Pendalaman Mater3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDALAMAN MATERI (Lembar Kerja Resume Modul)



A. Judul Modul



: ALQURAN DAN METODE MEMAHAMINYA



B. Kegiatan Belajar : (KB 1) C. Refleksi NO



BUTIR REFLEKSI



1



Peta Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di modul bidang studi



RESPON/JAWABAN



1.Penjelasan Defenisi Alquran A.Defenisi Alquran Secara Harfiah / Bahasa Secara harfiah, Alquran berarti bacaan yang sempurna. B.Defenisi Alquran Secara Istilah Adapun secara istilah, Alquran adalah firman Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada nabi dan rasul terakhir melalui perantara malaikat Jibril, ditulis dalam berbagai mushaf, ditransimisikan kepada kita secara mutawattir, bernilai ibadah bagi pembacanya dan diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. (al-Shabuni, 2003: 8). Definisi ini adalah definisi yang juga disampaikan mayoritas ulama, karena dianggap komprehensif dan mengandung seluruh unsur yang dapat menjelaskan Alquran. Dalam fungsinya sebagai hudan li al-muttaqin (petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa), Alquran memuat berbagai regulasi untuk mengatur kehidupan manusia.



Hanya saja, pesan dan aturan yang disampaikan di dalam Alquran ada yang berupa pernyataan tegas dan adapula yang bersifat samar yang membutuhkan pemikiran



mendalam. Dua bentuk pernyataan ini dalam terminologi ‘Ulum al-Quran disebut dengan ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat



2. Penjelasan ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat A. Penjelasan Ayat-ayat Muhkamat Kata muhkam sebagai bentuk tunggal dari muhkamat, secara etimologi berasal dari akar kata hakama-yahkamu-hukman berarti menetapkan, memutuskan atau memisahkan. Kemudian dijadikan wazan af’ala menjadi ahkama-yuhkimuihkam yang berarti mencegah. Al-Hukmu artinya memisahkan antara dua hal. Jika seseorang dikatakan hakim maka karena ia mencegah kezaliman dan memisahkan antara dua orang yang berselisih serta membedakan antara yang benar dan salah. Menurut Manna’ Al-Qaththan, secara terminologi muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, mengandung satu makna dan dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. (Al-Qaththan, 1995: 207). Jadi, ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang mengandung makna yang kokoh, jelas dan fasih.



B.Penjelasan Ayat-ayat Mutasyabihat Secara harfiah, mutasyabih yang merupakan bentuk tunggal dari mutasyabihat berasal dari kata syabaha yang berarti serupa. Syubhah –bentuk nomina dari syabaha- adalah keadaan tentang satu dari dua hal yang tidak dapat dibedakan dari lainnya karena ada kemiripan di antara keduanya secara konkret atau abstrak. Makna ini sejalan dengan sifat kedua Alquran yaitu kitaban Mutasyabihan.



Dengan demikian, ayat-ayat mutayabihat adalah ayat-ayat yang maknanya tidak atau belum jelas dan untuk memastikannya tidak ditemukan dalil yang kuat. Dari itu, para ulama menyebut ayatayat mutasyabihat secara ringkas dengan ungkapan hanya Allah yang mengetahui maknanya. C. Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat di dalam Alquran Tentang keberadaan ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat, Alquran sendiri menyampaikan dalam surat Ali ‘Imran (QS 3:7) yang Artinya: “Dialah yang menurunkan al-Kitab (Alquran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alquran dan yang lain (ayatayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” D. Penjelasan Para Ulama Tentang Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat



Kemudian, berkenaan dengan kategorisasi ayatayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, para ulama berbeda pendapat dalam menentukannya. Bisa jadi satu ayat dikategorikan sebagai ayat muhkamat oleh sebagian ulama, sementara mutasyabihat oleh ulama lain, seperti ayat tentang Jannah dan Nar, mayoritas menggolongkannya ke dalam ayat muhkamat, sementara bagi kelompok bathiniyyun mengategorikannya ke dalam mutasyabihat karena narasi tentang surga dan neraka adalah bentuk metafora. Perbedaan pandangan tersebut tentu didasari atas perbedaan tentang definisi dan kriteria ayat muhkamat dan mutasyabihat.



