Perencanaan Pendidikan MP [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I KONSEP DASAR DALAM PERENCANAAN PENDIDIKAN Perencanaan pendidikan didasari oleh beberapa konsep, konsep-konsep dasar yang akan dikemukanan ialah mengenai perubahan lingkungan pendidikan, kebutuhan organisasi pendidikan akan perencanaan akibat perubahan lingkungan, ciri-ciri sistem yang akan dipakai dalam perencanaan, dan beberapa teori perencanaan, dan beberapa teori perencanaan. Konsep-konsep itu akan dibahas satu persatu pada bagian berikut. Definisi perencanaan Definisi 1 Menurut Cunningham mengatakan bahwa perencanaan itu ialah menyeleksi dan menhubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi dan asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang untuk tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan di sini menekankan kepada usaha menyeleksi dan menghubungkan sesuatu untuk kepentingan masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya. Definsi 2 Perencanaan ialah hubungan antara apa adanya sekarang (what is) dengan bagaimana seharusnya (what should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program, dan alokasi sumber-sumber. Perencanaan di sini menekankan kepada usaha mengisi kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan pada yang akan datang yang sesuai dengan apa yang akan di cita-citakan, ialah menghilangkan jarak antara keadaan sekarang dengan keadaan mendatang yang diinginkan. Definsi 3 Perencanaan yang dirumuskan sangat pendek ialah : suatu cara untuk mengantisipasi dan menyeimbangkan perubahan. Disini makna perencanaan adalah usaha mengubah organisasi agar sejalan dengan perubahan lingkungannya. Ketiga difinisi diatas hakekatnya adalah : bermakna sama yaitu sama-sama ingin mencari dan mencapai wujud yang akan datang, tetapi yang pertama dan kedua tidak menyatakan secara eksplisit bahwa wujud yang dicari itu akibat dari terjadinya perubahan, termasuk perubahan dalam cita-cita. Dari pembahasan ini dapat dibuat suatu rumusan baru yaitu : perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat organisasi tetap berdiri tegak dan maju sebagai satu sistem dalam tenunan suprasistem yang tetap berubah. Lingkungan Lembaga Pendidikan Yang Selalu Berubah Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan ialah segala saesuatu yang ada diluar lembaga pendidikan, antara lain: perkebunan, persawahan, cara bercocok tanam, pasar, industri, masyarakat dengan segala pola kehidupannya, situasi masyarakat, kesenian, keakraban dan sebagainya. Di Indonesia dikelompokkan menjadi sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan keamanan. Semua ini disebut masyarakat. Jadi lingkungan lembaga pendidikan itu adalah masyarakat. Kalimat masyarakat berubah berarti segala sesuatu yang menyangkut diri manusia adalah berubah. Benarkah masyarakat selalu berubah?. Dari pengamatan se hari-hari memang benar demikian, apa yang dikerjakan orang-orang tua sekarang pada masa kanak-kanaknya dahulu lain dengan kegiatan kanak-kanak sekarang. Kadang-kadang orang tua suka bertindak regresi 1



mengidam-idamkan kepuasannya pada zaman dahulu, karena ia tidak merasakan kepuasan itu sekarang sebab sekarang tidak sama dengan dahulu. Namun untuk kepentingan perencanaan pendidikan di Indonesia tidak terlalu sukar untuk menemukan bagaimana pola perubahan itu terjadi dimasyarakat kita. Sebab banyak studi tentang perkembangan kemasyarakatan telah dilakukan dan ditulis konsepnya. Lebih-lebih bila perencanaan itu bersifat lokal atau desentralisasi hal itu lebih mudah dilakukan sebab perencanaan lokal atau para manajer pendidikan beserta stafnya telah banyak bergaul dan hidup bersama-sama dengan masyarakat setempat. Karena lingkungan lembaga pendidikan selalu berubah, maka diharapkan lembagalembaga pendidikan meningkatkan kontak hubungannya dengan masyarakat setempat dalam menangani problem pendidikan pada umumnya dan perencanaan pendidikan pada khususnya. Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan lingkungan itu lebih mudah diidentifikasikan bila dapat bantuan sepenuhnya oleh warga masyarakat. Organisasi Pendidikan dan Perlunya Perencanaan Keberadaan lembaga pendidikan di dalam tenunan masyarakat dapat memberi corak yang indah dan menarik bagi tenunan masyarakat secara keseluruhan itu. Diharapkan membuat masyarakat lebih terampil bekerja, dia yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan pengetahuan warga masyarakat, diharapkan dapat mengembangkan semangat mereka, kegotong-royongan mereka, kesusilaan mereka dan sebagainya. Organisasi Pendidikanlah yang diharapkan dapat membantu meningkatkan pembangunan masyarakat dalam segala seginya. Disini tampak mengapa lembaga pendidikan itu dipandang sebagai mercu penerang. Karena ia berusaha menerangi masyarakat, membuat masyarakat lebih jelas tentang bagaimana kehidupan itu dan bagaimana seharusnya orang hidup. Lembaga pendidikan membuat masyarakat tidak tertinggal dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat lainnya. Lembaga pendidikan harus dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat, ia harus toleran dengan masyarakat. Perubahan secara sistematis dan terarah untuk jangka panjang membutuhkan waktu, biaya, tenaga, dan sumber-sumber lain untuk masa yang lama. Hal ini membutuhkan perencanaan pendidikan. Suatu perencanaan yang menyangkut lembaga pendidikan sebagai satu kesatuan, termasuk organisasinya, stukturnya, personalianya, programnya, biayanya, dan sumbersumber pendidikan lainnya. Besar kecilnya segi-segi lembaga pendidikan disangkutkan dengan perencanaan bergantung pada luas ruang lingkup yang direncanakan. Bila dibuat bagannya hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dan dengan perubahan akan tampak sebagai bagan I. Dalam gambar itu lembaga pendidikan akan bergerak menurut arah panah mencari program yang baru, tujuan baru, dan kegiatan baru. Gerakan pembaharuan ini searah dengan gerakan perubahan yang terjadi di masyarakat seperti yang ditunjukkan oleh arah panah. Ketiga hal itu, lembaga pendidikan, masyarakat, dan erubahan, bergerak bersama karena mereka adalah merupakan suatu sistem. masyarakat Lembaga Masyarakat pendidikan Sekarang



yang akan datang



Bagan 1 : Gerak masyarakat, lembaga Pendidikan, dan perubahan Sayang sekali perubahan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan selalu diiringi oleh kekurangpastian dan kecemasan. Hal ini sangat mungkin karena perubahan itu bersifat kompleks. 2



Mengambil satu segi pendidikannya saja cukup sulit, lebih-lebih kalau sudah dipraktekkan. Hal ini mengingatkan kepada para perencana bahwa program yang direncanakan hendaklah jelas dan operasional. Goodlad mengemukakan halangan lain yang menghambat proses perubahan adalah bahwa sekolah-sekolah jarang tahu bahwa membutuhkan perubahan. Hasil observasinya menunjukkan bahwa pada umumnya sekolah-sekolah tidak tahu apa fungsi mereka sesungguhnya, bagaimana mendistribusikan sumber-sumber pendidikan, bagaimana mengetahui perpedaan para siswa, beberapa waktu yang seharusnya dipakai dalam pengajaran, dan apa saja seharusnya dilakukan oleh sekolah. Namun untung, sekolah-sekolah itu tidak selalu berdiri sendiri dalam merencanakan sesuatu untuk mengadakan perubahan. Mereka biasanya dibarengi atau dibimbing oleh atasan mereka oleh staf perencana dari kantor-kantor pendidikan daerah dan pusat. Dalam situasi lingkungan/masyarakat yang sangat meresahkan, perencanaan dikembangkan dengan sifat yang amat berbeda. Mungkin banyak dikerjakan tujuan-tujuan yang berbeda, yang keputusan-keputusannya merefleksikan kompromi, sehingga penyelesaian yang optimal mungkin tidak dapat dicapai. Mungkin juga ada usaha untuk mengubah lingkungan. Dalam hal seperti ini perencanaan lebih bersifat memajukan belajar organisasi secara keseluruhan. Itulah suatu gambaran bahwa para perencana semakin menghadapi tantangan dalam pekerjaannya. Perubahan masyarakat semakin cepat, semakin banyak faktor yang terlibat di dalamnya, yang membuat perubahan itu semakin kompleks, yang menambah rumitnya mengadakan prediksi. Perubahan masyarakat yang tidak hiraukan akan menggoncangkan lembaga pendidikan itu sendiri. Hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan sebagai mercu suar yang harus dapat memberi kedamaian kepada masyarakat dan lembaga. Evolusi perubahan masyarakat menuntut perubahan pula dalam perencanaan pendidikan, agar perencanaan mampu menunjang evolusi itu dan dapat mengatasinya. Soumelis menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan pendidikan berevolusi. Faktor-faktor itu ialah (1) perubahan tujuan eksternal dan internal sistem pendidikan, (2) perubahan berpikir sosial politik, (3) semakin berkembangnya struktur administrasi pendidikan, tiap-tiap lembaga memiliki struktur sendiri-sendiri sehingga membutuhkan perencanaan sendiri-sendiri pula, (4) interes-interes khusus pada para penanggung jawab perencanaan, sesuai dengan bidang studi mereka masing-masing, (5) struktur pendek pada perencanaan yang bersifat mesin, suatu perencanaan yang terpusat dikerjakan oleh pemerintah pusat, dan (6) tekanan dari problem-problem yang bersifat akut, yang dulu diselesaikan dengan perencanaan jangka pendek, nanti seharusnya dikaitkan dengan perencanaan jangka panjang. Selanjutnya Soumelis juga memberikan informasi-informasi yang sepatutnya dipakai sebagai dasar perencanaan. Informasi-informasi yang dimaksud, pertama, nilai-nilai masyarakat dikembangkan lewat pendidikan dapat dibenarkan, maka sesungguhnya semua nilai itu dapat ditempatkan untuk pendidikan. Dan memang seharusnya demikian. Pendidikan dan perencanaannya tidak dibenarkan meninggalkan nilai-nilai masyarakat. Kedua, sikap siswa terhadap pendidikan dan pekerjaan. Setiap siswa memiliki sikap sendiri-sendiri terhadap pendidikan dan pekerjaan. Tetapi sebagai mahkluk sosial ia terpengaruh oleh sikap teman-temannya yang telah mendapat pengaruh pula dari lingkungannya. Ini berarti akan terjadi kelompok-kelompok sikap baik menurut generasi maupun menurut wilayah atau daerah. Sehingga akan menguntungkan pihak perencana pendidikan, yang tidak perlu mengidentifikasi sikap itu secara individual satu persatu. Melainkan cukup diidentifikasikan secara kelompok. Ditinjau dari segi ini maka cukup berbahaya bila perencanaan itu terpusat dengan memandang sikap para siswa sama. Perlu pula diketahui bahwa variasi sikap siswa terhadap pendidikan dan pekerjaan beragam. Ada kelompok siswa terhadap pendidikan yang ingin belajar setinggi-tingginya, ada yang belajar hanya sebagai alat untuk bekerja, ada yang ingin bekerja dulu belajar kemudian, ada yang asal bisa bekerja tidak perlu belajar dan sebagainya. Variasi-variasi ini perlu dipertimbangkan oleh perencana. Ketiga, hasil penelitian untuk pengembangan kurikulum dan pengambilan keputusan. Yang pertama perlu diperhatikan ialah sudahkah hasil-hasil penelitian untuk pengembang 3



kurikulum dan para pengambil keputusan sudah memeriksa hasil-hasil penelitian yang dapat dimanfaatkannya untuk keperluan pekerjaannya. Bila belum seharusnya tatakerja seperti itu diperbiki, agar biaya penelitian dapat lebih didayagunakan disamping menyempurnakan hasil pengembangan kurikulum dan keputusan tersebut. Dengan tatakerja yang lebih mantap ini sudah tentu perencanaan pendidikan menjadi lebih sempurna. Kita sudah mengetahui bahwa perencanaan yang bersumber dari hasil-hasil penelitian relatif lebih dapt dipercaya dari pada informasi lain yang bersumber dari non penelitian. Itulah sebabnya mengapa sebelum perencanaan dimulai para perencanaan dimulai pra perencana diharapkan melakukan survey terlebih dahulu. Keempat, fungsi dan performan sistem pendidikan. Pendidikan kejuruan misalnya tidak sama fungsi dan performasinya dengan pendidikan umum. Begitu pula halnya dengan pendidikan teknik tidak sama dengan pendidikan ekonomi, juga berbeda dengan pendidikan agama misalnya. Para perencana sudah tentu sudah bisa memilah-milah fungsi dan performan itu pada tiap-tiap sistem pendidikan. Perencanaan tidak lebih berbeda dengan fungsi dan performan pada sistem pendidikan yang direncanakan. Kelima, fungsi dan pengembangan pasaran tenaga kerja pada masa mendatang. Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pasaran tenaga kerja dapat dikemukakan. Dua diantaranya ialah para majikan mengatakan bahwa guru-guru tahu amat sedikit tentang kenyataan kehidupan diluar dunia pendidikan, hasil observasi pada awal penataran guru menunjukkan bahwa benar-benar dunia pendidikan terpisah dari dunia lain-lain (termasuk pasaran kerja, kecuali pendidikan ekonomi). Penelitian yang lain menyatakan bahwa majikan pada umumnya lebih terganggu oleh sikap yang tidak cocok pada para pekerja dari pada ketidakketerampilan mereka, meskipun seringkali para majikan susah menyatakan secara persis apa yang mereka cari. Kadang-kadang mereka menyatakan pandangan bahwa guru-guru punya sedikit kesulitan dalam bekerja sama dengan majikan. Pekerja yang mereka cari ialah yang intelgen, fleksibel, manusia yang dapat menjelaskan dirinya sendiri, berpikir tentang apa yang mereka kerjakan dan dapat menyesuaikannya. Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan ada kesejangan antara dunia pendidikan dengan dunia usaha. Tugas pendidikan bukan satusatunya untuk menyiapkan manusia pekerja atau merupakan layanan terhadap dunia usaha. Pendidikan adalah merupakan layanan terhadap segala macam kebutuhan manusia, kita ingat bahwa manusia berkembang karena pendidikan. Namun demikian pendidikan tidak boleh melupakan manusia sebagai calon pekerja, sebab manusia dapat hidup karena ia bekerja atau dihidupi oleh suatu hasil pekerjaan. Karena itu pengarahan pendidikan kepada tenaga kerja perlu diperhatikan. Perencanaan pendidikan perlu pula memperhatikan fungsi dan pengembangan pasaran tenaga kerja pada masa yang akan datang. Keenam, kemungkinan efek proses mikro pada teknologi pendidikan. Proses mikro ialah proses yang terjadi pada suatu lembaga pendidikan yaitu proses mengembangkan dan menumbuhkan para siswa/mahasiswa melalui kegiatan mengajar. Proses ini diharapkan dapat menghasilkan tujuan-tujuan pendidikan yang diharapkan.tetapi kadang kala ada efek-efek sampingan yang muncul seperti persaingan, permusuhan, dendam atau sebaliknya kreaktivitas kerjasma, toleransi, gotong royong, ketelitian dan sebagainya. Semua kemungkinan efek-efek seperti timbul perlu diperhatikan oleh para perencana pendidikan. Ketujuh, kemungkinan perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi dikaitkan dengan perencanaan pendidikan dapat disangkutkan dengan lembaga pendidikan itu sendiri sebagai pemroses para siswa/mahasiswa, dapat pula disangkutkan dengan arah perkembangan siterdidik. Kemungkinan perkembangan ekonomi surplus dalam bidang pertanian misalnya dapat membuat lembaga pendidikan lebih giat berproduksi sebab dana meningkat. Sementara itu lembaga ini akan menyiapkan petugas-petugas pertanian lebih banyak dan lebih beragam serta dengan bekal ketrampilan teknologi pertanian yang lebih tinggi. Itulah tujuh macam informasi yang perlu diperhatikan oleh para perencana untuk dijadikan dasar perencanaan bagi pendidikan di masa-masa mendatang. Sementara itu Daft melengkapi informasi-informasi di atas dengan elemen-elemen yang perlu diperhatikan dalam proses perubahan. Elemen-elemen itu kebutuhan, ide, usul, pengambilan keputusan, implementasi, dan sumber-sumber pendidikan, yang digambarkan sebagai berikut. 4



Organisasi pendidikan Problem internal Lingkungan atau masyarakat



kebutuhan usul



keputusan



implementasi



ide Sumber-sumber penemuan Bagan 2 : Elemen-elemen dengan urutannya dalam proses perubahan (Draft, dengan penyesuaian) Gambaran tentang perubahan itu dengan elemen-elemennya pada hakekatnya merupakan gambaran tentang proses perencana. Perubahan itu dimulai dari luar organisasi sebagai lingkungannya atau masyarakat dan dari dalam organisasi pendidikan itu sendiri. Hal ini sejalan dengan uraian terdahulu bahwa lembaga pendidikan dengan masyarakat berjalan bersama menemukan bentuknya yang baru dalam proses perubahan (lihat bagan 1). Sumber perubahan dari dalam organisasi pendidikan adalah problem-problem yang dihadapi oleh lembaga dan penemuan-penemuan menyatakan kebutuhannya dan memberikan idenya. Ide dan kebutuhan ini dibahas bersama oleh personalia pendidikan dan para wakil masyarakat. Dari hasil pembahasan ini barulah muncul usul-usul yang diajukan kepada pihak pengambil keputusan yang biasanya dilakukan oleh manajer atau para manajer dilembaga pendidikan itu. Semua usul belum tentu otomatis diterima. Ia disaring dengan cermat bila perlu diadakan pertemuan bersama dengan perumus usulan, untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap. Sesudah itu barulah usul yang cocok dengan tujuan pndidikan dan yang mungkin dilaksanakan diterima dan diputuskan untuk diuji coba atau implementasi. Elemen sumber-sumber pendidikan memegang peranan terutama dalam memutuskan, mengusulkan, dan implementasi. Biasanya para pengusul suatu ide atau kebutuhan mempertimbangkan pula apakah ide atau kebutuhan itu mungkin dilaksanakan mengingat sumber-sumber pendidikan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan sumber-sumber pendidikan anatara lain personalia, dana, fasilitas, media, material, prasarana dan sebagainya. Perhatian terhadap sumber-sumber pendidikan sebagai bahan pertimbangan lebih besar pada para pengambilan keputusan dari pada para pengusul. Sebagai para pengambil keputusan sangat berhati-hati, sebab mereka yang merupakan penanggung jawab terakhir. Merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap berhasil atau gagalnya suatu implementasi. Dalam menghadapi lingkungan/masyarakat yang berubah, ada beberapa tindakan yang mungkin diambil oleh manajer atau tim manajer pendidik. Tindakan-tindakan itu adalah bertahan, terus mengadakan perbaikan, melakukan inovasi atau mengadakan perombakan total. Keempat tindakan itu secara berturut-turut disebut homeostatic, incremental, neomobilistic, dan metamorphic. Biasanya manajer yang bersikap tradisional mengambil tindakan yang homeostatic, karena ia percaya bahwa cara-cara lama adalah terbaik disamping takut mengambil resiko. Perubahan incremental hanya melakukan perbaikan sedikit-sedikit di sana sini terhadap programprogram yang sudah ada. 5



