman atau panduan yaitu: Setiap pedoman atau panduan harus dilengkapi dengan peraturan atau keputusan Kepala FKTP untuk pemberlakuan pedoman/panduan tersebut. 1. Peraturan Kepala FKTP tetap berlaku meskipun terjadi penggantian Kepala FKTP. 2. Setiap pedoman/panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap 2-3 tahun sekali. 3. Bila Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Pedoman/Panduan untuk suatu kegiatan/ pelayanan tertentu, maka FKTP dalam membuat pedoman/ panduan wajib mengacu pada pedoman/ panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. 4. Format baku sistematika pedoman panduan yang lazim digunakan sebagai berikut:



a. Format Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja Kata pengantar BAB I Pendahuluan BAB II Gambaran Umum FKTP BAB III Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan FKTP BAB IV Struktur Organisasi FKTP BAB V Struktur Organisasi Unit Kerja BAB VI Uraian Jabatan BAB VII Tata Hubungan Kerja BAB VIII Pola Ketenagaan dan Kualifi kasi Personil BAB IX Kegiatan Orientasi BAB X Pertemuan/ Rapat BAB XI Pelaporan 1) Laporan Harian 2) Laporan Bulanan 3) Laporan Tahunan b. Format Pedoman Pelayanan Unit Kerja Kata pengantar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Pedoman C. Sasaran Pedoman D. Ruang Lingkup Pedoman E. Batasan Operasional BAB II STANDAR KETENAGAAN A. Kualifi kasi Sumber Daya Manusia B. Distribusi Ketenagaan C. Jadwal Kegiatan BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah Ruang B. Standar Fasilitas



BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN A. Lingkup Kegiatan B. Metode C. Langkah Kegiatan BAB V LOGISTIK BAB VI KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM BAB VII KESELAMATAN KERJA BAB VIII PENGENDALIAN MUTU BAB IX PENUTUP c. Format Panduan Pelayanan BAB I DEFINISI BAB II RUANG LINGKUP BAB III TATA LAKSANA BAB IV DOKUMENTASI Sistematika pedoman/panduan pelayanan Puskesmas dapat dibuat sesuai dengan materi/isi pedoman/panduan. Pedoman/panduan yang harus dibuat adalah pedoman/panduan minimal yang harus ada di FKTP yang dipersyaratkan sebagai regulasi yang diminta dalam elemen penilaian. Bagi FKTP yang telah menggunakan e-file tetap harus mempunyai hardcopy pedoman/panduan yang dikelola oleh tim akreditasi FKTP atau bagian Tata Usaha FKTP. Standar operasional prosedur (SOP) dikenal dengan berbagai istilah diantaranya Standar Operasional Prosedur (SOP), instruksi kerja dan Standar Prosedur Operasional (SPO). Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2012 bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. Sedangkan Instruksi kerja adalah petunjuk kerja terdokumentasi yang dibuat secara rinci, spesifik dan bersifat instruktif, yang dipergunakan oleh pekerja sebagai acuan dalam melaksanakan suatu pekerjaan spesifik agar dapat mencapai hasil kerja sesuai



persyaratan yang telah ditetapkan (Susilo, 2003). Istilah Standar Prosedur Operasional (SPO) ditemukan di Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang - Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit. Karena terdapat aneka ragam istilah tentang prosedur dan untuk menghindari salah tafsir serta dalam rangka konsistensi istiah maka dalam pedoman penyusunan dokumen ini digunakan istilah “Standar Operasional Prosedur“ (SOP) sebagaimana yang tercantum dalam Permenpan Nomor 35 tahun 2012. Adapun tujuan Penyusunan SOP adalah agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif, konsisten/seragam dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku. Manfaat SOP adalah mendokumentasi langkah-langkah kegiatan, memastikan staf Puskesmas memahami bagaimana melaksanakan pekerjaannya, memenuhi persyaratan standar pelayanan Puskesmas. Dalam menyusun SOP perlu ditetapkan format penyusunan SOP yang dibakukan dengan maksud agar tidak terjadi penggunaan banyak format. Untuk SPO tindakan agar memudahkan didalam melihat langkah- langkahnya dapat ditambah dengan bagan alir, persiapan alat dan bahan dan lain- lain, namun tidak boleh mengurangi item-tem yang ada di SOP. Berikut ini contoh format SOP



Petunjuk Pengisian SOP 1) Logo yang dipakai adalah logo Pemerintah kabupaten/ kota, nama organisasi adalah nama Puskesmas (untuk Klinik logo Klinik dan nama Klinik) 2) Kotak Heading: masing-masing kotak (Puskesmas, judul SOP, No. dokumen, No.revisi, Halaman, SOP, tanggal terbit, ditetapkan Kepala Puskesmas ) diisi sebagai berikut: a) Heading hanya dicetak halaman pertama, b) Kotak FKTP diberi Logo pemerintah daerah, dan nama Puskesmas atau logo dan nama Klinik Pratama dan Tempat Praktik Mandiri Dokter/ Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi. c) Kotak Judul diberi Judul /nama SOP sesuai proses kerjanya, d) Nomor Dokumen: diisi sesuai dengan ketentuan penomeran yang berlaku di FKTP yang bersangkutan, dibuat sistematis agar ada keseragaman, e) No. Revisi: diisi dengan status revisi, dapat menggunakan huruf. Contoh: dokumen baru 3) Isi SOP Isi dari SOP setidaknya adalah sebagai berikut: a) Pengertian: diisi definisi judul SOP, dan berisi penjelasan dan atau defi nisi tentang istilah yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan salah pengertian/ menimbulkan multi persepsi. b) Tujuan: berisi tujuan pelaksanaan SOP secara spesifik. Kata kunci: “Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk ……”.



c) Kebijakan: berisi kebijakan Kepala FKTP yang menjadi dasar dibuatnya SOP tersebut, misalnya untuk SOP imunisasi pada bayi, pada kebijakan dituliskan: Keputusan Kepala Puskesmas No 002/2019 tentang Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, d) Referensi: berisi dokumen eksternal sebagai acuan penyusunan SOP, bisa berbentuk buku, peraturan perundang-undangan, ataupun bentuk lain sebagai bahan pustaka. e) Langkah-langkah prosedur: bagian ini merupakan bagian utama yang menguraikan langkah-langkah kegiatan untuk menyelesaikan proses kerja tertentu. f) Unit terkait: berisi unit-unit yang terkait dan atau prosedur terkait dalam proses kerja tersebut. 4) Syarat penyusunan SOP a) Perlu ditekankan bahwa SOP harus ditulis oleh mereka yang melakukan pekerjaan tersebut atau oleh unit kerja tersebut. b) Tim atau panitia yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas/FKTP hanya untuk menanggapi dan mengkoreksi SOP tersebut. Hal tersebut sangatlah penting, karena komitmen terhadap pelaksanaan SOP hanya diperoleh dengan adanya keterlibatan personel/ unit kerja dalam penyusunan SOP. c) SOP harus merupakan flow charting dari suatu kegiatan. Pelaksana atau unit kerja agar mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim Mutu diminta memberikan tanggapan. d) Di dalam SOP harus dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana, kapan, dan mengapa. e) SOP tidak boleh menggunakan kalimat majemuk. Subjek, predikat dan objek SOP harus jelas. f) SOP harus menggunakan kalimat perintah/instruksi bagi pelaksana dengan bahasa yang dikenal pemakai. g) SOP harus jelas, ringkas, dan mudah dilaksanakan. Untuk SOP pelayanan pasien maka harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Untuk SOP profesi harus



mengacu



kepada



standar



profesi,



standar



pelayanan,



mengikuti



perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) kesehatan dan memperhatikan aspek keselamatan pasien. 5) Proses penyusunan SOP Berikut ini merupakan proses penyusunan SOP : a) SOP disusun dengan menggunakan format sesuai dengan panduan penyusunan dokumen akreditasi Puskesmas/Klinik ini. b) Penyusunan SOP dapat dikelola oleh tim mutu/ tim akreditasi Puskesmas/ Klinik dengan mekanisme sebagai berikut - Pelaksana atau unit kerja/ upaya menyusun SOP dengan melibatkan unit terkait. - SOP yg telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja/ upaya disampaikan ke tim mutu/tim akreditasi Puskesmas/Klinik, 6) Tata cara penomoran SOP Penomoran SOP maupun dokumen lainnya diatur pada kebijakan pengendalian dokumen,(kriteria 2.1.11. elemen penilaian 4, untuk Puskesmas, sedangkan Klinik pada kriteia 1.3.10 elemen penilaian 4,) - Semua SOP harus diberi nomor, - Puskesmas/Klinik agar membuat kebijakan tentang pemberian nomor untuk SOP, - Pemberian nomor bisa mengikuti tata persuratan Puskesmas/Klinik, atau ketentuan penomoran yang khusus untuk SOP (bisa menggunakan garis miring atau dengan sistem digit). Pemberian nomor sebaiknya secara sentral. Adapun Kode-kode yang dipergunakan untuk pemberian nomor adalah sebagai berikut: a) Kode unit kerja: masing-masing unit kerja di Puskesmas/ Klinik mempunyai kode sendiri-sendiri yang dapat berbentuk angka atau huruf. Sebagai contoh pada Unit Gawat Darurat diberi kode 08 (apabila menggunakan angka) atau g (apabila menggunakan huruf) dan lain



sebagainya tergantung didalam kebijakan pengendalian dokumen dan rekaman. b) Kode SOP: diatur dalam tata persuratan Puskesmas. Misal kode untuk SOP adalah 03 (apabila menggunakan angka) atau c (apabila menggunakan kode huruf). c) Nomor urut SOP adalah urutan nomor SOP di dalam unit kerja / upaya di Puskesmas/Klinik. Misal SOP di Unit Gawat Darurat No.08.03.15 (artinya SOP dari Unit Gawat Darurat dg nomor urut SOP= 15). d) Cara penomoran lainnya: - SOP yg khusus utk 1 unit, misal …/UGD/bln/thn - Satu SOP dipergunakan oleh lebih dari satu unit yang berbeda misalnya



SOP



rujukan



pasien



maka



diberi



nomor:



…./UGD/Keperawatan/bln/thn 7) Tata Cara Penyimpanan SOP Tata cara penyimpanan SOP adalah: a) SOP asli (master dokumen/ SOP yang sudah dinomori dan sudah ditandatangani) disimpan di sekretariat Tim Akreditas Puskesmas/Klinik atau Bagian Tata Usaha Puskesmas/Klinik, sesuai dengan kebijakan pengarsipan dokumen yang berlaku di organisasi tersebut. b) Penyimpanan SOP yang asli harus rapi, sesuai metode pengarsipan sehingga mudah dicari kembali bila diperlukan. c) SOP fotocopy disimpan di masing-masing unit upaya Puskesmas/Klinik, dimana SOP tersebut dipergunakan. d) Bila SOP tersebut tidak berlaku lagi atau tidak dipergunakan maka unit kerja wajib mengembalikan SOP yang sudah tidak berlaku tersebut ke sekretariat Tim mutu atau bagian Tata Usaha e) Di unit kerja hanya ada SOP yang masih berlaku saja. f) Sekretariat Tim Mutu atau bagian Tata Usaha organisasi dapat memusnahkan fotocopy SOP yang tidak berlaku tersebut, g) SOP yang asli agar tetap disimpan, sesuai ketentuan dalam pengarsipan dokumen di Puskesmas/Klinik.



h) SOP di unit upaya Puskesmas/Klinik harus diletakan ditempat yang mudah dilihat, mudah diambil, dan mudah dibaca oleh pelaksana 8) Evaluasi SOP Evaluasi SOP dapat dilakukan dengan evaluasi penerapannya dan diilanjutkan revisi secara total/ sebagian SOP tersebut. a) Evaluasi penerapan/ kepatuhan SOP dapat dilakukan dengan evaluasi langkah- langkah penerapan SOP apakah sudah dilakukan semua langkah ataupun sebagian langkah yang dilakukan. b) Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan daftar tilik/cek list. Daftar tilik berisi daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara konsisten, diikuti dalam pelaksanaan suatu rangkaian kegiatan, untuk diingat, dikerjakan, dan diberi tanda (check-mark). Langkah-langkah menyusun daftar tilik, sebagai berikut: (1) lakukan Identifikasi prosedur yang membutuhkan daftar tilik untuk mempermudah pelaksanaan dan monitoringnya. (2) Gambarkan flow-chart dari prosedur tersebut, (3) Buat daftar kerja yang harus dilakukan, (4) Susun urutan kerja yang harus dilakukan (5) Masukkan dalam daftar tilik sesuai dengan format tertentu, (6) Lakukan uji-coba, (7) Lakukan perbaikan daftar tilik, (8) Standarisasi daftar tilik.



