Penulisan Naskah Tari [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENULISAN NASKAH TARI Petunjuk Proses Penulisan Naskah Tari Oleh : Drs. Robby Hidajat



PENDAHULUAN Perkembangan seni tari di sekolah membutuhkan penanganan yang semakin sungguh- sungguh karena upaya untuk mengetengahkan seni tari sebagai media pendidikan tidak hanya sekedar menampilkan siswa. Memperhatikan hal diatas, maka sudah selayaknya memberikan masukan-masukan positif bagi guru tari, dan atau menghimpun informasi tentang pengalaman praktis di lapangan. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka perlu dikemukakan cara-cara yang dapat membantu guru-guru tari dalam menyiapkan materi. Salah satunya adalah metode penulisan naskah tari. Dengan kemampuan menulis atau mempelajari naskah tari, maka guru akan mudah membuat rencana pengajaran dan penjabarannya. Disamping itu akan mampu juga memahami secara mendasar tentang konsep sebuah koreografi. SEKILAS TENTANG NASKAH TARI Seni pertunjukan panggung (tontonan) di Barat (Eropa dan Amerika) semula berasal dari kebudayaan bangsa Yunani. Adanya pertunjukan atau tontonan pada awalnya timbul dari tradisi ritual musim semi, yaitu yang dikenal dengan sebutan Dithyramb. Sebuah pesta rakyat yang dimeriahkan dengan kehadiran tontonan tari dan nyanyi. Pada tahun 508 SM, pesta rakyat yang dikenai dengan Dithyramb mulai semarak hingga muncul festifal-festifal. Pada acara tersebut setiap desa menyiapkan dan menyajikan sebuah acara atraksi. Adapun atraksi yang dipersiapkan dipimpin orang yang disebut: Chorequs istilah tersebut berasal dari istilah Choreographer. Adapun atraksi yang dipersiapkan oleh Chorequs tersebut pada umumnya berbentuk tari dan nyanyi. Tetapi atraksi–atraksi yang disajikan oleh setiap kelompok memang lebih menekankan pada unsur tari (gerak). Demikian pula atraksi yang menonjolkan aspek vokal (kata-kata) atau lebih lazim disebut pertunjukan drama, secara umum juga menggarap unsur gerak yang dikenal dengan istilah Chorus gerakan yang dilakukan oleh penyaji kelompok. Adapun susunan tari yang digubah menjadi sebuah komposisi tertentu dikenal dengan istilah: Charoromia. Dari berbagai perkembangan istilah dalam seni pertunjukan tersebut juga muncul istilah untuk menyebut tari masal, yaitu: Choria. Sementara itu orang menyebut tempat pertunjukan tari pada festifal Dithyramb dengan istilah: Orchestra. Bertolak dari dua istilah terakhir tersebut, seniman-seniman Perancis mengangkatnya untuk menyebut suatu tata cara atau pengetahuan tentang menyusun tari. Pada perkembangan berikutnya dua kata tersebut di atas mengalami perkembangan, utamanya dalam bahasa Inggris yaitu menjadi Choreography. Jika dikembalikan ke asal katanya yaitu: Choria (tari masal) yang digabungkan dengan kata Graphia yang artinya: catatan atau penulisan. Sehingga istilah tersebut menjadi terkenal untuk menyebut pengetahuan tentang penyusunan tari. Dfisamping istilah komposisi. Adapun seniman atau aktor pelaku kegiatan kreatif bidang tersebut dikenal debgan dengan sebutan Choreographer, kedua kata tersebut telah diserap dalam bahasa Indonesia yang masing-masingnya dengan kata koreografi untuk ilmu penyusunan tari dan Koreografer untuk kreatornya (seniman tari). Kalau dikembalikan dari sumbernya peristilahan tersebut ternyata mempunyai kaitan yang erat dengan catatan tari, yang berikutnya di kenal dengan istilah tersendiri yaitu: Dance Scrip, sementara di bidang lain (sastra utamanya) dikenal dengan istilah Manuskrip. Kedudukan Dance Scrip yang lebih lazim dikenal dengan catatan tari, ternyata lebih diesensialkan. Sebab yang tertuang disana tentunya tidak sekedar catatan atau laporan, tetapi juga memuat konsep-konsep dan methode penggarapan (penyusunan). Untuk itu sudah selayaknya perlu dimasyarakatkan suatu bentuk penulisan yang disebut dengan naskah tari. Kehadiran naskah tari dipandang dari urgensinya akan tampak keilmiahannya, karena dalam naskah tersebut secara rasional tertuang maksud dan tujuan yang melatar belakangi penuangan ide serta adanya pendiskripsian berbagai hal secara sistematis, dengan demikian akan terhindar suatu kerja spekulatif yang lebih mengandalkan kekuatan ituisi (perasaan) artistik. Dalam mempelajari pengetahuan penyusunan tari (koreografi) secara bersama-sama telah dikenalkan berbagai unsur-unsur



