Penerimaan Negara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENERIMAAN NEGARA Bima Adetya Kelas VII A Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan e-mail: [email protected] Abstrak – Besaran pendapatan negara dalam APBN terutama pendapatan dalam negeri (penerimaan perpajakan dan PNBP), sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi perekonomian baik global maupun domestik. Beberapa indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh kuat terhadap realisasi pendapatan dalam negeri antara lain adalah pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, inflasi, harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan lifting migas. Selain itu, perkembangan pendapatan negara juga sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kebijakan di bidang pendapatan negara yang secara umum bertujuan untuk mengoptimalkan pendapatan dalam negeri tanpa mengganggu iklim dunia investasi. Mengingat perkembangan dan dinamika pembangunan yang membutuhkan anggaran makin besar, maka pelaksanaan kebijakan optimalisasi penerimaan perlu senantiasa ditingkatkan. Kata Kunci: apbn, pajak, pendapatan, penerimaan, pnbp



1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penetapan APBN dilakukan setelah dilakukan pembahasan antara Presiden dan DPR terhadap usulan RAPBN dari Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 1. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk : 1. Mengetahui darimana saja sumber-sumber pendapatan negara. 2. Mengetahui jenis-jenis penerimaan negara. 3. Mengetahui kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan negara. 4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan negara. 5. Rumusan Masalah Mengingat ruang lingkup penerimaan negara yang sangat luas, pembahasan pada makalah ini akan dibatasi pada sektor penerimaan negara dari sektor pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).



2. LANDASAN TEORI Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah yang diperoleh dari : a. Penerimaan perpajakan; b. Penerimaan negara bukan pajak; dan c. Hibah dari dalam negeri dan luar negeri Penerimaan negara merupakan pemasukan yang diperoleh negara untuk membiayai dan menjalankan setiap program-program pemerintahan, sedangkan Sumber-sumber



penerimaan Negara berasal dari berbagai sektor, dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahtraan seluruh rakyat Indonesia. Sumber-sumber penerimaan Negara antara lain pajak, retribusi, pinjaman,keuntungan BUMN/BUMD, dll,,dan penerimaan negara yang paling potensial adalah dari peneriman pajak. Secara umum, idealnya pendapatan negara dalam APBN harus selalu meningkat. Hal ini disebabkan oleh belanja negara yang juga selau meningkat dari tahun ke tahunnya. Peningkatan pendapatan negara tersebut baik yang berasal dari penerimaan pajak maupun non-pajak atau yang disebut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun sebagai penyumbang penerimaan APBN terbesar, penerimaan pajak lah yang tentunya paling diharapkan untuk mengalami peningkatan.



3. PEMBAHASAN 3.1. Umum Pendapatan negara merupakan komponen yang sangat penting dan strategis dalam struktur APBN mengingat peranannya sebagai sumber dari kapasitas fiskal Pemerintah, menekan defisit anggaran, dan pembiayaan belanja negara. Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Dalam struktur APBN, pendapatan negara terdiri atas pendapatan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan perpajakan dan PNBP, serta penerimaan hibah. Penerimaan perpajakan meliputi pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional yang hingga saat ini merupakan sumber utama kapasitas fiskal Pemerintah. Selain itu, kebijakan perpajakan juga berperan penting dalam pengelolaan ekonomi nasional. Pendapatan pajak dalam negeri berupa pendapatan pajak penghasilan (PPh), pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB), pendapatan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Penerimaan dalam negeri terutama berasal dari penerimaan perpajakan yang memberikan kontribusi rata-rata hampir 70 persen, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) memberikan kontribusi rata-rata 30 persen. Meningkatnya realisasi penerimaan negara tersebut tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ekonomi baik global maupun nasional, dan juga keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan Pemerintah di bidang pendapatan negara dan hibah. Kebijakan Pemerintah di bidang pendapatan negara dan hibah diarahkan untuk mendukung kebijakan fiskal yang berkesinambungan melalui upaya optimalisasi pendapatan negara dan hibah, khususnya penerimaan dalam negeri. Hal ini sesuai dengan peran pendapatan negara dan hibah sebagai sumber pendanaan program-program pembangunan. 3.2. Penerimaan Pajak 3.2.1. Kebijakan Yang Berkaitan Dengan Penerimaan Pajak Sebagai kontributor utama bagi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan diupayakan secara optimal melalui tiga kebijakan utama, yaitu: (1) reformasi di bidang administrasi; (2) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan; dan (3) reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi. Ketiga kebijakan tersebut secara umum berlaku baik di bidang pajak maupun di bidang kepabeanan dan cukai. Tabel Perkembangan Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Bukan Pajak 2007-2014 (dalam milyar rupiah)



