PERDOSSI - Panduan Tatalaksana Parkinson 2015 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Kelompok Studi Movement Disorders Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia JULI2015



Scanned for Compos Mentis



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Kelompok Studi Movement Disorders Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia



JULI ~015



Scanned for Compos Mentis



Kata Pengantar Ketua Pokdi



Assalamu'alaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua, Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya (Edisi ke-2) dapat dipersembahkan oleh kelompok studi movement disorders Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Adapun tujuan penyusunan buku panduan ini adalah untuk dapat dijadikan salah satu pegangan atau menjadi buku saku baik bagi ternan para spesialis saraf maupun ternan-ternan sejawat dari cabang ilmu lain yang tertarik terhadap penatalaksanaan penyakit Parkinson dan gangguan gerak lainnya. Dalarn buku panduan ini isinya mencakup penyakit gangguan gerak ditinjau secara komprehensif, din'lulai dari definisi, patogenesis dan patofisiologi, gejala klinik serta klasifikasi dan penatalaksanaan baik farmakologis maupun non-farmakalogis. Urutan penyakit disusun berdasarkan perkiraan angka kejadian penyakit-penyakit gangguan gerak di tanah air. Kami yakin bahwa buku panduan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kelompok studi movement disorders Perdossi Pusat pada waktu mendatang akan berusaha melakukan revisi secara berkala disesuaikan dengan perkembangan ilmu. Pada ahkirnya, semoga dapat dihasilkan sebuah buku panduan sesuai dengan yang kita harapkan. Tentunya ini merupakan bagian sumbangsih kita dalam meningkatkan derajat kesehatan bangsa.



Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



iii



Sebagai penutup, tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman anggota kelompok studi movement disorders, para kontributor dan tim editor dengan segala jerih payahnya bekerja sama dalam menyusun buku edisi ke-2 ini. Demikian juga kepada PT. Abbott Indonesia yang pada kesempatan ini ikut berkontribusi sebagai fasilitator pertemuan-pertemuan dari penyusunan sampal percetakan buku panduan edisi ke-2 ini.



Wassalam,



Thamrin Syamsudin dr., Sp.S(K)., M.Kes Ketua Kelompok Studi Movement Disorders



iv



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



Kata Sambutan Ketua Umum PP Perdossi Assalamu'alaikum wr. wb Salam sejahtera bagi kita semua, Sejawat Anggota Perdossi Yth Marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWf atas terbitnya buku panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya yang disusun oleh sejawat dari Kelompok Studi Movement Disorders Perdossi. Tiada lain harapan kami semoga buku ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagal salah satu pegangan dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana pengobatan penyakit Parkinson dan gangguan gerak lainriya bagi segenap anggota Perdossi dan ternan sejawat lainnya yang berminat. Atas jerih payah dan kerjasama dari sejawat Kelompok Studi Movement Disorders yang telah meluangkan waktu, menyumbangkan pikiran, tenaga dan materi yang tidak ternilai, saya mengucapkai'l terimakasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada tim editor dan kontributor yang telah berpartisipasi aktif dalam penyusunan buku sampai terbitnya buku ini. Saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya. Tiada lain harapan saya sesuai dengan filosofi ilmu kedokteran "long live study" agar kiranya dapat diadakan revisi secara berkala yang tentunya disesuaikan dengan perkembangan ilmu sehingga buku panduan yang dihasilkanakan lebih sempurna sesuai dengan yang kita harapkan. Ahkirnya tak lupa untuk sejawat anggota Perdossi kami mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat. Wassalamu'alaikum wr. wb.



Prof. Dr. Moh. Hasan Machfoed. dr., Sp.S(K)., MS Ketua Umum PP Perdossi



Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf lndone$ia



Scanned for Compos Mentis



I



v



TIM EDITOR Thamrln Syamsudin Subagya Muhammad Akbar



DAFTAR KONTRIBUTOR AgusSudomo Bagian Neurologi Fakultas iu>jari.



o



hemidistonia.



o



rasa kaku.



o



sulit memulai gerak.



o



rasa kakusaat berjalan dan berputar m~gikuti garis.



o



rasa kaku pada berbagai kegiatan lain (bicara: paliasis) dan menu lis.



o



suara mono.ton.,



o



Oculogyric crise!i: spasme berupa elevasi mata, atau kombinasi elevasi mata dan kepala.



Pada saat ini, terdapat enam tanda kardinal gambaran motorlk parkinsonism yaitu :;:' Tandaawal ,; 1.



F{esting -tremo,r



2.



eradikinesla/hipoxioe~la/ak_inesi~



3.



Rigldit~



Tanda lanjut: sebaglan besar intractable 1.



Postur fleksi dari leher, badan dan ekstremitas



2.



Hilangnya refleks postural; terjatuh



3.



Freezing phenomenon



Perhimpunan Ookter Spesiatis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



23



H.



Penatalaksanaan



Diketahui bahwa penyakit Parkinson merupakan penyakit yang idiopatik sehingga harus dicari penyebabnya apakah simptomatik, progresif sehingga dipikirkan pemberian neuroproteksi, dan bersifat degeneratif sehingga dipikirkan neurorestorasi. Terapi farmakologis diberikan bila terdapat gangguan fungsional, pemberian obat seperti antioksidan dapat dipertimbangkan. Untuk pemilihan obat yang sesuai, antara lain benserazide/L-dopa, DA agonist, MAOB-1, COMT-1, atau antikholinergik disesuaikan dengan : •



usia pasien s 60 tahun atau > 60 Tahurf>







stadium perjalanan penyakit : awal atau lanjutc







efek sam ping obat.;







biayao



Terapi simptomatik yang digunakan dalam tatalaksana penyakit Parkinson terbagi menjadi terapi medikal dan terapi operatlt. Terapi medikal yang digunakan dapat berupa terapi farmakologi (obat dopaminergik dan agonis dopamin, obat kolinergik, dan terapi untuk gejala non rnotqcik) dan terapi non farmakologis (edukasi, self help group, latihan, terapi wicara). Sedangkan untuk terapi operatif_. dapat dilakukan ablative/lesioning (thalamotomy, pallidectomt) dan deep brain stimulation (pallidum, nukleus subthalamikus):~



Obat-obatan yang saat ini digunakan sebagai terapi medikal antara lain a.



Dopaminergik~



L-dopa/benserazide atau L-dopa/carbidop~ - DA agonist: bromocryptine, ropinirole, pramipexole, rotigotine transdermal patch - MAO-B inhibitoR. selegilline, rasagilirte - COMT inhibitor. entacapone, tolcapoRe. - NMDA receptor antagonist: &amantadine



24



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



b.



Antikolinergik: triheksifenidil



rYa



TI~ak



Antlkolinerglk , Agonls dopamln • Oral: pramlpexole, ropinlrole • Patch: rotlgotliile



. l,l~!l • Oral: pramlpexole, roplnirole • Patch: rotlgotlne Agonlsdopamln + levodopa< dosls rendah Dosis levodopa optimal'



I ·.·-,I.J.$ia~60tabulf',l l r Levodopa·:c I



! Respon terhadap pengobatan a1



Balk



J R11matan dosls· randall



I



Tidak respou



II



1



1



Naikkan dosis Diagnosa lain



Inhibitor COMi Kombinasl Agonis Dopamln + levodopa Tanibah .lavooopB! Antikolinergik



~I



Wearing-off I



Disklnesla t'



Turunkan dosis levodopa Naikkan dosis agonis dopamine Berallh ke AgOnis Dopamlo Pembedahan



Gambar 13. Algoritma Penatalaksanaan Penyakit Parkinson



Pada pasien usia muda · (usUl. s 60 tahun)1 obat yang dapat digunakat'l antara lain antikholinergik, agonis dopamln; amantadine, atau MAOB"I. Keuntungan yang dapat diperoleh yaitu pengendalian slmptomatik ringan selama 6-8 bulam, dan kurang dari L-dopa. Komplikasi motoi'ik kura.ng dari



L-dopa sedangkan kompllkasJ, non motorik lebih dari L-dopa (Miusinasi, somnolen, hipotensi ortostatik). Sedangkan pada pasien usia lat'ljut (usia > 60 tahun) obat yang dapat digunakan yaitu L-dopa dan dopamine agonis/dopaminergik. Untuk pemilihan obat, keduanya dapat diberikan.