Sementara itu perubahan neomobilistic memperbaharui program-program lama dengan yang bersifat inovatif, dan hanya terhadap program yang sudah tidak cocok dengan keadaan lingkungan. Perubahan yang bersifat radikal adalah metamorphie, karena ia mengganti semua programnya yang lama dengan yang baru. Namun perubahan yang seperti ini jarang terjadi. Bila tingkat-tingkat perubahan dalam lembaga ini digambarkan adalah sebagai berikut. Homeostatic - statis - tidak ada perubahan - bertahan



Incremental Neomobilistic Metamorphie - bertahap - dinamis - radikal - perubahan pada - program yang baru - semua program yang ada hanya bila diperlukan prog. baru - perbaikan - inovasi - berubah Bagan 3 : Tingkat-tingkat perubahan pada organisasi



APAKAH SISTIM ITU? Dalam percakapan sehari-hari sering kita dengar kata sistem atau sistem dipakai dalam berbagai lapangan. Dan seringkali arti kata itu tidak cocok dengan artinya yang dipakai dalam dunia ilmu. Terlepas dari apakah ada arti lain selain arti bila dipakai dalam percaturan ilmu, kata sistem serta ciri-ciri sistem akan dijelaskan pada bagian berikut. Definisi Sistem Ada beberapa pemakaian sistem misalnya sistem keuangan, sistem kepegawaian, sistem pendidikan, sistem pengairan, sistem sosial dan sebagaianya. Dari contoh-contoh itu tampak ada satu kesatuan pada setiap obyek yang disebut dengan predikat sistem seperti ada satu kesatuan cara menangani keuangan, satu kesatuan memproses pengembangan siswa, satu bentuk pengairan dan seterusnya. Dalam setiap kesatuan itu ada aparat-aparatnya yang bekerja secara rapi dan sistematis melaksanakan tugasnya masing-masing. Namun tugas aparat yang satu dengan aparat yang lain selalu saling berkaitan. Suatu bendungan air misalnya akan berkaitan dengan sungai inti yang dibendung, berkaitan dengan saluran sekunder, dengan sambungan tertier, dan bagianbagian lainnya. Begitu pula pekerjaan guru dalam kesatuan proses pengembangan siswa, berkaitan dengan tugas para pegawai pendidikan, berkaitan dengan pekerjaan para siswa itu sendiri, dan tugas-tugas lainnya. Di samping berkaitan satu dengan yang lain bagian-bagian itu teratur secara hierarkis dan logis. Rakyat selalu tempatnya paling bawah disuatu desa, sementara itu kepala desa selalu paling di atas, dan di antaranya ada ketua RW dan ketua RT beserta stafnya. Itulah gambaran umum yang dinamakan sistem. Ada yang mengatakan sistem itu sebagai suatu strategi, ada pula yang mengatakan sistem itu sebagai cara berpikir atau model berpikir. Kalau kita berkata tentang sistem pemerintah desa, maka dalam pikiran kita terbayang bahwa ada kesatuan, bagian yang berelasi, dan sebagimana seperti uraian diatas yang memudahkan kita membawa abstraksi itu ke dalam konsep lain atau memudahkan kita memecahkan masalah yang ada di desa atas dasar abstraksi tersebut. Jadi dengan menggambarkan desa itu sebagai abstraksi, berarti kita sudah membuat strategi atau mempunyai model berpikir untuk menangani desa itu. Mc Ashan mendifinisikan sistem sebagai strategi yang menyeluruh atau rencana yang dikomposisi oleh satu set elemen yang harmonis, merepresentasikan kesatuan unit, masingmasing elemen mempunyai tujuan sendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang logis. Satu set elemen yang harmonis menunjukkan sistem itu memiliki struktur atau bagianbagian yang berkaitan satu dengan yang lain. Sistem terdiri dari beberapa sub-sistem, setiap sub sistem terdiri dari beberapa sub-sub sistem atau tidak dapat dibagi lagi, begitu seterusnya sampai kepada bagiannya yang paling kecil. Bagian yang paling kecil yang tidak dapat dibagi itu disebut komponen.



6



Jenis-jenis Sistem Jenis-jenis sistem bisa ditinjau dari aspek-aspek tertentu. Dalam tulisan ini hanya ditinjau dari satu aspek saja yaitu aspek terbuka atau tertutup. Sebab aspek ini yang paling banyak dipakai orang. Dari aspek ini sebenarnya ada banyak jenis sistem, yang bersifat kontinum. Ialah dari sistem yang paling tebuka sampai dengan sistem yang paling tertutup. Namum tidak ada sistem yang 100 % tertutup. Sistem dikatakan terbuka kalau membuka diri terhadap lingkungannya sebab ia membutuhkan. Sebatang pohon bunga misalnya adalah merupakan sistem terbuka. Ia hanya bisa hidup kalau mendapatkan makanan dari tanah, air, udara selama hidupnya. Tetapi ia sebagai tanaman adalah merupakan suatu kesatuan. Begitu pula halnya dengan pasar, ia tidak akan berfungsi sebagai pasar tidak ada barang keluar masuk, orang-orang keluar masuk dan sebagainya. Sebaliknya pada sistem tertutup ia menutup diri terhadap lingkungannya. Arloji tangan misalnya tetap akan hidup menunjukkan waktu tanpa menghiraukan apakah lingkungannya gaduh, tenang atau bersedih hati. Dan ia tidak perlu dilayani selalu untuk dapat makan dari lingkungannya. Begitu pula halnya dengan kipas angin misalnya. Satu kali ia di hidupkan ia akan berjalan terus tanpa menghiraukan lingkungan sampai satu ketika ada oarng mematikannya atau kipas itu rusak sendiri. Jenis sistem yang separuh terbuka dan separuh tertutup sukar di identifikasi dan di tentukan cirri-cirinya. Begitu pula halnya dengan yang tiga perempat terbuka seperempat tertutup atau sebaliknya. Oleh sebab itu pada umumnya dikatakan ada dua jenis sistem yaitu sistem terbuka dan tertutup. Dari contoh-contoh sistem yang telah dikemukakan dapat diketahui sesungguhnya segala sesuatu yang ada di alam itu dapat dipandang sebagai sistem bergantung kepada ruang lingkup pandangan kita. Misalnya peredaran darah kita adalah satu sistem, sementara itu tubuh kita seluruhnya pun dapat pula dipandang sebagai satu sistem. Sistem terbuka - Kota - Sekolah - Rombongan gajah



Sistem tertutup - Mesin mobil - Lampu Lalu Lintas - Komputer - Robot - Listrik - Dst.



- Pendidikan - Keluarga - Dst.



Bagan 4 : Jinis-jenis sistem Sesudah mengetahui apa yang disebut sistem dengan berbagai contoh dan jenisnya, maka kini pembahasan dilengkapi dengan suprasistem seperti yang tertera pada definisi perencanaan. Suprasistem itu adalah sistem-sistem yang berada di sekeling sistem. Kalau kita memandang dunia kita sebagai sistem maka planet-planet lain merupakan suprasistemnya. Suprasistem rumah kediaman kita adalah rumah-rumah para tetangga kita. Lembaga pendidikan, sekolah atau perguruan tinggi sangat mungkin mempunyai suprasistem yang beraneka ragam, misalnya masyarakat, perkantoran, pasar, tegalan, sawah, peternakan, lapangan olah raga dan sebagainya. Adalah sebagai bagan berikut :



7



suprasistem sistem sub sistem sub-sub sistem komponen Bagan 5 : Sistem dengan bagian-bagiannya dan suprasistem Ciri-ciri Sistem terbuka Perencanaan pendidikan berkaitan dengan sistem terbuka. Oleh sebab itu yang dibahas adalah system terbuka. Berikut ini dikemukakan ciri-ciri sistem terbuka: 1. Mengimport energi, materi, dan informasi dari luar. Pendidikan akan mendatangkan pendidik/ pengajar, uang, alat-alat belajar, para siswa/mahasiswa dan sebagainya dari luar sekolah/perguruan tinggi. 2. Memiliki pemroses pendidikan akan memproses para siswa/mahasiswa sebagai bahan mentah dalam proses belajar mengajar untuk menjadi bahan jadi berupa lulusan-lulusan. 3. Menghasilkan output atau mengeksport materi, energi, dan informasi. Pendidikan di samping menghasilkan lulusan, ia juga dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan masyarakat sekitarnya. 4. Merupakan kejadian yang berantai. Input diproses mengeluarkan output, waktu berikutnya juga seperti itu berlangsung berkali-kali. 5. Memiliki negative entropy, yaitu suatu usaha untuk menahan kepunahan dengan cara membuat import lebih besar dari pada eksport. Usaha-usaha yang dilakukan dalam pendidikan ialah memperbaiki kerusakan-kerusakan, mengadakan test diagnostic dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat serta kemajuan zaman. 6. Mempunyai alur informasi sebagai unpan balik untuk memperbaiki diri. Segala informasi yang berkaitan dengan pendidikan dimanfaatkan oleh manajer/para manajer untuk mengambil keputusan dalam rangka mempertahankan dan memperbaiki organisasi pendidikan. 7. Ada kestabilan yang dinamis. Pendidikan selalu dinamis mencari yang baru, memperbaiki diri, mengajukan diri agar tidak ketinggalan zaman malah berusaha menyosong zaman yang akan datang. Tetapi dinamika itu dilakukan dalam batas-batas tidak sampai menggoyahkan organisasi pendidikan. 8. Memiliki diferensi, yaitu spesialisasi-spesialisasi. Dalam organisasi pendidikan ada bagian kepengurusan, bagian pengajaran, dan kepegawaian. Masing-masing bagian ini masih dapat dipecah-pecah lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. 9. Ada prinsip equifinalty, yaitu banyak jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Pemerintah memberi kesempatan kepada para pendidik untuk berkreasi menciptakan cara-cara yang lebih baik dalam usaha menajukan pendidikan. Itulah ciri-ciri sistem terbuka beserta penjelasannya yang berkaitan dengan lembaga pendidikan. Perencanaan pendidikan yang dibahas dalam buku ini memakai pendekatan sistem, yaitu sistem terbuka. Karena lembaga pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi merupakan sistem terbuka. Begitu pula halnya dengan kegiatan-kegiatannya seperti proses belajar mengajar, bimbingan konseling, praktikum dan sebagainya semua merupakan sistim terbuka. Bila kita mengadakan perencanaan dengan pendekatan sistem kita akan mendapatkan beberapa manfaat. Manfaat-manfaat itu ialah (1) menyeimbangkan ketidaktentuan, (2) 8



meningkatkan penghematan operasi-operasi, (3) memusatkan diri pada tujuan, dan (4) menyediakan fasilitas bagi kontrol. Bila perencanaan tidak dilakukan secara sistem, berarti ada kemungkinan bagian-bagian apa yang direncanakan dalam lembaga akan berjalan sendiri-sendiri atau kurang memperhatikan bagian yang lain. Hal yang seperti ini akan memberi peluang bagi terjadinya ketidaktentuan, kekurangharmonisan, dan dapat mengarah kepada kekacauan. Perencanaan dengan pendekatan sistem juga dapat meningkatkan dan menghemat operasioperasi. Sebab semua bagian perencanaan diperhitungkan sebelum operasi dimulai. Sementara perencanaan itu sendiri telah pula memperhitungkan bagian-bagian lain yang tidak ikut direncanakan. Dengan demikian tidak ada operasi yang tumpang tindih, bobotnya berimbang, dan waktu yang terbuang dengan sia-sia. Dalam perencanaan sistem, apa yang direncanakan dipandang sebagai sistem, sebagai suatu kesatuan dengan tujuan tertentu. Begitu pula halnya dengan bagian-bagian sistem yang direncanakan juga akan mengarah kepada tujuan yang satu tersebut. Itulah sebabnya perencanaan yang seperti ini dikatakan memusatkan diri pada tujuan, sehingga semua sumber pendidikan bisa dimanfaatkan secara efisien. Karena segalanya dilakukan secara integrasi atau terpadu dan diarahkan kesatu tujuan, maka hal ini akan memudahkan melakukan control. Melalui desain lebih-lebih perencanaan yang memakai PERT sudah tampak segala kegiatan itu dengan urutan waktunya. Dari uraian diatas mudah pula dipahami mengapa perencanaan sistem dikatakan mempunyai fungsi (1) menghindari tumpang tindih, (2) membuat uniform, (3) meminimalkan biaya, (4) mengurangi hal-hal kecil yang terisolasi, (5) membuat perubahan dan pertumbuhan secara sistem, (6) membuat koordinasi yang konsisten dan komperensif, dan (7) memberikan garis besar pengembangan yang kontinu secara sistem. BEBERAPA TEORI PERENCANAAN Hudson menunjukkan 5 proses perencanaan yaitu radical, advocacy, transactive, synoptic, dan incremental yang dikatakan sebagai taxonomy. Masing-masing teori perencanaan ini mempunyai cirinya sendiri-sendiri. Sementara itu Tanner mencoba membentuk teori tersendiri yang disebut teori SITAR sebagai gabungan dari kelima teori tersebut diatas. Masing-masing teori itu diuraikan satu persatu sebagai berikut “ Teori Radikal Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan. Pandangan para penganut teori ini adalah tidak ada lembaga pendidikan atau organisasi pendidikan lokal yang persis sama atau dengan yang lain. Oleh sebab itu kalau perencanaan tidak dilakukan oleh lembaga atau organisasi lokal itu sendiri, maka ia merupakan perencanaan yang naïf. Hanya perencanaan yang bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum dari pemerintah pusat/manajer tertinggilah yang dapat dipandang perencanaan yang benar. Dengan partisipasi maksimum individu-individu lembaga pendidikan organisasi pendidikan lokal dimaksudkan untuk mempercepat perkembangan personalia agar mampu menangani lembaganya sendiri terutama dalam perencanaan. Partisipasi di sini juga mengacu kepada pentingnya kerjasama antar personalia. Dengan kata lain teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani pendidikannya. Teori Advocacy Berbeda halnya dengan teori radikal, maka teori advocacy menekankan hal-hal yang bersifat umum atau jamak. Perbedaan-perbedaan lembaga, lingkungan, dan daerah tidak begitu dihiraukan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis, dan bernilai (advocacy = mempertahankan dengan argumentasi). 9



Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan umum secara rasional. Karena ia meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah /badan pusat. Teori Transactive Teori ini menekankan harkat individu, menjunjung tinggi kepentingan pribadi. Keinginan, kebutuhan-kebutuhan, dan nilai-nilai individu diteliti satu persatu sebelum perencanaan dimulai. Kontak empat mata dilakukan berkali-kali, komunikasi antar pribadi diadakan. Demikianlah ideide dievolosikan secara perlahan-lahan kepada orang-orang yang menaruh perhatian terhadap pendidikan terutama dikalangan personalia lembaga pendidikan. Teori ini juga menekankan sifat perencanaan yang desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti penganutnya juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan oleh personalia lembaga pendidikan itu sendiri menunjukkan perkembangan lembaga lebih maju, berarti terkandung pula di dalamnya ada usaha untuk mengembangkan organisasi pendidikan dari dalam. Teori Synoptic Diantara teori-teori yang sudah dibahas, teori synoptic ini yang paling komprehensif. Sebab itu di dalam kepustakaan sering disebut system planning, rational system approach, atau rational comprehensive planning. Teori ini sudah memakai model perpikir sistem dalam perencanaan. Obyek yang direncanakan dipandang sebagai kesatuan yang bulat, dengan tujuannya yang satu sering disebut misi. Obyek atau tujuan ini lalu diuraikan menjadi bagian-bagian dengan memakai model analisa sistem, sehingga sistem menampakkan strukturnya. Dengan menstruktur sistem sampai kepada komponen-komponennya, maka pekerjaan perencanaan menjadi lebih mudah. Sebab ia menghadapi tugas-tugas yang sudah spesifik. Proses perencanaan synoptic memakai langkah-langkah sebagai berikut : (1) pengenalan problem dan lingkungan, (2) mengestimasi ruang lingkup problem dan lingkungan, (3) mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian, (4) menginvestigasi problem dan lingkungan, (5) memprediksi alternatif, dan (6) mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian yang spesifik. Bila digambarkan adalah seperti berikut. 1



3 2



6 4 5



Bagan 6 : Proses perencanaan synoptic (Tanner) Tampak dalam bagan itu ada 3 bagian yaitu pertama yang mencakup langkah 1 sampai dengan 3, kedua yang mencakup langkah 4 dan 5, dan yang ketiga ialah langkah 6. Bagian pertama adalah merupakan analisis sistem, yaitu dimulai dari problem yang membuat kebutuhan dan tujuan, kemudian diuraikan atau dianalisa menjadi bagian bagian yang spesifik. Dalam analisa ini lingkungan selalu diperhatikan sebab problem tidak pernah lepas dari lingkungan. Bagian kedua merupakan penjelasan masalah yang dimulai dengan meneliti problem beserta lingkungannya yang akan menimbulkan alternaif-alternatif pemecahan. Penelitian terhadap lingkungan dalam bagian ini sangat penting sebab pemecahan masalah bergantung kepada sumber-sumber yang ada dalam lingkungan. Bagian ini oleh Kaufman disebut analisa metode dan alat. Sesudah itu barulah menginjak pada bagian ketiga yang dalam kepustakaan sering disebut implementasi, penilaian, dan reviu. Teori Incremental. Teori incremental dalam perencanaan berpegang kepada kemampuan lembaga dan performan para personalianya. Teori ini berhati-hati sekali terhadap ruang lingkup obyek yang 10