Kebijakan pendapatan negara dan hibah selalu diarahkan untuk optimalisasi penerimaan dalam negeri. Di bidang perpajakan, selain melakukan kebijakan yang bersifat reguler seperti reformasi di bidang administrasi, peraturan perundang-undangan dan pengawasan serta penggalian potensi, Pemerintah melakukan upaya tambahan (extra effort) baik di bidang pajak maupun di bidang kepabeanan dan cukai. Extra effort tersebut antara lain menempatkan setiap kegiatan DJP baik intensifikasi seperti penegakan hukum berupa pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan, maupun ekstensifikasi seperti pemberian NPWP dan pengukuhan PKP berorientasi pada penerimaan. Demikian juga dengan kegiatan pelayanan (seperti keberatan), penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP, dan kegiatan sejenisnya seharusnya bernuasa pengamanan penerimaan. Selain ekstensifikasi dan intensifikasi, kegiatan regulasi juga harus mempertimbangkan penerimaan pajak jangka pendek (perluasan basis pajak dan ketentuan sumber penghasilan Indonesia sehingga memperluas klaim pemajakan) maupun jangka panjang (tiap insentif atautax expenditures harus dipantau efektifitasnya apakah sesuai dan mencapai sasaran jangka pendek, dan dalam jangka panjang menambah penerimaan negara). Demikian juga dengan perumusan P3B, PSC dan kontrak pengusahaan lainnya, harus memperhatikan fair share of international revenue dan memberikan kemanfaatan ekonomi masyarakat sehingga mensejahterakan rakyat dalam rangka meningkatkan kemampuan bayar pajak. Dalam rangka mencapai target penerimaan negara khususnya pada tahun 2011, Pemerintah telah menjalankan berbagai kebijakan di bidang perpajakan. Pokok-pokok kebijakan perpajakan secara umum adalah melanjutkan dan mempertajam kebijakankebijakan tahun sebelumnya. Di bidang perpajakan, kebijakan antara lain akan difokuskan pada (1) penggalian potensi perpajakan; (2) peningkatan kualitas pemeriksaan pajak; (3) penyempurnaan mekanisme atas keberatan dan banding dalam proses pengadilan pajak; (4) peningkatan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai; (5) perbaikan sistem informasi; dan (6) konsistensi pelaksanaan road map cukai hasil tembakau. Selain itu Terkait dengan pemungutan PBB dan BPHTB, sesuai dengan semangat otonomi daerah yang ditandai dengan berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, serta pemberlakuan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah melakukan revisi UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi UU Nomor 28 Tahun 2009, di mana Pemerintah mengalihkan pendapatan