Tabel 2. Daftar Tilik



Daftar tilik dipakai untuk mengecek kepatuhan terhadap SOP dalam langkah-langkah kegiatan, dengan rumus: ΣYa Compliance rate (CR) =



x 100 %



Σ Ya & Tidak



D. Kebijakan dan SOP Terkait Rekam Medis Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008). Pelayanan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien (pendaftaran) di pelayanan kesehatan, diteruskan kegiatan pencatatan data medis pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medis di rumah sakit, dan dilanjutkan dengan penanganan dokumen rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman dari pasien atau untuk keperluan lainnya, pelayanan medico legal (misalnya visum et repertum, resume medis untuk asuransi), melakukan pengolahan data (menganalisis kelangkapan dokumen rekam medis) dan menyajikan laporan dan analisisnya.



Didalam instrument akreditasi pelaksanaan pelayanan rekam medis sebagian besar terdapat pada bab 7 (untuk klinik bab 2) Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP), Standar 7.1 (untuk klinik 2.1) yaitu Proses Pendaftaran Pasien dan di bab 8 (untuk klinik bab 3) Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK), standar 8.4 (untuk klinik 3.4) yaitu ebutuhan data dan informasi asuhan bagi petugas kesehatan, pengelola sarana, dan pihak terkait di luar organisasi dapat dipenuhi melalui proses yang baku. Pada Standar 7.1 (untuk klinik 2.1) Proses pendaftaran pasien dirancang dan dilaksanakan sesuai kebutuhan pelanggan dan didukung oleh sarana dan lingkungan yang memadai. Terdapat beberapa kriteria dan elemen penilaian dalam standar ini yaitu: (1) Prosedur pendaftaran dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa : - FKTP perlu memperhatikan kebutuhan pasien dan menyesuaikannya dengan misi dan sumber daya yang tersedia di FKTP. - Keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dapat diperoleh pada saat pendaftaran. Elemen penilaiannya meliputi : - Tersedia prosedur pendaftaran. - Tersedia bagan alur pendaftaran - Petugas mengetahui dan mengikuti prosedur tersebut - Pelanggan mengetahui dan mengikuti alur yang ditetapkan - Terdapat cara mengetahui bahwa pelanggan puas terhadap proses pendaftaran - Terdapat tindaklanjut jika pelanggan tidak puas - Keselamatan pelanggan terjamin di tempat pendaftaran



(2) Informasi tentang pendaftaran tersedia dan terdapat dokumentasi tentang informasi tersebut di tempat pendaftaran. Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa: - Pasien membutuhkan informasi yang jelas di tempat pendaftaran, oleh karena itu informasi pendaftaran harus tersedia dengan jelas yang dapat dengan mudah diakses dan dipahami oleh pasien. - Penyediaan informasi kepada pasien memperhatikan latar belakang budaya dan bahasa yang dimiliki oleh pasien. Elemen penilaiannya meliputi: - Tersedia media informasi tentang pendaftaran di tempat pendaftaran - Semua



pihak



yang



membutuhkan



informasi



tentang



pendaftaran



memperoleh informasi sesuai dengan yang dibutuhkan - Pelanggan dapat memperoleh informasi lain tentang sarana pelayanan, antara lain tarif, jenis pelayanan, rujukan, ketersediaan tempat tidur untuk perawatan/rawat inap dan informasi lain yang dibutuhkan - Pelanggan mendapat tanggapan sesuai yang dibutuhkan ketika meminta informasi kepada petugas - Tersedia informasi tentang kerjasama dengan fasilitas rujukan lain - Tersedia informasi tentang bentuk kerja sama dengan fasilitas rujukan lain (3) Hak dan kewajiban pasien, keluarga, dan petugas dipertimbangkan dan diinformasikan pada saat pendaftaran Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa: - Pimpinan FKTP bertanggung jawab atas kebijakan pemberian pelayanan kepada pasien. - Pimpinan FKTP harus mengetahui dan mengerti hak dan kewajiban petugas, pasien dan keluarganya, serta tanggung jawab FKTP sesuai dengan undangundang dan peraturan yang berlaku. - Pimpinan wajib mengarahkan untuk memastikan agar seluruh petugas bertanggung jawab melindungi hak dan kewajiban tersebut. Untuk melindungi secara efektif dan mengedepankan hak pasien.



- Hak pasien dan keluarga merupakan salah satu elemen dasar dari proses pelayanan di FKTP, yang melibatkan petugas, klinik, pasien dan keluarga. Oleh karena itu, kebijakan dan prosedur harus ditetapkan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa petugas yang terkait dalam pelayanan pasien memberi respon terhadap hak pasien dan keluarga, ketika mereka melayani pasien. - Hak pasien tersebut perlu dipahami dengan baik oleh pasien oleh karena itu pasien perlu mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban pasien sejak proses pendaftaran. Elemen penilaiannya meliputi : - Hak dan kewajiban pasien/keluarga diinformasikan selama proses pendaftaran dengan cara dan bahasa yang dipahami oleh pasien dan/keluarga. - Hak dan kewajiban pasien/keluarga diperhatikan oleh petugas selama proses pendaftaran. - Terdapat upaya agar pasien/keluarga dan petugas memahami hak dan kewajiban masing-masing. - Pendaftaran dilakukan oleh petugas yang terlatih dengan memperhatikan hak-hak pasien/keluarga pasien. - Terdapat kriteria yang menjadi persyaratan bagi petugas yang bertugas di ruang pendaftaran. - Petugas tersebut bekerja dengan efisien, ramah, dan responsive terhadap kebutuhan pelanggan. - Terdapat mekanisme koordinasi petugas di ruang pendaftaran dengan unit lain/unit terkait dalam memberikan pelayanan pada pasien/keluarga pasien, agar terjamin kesinambungan pelayanan. - Terdapat upaya untuk memenuhi hak dan kewajiban pasien/keluarga, dan petugas dalam proses pemberian pelayanan di FKTP



(4) Tahapan pelayanan klinis diinformasikan kepada pasien untuk menjamin kesinambungan pelayanan Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa : - Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang tahapan pelayanan klinis yang akan dilalui mulai dari proses kajian sampai pemulangan untuk menjamin kesinambungan pelayanan. - Informasi tersebut termasuk apabila pasien perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dalam upaya menjamin kesinambungan pelayanan. - Tahapan pelayanan klinis adalah tahapan pelayanan sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan meninggalkan tempat pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika diperlukan. Elemen penilaiannya meliputi : - Tersedia tahapan dan prosedur pelayanan klinis yang dipahami oleh petugas. - Sejak awal pasien/keluarga memperoleh informasi dan paham terhadap tahapan dan prosedur pelayanan klinis. - Tersedia daftar jenis pelayanan di FKTP berserta jadual pelayanan. - Terdapat kerjasama dengan sarana kesehatan lain untuk menjamin kelangsungan pelayanan klinis (rujukan klinis, rujukan diagnostik, dan rujuakn konsultatif). (5) Kendala fisik, bahasa, budaya dan penghalang lain dalam memberikan pelayanan diusahakan dikurangi. Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa: - Pelayanan pasien dengan keterbatasan, antara lain: lanjut usia, cacat fisik, bicara dengan berbagai bahasa dan dialek, budaya yang berbeda atau ada penghalang lainnya yang membuat proses asesmen dan penerimaan asuhan sangat sulit. - Kesulitan atau hambatan tersebut perlu diantisipasi dan dilakukan upaya untuk mengurangi/menghilangkan kesulitan atau hambatan tersebut pada



saat pendaftaran. Dampak dari rintangan tersebut perlu diminimalkan dalam memberikan pelayanan. Elemen penilaiannya meliputi : - Pimpinan dan staf FKTP mengidentifikasi hambatan bahasa, budaya, kebiasaan, dan penghalang yang paling sering terjadi pada masyarakat yang dilayani - Ada upaya tindak lanjut untuk mengatasi atau membatasi hambatan pada waktu pasien membutuhkan pelayanan di FKTP. - Upaya tersebut telah dilaksanakan Pada standar 8.4 (untuk klinik 3.4) Manajemen informasi – rekam medis. Kebutuhan data dan informasi asuhan bagi petugas kesehatan, pengelola sarana, dan pihak terkait di luar organisasi dapat dipenuhi melalui proses yang baku. Terdapat beberapa kriteria dan elemen penilaian dalam standar ini yaitu 1.



Ada



pembakuan



kode



klasifikasi



diagnosis,



kode



prosedur,



simbol,



dan istilah yang dipakai. Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa: - Standarisasi terminologi, definisi, kosa kata dan penamaan perlu dilakukan untuk kebutuhan pelayanan dan pembandingan data dan informasi baik di dalam maupun di luar FKTP (Faskes rujukan). Keseragaman penggunaan kode



diagnosa



dan



kode



prosedur/tindakan



mendukung



proses



pengumpulan dan analisis data. - Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang tidak boleh digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan standar lokal dan nasional yang berlaku. Elemen penilaiannya meliputi: - Terdapat standardisasi kode klasifikasi diagnosis dan terminology lain yang konsisten dan sistematis - Terdapat standarisasi kode klasifikasi diagnosis dan terminology yang disusun oleh klinik (minimal untuk 10 besar penyakit)



- Dilakukan



pembakuan



singkatan-singkatan



yang



digunakan



dalam



pelayanan sesuai dengan standar nasional atau lokal 2.



Petugas



memiliki



akses



informasi



sesuai



dengan



kebutuhan



dan



tanggungjawab pekerjaan Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa: - Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama mengenai proses asuhan & perkembangan pasien, merupakan alat komunikasi yang penting. - Agar informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien keberlajutan, maka perlu tersedia selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, serta dijaga selalu diperbaharui (up to date). - Catatan medis keperawatan dan catatan pelayanan pasien lainnya tersedia untuk semua praktisi kesehatan pasien tersebut. - Kebijakan FKTP mengidentifikasi praktisi kesehatan mana saja yang mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien. Elemen penilaiannya meliputi: - Ditetapkan kebijakan dan prosedur akses petugas terhadap informasi medis - Akses petugas terhadap informasi dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan tugas dan tanggung jawab dalam pelayanan - Akses petugas terhadap informasi dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur - Hak untuk mengakses informasi tersebut mempertimbangkan tingkat kerahasiaan dan keamanan informasi 3.