Koreografis yang sangat menunjang penulisan naskah, hanya saja secara khusus, seorang penulis naskah tari tidak hanya pelaku teknis yang baik, tetapi juga seorang konseptor yang mampu berbahasa yang baik. Bagi seorang Koreografer atau pembina seni tari, penguasaan tentang naskah tari sebenarnya mutlak dikuasai, karena segala sesuatu tentang rencana presentasi karya tari ada di dalamnya. Untuk itu sebuah naskah tari tidak hanya milik Koreografer (sebagai pedoman kerja), tetapi juga milik semua pendukung akan kehadiran sebuah koreografi. Maka serba sedikit dan terbatas, tulisan ini akan memberikan gambaran yang duharapkan dapat memberikan petunjuk atau tuntunan tentang penulisan naskah tari. PENULISAN NASKAH TARI Penulisan naskah tari secara umum tidak jauh berbeda dengan bentuk-bentuk karangan. Sebab pada prinsipnya naskah tari itu mempunyai tiga bagian pokok, yaitu: pendahuluan, Isi naskah dan Penutup, serta dilengkapi sejumlah lampiran. Di bawah ini akan dikaitkan pula (secara bersama-sama) keterangan tentang petunjuk tentang penyusunan tari. Hal ini mengingat dalam persiapan penggarapan sebuah koreografi memang tidak dapat dipisahkan antara rancangan dan proses penggarapan. Untuk itu dapat disimak sebagai berikut: Di dalam penulisan naskah tari akan dibagi menjadi bagian-bagian dalam sistem bab per bab, yaitu sebagai berikut:



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuliskanlah dasar pikiran (rasional) dari keinginan saudara mengangkat sebuah obyek, atau apapun yang secara kuat mendorong perasaan untuk mengetengahkan sebuah ungkapan. Untuk penulisan dapat memakai pedoman atas pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: - Apa yang mendorong keinginan saudara untuk menciptakan sebuah tarian? - Kapan dorongan itu terjadi dan dimana? - Mengapa dorongan obyek itu sangat kuat sehingga saudara sangat terkesan ? - Bagaimana efek atau pengaruh jika obyek itu saudara tarikan? - Apa harapan saudara jika obyek itu berhasil diangkat menjadi sebuah karya tari? Setelah saudara mampu menjabarkan latar belakang untuk menciptakan sebuah koreografi, kemudian melangkah pada pemilihan tema garapan (tari), yaitu sebagai berikut: 1. Pemilihan Tema Tari Dari obyek yang telah saudara pastikan, coba dicari masalah utamanya (pokok) yaitu yang disebut dengan Premise. Premise adalah rumusan yang mengetengahkan masalah utama yang hendak diungkapkan, setiap karya tari selalu memiliki landasan ideal ini, yaitu guna menentukan arah dan tujuan pokok lakon, sedangkan fungsi premise pada aspek teknis merupakan landasan untuk membentuk pola kontruksi. Premise dapat dideskripsikan sebagai berikut: - Cerita Roro Mendut dan Pronocitro: Tragedi Asmara. - Cerita Menak Jinggo Leno: Dendam dan Asmara. - Cerita Gatutkaca Gandrung: Asmara yang membara. Setelah premise dari sebuah obyek ditemukan dan dapat dirumuskan, kemudian baru menentukan tema. Di mana tema itu berfungsi merumuskan premise dengan cara menguraikan secara mendalam. Maka hal tersebut sangat bergantung sekali dengan sudut pandang penggarap (koreografer). Tidak mustahil jika sebuah obyek dengan premise yang sama akan melahirkan ungkapan yang berbeda. Hal ini dikarenakan tekanan dari tema yang akan dibangun. Tema yang baik adalah suatu pendeskripsian premise yang mampu mendorong terbangunnya sebuah jalinan pemikiran yang konstruktif dan terarah. Cerita Menak Jinggo Leno dengan premise: Dendam dan Asmara dapat dirumuskan temanya sebagai berikut: Dendam dan Asmara yang membinasakan dirinya sendiri. Setelah dapat merumuskan tema, maka kemudian menentukan judul: 2. Judul Garapan (Tari) Tuliskan judul garapan yang cukup menarik, dan yang paling penting adalah sesuai dengan tema. Maka pada bagian ini bila dibutuhkan dirumuskan secara terurai tentang alasan pemilihan judul.