akan ditanganinya. Obyek yang ditangani selalu diukur atau dibandingkan dengan kemampuan lembaga dan performan personalianya. Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja. Perencanaan untuk masa beberapa tahun dilakukan dengan menambahkan perencanaan-perencanaan pendek yang sudah lampau. Inilah artinya increment. Perencanaan ini juga menekankan sifat desentralisai. Ia selalu berusaha mengadakan kontak hubungan dengan lingkungan atau masyarakat. Artinya si perencana dalam merencanakan objek tertentu dalam lembaga pendidikan, selalu mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan. Ada kerja sama yang akrab antara lembaga pendidikan dengan lingkungan dalam merencanakan sesuatu. Hal ini mengingatkan kita kepada perencanaan dengan pendekatan sistem. Memang teori ini juga sudah memakai pendekatan sistem, hanya dipakai dalam waktu yang terbatas, yaitu jangka pendek. Apa alasan perencanaan ini menekankan jangka pendek ? Karena jangka pendek lebih riil dan lebih mudah diwujudkan dari pada jangka panjang. Cunningham menyebutkan teori seperti ini sebagai “ art of the possible ” yang dia pertentangkan dengan “ art of ideal “ terhadap perencanaan sistem yang berjangka panjang. Selanjutnya teori ini dia sebut Disjointed – incrementalist model ialah konsep pembentukan yang kontinu pada situasi yang sedang berlangsung, setapak demi setapak, dan dengan tingkat perubahan yang kecil. Yang dimaksud dengan situasi yang sedang berlangsung di atas adalah situasi sekarang, yang dapat diartikan masa perencanaan yang pendek yaitu 1 tahun. Teori ini diilhami oleh filsafat pragmatisme, yang menyatakan yang baik adalah yang berguna pada masa sekarang. Yang berguna pada masa sekarang hanya dapat ditentukan dan dicari pada masa sekarang. Kita tidak tahu apa-apa tentang masa yang akan datang. Tujuan dan alat dalam filsafat ini adalah sama. Tidak ada tujuan yang tepat, ia selalu berubah bersamaan dengan perubahan alat untuk mencapai tujuan itu. Dasar Argumentasi teori disjointed-icrementalist ini adalah : (1) nilai, tujuan, dan empiris tidak terpisah satu dengan yang lain, melainkan sebagai suatu tenunan, (2) bila alat dan tujuan terpisah maka mereka sering terpisah atau tidak cocok, (3) test untuk perencanaan yang baik ialah kesepakatan antara kecocokan alat dengan pencapaian tujuan, (4) analiasa subjektif tentang kemungkinan hasil, alternatif-alternatif, dan nilai-nilai efektif cenderung dilalaikan, dan (5) bukti akhir perencanaan yang efektif ialah apakah ia diterima dalam arti bisa diimplementasikan dengan sukses. Alternatif-alternatif yang dipakai dalam perencanaan ini hanya dibatasi pada tindakantindakan sekarang saja atas dasar informasi yang telah tersedia, pengertian yang jelas, dan atas dukungan yang besar dari segala pihak yang berkepentingan. Teori SITAR Kata SITAR adalah diambil dari huruf depan pada keliama teori diatas, yaitu synoptic, incremental, transactive, advocacy, dan radical. Ini menunjukkan bahwa teori SITAR adalah gabungan dari kelima teori itu. Oleh Tanner dikatakannya sebagai complementary Planning Process, Suatu proses saling melengkapi antara kelima teoti di atas. Kelima teori itu yang dikatakan sebagai tradisional, bila masing-masing dipratekkan secara terpisah ia akan mencapai sasasaran yang tidak lengkap, sebab masing-masing punya ciri sendiri dengan penekanannya sendiri-sendiri pula. Dikatakannya lebih lanjut bahwa masyarakat teramsuk lembaga pendidikannya yang akan direncanakan tidak selalu konstan, mereka selalu berubah. Begitu pula masyarakat dengan lembaga pendidikannya pada satu daerah belum tentu sama dengan masyarakat/lembaga pendidikan daerah lain pada waktu yang sama. Masyarakat umum/nasional belum tentu sama dengan masyarakat daerah. Kepribadian masyarakat tertentu belum tentu sama dengan kepribadaian masyarakat lain. Kita sebenarnya menghadapi pelpagai corak masyarakat dan lembaga pendidikan secara ruang maupun waktu. Kita tidak dapat menerapkan satu teori tradisional saja dalam perencanakan pendidikan mereka. Oleh sebab itu satu-satunya jalan adalah menggunakan suatu teori itu. Itulah sesungguhnya proses perencanaan yang baru. Dalam kondisi tertentu atau daerah tertentu kita perlu memakai teori radikal bila hal itu kita pandang cocok. Dalam kondisi atau lembaga lain kita dapat menggunakan teori transactiv bila idividu-idividu daerah/lembaga itu sangat sensitive 11



terhadap masalah-masalah pendidikan. Begitu pula pada suatu keadaan kita dapat menggunakan teori advocacy bila kita memandang masyarakat umum lebih dipentingkan dari pada masyarakat daerah dalam objek tertentu yang kita rencanakan. Malah beberapa teori ini dapat digunakan sekaligus dalam satu perencanaan bila ternyata dengan tiba-tiba kondisi mengalami perubahan. Karena teori ini memperlihatkan situasi dan kondisi masyarakat atau lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi SITARS, yaitu S terakhir adalah menunjukkan huruf awal dari kata situasional. Berarti teori baru ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada penggabungan itu sendiri ada dasarnya, ialah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat. Teori atau Model Lain Di samping keenam teori perencanaan yang telah disebutkan diatas, ada pula beberapa model perencanaan yang tidak dimasukkan ke salah satu dari teori-teori itu. Dua diantaranya adalah simulasi dan game/permainan Mengapa simulasi dan game dapat dimasukkan sebagai teori, konsep, atau model? Sebab keduannya memenuhi kriteria yang dituntut oleh suatu model. Kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu model adalah pertama memiliki langkah-langkah proses ialah langkah-langkah dalam membuat konsep. Kedua, ada perspectif origins, yaitu wawasan yang asli dari orang-orang atau kelompok yang terlibat dalam proses. Dan ketiga, memiliki representation form, yaitu bentuk konsep yang final. Apakah simulasi dan game memenuhi kriteria tersebut di atas ? Marilah kita perhatikan uraian dan contoh-contoh berikut. Seorang calon guru merencanakan mengajar dikelas melalui latihan mengajar terahadap teman-temannya sekelas adalah model perencanaan simulasi. Dalam model ini ada langkahlangkah proses, yaitu mula-mula sicalon mempersiapkan diri di rumah secara lisan maupun tertulis dalam bentuk persiapan mengajar. Kemudian mengajar temannya, lalu dapat koreksi dan umpan balik dari teman-temannya dan guru atau dosen pembimbingnya, kemudian melakukan perbaikan, bila perlu mengajar teman-temannya lagi. Metode mengajar dan usaha menguasai kelas adalah merupakan ide asli dari sicalon guru, walaupun ide itu sangat mungkin kombinasi dari ide-ide yang sudah ada. Tetapi yang jelas tidak ada satu idepun yang cocok diterapkan pada semua situasi kelas. Sampai akhirnya ia mempunyai konsep yang relatif jelas tentang bagaimana ia akan mengajar di kelas sesungguhnya. Konsep ini adalah hasil perencanaan model simulasi. Begitu pula halnya dengan model simulasi yang dilakukan oleh kelompok ibu –ibu di masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah keluarga, dimana setiap masalah dipecahkan oleh peserta secara bergantian. Bila perlu mereka berdebat, tetapi kalau mereka tidak menemukan pemecahan, pihak yang mereka pandang paling tua dalam pengalaman dan paling mengerti akan kesejahteraan keluarga turun tangan memberi penjelaskan. Dalam perencanaan lembaga pendidikan kadang-kadang seorang perencana belum tahu banyak tentang apa yang harus dia kerjakan dalam rangka merencanakan perbaikan suatu unit sekolah, misalnya usaha meningkatkan komitmen guru dalam aktivitas sekolah. Salah satu cara yang dia tempuh adalah langsung terjun berpura-pura menjadi personalia tetap pada kantor pendidikan tingkat kabupaten yang membawakan beberapa sekolah. Melalui kerja sama yang akrab, dengan kunjungan berkali-kali ke sekolah, secara diam-diam ia mempengaruhi guru-guru menciptakan iklim yang baru, membentuk mekanisme kerja yang lebih baik dan sebagainya. Sampai suatu ketika ia melihat bahwa benar-benar terjadi peningkatan komitmen para guru. Dari keberhasilan ini di analisa faktor-faktor yang dia kreasikan tadi, mana yang berpengaruh terhadap komitmen itu. Hasil analisa lalu ia oleh menjadi konsep pengembangan komitmen guru. Konsep ini adalah merupakan perencanaan model simulasi. Bila simulasi-simulasi seperti itu dilakukan oleh beberapa perencana, masing-masing di tempat yang berbeda, tetapi objek yang direncanakan sama, hal ini dapat menjadi game atau dapat juga tidak. Ia akan menjadi model game hanya kalau ada usaha membandingkan hasil antara satu perencana dengan perencana lainnya. Perbandingan ini biasanya memakai aturan tertentu yang dikenal dengan aturan permainan. Atas dasar aturan itu seorang perencana dapat dinyatakan 12



sebagai juara atau pemenang pertama, kedua, ketiga, juara harapan dan sebagainya. Hasil perencanaan juara pertama biasanya diambil untuk diimplementasikan lebih lanjut/lebih luas. Reviu Teori atau Model Perencanaan Manakah yang terbaik yang patut untuk diambil melakukan perencanaan? Sesuai SITAR, sesungguhnya tidak ada teori yang tidak baik, Semua teori itu baik asal dilaksanakan sesuai dengan tempat dan waktunya yang tepat. Diantara teori-teori itu yang dipakai karena sejalan dengan konsep sistem ialah teori synoptic atau analisis sistem dan teori incremental. Kedua teori ini memakai pendekatan sistem, yang satu melaksanakan secara keseluruhan dalam jangka pendek maupun jangka panjang atau jangka pendek dijabarkan dari perencanaan jangka panjang dan yang satu lagi hanya melakukan perencanaan pendek-pendek saja. Oleh sebab itu tampaknya kedua teori ini bisa dipakai, namun pemakaian teori incremental tidak perlu lepas sama sekali dengan perencanaan jangka panjang. Paling sedikit ia manfaatkan perencanaan jangka panjang sebagai umpan balik, selanjutnya ia memiliki wewenang sendiri untuk bergerak sesuai dengan rasionalnya sendiri. Kedua perencanaan inilah yang akan dipakai dalam uraian atau pembahasan dalam buku ini selanjutnya.



13



BAB II PROSEDUR PERENCANAAN Suatu kegiatan mempunyai prosedur, yaitu cara yang ditempuh dalam kegiatan itu untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Prosedur dalam perencanaan adalah cara yang ditempuh oleh para perencanaan untuk merealisasi usahanya agar dapat terwujud suatu konsep perencanaan. Prosedur perencanaan adalah langkah-langkah yang ditempuh dalam proses perencanaan. Prosedur yang ditempuh oleh setiap perencana pendidikan seringkali bervariasi, tetapi dalam garis besarnya adalah sama. Prosedur perencanaan pendidikan dalam bab ini membahas tentang perencanaan partisipatori yaitu suatu perencanaan yang dikerjakan bersama oleh wakil-wakil peminat pendidikan baik dari kalangan lembaga pendidikan maupun dari kalangan masyarakat. Bagian lain yang dibahas adalah tentang ramalan dan pemograman (forecasting) dan pengambilan keputusan. Ketiga bagian itu adalah merupakan langkah umum dalam membuat rencana tertentu dalam pendidikan. PERENCANAAN PARTISIPATORI Kata partisipatori berasal dari kata partisipasi yaitu pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Perencanaan partisipatori berarti perencanaan yang melibatkan beberapa orang dalam suatu kegiatan. Perencanaan partisipatori berarti perencanaan yang melibatkan beberapa yang berkepentingan dalam merencanakan sesuatu yang diupertentangkan dengan merencanakan yang hanya di buat oleh seseorang atau beberapa orang atas dasar wewenang kedudukan, seperti perencana di tingkat pusat kepala-kepala kantor pendidikan di daerah, dan para kepala sekolah. Perencanaan partisipatori banyak melibatkan orang-orang daerah yang memiliki kepentingan atas objek yang direncanakan. Jenis perencanaan inilah yang akan digunakan dalam buku ini. Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat. Dalam bab I sudah dibahas bahwa lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) adalah milik masyarakat, dan berada di tengah-tengah masyarakat. Lembaga pendidikan adalah suatu sistem yang tertenun dalam suprasistemnya. Gambaran ini menujukkan ada hubungan yang erat antara lembaga pendidikan dengan masyarakat di sekitarnya, yang mengharuskan keduanya menjalin kerjasama, saling memberi dan saling menerima. Tanpa ada kerja sama, sebenarnya lembaga pendidikan telah kehilangan sebagian fungsinya, begitu pula halnya dengan masyarakat. Lembaga pendidikan tidak lagi berfungsi sebagai penerang dan pembaharuan masyarakat. Masyarakat tidak lagi memberi dukungan moral dan material kepada lembaga pendidikan, berarti sama juga kurang menghiraukan perkembangan putra-putrinya. Yang akhirnya dapat merugikan kedua belah pihak, malah lebih dari itu, bangsa dan Negara akan ikut menderita. Masyarakat dan bangsa sudah tentu tidak ingin hal seperti itu akan terjadi. Oleh sebab itu hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat perlu ditingkatkan. Guru-guru diharapkan menjadi rantai penghubung antara rumah, para siswa, dan sekolah. Dengan bekerja sama, para orang tua dan guru-guru dapat menyiapkan bersama situasi yang kaya dengan informasi yang digunakan untuk membuat sekolah sebagai tempat memperoleh pengalaman yang positif baik bagi para siswa maupun para anggota keluarga lainnya. Juga karena pendidikan didukung secara langsung dan tidaklangsung oleh para orang tua, mereka punya hak dan tanggung jawab untuk terlibat di dalamnya. Melalui kerja sama ini para orang tua akan meneruskan dukungan mereka kepada sekolah baik berupa financial maupun ide-ide. Kotler merumuskan proses hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat sebagai berikut: (1) identifikasi manusia-manusia kunci di masyarakat, (2) perhatikan angan-angan dan pikiran mereka terhadap lembaga pendidikan dengan kontak-kontak secara kebetulan, (3) rumuskan tujuan hubungan lembaga dengan masyarakat yang tepat dengan angan-angan dan pikiran mereka, (4) Nilai efektivitas biaya program itu, dan (5) implementasikan dan hasilnya. Proses antar hubungan seperti ini ditujukan untuk membuat program tertentu yang sudah nyata dalam waktu yang sudah ditentukan. Misalnya program latihan keterampilan tertentu bagi anak14



anak putus sekolah, program penbinaan pendidikan keluarga, program pemanfaatan masyarakat sebagai lingkungan belajar lembaga pendidikan dan sebagainya. Tetapi hubungan kerja sama yang bersifat umum yang mendukung pelaksanaan pendidikan pada lembaga kurang tepat memakai proses seperti tersebut diatas. Karena hubungan kerja sama lembaga pendidikan dengan masyarakat seperti ini akan berlangsumg selamanya untuk segala usaha lembaga dalam waktu yang tidak terbatas. Bentuk antar hubungan seperti ini dapat dilaksanakan sebagai berikut: 1. Rencanakan hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat dan monitor hubungan itu dilakukan oleh suatu tim. Tim tersebut hendaklah terdiri dari wakil-wakil pengajar, orang tua, dan siswa/mahasiswa. 2. Tentukan frekuensi dan efektifitas komunikasi. Alat-alat komunikasi dapat dipilih satu atau beberapa dari (1) barang cetakan, (2) audiovisual, (3) media identitas lembaga seperti kartu, uniform, lambang, gedung dan sebagainya, (4) surat kabar, (5) kejadian-kejadian seperti pertemuan, ceramah dan kegiatan di kampus/sekolah lainnya, (6) menghadirkan ahli pidato untuk mempulerkan lembaga, (7) layanan telepon umum, dan (8) kontak perseorangan. Masing-masing alat komunikasi tersebut hanya cocok untuk kegiatan kerja sama tertentu. 3. Personalia sekolah perlu dimotivasi untuk berpartisipasi dan didasarkan akan pentingnya kondisi rumah dan tentangga bagi kemajuan bagi para siswa/mahasiswa. Tim mengadakan pertemuan-pertemuan dengan personalia itu, mengajak mereka berpartisipasi dan bergotong royong melaksanakan tugas bersama. 4. Motivasi para orang tua/masyarakat untuk berpartisipasi dalam program hubungan dengan lembaga pendidikan dan menyarankan kepada mereka untuk ikut mengambil keputusan. Keputusan yang diambil bersama oleh lembaga pendidikan, masyarakat, dan wakil-wakil siswa/mahasiswa lebih menjamin kelancaran pelaksanaannya dari pada kalau diputuskan hanya oleh lembaga pendidikan saja. 5 Libatkan para orang tua dalam perencanaan tentang pendidikan putra-putra mereka. Dan libatkan pula mereka dalam memonitor kemajuan putra-putra tersebut. Dengan teknik pelibatan ini para orang tua akan merasa ikut sebagai personalia pendidikan, ikut memiliki lembaga pendidikan itu, dan ikut memperjuangkannya untuk mensukseskan putra-putra mereka dan kemajuan lembaga. 6. Libatkan para orang tua/masyarakat dalam pemecahan masalah yang baerkaitan dengan performan putra-putra mereka. Misalnya kenakalan baik dirumah maupun dalam lembaga, kelalaian melakukan tugas-tugas yang diberikan oleh lembaga, kemalasan belajar, pergaulan yang tidak baik seperti berkelompok dengan anak-anak nakal, minum-minuman keras, narkotika dan sebagainya. Kerja sama ini dimasudkan agar masalah itu lebih muah dipecahkan dan para orang tua lebih memperhatikan serta waspada terhadap putra-putra mereka. 7. Beri dorongan kepada orang tua agar ikut mendidik putra-putra mereka, seperti belajar yang teratur, selalu hadir di sekolah kecuali ada halangan yang dapat dipertanggung jawabkan, berprilaku yang baik dan sebagainya. 8. Lembaga pendidikan harus melaporkan kemajuan para siswa/mahasiswa kepada para orang tua secara teratur dan bermakna. Yang bermaksud bermakna di sini bukanlah hanya melaporkan kemajuan itu dalam bentuk tertulis saja seperti raport misalnya melainkan perlu dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan yang dianggap penting. Umpamanya siswa yang suka menyontoh temannya terpaksa nilai raport pada pelajaran itu dikurangi, atau seorang siswa yang seharusnya bisa lebih maju tetapi karena kurang displin belajar ia tidak mencapai kemajuan itu. Hal-hal seperti ini perlu diterangkan kepada orang tuanya agar orang tua bisa ikut membantu mendidik putranya di rumah. Antara hubungan lembaga pendidikan dengan komunikasinya merupakan dasar untuk memudahkan pelaksanaan perencanaan partisipatori seperti ini meletakkan sikap dan kebiasaan lembaga pendidikan dan masyarakat bekerja sama membangun pendidikan. Komunikasi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat merupakan realisasi teori common sense dalam komunikasi, bukan teori kompetisi atau teori control. 15