Adanya sistem yang memandu penyimpanan dan pemrosesan rekam medis Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa : - FKTP menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan tentang retensi berkas rekam medis pasien dan data serta informasi lainnya.



- Berkas rekam medis klinis pasien, serta data dan informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu jangka waktu yang cukup sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, riset dan pendidikan. - Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. - Ketika periode retensi yang ditetapkan terpenuhi, maka berkas rekam medis klinis pasien dan catatan lain pasien, data serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya. Elemen penilaiannya meliputi: - FKTP mempunyai rekam medis bagi setiap pasien dengan metoda identifikasi yang baku untuk mencegah terjadinya salah identifikasi - Sistem pengkodean, penyimpanan, dan dokumentasi memudahkan petugas untuk menemukan rekam pasien tepat waktu maupun untuk mencatat pelayanan yang diberikan kepada pasien - Ada kebijakan dan prosedur penyimpanan berkas rekam medis dengan kejelasan masa retensi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 4.



Rekam



berisi



informasi



tentang



identifikasi



pasien,



yang



memadai



dokumentasi



dan



dijaga



prosedur



kerahasiaan



kajian,



masalah,



kemajuan pasien dan hasil asuhan. Pada kriteria ini mengandung pokok pikiran bahwa: - Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin kesinambungan pelayanan, memantau kemajuan respons pasien terhadap asuhan yang diberikan. - FKTP menetapkan kebijakan dan prosedur kelengkapan rekam medis. - FKTP wajib menjaga privasi dan kerahasiaan data serta informasi dan secara khusus dalam menjaga data dan informasi yang sensitif. - Keseimbangan antara berbagi (sharing) data dan kerahasiaan data diatur. FKTP menetapkan tingkat privasi dan kerahasiaan yang dijaga untuk



kategori beragam informasi (misalnya: rekam medis pasien, data riset dan lainnya) Elemen penilaiannya meliputi: - Isi rekam medis mencakup diagnosis, pengobatan, hasil pengobatan, dan kontinuitas asuhan yang diberikan - Dilakukan penilaian dan tindak lanjut kelengkapan dan ketepatan isi rekam medis - Tersedia prosedur menjaga kerahasiaan rekam medis E. Sistem Identifikasi Pasien, Sistem Penomoran dan Penamaan Keselamatan pasien (patient safety) adalah prioritas utama dalam pelayanan kesehatan. Seluruh tindakan medis terhadap pasien pasti memiliki risiko tersendiri. Pastinya tidak ada satu petugas kesehatan atau dokter pun yang menginginkan pasiennya mengalami risiko tidak diinginkan tersebut. Oleh sebab itu, keselamatan pasien harus diutamakan dalam setiap penanganan medis. Setiap tenaga medis harus memahaminya, sehingga bisa menerapkannya dengan baik. Keselamatan pasien merupakan kunci penting bagi setiap fasilitas kesehatan. Hal ini pula yang menjadi indikator sangat penting dalam penilaian sebuah pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien adalah sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Terdapat 6 sasaran keselamatan pasien yaitu: 1. Ketepatan Identifikasi Pasien Ketepatan identifikasi pasien merupakan suatu pendekatan agar bisa meningkatkan



atau memperbaiki



ketelitian



dalam



identifikasi



pasien.



Aplikasinya seperti identifikasi sebelum pemberian atau pengambilan darah, konsumsi obat dan tindakan lainnya.



2. Peningkatan Komunikasi Efektif Hal ini merupakan pengembangan pola pendekatan agar komunikasi bisa berjalan dengan efektif mempunyai tuju supaya komunikasi lisan terjadi dengan akurat, sehingga informasinya bisa diterapkan secara konsisten. 3. Peningkatan Keamanan Obata tau Hig Alert yang Harus Diwaspadai Cara ini digunakan untuk memastikan obat tetap aman untuk diberikan kepada pasien. Prosedur ini berkaitan dengan proses identifikasi, pemberian label, penetapan lokasi dan penyimpanannya. 4. Kepastian terhadap Lokasi, Prosedur dan Pasien Operasi Sebelum dilakukan tindakan operasi harus dipastikan terlebih dahulu lokasi, prosedur dan pasien yang tepat. 5. Pengurangan terhadap risiko infeksi setelah menggunkan pelayanan kesehatan Hal ini adalah prosedur dalam pencegahan penyakit menular dan infeksi sesuai dengan pedomannya. 6. Pengurangan Risiko Jatuh Setiap tenaga kesehatan harus memahami dan mengaplikasikan sejumlah langkah untuk memastikan pasien tidak mengalami risiko jatuh. Semua langkah akan diawasi untuk memastikan keberhasilannya supaua segala risiko tersebut tidak akan menimpa pasien yang sedang dirawat. Sistem untuk mengidentifikasi pasien dan data rekam medisnya terhadap semua layanan diberikan kepada pasien. Sistem ini yang digunakan untuk memastikan perawatan yang benar untuk pasien yang benar. Elemen Penilaian Identifikasi Pasien meliputi: - Identifikasi dgn dua identitas pasien (tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien) - Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah - Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis - Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur - Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.



Terdapat dua macam sistem identifikasi di rekam medis yaitu sistem alphabetical (huruf) dan numerical (angka). Sistem identifikasi pasien secara Alphabetical atau adalah sistem identifikasi yang diberikan kepada pasien untuk membedakan antara pasien satu dengan yang lain dengan menggunakan nama pasien sehingga memperlancar atau mempermudah dalam pemberian pelayanan kepada



pasien.



Sistem



identifikasi



secara



alfabetik



ini



mudah



untuk



diimplementasikan, namun penulisan ejaan harus diperhatikan karena kesalahan dalam penulisan ejaan ketika dokumen disimpan dan dicari kembali akan mendapatkan kesulitan. Dalam penggunaan sistem ini diperlukan sistem pelacakan pasien yang mengganti nama untuk bisa mngidentifasi dengan baik. Aspek kerahasiaan pasien dalam sistem ini kurang terjaga sebab orang lain akan mudah mencari dan melihat dimana dokumen kita simpan. Sistem identifikasi ini sangat praktis digunakan pada pelayanan kesehatan dalam lingkup kecil tanpa komputerisasi. Dalam lingkup yang lebih besar sistem identifikasi alphabet diterapkan dalam penggunaan KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien. Sistem indetifikasi numerical (numerik) numerik mengharuskan nomor pada rekam medis ditetapkan secara unik (tidak sama antara satu pasien dengan yang lain). Ini membutuhkan penggunaan KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien) untuk merujuk silang nama pasien dengan nomor rekam medisnya, jika pasien tidak membawa kartu berobat. Terdapat 3 (tiga) Sistem Pemberian Nomor : 1. Serial Numbering System (Sistem Penomoran Seri) 2. Unit Numbering System (Sistem Penomoran Unit) 3. Serial Unit Numbering System (Sistem Penomoran Seri-Unit) Pemberian nomor dengan cara Serial Numbering System, pasien diperlakukan sebagai pasien baru setiap kali kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan, baik rawat jalan jalan maupun rawat inap. Penomoran seri tidak digunakan secara luas saat ini dan hanya berguna di pelayanan kesehatan yang kecil dengan tingkat kunjungan ulang yang rendah. Keuntungan menggunakan sistem ini adalah pelayanan pasien berobat ulang lebih cepat, pasien tidak perlu membawa KIB (Kartu Identitas Berobat), petugas tidak perlu mencatat dan mengelola KIUP. Sedangkan



kekurangannnya adalah Informasi medis tidak berkesinambungan, filing tempat penyimpanan cepat penuh. Pada Unit Numbering System (Sistem Penomoran Unit), pasien diberi nomor identifikasi unik (satu nomor rekam medis untuk satu pasien) pada kontak pertamanya dengan pelayanan kesehatan, apakah itu untuk masuk, ruang gawat darurat atau kunjungan klinik rawat jalan. Nomor rekam medis yang sama disimpan dan digunakan pada semua kunjungan berikutnya, apakah sebagai pasien rawat inap, rawat jalan atau darurat. Nomor ini biasanya terkait dengan satu catatan tunggal, di mana semua informasi tentang pasien disatukan. Data ini dapat berasal dari berbagai klinik atau unit, pada periode waktu yang berbeda. Keuntungan menggunakan nomor unit untuk pengarsipan adalah nomor unik untuk pasien sehingga bisa membedakan antara satu pasien dan pasien lain pada sarana pelayanan kesehatan, nomor rekam medis tersebut tidak berubah terlepas dari seberapa sering seseorang dirawat di sarana pelayanan kesehatan, rekam medis pasien disimpan dalam satu folder, pada sistem ini memberi staf medis gambaran lengkap tentang riwayat medis dan perawatan pasien yang diterima selama sejumlah kunjungan sebelumnya, rekam medis disimpan dalam satu tempat. Sedangkan kekurangannya adalah penyediaan rekam medis pasien lama akan lebih lama (Petugas harus menemukan dokumen rekam medis yang sebelumnya), namun hal ini bisa diatasi dengan sistem komputerisasi dimana permintaan dokumen dengan menggunakan tracer elektronik. Sistem informasi antara tempat penerimaan (pendaftaran) pasien terkoneksi dengan ruang penyimpanan dokumen rekam medis (filing). Kekurangan berikutnya rekam medis mungkin menjadi sangat tebal dan folder tambahan mungkin diperlukan, ruang penyimpanan perlu dialokasikan untuk memungkinkan perluasan catatan karena lebih banyak kunjungan pasien yang ditambahkan ke folder. Sistem penomoran Serial Unit Numbering System merupakan adaptasi dari sistem penomoran seri dan unit yang menggabungkan kedua sistem. Dengan sistem ini, pasien menerima nomor baru pada setiap kontak dengan sarana pelayanan kesehatan, tetapi rekam medis sebelumnya diajukan dan diajukan di bawah nomor terbaru, sehingga hanya satu catatan yang akan tetap dalam file. Perlu diperhatikan bahwa ketika mengambil folder catatan kesehatan lama harus diberi outguide (atau



kartu pelacak), merujuk pada nomor catatan baru, di tempat dari mana catatan lama dihapus. Keuntungan penomoran dan pengarsipan serial-unit adalah rekaman unit dibuat, retensi (penyimpanan) lebih mudah karena catatan dengan angka yang lebih rendah secara otomatis tetap berada di file lama. Kerugian penomoran dan pengarsipan unit serial adalah pada saat pelayanan informasi medis tidak berkesinambungan (jika ada riwayat penyakit tidak bisa segera dibaca pada saat kunjungan saat itu), dibutuhkan waktu untuk pengalihan kembali dan untuk referensi silang dari catatan lama dan nomor catatan ke yang terbaru. Selain sistem penomoran diatas, kita juga mengenal ada tipe penomoran relasional. Tipe penomoran ini menggunakan sistem unik. Family numbering merupakan salah satu jenis tipe penomoran relasional. Family numbering adalah Jenis nomor relasional, dimana angka yang total atau sebagian, memiliki arti penting dalam hubungannya dengan pasien. Family numbering ini paling sesuai untuk klinik perawatan primer dimana semua anggota keluarga dapat menerima perawatan kesehatan, dimana satu nomor unit dikeluarkan untuk satu keluarga, dan tambahan digit ditambahkan untuk menunjukkan setiap individu dalam keluarga. Gambar 1 Cara Pemberian nomor metode Family numbering



