Perbedaan Budaya Dan Iklim [PDF]

  • Author / Uploaded
  • isda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Manajemen merupakan proses pelaksanaan kegiatan organisasi melalui upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman, kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen kedua yang penting dilaksanakan oleh setiap unit kerja sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berdaya guna dan berhasil guna. Pengorganisasian merupakan pengelompokan yang terdiri dari beberapa aktifitas dengan sasaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan masing-masing kelompoknya untuk melakukan koordinasi yang tepat dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai tujuan organisasi sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan keperawatan harus mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompok-kelompok sehingga tujuan pelayanan keperawatan akan tercapai. Ruang rawat merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh semua tim kesehatan dimana semua tenaga termasuk perawat bertanggung jawab dalam penyelesaian masalah kesehatan klien. Pengorganisasian pelayanan keperawatan secara optimal akan menentukan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan Yang menjadi bahasan dalam pelayaan keperawatan diruang rawat meliputi: struktur organisai ruang rawat, pengelompokkan kegiatan (metode pengawasan), koordinasi kegiatan dan evaluasi kegiatan kelompok kerja; yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang struktur organisasi dalam pelayanan keperawatan untuk mencapai tujuan. B. Rumusan masalah Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, yaitu: 1. Bagaimana konsep dasar, tujuan, dan prinsip pengorganisasian? 2. Bagaimana berbagai jenis struktur organisasi dalam keperawanan? 3. Bagaimana perbedaan budaya dan iklim organisasi? 4. Bagaimana implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang rawat dan puskesmas: kewenangan klinik perawat? 1



A. Tujuan Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu: 1. Mengetahui konsep dasar, tujuan, dan prinsip pengorganisasian. 2. Mengetahui berbagai jenis struktur organisasi dalam keperawanan. 3. Mengetahui perbedaan budaya dan iklim organisasi. 4. Mengetahui implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang rawat dan puskesmas: kewenangan klinik perawat?



2



BAB 2 TINJAUAN TEORI A. Konsep dasar, tujuan, dan prinsip pengorganisasian 1) Konsep pengorganisasian Organisai sebagai kumpulan orang-orang tidak dapat dilepaskan dari lingkungan, karena pada dasarnya organisasi juga merupakan bagian dari lingkungan dan masyarakat. Oleh karena itu, suatu organisasi perlu memahami lingkungan apa saja yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan organisasi. Kegiatan manajemen yang akan dilakukan semestinya mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan yang terkait dengan organisasi, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. (Simamora, 2012). Pengorganisasian dilakukan



setelah



perencanaan.



Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004). Huber (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain. Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli dan Bahtiar, 2009). 2) Tujuan pengorganisasian a) Manfaat 1. Memetakan garis kewenangan pengambilan keputusan 2. Membantu pekerja memahami tugas mereka dan rekan kerja 3. Menunjukkan pada manajer dan personel baru bagaimana mereka menyesuaikan diri dalam organisasi 4. Berperan dalam struktur organisasi yang baik 5. Menunjukkan garis komunikasi formal b) Keterbatasan 1. Menunjukkan hanya hubungan formal 2. Tidak mengindikasikan derajat kewenangan 3



3. Dapat menunjukkan hal yang seharusnya terjadi atau dilakukan, bukan yang terjadi sebenarnya 4. Mungkin terjadi kebingungan kewenangan dengan status 3) Fungsi pengorganisasian Fungsi pengorganisasian adalah suatu manajemen yang juga mempunyai peranan penting seperti fungsi perencanaan. Melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi (manusia dan bukan manusia) akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Untuk dapat melaksanakan fungsi pengorganisasian dengan baik, manajer



harus



memahami



berbagai



prinsip



pengorganisasian.



(Simamora, 2012). Pengorganisasian pelayanan keperawatan secara optimal dapat menentukan



mutu



pelayanan



keperawatan



yang



diberikan.



Pengorganisasian pelayanan keperawatan di ruang rawat meliputi: a) Struktur organisasi Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk dan bagan. Berdasarkan keputusan Direktur rumah sakit dapat ditetapkan



struktur



organisasi



ruang



rawat



inap



untuk



menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Juga dapat dilihat posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta jalur tanggung gugat. Bentuk organisasi disesuaikan dengan pengelompokan kegiatan atau sistem penugasan. b) Pengelompokan kegiatan Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus



diselesaikan



untuk



mencapai



tujuan.



Kegiatan



perlu



dikumpulkan sesuai dengan spesifikasi tertentu. Pengelompokan kegiatan dilakukan untuk memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki serta disesuaikan dengan kebutuhan klien. Ini yang disebut dengan metode penugasan keperawatan. Metode penugasan tersebut antara lain: metode fungsional, metode alokasi klien/keperawatan, metode tim keperawatan, metode keperawatan primer, dan metode moduler. 4



c) Koordinasi kegiatan Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu perlu adanya pendelegasian tugas kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap. d) Evaluasi kegiatan Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah



pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala ruang



berkewajiban untuk memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar penampilan kerja. e) Kelompok kerja Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerjasama antar staf dan kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan. (Simamora, 2012). Terdapat 6 langkah penting



dalam



melaksanakan



fungsi



pengorganisasian dalam manajemen keperawatan, yaitu: 1. Tujuan organisasi institusi layanan keperawatan harus dipahami oleh staf. Tujuan organisasi telah disusun pada fungsi perencanaan, 2. Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, pimpinan yang mengemban tugas pokok organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi. Untuk itu, ia membagi tugas pokoknya kepada staf yang ada. Dari sini, akan muncul gagasan departementalisasi, pengembangan bidang-bidang, seksi-seksi, dan lain-lain sesuai dengan kegiatan pokok. 3. Menggolongkan kegiatan pokok ke dalam satuan kegiatan yang praktis (elemen kegiatan). Pembagian tugas pokok ke dalam elemen kegiatan harus mencerminkan apa yang harus dikerjakan oleh staf. 4. Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan menyediakan



fasilitas



pendukung



yang



diperlukan



untuk



melaksanakan tugasnya. Pengaturan ruangan dan dukungan alat-alat kerja adalah salah satu contohnya. 5. Penugasan personel yang cakap yaitu memeilih dan menempatkan 5



