Pendekatan Konten Dalam Pembelajaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pendekatan Konten dalam Pembelajaran, Sudahkan Dilaksanakan? Oleh: SYAIFUL BAHRI Pendekatan konten adalah diferensiasi konten merujuk pada strategi membedakan pengorganisasian dan format penyampaian konten. Konten adalah materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari oleh murid berdasar kurikulum. Pembelajaran konten merupakan hal yang esensial dalam pembelajaran. Konten ini ditujukan untuk membantu siswa dalam memahami materi. Pembelajaran berbasis konten mengutamakan pemahaman materi. Namun pelaksanaannya, siswa tidak sekadar dituntut memahami materi, yang paling penting adalah menguasai pemahaman mendalam terhadap konsep yang dapat diterapkan di berbagai konteks kehidupan peserta didik. Tercapai tidaknya tujuan pembelajaran sebenarnya, apabila pendekatan konten ini dapat berjalan dengan baik. Artinya semua siswa akan dapat menguasai materi dan konsep yang dipelajari. Pada proses pembelajaran, guru dapat melihat hasil pemahaman dari ranah ”pengetahuan” saat memberikan evaluasi seperti ulangan formatif setelah pembelajaran pada KD tertentu sudah dilakukan. Saat itu, guru akan menemukan persentase siswa yang telah mencapai ketuntasan KD tersebut. Pada sekolah yang menerapkan program SKS, pendekatan konten sangat menentukan kecepatan belajar siswa dalam suatu KD tertentu. Sehingga siswa dengan kecepatan tinggi akan dapat menyelesaikan KD-nya lebih awal dalam satu semester. Bagaimana halnya dengan sekolah yang belum melaksanakan program SKS? Apakah diferensiasi konten juga dibutuhkan, dan bagaimana guru menerapkan? Berikut ini ilustrasi masalah yang dihadapi guru yang salah berasumsi bahwa mendiferensiasi pembelajaran berarti memberi beberapa murid lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan, dan yang lainnya lebih sedikit. Misalnya, guru X memberikan murid, yang memiliki kemampuan membaca yang lebih tinggi, tugas untuk membuat dua buah laporan buku. Sementara murid yang kemampuannya lebih rendah, hanya satu laporan saja. Atau seorang murid yang kesulitan dalam pelajaran matematika, hanya diharuskan menyelesaikan tugas hitungan atau operasi bilangan. Sementara murid yang lebih tinggi kemampuan diminta menyelesaikan tugas hitungan ditambah soal-soal cerita.



Meskipun pendekatan diferensiasi seperti itu mungkin tampak masuk akal, namun yang seperti itu biasanya tidak efektif. Membuat laporan tentang satu buku bisa saja tetap akan dirasa sebagai tuntutan yang tinggi untuk murid yang kesulitan. Jadi, pembelajaran berdiferensiasi bukan bersifat kuantitatif melainkan kualitatif. Ilustrasi di atas bagi guru yang mengajar di kelas dengan program SKS, tidak akan mengalami kesulitan. Karena apabila tugas yang diberikan sudah mencapai ketuntasan, maka murid bisa melanjutkan materi pada tugas berikutnya. Namun yang mengajar di kelas program konvensional, guru sebagaimana ilustrasi tersebut harus memberikan soal yang tingkat kesulitannya lebih tinggi dalam materi yang sama. Bukan malah menambah jumlah soal dengan bobot yang sama. Hal ini tidak akan menambah peningkatan kompetensi anak yang rajin atau cerdas. Murid yang telah menunjukkan penguasaan satu keterampilan matematika, akan siap untuk mulai bekerja dengan keterampilan yang lebih sulit. Menyesuaikan jumlah tugas biasanya akan kurang efektif daripada mengubah sifat tugas. Berikut beberapa tips membuat pembelajaran dengan pendekatan konten yang lebih baik: Pertama, kontekstual. Yakni konten yang menghubungkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata yang dialami siswa. Konten harus berdasar kebutuhan siswa. Informasi yang beragam juga langsung ditujukan pada konteks pembelajaran yang sesuai. Ketika membuat konten, pastikan siswa akan dapat memahami apa yang mereka ingin ketahui dan apa yang harus diketahui. Kedua, pembelajaran konten yang tidak ”to the point.” Sering mendesain pembelajaran konten terlalu terburu-buru untuk ”langsung ke intinya”, yakni menemukan jawaban yang benar. Alangkah lebih baik, siswa digiring mengenal informasi terlebih dahulu. Lalu beralih mengaplikasikan pengetahuan dan melakukan diskusi yang efektif. Dengan kata lain, informasi selalu disajikan tersurat. Sehingga jawaban yang diberikan siswa akan dapat menemukan jawaban dengan benar karena sudah ”to the point”. Hal ini akan membuat siswa menjadi pasif untuk berpikir ke arah yang lebih kritis dan menantang. Jadi, hindari memberikan penjelasan juga dengan cara deduktif, yang gagasan utama diberikan lebih awal. Sebaiknya cara induktif sangat disarankan untuk memotivasi siswa menemukan ide atau pokok masalah, setelah mereka membaca atau menganalisis materi yang diberikan. Contoh penjelasan dengan memulai atau langsung dengan memberikan formula atau rumus-rumus sangat tidak menunjukkan pembelajaran konten yang baik. Jauh lebih menantang, apabila guru memberikan pembelajaran dengan memberikan permasalahan, kemudian siswa menyimpulkan permasalahan dalam suatu formula yang dapat ditemukan sendiri oleh siswa. Atau mulai dengan skenario berhipotesis, lalu mintalah dugaan situasional. Sajikan sebagian kecil informasi dan minta peserta berdiskusi implikasinya tanpa mengetahui konteks sepenuhnya. Terakhir, ajak siswa menemukan dan mengeksplorasi, serta berakhir pada penemuan pengetahuan.