Semua catatan kesehatan kemudian dikelompokkan secara numerik dalam satu keluarga, namun folder terpisah untuk setiap pasien. Metode ini bermanfaat untuk pusat perawatan rawat jalan, yang menekankan keluarga sebagai unit (misalnya konseling keluarga). Kerugian utama dengan sistem ini adalah jika keluarga berubah. Perkawinan dan/atau perceraian menyebabkan perubahan jumlah rumah tangga dan/atau angka tambahan. Di Indonesia terdapat konsep Family Folder yang tertuangkan dalam Keputusan DirJen Pembinaan Kesehatan Masyarakat No: 590/BM/DJ/INFO/V/96 Pasal 2: a. Rekam kesehatan keluarga terdiri dari Kartu Indeks Kesehatan Keluarga dan berbagai Kartu Status Perorangan b. Penggunaan “Rekam Kesehatan Keluarga” diutamakan pada keluarga yang anggotanya mengidap salah satu penyakit antara lain: TB Paru, Kusta, Ibu hamil risiko tinggi, Neonatus risiko tinggi (BBLR), Balita Kurang Energi Kronis (KEK), & Gangguan Jiwa Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga terdapat istilah Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah sehat (akses/ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat). Data individu anggota keluarga mencantumkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang bersangkutan, seperti mengidap penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan jiwa) dan perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain). Rekam Kesehatan Keluarga ini merupakan dasar untuk penegakan diagnosis kesehatan keluarga. Rekam Kesehatan Keluarga disimpan di fasilitas kesehatan yang paling sering dimanfaatkan oleh keluarga. Kesimpulan terkait dengan penggunaan sistem penomoran apakah sistem penomoran personal atau family. Sebenarnya kita bebas memilih sistem penomoran apa yang mau kita pilih/tentukan untuk digunakan pada FKTP, yang penting adalah



nomor tersebut bersifat unik (antara satu pasien dan pasien yang lain tidak sama). Ketika kita menggunakan sistem penomoran secara personal dengan pengelolan personal folder, tidak akan menjadi masalah jika kita bisa menyajikan data kesehatan keluarga sebagai tujuan/target dari pelayanan primer. Pengolahan/penyajian data bisa dilakukan menggunakan media komputer, asalkan data identitas keluarga (nomor dan nama kepala keluarga) kita catat dalam rekam medis. Kita juga bisa menggunakan konsep family numbering (family folder), dengan kepala keluarga dijadikan patokan untuk penentuan nomor unik. Setiap kepala keluarga mempunyai nomor yang berbeda dengan kepala keluarga yang lain. Anggota keluarga juga mempunyai identitas masing – masing yang dimulai dengan nomor 01, 02, dan seterusnya, yang mana itu menunjukan nomor personal bagi anggota keluarganya. Pengelolaan data rekam medis baik kepala keluarga, maupun anggota keluarganya dikelola secara personal. Sistem Penamaan merupakan cara untuk memberikan identitas kepada seorang pasien serta membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lain, sehingga mempermudah dalam proses pemberian pelayanan kepada pasien. Berikut ini tata carapenulisan nama pasien pada dokumen rekam medis : a. Nama pasien sendiri, apabila nama sudah terdiri dari satu kata atau lebih; b. Penulisan nama sesuai KTP/KK/SIM/Paspor tanda pengenal lainnya yang masih berlaku; c. Penulisan nama pasien digunakan huruf cetak d. Tidak diperkenankan adanya pencantuman titel/jabatan/gelar e. Perkataan Tuan, Saudara, Bapak, Ibu, tidak dicantumkan dalam penulisan nama pasien f. Apabila berkewarganegaraan asing maka penulisan namanya harus disesuaikan dengan Paspor yang berlaku di Indonesia g. Bila seorang bayi yang baru lahir hingga saat pulang belum mempunyai nama, maka penulisan namanya adalah nama pasien ditambah By. Ny h. Apabila pada kunjungan selanjutnya bayi telah memiliki nama, maka nama yang digunakan adalah nama saat ini, maka hanya petugas yang berwenang dapat merubah nama bayi sesuai dengan namanya sekarang.



F. Prosedur Pendaftaran Yang Memperhatikan Kebutuhan Pelanggan Tujuan utama akreditasi puskesmas adalah untuk pembinaan peningkatan mutu kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu, sistem penyelenggaraan pelayanan serta program dan penerapan manajemen risiko. Menurut kementerian kesehatan mutu yang dimaksud adalah kinerja yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanaan kesehatan, yang menimbulkan kepuasan pada setiap pasien, sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Disamping kepuasan pasien juga diharapkan keselamatan pasien juga terjamin yaitu dengan membuat upaya yang dirancang untuk mencegah terjadinya adverse outcomes / kejadian yang tidak diharapkan sebagai akibat tindakan yang tidak aman atau kondisi laten. Hal- hal terkait dengan keselamatan pasien diupayakan sejak pertama kali pasien menerima pelayanan kesehatan yakni di tempat penerimaan pasien (pendaftaran) baik rawat jalan, rawat darurat, dan rawat inap. Petugas di tempat penerimaan rawat jalan mempunyai tugas pokok diantaranya menerima pendaftaran pasien rawat jalan (TPPRJ), melakukan pencatatan



pendaftaran



(registrasi),



menyediakan



formulir-formulir



RM,



mengarahkan pasien ke poliklinik yang sesuai keluhan, memberi informasi tentang pelayanan-pelayanan di puskesmas. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan (pasien dan keluarganya) maka di TPPRJ yang merupakan tempat pertama dikunjungi oleh pasien maka di tempat penerimaan pasien rawat jalan harus tersedia informasi tentang waktu & jenis pelayanan, tarif pelayanan, rumah sakit yag menjadi rujukan dari FKTP jika memerlukan pelayanan lebih lanjut, hak dan kewajiban pasien, serta alur pelayanan yang digunakan di FKTP (contoh alur pelayanan terlampir). Petugas di tempat penerimaan pasien rawat jalan berfungsi sebagai Pencatat identitas ke formulir Rekam Medis Rawat Jalan, KIB (Kartu Identitas Berobat, KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien), buku register, pemberi dan pencatat nomor RM, Penyedia DRM (Dokumen Rekam Medis) pasien baru, Penyimpan dan pengguna KIUP (Kartu Identitas pasien), Pendistribusi DRM, serta penyedia



informasi kunjungan pasien rawat jalan. Didalam menjalankan fungsinya petus di TPPRJ terkait dengan funsi lain yaitu •



Fungsi assembling: pengendalian nomor rekam medis dan formulir rekam medis







Fungsi filing: penyimpanan dan penyediaan DRM yang telah disimpan (DRM lama)







Fungsi pelayanan klinis URJ: pencatatan data hasil pelayanan klinis







Fungsi penerimaan pembayaran (kasir): penerimaan pembayaran pasien. TPPRJ menghasilkan beberapa informasi yaitu Identitas pasien, Identitas



keluarga, Cara bayar, Jumlah kunjungan baru dan kunjungan lama, Grafik atau laporan kunjungan pasien rawat jalan baru/lama perbulan, pergolongan umur, perjenis kelamin, per wilayah, Grafik atau laporan cara pembayaran. Di TPPRJ terdapat Jaringan prosedur yang membentuk sistem pelayanan: •



Prosedur penerimaan pasien rawat jalan baru







Prosedur penerimaan pasien rawat jalan lama







Prosedur permintaan folder DRM untuk pasien lama ke bagian filing







Prosedur pendistribusian folder DRM baru dan lama ke Ruang Pemeriksaan







Prosedur pencocokkan jumlah pasien dan pembayaran dengan kasir Dalam pelaksanaan fungsi penerimaan pasien pasien rawat jalan terdapat



unsur – unsur pengendalian yakni diserahkannya KIB kepada pasien, dicatatnya identitas lengkap di KIB, KIUP, formulir rekam medis pasien rawat jalan, buku register pendaftaran pasien rawat jalan, disimpannya KIUP menurut alphabet, digunakannya KIUP untuk mencari nomor rekam medis bagi pasien lama yang tidak membawa KIB, digunakannya tracer untuk meminta DRM lama ke filing, digunakannya buku ekspedisi untuk serah terima DRM. Secara umum jalannya fungsi penerimaan pasien di rawat jalan, rawat darurat, dan rawat inap adalah sama. Hanya untuk pelayanan di tempat penerimaan pasien rawat jalan (TPPGD) diberikan selama 24 jam dan melayani pasien kasus gawat darurat, mendahulukan pelayanan pasien terlebih dulu baru dilakukan registrasi pasien, namun jika pasien ada yang mengantarkan bisa dilakukan secara bersamaan. Untuk pelayanan pasien di tempat penerimaan pasien rawat inap



(TPPRI) sebagai pusat informasi pelayanan rawat inap dan pengatur penggunaan tempat tidur di bangsal rawat inap, TPPRI mempunyai tugas pokok dan fungsi : •



Menerima pasien berdasarkan admission note yang dibuat dokter







Bersama-sama pasien atau keluarga pasien menentukan kelas dan bangsal yang dituju







Menjelaskan mengenai tarif dan fasilitas rawat inap







Menyiapkan formulir-formulir rawat inap







Memberi informasi kepada keluarga pasien/pengunjung tentang keberadaan pasien rawat inap



Informasi yang di hasilkan di tempat pendaftaran pasien rawat inap : (1) Identitas pasien rawat inap pada setiap bangsal dan kelas perawatan (2) Jumlah pasien rawat inap untuk setiap variabel : •



jenis kelamin,







golongan umur,







asal pasien (dari gawat darurat, rawat jalan atau langsung),







asal rujukan pasien, bangsal dan kelas perawatan,







pasien keluar, cara pasien keluar, cara pembayaran.



Formulir, catatan dan laporan yang terdapat di tempat pendaftaran pasien rawat inap: •



Prosedur penerimaan pasien dari rawat jalan atau gawat darurat berdasarkan admission note,







Prosedur pengiriman pasien dan DRM ke bangsal rawat inap,







Prosedur pencatatan mutasi pasien,







Prosedur pelaporan kegiatan pendaftaran pasien rawat inap.



G. Keamanan dan Kerahasiaan Rekam Medis Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis disebutkan



bahwa sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis. Sebagai tenga kesehatan, perekam medis diwajibkan untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan rekam medis sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini juga berkaitan erat dengan penyimpanan, pemusnahan dan kerahasiaan rekam medis yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis Bab IV. Terdapat tiga kata kunci dalam hal ini yaitu privasi, kerahasiaan dan keamanan. Pengertian privasi menurut Hakim Warren dan Brandels adalah hak “untuk menjadi diri sendiri”. Sedangkan menurut Richard Rognehaugh privasi adalah hak individu untuk menyimpan informasi tentang diri mereka sendiri dari yang diungkapkan kepada orang lain; hak individu untuk diketahui diri sendiri, jauh dari pengawasan atau gangguan dari individu lain, organisasi atau pemerintah. Setiap pasien tentu memiliki privasi atas rekam medisnya masing-masing. Maka setiap pasien juga memilik hak untuk menyimpan informasi medis miliknya tanpa diketahui oleh orang lain kecuali atas kehendaknya sendiri atau untuk kepentingan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Setiap petugas kesehatan yang memiliki akses terhadap rekam medis pasien diharuskan menjaga setiap privasi pasien. Kata kunci yang kedua adalah tentang kerahasiaan. Setiap individu wajib memastikan bahwa hanya individu yang berwenang yang memiliki akses ke suatu informasi. Proses mengendalikan akses hingga membatasi siapa yang dapat melihat sesuatu dimulai dengan memberi wewenang kepada pengguna. Selanjutnya adalah tentang keamanan. Keamanan meliputi perlindungan fisik dan elektronik untuk informasi berbasis komputer secara utuh sehingga menjamin ketersediaan dan kerahasiaan, termasuk sumber daya yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengolah dan menyampaikan alat-alat untuk mengatur akses dan melindungi informasi dari pengungkapan yang tak disengaja maupun yang disengaja. Sebagai tenaga kesehatan, perekam medis wajib menjaga kerahasiaan dan keamanan rekam medis yang berisi informasi pasien dari berbagai pihak yang berusaha mengakses rekam medis pasien baik secara sengaja maupun tidak sengaja.