3. C e r i t a (lakon) Semua bentuk penyajian tari pasti memiliki alur yang saling berkaitan. Jalinan alur tersebut akan dapat ditangkap sebuah makana rangkaian perjalanan. Ungkapan yang menekankan sebuah aspek naratifnya akan tampak jelas cerita yang disampaikan, tetapi tidak jarang ada ungkapan tari yang tidak menampakkan aspek naratifnya. Biasanya ungkapan yang demikian itu disebut penyajian simbolik. Jika orang mengambil dari beberapa sumber cerita, maka bagian ini dapat dikembangkan penjelasannya. Atau dapat menambah satu poin, yaitu Pengembangan cerita.



B. Sumber Pendukung Pada bagian ini bertujuan untuk memperkuat keyakinan koreografer akan obyek, dimana obyek yang ditangkap tidak hanya atas dasar kesan sesaat. Tetapi secara mendalam diketahui benar, bahkan dikuasai betul seluk beluknya. Untuk itu perlu merujuk beberapa sumber pendukung yang tediri dari buku (Literatur), hasil wawancara, pengalaman dan atau apa saja yang dapat memperkuat ide atau gagasan. C. Sumber Materi Garapan 1. Tuliskan secara jelas tentang sumber materi gerak yang dipergunakan untuk menyusun tarian. Hal ini akan mempermudah koreografer dalam melakukan proses pelatihan dasar terhadap penari-penarinya. 2. Tuliskan secara jelas tentang sumber materi musik yang dipergunakan untuk mendukung tarian, dan perlu juga diutarakan serba sedikit tentang cara-cara menggarapnya. D. Pengembangan Model Materi Tari Poin ini merupakan suatu bagian yang dapat menunjukkan dengan cara dan bagaimana koreografer mulai bekerja (Mengembangkan Gerakan). Poin ini merupakan diskripsi operasional dari ide semula, tetapi yang diuraikan disini adalah bagaimana koreografer mengolah gerak. Ada beberapa cara, yaitu sebagai berikut : 1. Rangsang Dengar (Auditif) Apabila seorang koreografer terkesan oleh adanya obyek tari lewat pendengaran, misalnya: bunyi mesin kereta api, sebuah alunan musik, ledakan yang dahsyat, dan banyak lagi. Jika anda berangkat dari ini, maka seluruh pola kerja saudara harus mempertimbangkan aspek auditif tersebut. Sebab gerak tubuh manusia juga mempunyai kemampuan untuk memvisualisasikan kesan-kesan auditif menjadi hal yang representatif. 2. Rangsangan Visual Kadang seorang koreografer tiba-tiba mendapat rangsangan dari penglihatan (visual). Rangsang visual ini salah satu bentuk pengembangan materi yang cukup populer. Karena penglihatan itu salah satu indera yang cukup tajam dalam menangkap kesan, bentuk, warna atau kualitas permukaan. Maka pola pengembangan materi gerak lebih difokuskan pada kesan fisik. 3. Rangsang Raba Rangsang ini berasal dari kesan permukaan rasa bahan (tekstur). Rangsang rabaan ini biasanya tidak langsung mewujudkan bentuk-bentuk gerak, tetapi melalui proses asosiasi.maka sering kali rabaan sebagai sebuah sarana yang berikutnya melahirkan gagasan bentuk gerak tertentu. 4. Rangsang Gagasan Rangsangan ini berawal atas kesan-kesan tertentu yang menarik seperti membaca buku atau mengangan-angankan sesuatu, menikmati panorama yang indah dan lain-lain. 5. Rangsang Kinestetik Jika saudara secara sengaja telah berusaha untuk menangkap suatu kesan dari gejala gerak berikut rasa geraknya (kinestetik). Cara pengembangan materi gerak semacam ini sangat menguntungkan bagi guru-guru di sekolah. Karena akan muncul berbagai kemungkinan gerak dari berbagai siswa-siswa yang sangat beragam. Hal ini memungkinkan untuk tari di sekolah, karena ada kendala tertentu yang sering kali menghambat minat anak-anak menari. Tari klasik dan tari-tari tradisi membuat anak-anak merasa kesulitan.