Perhimpunan Ookter Spesialis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I 25



Pada pemberian L-dopa dikatakll~ paling efektit, dengan komplikasi motorik dan non motorik setelah beberapa tahun (setelah ditambahkan DA agonist}; Pada pemberian DA agorilst atau dopaminerglk lainnya dikataRan kurang efektif:' selanjutnya membutuhkan L-dop'B, dengan efek sampjng halusinasi, somnolen, dan hipotensi ortostatik. Rekomendasi terapi yang digunakan pada penyakit Parkinson stadium awal berdasarkan usia yaitu: • 60 tahun'·: 1. L-dopa, kemudian ditambahkan DA agonist/dopaminergik lainnya. 2. AQonis dopamin/dopaminergik lainnya, kemudian ditambah L-Dopa. Pada 25-30% pasien dengan L-dopa akan memberikan kompllkasi motorlk atau pun non motorilt, 50% akan timbul setelah 5 tahun dan 80% akan timbul setelah 10 tahdn. Pasien dengan penyakit Parkinson lanjut akan memberikan gejala klinis sebagai berikut : hllangnya respon terhadap dopamine, fluktuasi motorik; diskinesia akibat obat, kelainan p$lkiatri kareria obat, freezing, gangguan tidur, ~epresl, gangguan kognitif, patoJogi akan mengenai bagian luar ganglia basalis. Pada _pengg!iJnaiiJI'I.Jhka panjang dari L-dopa, dapat terjadi kompliJ 6 m!lf o didahului pemberian antiemetil( o efek dimulai 7,5-10 kemudian, df!n berlangsung 30-1?0 menit 1 o efikasi sama dengan L-dopa Terapi Masa Depan



o



Cabergolin 11



o



LCAS (Levodopa/Carbidopa/Ascorbic acid Solution)



o



lnfus apomorfin .



o



Duodenal jejunal infusion



Sedangkan yang masih dalaln penelitian :



Per111mpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



29



o



Mitochondrial protectan.



o



Antiapoptotic agent.



o



Antiinflamatory agent.



o



Monoamine oxidate inhibitor.



Dapat digunakan pada onset awal perjalanan penyakit dan sebagai terapi tambahan L-dopa pada tahap lanjut pe~alanan penyakit. Obat ini bekerja dengan menghar:nbatmonoamlne oxidase tipe B, sehin'gga mengurangl pernecahan dopami~ d·;m dap~t"mernperpanjang aktivitas dopamln. Obat golongan ini juga mempunyai efek anti-apoptotic.



o



Neurotropic agent



o



Obat-obatan yang non dopaminergic pathway: glutaminergic dan serotoninergic



2. Kompllkasi Nonmotorik Pada penggunaan jangka lama dapat muncul pula komplikasi nonmotorik yang dapat berupa gangguan psikiatrlk : kognitlf (gangguan memori, confusion, demensia), depresi, psiko&is, gangguan tidi!Ir (daytime sleepiness, sleep fragmentation, restless legs). Disfungsi otonor'li (konstipasi, disfungsi sphincter, hipotensi ortostatik, disfungsi seksual). Gangguan sensorik1nyeri otot, restless legs, paresthesia, rasa terbakar, baal).



I.



Prognosis



Sangat tergantung dari etiologi dan adanya Parkinson sekunder, gejata akan berkurang apabila penyakit primer dapat diatasi. Sebaliknya pada Parkinson primerlidiopatik keadaan berslfat progresif, · sesuai dengan tingkat hilangnya sel-sel pembentuk dopamin. Tugas kita adalah untuk mempertahankan agar perjalanan penyakit Parkinson tidak terlalu progresid dan fungsi motorik lainnya dipelihara secara optimal.



30



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. g, 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.



Greenberg. Handbook o.f Neurosurgery, Thieme,&"' ed, 2006:632-636 Rowland. Merritt Neurology, Lippincott Williams & Wllkins, 11"' ed. 2005:483-501 Duus P. Diagnosis topik neurologl. Jakarta: Penerblt Buku Kedokteran EGC, 1996. Ropper AH, Samuels MA. VIctor & ·Adam's Principles of Neurology, 9th ed. McGraw-Hill: New York, 2009. Fahn S, Jankovic J. Principles and Practice of Movement Disorders. Philadelphia: Churchill Livingstone, Elsevier. 2011. Zijlmans JC, Katzenschlager R, Oaniel SE, Lees AJ. The L-dopa response in vascular parkinsonism. J Neurol Neurosurg Psychiatry. Jankovic J. Pathophysiology and clinical assessment of parkinsonian symptoms and signs. in: Pahwa R, Lyons K, Koller WC, eds: Handbook of Parkinson's Disease. New York: Marcel Dekker, Inc., 2003:71-107 Jankovic J. Parkinson's disease: clinical features and diagnosis. J Neural Neurosurg Psychiatry Lltvan I, Bhatia KP, Bum OJ, et al. SIC Task Force appraisal of clinical diagnostic criteria fclr parkinsonian disorders. Mov Disord 2003 Jankovic J, nntner R. Dystonia and parkinsonism. Parkinsonism Relat Disord 2001;8:10921. Samll A, Nutt JG, Ransom BR. "Parkinson's disease". Lancet 2004;363:1783-93. Cooper G, Eichhorn G, Rodnitzky RL. "Parkinson's disease".ln Conn PM. Neuroscience in medicine. Totowa, NJ: Humana Press. 2008:5011--512 Rodriguez-Oroz MC, Jahanshahi M, Krack P, et al.lnitial clinical manifestations of Parkinson's disease: features and pathophysiological mechanisms. Lancet Neurol2009;8(12):1128-39. Dickson DV. Neuropathology of movement disorders. In: Tolosa E, Jankovic JJ. Parkinson's disease and movement disorders. Lippincott Williams & Wllkins. 2007:271-83 de Lau LM, Breteler MM. Epidemiology of Parkinson's disease. Lancet Neurol2006;5(6):52535 Louis ED. The shaking palsy, the first forty-five years: a journey through the British literature. Mov. Disord 1997;12(6):1068-72 Bronstein JM, Tagliati M, Alterman RL, et al. Deep brain stimulation for Parkinson disease: an expert consensus and review of key issues. Arch. Neurol2011 ;68(2):165



Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



31



GEJALA NON MOTORIK PENYAKIT



PARKINSON Basjiruddin A



A. Pendahuluan Parkif'lson's disease (PD) merupakan penyakit prqg,;essft, deiigari kelainan neurodegeneratif yang belum diketaliui penyebabnya, ditandai derigan munc1,1lnya bradikinesia serta satu dari tiga gejala berikut yaltu tr~mor, r.J.giCi!itas dan !nst.abJUtas post~l, Penyaklt ini merupakan penyakit kedua terbanyak darl kelalnan neurOdegeneratlf setelah peilyakit Alzheimer. Prevalensl PD dlperklrakan 329 per 100.000 penduduk dengan lnslden tahunan berklsar antara 16 sampai 19 per 100.000 penduduk. Prevalensi akan meningkat dengan bertambahnya umur, sehlngga mencapal 4% pada umur 80 tahun atau lebih. Walaupun motor symptom yang dipakal untuk menegakan dlagnos~ PD; namun non motor symptom (NMS) juga lazim dan penting sebaga~ "P·Etrentu" u~tuk quality of life.(QOI.j bag I pei'lderita PDf Mernang sementara penyakit PD dianggap mengeluhkan gejala-gejala motorlk tapi juga mengalaml gejala non motor yang secara slgnlflkan: memperburuk QOL, hanya saja serlng tldak dlkenal dehgan cepat,sehingga. tldak tllobatl pada banyak pendellita. Gejala NMS lni bisa saja muncul segera sebelum gejiila motor pertarnanya terllhat nantinya akan lebih merepotkan pada stadium lanjut dari PO, dimana gejala gejala tersebut menjadi masalah besar pada penderita dan sering menimbulkan tantangan kepada -para klinisi yang mengobatinya. Dengan beberapa jenis obat yang sering digunakan untuk pengobatan PO, efek sampingnya bisa dikemudian hari memperburuk masalah penyakit.Non motor symptom dapat muneul di sepanjang perjalanan penyakit, beberapa_ gejala diantaranya adalah depr.asl, kelelahan (fatique), kelahian penciuman mungkln muncul leblh awal ~¢Ia penderita yang tldak diobati. Kadangkadang NMS bls.a muncul mendahlllui gejala "motor" yang beberapa tahun kemudian baru muncul tal'lda PD. Gejala premotortersebut berupa kelainan



Perhimpunan Dokter Spesia/is Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



33



penciuman "REM sleep behavior disorders" (ABO), konstipasil dan nyel'i. Di sisi lain pada PO yang lanjut beberapa jenis NMS muncul bersamaan pada kebanyakan penderita dan frekuensinya meningkat sesuai dengan lamanya perjalanan penyakit. Pada saat diagnosis, ditemukan prevalensi NMS 21% termasuk gejala nyeri, kelainan kandung kencing dan cemas dan naik menjadi 88% setelah 7 tahuf!l. Fenomena NMS dapat terjadl pada saat balk dalam stadium "on" atau stadium "off" non motor yang timbul pada stadium "on" iebih cepat diketahui sehingga segera terdiagnosis dan terobati. Dalam hal depresi pada PD, 9 diduga ada kaitannya dengan hilangya transmisi dopaminerglke dan nonadrenergik. pada sistem limbik maka ltu terapi dengan nondppaminergik memllikl peran panting dalam pengobatan kebanyakan gejala NMS. Namun demikian keterlibatan disfungsi dari dopaminergik ikut serta menyebabkan kelainan pada banyak NMS. Non motor fluctuation (NMFs) juga termasuk dopamine dependent dari NMS, dan bisa di terapi dengan levodopa sebagai penerapan teori stimulasi yang terus menerus dari dopaminergik dalam usaha memperbaiki periode "off'. Banyakjenis NMS antara lain depresi dapat mengakibatkan disabilitas berat dan berpengaruh serius terhadap QOL. Fakta-fakta lni mengungkapkan pentingnya suatu instrument untuk mendeteksi NMS sedini mungkin agar dapat mengobati penderita PO, namun instrument atau cara diagnostic tersebut masih sangat terbatas sampai tahun 2012 ini. Akhir-akhir ini sudah pernah diterbitkan publikasi pengobatan NMS pada PO berdasarkan evidence base medicine. Ada bukti-bukti dapat untuk mempertimbangkan pemberian obat pramlpexole untuk symptom deprest, clozapln untuk psikosls, rivastigmin untuk dementia. Tanpa perhatian dan pemeriksaan yang seksama, NMS akan terlupakan dan tidak terdiagnosis. Suatu survey internasional mendapatkan sekitar 62% NMS pada PO tidak terdiagnosis oleh klinlsi karena penderita yang tidak peduli, ataupun petugas klinis yang kurang menyadari bahwa symptom itu bisa terkait dengan PD. Untuk itu diperlukan suatu nonmetor symptom questionnaire (NMSQ) sebagai "screening toe/".



34



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



Oil::



~~S~Iwesb



ew : ~rweiA. B. Epidemiologi Prevalenst)ln. Oi Indonesia insiden PO dlperkirakan 10 orang~ seti~p tahunnya dan estlmasl sementara terdapat sekltar 200.000 - 400.ooo~penderita, dimana lakJ..Iakl lebih banyak terkena. dibanding perempuan (3:2)1 Oiperkirakan dalam 25 tahun mendatang, penderita PO mencapai dua kali lipat dari sekarang dengan jumlah terbesar berada di negara-negara Asia. Jumlah penderita PO tahun 2030 di 15 negara akan mencapai 8, 7 juta jiwa atau dua kali lipat dibahdingkan jumlah saat ini yang mencapai 4,1 ]uta jiwa. Salah satu faktQr yang rnengakibatkan pertambahan penderita_parkinson adalah semakin banyaknya penduduk usia lanjut di negara-negara b~ar dunia, ter1:1tama di China. Prevalensi gejala non motor pada pehderita PO sulit untuk digambarkan dengan tepat. Oiperkirakan sekitar 16-70% dari penderita mengalami masalah neuropsikiatri, seperti depresi, apatis, gangguan camas dan psikosis. Defisit kognitif terjadi setidaknya 20-40% dari pasien PD. Gangguan tidur terjadi lebih dari sepertiga pasien PD. Gangguan otonom seperti konstipasi, hipot~n$1· ·ortostatik, disfungsi saturan kemlh dah dlsfungsl seksual dilaporkan· dlalami oleh lebih' dari separ.uh pasien RO yang berpengaruh besar pada QOL' Keluhan NMS merupakan beban tambahan bagi caregiver disamping keluhan gejala motorlk. NMSQ telah dibuat untuk menilai frekuansi dan severltas NMS pada PD. GetataNMS yang paling sering ditemukan adalah· nokturia (66,7), gangguan ber.kemih (61 %), kontipasi (46,7%), gangguan memori • (43,9%), depresi' (48,2%), insomnia:- (44,3%) dan gangguan konsentrasl (44%).



Perhlmpunan Dokter Spes/a/Is Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis







35



c.



Patofisiologi dan Patogenesis



Proses degereneratrf dari neuron-neuron dopaminerglk dl substansla nigra mengakibatkan gangguan dan kekacauan proses "clrculf' di ganglia basal. Bagaimana terjadinya proses degeneratif yang merusak kedua sistem nigrostriatal dan bagian-bagian otak lainnya belum sepenuhnya diketahui. Menurut hipotesis dari Braak dkk., proses degenerasi bermula dari bataAg otak bagian bawah, yang blsa mempengaruhi fungsi otonom. Kemudian substansia nigra dan inti lainnya di otak tengah juga ikut terpenga1111hi . mengaklbatkan gejala motorik yang khas pada PI!>. Meskipun belum ada konfirmasi yang tegas, namun dengan hlpotesis Braak et al. ini dapat dilihat ifustrasi yang memunculkan gejala motor dan nonmotor pada PD. Sejak simptom non motor mencakup suatu variasi simptom dalam berbagai aspek, keterlibatannya harus ada hubungan dengan disfungsi otak yang multipel dan difus. Sindroma depresi yang kemungkinan disebabkan oleh penurunan jumlah neuron-neuron serotonin 5-hydroxyindo/acetic acid (5-Hl) pada nucleus raphe dorsal, serta berkurangnya neuron-neuron dopamin di area tegmentum ventralis. Fungsi kognitif mungkin berhubungan dengan menipisnya dopamin tli nukleus caudatus yang terlibat dalam sirkuit ganglia basal-talamokortik"al dan saling terlibat dengan berbagal daerahkorteks prefrontal. Pembentukan lewi bodies sangat banyak di daerah ini. Hipotensi ortostatik agaknya disebabkan denervasi simpatetik dari kont1;0l sentral yang berlokasi Cili nukleus vagus dorsal, nukleus ambigus dan nuklei medular lainn~. Nuklei ini mengontrol neuron preganglion simpatetik lewat jalur desendehs. Dengan cara ini dapat pula dijelaskan terjadinya konstipasi karena hilangnya sel-sel dopaminergik dl traktus gastrointestinal. Sudah diketahui bahwa kebanyakan NMS memiliki respon buruk terhadap terapi dopamin, sebagaimana terllbatnya juga jalur lain seperti jalur serotonik dan non adrenergik. Braak dkk. (2006) memperkenalkan konsep proses patologis 6 stadium pada NMS. Stadium 1 dlmulai pada "induc:tion site", terjadi degenerasi bulbus olfaktorius dan nukleus olfaktorius anterior