Dalam standar akreditasi puskesmas kriteria 8.4.4 disebutkan bahwa “Rekam medis berisi informasi yang memadai dan dijaga kerahasiaannya tentang identifikasi pasien, dokumentasi prosedur kajian, masalah, kemajuan pasien dan hasil asuhan. Ada dua hal yang menjadi maksud dan tujuan dari kriteria tersebut. Pertama, kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin kesinambungan pelayanan, memantau kemajuan respons pasien terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur kelengkapan rekam medis. Kedua, Privasi dan kerahasiaan data serta informasi wajib dijaga, terutama data dan informasi yang sensitive. Keseimbangan antara berbagi (sharing) data dan kerahasiaan data perlu diatur. Perlu ditetapkan tingkat privasi dan kerahasiaan yang harus dijaga untuk kategori beragam informasi (misalnya : rekam medis pasien, data riset dan lainnya). Kriteria 8.4.4 ini memiliki 3 elemen penilaian yang wajib dipenuhi oleh setiap puskesmas yang akan melaksanakan akreditasi. Ketiga elemen penilaian tersebut adalah: 1.



Isi rekam medis mencakup diagnosis, pengobatan, hasil pengobatan, dan kontinuitas asuhan yang diberikan. Dalam elemen penilaian ini, yang menjadi sasaran adalah rekam medis dengan materi telusur isi rekam medis. Dokumen akreditasi yang harus disiapkan puskesmas adalah Surat Keputusan tentang isi rekam medis



2.



Dilakukan penilaian dan tindak lanjut kelengkapan dan ketepatan isi rekam medis. Dalam elemen penilaian ini yang menjadi sasaran telusur adalah penanggung jawab dan petugas rekam medis dengan materi telusur penilaian kelengkapan dan ketepatan isi rekam medis. Dokumen akreditasi yang harus disiapkan oleh puskesmas adalah SOP penilaian kelengkapan isi rekam medis.



3.



Tersedia prosedur menjaga kerahasiaan rekam medis. Dalam elemen penilaian ini, yang menjadi sasaran telusur akreditasi adalah petugas rekam medis dengan materi telusur pelaksanaan SOP. Puskesmas wajib menyediakan dokumen akreditasi berupa SOP Kerahasiaan Rekam Medis. Elemen penilaian ketiga ini yang langsung berkaitan erat dengan kerahasiaan rekam medis. Dalam hal ini petugas rekam medis wajib mengetahui prosedur



dalam menjaga kerahasiaan rekam medis yang sudah ditentukan oleh puskesmas masing-masing dan wajib menjalankan prosedur tersebut dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Beberapa peraturan perundangan terkait dengan keamanan dan kerahasiaan rekam medis, diantaranya: 1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Dalam Pasal 48 (BAB VIII tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, Bagian Ketiga, Paragraf 4 tentang Rahasia Kedokteran) disebutkan bahwa: a. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. b. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan : (1) Kesehatan pasien (2) Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakkan hukum (3) Permintaan pasien sendiri (4) Berdasarkan ketentuan perundang-undangan c. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri 2. Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis a. Pasal 10 : 1) Informasi tentang identitas, diagnosa, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan



dan



riwayat



pengobatan



pasien



harus



dijaga



kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. 2) Informasi tentang identitas, diagnosa, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: a) Keperluan kesehatan pasien b) Permintaan aparatur penegak hukum (atas perintah pengadilan) c) Permintaan dan /atau persetujuan pasien sendiri



d) Kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien 3) Permintaan rekam medis harus secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan b. Pasal 11 : 1) Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan 2) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasen berdasarkan peraturan perundang-undangan 3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran a. Pasal 1 Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran b. Pasal 2 Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain c. Pasal 3 Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 adalah: 1) Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No.79) 2) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan



d. Pasal 4 Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindaka administratif berdasarkan pasal 11 Undangundang tentang Tenaga Kesehatan e. Pasal 5 Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya a. BAB II (Ruang Lingkup Rahasia Kedokteran) – Pasal 3 1) Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai: a) Identitas pasien b) Kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakkan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran; dan c) Hal lain yang berkenaan dengan pasien 2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi atau rujukan, atau sumber lainnya. b. BAB III (Kewajiban Menyimpan Rahasia Kedokteran) – Pasal 4 1) Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran



2) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) Dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien; b) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan; c) Tenaga



yang



berkaitan



dengan



pembiayaan



pelayanan



kesehatan; d) Tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan; e) Badan



hukum/korporasi



dan/atau



fasilitas



pelayanan



kesehatan; dan f) Mahasiswa/siswa



yang



bertugas



dalam



pemeriksaan,



pengobatan, perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan kesehatan 3) Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya, walaupun pasien telah meninggal dunia c. BAB IV (Pembukaan Rahasia Kedokteran) – Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 Ada beberapa hal yang perlu diketahui terkait dengan pembukaan rahasia kedokteran yaitu: 1) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakkan hukum, permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan 2) Pembukaan



rahasia



kedokteran



dilakukan



terbatas



sesuai



kebutuhan 3) Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien meliputi: a) kepentingan



pemeliharaan



kesehatan,



pengobatan,



penyembuhan, dan perawatan pasien; dan b) keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan.



4) Pembukaan rahasia kedokteran dilakukan dengan persetujuan atau atas seizin dari pasien baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik 5) Persetujuan dari pasien dinyatakan telah diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan 6) Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan, maka persetujuan



dapat



diberikan



oleh



keluarga



terdekat



atau



pengampunya 7) Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan 8) Pembukaan rahasia kedokteran tersebut dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis 9) Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum. 10)Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan penegakan etik atau disiplin sebagaimana diberikan atas permintaan tertulis dari Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. 11)Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum dilakukan tanpa membuka identitas pasien. 12)Kepentingan umum yang dimaksud pada poin di atas meliputi: a) audit medis; b) ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular; c) penelitian kesehatan untuk kepentingan negara; d) pendidikan atau penggunaan informasi yang akan berguna di masa yang akan datang



e) ancaman keselamatan orang lain secara individual atau masyarakat. 13)Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan huruf b dan huruf e, identitas pasien dapat dibuka kepada institusi atau pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 14)Pembukaan atau pengungkapkan rahasia kedokteran dilakukan oleh: a) Penanggung jawab pelayanan pasien b) Jika pasien ditangani/dirawat oleh tim, dilakukan oleh ketua tim c) Jika ketua tim berhalangan, maka dilakukan oleh salah satu anggota tim yang ditunjuk. d) Jika penanggung jawab pelayanan pasien tidak ada maka dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan 15)Penanggung jawab pelayanan pasien atau pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dapat menolak membuka rahasia kedokteran apabila permintaan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 16)Pasien atau keluarga terdekat pasien yang telah meninggal dunia yang menuntut tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan serta menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum. 17)Penginformasian melalui media massa berarti memberikan kewenangan kepada tenaga kesehatan dan/atau fasillitas pelayanan kesehatan untuk membuka atau mengungkap rahasia kedokteran yang bersangkutan sebagai hak jawab. Dalam melakukan penyerahan informasi tetang kesehatan pasien, sebagai tenaga kesehatan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1.



Pasien



menerima



kesehatannya



surat



keterangan



yang



berisikan



informasi



Sebagai penyedia layanan kesehatan, setiap sarana pelayanan kesehatan harus memastikan bahwa informasi kesehatan yang diberikan cukup lengkap dan akurat. 2.



Pasien menerima fotocopy rekam medisnya Ketika memberikan fotocopy rekam medis pasien kepada pemiliknya, maka sarana pelayanan kesehatan wajib untuk membubuhkan stampel, paraf dan tanggal pada setiap lembar fotocopy tersebut. Dalam hal tidak membuat rekam medis bagi tenaga medis terdapat



sanksi, baik sanksi hukum maupun sanksi disiplin dan etik yang akan diterima oleh tenaga medis yang tidak membuat rekam medis, diantaranya yaitu: 1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pada pasal 79 dijelaskan bahwa akan dilakukan “Pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak tidak membuat rekam medis. 2. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 20 tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi, terdapat terdapat beberapa sanksi disiplin yang akan diterima apabila dokter atau dokter gigi dinyatakan melakukan pelanggaran



etika



diantaranya:



pemberian



peringatan



tertulis,



rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik dan kewajiban mengikuti atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi Dalam hal kepemilikan rekam medis diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, yang dijabarkan dalam Pasal 12 yaitu: a.



Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan



b.



Isi rekam medis merupakan milik pasien



c.



Isi rekam medis dalam bentuk ringkasan rekam medis



d.



Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau persetujuan tertulis pasien atau keluarga yang berhak untuk itu Terkait dengan standar Akreditasi Puskesmas Kriteria 8.4.3 pada kriteria ini



disebutkan bahwa diharuskan “Adanya sistem yang memandu penyimpanan dan pemrosesan rekam medis”. Maksud dan tujuan atau pokok pikiran dari kriteria di atas adalah puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang menjadi pedoman retensi berkas rekam medis pasien dan data serta informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis pasien, serta data dan informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu jangka waktu yang cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, riset dan pendidikan. Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Ketika periode retensi yang ditetapkan terpenuhi, maka berkas rekam medis klinis pasien dan catatan lain pasien, data serta informasi pasien dapat dimusnahkan dengan semestinya. Kriteria 8.4.3 ini memiliki 3 elemen penilaian yang wajib dipenuhi oleh setiap puskesmas yang akan melaksanakan akreditasi. Ketiga elemen penilaian tersebut adalah: 1. Puskesmas mempunyai rekam medis bagi setiap pasien dengan



metode



identifikasi yang baku. 2. Sistem pengkodean, penyimpanan, dan dokumentasi memudahkan petugas untuk menemukan rekam pasien tepat waktu maupun untuk mencatat pelayanan yang diberikan kepada pasien. 3. Ada kebijakan dan prosedur penyimpanan berkas rekam medis dengan kejelasan masa retensi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. H. Aksesibilitas RM, Sistem Penyimpanan, Retensi, dan Pemusnahan Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah



diberikan kepada pasien (Permenkes 269/2008). Dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelolan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib menjaga rahasia terhadapp data yang terkandung didalamnya. Dalam Undang – Undang Praktik Kedokteran nomor 29 tahun 2004, disebutkan dalam Pasal 46: (1)



Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.



(2)



Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.



(3)



Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.



(4)



Kemudian Pasal 47:



(5)



Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.



(6)



Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.