staf yang dipandang mampu melaksanakan tugas. Bagian ini penting dipahami oleh manajer personalia pada saat mengangkat atau memilih staf pejabat atau yang akan melaksanakan tugas ternetu organisasi. 6. Pendelegasian weweang. Tugas staf dan mekanisme pelimpahan wewenang dapat diketahui melalui struktur organisasi yang dianut. Untuk organisasi seperti ruang rawat inap yang memepunyai jumlah tenaga yang terbatas, namun ruang lingkup kerja dan kegiatannya cukup luas, prinsip kerja sama yang sifatnya integrative perlu diterapkan. 4) Aspek pengorganisasian Tiga aspek penting dalam pengorganisasian meliputi: a) Pola struktur yang berarti proses hubungan interaksi yang dikembangkan secara efektif. b) Penataan tiap kegiatan yang merupakan kerangka kerja dalam organisasi. c) Struktur kerja organisasi termasuk kelompok kegiatan yang sama, pola. Hubungan antar kegiatan yang berbeda, penempatan tenaga yang tepat dan pembinaan cara komunikasi yang efektif antar perawat. Pengelolaan kegiatan asuhan keperawatan dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan klien misalnya unit rawat anak memerlukan kegiatan asuhan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya. Pengorganisasian dapat diuraikan sebagai rangkaian aktifitas menyusun suatu kerangka kerja yang menjadi wadah bagi semua kegiatan usaha kerja sama dengan cara menbagikan, mengelompokkan pekerjaan yang harus dilakukan, menerpakan menjalin hubungan kerja antar bagian dan menjalin hubungan antar staf dan atasan. (Simamora, 2012). 5) Prinsip pengorganisasian Prinsip-prinsip organisasi saling ketergantungan dan dinamis. Kepala ruangan dapat menciptakan lingkungan yang meransang dalam praktik keperawatan. Prinsip-prinsip pengorganisasian menurut Swanburg (2000) adalah: a) Prinsip rantai komando Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota efektif secara ekonomi dan berhasil dalam mencapai tujuan. 6



Komunikasi cenderung ke bawah dan satu arah. Pada organisasi keperawatan, rantai komando ini datar, dengan garis manajer dan staf teknis serta administrasi yang mendukung perawat pelaksana. b) Prinsip kesatuan komando Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang perawat pelaksana mepunyai satu pemimpin dan satu rencana. Keperawatan primer dan manajemen kasus mendukung prinsip prinsip kesatuan komando ini. c) Prinsip rentang Kontrol Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat mengawasi secara efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi. Pada prinsip ini, makin kurang pengawasan yang diperlukan untuk perawat. Perawat harus memiliki lebih banyak pengawasan untuk menghindari terjadinya kesalahan. Kepala ruangan harus lebih banyak mengkoordinasikan. d) Prinsip spesialisasi Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus menampilkan satu fungsi kepemimpinan tunggal, sehingga ada devisi kerja atau pembagian tugas yang membentuk departement. Menurut Simamora (2012), prinsip pengorganisasian kegiatan layanan keperawatan, meliputi: 1. Pembagian Kerja Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagibagi sehingga setiap orang memilik tugas tertentu. Untuk ini kepala bidang keperawatan perlu mengetahui tentang: a. Pendidikan dan pengalaman setiap staf peran dan fungsi perawat yang diterapkan di RS tersebut. b. Mengetahui ruang lingkup tugas kepala bidang keperawatan dan kedudukan dalam organisasi. c. Mengetahui batas wewenang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. d. Mengetahui hal- hal-hal yang dapat didelegasikan kepada staf dan kepada tenaga non keperawatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelompokkan dan pembagian kerja diantaranya: 1) Jumlah tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan sesuai dengan kemampuannya. 2) Tiap bangsal / bagian memiliki perincian aktivitas yang jelas dan 7



tertulis. 3) Tiap staf memiliki perincian tugas yang jelas. 4) Tariasi tugas bagi seseorang diusahakan sejenis atau erat hubungannya. 5) Mencegah terjadinya pengkotakkan antar staf/kegiatan. 6) Penggolongan tugas berdsasarkan kepentingan mendesak, kesulitan dan waktu. Disamping itu setiap staf mengetahui kepada siapa dia harus melapor, minta bantuan atau bertanya, dan siapa atasan langsung serta dari siapa dia menerima tugas. 2. Pendelegasian Tugas Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang pimpinan dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain, hal mana merupakan inti manajemen. Selain itu dengan pendelegasian, seorang pimpinan mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan latihan manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan untuk memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya kurangnya



pendelegasian



akan



menghambat



inisiatif



staf.



Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah mengambangkan rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan puas pada pekerjaan.. Disamping itu mamfaat pendelegasian untuk kepala bidang keperawatan sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya diri, memberikan pengaruh dan power baik intern maupun ekstern, dapat mencapai pelayanan dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain. Walaupun pendelegasian merupakan alat manajemen yang efektif, banyak pimpinan yang gagal mengerjakan pendelegasian ini. Beberapa alasan yang menghambat dalam melakukan pendelegasian: 8



a) Meyakini pendapat yang salah “Jika kamu ingin hal itu b) c) d) e) f)



dilaksanakan dengan tepat, kerjakanlah sendiri”. Kurang percaya diri. Takut dianggap malas. Takut persaingan. Takut kehilangan kendali. Merasa tidak pasti tentang apa dan kapan



melakukan



pendelegasian, mempunyai definisi kerja yang tidak jelas. g) Takut tidak disukai oleh staf, dianggap melemparkan tugas. h) Menolak untuk mengambil resiko tergantung pada orang lain. i) Kurang kontrol yang memberikan peringatan dini adanya masalah, sehubungan dengan tugas yang didelegasikan. j) Kurang contoh dari pimpinan lain dalam hal mendelegasikan. k) Kurang keyakinan dan dan kepercayaan terhadap staf, merasa staf kurang memiliki ketrampilan atau pengetahuan untuk melakukan tugas tersebut. Dalam pendelegasian wewenang, masalah yang terpenting adalah apa tugas dan seberapa besar wewenang yang harus dan dapat dilimpahkan kepada staf. Hal ini tergantung pada: 1) Sifat kegiatan ; untuk kegiatan rutin, delegasi wewenang dapat diberikan lebih besar kepada staf. 2) Kemampuan staf ; tugas yang didelegasikan jangan terlalu ringan atau terlalu berat. 3) Hasil yang diharapkan ; Applebaum dan Rohrs menyarankan agar pimpinan



jangan



mendelegasikan



tanggung



jawab



untuk



perencanaan strategik atau mengevaluasi dan mendisiplin bawahan baru. Mereka juga menyarankan agar mendelegasikan tugas yang utuh dari pada mendelegasikan sebagian aspek dari suatu



kegiatan.