36



·I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



bermanifestasl sebagal dlsfungsi olfaktorllls, Stadium 2 i,terjadi proses patologls di· batang otak bawah melibatkafl· nukleus batang. otak hingga · tel'jadl NMS sepertl pembauan, tidur, homeostasis, konstlpasi tlan kontrol otonom sentral. Trias gejala motorlk secara klinis pada PO muncul pada stadium 3 dan 4 dimana terlibat substansia nigra dan nucleus pada mesensefalon dan forebrain. Pada stadium 5 ·dan 6 proses patQiogis sudah rnet'\.9!¥18l.otak.~ a'Eia--neokortlkal, me,~ek$,tf9m~rafll Pengari.Jh terhadap area olfaktorlus semakin berat. Namun, l'lipotesis Braak memiliki keterbatasan karena pada kenyataannya ia membuat klasifikasi berdasarkan pada patologi Lewy body, bukan berdasarkan pada . kehilangan sel neuronal.



D. Gejala Non Motorik Pre-motor Suatu spektrum yang luas dari NMS pada PO sudah dijelaskan seperti terlihat dalam table 16 dlbawah lril. Dltinjau dari stadium-stadium yang dikemukakan oleh Braak et al. tahun 2003 (Stage in the evolution of PD related pathology) beberapa jenls NMS sudah dapat dildentifikasi sebelum sindroma motor muncul pada PD. Dapat ditambahkan bahwa ada beberapa NMS yang muncul karena diinduksi oleh obat-obatan parkinson. Beberapa jenis NMS telah teridentifikasi sebelum sindrom motor muncul pada PD. Ketetlibatlili korteks sereiDri dapat menyebl;lbkan perubahan perilaku dan kognisi terkait dEmgan beberapa faktor sepertl gangguan "dopamlnergie", "ser6tonln'tlrgic cottJSal enervatien" serta mel'lwrunnya produksi energi yang mengganggta . fuf:lgsi neuronal. Kelainan patologik ini sudah ada sewaktu dan malah muncul lebih dari setahun sebelum terjadinya kehilangan sel-sel terkait, serta atropi kortikal. 11 Dimasa datang identifikasi premotor atau identifikasi



"at risk" pada individu yang disangka menderita PO bisa didasarkan pada komunikasi deteksi NMS, umpan'lanya melakukan test kombinasi kelainan penciuman dengan deteksi .agljlnya REM-behaviour disorder (RBD) dan "functional imaging of the stadirJlfl (DAT scant, atau "trarlsctanial ultras6uf'ld' imaglnr? yang dapat menggambarkan hyper-echogef'lecity substansi~:t nigr~ pada PD~. Telah banyak dikeniukakan penjelasan-penjelasan :



Perhimpunan Dokter Spesia/is Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



37



ada empat "cardinal postulated" dari NMS yang diprediksi pada PO, yaitu kelainan neuropsikiatri, disfungsi otonom, gangguan sensorik, dan gangguan tidur. 12 Tabel 16. Gejala nonmotor pada Penyakit Parkinson 3



A. Depression, apathy. anxiety B. Compulsiveobsessive behaviour (possibly drug induced), repetitive behavior C. Attention deficit D. Hallucinations. illusion, delusion



E. Delirium F. An xiety and panic



a!lacks G. Dementia



A. REM sleep behavior disorder and REM loss of atonia B. Non-REMsleep related movement disorders



C. Insomnia D. Exces sive daytime somnolence E. Restless legs and periodic limb movements F. Nightmares or vivid dreams G. Sleep disordered breathing (sleep apnea)



A. Cardiovascular system: orthostatic hypotension : falls related to orthostatic hypotension: bracycardia or arrhymlhmia B. Gastrointestinal system: sialorrhea: dysphagia and choking; reflux, vomiting, anusea: fecal const ipation: fecal incontinence C. Urinary system: bladder distrubances; urgency and frequency; nocturia; incontience D. Reproductive system: sexual dysfunction: erectile impotence; hypersexuality (possibly drug induced) E. Thermoregulation: sweating; dry eyes (xerostomia), heal or cold intolerance



A. Pain B. Paraenthes ia



C. Olfactory disturbance



D. Fatigue E. Weight changes



Modified from Chaudhuri et al. '· REM = rapid eye movement.



E. Gangguan Neuropsikiatri Salah satu gejala non motorik PO adalah gangguan neuropsikiatri seperti depresi , psikosis , ansietas. Gangguan neuropsikiatri seperti ini sering tidak terdeteksi oleh klinisi pada hampir satu setengah dari kunjungan konsultasi. 1.



Depresi Depresi merupakan gejala NMS tersering yang terjadi pada setiap stadium PD, bahkan pada stadium awal atau kadang-kadang beberapa tahun sebelum munculnya onset PD. Diperkirakan depresi dapat terjadi pad a 27,6% penderita stadium awal yang pada akhirnya mencapai 70% pada penderita PD. Tidak terdapat korelasi antara depresi dan disabilitas motorik ataupun penurunan fungsi kognitif.



38



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



Depresi terdiri dari gangguan depresi major (17%), gangguan depresl minor (22%), dan dysthimia (13%) dan gejala depresif yang signifikan secara klinis muncul pada 35% penderita PD. 16 Namun gambaran klinis depresi pada PD berbeda dengan depresi klasik. Pada penderita PD, gambaran klinis berupa gangguan somatik seperti kekurangan energi, keterlambatan psikomotorik disertai iritabilitas tetapi tidak disertai adanya perasaan bersalah. Oepresi juga dapat dikaitkan dengan gangguan tidur, kekurangan waktu tidur yang nyenyak, penurunan libido, dan kurangnya l70 tahun, Skor UPDRS > 25, disertai depresi, mangalami geja!a mani~. agltasi, disorientasl dan pslkosis ketika diterapi dengan levodopa, facial masking saat didiagnosls, adanya stress psikologi, adanya gangguan kardiovaskular, status ekonomi dan tingk8t pendidikan yang rendah, bradikinesia dan gangguan postufal. Profil gangguan kognitif pada PO dapat dilihat dari berbagai area kognitif berikut ini: yaitu atensi dan fungsi eksekutif.Atensi merupakan proses penyarlngan informasi yang berhubungan dengan stimulus ektemal dan internal. Pada PO masih ada ketidaksepakatan apakah PO tanpa demensia beresiko mengalami