BPHTB dan PBB sektor perdesaan dan perkotaan yang sebelumnya adalah pendapatan pajak pusat menjadi pendapatan pajak daerah. BPHTB telah dialihkan pendapatannya sejak tahun 2011 sedangkan pendapatan PBB sektor perdesaan dan perkotaan akan dialihkan seluruhnya pada tahun 2014 dengan masa peralihan yang dimulai sejak tahun 2012. Tenggat waktu yang diberikan kepada daerah untuk mempersiapkan pengalihan PBB tersebut adalah sampai dengan tahun 2014. Sementara itu, dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara, Pemerintah telah dan akan tetap melanjutkan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, program ekstensifikasi pada tahun 2010 dilakukan melalui tiga pendekatan utama, yaitu: (1) pendekatan berbasis pemberi kerja dan bendahara Pemerintah dengan sasaran karyawan yang meliputi pemegang saham atau pemilik perusahaan, komisaris, direksi, staf, pekerja serta pegawai negeri sipil dan pejabat negara; (2) pendekatan berbasis properti dengan sasaran orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau memiliki tempat usaha di pusat perdagangan dan/atau pertokoan, dan perumahan; dan (3) pendekatan berbasis profesi dengan sasaran dokter, artis, pengacara, notaris, akuntan, dan profesi lainnya. Sejauh ini kegiatan ekstensifikasi perpajakan dinilai cukup berhasil. Sedangkan program intensifikasi atau penggalian potensi perpajakan dari wajib pajak yang telah terdaftar dilaksanakan melalui(1) kegiatan mapping dan benchmarking; (2) pemantapan profil seluruh wajib pajak KPP Madya; (3) pemantapan profil seluruh wajib pajak KPP Large Tax Office (LTO) dan Khusus; (4) pemantapan profil 500 wajib pajak KPP Pratama; (5) pembuatan profil high rise building; (6) pengawasan intensif dari PPh Pasal 25 retailer; dan (7) pengawasan intensif wajib pajak orang pribadi potensial. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu metode penggalian potensi dan pengawasan penerimaan pajak yang terstruktur, sistematis, terukur, dan saling terkait, yang telah dikembangkan sejak tahun 2007. Di bidang kepabeanan dan cukai, Pemerintah telah dan akan terus melakukan upayaupaya untuk meningkatkan penerimaan, tanpa mengesampingkan fungsi utama kepabeanan cukai sebagai regulator dalam rangka melancarkan arus barang dari transaksi perdagangan internasional (trade facilitation) dan melindungi masyarakat dari ekses negatif dari masuknya barang-barang pembatasan dan larangan serta narkotika (community protection). Dalam hal ini, Pemerintah akan terus melanjutkan program reformasi melalui pembentukan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Madya, serta melakukan program intensifikasi melalui peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi, peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang, dan optimalisasi sarana operasi seperti kapal patroli, mesin sinar X, dan mesin sinar gamma. Selanjutnya, untuk menjamin penegakan hukum (law enforcement) di bidang kepabeanan dan cukai, Pemerintah meningkatkan fungsi pengawasan dan audit. Peningkatan pengawasan dilakukan antara lain dengan (1) mengembangkan manajemen risiko kepabeanan dan cukai; (2) membangun sistem dokumentasi pelanggaran kepabeanan dan cukai; (3) melaksanakan pemberantasan penggunaan pita cukai palsu; (4) melaksanakan pemberantasan peredaran rokok ilegal; dan (5) melaksanakan pemberantasan penyalahgunaan fasilitas kepabeanan dan cukai. Sedangkan peningkatan audit dilakukan antara lain melalui (1) pembuatan dokumentasi sistem informasi perencanaan audit; (2) penyusunan database profil dan objek audit; (3) monitoring pelaksanaan audit; serta (4) penyempurnaan aplikasi sistem audit. Khusus di bidang kepabeanan, langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah dalam upaya meningkatkan penerimaan antara lain (1) pengembangan otomasi sistem pelayanan kepabeanan dan cukai; (2) pemberian fasilitas/kemudahan dalam pelayanan kepabeanan (Pre Entry Classification, Customs Advice, dan Pre-Notification); (3) pemberian



fasilitas terhadap industri substitusi impor dan industri orientasi ekspor; (4) pembentukan kantor pelayanan utama dan KPPBC Madya; (5) peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor; (6) mendukung kerjasama perdagangan internasional, baik bilateral, regional, maupun multilateral; (7) penerapan National Single Windows (NSW) dan portal Indonesia National Single Windows (INSW); (8) peningkatan pelayanan kepabeanan melalui jalur mitra utama (MITA) dan jalur prioritas; (9) penegakan hukum di bidang kepabeanan melalui risk management, risk assesment, profiling, dan targeting; dan (10) meningkatkan kepatuhan pengguna jasa kepabeanan dalam memenuhi kewajibannya. Khusus di bidang cukai, sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, penyempurnaan terhadap peraturan-peraturan pelaksanaan maupun sistem prosedur di bidang cukai dilakukan secara bertahap sehingga dapat memberikan perlindungan atas kesehatan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan faktor daya serap tenaga kerja. Upaya yang dilakukan antara lain melalui (1) penyempurnaan ketentuan mengenai perizinan di bidang cukai; (2) penyederhanaan golongan pengusaha dan tarif cukai; (3) peningkatan pelayanan di bidang cukai; (4) peningkatan pengawasan di bidang cukai; (5) peningkatan pemahaman ketentuan di bidang cukai (sosialisasi); (6) penerapan kode etik (reward and punishment); dan (7) peningkatan security feature pita cukai untuk menghilangkan praktek pemalsuan cukai. 3.2.2.



