Peradaban Islam Rasullah Periode Mekkah 610 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERADABAN ISLAM RASULLAH PERIODE MEKKAH 610-622 MASEHI A. Peradaban Arab Sebelum Islam Sejarawan muslim membagi penduduk Arab menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut: 1. al-‘Arab al-Ba’idah: Arab Kuno, 2. ‘Arab al-‘Arabiyah: Arab pribumi, dan 3. ‘Arab al-Mustaribah: Arab pendatang. Orang gurun pasir kebanyakan tinggal di Arab Utara yang buta huruf dan tidak maju (nomads).Ahli sejarah Arab tidak dapat menemukan sejarah mereka pada zaman kuno. Mereka mencatat periode itu al-Ayyam al-Jahiliyah (the daya of the darkness: masa-masa kegelapan). Sebenarnya hal ini dikarenakan mereka tidak mengetahui agama, tata cara kemasyarakatan, politik, dan pengetahuan tentang ke-Esaan Allah, maka mereka dikatakan penduduk jahil (Rahman, 1977: 1). Meskipun orang Arab berperan dalam gelanggang politik, misalnya Kerajaan Saba dan Kerajaan Yaman di Arab Selatan, Kerajaan Petra di Jeruzalem, Kerajaan Palmerah dan Gassan di Syam, serta Kindah di Arab Tengah, namun mereka hidup dalam klan atau kabilah-kabilah. Setiap kabilah terdiri dari beberapa sub-kabilah atau lebih popular dengan istilah Arab, Qoum.Kadang-kadang beberapa kaum atau suku mengadakan peerjanjian persahabatan untuk hidup damai yang disebut al-Ahlaf.Hidup bersama-sama kabilah dan juga mematuhi peraturan kabilah atau kepala suku (Shekh) adalah wajib.Bukan hanya itu, meskipun mereka sangat mencintai keluarga, namun dalam hal kehormatan kabilah adalah di atas segalanya.Semangat (spirit) kekabilahan tersebut oleh Ibnu Khaldun disebut dengan istilah alAshabiyah(Rahman, 1977: 2-3). Sebelum islam, kondisi dan kedudukan wanita sumbernya bervariasi. Ada yang menyatakan, bahwa di kalangan bangsa Arab terdapat beberapa kepala suku wanita, seperti Ummu Aufah, Kindah, dan sebagainya yang berdiam di Mekah, Madinah, Yaman dan sebagainya.Merekalah yang menentukan segala kebijakan.Namun jumlah mereka tidak banyak.Kebanyakan wanita tidak ada harganya di mata masyarakat.Mereka dianggap tidak lebih dari barang yang dijual-belikan di pasar.Mereka tidak dapat sebagai pewaris suami atau orang tua. Laki-laki dengan semaunya bias nikah dengan wanita yang banyak, sedangkan wanita hampir tidak. Terdapat juga dalam beberapa suku, ibu tiri menikah dengan anak tirinya, saudara kandung menikah dengan sesame saudaranya. Mengenai kasus penguburan anak hidup-hidup, itu tidak berlaku pada semua suku di Arab.Tradisi itu berlaku pada beberapa suku di antaranya pada Bani Tamim dan Bani Asad.Mereka membunuh anak-anak karena punya keyakinan, bahwa anak (kebanyakan perempuan) adalah penyebab kemiskinan dan keluarga menjadi malu.Terdapat dua alasan mereka yang mengakibatkan pembunuhan terhadap anak yaitu karena faktor kependudukan.Di mana akibat hancurnya Bendungan Ma’arib, Yaman, rakyat berbondong-bondong pindah ke Utara termasuk di kota-kota seperti Mekah, Madinah, Damaskus dan sebagainya.Urbanisasi besar-besaran ini mempengaruhi ekonomi dengan serius.Oleh karena itu, semakin banyak anggota keluarga sulit untuk mendapatkan makanan sehingga karena faktor kemiskinanlah akhirnya mereka membunuh anak. (Q. S. 17 (al-Isra): 31). Alasan berikutnya, yaitu perempuan dianggap membawa aib, apabila di kalangan mereka kalah dalam peperangan, maka istri dan