42



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lain11ya



Scanned for Compos Mentis



gangguan pada atensi sederhana. Fungsi eksekutif adatah fungsi yang berhubungan. deng~ realisasi tujuan (goat), prilaku adaptif, yang merupakan respon terhadap lingkungan baru atau lingkungan yang memberikan tantangao. Berbagai gangguan kognitif telah . di gambarkan pada CIND,dimana gejala yang menonjol adaiah defisit fungsi eksekutif. Memon dibagl menjadi·tnemori emosional, memori implicit dan m~"Etkpllsft. Evaluasi fungsi memori pada PD difokusksn



pada memori explicitdan ri'lemori implicit. Memori ekplisit verbal dan non verbal bisa ,terganggu pada PO tanpa demensia. befisit memori pada PO tidak seberat pada AD dan kwalitas gangguan memorinya juga berbeda. Gangguan memori deklaratif konseptual verbal (story recall) juga ditemukan pada PD dimana pengenalan kata-kata juga terganggu. Keterampilan visuospatial mencakup sejumlah kemampuan kognitlf terkait dengan pemrosesan informasi visual yang meiiputi pengenalan pola (facial recognition), kemampuan konstruksi (figure drawing), p~ngenalan warna (color naming), dan analisis. Pada CIND ternyata kemampuan visuoperceptual I visuospatial lebih buruk. Dilaporkan juga adanya gangguan pada penilaian orientasi garis (JLO), pengenalan · wajah; diskriminasi bentuk, penalaran, blok konstruksi dan figure copy. Gabungan dari defisit visuoperceptual dan halusinasi visual mungkin dapat meningkatkan rlslko perubahan terjadinya POD. Kira-kira 70% PO tanpa demesla dengan gangguan kognitif menjadi demensia dalam waktu satu tahun. Fungsi bahasa tnenjadi perhatian



utama walaupun dianggap



tidak domlnan sebagal gangguan kognitif pada PD. Tidak seperti AD, gangguan instrumental seJ)erti afasia, apraksia, atau agnosia jarang sekali di temukan pada POD, walaupun ditemukan halusinasi persisten atau rekuren dan delusi. The Movement Disorder Society telah mengusulkan kirteria spesifik untuk diagnosis klinis demensia yang berhubungan dengan PD. Ditemukari POD memilikl karakterlstik: gangguan attensi, memory, fungsi eksekutif



Perhimpunan Dokter Spes/a/is Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



43



dan visuospasial yang di kombinasi dengan apathy, gangguan afektif dan/atau halusinasi karena degenerasi tipe Lewy bodies di kortek serebri dan struktur limbik. Tabel17. Gambaran klinis demensia yang berhubungan dengan PD.



Karakteristik yang berhubungan



Atensi spontan yang fluktuatif •



Ganguan fungsi eksekutif pada tugas yang memerlukan inisiasi dan perencanaan. Bradifrenia







Ganguan fungsi visuo spasial, memory dan bahasa. Karakteristik prilaku yang apati, perubahan mood, halusinasi, delusi serta tidur siang hari yang berlebihan .



Karakteristik . yang beragam .



..



Pengobatan. lntervensi farmakologi demensia saat ini lebih



bersifat symptomatik. Data yang ditemukan bahwa rivastigmine (randomized,



pacebo



controled),



dual



asetil



dan



butiril



cholinesterase inhibitor telah dianggap sebagai terapi open label baik untuk PDD dan DLB. Rivastigmine di hubungkan dengan perbaikan yang cukup signifikan pada pasien PDD, tapi efek samping nya juga berat yaitu mual, muntah dan tremor.



44



Buku Panduan Tatataksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



5.



Demensia Demensia adalah perkembangan . defisit · kognitif multifi)el, menyebabkan gangguah fungsi pekerjaam dan,sosial, melibatkan gar~gguan kognitii seperti. memOi'l:, bahasa, praksls, 'pengenalarl' pbjek dan fungsi eks~kUtit Kelainan ini berkembang sebagai konsekuensi patologi PD disebut Parldhson's· disease demerttia complex {POD). Oernensia pada PD mungkin batu akan terlihat pada stadium lanjut, namun pasien PD telah memperlihatkai'l perlambatan fungsi kognitif dan gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal. Studi longitudinal menunjukkan bahwa gangguan fungsi kognitif pada PD yang meliputi gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang, dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibanding dengan proses penuaan normal. Resi ko Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%. tinggl .mengalami demensia pada PD adalah: Usia >70 tabun, skor: .U.I?DRS > 25; disertai depresi, mangaJami gejala mania, agltasl, dlsorienti:lsf dan psikosls ketika diterapi dengan levodopa, muka topeng saat dldiagnosls, adanya stress psikologi, adanya gangguan kar.diovas.kuler, status ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah, bradiklnesla, gangl;juan postural dan berjalan. Pengobatan. Rivastigmin, suatu acetylcholinesterase inhibitor ternyata efektif untuk pengobatan demensia pada PD. Pada POD terjadi penurunan kadar kolinergik sehingga inhibitor asetilcholinestarase yang lain mungkin juga bermanfaat. Memantine yang merupakan antagonis reseptor NMDA yang digunakan dalam pengobatan demensia Alzheimer, tidak efektif digunakan dallim pengobatan demensia pada P8. Sebuah studi menunjukan bahwa obat ini bahkan memperburuk gangguan motorik dan kognitif pada PD. Selegiline mungkin memperbaiki status neuropsikiatri namun ternyata masih minim penelitian yang menyokong serta dipertimbangkan penggunaannya karena mungkin menimbulkan halusinasi.



Perhimpunan Dokter Spesialis Sara! Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



45



6.



Disfungsi Otonom Disfungsi otonom pada pasien PD memperlihatkan beberapa gejala seperti dlsfungsl kar~iovaskular (hipotensi ortostatik, aritmia jantung), gastrolntestinal'(gangguan dlsmotilit lambung, gangguan pancernaan, sembalit, dan regurgitasi), saluran kemih (frekuensi, urgansi atau inkontinensia), seksual (impotensi atau hypersexual drive), dan termoregulafor (berkeringat berlebihan atau intoleransi panas atau dingin). Disfungsl otonom ini mungkin terlihat sebagai gejala dinl PD. namun lebih spesifik dikaitkan dengan stadium lanjut PD. Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18% dan gejala ini dapat dinilai dengan Scale For Outcomes in Parkinsons Disease- Autonomic// (SCOPA-Aun. Patofisiologi dlsfungsi otonom pada PO diakui akibat degen~si dan disfungsi nukleus yang memediasi fungsi otonom, seperti nucleus vagus dorsal, nukleus ambiguus, dan pusat medullary lalnnya (medulla ventrolateral rostral medulla, medulla ventromedial, nucleus raphe kaudal), yang mamberikan koQtrol yang berbeda pada neuron simpatis neuron preganglionik m~tplui jaras desendan.



6.1. Sistem Kardiovaskular Kondisi hipotensi ortostatik parlu mandapatkan perhatian khusus. Hipotensi ortostatik merupakan turunnya tekana.l!..~arah sistoiik sadikitnya 20 mmHg dan/atau diastolik sedikitnya 10 mmHg dalam 3 manit posisi berdl~i. Takanan darah saharusnya diukur setelah 15 menit pada posisl barbaring, setalah itu diukur satiap manit selama 45 manit saat berdiri disartai manghitung frekuansi jantung. Hipertensi ortostatik ini berkisar 20-58% pada pasien PD. Gejala dapat barupa dizziness yang berkaitan dengan posisi sering mangakibatkan jatuh, kelelahan atau bahkan pingsan. Gejala ini mungkin menjadi tanda awal dari PO dan mungkin berkaitan dangan berat dan lamanya panyakit. Pengobatan. Obat antiparkinson saperti levodopa, agoois dopamin, MAO inhibitor dapat menginduksi hipotansi ortostatik.