Bentuk komunikasi yang diuraikan diatas bukan didasarkan kepada kompetisi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat. Lembaga pendidikan tidak bersaing dengan masyarakat untuk memperjuangkan kepentingannaya masing-masing. Bukan pula bermaksud lembaga pendidikan agar mengontrol dengan ilmu dan pengetahuaanya yang berlimpah atau sebaliknya agar masyarakat mengontrol lembaga pendidikan dengan anggapan lembaga pendidikan menyembunyikan sesuatu. Melainkan karena adanya 3 kepercayaan yaitu (1) orang tua punya hak untuk memahami keadaan lembaga pendidikan, (2) pengetahuan/pemahaman dapat membuat hubungan baik antara lembaga pendidikan dengan masyarakat, dan (3) hubungan baik tersebut akan memperbaiki sikap dan belajar para siswa/mahasiswa. Hubungan yang baik antara lembaga pendidikan dengan masyarakat atas dasar common sense dengan komunikasinya yang lancar memberi peluang yang besar kepada para perencana melaksanakan perencanaan partisipatori. Suatu perencanaan yang dikerjakan bersama antara personalia lembaga pendidikan dengan orang tua siswa serta dengan tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang berminat akan pendidikan. Apa dan mengapa Diperlukan Perencanaan Partisipasi Melakukan perencanaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Merencanakan sesuatu membutuhkan keahlian, sebab itu muncullah ahli-ahli perencanaan dalam segala bidang. Perencanaan-perencanaan itu dikerjakan oleh ahli-ahli bersangkutan. Hal itu wajar karena memang tugasnya yang sesuai dengan keahliannya. Mereka bekerja atas dasar data yang diperoleh di lapangan. Namun sayang, data yang dibuat tidak pernah lengkap, lebih-lebih lengkap dalam arti mencakup data yang subtle yang bersifat pribadi dan rahasia. Kelamahan cara kerja di atas menimbulkan keragu-raguan para perencana sekarang, apakah hal seperti ini masih dapat dipertahankan. Apakah data yang relevan, yang baru, yang lengkap, yang representatif dan yang subtle bisa diperoleh dengan cara melakukan survey. Apalagi perencanaan yang mencakup daerah yang luas, kesempurnaan data yang diperoleh sangat meragukan. Bila data seperti ini dipaksakan dipakai bahan perencanaan, hanya akan memberikan perencanaan yang global yang bersifat garis besar saja. Perencanaan mikro tidak menghendaki hasil pekerjaan seperti ini. Bila demikian halnya apakah perencanaan yang dilakukan oleh para ahli di tingkat pusat dan di tingkat propinsi tidak ada gunanya? Perencanaan makro seperti itu tetap ada gunanya, hanya ia terbatas kepada petunjuk garis-garis besar saja terhadap perencanaanperencanaan mikro. Karena ia hanya sebagai pengantar, petunjuk jalan, dan sebagai rambu-rambu saja. Perencanaan secara mendetil akan dilaksanakan oleh perencana mikro. Tugas utama para ahli perencanaan adalah membina perencana-perencana tingkat lokal atau daerah, agar mereka dapat merencanakan daerahnya masing-masing dengan baik. Hanya mereka sebenarnya dapat merencanakan lembaga atau lembaga-lembaga pendidikannya dengan baik, sebab mereka yang tahu kondisi daerahnya, cita-cita masyarakat, kemampuan masyarakat dan lembaga mereka yang menghayati keadaan itu dan mereka pula yang sangat berkepentingan akan hasil pembaharuan lewat perencanaan itu. Bukankah ini merupakan alasan yang rasional untuk memberikan mereka menangani sendiri lembaga dan daerahnya? Para ahli perencanaan di tingkat pusat dan propinsi tentu merasa gembira karena para anak buah yang di asuhnya dapat menghasilkan karya perencanaan yang baik. Jadi perencanaan sekarang tidak lagi memakai pendekatan tradisional yang kebutuhan pendidikannya ditentukan dari luar seperti konsultan atau administrator tertinggi. Tetapi memakai pendekatan baru yaitu para penentu kebutuhan itulah yang melakukan perencanaan sendiri. Inilah yang disebut perencanaan partisipatori? Dengan asumsi para pengidentifikasi kebutuhan dapat merencanakan perubahan secara efektif. Hasil penelitian menunjukkan motivasi-motivasi yang paling kuat terhadap kebutuhan akan perubahan adalah bila kebutuhan itu diidentifikasi oleh tingkat lokal. Dengan kata lain, perencanaan partisipatori melibatkan semua personalia lembaga pendidikan dan masyarakat melalui wakil-wakilnya dari kegiatan penentuan kebutuhan sampai dengan perencanaan itu berhasil. Penilaian dilakukan terhadap faktor-faktor yang mendasar beserta prosedurnya. Bukan hanya bersifat permukaan atau secara garis besar saja. Dan setiap satu sistem pendidikan merupakan satu unit perencanaan. Besar unit perencanaan maksimal satu wilayah pendidikan kabupaten. Di samping perbedaan pada pelibatan dan waktu antara 16



perencanaan tradisional dengan yang baru oleh Hickman disebut seabagai generasi kedua, adalah juga pada titik tolak perencanaan itu. Kalau perencanaan dahulu bertitik tolak dari pengembangan ekonomi dan tenaga kerja, maka perenanaan sekarang betitik tolak dari tujuan sistem yang direncanakan yang bersifat integrasi. Bila perbedaan itu digambarkan dapat dilihat pada bagan 7. Dengan perencanaan partisipatori beberapa keuntungan akan diperoleh. Antara lain ialah perencanaan itu dapat dimanfaatkan secara kreatif dan efektif oleh semua pimpinan baik permimpin pendidikan maupun pemimpin masyarakat termasuk para tokoh politik. Di sini tampak sifat menyeluruh atau integritas perencanaan partisipatori, ia tidak hanya melibatkan tokoh-tokoh pendidikan saja melainkan juga tokoh-tokoh lain yang punya perhatian terhadap pendidikan. Berarti bahwa ide-ide pun tidak terbatas hanya pada ide pendidikan saja, tetapi ide-ide lain yang dapat dikaitkan dengan pendidikan. Perencanaan seperti ini adalah merealisasi konsep bahwa pendidikan dan lembaganya tidak mengisolasi diri, melainkan menyatu dengan masyarakat, menjadi bagian masyarakat, tertenun di dalam tenunan beberapa sistem di masyarakat. Perencanaan tradisional Perencanaan partisipatori 1. Peranan perencana pendidikan di bawah arahan pengembangan ekonomi. 2. Penilaian kuantitatif pada input output sebagai tenaga kerja. 3. Perencanaan tingkat nasional.



1. 2. 3.



Perencanaan terintegrasi dalam proses pengambilan keputusan secara menyeluruh. Penilaian pada program dan tujuan sistem pendidikan. Perencanaan desentralisasi.



Bagan 7 : perbedaan perencanaan tradisional dengan perencanaan partisipatori Dengan berpartisipatori dalam perencanaan komitmen personalia terhadap pelaksanaan pendidikan akan menjadi lebih tinggi, cita-cita mereka semakin meningkat, mereka saling bahumembahu, dan cinta akan pekerjaan. Mereka mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya, mereka bermotivasi tinggi untuk sukses. Kenyataan ini merupakan suatu hasil penelitian yang merupakan salah satu keuntungan pula bagi perencanaan tradisional yang dapat menimbulkan stress dan sikap negatif bila perencanaan itu dipaksakan oleh orang-orang dari luar lembaga pendidikan. Hasil penelitian lain yang merupakan keunggulan perencanaan partisipatori ialah (1) partisipasi yang besar/kuat tanpa memandang tingkat ekonomi, memajukan komunikasi dalam perencanaan pendidikan dan (2) menemukan sendiri kondisi dan nilai yang berubah akan merupakan dasar yang berarti bagi perencanaan pendidikan. Kedua hasil penelitian di atas menunjukan kepada kira bahwa keberhasilan perencanaan itu sangat ditentukan oleh psikologi para perencana dan pelaksana yang positif pula. Psikologi yang positif hanya dapat diperoleh kalau mereka yang berkepentingan akan perubahan itu dilibatkan dalam perencanaan. Para Partisipan Siapakah yang patut diikut sertakan dalam perencanaan pendidikan ? Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para perencana pendidikan ialah: 1. Harus tertarik akan masalah-masalah pendidikan atau menaruh perhatian terhadap dunia pendidiakan. 2. Mau belajar dari para perencana pendidikan yang sudah ahli. 3. Memiliki kemampuan intelektual untuk bekerja sebagai perencana. 4. Paham berusaha memahami masalah-masalah pendidikan. 5. Merupakan anggota kelompok yang dapat bekerja secara efektif.



Jumlah anggota kelompok yang efektif adalah sekitar 15 orang.



Anggota perencana yang memenuhi syarat tersebut di atas diambil dari guru-guru/dosendosen, para manajer, dan wakil siswa/mahasiswa. Ada juga yang mengatakan anggota tersebut diambil dari para siswa/mahasiswa, personalia lembaga pendidikan, para orang tua, dan wakil masyarakat. Sementara itu Kaufman mengatakan dengan istilah tiga demensi penilaian kebutuhan yaitu pendidik, masyarakat, dan siswa/mahasiswa. Dari beberapa pendapat di atas tampak ada dua sumber perencanaan pendidikan yaitu lembaga pendidikan itu sendiri dan masyarakat. Anggota dari lembaga pendidikan mencakup manajer/para manajer pendidikan. Para guru/dosen, dan para wakil siswa/mahasiswa. Sedangkan anggota dari masyrakat adalah para wakil orang tua dan para tokoh masyarakat. Dengan demikian ada lima kelompok yang menjadi anggota perencana pendidikan, yang sebainya memiliki pengetahuan yang beragam agar pemecahan masalah dapat ditinjau dari beberapa segi. 17



Teknik Kerja Kelompok Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam kerja kelompok antar anggota perencana pendidikan. Tiga diantara teknik itu akan dibahas di sini yaitu (1) pertemuan kelompok, (2) proses kelompok nominal (nominal group process) dan (3) teknik Delphi. Teknik pertama, pertemuan kelompok sudah biasa dilakukan orang di mana-mana. Bukan saja dalam rangka melakukan perencanaan, tetapi juga dalam usaha memecahkan pelbagai masalah pendidikan. Dalam pertemuan ini mula-mula masalah ditujukan oleh ketua. Kemudian para peserta diberi kesempatan menanyakan hal-hal yang kurang jelas. Sesudah mendapat penjelasan tambahan dari ketua, para peserta diberi kesempatan memikirkan pemecahan problem itu melalui alternatif-alternatif. Sering kali gambaran alternatif-alternatif pemecahan masalah itu dengan segala kelemahan dan kebaikannya diberi terlebih dahulu oleh ketua, sehingga para peserta tinggal memikirkan kembali alternatif-alternatif tersebut. Dengan cara ini diharapkan pertemuan lebih cepat selesai. Namun demikian kalau ada beberapa peserta mengemukakan alternatif tersendiri yang lebih baik, hal itu dapat diterima pula. Pembahasan terhadap alternatif-alternatif itu bisa berkembang menjadi perdebatan yang serius. Selama perdebatan itu tetap bersifat ilmiah ini adalah wajar, justru perdebatan seperti itu menunjukkan semangat kerja yang besar pada para perencana. Tetapi kalau perdebatan itu mengarah kepada hal-hal yang negatif seperti sentimen, tidak mau kalah, menjaga pretise pribadi dan sebagainya sebaliknya ketua mengambil tindakan untuk mencegahnya. Dan mengembalikannya kejalan yang benar dengan pengarahan-pengarahan tertentu. Suatu pertemuan akan berakhir kalau kelompok sudah mendapatkan kata sepakat. Kesepakatan ini memang diwajibkan di Indonesia sebagai Negara yang menganut falsafat Pancasila. Tidak pada tempatnya sifat kegotong-royongan yang begitu indah dilaksanakan dalam bentuk pemungutan suara untuk menetukan kemenangan atau kekalahan. Sebetulnya semua bisa diselesaikan dengan musyawarah, melalui diskusi dari hati ke hati. Yang perlu dijaga jangan sampai kesepakatan itu diterima dengan rasa terpaksa. Sebab segala bentuk paksaan akan mempunyai ekor yang tidak baik. Teknik kedua, yaitu proses kelompok nominal sudah lebih maju selangkah dibandingkan dengan teknik pertemuan kelompok yang berstruktur. Individu-individu bekerja sama dengan individu-individu yang lain tetapi dalam waktu tertentu tidak mengadakan interaksi verbal satu dengan yang lain. Kelompok yang melaksanakan teknik-teknik ini biasanya kurang dari 15 orang. Mula-mula ketua kelompok membacakam problem yang akan dipecahkan lengkap dengan pertanyaan-pertanyaan tanpa penjelasan. Sesudah itu para anggota berpikir sendiri-sendiri tanpa berkomunikasi satu dengan yang lain mencari jawaban permasalahan yang dilontarkan oleh ketua. Sepuluh sampai 12 menit kemudian masing-masing jawaban atau ide diserahkan dalam bentuk tulisan atau lisan. Dalam hal ini lebih baik dalam bentuk tulisan sebab bila dilakukan dengan lisan, anggota yang dapat giliran lebih belakang akan mendapat pengaruh dari jawaban-jawaban terdahulu. Bila hal ini terjadi maka fungsi nominal dari proses kelompok itu akan berkurang. Jawaban-jawaban/ide-ide itu ditulis satu persatu di papan tulis oleh ketua dan sekretaris, agar dapat dibaca oleh semua anggota. Bila beberapa anggota masih membutuhkan penjelasan dari ide-ide itu, maka hal itu dapat dilakukan oleh pembawa ide bersangkutan. Selama penjelasan tentang ide-ide dapat saja terjadi diskusi untuk memantapkan makna ide tersebut. Sesudah itu setiap peserta diminta untuk memilih 5 ide terbaik dan ditulis dalam kartu/kertas menurut rankingnya. Kartu-kartu/kertas-kertas ini tidak boleh diisi agar anggota yang dipilihnya tidak masuk kedalam kelompok pilihan mayoritas tidak merasa malu. Kartu-kartu ini dikumpulkan, satu persatu isinya ditulis dipapan tulis, sehingga dapat diketahui oleh semua peserta frekuensi pilihan setiap ide. Ide atau jawaban yang mendapat suara terbanyak, ialah ide yang dipilih. Dan ini merupakan keputusan kelompok. Bila keputusan itu dipandang tidak memuaskan maka proses pemilihan ide dapat diulang, sampai sebagian besar anggota merasa puas. 18



Teknik ini adalah suatu mekanisme kerja yang berusaha membuat para anggota berencana berpikir sendiri secara maksimal. Diharapkan setiap anggota dapat menciptakan atau mengkreasikan sesuatu yang terbaik baginya untuk memecahkan masalah tanpa dapat pengaruh dari pemikiran orang lain. Dengan cara seperti ini ide-ide terbaik dapat dikumpulkan, kemudian disaring pula melalui pemikiran yang terbaik bagi setiap individu, sehingga menghasilkan pemecahan masalah yang terbaik pula. Tekni ketiga, teknik delphi tidak jauh berbeda dengan teknik kelompok nominal. Teknik Delphi hanya lebih rumit sebab ia memakai angket. Teknik ini juga menghindari hubungan langsung antara satu anggota dengan anggota lainnya selama proses berlangsung. Komunikasi antara anggota dengan ketua dilakukan lewat angket. Malah sering kali mereka tidak perlu berkumpul, angket bisa diterima dan dikirim ke/dari rumah mereka masing-masing. Teknik ini merupakan pengumpulan, penilaian, dan tabulasi yang sistematik terhadap pendapat-pendapat para anggota yang berpikir sendiri-sendiri secara bebas tanpa ada diskusi kelompok. Tujuan utama teknik ialah menghidari konfrontasi langsung antar anggota perencana. Sama dengan teknik kelompok nominal, yaitu agar dapat menggunakan hasil pemikiran para anggota secara maksimal sesuai dengan kemampuan, kreativitas, dan pendapatnya masingmasing. Paling sedikit ada 4 macam angket digunakan dalam teknik ini. Angket pertama merupakan input permulaan bagi para anggota kelompok, isinya ialah tentang topik yang akan dibahas atau masalah yang akan dipecahkan/diselidiki. Pertanyaannya bersifat terbuka, artinya para anggota diberi kesempatan mengkreasikan jawaban atau alternatif-alternatif sesuai dengan pikiran masing-masing. Sesudah selesai angket itu dikembalikan kepada ketua/sekretaris. Ketua mengolah data angket yang masuk. Angket kedua berisi olahan data angket pertama, ialah sejumlah alternatif penyelesaian. Alternatif-alternatif itu mungking ada yang sama atau mirip kalimatnya tetapi maksudnya sama. Alternatif-alternatif seperti ini dikirimkan kepada peserta. Para peserta harus memberi bobot kepada masing-masing alternatif atau memberi rate, lalu disusun menurut rankingnya. Sesudah itu dikembalikan kepada ketua/sekretaris. Ketua mengolah data data hasil kedua. Angket ketiga berisi hasil olahan data angket kedua yaitu berupa deskripsi statistik tentang pelbagai alternatif di atas, misalnya interquartile range, median, dan mode. Para peserta disuruh mencari kedudukannya pada kelompok. Apakah ia termasuk dalam mode atau kelompok mayoritas, ataukah tersisih dari kelompoknya. Angket dikirim lagi kepada para peserta untuk dijawab. Sesudah para peserta selesai menjawab lalu dikembalikan kepada ketua/sekretaris untuk diolah. Angket keempat menunjukkan data konsensus dan ringkasan pendapat para anggota yang tersisih/minoritas. Melalui angket ini para peserta ditanya respon/pendapatnya yang final. Maksudnya adalah ditujukan kepada pendapat minoritas. Sesudah dijawab lalu dihitung kembali oleh ketua. Hasilnya dikaitkan dengan hasil olahan angket ketiga, dalam arti hasil olahan data angket ketiga diperbaiki oleh hasil olahan data angket keempat. Hasil ini adalah merupakan pendapat kelompok. Konsensus diperoleh bila suatu ide/pendapat didukung oleh 70 sampai 90 persen dari para anggota. Kadang-kadang bisa timbul bimodal baik sebelum maupun sesudah diadakan konvergensi dengan pendapat terakhir. Hal ini tidak perlu dirisaukan asal perubahan itu tidak melebihi 15 persen. Bila terjadi bimodal sudah tentu mode yang lebih besar dipakai, sedangkan yang lebih kecil dipakai cadangan sebagai alternatif kedua. Menurut hasil penelitian ternyata teknik Delphi adalah efektif, lebih efektif dari hasil diskusi berhadap-hadapan. Sebab teknik ini anonim sehingga para peserta bebas berpikir mencari alternatif yang terbaik baginya dalam masalah yang dihadapi, masing-masing tidak takut dibuat malu oleh orang yang lain, tidak takut mendapatkan tekanan batin, dan tidak didominasi. Dibandingkan dengan teknik diskusi dalam pertemuan kelompok, teknik diskusi ini hanya sedikit melahirkan jenis pemecahan masalah dan beberapa saran yang berkualitas,



19



RAMALAN DAN PEMBUATAN PROGRAM (FORECASTING) Forecasting mempunyai arti ganda. Pertama adalah ramalan yang terbatas, yaitu apa kirakira yang akan terjadi di lingkungan organisasi pendidikan pada masa yang akan datang. Atau perubahan apa kira-kira yang akan terjadi dalam masyarakat di lingkungan lembaga pendidikan. Misalnya ramalan tentang peledakkan penduduk, ramalan tentang pengaruh computer yang pesat memasuki kehidupan manusia, ramalan tentang perubahan hubungan sosial di masyarakat dan sebagainya. Contoh-contoh seperti itu dikatakan forecasting atau ramalan yang terbatas. Arti forecasting yang lebih luas atau lebih lengkap adalah di samping meramalkan keadaan perubahan dalam lingkungan organisasi, ia juga meramalkan kegiatan atau program organisasinya yang cocok dengan hasil ramalan terhadap lingkungan. Ia berusaha mengimbangi perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi dengan perubahan-perubahan pada organisasi. Agar organisasi pendidikan dan masyarakat sejajar, berjalan maju dalam derap yang sama. Bila hasil ramalan jumlah kelahiran akan meningkat, maka perlu disiapkan sekolahsekolah yang lebih banyak dari yang sudah ada, atau sebaliknya bila program keluarga berencana dan transmigrasi diramalkan akan berhasil jangan terus menerus memperbanyak gedung sekolah. Begitu pula bila komputer diramalkan akan menguasai kehidupan manusia, maka pelajaran komputer perlu diberikan di lembaga pendidikan. Dan bila pola pergaulan masyarakat diramalkan semakin meningkat sifat kegotong-royongannya, maka lembaga-lembaga pendidikan mestinya lebih dahulu memulai meningkatkan pola pergaulan seperti itu agar tetap menjadi menara penerang bagi masyarakat dan sekaligus menjadi teladan bagi para siswa/mahasiswa asuhannya. Untuk dapat membuat atau meramalkan kegiatan/program yang tepat dalam lembaga pendidikan dalam usaha menyongsong atau mengantisipasi perubahan lingkungan perlu mengindentifikasi kondisi organisasi yang sekarang. Artinya kekuatan, kemampuan, dan potensi apa saja yang sudah dimiliki oleh organisasi perlu diketahui secara jelas. Begitu pula kelemahankelemahan organisasi itu perlu diidentifikasi. Sesudah hasil identifikasi keadaan organisasi pendidikan ini dikaitkan dengan hasil ramalan tentang perubahan lingkungan barulah membuat ramalan tentang kegiatan/program untuk mengantisipasi perubahan tersebut. Jadi forecasting dalam artinya yang lengkap atau luas mempunyai 3 macam kegiatan: 1. Meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada lingkungan/masyarakat baik yang dekat maupun yang jauh, yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan lembaga pendidikan. 2. Mengidentifikasi kemampuan, potensi, dan situasi lembaga pendidikan itu sendiri termasuk sumber-sumber pendidikannya. Begitu pula kelemahan-kelemahan yang ada dala organisasi diidentifikasi seluruhnya. 3. Meramalkan atau membuat program baru untuk menyongsong atau mengatisipasi perubahan lingkungan, agar lembaga pendidikan dan masyarakat/lingkungan berjalan berimbang sama-sama memberi keuntungan