Al-Zamakhsyari menggariskan kriteria ayat-ayat yang tergolong muhkamat adalah ayat-ayat yang berhubungan erat dengan hakikat (realitas); sedangkan mutasyabihat adalah ayat-ayat yang membutuhkan penelitan (tahqiqat). Secara lebih spesifik, al-Raghib al-Ashfahani membuat kriteria bagi ayatayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya, seperti ayat seputar kiamat; dan ayatayat yang hanya bisa diketahui maknanya dengan bantuan ayat muhkamat, hadis sahih atau disiplin ilmu lain, seperti ayat yang lafalnya terlihat aneh dan hukum-hukumnya tertutup. Sementara ayatayat muhkamat menurutnya adalah ayat-ayat yang tidak termasuk ke dalam kategori mutasyabihat. Sekalipun terdapat ayat yang telah terang maknanya dan di saat yang bersamaan masih terdapat yang samar maksudnya, tetapi bisa dipastikan bahwa kebenaran Alquran bersifat absolut atau mutlak. Kemutlakan ini akan berubah menjadi relatif ketika sudah menjadi pemahaman manusia. Dari itu, perlu diketahui bahwa upaya memahami kandungan Alquran terdapat beberapa metode, yaitu tafsir, takwil dan terjemah. Walaupun terjemah bukan merupakan metode memahami Alquran karena hanya sebatas pengalihbahasaan, Tetapi terjemah dianggap sebagai salah satu upaya untuk mengantarkan pemahaman dasar dari Alquran bagi orang awam.



3.Penjelasan Konsep Tafsir A. Pengertian Tafsir Menurut Bahasa Menurut bahasa kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsir yang berarti menjelaskan. Pengertian tafsir menurut bahasa juga bermakna al-idhah (menjelaskan), al-bayan (menerangkan) dan alkasyf (menyingkapkan). B. Pengertian Tafsir Menurut Istilah Sedangkan secara terminologi terdapat beberapa pendapat, salah satunya menurut Shubhi alShalih



yang mendefinisikan tafsir sebagai berikut : Sebuah disiplin yang digunakan untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Saw dan menerangkan makna-maknanya serta menggali hukum-hukum danhikmah-hikmahnya. Definisi lain tentang tafsir dikemukakan oleh ‘Ali al-Shabuni bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Alquran dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Pendapat senada disampaikan oleh al-Kilabi bahwa tafsir adalah menjelaskan Alquran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya. Demikian juga menurut Syekh al-Jazairi, tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafaz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafaz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafaz tersebut. Berdasarkan definisi di atas, menafsirkan Alquran berarti upaya mengungkap maksud dari Alquran baik ayat perayat, surat persurat maupun tema pertema yang dapat digali dari susunan bahasanya dan lafaz-lafaz yang digunakannya serta seluk beluk yang berhubungan dengannya. C. Seluk Beluk / Istilah yang Terkait dengan Konsep Tafsir Seluk beluk yang dimaksud adalah terkait dengan ‘Ulum al-Quran, yang meliputi asbab al-nuzul, makiyyah dan madaniyyah, ilmu qiraat, nasikh wa mansukh, dan seterusnya. Asbab al-nuzul yang merupakan latarbelakang turunnya ayat menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam memahami pesan Alquran. Al-Syathibi menegaskan bahwa seorang tidak diperkenankan memahami Alquran hanya dari sisi



teksnya saja tanpa memperhatikan konteks ketika ayat turun. Namun demikian, perlu diketahui bahwa tidak seluruh ayat Alquran memiliki riwayat asbab al-nuzul. Selain Asbab al-nuzul, memahami makiyyah dan madaniyyah juga patut dikuasai dalam memahami Alquran. Makiyyah dapat dipahami sebagai ayat-ayat yangturun di Makkah atau turun sebelum hijrah. Sementara Madaniyyah adalah ayat-ayatyang turun di Madinah atau turun setelah hijrah. Terdapat beberapa manfaat penguasaan atas makiyyah dan madaniyyah dalam memahami ayat Alquran, yakni: 1. Dapat membantu mempermudah dalam menjelaskan ayat Alquran, dikarenakan makiyyah dan madaniyyah terkait dengan situasi dan kondisi masyarakat saat itu ketika ayat-ayat Alquran diturunkan. 2. Melalui gaya bahasa yang berbeda pada ayat makiyyah dan madaniyyah akan membatu dalam memahami ayat Alquran, sekaligus memberikan indikasi perbedaan karakteristik masyarakat. 3. Dengan memahami makiyyah dan madaniyyah akan lebih mudah mengkaitkan dengan aspek sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. sebagai salah satu referensi penafsiran. Selanjutnya, hal yang penting dikuasai dalam menafsirkan Alquran adalah ilmu qiraat. Perbedaan qiraat telah terjadi sejak masa sahabat. Hadis sahih riwayat alBukhari dan Muslim sebagaimana dikutip ‘Ali al-Shabuni menceritakan bahwa suatu ketika di masa hidup Rasulullah saw, Umar bin Khattab salat menjadi makmum dan mendengar bacaan Hisyam bin Hakim saat membaca Surat alFurqan dengan bacaan qira’ah yang bermacam-macam yang tidak sama dengan bacaannya yang diajarkan Rasulullah Saw. Sehingga, hampir saja Umar menyeretnya ketika dia sedang salat. Namun, Umar berusaha bersabar menunggunya hingga