46



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Leinnya



Scanned for Compos Mentis



Penderita diminta untuk banyak minum air dan banyak mengkonsumsl garam, penderita diajarkan untuk bangui'l secara perlahan darl poslsi duduk dan menungg!J beberapa saat sebelum mulai.berjalan, bila- tidur dilatih d.engan posist kepala ditinggikan. Pemakaian stocking e/astic.yang mengkompresi tungkai juga dapat memperbaiki kondisi irti. Pada kasus yang berat, obat antihipotensi _ mungkin diperlukan. Obat-obatan yang biasa digunakan adalah fludrocortisone atau midodrine (agonis a-adrenergik): 6.2. Sistem Gastrointestinal Gejala gastrointestinal rnerupakan p_ermasalahan umum pada penderita PO ·seperti disfagia; konstipasi, ekseslve salivas! (sialorrhea, drooling). mulas, mual, dan .sembelit. Konstipasi dapat menjadi salah satu tanda awal bahkan sebelum munculnya gejala motOrik PD. Sebuah studi cross sectional baru-baru ini melaporkan drooling merupakan komplikasi yang sangat penting yang mempengaruhi QOL. a.



Konstipasi Prevalensi konstipasi 60 % dari semua pasien dengan PO Oi slni terdapat keterllbatan nukleus vagal dorsal. 1•26 Banyak · faktor yang l'nenyebabkan tinibulnya konstlpasi pada pasien PO, diantaranya mobilitas yang kurang, kurang Intake cairan dan makanan, dan gangguan sistem paraslmpatis yang menyeb~p~~n perpanjangan waktu transit makanari di koion. Selain itu, gangguan pada otot-otot striata pada dasar panggul juga menyebabkan evakuasi usus berkurang. Peran levodopa dalam gangguan intestinal tidak jelas, namun beberapa pasien merasakan perburukan saat memakai obat ini. Pasien dengan gangguan motor fluktuasi, kesulitan defekasl saat fase "off" akibat spincter eksternal tidak bisa relaksasi. Hal inl disebut "anismus". Pada stud I yang lain gangguan control otot dasar pelvis biasanya saat "on" atau "off".



Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



47



Pengobatan. Pengobatan konstipasi meliputi, diet tinggi serat dan intake cairan yang cukup, Obat-obat kholinergik· pyridostlgmln bromida dapat meningkatkan kerja system paraslmpatlk sehlngga memperbaiki peristaltik. Obat-obat dopaminergik bloker, obat-obat serotonergik dan Polyethilen glycol powder (dlkenal dengan merk mlralax) 17 grlhS:ri dilarutkan dalam segelas air (diminum sebelum tidur). Jika dengan semua terapi dlatas masih terjadi konstipasi, maka harus dibantu dengan lnjeksi aphomorpine pada muskulus puborektal. Konstipasi dapat menjadi permasalahan serius bagi pasien yang lebih tua, karena mereka tidak cukup berolahraga dan kurang mengkonsumsi cairan. Untuk itu, disarankan mengkonsumsi banyak cairan dan makanan yang berserat. Oiahragl:! secara teratur dapat meningkatkan motilitas usus. Penggunaan obat antikolinergik harus dikurangi. Obat pencahar, dan enema digunakan jika gejala telah persisten. b.



Disfagia Gejala klinis awal disfagia yang sering muncul adalah sering tersedak bersamaan dengan kesulitan menelan makanan. Disfagia muncul pada penyakit Parkinson fase lanjut. Pada fase awal, pasien sering tidak mengeluhkan disfagia. Namun dilaporkan bahwa gangguan menelan pada pasien PD asimptomatik usia tua yang menilai otot-otot wajah, lidah dan palatopharingeal dengan menggunakan video fluoroscopy, telah terdapat p~ling tidak satu gangguan menelan walaupun pasien tidak mengeluhkannya. Pada fase lanjut terlihat pada x-foto jalannya Barium terlihat lamban dan makanan terkumpul di sekitar tonsil. Hal ini bisa berbahaya dan dapat menimbulkan "choking dan aspirasi". Disfagia menyebabkan pasien tersedak dan ada kemungkinan aspirasi pneumonia. Penderita diberi makanan lunak dan mengunyah makanan secara sempurna sebelum ditelan.



48



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



Pengobatan. Pasien diperintahkan waktu makan mengunyari makanan lunak secara menyeluruh -sebelum ditela,n. Pada disfagia dapat diberikan diet makanan lunak, terapi dopaminergik (Levodopa), konsultasi dengan Speech pathologist. Pada stadium· lanjut mungkin diperlukan gastrostomi untuk meningkatkan QO; . serta mungkiA diperlukan untuk meningkatkan gizi, meneegah terjadinya aspirast. c.



Excessive Salivati_on (Sialorrhea, drooling) Diperklrakari ,.~70.%* pasien penyakit Parkinson mengalami



drOolltltf. :*~• ite~adi -~.IAA. ~rena ·overprodukst. kele!'ljar s~llva~ melainkan karer'la kegagalan fungsi menelah karena disfagla yang dialarni pasieh. Postur tubuh yang membungkuk ke depan dan mulut yang terbuka juga berkOI"'tribusi tetliadap terjadinya drooling. Selain· menimbulkan ketidaknyatnanari, drooliMg bisa l'!lenimbulkan m•lah s~s- pad.a paslen . sep.erti aspirasi, malnutrlsi, dehidrasl dS!l derrriatitis lcont!k. Pengobatan. Drooling dapat diatasi dengan mengunyah permen karet tlan menghisap permen yang keras, obat-obatan antikolinergik yang bekerja perifer, yang tidak melewati ass, gabungan gly.copyrrolatEf dan propantheli~. scopolamine'. Jika semua terapi diatas masih belum teratasi, bisa dilakukan injeksi Botulinum toxin e. d.



Nausea dan Vomitas Nausea dan vomitasberhubungan denganterapi dopaminergik. Jika nausea terjadi akibat dari gangguan motilitas lambung, maka hal ini akai'l menganggu absobrsi levodopa. Karena levo.dopa diabsorbsl, agen proklrietik (seperti domperidone) atau tambahan carbidopa akan memperbaiki nausea dan absorbs! levodopm



Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



I



49



. Mual muncul al.). Beberapa obat anti Parkinson potensial menyebabkan EOS, antara lain: levodopa, amantadin, COMT inhibitor dan antikolinergik. Oari semua obat tersebut, levodopa paling sering menyebabkan gangguan tidur ini, sedangkan selegilin hampir tidak pernah dilaporkan. Pengobatan. Manajemen pasien dengan EOS haruslah meliputi evaluas.i terhadap semua kemungkinan penyebab EOS. Bila EDS disebabkan oleh obat-obat Parkinson, sedapat mungkin obat penyebab tersebut dihindari. Jika tidak memungkinkan maka dibuat perencanaan yang baik sebagai tindakan antisipatif setelah minum obat, menghidari berada diruang yang gelap, ventilasi buruk atau melakukan pekerjaan membahayakan. Selain itu, penggunaan obat caffeine dan modafinil dilaporkan efektif mengatasi EDS pada PD.



58



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



Modafin)l merupakan obat golongan stimulan, hampir sama dengan amfetamitl, met~mp.itamiflr,.metilpheAIGlate yang cara kerja obat lni dengan me.nl~atkan se.krest. monoamine dan' menghambat reuptak&sehlngga'ketersediaariny.a·dalam kadar yang cukup dl otdk. Kelebihannya, mo~iniHiiduga bekerja selektif menghambat reuptake dopamin. D.osisnya 1 00 mg tiap pagi selama 5 hart Dosis tambahan, dapat diberikan pada saat makan siang. Dosis maksimal 600 mg/hari. c.