Ramalan lingkungan Ramalan organisasi



Kondisi Organisasi



Bagan 8 : forecasting/ramalan yang lengkap Ketepatan forecasting/ramalan terutama bergantung kepada asumsi yang mendasarinya. Ramalan tentang komputer dalam waktu dekat akan menguasai seluruh kehidupan manusia adalah atas dasar kenyataan bahwa komputer itu dapat membuat orang lebih mudah melakukan sesuatu, sehingga pekerjaan menjadi lebih efisien dan hidup menjadi lebih menyenangkan. Orang cenderung untuk mengejar kegiatan dan kehidupan seperti ini. Tetapi apakah deskripsi ini berlaku untuk semua macam kegiatan dalam hidup manusia, dan mencakup semua lapisan masyarakat dalam waktu yang diramalkan itu? Bila hal ini tidak benar, maka sesungguhnya ramalan ini sangat diragukan. Akibatnya pelajaran komputer yang diberikan di lembaga-lembaga pendidikan menjadi kurang berdaya guna. Karena itu setiap ramalan perlu dicari asumsinya yang benar terlebih dahulu. 20



Kedudukan Ramalan/forecasting dalam Perencanaan Lewis menyatakan bahwa asumsi-asumsi dalam pra perencanaan menunjukkan kepada ramalan, yaitu apa yang kira-kira akan terjadi di masa yang akan datang. Sedangkan perencanaan mengacu kepada bagaimana seharusnya masa yang akan datang itu. Bila pernyataan ini dikaitkan dengan bagan diatas, ramalan itu menunjuk kepada ramalan tentang lingkungan sedangkan perencanaan menunjuk kepada program yang diramalkan. Dengan kata lain ramalan tentang program itu adalah suatu konsep perencanaan. Memang orang merencanakan sesuatu tidak boleh atas dasar angan-angan belaka tetapi harus didasari oleh data tentang keadaan lingkungan dan lembaga beserta dengan kecenderungankecenderungannya, itu adalah merupakan ramalan kita. Di atas informasi inilah dibuat suatu program untuk mengantisipasi lingkungan dengan kecenderungannya tadi. Program yang dibuat itu adalah suatu konsep perencanaan. Robbins menempatkan ramalan itu dalam proses perencanaan pada opportunities/events atau kegiatan-kegiatan yang dibangun dalam rangka menyongsong perubahan tersebut. Kegiatan yang dibangun itu tidak lain adalah program yang direncanakan. Suatu program baru untuk membuat organisasi pendidikan tetap hidup dan maju tidak tergilas oleh perubahan lingkungan atau zaman. Dari uraian di atas dapat dipahami di mana sesungguhnya ramalan/forecasting itu ada dalam perencanaan pendidikan, ia sebelum dan pada saat pembentukan program-program baru. Program-program ini kemudian dianalisa secara sistem untuk mendapatkan bagianbagiannya yang lebih kecil dan terkecil. Sesudah itu barulah penyelesaian program-program itu dipikirkan. presestasi Teknik-teknik ramalan/forecasting Ada bebearapa teknik untuk membuat ramalan/forecasting. Kotler menyebutkan ada 3 macam teknik yaitu ekstrapolasi kecenderungan, metode konsensus dengan teknik Delphi, dan metode matrik dampak silang (cross-impect matric methods). Teknik ramalan/forecasting 1. Matematika 2. Kencederungan a. Ekstrapolasi kecenderungan atau kecenderungan dan sirkel b. Kohort 3. Konsensus : a. Delphi b. E-T-E atau kelompok nominal 4. Amalgamasi 5. Lembaran kerja 6. Matrik dampak silang



Bagan 9 : Teknik-teknik ramalan/forecasting Sementara itu Lewis mengatakan ada tujuh metode yaitu metode Delphi, metode ETE (Estimate – Talk – Estimate) metode matematika, metode kecenderungan dan sirkel, metode kohort, metode amalgamasi, dan metode lembaran kerja (Worksheet). Bila kedua pendapat ini diintegrasikan maka akan diperoleh seperti pada bagan 9. Teknik atau metode matematika menggunakan rumus matematika dalam meramalkan sesuatu. Misalnya untuk menafsirkan penghasilan output pendidikan lima tahun yang akan datang dalam rangka perencanaan cost benefit dipakai rumus pesent values sebagai berikut : t-1 PV = C/(1 + r) PV = harga sekarang, C = gaji yang akan diterima 5 tahun lagi (menurut peraturan gaji), r = suku bunga, dan t = waktu dalam hal ini t = 5. dengan cara ini gaji yang diterima 5 tahun lagi sudah dapat dihitung menurut nilai uang sekarang. Sehingga biaya pendidikan dan pendapatannya sudah dapat dihitung sekarang, untuk menentukan apakah pendidikan akan untung atau rugi. 21



Teknik kecenderungan baik yang ekstrapolasi maupun yang kecenderungan yang sirkel adalah sama. Teknik ini dilakukan dengan mengambil data dari grafis, formula atau model untuk beberapa tahun yang sudah lampau sampai dengan sekarang, kemudian menentukan kecenderungannya untuk masa yang akan datang bersifat kontinum. Teknik kecenderungan Kohort adalah khusus digunakan untuk meramal jumlah siswa/mahasiswa yang akan mendaftarkan di suatu lembaga pendidikan. Caranya sama dengan metode di atas, yaitu dengan melihat kecenderungan dari data pendaftaran yang sudah lampau. Asumsi kecenderungan ini bersifat linier. Delphi sebagai suatu teknik konsensus sudah dijelaskan pada uraian lalu tentang metode kerja sama dalam kelompok Teknik E-T-E hampir sama dengan teknik kelompok nominal yang sudah dijelaskan pula sebelum uraian tentang teknik delphi. Sekelompok perencana meramalkan sesuatu untuk masa yang akan datang. Mereka masing-masing bekerja sendiri, berpikir sendiri secara bebas. Hasil pikiran mereka ditulis dalam kertas tanpa nama dan diserahkan kepada ketua/sekretaris. Boleh diadakan diskusi untuk setiap buah pikiran. Sesudah jelas semua, setiap anggota dipersilahkan menentukan buah pikiran mana yang paling baik sebagai suatu hasil ramalan tersebut. Akhirnya pilihan-pilihan itu dikumpulkan dan dipelajari oleh ketua. Ketualah yang menentukan ramalan terakhir. Ramalan ketua ini diterima oleh kelompok dan dipandang sebagai pilihan yang terbaik. Teknik amalagamasi (amalgamated) ialah teknik yang menggunakan bermacam-macam metode untuk mendapatkan suatu ramalan. Masing-masing metode diberi bobot sesuai dengan kecocokan metode itu dipakai meramalkan objek itu. Begitu pula masing-masing metode akan menentukan tingkat atau persentase dangan bobotnya masing-masing, kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah bobot maka didapat ramalan yang tunggal. Lembaran kerja (Worksheet) sebagai metode ramalan adalah suatu metode-metode yang paling mudah di antara metode-metode yang lain. Caranya ialah dengan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan atau variabel-variabel yang mempunyai dampak berarti terhadap pendidikan. Kemudian kegiatan atau variabel itu didaftar atau diranking menurut pentingnya bagi pendidikan. Itulah hasil ramalan kita. Teknik matrik dampak silang ialah meramalkan kecenderungan sesuatu tetapi berpengaruh terhadap hal lain. Misalnya harga minyak bumi turun memberi pengaruh beasiswa dan kesempatan belajar bagi siswa/mahasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Kecenderungan beberapa kegiatan yang dipandang berpengaruh terhadap pendidikan diramalkan dengan metode konsensus seperti Delphi, kelompok nominal, E-T-E dan sebagainya. Masingmasing kejadian itu dicari kemungkinan persentase pengaruhnya, lalu diratakan. Hasil ini adalah merupakan ramalan terhadap objek pendidikan tersebut. Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan Pendidikan Keputusan diambil oleh anggota panitia secara keseluruhan dibawah kepemimpinan ketuanya. Anggota perencana dituntut mempunyai kemampuan intelektual yang mensyaratkan 3 kualitas yaitu memiliki persepsi yang baik, struktur kongsi, dan nilai-nilai termasuk sikap berani menanggung resiko. Apa saja yang harus diputuskan oleh anggota perencana ? Mulai dari penentuan kebutuhan, misi, tujuan. Pemecahan dan seterusnya sampai dengan reviu yaitu apakah perencanaan itu perlu direvisi dan diuji coba lagi. Setiap tahap kegiatan harus diputuskan dahulu sebelum dimulai tahap berikutnya. Tanner secara ekstrim mengatakan bahwa peranan perencana sesungguhnya adalah pengambilan keputusan. Ada 5 dasar kekuatan untuk mengambil keputusan. (1) paksaan (dilakukan dalam keadaan darurat atau keadaan bahaya), (2) hadiah (bersumber dari rasa puas terhadap prestasi seseorang atau kelompok), (3) referensi (terjadi karena disetujui oleh para bawahan orang yang mengambil keputusan), (4) hukum/peraturan (atas dasar yang sah bila sejalan atau disahkan oleh peraturan atau hukum), dan (5) ekspert (keputusan yang dilakukan oleh para ahli). Dari kelima jenis keputusan diatas yang paling cocok dilakukan di lembaga pendidikan adalah keputusan atas dasar peraturan referensi dan atas dasar ekspert. Sebab lembaga pendidikan 22



adalah bersifat birokratis dan kreatif, guru/dosen pada umumnya secara formal sudah ahli dan diasumsikan mereka dapat menggunakan keahliannya dengan sebaik-baiknya. Walaupun keputusan seperti diatas dilakukan dalam perencanaan partisipatori namun dari beberapa wakil tokoh masyarakat/orang tua dan wakil siswa diikutsertakan. Artinya keiikutsertaan mereka bukan semata-mata dalam proses pengambilan keputusan melainkan memberikan input terhadap kebutuhan, misi/tujuan perencanaan, dan input terhadap sumber-sumber pendidikan yang menjadi bahan pembentukan alternatif pemecahan. Keputusan Keputusan yang baik harus mempunyai dua kriteria, yaitu kualitas dan penerimaan. Berkualitas berarti keputusan yang dapat menyelesaikan problem atau tujuan perencanaan. Penerimaan berarti para perencana termasuk yang akan mengimplementasikannya setuju akan keputusan tersebut. Untuk meminimalkan kemungkinan kejelekan suatu keputusan dikembangkan struktur keputusan yang terdefinisikan secara jelas bersifat kuantitatif dan karena itu dapat dihitung, namun tidak semua alternatif yang akan diputuskan mudah dibuat kuantatif. Metode pengambilan keputusan Ada tiga macam metode pengambilan keputusan secara tradisional keputusan didasarkan (1) otoritas, (2) pengalaman dan (3) berpikir logis. Otoritas kebanyakan dilakukan oleh para pejabat manajer atau administrator tertinggi. Pengalaman dilakukan para sebagian besar manajer/administrator pengalaman lama dalam bidang pendidikan. Namun demikian pengalaman yang lampau tidak mesti sama dengan apa yang dialami sekarang dan masa yang akan datang. Sebab kondisi dahulu, sekarang, dan yang akan dating tidak persis sama. Kedua faktor ini membuat metode tradisional dalam pengambilan keputusan tidak dapat diterapkan dalam perencanaan partisipatori. Metode pengambilan keputusan yang kedua adalah metode pemecahan masalah (problem solving). Metode ini sudah bersifat ilmiah karena alternatif-alternatif pemecahannya dibuat atas dasar data yang tersedia, yang mungkin dapat menyelesaikan masalah itu. Keputusan ini diuji kembali dalam implementasi, bila hasilnya baik maka keputusan itu baik, untuk lebih jelasnya mari kita lihat bagan 10. Pengambilan keputusan Identifikasi masalah dan diagnosa



Pembuatan alternatifalternatif pemecahan



Menilai dan memilih satu alternative



Mengimplementasikan alternatif pemecahan



Memelihara meminitor pemecahan/ penyelesaian



dan



Pembuat keputusan



Pemecahan masalah (problem solving) Bagan 10: pengambilan keputusan, pembuat keputusan, dan pemecahanmasalah Dari bagan diatas tampak bahwa metode pemecahan masalah mengandung pengambilan keputusan dan pembuat keputusan menilai dan memilih alternatif pemecahan. Pada bagan tersebut tampak bahwa pengambilan keputusan terpusat pada pemilihan alternatif sesuai dengan uraian pada halaman-halaman lampau. Pengambilan keputusan seperti ini mungkin bisa terjadi berulang, tergantung kepada hasil implementasi. Bila hasil implementasi tidak memadai sangat mungkin alternatif pemechannya akan diganti, ini berarti ada pengambilan keputusan baru seperti itu. Menurut Finch, langkah-langkah pemecahan masalah sbb: (1) mengidentifikasi masalah, (2) mendifinisikan masalah, (3) menentukan alternatif-alternatif penyelesaian, (4) mengidentifikasi konsekuensi penyelsaian, (5) penyeleksi alternatif yang terbaik, (6) memeriksa konsekuensi keputusan. Sementara Cunningham membuat langkah-langkah sbb: (1) mendefinisikan masalah, (2) mencari alternatif-alternatif pemecahan, (3) menjelaskan 23



konsekuensi masing-masing alternatif, (4) memilih satu alternatif yang terbaik, dan (5) mengimplementasikan dan mengevaluasi hasilnya. Dari ketiga macam langkah tersebut di atas tampak bahwa satu langkah terlupakan yaitu mengidentifikasi dan memeriksa sumber-sumber pendidikan yang akan dipakai untuk memecahakan masalah, hampir tidak mungkin membuat alternatif-alternatif pemecahan tanpa mengetahui sumber-sumber pendidikan yang tersedia. Salah satu untuk menguji alternatif ialah cost-feasibility yaitu mungkinkah alternatif itu dilaksanakan ditinjau dari segi biayanya. Tanpa mengetahui dana yang tersedia hasil pengujian cost-feasibility munkin tidak menggembirakan. 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Oleh sebab itu langkah-langkah pelaksanaan metode problem solving sbb: Mengidentifikasi masalah. Mengumpulkan informasi/data yang relevan dengan masalah Membuat alternatif-alternatif pemecahan Menjelaskan konsekuensi tiap-tiap alternatif. Memilih salah satu alternatif yang terbaik. Mengimplementasikan dan menilai hasilnya.



Metode pengambilan keputusan yang ketiga ialah analisa keputusan pohon (decision-tree analysis). Dikatakan analisa keputusan pohon sebab wujud analisanya menyerupai pohon. Cara kerja metode ini ialah menggunakan langkah-langkah yang logis sebagai berikut: 1. Mengorganisasikan dan menunjukkan antonomi masalah dalam bentuk diagram pohon. 2. Menilai konsekuensi pada setiap terminal/cabang pohon. 3. Menentukan probabilitas kejadian pada setiap cabang pohon. 4. Menentukan strategi optimal.



Cunningham memberi contoh sederhana dalam pengambilan keputusan memakai metode analisa keputusan pohon. Suatu panitia perencanaan partisipatori tentang wisuda mahasiswa alternatif pertama dilakukan dilapangan, alternative kedua dilakukan digedung dengan diagram pohon sbb: Kehujanan 0,0 20% hujan 0,8 Dilapangan



80% tidak Meriah 1,0



Wisuda



berjejal-jejal 0,7



0,8 20% hujan Digedung 0,3 80% tidak



Sesak/pengap 0,2 Bagan 11 : Pengambilan keputusan dengan metode analisa keputusan pohon (Cunningham)



Dari bagan diatas sitiap anak cabang pohon, dalam hal ini ada 4 anak cabang. Ramalan cuaca diperoleh data bahwa 20% kemungkinan hujan dan 80% tidak. Atas dasar itu, maka konsekuensi pada setiap terminal/anak cabang pohon adalah kehujanan, meriah, bejejal-jejal, dan sesak/pengap. Langkah berikutnya adalah menentukan probabilitas kejadian pada setiap anak cabang yaitu 0 untuk kehujanan, 1 untuk meriah 0,7 untuk bejejal-jejal, dan 0,3 untuk sesak/pengap. Langkah terakhir ialah menentukan strategi optimal yaitu menghitung beberapa kemungkinan terjadi untuk setiap anak cabang pohon. Nilai harapan pada : Cabang di lapangan = (0,20) 0 + (0,80) = 0,8 Cabang di gedung = (0,20) 0,7 + (0,80) 0,2 = 0,3 Dari kedua angka itu dipilih angka nilai harapan yang terbaik yaitu 0,8. berarti keputusan jatuh pada alternatif wisuda di lapangan. 24



Bila keputusan ini tidak memuaskan administrator yang bersangkutan, maka mereka dapat menyuruh meninjau kembali keputusan itu atau menyuruh orang lain untuk meninjaunya. Mungkin ramalan kurang tepat atau salah hitung dan sebagainya. BAB III PERENCANAAN STRATEGI Bab ini akan membicarakan perencanaan strategi yang menyangkut tujuan yang ingin dicapai oleh perencana. Sebelum membahas tujuan maka terlebih dahulu membahas dimulai dari kebijakan umum pendidikan yang dapat disebut sebagai perencanaan pendidikan jangka panjang. TIPE-TIPE PERENCANAAN 1. Tipe perencanaan dari segi waktu Ditinjau dari segi waktu ada tiga perencanaan, yaitu perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Perencanaan jangka panjang minimum 10 tahun, jangka menengah diatas 1 tahun sampai 5 tahun, dan jangka pendek maksimal untuk 1 tahun. Di Indonesia perencanaan tipe ini disamakan dengan program pelita. Jangka panjang sekitar 5 sampai 6 pelita yaitu 25 sampai dengan 30 tahun, sebagai rambu-rambu untuk tinggal landas. Perencanaan jangka menengah 5 tahun yaitu satu pelita. Dan perencanaan jangka pendek adalah 1 tahun anggaran. Ketiga perencanaan ini berkaitan satu dengan lainnya, perencanaan jangka panjang menjadi induk dari kedua tipe yang lain. Perencanaan jangka menengah menjadi sumber dari perencanaan jangka pendek. Dengan kata lain perencanaan jangka pendek harus dijabarkan dari perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Ketiga perencanaan itu tidak boleh terpisah satu sama lain berdiri sendiri-sendiri. Karena itu isi perencanaan jangka panjang masih bersifat umum, fleksibel sekali. Sebaliknya isi perencanaan jangka pendek sudah spesifik dan relatif eksak. Sementara itu perencanaan jangka menengah ada ditengah-tengah. Bila dibuat bagan adalah sbb:



Waktu 1 th



5 th



25 th



Bagan 12 : Hubungan antara perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek



Tidak semua Negara menganut perencanaan seperti di atas. Bagi Negara yang menganut paham pragmtisme lebih suka hanya memakai perencanaan jangka pendek dan jangka menengah bergantung kepada jangkauan tujuan sementara mereka. Mereka mennghidari jangkauan yang panjang sebab mereka tidak punya tujuan yang tepat. Tujuannya mereka mencari yang terbaik. Yang terbaik sekarang belum tentu baik untuk satu tahun dan belum tentu juga terbaik lagi 5 tahun. Itulah sebabnya tujuan mereka disebut tujuan sementara, mereka lebih suka memakai perencanaan yang pendek-pendek. 2. Tipe Perencanaan dari Segi Ruang Lingkup Perencanaan dari segi rauang lingkup dibagi maenjadi 3 tipe yaitu perencanaan makro, meso dan mikro. Perencanaan makro adalah mencakup pendidikan seluruh bangsa, perencanaan meso mencakup wilayah tertentu, dan perencanaan mikro hanya mencakup satu lembaga pendidikan atau sekelompok kecil lembaga yang hampir sama dan berdekatan tempatnya. Perencanaan penerimaan siswa/mahasiswa baru adalah merupakan perencanaan makro sebab berlaku di seluruh tanah air. Begitu pula perencanaan tentang kurikulum inti untuk SMA misalnya adalah juga perencanaan makro. Perencanaan makro biasanya ditangani oleh pemerintah pusat, atau sekelompok tertentu tetapi mereka ditunjuk oleh pemerintah pusat dan bertanggung jawab kepada pemerintah pusat. 25



Badan pendidikan Negara yang bertugas menangani secara makro perencanaan mempunyai peran sbb: 1. Memilih staf dan pemimpin yang berkompeten terhadap program dan perkembangan pendidikan Negara serta membantu memperbaiki pendidikan agar sesuai kebutuhan. 2. Menentukan kriteria dan representasi komite/panitia untuk membantu mengembangkan kebijakan dan program pendidikan. 3. Bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya mengembangkan media pendidikan. 4. Bekerja sama dengan kelompok-kelompok yang tepat mengembangkan proses belajar mengajar. 5. Membantu personalia pendidikan lokal dalam usaha memanfaatkan sumber-sumber pendidikan dimasyarakat untuk memperbaiki pendidikan. 6. Mendorong pendidikan lokal dan lembaga-lembaga pendidikan berinovasi dalam pengajaran agar lebih bermakna bagi para siswa. Struktur perencanaan tingkat nasional adalah sebagai berikut (1) unit perencana, (2) komisi, (3) panitia studi atau task force, dan (4) konsultan atau ekspert. Task force adalah bertugas mengidentifikasi masalah di lapangan dan mengumpulkan informasi yang relevan dangan masalah yang akan dipecahkan dalam perencanaan. Mereka ini terdiri dari beberapa kelompok dengan minatnya masing-masing. Tugas ekspert adalah memberi layanan kepada panitia studi dan unit perencana yang membutuhkan. Layanan tersebut antara lain dalam teknik mengumpulkan data atau informasi, macam-macam data yang diperlukan, menilai data, membuat konklusi, rekomendasi, dan membuat alternaif-alternatif. Sedangkan yang melaksanakan pekerjaan merencana adalah unit perencana. Mereka itu terdiri dari para ahli dengan asistennya masing-masing seperti ahli analisa sistem, informasi sistem, ekonomi dan sosiologi. Sesudah data masuk, mereka mulai bekerja dengan mantap sebab bahan-bahan sudah lengkap ada pada mereka. Keputusan terahkir apakah hasil pekerjaan unit perencana bisa diterima atau tidak ditentukan oleh komisi. Di samping itu komisi juga menentukan kebijakan-kebijakan dalam pekerjaan mengadakan perencanaan secara umum dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh perencana dalam rencananya memecahkan masalah dilapangan tersebut. Komisi ini terdiri dari pegawai-pegawai Negara yang tepat dengan tugas itu atau kelompok professional atau gabungan dari padanya sebagai wakil masyarakat. Perencanaan meso adalah perencanaan yang ruang lingkupnya mencakup wilayah pendidikan tertentu, misalnya satu propinsi. Dasar terjadinya perencanaan meso adalah akibat dari kondisi dan situasi daerah yang berbeda-beda. Kondisi daerah nusa tenggara barat misalnya belum tentu sama kondisinya dan situasinya dengan daerah Sumatra Selatan, begitu pula tentu tidak sama kondisinya dengan Irian jaya atau daerah khusus Ibu Kota Jakarta. Perencanaan untuk daerah seperti ini tidak dapat dibuat sama, melainkan harus berbeda agar cocok dengan situasi, kondisi, dan kebutuhannya masing-masing. Struktur perencanaan didaerah ini dapat saja sama dengan struktur perencanaan di pusat, tetapi mungkin jumlah personalinya lebih sedikit. Dan perlu agar mereka semua adalah orangoarang daerah, sebab hanya orang-orang ini yang paling tahu akan kebutuhan daerahnya dan mereka pula yang berharap paling banyak merasakan hasil perencanaan itu dengan giat. Adapun tugas perencanaan pusat hanya sebagai pelindung, konsultan, dan penilai. Perencanaan meso umumnya di prakarsai oleh Kepala Kantor wilayah Diknas bidang pendidikan menengah dan dasar. Sedang untuk bidang pendidikan tinggi bisa diprakarsai oleh setiap perguruan tinggi di wilayah itu dengan mengikutsertakan semua perguruan tinggi yang ada didaerah itu. Sementara perencanaan mikro diprakarsai oleh manajer atau tim manajer di lembaga pendidikan masing-masing. Dalam mengembangkan lembaga atau memperbaiki lembaga, tiaptiap manajer pada lembaga pendidikan mempunyai kewajiban untuk mengadakan perencanaan mikro, mencakup segala aktifitas dalam lembaga. 26



Perencanaan partisipatori menekankan lembaga perencanaan mikro atau perencanaan meso yang wilayhnya sempit seperti daerah Yogyakarta misalnya. Partisipasi dari segala lapisan lebih mantap dari pada perencanaan meso atau mikro. Sebab semua lapisan orang mempunyai permasalahan dan akan menikmati hasil perencanaan dapat diikutsertakan secara merata melalui wakil-wakilnya. Namun demikian perencanaan mikro tidak boleh lepas sama sekali dengan perencanaan meso dan perencanaan makro. Perencanaan makro Perencanaan meso



Perencanaan mikro



Bagan 13 : Hubungan antara perencana makro, meso dan mikro 3. Tipe Perencanaan dari Segi Sifat Dari segi sifat, perencanaan dapat dibagi menjadi dua yaitu perencanaan strategi dan perencanaan operasional. Perencanaan strategi berkaitan dengan kebijakan yang diambil, pendekatan yang dipakai, kebutuhan, misi, dan tujuan yang ingin dicapai. Perencanaan operasional berkaitan dengan usaha yang dipakai untuk merealisasi perencanaan strategi atau perencanaan tersebut. Jadi satu perencanaan pendidikan memiliki dua sifat yaitu sifat strategi dan sifat operasional terutama untuk perencanaan jangka pendek. Untuk perencanaan jangka panjang hanya memiliki sifat strategi saja. Perencanaan memprogram/interim adalah kegiatan pengembangan misi atau tujuan yang dihasilkan oleh perencana strategi. Misi/tujuan ini dianalisa dalam perencana interim. Sementara itu yang dimaksud dengan perencanaan pemecahan masalah ialah perencanaan yang lebih pendek dari pada perencanaan jangka pendek, yaitu yang dimaksud pengembalian performan kedalam kegiatannya yang rutin. Masalah yang muncul dalamkegiatan sehari-hari diperbaiki lewat perencanaan sehingga kegiatan menjadi normal dan stabil. Perencanaan interim pada hakikatnya adalah bagian dari perencanaan operasional, sebab hanya menganalisa tujuan perencanaan menjadi program-program ideal sebelum mencapai program-program spesifik. Dalam hal ini interim kurang tepat disebutkan sebagai satu bagian perencanaan, sebab menguraikan misi atau tujuan perencanaan tidak cukup hanya dua tingkat saja yaitu tujuan dibagi menjadi program-program media kemudian masing-masing dibagi lagi menjadi program-program spesifik. Melainkan lebih dari dua tingkat, sesuai dengan sifat misi itu sebagai sistem. Seperti telah di uraikan dalam bab I, analisa suatu sistem menjadi komponenkomponen membutuhkan beberapa tingkat. Perencanaan pemecahan masalah (problem solving) belum cukup dikatakan sebagai perencanaan, karena ia hanya sekedar mengembalikan perilaku sehari-hari yang menyimpang agar menjadi normal seperti biasanya. Kalau ini dikatakan sebagai perencanaan, maka akan muncul banyak jenis perencanaan sebab manusia pada umumnya didahului oleh pikirannya sebagai perencana agar ia tidak keliru. Jarang sekali tindakan manusia bersifat spontan. Kepala sekolah misalnya sering menghadapi masalah di sekolahnya seperti masalah para siswa, guru-guru, keuangan, pengaturan jadwal, kebersihan dan sebagainya dan dia tidak bisa disebut melakukan perencanaan untuk memecahkan masalah-masalah seperti itu. 27



Suatu kegiatan dikatakan perencanaan kalau kegiatan itu cukup berbobot sebagai satu unit kegiatan, yang membutuhkan pemikiran yang mendalam (biasanya oleh sekelompok orang), dan berbagai macam perlengkapan untuk memecahkan masalah yang cukup mendasar. Dengan demikian tipe perencanaan strategi dan perencanaan operasional.



Perencanaan operasional



Perencanaan strategi



Bagan 14 : Hubungan antara perencanaan strategi dengan Perencanaan operasional.



Dari bagan di atas tampak bahwa perencanaan operasional ada di dalam perencanaan strategi. Ini berarti perencanaan operasional tidak boleh keluar dari rambu-rambu yang telah digariskan dalam perencanaan strategi. Perencanaan operasional hanya melaksanakan perintah perencanaan strategi, ia hanya berusaha agar cita-cita perencanaan strategi bisa tercapai. Hubungan antar Tipe-Tipe Perencanaan Tipe-tipe perencanaan baik dari segi waktu, ruang lingkup, maupun dari segi sifat ada kaitannya satu dengan yang lain. Perencanaan jangka panjang berkaitan erat dengan perencanaan makro dan perencanaan strategi. Begitu pula halnya dengan perencanaan jangka pendek berkaitan erat dengan tipe-tipe perencanaan menurut ruang lingkup terutama perencanaan mikro dengan perencanaan operasional. Perencanaan jangka panjang sifatnya umum dan fleksibel, hampir sama dengan perencanaan strategi yang juga sifatnya spesifik. Sebab itu perencanaan strategi juga memikirkan untuk masa yang panjang. Misalnya perencanaan strategi tentang mutu lulusan lembaga pendidikan juga memikirkan bagaimana usaha agar lulusan yang semakin baik kualitasnya itu dapat dipertahankan dalam waktu lama atau selama-lamanya. Dan kalau perencana memperbaiki dan mempertahankan mutu lulusan ini diberlakukan di seluruh tanah air, maka ia adalah perencana makro. Perencana operasional pada umumnya dilakukan dalam jangka pendek yang mencakup perencanaan makro, meso, mikro. Perencanaan operasional berjangka pendek ini paling jelas tampak pada perencanaan mikro sebab ia bergerak dalam wilayah yang sangat kecil. Agar perencanaan dapat dilakukan secara lebih baik terutama untuk perencanaan yang umum dan fleksibel, Cunningham mengusulkan agar memakai suatu skenario. Yaitu semacam sejarah yang akan datang yang menceriterakan kemungkinan urutan kejadian masa-masa yang akan dating antara 5 sampai dengan 10 tahun. Skenario ini dikembangkan atas dasar data yang telah ada yang mencakup segala aspek pendidikan, kemudian dicari probabilitas kejadiankejadiannya pada setiap aspek ditambah dengan kemungkinan issue-issue yang muncul. Semua itu diintegrasikan menjadi skenario. Robbins tidak setuju mengadakan perencanaan yang terlalu panjang . ia memakai komitmen sebagai dasar perencanaan. Ia mengatakan bahwa organisasi pendidikan sebaiknya tidak merencanakan yang lebih panjang dari pada yang secara ekonomis tetap. Rencanakanlah dalam jangka yang cukup dengan cara melihat komitmen yang dibuat sekarang. Bila komitmen yang dipakai dasar perencanaan tampaknya mengarah kepada perencanaan yang dilakukan oleh para penganut pragmatisme seperti yang telah diuraikan di atas. Kalau pragmatisme bertitik tolak dari tujuan, dalam arti kalau tujuan sudah usang, suatu perencanaan baru dikembangkan maka Robbins bertitik tolak kepada komitmen. Perencanaan akan dimulai setiap komitmen mulai memudar. 28



Bagi Indonesia panjang perencanaan atas dasar komitmen memang diperlukan. Tetapi atas dasar komitmen saja sukar dilaksanakan sebab pertama komitmen itu sendiri tidak mudah diukur dan kedua pendidikan di Indonesia sudah mempunyai tujuan yang tetap. Untuk mencapai tujuan ini perlu diprogramkan secara sistematis. Perencanaan berjangka perlu dilaksanakan sementara itu komitmen para pelaksana pendidikan tetap diperhatikan. Bila komitmen itu menurun, maka perlu perencanaan itu direvisi. STRATEGI DALAM PERENCANAAN Strategi yang dipakai dalam perencanaan ada dua macam, yaitu dalam perencanaan strategi dan dalam analisa metode dan alat. Robbins dan Cunningham misalnya mengatakan ada tipe perencanaan strategi dan operasional seperti diuraikan diatas, memakai istilah strategi dalam artinya yang pertama. Sedang dalam arti yang kedua dipakai antara lain oleh Mc Ashan dan Kaufman. Strategi di sini dimaksudkan bagaimana menyelesaikan aktivitas-aktivitas yang dikembangkan dalam analisa sistem yaitu mencari alternatif-alternatif pemecahan. Strategi seperti ini terjadi pada analisa metode dan alat (sesudah analisa sistem) yaitu menentukan metode beserta alat-alatnya termasuk sumber-sumber pendidikan yang akan dilibatkan. Kedua pengertian strategi diatas sama-sama benar, tetapi dapat membingungkan kalau kedua-duanya dipakai dalam satu perencanaan. Sebab itu perlu dipilih salah satu pengertian saja. Berbicara tentang pengertian strategi hampir sama dengan pembahasan tentang perencanaan pemecahan masalah (problem solving) di atas. Kegiatan manusia pada umumnya dapat saja dikatakan didahului oleh perencanaan, begitu pula halnya dengan kegiatan itu dapat saja dikatakan didahului dan disertai strategi. Bila demikian halnya maka banyak sekali ada strategi. Hampir setiap langkah manusia membutuhkan strategi. Tampaknya strategi seperti itu dalam perencanaan pendidikan ada dua yang menonjol yaitu pada awal dan pada penentuan alternatif-alternatif. Yang menjadi masalah mana yang lebih penting diatara kedua strategi itu. Perencana sudah punya dasar berpikir ialah tugas-tugas yang spesifik yang harus diselesaikan oleh alternatif-alternatif yang akan dibuat. Tetapi dalam menentukan misi, tujuan, dan kebijakan para perencana belum memiliki pegangaan yang nyata. Tampaknya strategi yang diambil dalam menentukan misi, tujuan dan kebijakan lebih sukar dibandingkan dengan strategi yang diambil ketika membuat alternatif-alternatif. Begitu pula halnya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap pendidikan yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pendidikan yang disebut stake-holder perlu diperhitungkan oleh para perencana. Atas dasar argumentasi ini pengertian strategi yang dipakai dalam buku ini adalah dalam artinya yang pertama yaitu saat perencanaan itu baru dimulai. Faktor-Faktor yang perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Sistem dilingkungan pendidikan itu banyak banyak jumlahnya yang sering disebut faktorfaktor yang mempengaruhi pendidikan. Faktor-faktor yang mendukung pendidikan pada akhir abad ini ialah sosiologi, psikologi, ekonomi, demografi, politik, dan administrasi. Itu semua tentu perlu dipertimbangkan dalam perencanaan agar bagian pendidikan yang direncanakan bisa berkembang secara wajar dan menjadi lebih baik. Sikula menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan organisasi antara lain ramalan bisnis, ekspansi dan pertumbuhan organisasi, perubahan desain dan struktur, filsafat manajemen, peranan pemerintah, peranan serikat/persatuan profesi, produksi dan keterampilan manusia, dan kompetisi internasional. Beberapa faktor itu diantaranya yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan organisasi pendidikan adalah perkembangan ekonomi, filsafat manajemen pendidikan, peranan pemerintah, peranan persatuan profesi, dan keterampilan manusia yang dibutuhkan oleh produksi. Cunningham mengemukakan konteks perencanaan lokal sebagai berikut (1) sosial terdiri dari demografi, ekonomi, dan politik, (2) ideologi yaitu nilai-nilai kewarganegaraan dan minat pribadi, (3) pemerintah dengan undang-undang statuta administrasi, kasus, dan prosedur pemeriksaannya, dan (4) struktur yaitu kontak antar organisasi pemerintah. Faktor-faktor diatas perlu diperhitungkan oleh para perencana pendidikan untuk dapat diintegrasikan dan disusun kembali sebagai berikut. 29