selesai salam. Setelah Hisyam selesai salat, Umar menarik selendangnya seraya berkata padanya, siapa yang membacakan surat kepadamu dengan bacaan seperti itu, kata Umar. Dia menjawab: Rasulullah Saw yang membacakan kepadaku seperti itu. Bohong kamu, kata Umar. Sungguh Rasulullah Saw membacakan padaku tidak seperti apa yang kamu baca. Kemudian Umar membawanya untuk menghadap Rasul. Setelah keduanya diperintah membaca surat al-Furqan, kemudian Rasulullah Saw membenarkan bacaan keduanya, sambil bersabda: “Seperti itulah bacaan Alquran diturunkan.” Kemudian Rasulpun mengatakan, “sesungguhnya Alquran diturunkan dalam tujuh huruf (qiraat), maka bacalah dengan yang memudahkan bagimu” (Al-Shabuni, 2003: 210) Qiraat sebenarnya tidak hanya berkutat dalam perbedaan bacaan Alquran dari segi dialek saja. Namun terdapat juga perbedaanperbedaan qira’at yang mempengaruhi terhadap perbedaan makna lafaz, sehingga menjadi penting memahaminya bagi seorang mufassir. Manfaat memahami perbedaan qira’at yang mempengaruhi terhadap makna adalah dapat mengetahui adanya dua hukum yang berbeda. Karena itu, pengetahuan ilmu qira’at dan ilmuilmu lain dari Ulum al-Quran selain ilmu Bahasa Arab dan yang lainnya menjadi kemampuan dasar bagi seorang mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat Alquran agar di dalam penafsirannya dapat terhindar dari kemungkinan terjadi kesalahan.



4.Penjelasan Konsep Takwil A. Pengertian Takwil Menurut Bahasa Ta’wil yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi takwil menurut bahasa berasal dari kata awwala-yuauwiluta’wil yang memiliki maknaal-ruju’ atau al-’aud yang berarti kembali.



Berkaitan dengan kata ini Alquran beberapa kali menggunakan kata ta’wil dalam menjelaskan maksud dari sebuah peristiwa atau kisah. Misalnya, pada kisah Nabi Yusuf as ayat 100 saat menjelaskan peristiwa tunduknya keluarga dan saudara-saudaranya kepada Yusuf dinyatakan dengan kalimat hadza ta’wilu ru’yaya min qabl qad ja’ala rabbi haqqan (Ini adalah takwil mimpiku sebelumnya, sungguh Tuhan telah menjadikan mimpiku menjadi kenyataan). Demikian juga pada surat al-Kahfi ayat 78 tentang kisah seorang hamba Allah yang diberi ilmu dari sisiNya mengatakan kepada Nabi Musa as dengan kalimat sa’unabbi’uka bita’wili malam tastathi‘ alaihi sabran (Aku akan menjelaskan takwil sesuatu yang engkau tidak dapat bersikap sabar terhadapnya). B.Pengertian Takwil Menurut Istilah Memperhatikan penggunaan kata takwil di dalam Alquran, maka secara terminologi al-Jurjani dalam kitab al Ta’rifatnya memberikan definisi takwil sebagai berikut: Mengalihkan lafaz dari maknanya yang tampak kepada makna tersembunyi yang dikandung olehnya selama makna yang dimaksud tersebut dipandang sesuai dengan Alquran dan alsunnah (Al-Jurjani, 2004: 46). Takwil berbeda dengan tafsir sekalipun keduanya menjelaskan maksud dari sebuah pernyataan dalam Alquran. Tafsir pada praktiknya menjelaskan makna zahirsementara takwil mengungkap makna batin. Pada hakikatnya takwil dilakukan dalam rangka memahami ayat yang berarti juga melakukan kegiatan tafsir. Maka, takwil pada fungsinya sebagai tafsir yang dapat memudahkan dalam mencerna dan mengamalkan ajaran Alquran sesuai dengan perkembangan zaman sekarang dan akan datang, juga tafsir pada praktiknya sebagai penjelas, keduanya adalah metode penting yang perlu dilakukan dalam memahami makna Alquran. Namun, apakah seluruh ayat-ayat mutasyabihat boleh atau harus ditakwil, Quraish Shihab