anak perempuannya akan diperkosa beramai-ramai oleh suku yang menang dalam peperangan sehingga lebih baik bagi perempuan untuk dibunuh terlebih dahulu (Rahman, 1977: 4-6). Faktor geografis, sangat mempengaruhi sifat dan perilaku rata-rata orang Arab yang mungkin terkesan keras, walaupun itu tidak semuanya.Kepala suku adalah orang yang memiliki muru’ah (kejantanan, kesempurnaan perilaku).Ia bertanggung jawab penuh atas segala yang terjadi pada anggota sukunya, bermurah hati, menjamu tamu, baik yang resmi menjadi utusan dari suku lain atau tamu biasa, yang datang dari kampungnya, dan menolong orang lain yang membutuhkan bantuannya, bahkan musuh bebuyutan tetap dijamu dan dihormati. Strategi perang mereka terdiri dari lima pasukan inti, yaitu al-Khamis, terdiri dari lima sayap. Pertama, al-Muqoddam pasukan pembawa bendera.Kedua, al-Maemanah, sayap kanan dan ketiga, al-Maesarah, sayap kiri.Keempat, al-Saqoya, pasukan pembawa obat-obatan dan makanan, serta suka relawan untuk menyiapkan makanan, memperbaiki senjata, dan merawat pasukan yang cedera dan sakit.Kelima, al-Qolb yaitu pasukan inti yang berada di tengah-tengah pasukan, dipimpin langsung oleh panglima perang atau kepala suku.Strategi ini diadopsi total oleh Nabi Muhammad dalam peperangan melawan orang-orang kafir qurays (Husaini, 1949: 1516).[1] Perlu dijelaskan, bahwa kota Mekah merupakan kota suci yang setiap tahunnya dikunjungi banyak orang baik dari dalam negeri maupun dari manca negara, terutama karena disitulah terdapat bangunan suci ka’bah. Selain itu, di Ukas terdapat pasar sebagai tempat pertukaran barang dari berbagai duni dan tempat berlangsungnya perlombaan kebudayaan (Puisi Arab). Oleh Karen itu, kota tersebut menjadi pusat peradaban baik politik, ekonomi, dan budaya penting. Para pedagang tersebut menjual komoditas itu kepada para konglomerat, pejabat, tentara, dan keluarga penguasa, karena komoditas tersebut mahal, terutama barang-barang impor yang harus dikenai pajak yang sangat tinggi. Alat pembayaran yang mereka gunakan adalah koin yang terbuat dari perak, emas atau logam mulia lain yang ditiru dari mata uang Persia dan romawi. Sampai sekarang beberapa koin tersebut tersimpan disejumlah museum di timur tengah (Hitti, 2005: 108-136 dan Abdullah [ed], 2002: 14-18). Sejak islam datang, nilai-nilai keadilan dan persamaan mulai dimasukkan dalam perekonomian masyarakat Arab. Misalnya, dalam hal pertanian dan perdagangan, islam mengayakannya dengan semangat keadilan, kejujuran, dan kesamaan. Kalangan kaya tidak diperbolehkan memonopoli perekonomian dan memperbudak yang miskin.Nabi SAW mencontohkan bagaimana orang kaya membantu dan membina yang miskin sehingga mereka bisa mandiri secara ekonomi. Pada masa kegelapan di Arab tidak ada pendidikan dan budaya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi, namun mereka tidak pernah berpisah dengan aktifitas budaya.Sastra Arab itu sangat maju dan memiliki arti penting dalam kehidupan bangsa Arab.Sastra mereka sangat tinggi nilainya maka sejarawan dan ahli budaya Barat menyamakan dengan kemajuan sastrasastra modern Eropa. Sebelum kedatangan Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW, di dunia Arab terdapat bermacam agama terdapat bermacam agama, yaitu paganism, Kristen, Yahudi, dan Majusi. Masyarakat arab telah mengenal agama tauhid semenjak kehadiran Ibrahim. Bekas-bekas agama Nabi Ibrahimmasih tersisa ketika Islam diperkenalkan pada masyarakat Arab.Bekas yang masih sangat terasa adalah penyebutan Allah sebagai Tuhan mereka. Secara fisik peninggalan Ibrahim dan Ismail yang masih terpelihara adalah Bait alAllah atau Ka’bah yang berada di kota Mekah. Kegiatan ritual keagamaan masih dilakukan dengan menyebut-nyebut nama Allah di sekitar rumah-Nya.