(7)



Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) diatur dengan Peraturan Menteri. Hal itu didukung juga oleh Pasal 17 huruf (h) Undang – Undang nomor 14



tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bahwa data dalam Rekam Medis adalah termasuk yang dikecualikan dari keharusan terbuka bagi publik. Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 36 tahun 2012 juga disebutkan bahwa Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran. Pihak sebagaimana dimaksud meliputi: dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan, tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan



kesehatan, mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan kesehatan. Ruang lingkup rahasia kedokteran menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 36 tahun 2012 mencakup data dan informasi mengenai identitas pasien, kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran; dan hal lain yang berkenaan dengan pasien. Berdasarkan regulasi yang berlaku sebagaimana telah dijelaskan di atas, berkas rekam medis tidak bisa dibuka atau ditunjukkan pada pihak-pihak yang tidak berwenang karena akan menyalahi perundang-undangan oleh karenanya dalam regulasi di pelayanan kesehatan harus diatur terkait dengan praktisi kesehatan mana saja yang mempunyai akses terhadap rekam medis dan batasan aksesnya dalam hal apa untuk menjamin kerahasiaan informasi medis. Mengingat bahwa berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga merupakan alat komunikasi yang penting, guna dan mendukung asuhan pasien keberlanjutan, maka perlu tersedia selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, serta dijaga selalu diperbaharui (up to date). Misalnya petugas gizi mempunyai akses terhadap rekam medis terkait dengan asuhan gizi yang diberikan pada pasien yang membutuhkan asuhan gizi. Penyimpanan rekam medis diatur dalam Permenkes 269 tahun 2008 Bab V tentang penyimpanan, pemusnahan, dan kerahasiaan. pasal 8 bahwa: (1)



Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurangkurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun tehitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan;



(2)



Setelah batas waktu 5 (lima) tahun sebgaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.



(3)



Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya disimpan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.



Dalam pasal 9 dinyatakan bahwa



(1) Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. (2) Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan. Secara umum, penyimpanan rekam medis untuk FKTP (Puskesmas, Klinik, Praktik dokter/dokter gigi) disimpan minimal 2 tahun sejak tanggal terakhir pasien berobat (atau sejak pasien meninggal dunia). FKTP bisa membuat kebijakan retensi sesuai dengan kebutuhan FKTP tersebut. Misalnya rekam medis kasus hukum (medikolegal),



contoh



kasus



pembunuhan,



penganiayaan,



pemerkosaan,



pengguguran kandungan, harus diretensi minimal 20 tahun sebagai berkas aktif. Kasus-kasus tertentu yang dianggap sangat bernilai, misalnya kasus HIV/AIDS, flu burung, dan sebagainya, umumnya akan disimpan selamanya karena memiliki nilai keilmuan kedokteran yang masih terus berkembang. Rekam medis seperti ini tidak dimusnahkan dan akan terus diretensi, atau disebut juga diabadikan. Rekam medis yang sudah memenuhi masa retensi sebagai berkas aktif dan dapat dipindahkan ke tempat penyimpanan berkas rekam medis inaktif yang selanjutnya bisa dimusnahkan. Seandainya berkas rekam medis sudah menjadi inaktif dan sudah dipindahkan keruang filing inaktif lalu pasien datang berobat lagi maka berkas rekam medis akan diambil kembali dan setelah digunakan untuk pelayanan akan disimpan di ruang filing aktif lagi. Jadi, hasil dari proses retensi adalah tersimpannya berkas rekam medis aktif (di ruang filing aktif) dan berkas rekam medis inaktif (di ruang filing inaktif) sesuai masa simpan yang telah ditentukan. Ketika kita memindahkan dokumen rekam medis aktif ke inaktif harus dilakukan pencatatan, minimal data yang dicata sebagai berikut:



Tabel 3. Daftar Dokumen yang Dipindahkan dari Ruang Aktif ke Inaktif No



Tanggal



Urut



pemindahan



No RM



Tanggal



Kode



Jumlah



terakhir



Diagnosis



lembar



berobat



Pertumbuhan dokumen rekam medis harus diimbangi dengan ketersediaan ruang penyimpanan. Keterbatasan ruang penyimpanan menyebabkan adanya pengelolaan penyimpanan dokumen rekam medis menjadi bermasalah. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk melakukan penguranagn kapasitas ruang penyimpanan dengan melakukan pemusnahan dokumen rekam medis. Pemusnahan adalah suatu kegiatan menghancurkan secara fisik dokumen rekam medis yang sudah berakhir masa fungsi dan tidak memiliki nilai guna, rusak, tidak terbaca dan tidak dapat dikenali baik isi maupun bentuknya. Penghancuran tersebut harus dilakukan secara total yaitu dengan cara membakar habis, mencacah atau mendaur ulang sehingga tidak dapat dikenali baik isi maupun bentuknya. Dalam melakukan kegiatan pemusnahan perlu dibentuk Tim pemusnah Dokumen Rekam Medis. Tim Pemusnah mempunyai tugas membantu Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan dalam penyelenggaraan pemusnahan rekam medis dengan memperhatikan nilai guna sesuai peraturan yang berlaku. Tim pemusnah membuat indikator yang digunakan untuk menilai berkas rekam medis inaktif yaitu 1) Seringnya rekam medis digunakan untuk pendidikan dan penelitian 2) Mempunyai nilai guna primer yaitu: - Administrasi,



- Hukum, - Keuangan, - Iptek 3) Mempunyai nilai guna sekunder yaitu: pembuktian dan sejarah. Adapun prosedur penilaian berkas rekam medis yaitu memisahkan formulir rekam medis yang harus diabadikan yaitu: 1) Resume penyakit 2) Lembar operasi (termasuk laporan persalinan), 3) Identifikasi bayi lahir 4) Lembar persetujuan tindakan medis (informed consent) 5) Lembar kematian (laporan sebab kematian, biasanya sudah menyatu pada formulir ringkasan masuk-keluar) 6) Formulir rekam medis tertentu yang ditetapkan oleh Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan Tabel 4. Daftar Pertelaan Rekam Medis No Urut



No RM



Tahun Kunjungan Terakhir



Jangka waktu Penyimpanan



Kode Diagnosis



Setelah dilakukan penilaian terhadap nilai guna rekam medis dari dokumen rekam medis in aktif, Tim Pemusnah Rekam kemudian dilakukan pengabadian formulir rekam medis yang harus diabadikan sesuai dengan nilai gunanya dan memusnahkan formulir yang sudah tak ada nilai gunanya. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi membuat daftar pertelaahan, membuat Berita Acara Pemusnahan



Rekam Medis, melaksanaan pemusnahan, membuat daftar pertelaan yaitu suatu daftar yang berisi nomor RM, tahun kunjungan terakhir, jangka waktu penyimpanan, diagnosis terakhir. Berita Acara Pemusnahan Rekam Medis ditandatangani ketua dan sekretaris dan diketahui Kepala FKTP. Berita Acara Pemusnahan Rekam Medis yang asli disimpan di Sarana Pelayanan Kesehatan, lembar keduanya dikirim kepada pemilik (Dinas Kesehatan/Yayasan). Pemusnahan dokumen rekam medis yang dilakukan oleh pihak ke-3 harus disaksikan secara langsung oleh Tim Pemusnah. Gambar 2. Berita Acara pemusnahan Rekam Medis



I. Disain Formulir rekam medis dalam pendokumentasian pelayanan pasien Rekam medis merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penyelenggaraaan pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan kegiatan rekam medis. Dasar hukum pelaksanaan rekam medis elektronik disamping peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai rekam medis, lebih khusus lagi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis pasal 2: 1. Rekam medis harus dibuat secara tertulis lengkap, dan jelas atau secara elektronik,



2. Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri Selain Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008, beberapa dasar hukum yang memayungi implementasi rekam medis, diantaranya : 1. UU Praktik Kedokteran 29 tahun 2004 2. Manual Rekam Medis Konsil Kedokteran Indonesia 3. PMK 290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan kedokteran 4. Manual Tindakan Kedokteran Konsil Kedokteran Indonesia 5. PMK 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien 6. PMK 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri dokter, dan Tempat Praktek Mandiri dokter gigi Dalam pelaksanaan pengisian rekam medis dibutuhkan formulir. Formulir berasal dari bahasa Belanda formulier. Formulir adalah sebuah kertas yang berisi beberapa pertanyaan formal yang harus diisi. Formulir dapat diartikan juga sebagai lembaran kartu atau kertas dengan ukuran tertentu yang didalamnya terdapat data/informasi yang bersifat tetap dan juga bagian lain yang diisi dengan bagian yang tidak tetap. Formulir juga disebut borang. Formulir merupakan secarik kertas yang memiliki ruang untuk diisi. Dokumen yg digunakan merekam terjadinya transaksi (pelayanan). Peristiwa yang terjadi dlm organisasi direkam (didokumentasikan) diatas secarik kertas yg disebut formulir. Media untuk mencatat peristiwa yang terjadi dalam organisasi. Data terkait dengan transaksi (pelayanan) direkam pertama kalinya sebagai dasar pencatatan dan pengolahan selanjutnya. Fungsi formulir antara lain: 1.



Mencari suatu keterangan tertentu



2.



Menghimpun data yang sama



3.



Menyampaikan informasi yang sama kepada bagian yang berbeda



4.



Sebagai bukti fisik



5.



Untuk mengurangi kesibukan mengutip atau menyalin kembali keterangan yang sama dan berulang-ulang



6.



Untuk mengadakan keseragaman atau pembakuan kerja



7.



Untuk mempermudah, menyederhanakan, dalam pengumpulan, pembagian dan mengklarifikasi data



8.



Untuk mempermudah tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja



9.



Sebagai alat perencanaan, karena di dalamnya terdapat data kuantitatif maupun kualitatif



10. Sebagai alat untuk pengawasan dan evaluasi Kegiatan merancang formulir berdasarkan kebutuhan pencatatan, transaksi pelayanan, kegiatan pelayanan dan penyusunan/pembuatan laporan. Menurut Huffman (1994). Prinsip dalam merancang formulir harus didesain sesuai dengan kegunaannya. Pertimbangan pertama adalah apakah formulir digunakan untuk mengumpulkan atau atau untuk laporan informasi. Data adalah fakta dan bentuk kasar. Informasi adalah data yang telah diproses dengan suatu maksud dan kegunaan. Aturan dasar desain meliputi: 1.



Pelajari / rumuskan secara jelas tujuan dan kegunaan formulir serta buatlah desainnya sesuai keinginan pemakai. Buatlah desain formulir sesederhana mungkin, buanglah data atau informasi yang tidak diperlukan sehingga mudah dimengerti dan mudah diaplikasikan.



2.



Gunakan terminologi standar dari semua elemen data, atau gunakan definisidefinisi dan beri label/judul semua informasi.



3.



Sertakan petunjuk untuk memastikan konsistensi pengumpulan data atau interpretasi.



4.



Bagi item data secara logika, dalam hubungan dengan sumber dokumen atau dalam susunan penangkapan data; sajikan informasi dalam susunan yang dapat menarik minat pembaca.



5.



Setiap formulir harus mempunyai ukuran tertentu sesuai kebutuhan dan penyimpanan.



6.



Setiap formulir harus dicetak dengan huruf yang jelas dan seragam.



7.



Jangan mempergunakan garis atau titik-titik di ruang yang harus diisi Prinsip Desain Formulir (Paper Based), menutrut Ahima (2002), untuk



membuat formulir perlu memperhatikan prinsip desain formulir antara lain: 1.



Formulir harus mudah diisi atau dilengkapi



2.



Tercantum instruksi pengisian dan penggunaan formulir tersebut



3.



Pada formulir harus terdapat heading yang mencakup judul dan tujuan secara jelas



4.



Nama dan alamat sarana pelayanan kesehatan atau rumah sakit harus tercantum pada setiap halaman formulir



5.



Nama, nomor RM dan informasi lain tentang pasien seharusnya tercantum pada setiap halaman formulir atau disebut bar coding.



6.



Bar coding juga mencakup indeks formulir



7.