Beberapa petunjuk untuk melakukan pendelegasian yang efektif: a. Jangan membaurkan dengan pelemparan tugas. Oleh karena itu jangan mendelegasikan tugas yang anda sendiri tidak mau melakukannya. b. Jangan takut salah. c. Jangan mendelegasikan tugas pada seseorang yang kurang memiliki ketrampilan atau pengetahuan untuk sukses. d. Kembangkan tingkat keterampilan dan pengetahuan staf, 9



sehingga mereka dapat melakukan tugas yang didelegasikan. e. Perlihatkan rasa percaya atas kemampuan staf untuk berhasil. f. Antisipasi kesalahan yang dapat terjadi dan ambil langkah pemecahan masalahnya. g. Hindari kritik bila terjadi kesalahan. h. Berikan penjelasan yang jelas tentang tanggung jawab, wewenang, tanggung gugat dan dukungan yang tersedia. i. Berikan pengakuan dan penghargaan atas tugas yang telah terlaksana dengan baik. Langkah yang harus ditempuh agar dapat melakukan pendelegasian yang efektif yaitu tetapkan tugas yang akan didelegasikan, pilihlah orang yang akan diberi delegasi, berikan uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas, uraikan hasil spesifik yang anda harapkan dan kapan anda harapkan hasil tersebut, jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki staf tersebut, minta staf tersebut menyimpulkan pokok tugasnya dan cek penerimaan staf tersebut atas tugas yang didelegasikan, tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan, berikan dukungan, evaluasi hasilnya. 3. Koordinasi Koordinasi adalah keselarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian antar tenaga yang ada dibangsal. Keselarasan ini dapat terjalin antar perawat dengan anggota tim kesehatan lain maupun dengan



tenaga



dari



bagian



lain.



Manfaat Koordinasi yaitu: a. Menghindari perasaan lepas antar tugas yang ada dibangsal / bagian dan perasaan lebih penting dari yang lain. b. Menumbuhkan rasa saling membantu. c. Menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf. Koordinasi dapat dilakukan dengan cara komunikasi terbuka, dialog, pertemuan/rapat, pencatatan dan pelaporan, pembakuan formulir yang berlaku. 4. Manajemen waktu Manajemen waktu yang dapat dilakukan perawat adalah: a. Mengatur jadwal kerja (perawat yang bekerja secara freelance harus lebih kuat usahanya. b. Disiplin dengan jadwal kerja tersebut. c. Memompa, memotivasi perawat, selalu bersemangat dalam 10



menjalankan segala sesuatu. d. Walaupun dikejar deadline, namun “isi otak” harus tetap relaks. e. Jangan panic, harus tetap tenang, dan focus untuk dapat selalu terarah apa target yang akan kita capai. f. Berusahalah sebaik mungkin, jangan menyerah sampai dengan saat-saat akhir. B. Berbagai jenis struktur organisasi dalam keperawanan Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasi kegiatan asuhan



keperawatan



di



unit



kerjanya



untuk



mencapai



tujuan



pengorganisasian, pelayanan keperawatan di ruangan meliputi: 1) Struktur Organisasi Struktur organisai ruang rawat terdiri dari struktur bentuk dan bagan. Berbagai struktur, bentuk dan bagan dapat digunakan tergantung pada besarnya organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Ruang rawat sebagi wadah dan pusat kegiatan pelayanan keperawatan perlu memiliki struktur organisasi tetapi ruang rawat tidak termasuk dalam struktur organisasi raumah sakit bila dilihat dari surat keputusan menteri Kesehatan no. 134 dan 135 tahun 1978. oleh karena itu direktur rumah sakit perlu menerbitkan surat keputusan yang ngatur struktur organisasi ruang rawat. Berdasarkan surat keputusan direktur tersebut dibuat struktur organisasi ruang rawat untuk menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Dapat juga dilihat posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta tanggung gugat. Bentuk organisasi dapat pula disesuaikan dengan pengelompokkan kegiatan atau sistem penugasan yang digunakan. Suatu struktur organisasi menetapkan cara tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Terdapat enam kunci yang perlu disampaikan kepada manajer bila mereka merancang struktur organisasinya.



Elemen



tersebut



adalah



spesialisasi



pekerjaan,



departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi, dan desentralisasi. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penyusunan struktur organisasi, yaitu pendekatan berdasarkan fungsi, berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, berdasarkan pelanggan, berdasarkan tempat, dan matriks. 11



a) Pembuatan struktur organisasi berdasarkan fungsi Penentuan sub-sub bagian dari organisasi departementalisasi



yang



pertama



adalah



atau



proses



berdasarkan



fungsi.



Berdasarkan pendekatan ini, proses departementalisasi di lakukan berdasarkan fungsi tertentu yang mesti di jalankan dalam suatu organisasi. Dalam organisasi bisnis misalnya, terdapat pekerjaan yang terkait dengan pelayanan. b) Pembuatan struktur organisasi berdasarkan jenis layanan Pendekatan kedua dalam departementalisasi adalah berdasarkan pelayanan atau jasa yang di berikan setiap bagian. Berdasarkan pendekatan ini, penentuan bagian-bagian dalam organisasi di tentukan berdasarkan jenis pelayanan yang di buat oleh organisasi. Berikut ini contoh struktur organisasi dalam rumah sakit yaitu: Direktur Utama RS Blossoom



Manajer keuangan



Manajer keperawatan



Manajer pemasaran



Manajer diklat



c) Pembuatan struktur organisasi berdasarkan pelanggan Pendekatan ketiga dalam departementalisasi adalah berdasarkan pelanggan bagian-bagian. Berdasarkan pendekatan ini, penentuan Bagian karakteristik bagian-bagian dalam organisasi Bagian di tentukan berdasarkan penjualan promosi pelanggan yang menjadi sasaran pelanggan dari organisasi. d) Pembuatan struktur organisasi berdasarkan tempat Pendekatan keempat dalam departementalisasi adalah berdasarkan factor tempat berdasarkan Bagian Bagian pendekatan ini, penentuan bagian-bagian Bagian Pelatihan dan anak dalam komunikasi bedah di tentukan berdasarkan wilayah organisasi CI pengembanga beroperasi. Selain pendekatan tersebut, terdapat proses n departementalisasi



yang



menggabungkan



fungsional



dengan



pendekatan lain, dan model ini di sebut juga dengan matriks. Istilah spesialisasi kerja atau pembagian tenaga kerja untuk mendeskripsikan sampai tingkat mana tugas dalam organisasi di pecah-pecah menjadi pekerjaan yang terpisah. Hakekat spesialisasi 12