Sejarah mencatat, bahwa menjelang kelahiran Muhammad, bangsa Arab masih menempatkan Allah sebagai Tuhannya walaupun dalam perkembangan berikutnya mengalami proses pembiasan yang mengakibatkan terjadinya pengingkaran prinsip tauhid. Pada umunya, mereka menjadikan berhala sebagai sesuatu yang sangat dekat dengan mereka.Karena itu, mereka biasa disebut sebagai penyembah berhala atau paganisme. Penyembahan berhala ini, pada mulanya terjadi ketika orang-orang Arab pergi ke luar kota Mekah. Mereka selalu membawa batu yang diambil dari sekitar Ka’bah.Mereka menyucikan batu dan menyembahnya di mana pun mereka berada.Lama-kelamaan dibuatlah patung yang terbuat dari batu untuk disembah dan orang mengelilinginya (tawaf).Kemudian mereka memindahkan patung-patung itu dan jumlahnya mencapai 360 buah dan diletakkannya di sekitar Ka’bah. Di samping itu, ada patung-patung yang tetap berada di luar Mekah. Beberapa patung yang terkenal, antara lain, adalah Manah atau Manata di dekat Yasrib atau Madinah; Al-Latta di Taif (menurut catatan sejarah ini adalah patung yang tertua); al-Uzza di Hijaz; dan Hubal atau patung terbesar, terbuat dari batu akik, berbentuk manusia dan diletakkan di dalam Ka’bah mereka percaya; menyembah berhala-berhala itu bukan berarti menyembah wujudnya, tetapi hal itu dimaksudkan sebagai perantara untuk menyembah Tuhan. Pernyataan ini sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an, bahwa kami tidak menyembah kepada mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya (Q. S. 39 [al-Zumar]:3). Masa itu disebut sebagai masa jahiliyah, masa kegelapan, masa kebodohan dalam moral (agama), bukan dalam hal seperti ekonomi perdagangan, dan sastra.Mereka beragama dengan mengagungkan anggapan-anggapan mereka sendiri.Beberapa perilaku Arab pra-Islam, banyak dicatat dalam sejarah adalah membunuh anak perempuan, melembagakan perbudakan, dan sebagainya (Rahman, 1977:7-9 dan Munthoha dkk, 2002: 21-23). Menjelang lahirnya Muhammad ibn Abdullah di masyarakat Arab terdapat sekelompok orang yang dikenal sebagai kaum Hanif, penganut agama nabi Ibrahim.Mereka sangat sedih atas perlakuan bangsa Arab yang rusak moral mereka akibat merosotnya kondisi sosial, ekonomi, politik dan agama. Telah disebut, sebagai misal: begitu bayi lahir langsung dibunuh, dikarenakan pembawa aib bagi keluarga. Melihat keadaan bangsa Arab sedemikian rapuh moralnya, maka mereka kaum Hanif menanti dan mengharapkan kehadiran seorang maha pemimpin yang dapat menyelamatkan dan membebaskan dari kondisi keterpurukan itu. Oleh karena itu, kehadiran Muhammad saat itu sangat tepat sekali dan sangat dinanti-nantikan seperti ungkapan Hitti –the stage was set, the moment was psychological, for the rise of great religious and national leader (Karim, 1972: 26)—tepat sekali. Dapat dikatakan, bahwa dari kebudayaan Arab, islam memelihara, memperbaiki, dan mengembangkan, serta menyempurnakan beberapa hal seperti system moral, tata pergaulan, strategi perang – 100% ditiru islam--, dan hukum keluarga. Al-Quran dan sunah memberikan perubahan yang nyata bagi bangsa Arab dan bangsa-bangsa yang memeluk islam tentang pandangan dunia, tujuan hidup, peribadatan, dan sebagainya. Hal ini kemudian menjadi bagian utama dari pemikiran dan peradaban islam. Itu semua didukung oleh kreativitas umat islam sendiri yang memang diberi ruang yang luas untuk bergerak. B. Dakwah Makkah Nabi Muhammad SAW a. Periode Makkah



Sejarah islam membagi sejarah hidup rasul ke dalam dua babak, yaitu sejarah ketika rasul di Makkah dan sejarah hidup rasul di Madinah. Sebelum islam datang di tanah Arab, sebenarnya masyarakat Arab bukan tidak berkeyakinan, mereka sudah memiliki keyakinan tertentu yang dikenal dengan paganisme, mereka tidak mengingkari adanya Tuhan, tetapi mereka umumnya menggunakan perantara yaitu patung-patung atau berhala untuk menyembah Tuhan mereka. Orang- orang Arab juga hidupnya suka berpindah-pindah tempat atau yang disebut nomaden, mereka suka mengebara kemana-mana. Itu bisa dipahami karena kondisi alam bangsa Arab memang kebanyakan tandus dan kurang subur.karena kondisi alam seperti inilah terkadang menjadikan mereka memiliki watak yang keras. Mereka suka berperang, kaum laki-laki menjadi dominan dalam posisi ini, sehingga ketika mereka emiliki anak-anak laki-laki mereka bangga , tetapi sebaliknya ketika mereka mendapatkan anak perempuan mereka mersas aib dan malu, karena tidak bisa diajak berperang, maka banyak yang mereka bunuh.[2] 1) Sebelum masa kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy.Kabilah ini memegang jabatan Siqayah.Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relative miskin.Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Mutholib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya.Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama Tahun Gajah (570 M). Di namakan demikian, karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerbu makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan penggembalaan ini dia menemukan tempat untuk berfikir dan merenung. Dalam suasana demikian, dia ingin melihat sesuatu di balik semuanya. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga ia terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak muda ia sudah dijuluki al-amin, orang yang terpercaya. Pada usia kedua puluh lima, Muhammad berangkat ke Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar.Khadijah kemudian melamarnya.Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan.Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu nabi dalam perjuangan menyebarkan Islam. Perkawinan nabi dengan Khadijah dikaruniani enam orang anak dua putra dan empat puteri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqoyah, Ummu Kulsum, dan Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil.Nabi Muhammad tidak kawin lagi sampai Khadijah meninggal ketika Muhammad berusia 50 tahun. 2) Masa kerasulan Penunjukannya sebagai nabi ditandai dengan turunnya wahyu Ilahi ketika ia berada di Gua Hira, tepatnya saat ia berusia 40 tahun. Wahyu pertama yang diterimanya adalah Surat alAlaq, ayat 1-5.Dengan wahyu pertama ini, Muhammad SAW telah diangkat sebagai Nabi Allah. [3] . Pada tiga tahun pertama, dakwah islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar



sahabat beliau, lalu Zaid, bekas budak beliau. Di samping itu, juga banyak orang yang masuk islam dengan perantaraan Abu Bakar yang dikenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun[4] (orang-orang yang lebih dulu masuk islam), mereka adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu ‘Ubidah bin Jarrah, dan Al-Arqam bin Abil Arqam, yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah (rumah Arqam). Setelah dakwah terang-terangan dilakukan oleh Nabi, banyak pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah rasul.Semakin bertambahnya jumlah pengikut nabi, semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu antara lain: (1) Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bany Abdul Muthalib.Yang terakhir ini sangat tidak mereka inginkan. (2) Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy. (3) Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat. (4) Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. (5) Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.[5] Banyak cara dan upaya yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad SAW, namun selalu gagal, baik secara diplomatik dan bujuk rayu maupun tindakan-tindakan kekerasan secara fisik. Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan dakwah Nabi Muhammad SAW, terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi dan menyokong Nabi Muhammad dari orang-orang kafir, yaitu paman beliau, Abu Thalib, dan istri tercinta beliau, Khadijah.Peristiwa itu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian.Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad SAW.[6] Karena di Mekah dakwah Nabi Muhammad SAW mendapat rintangan dan tekanan, pada akhirnya nabi memutuskan untuk berdakwah di luar Mekah.Namun, di Thaif beliau dicaci dan dilempari batu sampai beliau terluka.Hal ini semua hampir menyebabkan Nabi Muhammad putus asa, sehingga untuk menguatkan hati beliau, Allah SWT mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun kesepuluh kenabian itu.Berita tentang Isra’ dan Mi’raj ini menggemparkan masyarakat Mekah.Bagi orang kafir, peristiwa ini dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan Nabi Muhammad SAW.Sedangkan bagi orang yang beriman ini merupakan ujian keimanan. Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam terjadi, yaitu dengan datangnya sejumlah penduduk Yatsrib (Madinah) untuk berhaji ke Mekah. Mereka terdiri dari dua suku yang saling bermusuhan, yaitu suku Aus dan Khazraj[7] yang masuk islam dalam tiga gelombang. Pada gelombang pertama pada tahun kesepuluh kenabian, mereka dating untuk memeluk agama Islam dan menerapkan ajarannya sebagai upaya untuk mendamaikan permusuhan antara kedua suku.Mereka kemudian mendakwahkan Islam di Yatsrib. Gelombang kedua, pada tahun ke-12 kenabian mereka dating kembali menemui nabi dan mengadakan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian “Aqabah pertama”, yang berisi ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian ke Yatsrib sebagai juru dakwah disertai oleh Mus’ab bin Umair yang diutus oleh nabi untuk berdakwah bersama mereka. Gelombang ketiga, pada tahun ke-13 kenabian, mereka dating kembali pada nabi untuk hijrah ke



Yatsrib. Mereka akan membai’at nabi sebagai pemimpin. Nabi pun akhirnya menyetujui usul mereka untuk berhijrah. Perjanjian ini disebut perjanjian “Aqabah kedua” karena terjadi pada tempat yang sama. Akhirnya Nabi Muhammad bersama kurang lebih 150 kaum muslimin hijrah ke Yatsrib. Dan ketika sampai di sana, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama Yatsrib diubah menjadi Madinah.[8] C. Pembentukan Sistem Sosial di Makkah Bila dilihat dari segi sosiologis dan antropologis bangsa Arab mempunyai tingkat solidaritas dan budaya yang tinggi.Bila salah seorang dari warganya, atau pengikut-pengikutnya dianiaya atau dilanggar haknya, maka menjadi kewajiban atas kabilah atau suku itu menuntut bela.Bangsa Arab mempunyai budaya yang tinggi itu dapat diketahui dari kerajaraan-kerajaan yang berdiri di Yaman.Dari Bani Qathan ini telah berdiri kerajaan-kerajaan yang berkuasa di daerah Yaman, di antaranya yang terpenting adalah kerajaan Ma’in, Quthban, Saba’ dan Himyar. 1. Kerajaan Ma’in (Ma’niyah) Kerajaan Ma’in ini berdiri kira-kira 1200 th SM, di Yaman.kerajaan Ma’in ini didirikan oleh suku Ma’in yaitu suatu suku yang terbilang besar di antara suku-suku dari Bani Qathan. Bentuk pemerintahan mereka adalah monarki yang demokratis.Rajanya memerintah secara turun-menurun kepada anak, dan kadang-kadang terdapat pula raja memegang kekuasaan bersama anaknya.Di samping raja ada majelis umum, sedang di kota-kota dibentuk pemerintahan setempat. 2. Kerajaan Quthban Kerajaan Quthban berdiri di Yaman selatan kurang lebih 1000 SM. Ibu kotanya Quthban.Kerajaan Quthban ini mempunyai kedudukan terpenting dalam sejarah karena penguasaan dan pengawasan mereka terhadap selat Bab el- Mandep.Selat Beb el-Mandep termasuk salah satu pusat perniagaan di masa itu. 3. Kerajaan Saba’ Kerajaan Saba’ berdiri kira-kira tahun 950 SM. Kerajaan Saba’ dibangun oleh rajanya yang pertama yang bernama Saba’ Abdu Syam ibn Yasyjub ibn Ya’rub dan Qathan. Oleh karena daerah Yaman adalah daerah kering, karena tidak ada sebuah sungai pun mengalir di Yaman ini, dan hujannya adalah hujan musiman yang hanya turun pada musim panas saja, maka oleh raja Saba’ membangun sebuah bendungan air di dekat kota Ma’aribini, yang dikenal dalam sejarah dengan sebutan “Saddu Ma’arib” (Bendungan Ma’arib).