Beberapa cara pengembangan materi dengan menekankan pada sumber timbulnya rangsangan untuk bergerak. Maka beberapa rangsangan tersebut dapat dipilih, sudah barang tentu sesuai dengan ide pokoknya. BAB II KONSEP GARAPAN A. C E R I T A Tuliskan secara kronologis cerita atau isi ungkapan yang umum ingin saudara ketengahkan. Disini bisa diuraikan bagian kegiatan, atau plot-plot dari adegan. Mengingat struktur tarian itu terdiri: 1) Tari awal 2) Isi tari dan 3) Tari akhir. B. TIPE TARI Jelaskan tipe (model) tari yang dikehendaki. Jika saudara merasa bimbang, dibawah ini ada beberapa contoh tipe tari. Maka saudara dapat mengidentifikasi tari yang sedang digarap. 1. Tari Murni Jika rangsang awal berupa rangsang kinetik, maka tarian (koreografi)itu memiliki tipe tari yang disebut tari murni. 2. Tari Studi Tari murni pada hakekatnya adalah bentuk tari studi. Hanya saja sebuah tari studi memang tidak hanya terbatas pada studi gerak murni, tetapi bisa mempunyai jangkauan pengambilan unsur gerak lebih bervariasi. 3. Tari Abstrak Tari abstrak bermaksud tidak menyajikan skema bentuk yang umum, biasanya tarian ini hanya dimengerti sebagai kemiripan yang kabur (samar-samar) terhadap suatu yang nyata. Tari abstrak bisa diangkat dari rangsang gagasan (idesional), yaitu ingin mengetengahkan imajinasi yang kaya dengan ide-ide dan kaya dengan makna. 4. Tari Liris Tari liris adalah perwujudan kualitas tari yang selalu bersandar pada bentuk yang memiliki penampilan halus, lembut, ringan dan melankolis atau ungkapan gerak yang sentimentil. Tari yang bertumpu pada tipe liris yang cocok menyajikan tema-tema tragedi, romantis, dan atau kisah-kisah yang mengungkapkan rasa iba. 5. Tari Dramatik dan Dramatari Tari dramatik mengandung arti bahwa gagasan yang hendak dikomunikasikan sangat kuat dan penuh daya pikat (menarik), dinamis dan banyak ketegangan. Bisa jadi melibatkan konflik antara orang seorang, atau konflik dalam dirinya sendiri. Tari dramatik akan memusatkan pada sebuah kejadian atau suasana yang tidak menggelar cerita. Dramatari mempunyai alur cerita yang jelas dan runtut, tari ini menggambarkan suatu kenyataan seperti adanya. Dalam menggarap tari yang bertipe tersebut diatas, penata tari harus memperhatikan suasana, karakteristik tokoh dan konflik-konflik. 6. Tari Komik (Tari lucu) Tari yang bertipe ini mengacu pada sesuatu diluar kewajaran, dimana ungkapan yang bakal dikomunikasikan diharapkan dapat membuat perasaan menjadi geli. Tari ini juga sangat menarik untuk sajian hiburan. C. METODE PENYAJIAN 1. Metode penyajian yang reprentasional, yaitu tari yang disajikan seperti ujud ide dari obyek-obyek nyata (realistik). 2. Mode penyajian tari yang simbolis, yaitu tidak menekankan pelukisan obyek seperti kenyataannya, tetapi pengambilan esensi yang ditawarkan. Pada umumnya tari yang simbolis penampilan ujudnya adalah abstrak. D. KONSEP IRINGAN TARI Konsep iringan pada bagian ini bukan menuliskan notasi, tetapi ide atau dasar pemikiran yang sangat mendasar tentang kehadiran musik sebagai iringan tari. E. KONSEP TATA TEKNIK PENTAS 1. Dekorasi atau setting (Stage Property) Jika panggung pertunjukan perlu diberi hiasan untuk menarik perhatian penonton pada suasana tertentu, maka perlu didiskripsikan maksud dan tujuan serta alasan-alasan yang hanya sebagai pengisi atau pembagi ruangan. 2. Property ( Peralatan untuk menari) Jika tarian digarap membutuhkan benda-benda yang digunakan untuk menari, maka perlu digambarkan dan dilengkapi dengan uraian-uraian tertentu. Utamanya untuk memberikan dukungan terhadap karakteristik tokoh-tokoh tertentu. 3. Tata Rias Penataan rias juga bukan salah satu kelengkapan penataan penari, tetapi dibutuhkan alasa-alasan tertentu untuk