kerja adalah bahwa seluruh pekerjaan lebih baik di pecah-pecah menjadi sejumlah langkah, bukan di lakukan oleh individu. Setiap langkah di selesaikan oleh individu yang berlainan. Pada hakekatnya, individu yang mempunyai spesialisasi mengerjakan bagian dari suatu kegiatan, bukan mengerjakan seluruh kegiatan. Struktur organisasi ruang rawat terdiri atas struktur bentuk dan bagan. Berbagai struktur, bentuk, dan bagan dapat di gunakan bergantung pada besarnya organisasi dan tujuan yang ingin di capai. Ruang rawat sebagai wadah dan pusat kegiatan pelayanan keperawatan perlu memiliki struktur organisasi, namun ruang rawat tidak termasuk dalam struktur organisasi rumah sakit bila di lihat dari Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1045/Menkes/Per/XI/2006. Oleh karena itu, direktur rumah sakit perlu menerbitkan surat keputusan yang mengatur struktur organisasi ruang rawat. Berdasarkan surat keputusan direktur tersebut, di buat struktur organisasi ruang rawat untuk menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertical maupun horizontal dan dapat juga di lihat posisi setiap bagian, wewenang, dan tanggung jawab serta tanggung gugat. Bentuk organisasi dapat pula di sesuaikan dengan pengelompokkan kegiatan atau system penugasan yang di gunakan. 2) Pengelompokkan kegiatan Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan. Kegiatan perlu dikumpulkan sesuai dengan spesifikasi tertentu. Pengorganisasian kegiatan dilakukan untuk memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan dimiliki peserta sesuai dengan kebutuhan klien pengorganisasian tugas perawat ini disebut metode penugasan. Keperawatan diberikan karena ketidakmampuan, ketidaktahuan dan ketidakmampuan klien dalam melakukan aktifitas untuk dirinya dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal. Setiap kegiatan keperawatan diarahkan kepada pencapaian tujuan dan merupakan tugas menejer keperawatan untuk selalu mengkoordinasi, mengarahkan dan mengendalikan proses pencapaian tujuan melalui interaksi, komunikasi, integrasi pekerjaan diantara staf keperawatan yang terlibat. 13



Dalam upaya mecapai tujuan tersebut meneger keperawatan dalam hal ini kepala ruangan bertanggung jawab mengorganisir tenaga keperawatan yang ada dan kegiatan pelayanan keperawatan yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien, sehingga kepala ruangan perlu mengkatagorikan klien yang ada diunit kerjanya. Menurut Kron (1987) kategori klien didasarkan atas : Tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan klien, misalnya keperawatan mandiri, minimal, sebagian, total atau intensif. Usia misalnya anak, dewasa, usia lanjut. Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami klien misalnya perawatan bedah/ortopedi, kulit. Terapi yang dilakukan, misalnya rehabilitas, kemoterapi. Dibeberapa rumah sakit ini pengelompokkan klien didasarkan atas kombinasi kategori diatas. Selanjutnya kepala ruangan bertanggung jawab menetapkan metode penyusunan keperawatan apa yang tepat digunakan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan sesuai dengan jumlah katagori tenaga yang ada di ruangan serta jumlah klien yang menjadi tanggung jawabnya. (Simamora, 2012). C. Perbedaan budaya dan iklim organisasi 1) Budaya Organisasi Istilah budaya berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi culture. Menurut Kotter dan Haskett (1922:3), perhatian masyarakat akademik terhadap budaya berasal dari studi antropologi sosial yang pada akhir abad ke-19 melakukan studi terhadap masyarakat “primitif”, seperti Eskimo, Afrika dan penduduk asli Amerika. Studi tersebut mengungkapkan bahwa cara hidup anggotaanggota masyarakat ini tidak hanya berbeda cara hidup masyarakat maju di Eropa danAmerika Utara tetapi juga berbeda di antara masing-masing masyarakat primitif tersebut. Menurut Edgar H. Schein dalam Umam (2010) berpendapat bahwa “budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan 14



terlaksana dengan baik”. Oleh karena itu, budaya diajarkan (diwariskan) kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait masalah-masalah tersebut. Budaya organisasi mengacu pada norma prilaku, asumsi, dan keyakinan dari suatu organisasi, sementara dalam iklim organisasi mengacu pada persepsi orang-orang dalam organisasi yang merefleksikan norma-norma, asumsi-asumsi dan keyakinan (Owens, 1991). Sedangkan Sonhadji dalam Soetopo (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah proses sosialisasi anggota organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai dan keyakinan terhadap organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai, dan keyakinan terhadap organisasi. Sementara Soetopo (2010)



mengatakan



bahwa



budaya



organisasi



berkenaan



dengan



keyakinan, asumsi, nilai, norma-norma prilaku, ideology, sikap, kebiasaan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh organisasi (dalam hal ini termasuk organisasi universitas swasta). Gibson, Ivanichevich & Donelly dalam Soetopo (2010) berpendapat bahwa



budaya



organisasi



adalah



“kepribadian



organisasi



yang



mempengaruhi cara bertindak individu dalam organisasi”. Budaya mengandung pola eksplisit dan implisit dari dan untuk prilaku yang dibutuhkan dan diwujudkan hasil kelompok manusia secara berbeda termasuk benda-benda ciptaan manusia. Budaya organisasi pada dasarnya merupakan nilai dan norma yang dianut dan dijalankan oleh organisasi terkait dengan lingkungan tempat organisasi tersebut menjalankan kegiatannya. (Simamora, 2012). Dari semua definisi tentang budaya organisasi diatas, secara umum dapat ditetapkan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikap dan keyakinan. Dapat dikatakan bahwa jantung dari suatu organisasi adalah sikap, keyakinan, kebiasaan dan harapan dari seluruh individu anggota organisasi mulai dari manajemen puncak hingga manajemen yang paling rendah, sehingga tidak ada aktifitas manajemen yang dapat melepaskan diri dari budaya. Komponen-Komponen budaya organisasi Robbins dalam Soetopo (2010) mengemukakan tujuh karakteristik budaya organisasi yaitu:



15



a. Otonomi individu yaitu kadar kebebasan, tanggung jawab dan kesempatan individu untuk berinisiatif dalam organisasi b. Struktur yaitu kadar peraturan dan ketetapan yang digunakan untuk mengontrol prilaku pegawai c. Dukungan yaitu kadar bantuan dan keramahan manajer kepada pegawai d. Identitas yaitu kadar kenalnya anggota terhadap organisasinya secara keseluruhan, terutama informasi kelompok kerja dan keahlian profesionalnya e. Hadiah performansi yaitu kadar alokasi hadiah yang didasarkan pada criteria performansi pegawai f. Toleransi konflik yaitu kadar konflik dalam hubungan antar sejawat dan kemauan untuk jujur dan terbuka terhadap perbedaan g. Toleransi resiko yaitu kadar dorongan terhadap pegawai untuk agresif, inovatif dan berani menanggung resiko. Fungsi budaya organisasi Soetopo (2010) mengemukan bahwa fungsi budaya organisasi bergayut dengan fungsi eksternal dan fungsi internal. Fungsi eksternal budaya organisasi adalah melakukan adaptasi terhadap lingkungan diluar organisasi, sementara fungsi internal berkaitan dengan integrasi berbagai sumber daya yang ada didalamnya termasuk sumber daya manusia. Jadi secara eksternal budaya organisasi akan selalu beradaptasi dengan budaya-budaya yang ada diluar organisasi, begitu seterusnya sehingga budaya organisasi tetap akan selalu ada penyesuaianpenyesuaian. Lebih lanjut Soetopo menjelaskan bahwa makin kuat budaya organisasi, makin tidak mudah organisasi itu akan terpengaruh oleh budaya luar yang berkembang di lingkungannya. Sementara kekentalan fungsi internal makin dirasakan menguat jika didalam organisasi itu semakin berkembang norma-norma, peraturan, treadisi, adat istiadat organisasi yang terus menerus dipupuk oleh para anggotanya sehingga berangsur-angsur budaya itu akan menajdi semakin kuat. Karakteristik budaya organisasi O’Reilly dan Jehn dalam Soetopo (2010) mengemukakan tujuh karakteristik utama yang menjadi inti dari suatu organisasi, yaitu : 1. Innovation and risk taking, yaitu derajat sejauh mana pekerja didorong untuk inovatif dan berani mengambil resiko. 16