4. Kerajaan Himyar (Himyariyah) Kerajaan Himyar berdiri kira-kira tahun 115 SM. Didirikan oleh suku Himyar, sedang asal-usul suku Himyar itu adalah seorang di antara saudara-saudara raja Saba’ pendiri kerajaan Saba’iyah.[9] IV.



KESIMPULAN Sebelum islam, kondisi dan kedudukan wanita sumbernya bervariasi. Ada yang menyatakan, bahwa di kalangan bangsa Arab terdapat beberapa kepala suku wanita, seperti



V.



Ummu Aufah, Kindah, dan sebagainya yang berdiam di Mekah, Madinah, Yaman dan sebagainya. Sejak islam datang, nilai-nilai keadilan dan persamaan mulai dimasukkan dalam perekonomian masyarakat Arab. Misalnya, dalam hal pertanian dan perdagangan, islam mengayakannya dengan semangat keadilan, kejujuran, dan kesamaan. Kalangan kaya tidak diperbolehkan memonopoli perekonomian dan memperbudak yang miskin. Sebelum kedatangan Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW, di dunia Arab terdapat bermacam agama terdapat bermacam agama, yaitu paganism, Kristen, Yahudi, dan Majusi. Masyarakat arab telah mengenal agama tauhid semenjak kehadiran Ibrahim. Bekas-bekas agama Nabi Ibrahimmasih tersisa ketika Islam diperkenalkan pada masyarakat Arab.Bekas yang masih sangat terasa adalah penyebutan Allah sebagai Tuhan mereka. Dapat dikatakan, bahwa dari kebudayaan Arab, islam memelihara, memperbaiki, dan mengembangkan, serta menyempurnakan beberapa hal seperti system moral, tata pergaulan, strategi perang – 100% ditiru islam--, dan hukum keluarga. Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah.Pada usia kedua puluh lima, Muhammad berangkat ke Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar.Khadijah kemudian melamarnya.Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan.Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu nabi dalam perjuangan menyebarkan Islam. Penunjukannya sebagai nabi ditandai dengan turunnya wahyu Ilahi ketika ia berada di Gua Hira, tepatnya saat ia berusia 40 tahun. Wahyu pertama yang diterimanya adalah Surat alAlaq, ayat 1-5.Dengan wahyu pertama ini, Muhammad SAW telah diangkat sebagai Nabi Allah. Pada tiga tahun pertama, dakwah islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar sahabat beliau, lalu Zaid, bekas budak beliau.Setelah dakwah terang-terangan dilakukan oleh Nabi, banyak pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah rasul.Ditengah keputus asaan Nabi Muhammad, Allah SWT mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun kesepuluh kenabian itu.Berita tentang Isra’ dan Mi’raj ini menggemparkan masyarakat Mekah. Dilihat dari segi sosiologis dan antropologis bangsa Arab mempunyai tingkat solidaritas dan budaya yang tinggi.Bila salah seorang dari warganya, atau pengikut-pengikutnya dianiaya atau dilanggar haknya, maka menjadi kewajiban atas kabilah atau suku itu menuntut bela.Bangsa Arab mempunyai budaya yang tinggi itu dapat diketahui dari kerajaraan-kerajaan yang berdiri di Yaman.Dari Bani Qathan ini telah berdiri kerajaan-kerajaan yang berkuasa di daerah Yaman, di antaranya yang terpenting adalah kerajaan Ma’in, Quthban, Saba’ dan Himyar. PENUTUP Demikianlah makalah ini kami buat.Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, kami mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah kami.Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah dan pembaca.Amin.