menjelaskan konsep dasar atau pokok pikiran. Selain itu juga perlu direncanakan bentuk dan tekniknya, dengan harapan tukang rias mampu mengerjakan atau membantu penata tari. 4. Tata Busana Semua tarian juga bukan suatu kelengkapan penampilan penari, tetapi dibutuhkan busana tertentu untuk menampilkan penari sesuai dengan karakteristik tokoh ynag dikehendaki, unutk itu perlu diuraikan secara terperinci. Dengan harapan busana itu memang mampu dipergunakan dan tidak mengganggu penari dalam mengekspresikan gerakan. 5. Tata Sinar Konsep tata sinar memang perlu diuraikan tersendiri, karena tata sinar untuk pertunjukan ada dua, yaitu: - Tata sinar sebagai penerangan panggung agar panggung tidak gelap. - Tata sinar sebagai pembentuk suasana Disamping itu juga ditinjau dari jenisnya, tata sinar dibagi dua yaitu: Tata Sinar Modern dan Tata Sinar Tradisional. BAB III METODE KONTRUKSI Metode kontruksi adalah suatu cara untuk mewujudkan kontruksi ( bangunan), yang didalamnya menguraikan cara-cara untuk membangun atruktur tari. Mengingat bentuk tarian (koreografi) itu terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: 1. tari awal. 2. isi tari 3. tari akhir. Maka bagian-bagian ini akan berkaitan dengan diskripsi cerita atau lakon. Maka secara sederhana dapat didiskrpsikan sebagai berikut : Adegan, isi adegan, suasana, waktu yang dibutuhkan (peradegan) dan keterangan tertentu. Setelah merumuskan hal tersebut secara teknis dapat dituliskan rencana atau tahapan penggarapan. Dengan demikian perlu dirancang rencana waktu penggarapan. Untuk itu dapat diuraikan tiap-tiap tahapnya, sebagai berikut: 1. Pelatihan Dasar Pada tahap ini koreografer bersama asisten mencari dasar-dasar materi gerak, dan sekalian melihat sejauh mana dasar teknik tari dari para penarinya. Hal ini sangat penting , karena pada awal kerja ini akan digunakan sebagai pangkal tolak untuk menentukan tahap-tahap selanjutnya. Pada pelatihan dasar memang lebih didasarkan pada sumber materi gerak yang dikembangkan, dengan demikian cara dan perlakuan koreografer terhadap penari-penarinya akan berbeda-beda. 2. Kodivikasi Motif Gerak Tahap ini bisa disebut juga improvisasi, tetapi tujuannya mengumpulkan sebanyak mungkin motif-motif gerak yang sesuai. Maka improvisasi lebih dimotivasi pada berbagai ide-ide dalam struktur tari yang disiapkan. 3. Pengelompokan dan Penggabungan Motif Gerak Sebenarnya tahap ini kadang bisa dilakukan secara bersama (Stimulant) dengan kodivikasi motif gerak. Tetapi jika menginginkan adanya kecermatan kerja, lebih menguntungkan dipisah, karena tahap ini sudah masuk pada rangkaian, sudah barang tentu akan mempertimbangkan musik yang digunakan, paling tidak ritme-ritme yang direncanakan sudah terbayangkan. 4. Tahap Pembentukan (Konstruksi) Tahap ini seluruh rangkaian gerak telah mampu dirangkaikan dalam sebuah perwujudan. Untuk itu musik sebagai unsur pendukungnya mulai dicoba untuk dimasukkan, sebagai suatu konstruksi, maka musik lebih diutamakan sebagai pengikat atau penopang struktur tari. 5. Komposisi Tahap ini adalah tahap persiapan menuju pementasan. Sebagai sebuah komposisi sudah barang tentu telah mengaplikasikan berbagai unsur-unsur, seperti rias, kostum property dan perlengkapan lain. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk melihat secara menyeluruh efek artistik dari perwujudan tari. BAB IV P E N U T U P Seperti telah disebutkan di atas, berbagai hal yang meliputi cara, penuntun penulisan naskah tari dapat dikemukakan sebagai berikut. Maka bukan tidak mungkin ada cara-cara tertentu yang lebih baik, tetapi secara mendasar sebuah naskah tari adalah suatu konsep yang mampu menuntut koreografer mencapai tujuannya, yaitu membangun sebuah karya, sebagai sebuah penutup, bagian ini dapat digunakan untuk mengutarakan berbagai hal yang secara umum belum atau tidak terwadahi pada bab-bab di depan. Dengan demikian masih perlu memungkinkan seorang penulis naskah memberikan



catatan atau menggaris bawahi hal-hal yang sangat penting. LAMPIRAN-LAMPIRAN Pada bagian ini dapat disertakan lampiran-lampiran yang meliputi: 1. Notasi gending pengiring tar 2. Diskripsi gerak tari 3. Diskripsi pola lantai 4. Diskripsi tata sinar 5. Gambar desain rias dan busana 6. Album presentasi