menunjukkan bahwa QS. Ali Imran (3) ayat 7 yang telah disampaikansebelumnya menimbulkan perbedaan pemahaman tentang boleh tidaknya takwil atas ayat-ayat mutasyabihat (Shihab, 1995: 91). Sebagian pendapat menyatakan bahwa semua ayat mutasyabihat bisa ditakwil seluruhnya, tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa sebagian saja yang boleh ditakwil, itupun bila memenuhi persyaratan takwil termasuk siapa saja yang berhak melakukannya. C.Syarat Bagi Orang Yang Boleh Melakukan Takwil Oleh karena takwil merupakan pekerjaan yang sulit, maka diperlukan syarat keahlian tertentu, antara lain: -Pengetahuan mendalam tentang ilmu-ilmu keislaman -Pemahaman kaidah bahasa Arab karena takwil tidak berdasar ra’yu (pendapat/akal) saja. D.Perbedaan Cakupan Antara Tafsir dan Takwil Selanjutnya, terkait perbedaan cakupan antara tafsir dan takwil, Al-Raghib alAshfahani dalam kitab Mufradat Alfadzi al-Qur’an mengemukakan bahwa tafsir lebih umum dari pada takwil (Al-Ashfahani, 2009: 636). Tafsir lebih banyak digunakan dalam kata dan kosa katanya. Sedang takwil banyak digunakan dalam makna dan susunan kalimatnya. Takwil lebih banyak digunakan dalam Alquran, sedang tafsir tidak sajadigunakan dalam Alquran tetapi juga dalam kitab-kitab lainnya (Shihab, 1995: 91). Penakwilan terhadap ayat Alquran dilakukan secara ketat berdasarkan kaidah dan dasar-dasar keilmuan. Jika kita menyetujui bahwa semua ayat-ayat mutasyabihat boleh ditakwil, maka ayat-ayat yang ditakwil tidak hanya teks-teks ayat yang pernah ditakwilkan oleh ahli tafsir terdahulu, melainkan dapat berkembang selama makna yang digagas tidak keluar dari akar kata redaksi bahasa ayat itu. Sebagai contoh, Muhammad ‘Abduh dalam tafsir Juz Amma-nya memahami kata Thayran pada surat alFiil (QS 105:3) yang berarti burung yang terambil dari kata thara–yathiru (terbang) dengan sejenis



virus atau bakteri yang beterbangan. Hal ini sah karena tidak keluar dari makna dasar kata tersebut. Contoh penerapan takwil terhadap ayat mutasyabihat lainnya yang dilakukan M. Quraish Shihab dalam menafsirkan kata kursi pada Q.S. Al-Baqarah ayat 255. Ia menakwilkan kalimat kursi Allah meliputi langit dan bumi sebagaimana AlThabathaba’i dalam Tafsir Al-Mizan menakwilkannya dengan kedudukan Ilahiyah untuk mengendalikan semua makhluk-Nya. Luasnya kursi Allah memiliki makna ketakterhinggaan kekuasaanNya. Karena itu makna kursi pada ayat tersebut adalah kedudukan ketuhanan yang mengendalikan langit dan bumi beserta isinya. Juga mengisyaratkan bahwa semua benda itu terkontrol dengan baik. Demikian juga makna keluasan yang dimaksud bahwa pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu di langit dan bumi. Namun berbeda dengan ayat yang berbicara tentang zat Allah yang tercantum pada surat al-Nur (Allah adalah cahaya langit dan bumi). Dimaknai demikian dengan tujuan agar zat Allah itu bisa diketahui. Pemahaman seperti ini merupakan takwil yang terlarang, karena tidak sesuai dengan ayat: (tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya). (QS. Asy-Syura [42]: 11) Takwil yang hanya berdasarkan akal saja tanpa mempertimbangkan aspek kebahasaan hukumnya terlarang, karena memungkinkan maksud yang digagas keluardari makna dasarnya. Dari itu, ulama salaf lebih memilih bersikap tafwidh yakni menyerahkan sepenuhnya maknanya kepada Allah saat memaknai ayat-ayat mutasyabihat dengan ungkapan wallahu a’lam bi muradi bih (Allah lebih tahu maksudnya). 5. Penjelasan Konsep Terjemah Terjemah bukan termasuk metode memahami Alquran seperti halnya tafsir dan takwil, ia hanya bentuk pengalihbahasaan. A. Pengertian Terjemah Menurut Bahasa Secara etimologi, terjemah diambildari bahasa Arab dari kata tarjamah. Bahasa Arab sendiri menyerap kata tersebut dari bahasa Armenia yaitu turjuman (Didawi, 1992: 37). Kata turjuman sebentuk dengan kata tarjaman dan tarjuman