PERADABAN ISLAM PERIODE MEKKAH (610-622 M) I. Peradaban Arab Sebelum Islam Group arab adalah kelompok ethnic yang tersebar dari Arab sampai Afrika yang terdiri atas Kristen dan yahudi. Orang-orang arab terdiri dari suku-suku yang hidupnya nomaden atau berpindah-pindah biarpun ada sedikit yang tinggal menetap di Mekkah. Kehidupan orang-orang arab dalam suku-suku yang ada ditentukan oleh factor geografis biasanya berkaitan dengan pertimbangan tanahnya karena salah satu factor yang menyebabkan kesuburan tanah adalah intensitas air atau hujannya, pembagian hujan di wilayah arab hanyalah ada dua yakni wilayah yang ada hujan dan wilayah yang sangat sedikit hujan. Masyarakat arab menjalani kehidupannya dengan cara bersuku-suku. Selama berabad-abad suku badui di kawasan hijjaz dan nejad telah hidup dalam persaingan untuk berebut kebutuhan pokok . masyarakat ini menjalani kehidupan dengan cara demikian salah satu tujuannya adalah untuk bertahan hidup. Suku-suku yang kuat akan mempertahankan haknya dengan kekuasaan. Masyarakat arab disatukan oleh semangat komunal yang tercurahkan dalam kehidupannya terhadap suku tertentu. Mereka rela untuk mengorbankan keselamatan diri mereka sendiri demi keberlangsungan sukunya. Terdapat satu pegangan atau ideoogi yang dipegang oleh orang-orang arab pada masa itu yakni ideology muru’ah. Ideology muru’ah merupakan suatu konsep yang sebenarnya banyak mengandunng konsep agama untuk menanamkan semangat komunal. Muru’ah sendiri sering diterjemahkan sebagai “kejantanan” dalam arti keberanian dalam peperangan dan juga kesabaran dalam penderitaan. Nilai-nilai muru’ah menuntut orang arab untuk mematuhi sayyed atau pemimpinnya setiap saat tanpa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri. akan tetapi, terdapat satu kelebihan dari nilai muru’ah yang dipegang oleh masyarakat ini yakni penekanannya terhadap egaliter, jauh dari kepentingan pribadi karena yang dipikirkan adalah kepentingan dan kejayaan sukunya masing-masing. akan tetapi, setelahnya individualism telah menggantikan nilai-nilai komunal, masingmasing individu mulai mengumpulkan kekayaan pribadi dan tidak pedulli kepada orang-orang yang lemah.[1] Periode sebelum islam dikenal sebagai periode jahiliyah. Jahiliyah diartikan sebagai kebodohan atau kekosongan spiritual. Kondisi keagamaan masyarakat jahiliyah adalah dua jenis yakni politeisme dan paganisme. Di wilayah arab tengah agama primitive masih sangat eksis.contohya adalah bangsa semit yang meyakini kesucian pada gua dan batu. Paganism merupakan sistem keagamaan bagi masyarakat arab karena didorong oleh rasa kesetiaan kepada nenek moyang. Apakah kita ingat bahwa sebelum nabi Muhammad sudah ada Nabi Ibrahim yang menyerukan kepercayaan kepada keesaan Tuhan atau monoteisme. Banyak orang-orang arab pada masa itu yang mengikuti ajaran nabi Ibrahim, bahkan sekian tahun setelahnya terdapat kelompok yang tetap mempertahankan ajaran nabi Ibrahin yakni yang disebut “millah Ibrahim”. Yudaisme dan Kristen tidak mengalami kemajuan di Arab biarpun mereka lebih unggul dari paganisme. Mereka menyadari adanya erosi cultural sehingga mereka tidak mau menerima ideologi baru (yahudi & kristen) itulah sebabnya paganisme tetap eksis.