Nomor dan tanggal revisi formulir dicantumkan agar dapat dipastikan penggunaan formulir terkini.



8.



Mengurangi penggunaan formulir yang tidak terpakai lagi atau disebut outdated.



9.



Layout formulir secara fisik harus logis.



10. Data pribadi dan alamat serta informasi lain yang terkait satu dengan yang lainnya dikelompokkan menjadi satu kesatuan. 11. Seleksi jenis huruf yang terstandar. Beberapa pakar menyarankan semua dengan huruf kapital. 12. Margin disediakan yang cukup untuk kepentingan hole punches 13. Garis digunakan untuk memudahkan entry data dan memisahkan area pada formulir. 14. Shading digunakan untuk memisahkan dan penekanan area-area formulir 15. Check boxes digunakan untuk menyediakan ruang pengumpulan data Formulir elektronik (Computer Based) merupakan ruang yang ditayangkan dalam layar komputer yang digunakan untuk menangkap data yang akan diolah dalam pengolahan data elektronik. Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pembuatan formulir elektronik antara lain: 1.



Formulir harus dirancang sedemikian hingga menjadi sederhana dan ringkas, agar pengguna dapat mengerti dan mudah dalam melakukan pengisian formulir



2.



Untuk memudahkan identifikasi maka pembuat harus mencantumkan nama formulir elektronik



3.



Untuk mengingat identifikasi maka di perlukan nomor identifikasi pada setiap formulir elektronik.



4.



Memberikan penjelasan tentang tata cara mengisi formulir elektronik.



5.



Harus melakukan pengecekan validasi agar tidak terjadinya kerangkapan data.



6.



Menyediakan prosedur, yaitu menentukan hal-hal sebagai berikut: a) Data apa yang dibutuhkan b) Dimana data tersebut bisa didapatkan c) Siapa yang harus mendapatkan dat d) Siapa yang harus menginput dan kapan e) Tipe input device yang harus digunakan f)



Metode pengolahan



g) Apa yang harus dilakukan bila terdeteksi error pada data. h) Pertimbangan Khusus Konstruksi Formulir Dalam merancang formulir rekam medis, perlu memperhatikan 3 hal yaitu fisik, anatomi, dan isi formulir, yang dijabarkan dalam berikut ini: 1. Aspek Fisik a) Bahan Kertas tidak mudah robek dan warnanya cerah, disesuaikan dengan masa penyimpanan. Urutan ketebalan formulir: sampul, pembatas, formulir b) Bentuk Secara umum: segi empat. Sampul dilengkapi dengan pengait formulir dan kode warna pembatas perlu ditambah tonjolan warna c) Ukuran Standar formulir WHO ukuran A4 d) Warna Secara umum formulir ber warna putih. Sampul dan pembatas formulir gunakan warna cerah . Hal yang perlu perhatikan dalam desain formulir adalah penggunaan warna tinta, karena masa simpan dokumen rekam medis sampai 10 tahun, sehingga warna tinta juga akan berpengaruh. e) Kemasan Tempat menyimpan formulir harus memperhatiaj suhu ruangan. Sebaiknya suhu ruangan untuk menyimpan formulir adalah 19 derajat celcius. Selain iu perlu diperhatikan juga tempat lobang pengait untuk mengukur letak isi dari



formulir untuk tidak hilang atau tidak terbaca karena posisi lobang pengait yang tidak sesuai. Index dan register tidak perlu dibuatkan sampul, cukup di kumpulkan pada bantex. 2. Aspek Anatomi Aspek Anatomi formulir terdiri dari: a) Heading (judul/nama dan nomor formulir) Fungsi Heading pada formulir rekam medis adalah sebagai identitas formulir, digunakan sebagai pengedalian penggunaan formulir dan pengadaan formulir. Nama formulir sebaiknya di tengah atas tercetak tebal agar mudah untuk dibaca dan diketahui. Nomor formulir di kiri atau kanan bawah. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah konsistensi dan catat dalam register form, diinformasikan ke seluruh bagian terkait b) Introduction Data dan informasi yang mendahului formulir. Berisi data dan informasi pokok terkait dengan badan/isi pokok formulir. Lembar berikutnya, catat data pendahuluan pokok saja, tidak selalu ada di setiap formulir c) Instruction Dibuat seringkas mungkin, jika tidak memungkinkan, dimasukkan dalam panduan pengisian formulir dan diitulis dibagian atas. d) Body (isi pokok formulir) Berisi data dan informasi pokok dari tujuan dibuatnya formulir. Berikan ruang yang cukup untuk mencatat transaksi dan peristiwa. Perancangan formulir harus dibicarakan dengan pengguna supaya cara pengisian dan pencatatannya tidak keliru. Sistematika penyusunan data harus logis, sistematis, dan konsisten sehingga mudah dibaca dan dipahami. Formulir disusun secara berkelompok supaya memudahkan pemahaman. Jika surat dikirim, sediakan ruang untuk menulis nama, alamat tujuan surat sehingga bila dilipat/dimasukkan ke dalam amplop berlubang nama dan alamat terbaca



Dalam menyusun isi pokok formulir, perlu memperhatikan beberapa hal berikut: 1) Spacing Isian tangan, horizontal spacing 1/10” atau 0,25 cm s/d 1/12” atau 0,2 cm per karakter. Isian tangan, horizontal spacing ¼” atau 0,64 cm s/d 1/3” atau 0,85 cm. Desain kotak 1/3” atau 0,85cm 2) Rules Fungsi rules dalam formulir yaitu merupakangGaris vertical/horizontal untuk membagi form menjadi bagian2 logis, mengarahkan penulis untuk mengisi data pada tempatnya, memberikan intruksi kepada penulis tehadap panjang data yang diinginkan, membimbing pembaca melalui komunikasi, menambah daya Tarik fisik formulir 3) Type styles Jenis huruf penting untuk keterbacaan dan penekanan, gunakan sesedikit mungkin jenis huruf dan ukurannya, disarankan untk menggunakan Italic dan bold untuk penekanan khusus. e) Close Tidak semua formulir harus ada penutup dan kesimpulan, pada formulir tertentu diperlukan, misalnya diagnosis, jenis operasi, tanda – tangan dan nama terang penanggung jawab 1. Aspek Isi formulir Pada bagian isi formulir, beberapa hal yang harus diperhatiakan, diantaranya: a) Item/ struktur data Item data pada form harus lengkap sesuai kebutuhan pengguna. Menyesuaikan struktur data/isi data rekam medis, misalnya UHDDS (Uniform Hospital Discharge Data Set) atau Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan, tersebut dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dengan demikian dokumentasi rekam medis merupakan hal yang penting untuk merekam



temuan, dan pengamatan tentang riwayat kesehatan dan penyakit masa lalu dan sekarang, pemeriksaan, tes, asuhan klinik dan hasil merupakan bukti implementasi rencana asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Rekam medis mempunyai peran yang sangat penting yang menyangkut keadaan pasien, sehingga harus terjamin kerahasiannya. Dengan pelaksanaan rekam medis yang baik tentunya akan menunjang terselenggaranya upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kewajiban membuat rekam medis disebutkan dalan Undang - Undang Republik Indonesia No. 29 tentang Praktik Kedokteran tahun 2004. Selain menunjang admiinistasi dalam rangka meningatkan pelayanan di instansi pelayanan,



dan



sebagai



dasar



dalam



menetapkan



diagnosa



dan



merencanakan tindakan, perawatan, pengobatan terhadap pasien, rekam medis mempunyai beberapa aspek kegunaan yang dikenal dengan istilah ALFRED, meliputi: 1) Aspek Administrasi Dimana didalamnya menyangku tindakan dan tanggungjawab tenaga medis dalam memberikan pelayanan 2) Aspek Hukum Dimana didalamnya mempunyai nilai hukum dan bisa membantu baik pasien



maupun



instansi



pelayanan



jika



terjadi



sesuatu



yang



penanganannya memerlukan proses hukum dalam rangka atas dasar keadilan. 3) Aspek Keuangan Dalam rekam medis mempunyai aspek keuangan artinya dokumen rekam medis merupakan berkas yang digunakan untuk menetapkan suatu biaya pelayanan yang diterima pasien. 4) Aspek Penelitian Dalam rekm medis, isinya merupakan daa dan informasi yang bisa digunakan dalam penelitian atau mengembangkan penelitian. 5) Aspek Pendidikan



Dokumen rekam medis dapat digunakan data dan informasi yang update sebagai bahan ajar. 6) Aspek Dokumentasi Dalam rekam medis mengandung data/informasi yang berfungsi sebagai ingatan atau laporan yang nantinya dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak instansi pelayanan kesehatan. Mencatat dokumen rekam medis merupakan hal yang harus diperhatikan, keamanan informasi sangat penting hal ini erat kaitannya dengan Safety Patient (6 Sasaran Keselamatan Pasien). 6 sasaran keselamata pasien tersebut, diantaranya: a) Identifikasi pasien dengan benar b) Meningkatkan komunikasi efektif c) Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai d) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasienyang benar; e) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan f) Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh Sasaran keselamatan pasien yang pertama adalah Identifikasi pasien dengan benar. Sejak awal pasien yang masuk rumah sakit dilakukan proses identifikasi pasien. Salah identifikasi dapat mengakibatkan hal yang fatal pada pelayanan terhadap pasien. Identifikasi pasien dilakukan unutk membedakan pasien satu dengan yang lainnya sehingga dapat menghindari kesalahan tindakan medis, pemberian obat, pemeriksaan penunjang dan sebagainya. Adapun Isi Rekam Medis Rawat Jalan berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor 269 tahun 2008, diantaranya : 1) Identitas pasien 2) Tanggal dan waktu 3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit 4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik 5) Diagnosis 6) Rencana penatalaksanaan 7) Pengobatan dan atau tindakan



8) Pelayanan lain yang telah diberikan pasien 9) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik 10)Persetujuan tindakan bila diperlukan Sedangkan isi rekam medis rawat inap sesuai dengan PMK 269 tahun 2008, adalah : 1) Identitas pasien 2) Tanggal dan waktu 3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit 4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik 5) Diagnosis 6) Rencana penatalaksanaan 7) Pengobatan dan atau tindakan 8) Persetujuan tindakan bila diperlukan 9) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan 10)Ringkasan pulang (discharge summary) 11)Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan 12)Pelayanan lain yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu 13)Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik Untuk isi rekam medis Unit Gawat Darurat, berdasarkan PMK 269 tahun 2008, terdiri dari : 1) Identitas pasien 2) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan 3) Tanggal dan waktu 4) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit 5) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik 6) Diagnosis 7) Pengobatan dan atau tindakan 8) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut



9) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan 10)Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain 11)Rencana penatalaksanaan 12)Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien Salah satu yang menjadi elemen penilaian pada penilaian akreditasi adalah adanya penggunaan istilah, singkatan dan simbol yang terstandar. Istilah, singkatan dan simbol yang digunakan di sarana pelayanan kesehatan harus ditetapkan dalam kebijakan rumah sakit dan dibuatkan surat keputusan pemberlakuan daftar istilah, singkatan dan simbol tersbut. Istilah - istilah, singkatan dan simbol harus didefinisikan,



agar



memudahkan



bagi



para



tenaga



kesehatan



dan



pendokumentasinya. Begitupun juga dengan istilah, singkatan dan simbol yang tidak digunakan juga perlu untuk di tetapkan. Tujuannya adalah untuk menghindari perbedaan persepsi. Pada saat tenaga kesehatan melakukan desain formulir rekam medis, tugas selanjutnya adalah menyusun prosedur atau petunjuk teknis tentang pengisian formulir rekam medis. Pada prosedur yang disusun itu menjelaskan tentang: 1.