Ketiga, jangan lupakan tema besar materi. Setiap orang pasti setuju dengan konten lebih kecil adalah langkah yang baik dalam menyiapkan materi. Ketika konten disusun lebih kecil dan fokus pada satu materi kecil. Namun, saat itu juga terdapat kemungkinan siswa akan kehilangan gambaran besar dari keseluruhan materi. Selain itu, terkadang siswa kesulitan menghubungkan antara satu pengetahuan dengan pengetahuan lain. Memilih materi itu baik, namun jangan melupakan gambaran dari tema besar materi tersebut. Lihat saja sebagai contoh: Tema ”Transportasi” akan lebih menggiring siswa ke elaborasi dengan berbagai macam transportasi dan pada jenis transportasi dan seterusnya, daripada memberikan atau menyajikan tema hanya dengan ”pesawat udara”. Keempat, merancang pembelajaran pada pendekatan konten yang meningkatkan kolaborasi. Sering guru lupa mendesain pembelajaran konten untuk kolaborasi. Untuk itu, perlu melihat materi pembelajaran yang dapat menstimulasi inkuiri dan percakapan untuk siswa yang mempelajari. Menstimulasi dengan pertanyaan akan menghasilkan diskusi yang sesuai. Percakapan akan membawa kepada jawaban benar dari pertanyaan tersebut. Seperti apa materi yang dapat menstimulasi inkuiri, kita lihat pernyataan berikut: ”Orang yang telah divaksin akan terhindar dari Covid19”. Pernyataan ini tentu akan menggiring siswa dengan menanyakan ”apa iya sih?” Bagaimana orang-orang yang meninggal karena Covid-19 padahal sudah divaksin? Ini yang dimaksud dengan materi yang dapat menstimulasi inkuiri dan percakapan siswa yang mempelajari materi atau pernyataan tersebut. Kelima, apersepsi yang merupakan kegiatan yang dilakukan saat akan memulai kegiatan pembelajaran. Menurut KBBI, apersepsi adalah pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu dalam jiwanya (dirinya) sendiri yang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide baru. Sebagai seorang guru, sering dalam pembelajaran dengan pendekatan konten menempatkan diri sebagai ”orang yang lebih tahu” sedang memberi tahu ”orang yang belum tahu”. Guru memperlakukan siswa secara merata bahwa mereka ”tidak tahu apa pun”. Jangan lupa bahwa siswa bisa saja sudah memiliki pengetahuan sebelumnya. Uji pengetahuan siswa mengenai materi yang akan diajarkan akan penting untuk menguji apersepsi. Keenam, mudah dipahami dan interaktif. Jika memungkinkan, buat pengalaman belajar yang menyenangkan melalui interaktif dan eksperimen. Berikan ruang bagi siswa untuk eksplorasi. Biarkan mereka bermain dengan ide-ide terlebih dahulu, tanpa konsekuensi dari atau kekhawatiran tentang kesalahan, sebelum beralih ke pengajaran yang lebih formal. Pengajar saat ini tidak hanya membagikan ilmunya lewat ceramah, tetapi juga mampu merancang dan membuat pembelajaran dengan pendekatan konten yang dapat membuat siswa lebih mudah memahami materi. Dengan memanfaatkan pembelajaran dengan fasilitas platform tertentu, misalnya Google Classroom dan fasilitas lain di Google Suite, akan lebih memudahkan siswa dalam memecahkan permasalahan karena dengan gaya belajarnya sendiri. Sumber: https://radarbanyuwangi.jawapos.com/kolom/02/11/2021/pendekatankonten-dalam-pembelajaran-sudahkan-dilaksanakan