yang berarti mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain (Manzhur: 66). Terjemah menurut bahasa juga berarti salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Selain itu, berarti pula memindahkan lafal dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. B. Pengertian Terjemah Menurut Istilah Adapun secara terminologi, terjemah didefinisikan sebagai berikut: Mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan tersebut. Al-Shabuni mendefinisikan terjemah Alquran adalah memindahkan bahasa Alquran ke bahasa lain yang bukan bahasa Arab kemudian mencetak terjemah ini ke beberapa naskah agar dapat dibaca orang yang tidak mengerti bahasa Arab, sehinggadapat memahami pesan dasar dari kitab Allah SWT. C. Macam-macam Terjemah Penerjemahan dibagi menjadi dua, yaitu 1. terjemah harfiyyah Terjemah harfiyyah, yaitu mengalihkan lafazlafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dantertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama. Terjemah tafsiriyyah Terjemah tafsiriyah atau terjemah ma’nawiyyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya. 2.



D. Kelemahan Terjemah



Membaca terjemah sebuah ayat Alquran dapat membantu pembaca untuk memahami ayat tersebut. Namun demikian, membaca terjemah saja tanpa memahami seluk beluk bahasa Alquran seringkali menjadikan pemahaman terhadap ayat tersebut kurang sempurna, atau bahkan dikhawatirkan terjadi kesalahpahaman.



Kesalahpahaman terhadap pembacaan Alquran terjemah secara umum dapat disebabkan beberapa hal, di antaranya: a. Tidak semua kata dalam suatu bahasa dapat diterjemahkan secara tepat atau utuh ke dalam bahasa lain, termasuk Alquran. Ini dikarenakan setiap bahasa memiliki batas-batas makna masing-masing. Contoh kata; anta dan anti (mudzakkar dan muannats) dengan terjemah kamu, anda atau engkau tidak dapat mewakili secara utuh makna dari teks. Demikian juga misalnya kata insanun dan basyarun tidak dapat secara utuh diwakili oleh terjemah kata manusia. b. Keterbatasan seorang penerjemah dalam melakukan pilihan kata yang tepat dan dalam penguasaan struktur bahasa yang digunakan. c. Latarbelakang budaya yang berbeda pada setiap bangsa akan membentuk karakteristik bahasa yang berbeda. Karena itu, apabila melihat berbagai kelemahan tersebut di atas, maka dalam penerjemahan Alquran belum dapat dikatakan mampu mewakili seluruh maksud ayatayatnya. Apalagi bahwa Alquran itu adalah kalamullah yang memiliki keagungan dalam bahasa dan kandungannya, maka dapat dipastikan sebuah terjemahan Alquran tidak mampu menggambarkan secara utuh maksudmaksudnya. E. Manfaat Terjemah



Namun demikian, bukan berarti terjemah Alquran tidak penting, karena dengan adanya terjemah Alquran dapat membantu untuk melakukan tadabbur (renungan) atau paling tidak mengetahui pesan dasar Alquran khususnya bagi bangsa ‘ajam (non-Arab) yang tidak memiliki kemampuan bahasa Arab secara baik.



2



Daftar materi bidang studi yang sulit dipahami pada modul



1. Perbedaan Tafsir dengan Takwil 2. Terjemah Harfiyyah dan Terjemah Tafsiriyyah



3



Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran



1. Perbedaan Tafsir dengan Takwil 2. Terjemah Harfiyyah dan Terjemah Tafsiriyyah