2. Attention to detail,yaitu derajat seajuh mana para pekerja diharapkan menunjukkan presisi, analisis, dan perhatian pada detail-detail. 3. Outcome orientation, yaitu sejauh mana pimpinan berfokus pada hasil, bukan pada teknis dari proses yang dipakai untuk menjadi hasil. 4. People orientation, yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang dalam fungsi budaya organisasi menjadi inti dari suatu budaya organisasi. 5. Team orientation, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan atas dasar tim kerja daripada individu. 6. Aggressiveness, yaitu sejaunmana orang-orang dalam organisasi bersifat agresif dan kompeteitif. 7. Stability, yaitu sejauh mana aktifitas



organisasi menekankan



pemeliharaan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.



Masing-masing karakteristik diatas bergerak pada suatu kontinuitas dari rendah hingga ke tinggi. Menilai suatu organisasi dengan ketujuh karakter ini akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi tersebut. Gambaran tersebut kemudian menjadi dasar untuk perasaan saling memahami yang dimiliki anggota organisasi mengenai organisasi mereka, bagaimana segala sesuatu dikerjakan berdasarkan pengertian bersama tersebut, dan cara-cara anggota organisasi seharusnya bersikap (Robbins, 2005;486). Klasifikasi



budaya



organisasi



dalam



mempelajari



budaya



organisasi, terdapat empat pendekatan menurut Robert dan Hunt dalam Soetopo (2010). Keempat pendekatan itu antara lain : (1) beberapa sarjana memandangnya sebagai asumsi bersama, keyakinan dan nilai-nilai dalam organisasi dan kelompok kerja, (2) kelompok kedua tertarik dengan mitos, 17



cerita, dan bahasa sebagai manifestasi budaya, (3) memandang tata cara dan seremonial sebagai manifestasi budaya, dan (4) mempelajari interaksi antar anggota



dan symbol-simbol. Sedangkan Schein membaginya



kedalam tiga dimensi budaya yaitu : (1) artefak dan kreasi berupa teknologi, seni, pola prilaku yang dapat dilihat dan didengar. Terlihat oleh mata tetapi sering tidak dapat diartikan dan diuraikan, (2) nilai, dapat diuji dalam lingkungan fisik, dapat diuji hanya oleh konsensus social. Tingkat yang lebih tinggi mengenai kesadaran, (3) asumsi dasar, yaitu menegnai hubungan manusia-lingkungan, hakikat dasar manusia, hakikat hubungan manusia. Sedangkan



Hellriegel



dan



Slocum



dalam



Soetopo



(2010)



mengajukan kerangka klasifikasi budaya organisasi sebagai berikut :



Sumbu vertical mencerminkan orientasi pengawasan yang relative normal, jarak dari mantap ke fleksibel. Sumbu horizontal mencerminkan fokus relative terhadap perhatian, jarak dari fungsi internal ke fungsi eksternal. Sudut-sudut dari empat persegi mewakili empat tipe murni dari budaya organisasi yaitu birokratik, clan, entrepreneurial dan pasar. a) Budaya Birokratik Suatu organisasi dengan karyawan yang mempunyai formalisasi nilai peraturan standar prosedur operasi dan koordinasi hierarkis. Perhatian jangka panjang dalam birokrasi, efisiensi, dan stabilitas dapat diperkirakan. Karyawannya mempunyai standar nilai yang tinggi terhadap pelayanan pelanggan. Manajer memandang peran mereka 18



sebagai koordinator yang baik, organisator dan memperkuat standard dan aturan tertulis. b) Budaya Clan Mempunyai atribusi



tradisi,



kesetiaan,



komitmen



pribadi,



sosialisasi ekstensif, tim kerja, manajemen diri dan pengaruh social. Komitmen individual jangka panjang pada organisasi diganjar dengan komitmen jangka panjang organisasi terhadap karyawan. c) Budaya entrepreneurial Menunjukkan tingkat pengambilan resiko yang tinggi, dinamis dan kreatifitas. Ada komitmen terhadap eksperimentasi, inovasi. Budaya ini tidak hanya cepat bereaksi terhadap perubahan lingkungan, tetapi menciptakan perubahan. d) Budaya Pasar Nilai yang akan dicapai terukur, dan karyawan dituntut untuk mencapai sasaran, terutama yang berbasis financial dan pasar. 2) Iklim Organisasi Owens (1991) menyatakan bahwa “organizational climate is the study of perceptions that individual have of various aspect of the environment in the organization”. Dengan demikian pengkajian iklim organisasi dapat dilakukan dengan menggali data dari persepsi individu yang ada dalam organisasi. Taguiri dan Litwin dalam Soetopo (2010) mengartikan iklim organisasi adalah suatu kualitas lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggotanya, mempengaruhi prilakunya dan dapat dideskripsikan dengan nilai-nilai karakteristik organisasi. Dengan penegrtian ini, Miner (1998) menyarikan aspek-aspek definisi iklim organisasi sebagai berikut : a) Iklim organisasi berkaitan dengan unit yang besar yang mengandung cirri karakteristik tertentu. b) Iklim organisasi lebih mendiskripsikan suatu unit organisasi daripada menilainya. c) Iklim organisasi berasal dari praktik organisasi. d) Iklim organiasasi mempengaruhi prilaku dan sikap aggota organisasi. Dalam kaitannya dengan iklim organisasi, Steers dalam Soetopo (2010) menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dilihat dari dua sisi pandang yaitu (1) iklim organisasi dilihat dari persepsi para anggota terhadap organisasinya, (2) iklim organisasi dilihat dari hubungan antara kegiatan-kegiatan organisasi dan perilaku manajemennya. 19