Gerakan berlebihari ketika tidur Aktivitas motorik berlebihan dan tak normal ketika tidur yang sering dijumpai pada PD misalnya: REM. behavior disorder (RBD), restless leg syndrome (RIZS), periodic movement of limb during sleep (PMLS), persisJe.nt parj



§



~



&



~



.g>



"'53·



~



[;?



~



:;-



.'



i.



~v;-



~ .a



Tidak



~



Penyakit Parkinson klasik.



3§•



Postural Pasien meminum obat yang dapat menyebabkan tremor?



!



Coba pemberian obat dopaminergik



Kemungkinan tremor induksi obat



!



Percobaan penyingkiran obat



Tidak Kemungkinan gejala awal penyak~ Parkinson



!



Monitor



--. --



Kinelik Tre(llOr keadaan khusus (mjl"ulis. bekerja)7 •



I



~---1



~



Ttdak



l



Rlwayat ketergantungan alkohol?



! Riwayat. alkoholisme kronik1



JYa



Gejata atau Ianda lain dari penyak~ sistemik?



Tremor fisiologis meninggi



Tes hipertiroid, hipoglikemia; serangan panik, putus zat benzodiazepine



Tidak! Tremor esensial



! Coba pemberian bela biQker, primidone (mysoline)



Gambar 1. Algoritma untuk mengevaluasi tremor



_... 0



(.U



Scanned for Compos Mentis



I



Tremor alkohoJ



I ! Ya



!



Tremor intensi



Tremor kinetik padn peke~aan tertentu



~T-



Kemungkinan tremor putus alkohol



Tidak



--! Tidak Riwaya,t toksisitas !ilium



JYa Tremor toksil
el



D.



Sindrom Tremor 1.



Tremor normal 1.1. Tremor fisiologis Tremor fisiologis dapat ditemukan pad a setiap orang, merupakan tremor aksi postural ringah, dengan amplituda rendah, frekuensi tinggi, pada tangan antaca 6-12 Hz. Biasanya tidak kelihatan. Tremor fisiologis tel'diri atas 3 komponen utama, yaitu (1) komponen mekanik dan sebagian besar akibat vibrasi pa&if yang diinduksi kekuatan eksogen atau endogen. Faktor yang panting meliputi aktivitas jantung, kelembaban dan resonansi tungkai yang terkena, sinkronisasi umpan balik dari kelompok otot, dan derajat usaha dan aliran frekuensi saraf motorik spinal. (2) ~aat. istirahat, tremor ditentukan oleh faktor kardiobali_~tik. (3) komponen yang ditentukan oleh resonansi mekanlk dengan frekuensi. 8-12 Hz yang berhubungan dengan pusat getaran pada slstem saraf pusat, yaltu olivocerebellar. Komponen 'lni tidak tergantung oleh panjang arkus refleks, laju lompatan motor neuron, atau sifat mekanis dari tungkai.



1.2. Enhanced physiologic tremor (EPT) Merupakan salah satu tipe tremor postural yang memiliki frekuensi yang sama dengan tremor fisiologis namun dengan amplitudo yang lebih besar, biasanya pada suara atau ekstremitas tetapi tidak pada kepala. Hal ini disebabkan oleh derajat sinkronis@si ur.~it-.motoAk...yalilg,~leblh tiRggl . yang. merupakan refleks qari peningkatan umpan balik yang melewati aferen dari kumpari!n otot, aktivitas saraf perifer dan sentral. Biasanya terlihat pada posisi tangan direntangkan pada sisi tubuh pada keadaan takut dan cemas, gangguan metabolik (hipertiroid, tirotoksikosis, hiperkortisolisme, hipoglikemi), feokromositoma, latihan fisik intens, alcohol withdrawal, obat sedatif, dan efek toksik dari beberapa obat-litium, asam nikotinat, xanthines (kopi, teh, aminofilin, cola) dan kortikosteroid. Hal-hal ini menyebab~an stimulasi otot tremorogenik reseptor beta-adrenergik met~lui



1 04



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



peflingkatan sirkulasi katekolamin. Karakteristik dari tremor ini adalah tremor menghilang jikl;l faktor pemicu atau faktor yang mendasari dihindari. Amplituda tremor fisiologis dapat diatur melalui pengaturan suhu, atau melalui supraspinal, seperti penglihatan, dan obat-obatan yang berinteraksi dengan reseptor ~.



Penatalaksanaan. EPT dini~lai dengan mengehda1ikan rasa takut atau cemas, atau pemiou. dari tremor tersebut. Walaupun pengobatan kausal tidak dapat menekan tremor dengan baik; propanolol dan golongan ~-bloker lainnya direkomendasikan, Salah satu efek dari 13-bloker adalah sebagai ansiolitik dengan menekan respon somatik (palpitasi, getaran) melalui pei'Tekanan pelepasan epinefrin yang diinduksi oleh stress emosional. Dosis obat-obat yang dapat diberikan pada tremor fisiologis meninggi yaitu propanolol (160 mg/hari), atenotol (200 mg/hari), metoprolot (200mg/iiafi);- n·~cioiol (BO mgthari), tirttolol (20 mg/ .. ' ·' hari). Pemberian alkohol juga dapat mengurangi gejala tremor fisiologis meninggi. 2.



Tremor esensial Tremor esenslal (tremor herediter, tremor familial, tremor esenslal benigna) merupakan tremor aksi (postural dan kinetik) bilateral pada tangan dan lengan, dan kepala yang berkembang progresif lambat dalam waktu sedikitnya 3 tahun. Onset tremor meningkat pada usia dekade kedua dan keenam dan mengenai 95% pada tangan dengan frekuensi rendah daripada kaki, 34% pada kepala, 20% pada kaki, 12% pada suara, 5% pada wajah dan 5% pada badan. i3iasanya dimulai pada salah satu Iangan, kemudian berkembang menjadi bilateral, terutarr\a pada pergerakah fleksi-ekstensi siku dengan frekuensi 4-1 ~ Hz. Pada kepala, tampak sebagai gerakan ·kepala. Y~:ya atau ttdak-tidak. AmpliWdo menihgkat .dengan stress, kelelahah, dan penggunaan obat~Q.batan stimulan ssp' serta pad a aktivitas volunter seperti memegang garpu atau cangkir. Terdapat kriteria klinis untuk mendiagnosis tremor esensial menurut Movement



Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



11 05



Disorder Society, yang menggunakan kriteria inti dan kriteria



sekunder. Tabel 2. Pedoman untuk diagnosis Tremor Esensial



Tremor aksi bilateral 'pada Iangan dan lengan alas (tetapi bukan tremor istirahat)



Tidak ada Ianda neurologis yang lain kecuali fenomena roda gigi



Bisa ada tremor kepala tanpa sikap yang abnormal.



Durasi lama



(> 3 tahun)



Riwayat keluarga



Berespon terhadap alkohol



Tremor unilateral, tremor fokal, tremor kaki, kelainan gaya berjalan, rigiditas, bradikinesia, tremor istirahat



Onset tiba-tiba atau cepat



Obat yang digunakan saat ini dapat menyebabkan atau mencetuskan tremor Bisa ada tremor kepala dengan sikap yang abnormal (head tilt atau berbalik)



Etiolog i dan patofisiologi tremor esensial belum pasti. Sekitar 50% tremor esensial disertai riwayat keluarga, yang merupakan



penyakit autosomal dominan, yang berhubungan dengan tiga lokus (ETM1 pada 3q13 , ETM2 pada 2p22-25 dan lokus 6p23) sebagai tambahan terhadap suatu polimorfis (Ser9Giy) pada gen pengkode reseptor dopamine 03 yang meningkatkan risiko tremor esensial. TE



klasik



dapat disebabkan



adanya



abnormalitas



pada



segitiga Guillain-Mollaret (nukleus ruber, nukleus oliva, dan serebellum) . Beberapa studi neurofisiologi baik secara langsung maupun tidak langsung menyatakan jaringan neuronal, termasuk thalamus (terutama nukleus ventralis intermedius).