Jenis-Jenis Penerimaan Pajak Penerimaan perpajakan cenderung selalu mengalami pertumbuhan. Kecuali pada tahun 2009, yang memang dikarenakan beberapa faktor seperti krisis ekonomi global dan pengarun pergantian tarif PPh, sehingga terjadi penurunan penerimaan negara dari sektor pajak. Namun secara garis besar bisa dikatakan jika pertumbuhan penerimaan pajak lebih stabil bila dibandingkan PNBP. Beberapa faktor utama yang mendukung meningkatnya penerimaan perpajakan adalah terciptanya kondisi fundamental makroekonomi yang cukup stabil dan pelaksanaan kebijakan modernisasi perpajakan, kepabeanan dan cukai. Dilihat dari sumbernya, penerimaan perpajakan dapat dikategorikan ke dalam penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan pajak dalam negeri terdiri atas penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), cukai dan pajak lainnya, sedangkan pajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar. Pajak dalam negeri memegang peranan penting dalam penerimaan negara. Sebab selama ini penyumbang terbesar penerimaan negara berumber dari sektor ini. Adapun jenis pajak yang paling besar menghasilkan penerimaan negara adalah Pajak Penghasilan (PPh) terutama dari PPh Orang Pribadi dan PPh Badan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPn BM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutama dari sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (P3).



3.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak 3.3.1. Kebijakan Yang Berkaitan Dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP dapat dikelompokkan : 1.penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; 2.penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; 3.penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; 4.penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah; 5.penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;



6.penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan 7.penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri. Pengelompokan dijabarkan pada jenis-jenis PNBP yang berlaku umum di semua Kementerian dan Lembaga Non Kementerian, sebagai berikut : 1. Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan); 2. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara; 3. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan Negara; 4. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro); 5. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan perbendaharaan); 6. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah; dan 7. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang. Di bidang PNBP, kebijakan yang telah diambil Pemerintah dalam rangka optimalisasi adalah (1) meningkatkan produksi sumber daya alam (SDA); (2) peninjauan dan penyempurnaan peraturan di bidang PNBP; (3) meningkatkan pengawasan PNBP; dan (4) meningkatkan kinerja BUMN. Kebijakan yang dilakukan Pemerintah untuk mengamankan target PNBP adalahoptimalisasi penerimaan SDA terutama dari migas, peningkatan kinerja BUMN, serta optimalisasi PNBP kementerian/lembaga (K/L). Kebijakan yang dilakukan untuk mencapai target adalah (1) optimalisasi lifting/produksi minyak mentah dan gas bumi, serta komoditi tambang dan mineral guna mendukung pencapaian penerimaan SDA; (2) penyesuaian pay-out ratio dividen dari laba BUMN; (3) penyelesaian audit keuangan BUMN secara lebih awal guna memantau perkembangan rugi/laba BUMN; (4) penarikan dividen interim dengan tetap memperhatikan cash flow BUMN; (5) intensifikasi dan ekstensifikasi PNBP K/L, antara lain dengan melakukan review jenis dan tarif PNBP K/L; dan (6) perbaikan administrasi pelaporan keuangan K/L. PNBP dipungut atau ditagih oleh Instansi Pemerintah (Kementerian dan Lembaga Non Kementerian) sesuai dengan perintah UU atau PP atau penunjukan dari Menteri Keuangan, berdasarkan Rencana PNBP yang dibuat oleh Pejabat Instansi Pemerintah tersebut. PNBP yang telah dipungut atau ditagih tersebut wajib dilaporkan secara tertulis oleh Pejabat Instansi Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam bentuk Laporan Realisasi PNBP Triwulan yang disampaikan paling lambat 1(satu) bulan setelah triwulan tersebut berakhir. Namun dalam perkembangan selanjutnya, Instansi Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyampaikan Laporan Bulanan realisasi PNBP setiap tanggal 10 bulan berikutnya kepada Sekretaris Jenderal u.p. Biro Perencanaan dan Keuangan serta tembusan disampaikan kepada Sekretaris Dirjen Pajak u.p. Kepala Bagian Keuangan. Walaupun PNBP memiliki sifat segera harus disetorkan ke kas negara, namun sebagian dana dari PNBP yang telah dipungut dapat digunakan untuk kegiatan tertentu oleh instansi yang bersangkutan. Pemberian ijin penggunaan dan besaran jumlah ditentukan oleh Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan, setelah Pimpinan instansi pemerintah mengajukan permohonan yang sedikitnya dilengkapi dengan (1) tujuan penggunaan dana PNBP antara lain untuk meningkatkan pelayanan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan produktivitas kerja serta meningkatkan efisiensi perekonomian; (2) rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP; (3) jenis PNBP beserta tarif yang berlaku; dan (4) laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan serta perkiraan untuk 2(dua) tahun anggaran mendatang. Kegiatan penatausahaan sebagian dana dari PNBP ini dilakukan oleh pimpinan instansi/bendaharawan penerima dan bendaharawan pengguna, yang ditunjuk setiap awal