Klasifikasi iklim organisasi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Halpin (1971) yang menggunakan Organizational Climate Description Quesionare (OCDC), terdapat enam klasifikasi iklim organiasi yaitu: 1. Open Climate yang menggambarkan tentang situasi dimana anggota organisasi merasa senang untuk bekerja, saling kerjasama serta adanya keterbukaan. 2. Outonomous Climate yaitu situasi dimana adanya kebebasan, adanya peluang kreatif, sehingga para anggota memiliki peluang untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka. 3. The Controlled Climate yang ditandai adanya penekanan atas prestasi dalam mewujudkan kepuasan kebutuhan social, setiap orang bekerja keras serta kurangnya hubungan antar sesama anggota. 4. The Familiar Climate yaitu adanya rasa kesejawatan tinggi antara pimpinan dan anggota. 5. The Paternal Climate yang bercirikan adanya pengontrolan pimpinan terhadap anggota. 6. The Closed Climate yang ditandai suatu situasi rendahnya kepuasan dan prestasi tugas serta kebutuhan social para anggota, pimpinan sangat tertutup terhadap para anggotanya. Halpin sebagaimana dikutip Soetopo (2010) membagi komponen iklim organisasi berdasarkan karakteristik kelompok sebagai berikut : a. Disengagement atau ketidakikutsertaan, yaitu suatu kadar dimana staf atau bawahan cenderung tidak terlibat dan tidak commite terhadap pencapaian tujuan organisasi. b. Hindrance atau halangan, yaitu mengacu pada perasaan para staf bahwa pimpinan membebani mereka dengan tugas yang memberatkan pekerjaan mereka. c. Esprit atau semangat, yaitu mengacu pada semangat kerja karena terpenuhinya kebutuhan social dan rasa punya prestasi dalam pekerjaan. d. Intimacy atau keintiman, yaitu kadar kekohesifan antar staf dalam organisasi. Sedangkan berdasarkan kategori prilaku pemimpin sebagai berikut : 1) Aloofness atau keberjarakan, yaitu menggambarkan kadar prilaku pemimpin yang formal dan impersonal yang menunjukkan jarak social dengan staf. 20



2) Production Emphasis atau penekanan pada hasil yaitu mengacu pada prilaku pemimpin agar staf bekerja keras, misalnya dengan pengawasan ketat, direktifdan menuntut hasil maskimal. 3) Thrust atau rasa yakin, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin yang ditandai kerja kerasnya agar dicontoh oleh staf. 4) Consideration atau perhatian, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin dengan memperlakukan staf secara manusiawi sesuai dengan martabatnya (Owens, 1991; Halpin, 1971)



D. Implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang rawat dan Puskesmas: kewenangan klinik perawat 1) Job Analyses Sumberdaya manusia (SDM) perawat di ruang rawat terdiri dari kepala ruangan, ketua tim (perawat primer) dan perawat pelaksana. Untuk menempatkan/menugaskan seorang perawat sebagai kepala ruangan atau sebagai ketua tim, atau sebagai perawat pelaksana diperlukan kriteria tertentu sebagai standar. Kesalahan di dalam menempatkan perawat akan mempengaruhi kinerja dan menurunkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Dengan menempatkan/menugaskan seorang perawat sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalaman kerjanya, serta sesuai dengan minatnya maka dengan sendirinya akan memberikan motivasi kerja yang baik kepada perawat tersebut. Selanjutnya, visi untuk memberikan pelayanan keperawatan profesional bisa terwujud. a) Kriteria Kepala Ruangan 1. Sehat jasmani dan rohani.



21



2. Perawat yang telah bekerja pada area keperawatan sejenis minimal 2 tahun. 3. Perawat yang telah bekerja di ruangan tersebut minimal 1 tahun. 4. Pendidikan S1 Keperawatan Ners (jika ada), jika belum ada S1 Keperawatan boleh DIII Keperawatan. 5. Pernah mengikuti pelatihan yang dibuktikan dengan sertifikat asli: a) Pelatihan Asuhan Keperawatan; b) Pelatihan Standar Asuhan Keperawatan; c) Pelatihan Manajemen Bangsal dan Manajemen Kasus (Pelatihan Manajemen Keperawatan). 6. Mengajukan diri secara tertulis untuk menjadi calon kepala ruangan. 7. Melampirkan Program Kerja Tahunan. 8. Lulus tes presentasi Program Kerja Tahunan, yang dihadiri oleh manajemen rumah sakit, komite keperawatan dan rekan-rekan perawat di rumah sakit yang bersangkutan. 9. Lulus tes wawancara (diwawancarai oleh manajemen rumah sakit dan komite keperawatan). 10. Lulus tes tertulis tentang manajemen keperawatan. Penjelasan poin-poin di atas: a. Sangat jelas. b. Calon kepala ruangan adalah perawat yang telah bekerja selama minimal 2 tahun pada area keperawatan sejenis, contohnya: Perawat A yang telah bekerja selama 2 tahun di Bangsal Anak berhak mengajukan diri menjadi kepala ruangan Bangsal Anak, dan tidak berhak mengajukan diri menjadi kepala ruangan di Bangsal Bedah dan bangsal lainnya dimana area keperawatannya tidak sejenis. Maksudnya, agar perawat tersebut setelah menjadi kepala ruangan akan mampu memberikan bimbingan dan pembelajaran



kepada



stafnya



tentang



pelaksanaan



asuhan



keperawatan kepada klien. Kepala ruangan memahami asuhan keperawatan dan menjadi sumber (tempat belajar) bagi perawat di



22



bangsal yang dipimpinnya. Dengan demikian maka akan terjamin terlaksananya Manajemen Asuhan Keperawatan Profesional. c. Calon kepala ruangan adalah perawat telah bekerja selama 1 tahun di ruangan tersebut, dimaksudkan agar ia menguasai dan memahami kebutuhan sarana dan bahan yang diperlukan dalam pelayanan asuhan keperawatan, serta ia juga memahami pencatatan dan pelaporan yang harus dilakukan di ruangan tersebut. Dengan demikian akan terjamin terlaksananya Manajemen Bangsal yang Profesional. d. Sangat jelas. e. Dibuktikan dengan sertifikat asli, dimaksudkan agar kepala ruangan



terpilih



adalah



kepala



ruangan



yang



betul-betul



mempunyai kompetensi sebagai kepala ruangan. f. Mengajukan diri secara tertulis berarti menunjukkan minat dan keinginan untuk menjadi kepala ruangan. Jika sesuai dengan minat dan keinginannya, maka yang bersangkutan setelah terpilih menjadi kepala ruangan akan menjalankan tugasnya dengan penuh motivasi. Akan berbeda halnya jika seorang perawat ditunjuk menjadi kepala ruangan. Motivasinya akan biasa-biasa saja. Jika penunjukan tersebut tidak sesuai dengan minat dan keinginannya, maka akan menurunkan motivasi dan kinerja perawat tersebut. g. Melampirkan program kerja tahunan menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah betul-betul siap untuk menjadi kepala ruangan. h. Tes presentasi, tes wawancara, dan tes tertulis diadakan, dengan maksud agar kepala ruangan yang terpilih adalah perawat yang memang kompeten untuk menjabat kepala ruangan. b) Kriteria Ketua Tim (Perawat Primer) 1. Sehat jasmani dan rohani. 2. Pendidikan minimal S1 Keperawatan Ners (jika ada), jika belum ada boleh DIII Keperawatan.