Filsafat Negara



Sosial



Peranan pemerintah Hub dengan lembaga lembaga pemerintah D e m o g r a f i



Perkembangan penduduk Penyebaran penduduk Kepadatan



psikologi peranan kelompok profsi kelompok Ilmu Teknologi Kesenian Norma



Perencanaan pendidikan Idologi Cita-cita semangat Kebangsaan



Politik



Keterampilan berpikir Keterampilan tangan Perkembangan ekonomi



K e b u d a y a a n



Ekonomi



Bagan 15 : Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan pendidikan



Filsafat Negara merupakan faktor yang paling penting untuk diperhatikan oleh para perencana pendidikan. Sebab seluruh perikehidupan bangsa berpedoman pada filsafat Negara. Begitu pula halnya dengan pendidikan di Indonesia harus mencerminkan filsafat Negara yaitu Pancasila. Pemerintah beserta lembaga-lembaganya memikul misi filsafat Negara, oleh sebab itu mereka berperan utama dalam menegakkan, memelihara, dan menyebarkan butir-butir Pancasila yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila. Perencanaan partisipatori yaitu yang mengikutsertakan wakil-wakil orang tua siswa/mahasiswa dan tokoh-tokoh masyarakat secara otomatis sudah memperhatikan sosial/masyarakat. Mereka adalah menyuarakan kebutuhan, kemampuan/potensi, dan situasi/kndisi masyarakat setempat. Kenakalan remaja misalnya beserta kerawanan-kerawanan lainnya tidak luput dari pengamatan mereka untuk dipertimbangkan dalam membuat rencana pendidikan. Kelompok-kelompok profesi, terutama profesi pendidikan, berperan besar dalamperencanaan partisipatori ini. Sebab mereka bersama para personalia lainnya dalam lembaga itu paling banyak tahu tentang masalah-masalah pendidikan serta usaha-usaha mengatasinya. Kelompok ini diharapkan menjadi pemikir terdepan dalam perencanaan. Kebudayaan yaitu perpaduan hasil pikiran, perasaan, kemauan dan karya manusia atau perpaduan hasil kognisi, afeksi dan keterampilan yang mengangkat hidup dan kehidupan manusia tidak lepas pula dari kehidupan dunia pendidikan. Justru kebudayaan itu dilahirkan sebagian besar oleh dunia pendidikan. Ini tidak berarti perkembangan pendidikan melalui perencanaan partisipatorinya tidak perlu memperhatikan kebudayaan disekitarnya. Kebudayaan yang mencakup ilmu, teknologi, seni, norma dan sebagainya yang ada disekitar lembaga pendidikan adalah merupakan umpan balik yang sekali gus menjadi titik tolak untuk meningkatkannya. Masyarakat dan lembaga pendidikan bekerja sama memajukan kebudayaan. Kebudayaan yang jauh yang brmanfaat bagi lembaga dan masyarakat seperti ilmu dan teknologi juga tidak lepas dari perhatian para perencana pendidikan. Perkembangan ekonomi menentukan kemakmuran bangsa dan masyarakat. Pendidikan ikut ambil bagian dalam mengembangkan keterampilan tenaga-tenaganya baik keterampilan 30



berpikir maupun keterampilan tangan. Para perencana perlu memperhatikan perkembangan dan kondisi ekonomi daerah tempatnya berada. Tenaga jenis mana yang dibutuhkan, keterampilan apa yang perlu disiapkan agar cocok dengan keadaan ekonomi tersebut adalah merupakan tugas perencanaan partisipatori dalam pendidikan. Cita-cita bangsa dan semangat kebangsaan serta cara-cara untuk mencapai cita-cita itu sebagai idologi adalah merupakan faktor politik yang perlu diperhatikan oleh para perencana pendidikan. Sebab cita-cita bangsa dan semangat paling intesif dikembangkan melalui pendidikan semanjak masa sekolah. Perkembangan segi ini pada setiap individu berjalan perlahan-lahan bersamaan dengan perkembangan segi-segi lain melalui pendidikan, sampai pada waktunya kelak menjadi warga Negara yang tangguh membela dan memperjuangkan cita-cita bangsanya. Para perencana pendidikan juga perlu memperhatikan demografi yaitu kependudukan antara lain kepadatan penduduk di daerahnya, penyebarannya, dan besarnya jumlah warga yang pantas masuk sekolah. Kodisi-kondisi itu perlu mendapat perhatian oleh para perencana. Keenam macam faktor lingkungan yang mempengaruhi perencanaan partisipatori di atas, karenanya perlu diperhatikan oleh perencana agar pendidikan hasil perencanaan tersebut dapat berjalan lancer, tidak selalu semuanya dapat dikaitkan pada setiap kali melakukan perencanaan. Masing-masing perencanaan adalah mengerjakan aspek tertentu suatu pendidikan, yang diantisipasi atau yang dirasakan sebagai masalah yang perlu dicarikan penyelesainya lewat perencanaan. Oleh sebab itu perhatian kepada faktor-faktor lingkungan oleh setiap perencanaan tidaklah sama. Suatu perencanaan mungkin memberikan perhatian besar hanya pada satu atau dua faktor saja, sementara itu perencanaan yang lain memberi perhatian besar kepada beberapa faktor lainnya. PROSES BERPIKIR DALAM PERENCANAAN STRATEGI Terlepas dari teknik apapun yang dipakai proses berpikir itu harus mencakup analisa intuisi yang kritis dan pertimbangan-pertimbangan semua faktor untuk sampai kepada program/strategi, yang paling tepat. Pernyataan ini mengacu kepada dua hal penting yaitu : (1) berpikir strategi tidak cukup hanya memakai berpikir ilmiah saja melainkan perlu pula melibatkan berpikir intuitf dan segala pertimbangan yang diperlukan dan (2) melibatkan faktor lingkungan yang telah diuraikan diatas. Menurut kenyataan yang dialami oleh manajer tingkat puncak/tinggi, seringkali berpikir secara ilmiah saja tidak cukup untuk memecahkan masalah-masalah yang komplek dan subtle. Karena data yang mendudukung masalah-masalah seperti itu kurang mencukupi sebab sukar didapat. Penggabungan dari berpikir ilmiah dan intuitif ini adalah wajar bagi manajer tertinggi. Itulah kombinasi dari ilmu dan art. Cara berpikir seperti ini juga dilakukan dalam menentukan strategi dalam perencanaan pendidikan. Ada empat pendekatan yang dapat dipakai dalam proses berpikir yang bersifat strategi antara lain: (1) kerangka bimbingan (guide line), (2) planajemen, (3) swot, dan (4) investigasi (investigative). Masing-masin dibahas berikut ini. Pendekatan kerangka Bimbingan Pendekatan ini berdasarkan kepada instrumen yang dikonstruk secara hati-hati untuk menganalisa keadaan agar sampai kepada penyelesaian yang paling cocok. Misalnya bila sekolah menghadapi masalah keenganan belajar yang bertambah meluas dikalangan para siswa usaha apa yang diambil untuk mengatasi hal itu, atau program apa yang direncanakan agar keengganan belajar itu dapat ditanggulangi. Bila perumpamaan di atas dipecahkan melalui pendekatan kerangka bimbingan, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah : 1. Tentukan tujuan jangka panjang pemecahan masalah itu. Misalnya agar keengganan belajar itu berangsur-angsur berkurang dan hilang sama sekali serta tidak terulang lagi dikemudian hari. 2. Identifikasi faktor-faktor lingkungan yang dapat dan mungkin memberi pengaruh terhadap timbulnya masalah. Keenggan belajar mungkin disebabkan oleh faktor sosial, ekonomi, dan kebudayaan. 31



3. Perhatian apakah program itu dapat dikaitkan dengamn program pembaharuan yang sudah ada, atau dengan memperbaiki pembaharuan itu, atau mengadakan inovasi yang baru sama sekali. Keengganan belajar mungkin dapat diperbaharui atau dengan meperluas kegiatan badan itu sebagai suatu inovasi yang melibatkan guru-guru dan para orang tua siswa. 4. Analisa semua secara jelas dan komplit program strategi yang paling baik. 5. Bandingkan program strategi yang terbaik ini dengan perencanaan jangka panjang diatas bila kurang pas, salah satu dapat dimodifikasi. Misalnya kalau dimodifikasi perencanaan jangka panjang yaitu menghilangkan keengganan belajar 100% tidak dapat, maka dapat ditargetkan 80% saja. Atau target menghilangkan keengganan belajar dalam 3 tahun dapat diubah menjadi 5 tahun. 6. Program strategi diimplementasikan. Perlu diketahui bahwa dalam perencanaan strategi tidak ada implementasi, hal itu hanya dapat pada perencanaan operasional. Oleh sebab itu berpikir strategi untuk perencanaan strategi ini hanya cukup sampai dengan langkah keenam di atas, yaitu sampai kepada menemukan program strategi yang terbaik. Pendekatan Planajemen Planajemen(planagement) adalah suatu proses yang mengintegrasikan seni dan ilmu (art and science) untuk memindahkan konsep kedalam realitas melalui metode yang praktis. Menentukan program strategi dengan pendekatan ini adalah dengan cara mengumpulkan informasi/data yang relevan dengan masalah yang dihadapi beserta situasinya. Kemudian menganalisa data itu untuk membuat pertimbangan-pertimbangan tentang tindakan apa sebaiknya yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Pendekatan planajemen ini memakai empat langkah dalam upayanya mencapai sasaran. Langkah-langkah itu ialah: 1. Mengumpulkan semua informasi, fakta dan data yang tepat tentang masalah yang dihadapi. Misalnya masalah kesulitan para mahasiswa membaca buku teks yang berbahasa inggris. Informasi yang perlu dikumpulkan antara lain jumlah buku berbahas inggris yang dipinjam di perpustakaan, keluh kesah mahasiswa, daya tangkap mereka terahadap isi buku itu, banyaknya buku seperti itu yang ditugaskan untuk membaca, frekuensi pemberian tugas tersebut, apakah tugas-tugas itu benar-benar dikoreksi oleh dosen, apakah tugas-tugas seperti itu dinyatakan dalam test, kemampuan mahasiswa berbahasa inggris, kemampuan dosen berbahasa inggris, kegiatan balai bahasa inggris dan sebagainya. 2. Data tersebut di atas dianalisa secara alamiah, dilengkapi dengan intuitif, serta pertimbanganpertimbangan yang matang untuk melahirkan asumsi-asumsi yang mendasari perencanaan. Analisa data tersebut diatas munkin dapat melahirkan asumsi-asumsi seperti berikut : (1) para mahasiswa mempunyai potensi untuk membaca buku-buku berbahasa inggris, dan (2) para dosen menyadari pentingnya kemampuan membaca buku berbahasa inggris, maka itu mereka mau diajak bekerja sama memotivasi para mahasiswa dan dengan sedikit memaksa untuk membaca buku-buku seperti itu, termasuk memacu diri sendiri. 3. Ambil keputusan bagaimana usaha menyelesaikan masalah itu untuk jangka panjang. Atas dasar asumsi di atas, kemampuan membaca buku-buku berbahasa inggris di kalangan mahasiswa itu dapat ditingkatkan. Yang perlu dipikirkan adalah metode meningkatkan semangat para dosen untuk memacu diri membaca buku-buku berbahasa inggris dan memotivasi mahasiswa agar membaca buku-buku seperti itu. 4. Kembangkan program strategi. Misalnya program untuk mengatasi masalah di atas adalah sebagai berikut : Rektor membuat peraturan yang disepakati oleh senat Universitas bahwa setiap mata kuliah harus dilengkapi dengan paling sedikit satu buku wajib yang ditulis dalam bahasa inggris. Isi buku itu menjadi bahan tentamen/ujian. Para dosen senior harus memonitor pelaksanaan peraturan ini dan membimbing para dosen yunior yang membutuhkan bimbingan. Untuk maksud itu diadakan kelompok dosen yunior yang dipimpin oleh seorang dosen senior. Pendekatan Swot Istilah swot adalah singkatan dari strength yaitu kekuatan (lembaga pendidikan), weakness yaitu kelemahan (lembaga pendidikan), Opportunity yaitu peluang yang ada, dan Threat yaitu 32



tantangan yang dihadapi. Pendekatan swot ini merupakan proses mengindetifikasi kekuatan dan kelamahan suatu kondisi atau masalah dan kesempatan baik yang ada pada kondisi itu untuk mewujudkan program dalam upaya mencapai tujuan jangka panjang. Misalnya suatu lembaga pendidikan disuatu desa maju bersama-sama dengan para tokoh masayarakat ingin membuat perencanaan partisipatori yaitu usaha mengintegrasikan pendidikan formal dengan pendidikan informal dan dengan non formal. Maksud mereka adalah memajukan ketiga jenis pendidikan itu dibawah satu badan yang anggotanya terdiri dari guru-guru dan tokoh masyarakat. Program ini dipikirkan melalui pendekatan swot. Kekuatan-kekuatan yang ada di masyarakat dan disekolah ialah semangat yang besar, dukungan dana oleh tokoh-tokoh masayarakat, balai desa terbuka untuk berdiskusi dan kegiatankegiatan usaha kerajinan di desa siap membantu, dan ada rasa persatuan yang kuat. Faktor-faktor ini dipegang sebagai modal utama mewujudkan cita-cita. Kelemahannya antara lain tingkat ekonomi masyarakat tidak homogen, masih banyak yang hidup miskin, belum semua orang tua menyadari bahwa bersekolah pada masa muda lebih penting dari pada mencari nafkah, dan belum semua masuk program KB. Peluang yang ada adalah gerakan untuk memperbaiki pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Suatu inovasi pendidikan yang mulai muncul di Indonesia. Masalah yang ada ialah banyak anak putus sekolah yang tidak bekerja, beberapa anggota masyarakat tidak punya pekerjaan yang jelas, banyak orang tua terutama yang miskin lebih suka anaknya bekerja dari pada bersekolah dan beberapa diantara mereka masih merasa takut ikut KB. Ini semua merupakan tantangan. Masalah-masalah dan kelemahan-kelemahan itu diatasi dengan cara membuat dan melaksanakan program di desa itu atas dukungan kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat dan sekolah. Ketiga macam data ini dibahas oleh para perencana untuk mewujudkan program baru, suatu program yang dapat memajukan pendidikan formal, informal, dan nonformal secara serentak, dan dapat berjala cukup lama atau selama-lamanya. Pendekatan Investigasi Pendekatan ini memamfaatkan jasa penelitian untuk mendapatkan data tentang kegiatan, proses, dan hasil-hasil pendidikan suatu lembaga pendidikan serta data lain diluar lembaga yang mempunyai pengaruh terhadapnya. Data ini dapat diambil pada dokumentasi lembaga pendidikan, surat kabar, majalah, perencanaan, lewat diskusi,wawancara dan sebagainya. Langkah-langkah yang ditempuh pendekatan ini adalah : 1. Meneliti hasil pendidikan yang lampau, termasuk kegiatan, dan prosesnya dan juga faktorfaktor lain di luar pendekatan yang mempengaruhi pendidikan. 2. Menilai sumber-sumber pendidikan yang tersedia seperti personalia teramsuk guru-guru/dosendosen, dana material, media pendidikan, fasilitas dan prasarana. 3. Merumuskan kembali strategi yang terbaik. Dibuat atas dasar informasi/data yang diperoleh tentang apa yang membuat organisasi pendidikan menjadi sukses, yang mencakup segala upaya seperti manajemen, supervisi, kepemimpinan, proses belajar mengajar, penilaian, hubungan dengan masyarakat dan sebagainya. Sampai akhirnya program strategi untuk mengatasi masalah dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan cukup lama atau selamanya. Inti perencanaan Strategi Perencanaan strategi itu pada hakekatnya adalah proses melahirkan tujuan ideal, tujuan yang dapat dilaksanakan, dan kebijakan. Semntara perencanaan operasional bertugas menterjemahkan kedua macam tujuan tadi bersama kebijakannya de dalam metode, prosedur, dan koordinasi, agar tujuan-tujuan tadi tercapai, itulah sebabnya mengapa Cunningham mengatakan perencanaan strategi sebagai “Doing the Right Things” sedangkan perencanaan operasional dikatakannya sebagai “Doing Things Right” Dalam perencanaan strategi kita dituntut melakukan hal yang benar, sementara dalam perencanaan operasional dituntut mengerjakan sesuatu dengan benar. Melakukan hal yang benar berkaitan dengan perubahan lingkungan, pengembangan organisasi pendidikan, misi yang diemban oleh organisasi, dan tujuan perencanaan. Dan 33



mengerjakan sesuatu dengan benar berkaitan dengan pelaksanaan, performan yang ingin dicapai dan hasil. Perencanaan strategi yang dimulai dari mencari informasi, menganalisa, menyeleksi, sampai dengan membentuk program untuk jangka panjang yang sumber-sumbernya belum jelas adalah lebih sulit dari pada membuat perencanaan operasional untuk jangka pendek yang hanya bertugas melaksanakan program dengan sumber-sumber yang sudah jelas. Selain tujuan yang harus dijelaskan dalam perencanaan strategi, ia juga diminta memberi alasan atau rasional mengapa program seperti itu yang dipilih untuk menyosong perubahan dan menyesaikan masalah atau mengapa suatu misi harus dipikul. Perencanaan ini dengan misinya harus juga menjelaskan kondisi tempat perencanaan itu akan dilaksanakan yaitu apa yang akan dikerjakan, siapa yang akan dilibatkan dalam pekerjaan itu, bagaimana persyaratan fasilitasnya, dan kriteria hasil yang bagaimana yang diinginkan. Misalnya strategi untuk meningkatkan hasil belajar matematika, adalah atas dasar prestasi para siswa dibidang itu masih dapat ditingkatkan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi misalnya fasilitas belajar mencukupi, lingkungan belajar yang kondusif, orang tua memberi layanan yang positif, dan guru-guru tidak mengenal putus asa/sabar. Yang akan mengerjakan pekerjaan itu ialah para guru matematika dengan metode belajar mengajarnya yang tepat. Dan kriteria hasil belajar yang diinginkan ialah prestasi rata-rata 70 dengan tidak ada yang mendapat skor di bawah 40 dalam skala skor 0 sampai dengan 100. Dengan demikian perencanaan strategi mempunyai dua sisi. Pada satu sisi membentuk tujuan, misi dan program yang tepat, dan pada sisi lain usaha mengkreasikan organisasi yang hangat, kerja sama yang harmonis dari segala pihak yang berkepentingan, dan semangat kerja yang optimal para personalia pendidikan, dalam waktu yang relative lama atau untuk selamanya. PENILAIAN AKAN KEBUTUHAN Setiap masalah yang muncul termasuk antisipasi terhadap perubahan dalam pendidikan menimbulkan kebutuhan. Misalnya masalah prestasi siswa yang menurun yang menimbulkan kebutuhan untuk memperbaikinya, antisipasi kompetensi guru pada tahun 2000 an menimbulkan kebutuhan untuk mencari sumber-sumber baru dan mengalokasinya secara lebih baik dan sebagainya. Atau kebutuhan itu merupakan kesenjangan antara apa yang ada sekarang dengan bagaimana hal itu seharusnya. Dalam bahasa inggris sering disebutkan bahwa kebutuhan (need) itu adalah kesenjangan anatara “What is” dengan “what should be”