tahun anggaran. Apabila terdapat saldo lebih maka pada akhir tahun anggaran wajib disetor seluruhnya ke Kas Negara. 3.3.2.



Jenis-Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Jika dicermati dari tahun ke tahun, penerimaan negara bukan pajak terlihat tidak stabil. Hal ini dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya adalah dari penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor PNBP sendiri yaitu Penerimaan Sumber Daya Alam. Perhitungan dan perkembangan SDA migas dipengaruhi oleh (1) lifting minyak mentah dan gas bumi; (2) Indonesian Crude Oil Price (ICP) yang pergerakannya mengikuti tren harga minyak dunia yang cenderung fluktuatif; (3) pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; dan (4) besaran cost recovery yang merupakan faktor pengurang penerimaan migas yang akan dibagihasilkan antara Pemerintah dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sesuai kontrak kerja sama (KKS). Selain itu penerimaan dari sektor lain selain non migas termasuk ekspor non migas juga belum bisa diandalkan. Dilihat dari sumbernya, penerimaan bukan pajak terdiri dari Penerimaan Sumber Daya Alam, Penerimaan dai Bagian Laba BUMN, Penerimaan Bukan Pajak Lainnya dan Pendapatan Badan Layanan Umum.



4. KESIMPULAN Idealnya pendapatan negara dalam APBN harus selalu meningkat. Hal ini disebabkan oleh belanja negara yang juga selau meningkat dari tahun ke tahunnya. Sebagai kontributor utama bagi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan diupayakan secara optimal melalui tiga kebijakan utama, yaitu: (1) reformasi di bidang administrasi; (2) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan; dan (3) reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi. Sehingga apabila terjadi goncangan ekonomi akibat krisis ekonomi dunia, penerimaan negara tidak terganggu karena masih mengandalkan penerimaan dalam negeri.



5. DAFTAR REFERENSI Nota Keuangan dan RAPBN 2011, http://www.anggaran.depkeu.go.id/, Diakses pada tanggal 7 Mei 2014. Nota Keuangan dan RAPBN 2014, http://www.anggaran.depkeu.go.id/, Diakses pada tanggal 7 Mei 2014. Realisasi Penerimaan Negara 2007-2014, http://bps.go.id/, Diakses pada tanggal 7 Meil 2014. Sie Infokum – Ditama Binbangkum, Penerimaan Negara Bukan Pajak, http://www.bpk.go.id/, Diakses pada tanggal 7 Mei 2014. FGD Upaya Peningkatan Pajak, http://www.fiskal.depkeu.go.id/, Diakses pada tanggal 7 Mei 2014. http://ortax.org/, Diakses pada tanggal 7 Mei 2014.