23



3. Pengalaman kerja di area keperawatan sejenis minimal 1 tahun (untuk DIII Keperawatan), minimal 6 bulan untuk S1 Keperawatan Ners. 4. Pernah



mengikuti



pelatihan



Standar



Asuhan



Keperawatan



(dibuktikan dengan sertifikat asli). 5. Lulus tes wawancara. Untuk menjadi ketua tim, seorang perawat harus menguasai dan memahami konsep-konsep keperawatan. Tugas pokok seorang ketua tim adalah menjamin terlaksananya asuhan keperawatan. Seorang ketua tim harus melakukan pengkajian keperawatan, menegakkan



diagnosa



keperawatan,



dan



menyusun



rencana



keperawatan serta mendokumentasikannya. Bersama dengan perawat pelaksana melakukan evaluasi keperawatan. Seorang ketua tim harus menguasai Standar Asuhan Keperawatan (SAK) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) tindakan keperawatan. Ketua tim memberikan bimbingan dan pembelajaran tentang asuhan keperawatan kepada perawat pelaksana yang menjadi anggota timnya. c) Kriteria Perawat Pelaksana 1. Sehat jasmani dan rohani. 2. Pendidikan minimal DIII Keperawatan. 3. Pengalaman kerja di area keperawatan sejenis minimal 6 bulan, jika kurang dari 6 bulan maka harus diberikan bimbingan di ruangan tersebut selama 6 bulan oleh Kepala Ruangan dan Ketua Tim. 4. Lulus tes wawancara. Perawat pelaksana dituntut agar terampil melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan SOP yang ada. Untuk perawat yang baru (< 6 bulan), maka harus diberikan bimbingan dan pembelajaran oleh Ketua Tim dan Kepala Ruangan. Jika ada sesuatu hal yang kurang dipahami atau dimengerti, maka perawat pelaksana wajib bertanya kepada Ketua Tim. Tugas utama



24



perawat pelaksana adalah



melaksanakan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun dan melakukan evaluasi keperawatan, serta mendokumentasikannya. 2) Job Description Perawat A. Kepala Ruangan 2. Pendekatan Management: a) Perencanaan 1) Mengembangkan visi dan misi 2) Mempunyai filosofi 3) Menetapkan Rencana Jangka Pendek b) Pengorgansasian 1) Membuat struktur organisasi 2) Membuat jadual dinas bersama ketua tim 3) Membuat daftar pasien bersama ketua tim c) Pengarahan 1) Mamimpin operan 2) Mengawasi dan mengarahkan kegiatan pre dan post conference 3) Memberi motivasi pada tim perawat di ruangan 4) Mendelegasikan tugas pada bawahan dengan jelas 5) Memfasilitasi kolaborasi dengan anggota tim kesehatan yang lain dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. 6) Mengawasi perawat primer dan perawat pelaksana dalam mengelola pasien melalui komunikasi langsung. 7) Memperoleh informasi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan melalui supervisi dan mendengarkan laporan langsung dari perawat primer. 8) Melakukan pengawasan tidak langsung : a. Mengecek daftar hadir perawat primer, perawat pelaksana, pekarya dan petugas TU. b. Mengecek kedisiplinan. d) Pengendalian 1) Menetapkan indikator mutu 2) Melakukan audit dokumentasi 3) Melakukan survey kepuasan pasien, keluarga, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. 4) Melakukan survey masalah kesehatan/keperawatan B. Compensatory reward 1) Melakukan rekruitmen tenaga perawat 2) Melakukan seleksi tenaga perawat 3) Melakukan orientasi 4) Melakukan penilaian kinerja 5) Melakukan pengembangan tenaga perawat C. Hubungan Professional 1. Memimpin rapat keperawatan 25



2. Mengawasi pelaksanaan konfrensi kasus 3. Mengikuti rapat tim kesehatan 4. Mengawasi pelaksanaan visit dokter D. Asuhan keperawatan 1) Menguasai asuhan keperawatan pada pasien sesuai masalah keperawatan yang ada A) Perawat Primer/Ketua Tim 1. Pendekatan Managemen : a) Perencanaan 1) Membuat pengkajian



lengkap,



perencanaan,



dan



menentukan kriteria evaluasi untuk pasien 2) Membuat rencana jangka pendek b) Pengorgansasian 1) Menyusun jadual dinas bersama Kepala Ruangan 2) Membuat daftar pasien bersama Kepala Ruangan 3) Membagi tugas kepada perawat pelaksana sesuai dengan kemampuan perawat pelaksana 4) Bekerjasama dengan tim kesehatan yang lain untuk mengintegrasikan



pelayanan



keperawatan



dengan



pelayanan kesehatan lain c) Pengarahan 1) Memimpin kegiatan ronde keperawatan, konferensi kasus, Pre dan Post Conference 2) Memberikan pengarahan pada perawat pelaksana masingmasing secara individual 3) Memberikan motivasi kepada perawat pelaksana 4) Mendelegasikan tugas kepeda perawat pelaksana secara jelas d) Pengendalian 1) Mengobservasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien yang dilakukan oleh Perawat Pelaksana 2) Memberikan umpan balik pada Perawat Pelaksana 2. Compensatory reward a. Melakukan orientasi kepada perawat baru b. Menilai kinerja Perawat Pelaksana 3. Hubungan Professional a. Memimpin konfrensi kasus b. Mengikuti visit dokter A. Asuhan keperawatan 1. Menguasai asuhan keperawatan pada pasien sesuai masalah keperawatan yang ada 26



B. Perawat Pelaksana 1. Membuat rencana jangka pendek (rencana harian) tindakan keperawatan yang ditugaskan oleh perawat primer 2. Melaksanakan tindakan keperawatan 3. Melakukan evaluasi serta dokumentasi keperawatan 4. Mengikuti ronde keperawatan, konferensi kasus, dan pre dan post conference. 5. Melakukan kerja sama dengan perawat pelaksana lain dibawah timnya. Selama masa orientasi, dilakukan evaluasi atau penilaian terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan budaya MAKP. Selanjutnya bagi perawat yang telah menjalani masa orientasi dilakukan penentuan apakah perawat tersebut diterima atau tidak di ruang MAKP. Penentuan dilakukan oleh pimpinan keperawatan dan fasilitator (konsultan). E. Evaluation Evaluasi (bahasa Inggris:Evaluation) adalah proses penilaian. Dalam perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Evaluasi



adalah



suatu



proses



yang



teratur



dan



sistematis



dalam



membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan kemudian dibuat suatu kesimpulan dan penyusunan saran pada setiap tahap dari pelaksanaan program (Azwar, 1996). Tujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi atau penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan. Suprihanto (1988), mengatakan bahwa tujuan evaluasi antara lain: 1. Sebagai alat untuk memperbaiki dan perencanaan program yang akan datang. 2. Untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen saat ini serta dimasa yang akan dating 3. Memperbaiki pelaksanaan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program perencanaan kembali suatu program melalui kegiatan mengecek kembali relevansi dari program dalam hal perubahan kecil yang terusmenerus dan mengukur kemajuan target yang direncanakan. 27