Siapa saja petugas yang berwenang mengisi formulir?



2.



Item apa saja yang diisikan di dalam formulir tersebut?



3.



Bagaimana cara atau seperti apa perintah cara pengisian formulir tersebut? Misalnya apakah mengisinya dengan cara di silang (x) atau di checklist dan atau dijabarkan, diisi sesuai kartu tanda penduduk, atau kartu keluarga dan lain – lain. Semua hal tersebut di atas harus tersusun dengan jelas, agar tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya mengisi dokumen rekam medis rapi dan tertata dengan baik. Kontrol dan pengendalian formulir merupakan kegiatan pengawasan dan



pengendalian



perencanaan,



pengadaan,



pendistribusian,



penyimpanan



dan



penggunaan formulir oleh pengguna untuk menjalankan organisasi. Tujuan pengendalian formulir diantaranya: 1.



Menghilangkan formulir yang tidak diperlukan lagi



2.



Membantu perkembangan dan rancangan formulir yang lebih efisien



3.



Menggabungkan dan menyederhanakan formulir yang memiliki kesamaan



4.



Mengadakan tinjauan lebih lanjut dari formulir yang sudah ada



5.



Melengkapi kemajuan kerja yang efisien Ruang lingkup pengendalian formulir meliputi:



1.



Inventarisasi formulir Inventarisasi formulir adalah kegiatan untuk mencatat dan menyusun formulir yang ada secara benar menurut ketentuan yang berlaku. Langkah pertama dalam penerapan kontrol formulir adalah mendapatkan inventory semua formulir. Inventarisasi ini kemudian harus dijaga supaya selalu up to date. Sebuah inventarisasi berisi file riwayat formulir dan file subjek/judul formulir. a) File riwayat formulir memberikan gambaran yang komplit mengenai setiap unit rekam medis mulai dari pengembangannya sampai dengan statusnya saat ini. File riwayat formulir dapat dibentuk dengan membuat sebuah folder untuk setiap formulir dan dengan pengarsipan sesuai dengan nomor formulir. b) File subjek / judul formulir menyediakan mekanisme untuk menghubungkan formulir-formulir yang saling berkaitan. Satu kopi dari setiap formulir diklasifikasikan menurut tujuannya dan ditempatkan di dalam folder subjek/judul Ketika kita melakukan inventarisasi formulir, diperlukan adanaya identifikasi formulir. Menurut Huffman (1994) identifikasi formulir biasanya berupa nomor yang diterbitkan secara berurutan dan memiliki prefix atau suffix berupa kode yang menunjukkan departemen atau bagian asal pengguna formulir. Bila formulir rekam medis memiliki lembar bolak-balik maka 0001a untuk halaman depan, 0001b untuk halaman baliknya. 11/13 adalah keterangan bulan dan tahun terbit formulir yaitu bulan November pada tahun 2013. Register kontrol formulir penting untuk pengontrolan nomor formulir yang telah diterbitkan, sebagaimana juga untuk informasi pengidentifikasi lain. Register mencangkup informasi tentang: a) nomor firmulir



b) judul formulir c) ukuran formulir d) tanggal penerbitan formulir e) tanggal revisi formulir f)



unit/instalasi yang mengeluarkan formulir



J. Evaluasi Kelengkapan Pengisian Dokumen Rekam Medis Pengisiaan/pencatatan rekam medis ada kemungkinan besar terjadi tidak lengkap atau tidak sesuai dengan ketentuan, hal tersebut disebabkan: 1.



Pelaksanaan pendokumentasian dilakukan oleh banyak pemberi pelayanan kesehatan.



2.



Rekam Medis diciptakan sebagai aktifitas sekunder mengiringi jalannya pelayanan pasien, maka pendokumentasiannya bisa saja tidak seakurat dan selengkap yang ditetapkan /diinginkan



3.



Kesibukan seorang dokter, sehingga menulis catatan bisa pada form yang salah serta terburu-buru sehingga tidak terbaca



4.



Seorang perawat yang sibuk melayani panggilan pasien menjadi lupa mencatat hal-hal yang berkaitan dengan pengobatan pasien yang telah diberikan Agar rekam medis tersebut tidak terjadi seperti di atas maka harus dilakukan



kegiatan analisis/pengkajian dari isi rekam medis /pendokumentasian sehingga rekam medis dapat digunakan atau mempunyai nilai guna seperti; Administration, Legal aspect, Financial, Reseach, Education, Documentation, Public health, planing dan Marketing Analisis dari pendokumentasian rekam medis yang telah digunakan (setelah pasien pulang) baik untuk rawat jalan /UGD maupun rawat inap terdapat tiga jenis analisis, yaitu : a) Analisis Kuantitatif b) Analisis Kualitatif c) Analisis Statistik Untuk melakukan analisis tersebut, perekam medis dipercaya untuk melakukan analisa baik kuantitatif, kualitatif maupun statistik serta memberitahu



kepada petugas yang mengisi rekam medis apabila ada kekurangan atau inkosistensi yang mengakibatkan rekam menjadi tidak lengkap atau tidak akurat, kemudian membuat laporan ketidak lengkapan sehingga dapat ditindak lanjuti untuk diatasi agar rekam medis menjadi lengkap. Peraturan dan Kebijakan yang dibutuhkan untuk melakukan analisis tersebut adalah: 1)



Permenkes No.749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis



2)



Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rekam Medis di Rumah Sakit dari Dirjen Yanmed Tahun 1997



3)



SE. No. HK. 00.06.1.5.01160 Tahun 1995 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan formulir Rekam Medis Dasar dan Pemusnahan Arsip Rekam Medis di RS



4)



Peraturan RS tentang analisis Rekam Medis, Form. Rekam Medis dan susunan berkas Rekam Medis, Prosedur Kerja /Prosedur tetap. Waktu untuk melakukan analisis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:



a) Retrospective Analysis Yaitu analisis yang dilakukan setelah pasien pulang, Hal ini yang sering dilakukan karena dapat menganalisis rekam medis secara keseluruhan walaupun hal ini dapat memperlambat proses melengkapi yang kurang. b) Concurrent Analysis Yaitu analisis yang dilakukan pada saat pasien masih dirawat atau selama perawatan berlangsung analisa juga dilakukan. Analisis dilakukan diruang perawatan



untuk



mengidentifikasi



kekurangan/ketidaksesuaian,



salah



interprestasi secara cepat sebelum digabungkan Analisis kuantitatif adalah telaah/review bagian tertentu dari isi rekam medis dengan maksud menemukan kekurangan khusus yang berkaitan dengan pencatatan rekam medis. Jadi analisis kuantitatif menurut penulis dapat disebut juga sebagai analisis ketidaklengkapan baik dari segi formulir yang harus ada maupiun dari segi kelengkapan pengisian semua item pertanyaan yang ada pada formulir sesuai dengan pelayanan yang diberikan pada pasien.



Tenaga rekam medis yang melakukan analisis kuantitatif harus ‘’tahu’’ (dapat mengidentifikasi, mengenal, menemukan bagian yang tidak lengkap ataupun belum tepat pengisiannya) tentang: 1) Jenis formulir yang digunakan 2) Jenis formulir yang harus ada 3) Orang yang berhak mengisi rekam medis 4) Orang yang harus melegalisasi penulisan Tujuan analisis kuantatif adalah menentukan sekiranya ada kekurangan agar dapat dikoreksi dengan segera pada saat pasien masih dirawat, dan item kekurangan belum terlupakan, untuk menjamin efektifitas kegunaan isi rekam medis di kemudian hari. Yang dimaksud dengan koreksi ialah perbaikan sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi, mengidentifikasi bagian yang tidak lengkap yang dengan mudah dapat dikoreksi dengan adanya suatu prosedur sehingga rekam medis menjadi lebih lengkap dan dapat dipakai untuk pelayanan pada pasien, melindungi dai kasus hukum, memenuhi peraturan dan untuk analisa statistik yang akurat, kelengkapan Rekam medis sesuai dengan peraturan yang ditetapkan jangka waktunya, perizinan, akreditasi, keperluan sertifikat lainnya, mengetahui hal-hal yang berpotensi untuk membayar ganti rugi. Komponen analisis kuantatif antara lain memeriksa identifikasi pasien pada setiap lebar RM, setiap lembar RM harus ada identitas pasien (No. RM, Nama), bila ada lembaran rekam medis yang tanpa identitas harus di review untuk menentukan milik siapa lembaran tersebut, dalam hal ini dengan Concurrent Analysis akan lebih mudah untuk dilengkapi dilakukan daripada Restrospective analysis, adanya semua laporan yang penting, pada komponen ini akan memeriksa laporan-laporan dari kegiatan pelayanan yang diberikan ada atau tidak ada. Laporan yang ada di rekam medis yaitu aporan umum seperti lembar riwayat pasien, pemeriksaan fisik, catatan perkembangan, observasi klinik, ringkasan penyakit, sedangkan laporan khusus, seperti laporan operasi, anasthesi dan hasilhasil pemeriksaan lab. Dalam laporan tersebut pencatatan tanggal dan jam pencatatan menjadi penting karena ada kaitannya dengan peraturan seperti lembar riwayat pasien dan pemeriksaan fisik harus diisi < 24 jam sesudah pasien masuk



rawat inap, maka agar lengkap harus dilakukan analisis ketidak lengkapan dengan cara Concurrent, karena kalau dengan retrsopective pemeriksaan yang tidak lengkap diketahui setelah pasien pulang sedangkan aturannya pemeriksaan fisik harus diisi < 24 jam, sehingga rekam medis tersebut tidak dapat dilengkapi lagi atau disebut dengan ‘’Deficiency’’. a) Review Autentifikasi Pada komponen ini analisis kuantitatif memeriksa autentifikasi dari pencatatan berupa tanda tangan, nama jelas termasuk cap/stempel atau kode seseorang untuk kompeterisasi, dalam penulisan nama jelas harus ada titel/gelar profesional (Dokter, perawat). Dalam autentifikasi tidak boleh tanda tangani oleh orang lain selain dari penulisnya, kecuali bila ditulis oleh dokter jaga atau mahasiswa maka ada tanda tangan sipenulis di tambah countersign oleh supervisor dan ditulis telah direview dan dilaksanakan atas intruksi dari … atau telah diperiksa oleh…atau diketahui oleh … b) Review Pencatatan Pada komponen ini akan dilakukan: 1) Pemeriksaan pada pencatatan yang tidak lengkap dan tidak dapat dibaca, sehingga dapat dilengkapi dan diperjelas. 2) Memeriksa baris perbaris dan bila ada barisan yang kosong digaris agar tidak diisi belakangan. 3) Bila ada yang salah pencatatan, maka bagian yg salah digaris dan dicatatan tersebut masih terbaca, kemudian diberi keterangan disampingnya bahwa catatan tersebut salah



Gambar 3. Formulir Analisa Kuantitatif



REFERENSI



IFHIMA Education Module 3: Record Identification Systems, Filing and Retention of Health Records, 2012 Departemen Kesehatan RI: Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan, 2008 Departemen Kesehatan RI: Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah sakit indonesia revisi II tahun 2006 Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Jawa Tengah, Pedoman Penerapan Sistem dan Prosedur Pelayanan Rekam Medis di Rumah Sakit Huffman, Edna K. Health Information Management. 10th ed. Berwyn, IL: Physicians Record Company, 1994