1 06



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



korteks sensorimotorls, nukleus oliva inferior, dan serebellum menyebabkan tremor esenslal. Terdapat peningkatan getarari · dari . traktus olivoserebelaris ke traktus rubrOthalamikus. Peningkatan metaboHsme · glukosa pada nukleus oliva dan peningkatari aliran darah pada nukleus ruber, serebellum, ..dan thalamus bilateral pada pemeriksaan PET pada pasien tremor esensial. Pada binatang, tremor serupa tremor esensial dipicu melalui stimulasi nukleus oliva oleh harmalin alkaloid dan obatobat serotonergik.



Gambar 2. Spiral Archimedes oleh individu dengan dan tanpa tremor. esensial. (A) Gambar spiral pada pasien tr~mor esensial berat. (B) Gambar spiral pada individu tanpa tremor.



Gambar 3. Elektromiografi pada ekstensor digitorum communis (EDC) dan flexor carpiulnaris (FCU) pada pasien tremor esensial



Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia



Scanned for Compos Mentis



11 07



TE non-klasik atau tremor esensial tak terklasifikasi yaitu tremor yang disertai gejala-gejala neurologis lainnya, seperti ataksia, bradikinesia rlngan, atau hipomlmia; atau menjctdi tremor istirahat. Hal ini dapat salah didiagnosis dengan penyakit Parkinson. Namun, pada tremor esensial, tonus otot dan kekuatan otot normal. Penatalaksanaan, walaupun TE tidak dapat dihllangkan, beberapa pengobatan dapat dilakukan sebagai terapi' simptomatik, kuratif, atau neuroprotektif. Pada terapi simptomatik, medikasi sebaiknya dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan perlahan-lahan sampai dosls makslmal atau tampak ~fek terapinya. Pemberian alkohol dapat menurunkan gejala tremor, namun tremor dapat kembali lagi saat efek alkohol hilang dan bahkan lebih parah.



0 minutes



30 minutes



60 minutes



Gambar 4. Peningkatan bermakna pada tremor esensial. Gambar spiral pada awal (0 menit), 30 menit, dan 60 menit setelah mengkonsumsi etanol 40%.



Berdasarkan parameter praktis untuk pengobatan tremor esensial yang dipublikasikan oleh the American Academy of Neurology menyatakan pengobatan lini pertama pada TE meliputi propanolol 60-800 mg/hari dengan dosis awal 30 mg/hari, dan dapat diberikan dalam jangka panjang. Propanolol bekerja pada



108



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



komponen perlfer dari tremor. Penggunaan propanolol kerja lama (80. . 320 mglhalllt dosis satu kali ·Sehari sama efektifnya dengan propanotol ·kon~ensi.Qillal. Penghentian ~-bloker haNs ditakukan betangsUf';:.angsur. Kontraindikasi relatif propanolol meliputl asrna; gaga(.jantung kongestif, diabetes mellitus, blok at~ioventrikular, dan ~POK. Ja'ek samplng propanolol rneUputi



pwsing, kelelahan, impotensi, bradikardia, perubahan kadar darah, dan hipot8Ji!sl. P.timidone merupakan pengobatan llni pertama pada pa!SII:In usia tua dan paslen kontraindlkasl .13-bloker. Prlmldone adalah antikonvulsan yang dimetaboHsme mt:mjadi fenlletilmalonamid (PEMA) dan fenobarbltBI. Pemberian 94-~la



dimulai darl dosls kebil (62.5-30 mg/harO d~n ditingkatkap perlahan-lahan sar'np~i · 750 mg/hari (setara dengan propanQ)ol 120 mg/harQ, efektlf rliehgurangi tremor ekstremitas pada tremor esensiat. Efek samping primidone dapat ditemukan bahkari pada awal terapi, meliputi sedasi, kelelahan, nausea, vo'mitus, ataksia, malaise, pusing, konfusi, vertigo, dan reaksi toksik akut. Kombinasi propanolol dan primidone direkomendasikan jika pengobatan dengan salah satunya tidak adekuat. Pengobatan Ifni kMua pada TE meliputi gabapentin, to,e!ramate( clozapine, benzodlazeplne kerja lama (Cionazepam), injeksi lokal toksln botulinure. Gabapentln (900-3600 rng/hari ·Qibagl aa1am 3 dosis) merupakan salah satu antikonvulsan dengan struktur mirip neurotransmitter GABA inhibisl, digunakan sebagai terapi karena bukti adanya·gangguan system GABA-ergik pada tremor esensial, memlliki efikasi serupa dengan propanolol dan dapat ditoleransi dengan bail( Topiramate merupakan antikonvul~n yang memblok kanal sodium dan potensiasi aktivitas G~A. Dosis dimulai dari 25 mgltiari, dan dosis maksimal 400 mg/ hari. Efek sarnpln'g .meliputt pelllurunan nafsu niakan, penun.inan berat bad an, parestesia, .anoreksia, dan kesulitan konsentrasi.. Ctozapine (12.5-50 mg/hSFI) merupakan neuroleptik -..-atipikal dengan afek ekstrapframidal minimal dapat menurunkan tr'er'rt>t 50% dan amplitude 45%. 240 mg)), metoklopramlde, tetrabenazln, trifluoperazln, dan reseq?in. Amlodaron (mlnggu I pengobatan), flunarizln, dan clnnarizln menyebabkan· tremor Parkinson, namun blasanya dlsertal tremorfisiologls meninggl. Paparan kronis logam merkuri pada dokter gigi dapat menyebabkan tremor intensi yang disertai eretisme (ganggllan memori, eksitabilitas, insomnil dan delirium). Tardive tremor merupakan tremor frekuensi ·rendah (3-5 Hz), biasanya postural tetapi dapat pada saat istirahat atau selama pergerakan, dlsebabkan penggunaan jangka panjang obat-obat neuroleptik, dan biasanya resiko tinggi pada pasien wanita dengan tremor esensial dan usia tua. Penatalaksanaan tremor induksi obat dan intoksikasi biasanya dengan menghentikan pemberlan obat-obat yang daBat menginduksi tremM. Namun pada kasus dimana tremor tidak membalk walaupun obat-obat tersebut dihentikan, d.smat diberikan beta-bloker (propanolol, sotalol, atau metoprolol dosis rendah), triheksifenidil atau klozapin.



118



I



Buku Panduan Tatalaksana Penyaklt Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya



Scanned for Compos Mentis



Tabel 3. Pilihan obat untuk beberapa sindrom tremor



Primidone



x· x·



X



Gabapentin



X



X



Alprazo lam



X



Topiramate



X



Klozapine



X



lnj .Botox



X



Propanolol



~ 3~·



§



"'"'c:J



~



.g>



"'"'



;;;· ~



&;



~



s2-



"'"' ;;;· "'



I X



IX



lx



lx



X



Klonazepam







Fenobarbital



X



Asam valproat



X



L-dopa



X



Agonis dopamin



X



lx



I



I



IX



I



lx



IX



X



IX



-~ X



IX



X



x· x·



x· x·



X



X



X



X



Tetrabenazin Pembedahan



X



X



Antikolinergik



I



x· X



Karbamazepin



IX



X



IX



-_.. _..