Menurut Lavinghouze (2007), bahwa kegiatan evaluasi dilakukan untuk: a. Menyediakan pertanggungjawaban kegiatan kepada masyarakat, b.



stakeholder, dan lembaga donor. Membantu menentukan tujuan



c. d.



perencanaan Meningkatkan program implementasi Memberikan kontribusi untuk pemahaman ilmiah tentang hasil suatu



e.



program Meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap masyarakat, dan f)



yang



telah



ditentukan



pada



menginformasikan kebijakan. Sementara itu, menurut Hawe, et al. (1998), evaluasi proses dilakukan untuk: 1) Menilai pencapaian program 2) Menilai kepuasan sasaran 3) Menilai pelaksanaan aktivitas program 4) Menilai tampilan komponen dan material program. Berdasarkan ruang lingkupnya menurut Azwar (2000), evaluasi dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : a) Evaluasi terhadap masukan (Input) yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga dan ataupun sumber sarana b) Evaluasi terhadap proses (process) lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai rencana, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan c) Evaluasi terhadap keluaran (output), evaluasi pada tahap akhir ini adalah evaluasi yang dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan(summative evaluation) yang tujuan utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yaitu untuk mengukur keluaran serta untuk mengukur dampak yang dihasilkan. Dari kedua macam evaluasi akhir ini, diketahui bahwa evaluasi keluaran lebih mudah dari pada evaluasi dampak. Pada penelitian ini yang akan dilihat adalah evaluasi keluaran Menurut Mantra (1997), evaluasi secara umum dibedakan atas : 1) Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat merencanakan suatu program dengan tujuan menghasilkan informasi



28



yang akan dipergunakan untuk mengembangkan program agar program sesuai dengan masalah atau kebutuhan masyarakat. 2) Evaluasi proses adalah proses yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan keterjangkauan elemen fisik dan struktural dari program tersebut. 3) Evaluasi sumatif yaitu memberikan pernyataan efektif suatu program selama kurun waktu tertentu dan dimulai setelah program berjalan. 4) Evaluasi dampak program yaitu menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan target sasaran. 5) Evaluasi hasil yaitu menilai perubahan-perubahan atau perbaikan dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status kesehatan lainnya untuk sekelompok penduduk tertentu. Dalam mengadakan sebuah proses evaluasi, terdapat beberapa hal yang akan dibahas yaitu apa yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana proses evaluasi, kapan evaluasi diadakan, mengapa perlu diadakan evaluasi, dimana proses evaluasi diadakan, dan pihak yang mengadakan evaluasi. Hal yang perlu dilakukan evaluasi tersebut adalah narasumber yang ada, efektifitas penyebaran pesan, pemilihan media yang tepat dan pengambilan keputusan anggaran dalam mengadakan sejumlah promosi dan periklanan.Evaluasi tersebut perlu diadakan dengan tujuan untuk menghindari kesalahan perhitungan pembiayaan, memilih strategi terbaik dari berbagai alternatif strategis yang ada, meningkatkan efisiensi iklan secara general, dan melihat apakah tujuan sudah tercapai.Di sisi lain, perusahaan kadang-kadang enggan untuk mengadakan evaluasi karena biayanya yang mahal, terdapat masalah dengan penelitian, ketidaksetujuan akan apa yang hendak dievaluasi, merasa telah mencapai tujuan, dan banyak membuang waktu. Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi berikutnya.Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya menggunakan 29



metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode penelitian lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan sekitar. Realisme dari metode ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui yakni menentukan permasalahan secara



jelas,



mengembangkan



pendekatan



permasalahan,



memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian. Prinsip-Prinsip Penilaian Menurut Gillies (1996), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu: 1. Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati (Rombert, 1986 dikutip Gillies , 1996). Karena diskripsi kerja dan sstandar pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama. 2. Sample tingkah lakku perawat yang cukup representatiif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian haarus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku konsistennya serta guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. 3. Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi sehingga baik perawat



maupun



supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama. 4. Didalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya menunjukan segi-segi dimana pelaksanaan kera itu bias 30



memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan. Supervisorsebaknya merujuk pada contoh-contoh khusus mengenai tingah laku yang memuaskan



maupun



yang



tidak



memuaskan



supaya



dapat



menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluative. 5. Jika diperlukan, manajar sebaiknya menjelaskan area mana yang akan



diprioritaskan



seiring



dengan



usaha



perawat



untuk



meningkatkan pelaksanaan kerja. 6. Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perwat dan manajer, diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya. 7. Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaik nya disusun denga terencana sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisa (Simpson, 1985). Seorang pegawai dapat bertahan dari kecamatan seorang manajer yang menunjukan pertimbangan atas perasaanya serta menawarkan bantuan untuk menigkatkan pelaksanaan kerjanya.



31



BAB 3 PENUTUP A. Simpulan Perencanaan dalam keperawatan merupakan upaya dalam meningkatkan profesionalisme pelayanan keperawatan sehingga mutu pelayanan keperawatan dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Dengan melihat pentingnya fungsi perencanaan, dibutuhkan perencanaan yang baik dan professional. Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim, dan kepala ruangan. Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi, sumber-sumber organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritas. Proses manajemen merupakan proses yang holistic, melibatkan banyak sisi yang akan saling berinteraksi. Sebagai langkah awal dari proses ini, langkah teknis yang dapat dipelajari adalah bagaimana keperawatan mampu memetakan masalah dengan suatu metode analisis tertentu seperti mengguanakan analisis SWOT dan TOWS. B. Saran Kami menyarankan kepada pembaca agar makalah ini dapat dimengerti dan dipahami dengan baik, sehingga kita dapat mengetahui tentang menyusun perencanaan manajemen keperawatan suatu unit ruang rawat dan puskesmas. Agar dapat menjadi pedoman buat kita sebagai perawat.



32



DAFTAR PUSTAKA Asmuji. 2014. Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: ArRuzz Media. Kuntoro, Arif. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Simamora, Roymond H. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: 2012. Swansburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC.



33