Masyarakat arab memang terkesan mengisolasi dirinya sendiri demi keotentikan nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Termasuk dalam cara berekonomi yang dilakuakan hanya dengan mengandalkan kekuatan suku. Bangsa arab banyak melihat kemajuan peradaban lain di wilayah sekitarnya yakni Romawi, Suriah, dan Irak. Masyarakat arab melihat kemajuan dalam peradaban wilayah tersebut baik dalam aspek kepercayaan maupun kemajuan bidang-bidang lainnya. Orang arab dikepung dari semua sisi oleh dua imperium besar, Persia dan bizantium. Ide-ide modern mulai menembus masuk ke arab, para saudagar yang berdagang ke suriah dan irak membawa pulang kisah-kisah mengagumkan tentang kehebatan peradaban. Selanjutnya, Setelah ekonomi pasar mulai terbentuk, pandangan orang arab mulai berubah, banyak yang masih puas pada ajaran kuno menyembah berhala, tapi terus berkembang kepada monoteisme. Banyak yang merujuk pada kenyataan historis, bahwa sebelum islam muncul negeri Arab telah mengalami proses fermentasi religious yang disebabkan oleh pengaruh Yudisme dan Kristen, dan bahwa dalam fermentasi ini sekelompok orang yang merasa tidak puas dengan paganism Arabia telah menoleh pada ide monotheisme, dan akhirnya para penulis modern ini menyimpulkan bahwa sumbangan Muhammad terletak pada penekanannya yang tegas pada ide ini.[2] Dengan demikian, banyak yang menyimpulakan bahwa konsep yang dibawa Muhammad adalah terkait erat dengan suatu humanism dan rasa keadilan ekonomi dan sosial. Akan tetapi, saya sendiri melihat bahwa ini semua saling bersambut mulai dari semangat komunal yang didukung oleh nilai-nilai muru’ah juga pudarnya kepercayaan bangsa Arab terhadap paganisme yang hanya menjadikan mereka terkungkung atas kesetiaan terhadap nenek moyang dan ini menyebabkan mereka sendiri merasa tertinggal dengan melihat imperium besar di sekelilingnya sehingga mereka sendiri berusaha keluar dari kondisi itu dan juga adanya kaum hanafiyah yakni millah Ibrahim yang selalu dengan setia memegang konsep monoteisme yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim mereka menunggu kehadiran Muhammad dan ini bersambut dengan kelahiran Nabi Muhammad yang membawa pesan-pesan Ilahiah yang mengajarkan serta mereformasi kondisi bangsa Arab sendiri dan juga membawa nilai universal untuk semua masyarakat. II. Dakwah Mekkah Nabi Muhammad Kaum ahlul kitab dari yahudi dan nasrani sendiri telah mempelajari dan mengetahui kedatangan seorang nabi, hal ini tercantum dalam kitab mereka. Muhammad terlahir dari keluarga yang mapan dan dihormati di Mekah yakni dari Bani Hasyim, yang merupakan anggota suku quraisy (suku yang berkuasa di Mekah). Muhammad dikenal sebagai sosok yang paling jujur dan bijaksana. Muhammad juga mendapat gelar Al Amin (orang yang terpercaya) yang berarti jujur, karena menurut mereka ia selalu berkata benar, menepati janji, serta memegang amanat yang diberikan kepadanya. Tatkala mereka melakukan perjaanan dagang, mereka menitipkan barang dagangannya kepadanya. Ketika suatu ketika ia meninggalkan mekah ke madinah karena ancaman pembunuhan maka ia memerintahkan sepupunya Ali untuk tetap di Mekah bersama putri-putrinya dan agar mengembalikan barang-barang titipan tersebut. Muhammad dikenal sebagai sosok yang tidak pernah menyembah berhala, baliau juga sering menarik diri dari keramaian masyarakat, menyendiri, bertahanus, dan beribadah. Menuju pengasingan spiritual



ke sebuah gua yakni gua hira beberapa kilometer dari utara mekah. Menjelang usianya yang ke 40, Muhammad dikenal sebagai orang yang banyak berpikir dan merenung. Sekitar 13 tahun sebelum hijrah, tahun 610 M turun wahyu pertama kepada Nabi. Nabi pulang dengan gematar sekujur tubuhnya dan berkata,”selimuti aku,selimuti aku”. Khadijah dengan cepat menyelimuti sekujur tubuh nabi. Setelah bangun nabi menceritakan kepada istrinya tentang apa yang dialaminya di gua hira. Khadijah kemudian pergi menceritakan apa yang dialami suaminya kepada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, pemikir quraisy yang menganut agama Nasrani. Waraqah adalah sosok orang tua yang banyak memahami kitab-kitab suci Nasrani dan Yahudi. Menurut Muhammad Husain Haekal (1888-1956; sastrawan dan politikus Mesir; penulis biografi Muhammad), setelah mendengar apa yang disampaikan Khadijah, Waraqah berkata, “Demi dia yang di tangannya jiwa Waraqah, telah dating kepada Muhammad wahyu terbesar, bahkan melebihi wahyu yang datang kepada Musa” Nabi diperintahkan agar memulai dakwahnya dengan keluarga terdekat, hal ini dijelaskan dalam Al Quran, ““Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara: 214). Atas perintah ini Rasul pun mengundang sekitar empat puluh orang anggota keluarga dekat beliau, di antaranya adalah paman beliau Abu Thalib, Hamzah, Abbas, dan Abu Lahab. Kemudian Rasul menjelaskan misi atau maksud dari diadakannya pertemuan tersebut, yakni untuk menyampaikan suatu ajaran dari Allah Swt. Nabi berkata bahwa Allah Swt telah memerintahkan saya untuk mengundang kalian kepada-Nya, dan hal ini akan membawa mereka kepada keselamatan dunia dan akhirat. Dakwah Nabi tidaklah berjalan dengan baik, bahkan dari kalangan keluarganya sendiri menuai pertentangan, dia dianggap telah merusak kepercayaan yang ada. DalamMuhammad at Mecca , fanatisme kaum quraisy untuk tetap mempertahankan kepercayaan lama berkaitan erat dengan kehidupan ekonomi. Ka’bah sebagai tempat berhala yang mereka sembah, banyak diziarahi orangorang Arab dari segala penjuru, sehingga dapat meningkatkan dunia perdagangan kaum quraisy mekah. Kalau pada mulanya hubungan darah merupakan dasar solidaritas sosial, setelah berkembangnya dunia perdagangan, kepentingan ekonomi dan materil sedikit demi sedikit menyaingi hubungan darah. Seperti sejarah tertulis yang menjelaskan kondisi Mekkah sejak awal merupakan tempat perdagangan yang sangat pesat dengan ciri umum penduduk Mekkah dan kebiasaannya berdagang ke luar Mekkah. Ini semua menjadi bekal bagi kita untuk memahami konteks sosio-religius pada dakwah islam fase Mekkah. Mengingat pentingnya sebuah suku dalam komunitas Mekkah, maka Nabi diperintahkan untuk mulamula menyebarkan Islam di kalangan kerabatnya seperti besarnya pengaruh suku Quraisy di kalangan penduduk Mekkah yang karenanya bisa dibayangkan betapa terpukulnya Muhammad SAW ketika ia mengumpulkan keluarganya dalam suatu jamuan santai dan mengajak mereka ke jalan Allah, namun ternyata keluarganya menolak dan hanya Ali bin Abi Thalib yang berani dan mau menjadi



pembantunya. Puluhan orang yang hadir mentertawakan Muhammad dan Ali. Tidak seorangpun menyadari bahwa beberapa di antara para undangan ini akan ditebas oleh Ali di medan Badr, empat belas tahun kemudian, sebagai bukti kesungguhan Ali. Ketika Islam hadir di Mekkah dapatlah kita baca dalam beberapa literatur bahwa pada fase Mekkah bercirikan ajaran Tauhid. Tetapi sesungguhnya bukan hanya persoalan teologis semata, juga seruan Islam akan keadilan sosial, perhatian pada nasib anak yatim, fakir miskin dan pembebasan budak serta ajaran Islam akan persamaan derajat manusia, yang menimbulkan penolakan keras penduduk Mekkah pada Muhammad. Bagi mereka, agama ini tidak hanya “merusak” ideologi dan teologi mereka, tetapi juga “merombak” kehidupan sosial mereka. Contoh menarik, misalnya, dalam al-Qur’an dijelaskan tentang kata “Karim” dalam masyarakat jahiliyyah merupakan bagian penting kode etik muru`ah cita-cita moral tertinggi masyarakat Arab jahiliyah yang mencakup antara lain, kejujuran, keberanian, kesetiaan dan kedermawanan serta keramah-tamahan. Keberanian dan kedigjayaan terutama ditunjukkan pada saat pertempuran dan penyamunan. Loyalitas terfokus pada ikatan-ikatan kesukuan dan perjanjian. Kedermawanan dan keramah-tamahan terutama ditunjukkan dalam menjamu tamu, dan seringkali dengan maksud meninggikan status seseorang di hadapan tetamunya. Konsep “karim” di atas mengalami perubahan makna yang drastis ketika al-Qur'an dengan tegas mengatakan bahwa manusia yang paling mulya (akram) dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa kepadaNya. Bagi yang tidak mengetahui konteks di atas, pernyataan al-Qur'an itu akan terdengar biasa saja. Tapi bagi orang-orang pada masa Muhammad, pernyataan di atas betul-betul radikal. Jika konteks Arab jahiliyyah berikut kedudukan kata karim dalam pandangan-dunia mereka dipahami, maka yang terjadi adalah revolusi cita-moral Arab. Bukan orang yang berharta banyak, menang dalam pertempuran dan seorang bangsawan yang disebut karim, tapi mereka yang bertakwa. Implikasinya, budak hitam legam pun dapat dipandang karim. Radikalisasi makna pandangan-dunia (weltanschaung) Arab jahiliyyah yang dilakukan Islam seperti inilah yang sedikit banyak menggoncang penduduk Mekkah. Dapatlah diambil kesimpulan secara tentatif bahwa masyarakat Islam pada kurun Mekkah belum lagi tercipta sebagai sebuah komunitas yang mandiri dan bebas dari urusan Bani. Negara Islam juga belum terbentuk pada dakwah islam fase Mekkah. Ajaran Islam pada fase Mekkah bercirikan tauhid dan dalam titik tertentu terjadi radikalisasi makna dalam pandangan Arab jahiliyyah yang berimplikasi mengguncang tataran sosio-religius penduduk Mekkah.