Apa yang ada sekarang



Bagaimana seharusnya Kebutuhan Bagan 16 : kebutuhan Menurut Kaufman ada berbagai kebutuhan dalam pendidikan yaitu kebutuhan input, proses, produksi, output dan outcame. Kebutuhan input misalnya meningkatkan kualitas calon mahasiswa dari skor rata-rata hasil test masuk 70 misalnya ke skor rata-rata 80, kebutuhan meningkat media cetak di sekolah dari 150 judul menjadi 200 judul masing-masing 50 eksemplar misalnya dan sebagainya. Kebutuhan proses misalnya memperbaiki preoses belajar mengajar, menertibkan ketatausahaan, menertibkan frekuensi kuliah dan sebagainya. Kebutuhan produksi misalnya peningkatan berbagai hasil pendidikan secara kualitatif dan kuantitatif mengenai aspek keterampilan, afeksi, kesenian dan sebagainya. Kebutuhan out put adalah peningkatan penyerahan berbagai produksi pendidikan ke masyarakat, misalnya usaha meningkatkan jumlah pemuda yang terampil yang dapat mencari nafkah sendiri, usaha memperbanyak jumlah anggota masyarakat yang bisa masuk ke perguruan tinggi, usaha mengurangi jumlah pendududuk yang buta huruf dan sebagainya. Kebutuhan out come yaitu menyangkut dampak output pendidikan itu terhadap 34



masyarakat, misalnya usaha menurunkan jumlah penggangguran, usaha mengurangi jumlah kenakalan remaja, usaha meningkatkan kerajinan rumah tangga di masyarakat dan sebagainya. Dua jenis kebutuhan pertama disebutnya sebagai kebutuhan kuasi sebab ia belum merupakan kebutuhan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai proses mempersiapkan hasilhasil pendidikan, input-input dan proses dalam lembaga pendidikan memang belum dapat dinikmati secara langsung oleh orang-orang yang berkepentingan terhadap hasil-hasil pendidikan. Hanya ketiga kebutuhan yang terakhir dikatakan sebagai kebutuhan yang sesungguhnya. Bila kelima macam kebutuhan itu digambarkan adalah sebagai berikut. input



proses



produksi



output outcome Bagaimana seharusnya keadaan sekarang



kebutuhan kuasi kebutuhan Bagan 17 : Jenis-jenis kebutuhan (Kaufman dan revisi) Yang menentukan kebutuhan atau melakukan penilaian terhadap kebutuhan adalah para perencana partisipatori. Mereka itu adalah manajer beserta beberapa guru, para wakil siswa/mahasiswa, dan kelompok penilai yaitu kelompok warga lembaga pendidikan dan kelompok warga masyarakat. Namun ada yang membedakan mereka menjadi tiga kelompok yaitu kelompok pengajar, pelajar, dan masyarakat sehingga disebut tiga dimensi penilai kebutuhan. Karkteristik penilai kebutuhan adalah pertama data harus mempresentasikan dunia aktual para siswa/mahasiswa dan masyarakat yang ada sekarang dan yang akan datang. Dunia aktual dan para siswa/mahasiswa mencerminkan keadaan lembaga pendidikan itu sendiri dengan segala perlengkapan, aktivitas, dan perilaku personalianya. Yang dinilai adalah kenyataan yang ada dan yang mungkin dapat diadakan kelak. Bukan keinginan atau angan-angan yang tidak mungkin dicapai. Kedua perlu disadari bahwa tidak ada kebutuhan yang bersifat final dan lengkap/sempurna. Tidak mungkin menentukan kebutuhan secara sempurna untuk selamalamanya sebab lingkungan selalu berubah. Ada yang dilihat lengkap sekarang belum tentu lengkap untuk beberapa tahun kemudian. Kebutuhan-kebuthan itu adalah bersifat sementara. Kebutuhan jangka panjang, menengah, dan pendek, ketiganya memakai batas waktu tertentu. Dan ketiga kebutuhan hendaknya diidentifikasi dalam bentuk perilaku atau keadaan yang nyata bukan dalam bentuk proses. Misalnya kebutuhan meningkatkan ketaatan beragama dalam bentuk tindakan sehari-hari bukan dalam proses mendidik ketaatan beragama. Begitu pula kebutuhan menambah satu ruangan belajar serba guna, bukan dalam bentuk bagaimana caranya untuk membangun gedung tersebut dan sebagainya. Masalah-masalah itu dapat muncul dalam berbagai bentuk sehingga menimbulkan berbagai kebutuhan pula. Bila masalah iru muncul dalam bentuk tunggal, maka kebutuhan dapat dengan mudah diidentifikasi dan dinilai. Tetapi tidak selalu suatu masalah muncul seperti itu. Ada kalanya masalah itu bertimbun-timbun berkaitan yang satu dengan yang lain, ditambah dengan beberapa antisipasi sehingga sukar diserpih satu persatu. Kemunduran iklim disekolah misalnya sangat mungkin berakitan dengan komunikasi, kepemimpinan, klik/kelompok-kelompok informal, dengan masyarakat setempat dan lain-lainnya. Untuk mengidentifikasi kebutuhan yang komplek seperti contoh di atas, maka dikembangkan suatu alat yang dapat menampung segala macam kebutuhan pada suatu lembaga pendidikan. Alat itu bersifat multi dimensi. Dimensi-dimensi itu adalah layanan khusus yang mencakup perilaku umum, afeksi, presepsi, kognisi, hubungan antar pribadi, dan jasmani. Dimensi yang lain adalah dimensi lembaga sebagai sistem yang mencakup keuangan, informasi, teknologi/pemrosesan, dan personalia. Demensi berikutnya ialah dimensi unit organisasi yang mencakup pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi. 35



Bila data sudah diperoleh lewat instrumen multi dimensi, maka masalah-masalah itu akan tampak membentuk kerumunan-kerumunan tertentu. Dari kerumunan itu diperoleh gambaran bagian masalah mana yang paling akut, yang membuat masalah-masalah tadi menjadi rumit. Masalah yang akut ini perlu ditangani terlebih dahulu. Sambil melihat perkembangan berikutnya setelah masalah akut itu ditangani, perencanaan melalui surveinya akan mendapat gambaran baru yang tentunya diharapkan sudah lebih cerah dari pada sebelumnya. Masalah yang sudah agak ringan ini ditangani lagi, sehingga suatu waktu tiba gilirannya semua masalah dapat diatasi. Ada beberapa cara bagi para perncana menentukan kebutuhan. Metode-metode itu ialah : 1. Secara individual menyatakan kebutuhan, orang-orang yang menaruh perhatian kepada pendidikan baik personalia lembaga termasuk para siswa/mahasiswa maupun anggota masyarakat menyatakan kebutuhannya kepada suatu badan/agen yang telah disediakan oleh lembaga pendidikan atau para perencana. Para perencana sebelumnya sudah membuat pengumuman lewat media masa atau lewat siswa/mahasiswa tentang maksud tersebut. Setelah batas waktu yang sudah ditentukan habis, maka usulan-usulan yang berupa kebutuhan itu dihitung/dinilai bila dipandang mencukupi maka kebutuhan itu diangkat menjadi bahan untuk perencanaan pendidikan. Bila tidak diumumkan kembali alasanya. 2. Dengan mendirikan layanan pada beberapa tempat layanan akan menampung kebutuhankebutuhan para peminat pendidikan. Sudah tentu tempat layanan ini dengan tujuannya perlu diberitahukan kepada warga lembaga dan warga masyarakat. Metode ini dapat disederhana dengan cara membuat kotak kebutuhan yang ditempatkan di lembaga pendidikan dan setiap desa atau RW disekitarnya. Bila tiba waktunya isi kotak itu dikumpulkan dan dianalisa untuk mengetahui apakah kebutuhan itu dapat dijadikan dasar perencanaan. 3. Mengestimasi populasi. Metode ini untuk mencari kebutuhan pada daerah-daerah yang agak luas. Estimasi ini dilakukan melalui data yang bertalian dengan pendidikan. Data statistik dapat diambil di kantor-kantor pemerintah seperti di kantor RT, RW dan kelurahan. Kebutuhan akan membuka taman kanak-kanak yang baru misalnya bisa diestimasi melalui data kependudukan yang tersedia di kantor-kantor di atas. 4. Menghitung kepala. Metode ini dilakukan mengadakan kontak langsung dengan orang demi orang yang membutuhkan perubahan. Kebutuhan setiap orang dicatat satu persatu. Kemudian dianalisa untuk mengetahui apakah kebutuhan itu kebutuhan yang berarti untuk segera dipenuhi melalui perencanaan. 5. Mencari anak ( Child find ). Metode ini khusus perencanaan makro. Misalnya ingin memberi layanan yang lebih baik terhadap anak-anak yang berkelainan. Melalui organ-organ pemerintah dicatat jumlah dan jenis kelainan mereka, kemudian dianalisa lalu ditentukan macam-macam kebutuhan dalam upaya peningkatan layanan tersebut. 6. Usaha terpadu (single part of entry). Metode ini didesain terlebih dahulu, sehingga dangan satu kali kegiatan sudah dapat menemukan data tentang kebutuhan akan peningkatan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah sekaligus dapat menentukan sekolah-sekolah mana yang akan dijadikan pusat-pusat percobaan. Para perencana pendidikan dapat memilih salah satu dari metode-metode ini atau gabunngan dari padanya. Perencanaan pertisipatori dapat menggunakan metode pertama, kedua, atau keempat atau gabungan dari beberapa metode tersebut. MISI, TUJUAN, DAN PROGRAM PERENCANAAN Kebutuhan-kebutuhan yang diperoleh melalui metode atau beberapa metode gabungan sesudah dianalisa menunjukkan suatu kebutuhan yang berarti untuk dipenuhi, maka ia diangkat sebagai tujuan perencanaan. Kebutuhan yang diketemukan tidak selalu tunggal, kadang-kadang jamak, bahkan ada kalanya kompleks. Untuk kebutuhan yang kompleks perlu disederhanakan terlebih dahulu melalui alat penilaian kebutuhan yang komplek yang sudah dibahas diatas. Kemudian kebutuhan-kebutuhan itu diranking, lalu diprioritaskan rangking paling atas atau beberapa ranking teratas untuk dijadikan tujuan perencanaan. Begitu pula halnya dengan kebutuhan yang jamak. 36



Setiap perencanaan pada umumnya memiliki tujuan, ada dua macam tujuan yaitu tujuan ideal dan tujuan yang mungkin dapat dicapai. Tujuan ideal ialah ide yang dicita-citakan sebagai sesuatu yang terbaik. Sedangkan tujuan yang mungkin dapat dicapai ialah gambaran ideal tadi yang sudah dibahas/dikaji berdasarkan perkiraan kemampuan sumber-sumber pendidikan yang tersedia yang diperkirakan dapat diselesaikan. Kedua macam tujuan tadi merupakan tanggung jawab para perencana untuk merealisasikannya. Kedua tujuan itu merupakan misi yang harus dipikul oleh para perencana pendidikan. Untuk menyelesaikan tujuan-tujuan tersebut para perencana mengembangkan program yang kadang-kadang disebut program strategi. Misi adalah merepresentasikan semua tujuan (tujuan umum) dari program yang dikembangkan oleh para perencana. Ramalan/antisipasi - dekat - jauh pendekatan berpikir misalnya SWOT



Misi goal



kebutuhan



objective



program Manajemen personalia



Perencanaan strategi (jangka panjang) Bagan 16 : Perencanaan strategi Program untuk mereliasasi tujuan atau misi perencanaan perlu dinilai terlebih dahulu sebelum dilaksanakan. Shaw and Geynor mengembangkan penilaian program yang berorentasi kepada tujuan dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, para perencana partisipatori diberi penjelasan akan tujuan program beserta indikator-indikatornya. Kedua, bila program memiliki beberapa tujuan, maka prioritas tujuan dicek lagi melalui rating yang dilakukan oleh seluruh anggota. Ketiga, para perencana mengadakan pertemuan membahas hasil rating dan memberikan pertimbangan-pertimbangan serta memutuskan tujuan dan indikator-indikator tersebut. Keempat, untuk lebih meyakinkan akan kebenaran program untuk merealisasi tujuan, dicarikan pendapat di luar tim perencana seperti pada beberapa guru/dosen, beberapa siswa/mahasiswa, dan beberapa tokoh masyarakat/orang tua siswa. Pendapat mereka dianalisa dan diangkat sebagai bahan pertimbangan perbaikan program. Dan kelima, program dengan tujuan dan pandangan-pandangan dari orang-orang di luar tim perencana dilaporkan kepada ketua/manajer program. Program dibahas lagi, disempurnakan, dan kemudian disahkan. Robbins membedakan antara tujuan nyata dan tujuan tertulis. Tujuan nyata adalah merealisasi tujuan itu dalam kegiatan pendidikan sehari-hari. Sedangkan tujuan tertulis adalah dokumentasi yang berisi tujuan yang akan dikejar oleh para perencana atau pelaksana pendidikan. Biasanya tidak terjadi kesamaan yang persis antara tujuan nyata dengan tujuan tertulis. Apa sebab demikian.? Sebab tujuan pelaksanaan dengan tujuan organisasi pendidikan tidak selalu sama. Antara kemauan individu pelaksana pendidikan dengan yang diinginkan oleh organisasi selalu ada jurang walaupun mungkin tidak lebar. Organisasi tidak dapat membuat kemauan semua personalianya persis seperti kemauannya. Ini pula sebabnya mengapa para manajer memasukkan pekerjaan manajer strategi kedalam perencanaan dengan istilah-istilah seperti manajemen strategi dan pengembangan rencana manajemen seperti diuraikan diatas. Untuk maksud yang sama Cohan dengan teman-temannya mengembangkan penilaian kesiapan sebagai alat menilai program. Penilaian kesiapan menilai sampai dimana kemajuan perkembangan program itu sama majunya atau suksesnya bila ia dilaksanakan. Dilakukan dengan cara mengundang para pelaksana pendidikan memberi respon terhadap program tersebut. Data hasil respon terhadap program tersebut. Data hasil respon/penilaian itu dianalisa dan disampaikan kepada para manajer dan para perencana untuk dibandingkan dengan program yang telah dibuat, sebagai bahan revisi program bila diperlukan. 37



BAB IV PERENCANAAN OPERASIONAL Tujuan yang diwujudkan dalam perencanaan strategi sebagai misi perencanaan itu perlu dioperasionalkan agar dapat dilaksanakan. Usaha ini tidak terbatas pada menspesifikasi tujuan, melainkan juga sampai kepada usaha menyelesaikan tujuan-tujuan yang spesifik tersebut menjadi kenyataan dengan pelbagai alternatif pemecahan. Setelah dipilih alternatif yang terbaik perencanaan operasional mengimplementasikan program tersebut dalam kegiatan yang nyata di lapangan. Setelah tiba waktunya kegiatan nyata ini dinilai dan direviu apakah program itu telah memberi hasil seperti yang diharapkan atau belum. Hasil ini menentukan tindakan tim perencana berikutnya, yaitu berhenti karena sudah puas atau berhenti karena gagal sama sekali, atau mengulang dengan program yang direvisi. LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN Yang dimaksud langkah perencanaan disini adalah memcakup langkah keseluruhan perencanaan yaitu mulai perencanaan strategi sampai kepada perencanaan operasional. Morphet mengingatkan kepada kita apa yang perlu diperhatikan bila membuat perencanaan. Prosedur yang harus diperhatikan ialah (1) mengumpulkan informasi dan analisa data, (2) menyelesaikan perubahan dan bentuk kebutuhan, (3) mengidentifikasi tujuan dan pioritas, (4) membentuk alternatif-alterantif penyelesaian, dan (5) mengimplementasikan, menilai dan memodifikasi. Ahli lain menulis proses atau langkah-langkah perencanaan sbb: (1) menentukan tujuan dan kebijakan, (2) menentuan alat-alat yang akan dipakai mencapai tujuan tersebut, (3) menentukan sumber-sumber pendidikan seperti materi, uang, personalia dan sebagainya, dan (4) mengorganisasi yaitu memperbaiki hubungan antara orang-orang dengan kelompok. Proses perencanaan yang dikemukan ialah (1) mengidentifikasi tujuan, (2) melakukan forecasting dan menentukan program, (3) melakukan spesifikasi program, (4) membuat standar performan, dan (5) melakukan reviu. Yang paling panjang diantara keempat macam langkah yang dikemukakan disini ialah langkah perencanaan yang dibuat oleh Mc Ashan. Langkah-langkah itu ialah (1) mewujudkan pernyataan misi dan tujuan-tujuan, (2) mengumpulkan informasi, (3) menganalisa kebutuhan, (4) menentukan prioritas, (5) menspesifikasikan tujuan-tujuan, (6) membuat strategi (maksudnya alternatif-alternatif ), (7) menentukan budget, dan (8) mengadakan evaluasi. Keempat macam langkah perencanaan tersebut diatas bila digabungkan ternyata mengandung 13 unsur yaitu: (1) menentukan kebutuhan, (2) menentukan tujuan/misi/kebijakan, (3) mencari informasi/data, (4) melakukan forecasting dan pemprogram, (5) melakukan prioritas, (6) menspesifikasikan tujuan, (7) membuat standar performan, (8) menentukan alat-alat, (9) membuat alternatif-alternatif pemecahan, (10) menentukan/ mencari sumber-sumber pendidikan, (11) menentukan budget, (12) mengorganisasi orang-orang, dan (13) mengimplementasi/menilai/ mere- visi /memodifikasi. Dengan demikian langkah-langkah perencanaan atau proses perencanaan adalah melalui tahap-tahap sbb: 1. Menentukan kebutuhan dasar antisipasi terhadap perubahan lingkungan atau masalah yang muncul. Bila kebutuhan banyak diadakan prioritas. 2. Melakukan forecasting/ramalan, menentukan program, tujuan, misi perencanaan. Bila tujuan banyak diadakan prioritas. 3. Menspesifikasikan tujuan. 4. Membentuk/menentukan standar performan. 5. Menentukan alat/metode/alternatif pemecahan. 6. Melakukan implementasi dan menilai. 7. Mengadakan reviu. Langkah pertama dan kedua termasuk perencanaan strategi, langkah ketiga sampai ketujuh termasuk perencanaan operasional.



38



MENSPESIFIKASI TUJUAN PERENCANAAN Untuk menyelesaikan misi yang dipikul para perencana, terlebih dahulu tujuan umum dalam program strategi perlu dispesifikasi menjadi tujuan khusus yang jelas dan dapat diukur serta dianalisa yang bertahap. Kaufman menyebutnya sebagai analisa misi, fungsi dan tugas. Analisa fungsi ia bagi-bagi lagi menjadi analisa tertinggi, analisa tingkat satu, tingkat dua, tingkat tiga dan seterusnya. Analisis Misi Misalnya suatu misi perencanaan pendidikan untuk meningkatkan mutu lulusan SMA, perlu membahas arti mutu itu bagi lulusan SMA. Mutu lulusan SMA harus ditinjau dari segi tujuan pendidikan nasional, bukan hanya ditinjau dari beberapa persen yang dapat diterima di perguruan tinggi negeri. Bukan pula ditentukan skor rata-rata mereka dalam satu kelas atau secara individual, sebab skor yang tercantum dalam raport sekarang sebagian besar mencerminkan kemampuan kognisi. Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia berkembang seutuhnya, suatu perkembangan total yang mencakup segala aspek individu. Walaupun tujuan pendidikan di sekolah-sekolah umum tidak sama dengan disekolah kejuruan, namun semua aspek individu itu patut dikembangkan. Hanya bobot usaha pengembangan itu terhadap aspek-aspek tersebut tidak sama bagi semua jenis sekolah. Perkembangan total mencakup aspek afeksi, kognisi, dan keterampilam, atau pikiran, perasaan, kemauan, dan karya. Afeksi sudah mencakup perasaan dan kemauan. Oleh sebab itu misi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian. Dengan kata lain misi yang dipikul oleh para perencana, sebagi usaha meningkatkan mutu pendidikan SMA adalah berupa peningkatan perkembangan para siswa secara total yang menekankan pada sapek afeksi, kognisi, dan keterampilan. Dalam hal ini bagian-bagian misi/perkembangan total adalah afeksi, kognisi, dan keterampilan. Inilah yang disebut analisa misi. Bagian-bagian ini disebut fungsi. Jadi fungsi perkembangan total para siswa adalah afeksi, kognisi, dan keterampilan. Contoh kedua adalah suatu misi yang berusaha meningkatkan kesejahteraan guru dan personalia sekolah. Analisa disini dimulai memahami arti kesejahteraan, kesejahteraan guru dimaksud adalah terbatas pada uang, dan material lainnya yang diterima di sekolah , tidak mencakup kepuasan atau kebahagian rohani individu beserta keluarganya sebab hal itu sukar diukur dan sukar diusahakan oleh sekolah. Misi kesejahteraan guru berupa uang dan materi dapat dianalisis menjadi bagian-bagian atau fungsi-fungsi berikut : (1) gaji, (2) honorarium, (3) hasil swausaha sekolah,. (4) hadiah-hadiah karena prestasi, dan (5) fasilitas-fasilitas lain seperti cicilan di bank, cicilan rumah, kendaraan dan sebagainya, koperasi dan lain-lainnya. Analisa misi ini digambarkan dengan bagan umum sebagai berikut: Misi



Fungsi 1



Fungsi 2



Fungsi 3



Fungsi 4



Fungsi 5



(garis putus-putus adalah hubungan kerja sama) Bagan 19 : analisis misi Analisis Fungsi Bila fungsi-fungsi telah diperoleh dalam analisis misi, maka masing-masing fungsi ini dianalisa lebih lanjut, agar menjadi lebih menjadi spesifik. Kognisi misalnya yang diceritakan diatas dapat dianalisis menjadi beberapa bagian menurut taxonomi tertentu. Ada beberapa taxonomi tentang kognisi. Di antaranya paling dikenal oleh para guru adalah taxonomi Bloom. Menurut dia ada dua tingkat kognisi yaitu tingkat rendah dan tingkat tinggi. Kognisi tingkat rendah dapat dibagi lagi menjadi kemampuan mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan. 39



Sedang kognisi tingkat tinggi terdiri dari kemampuan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Bagi contoh misi usaha meningkatkan kesejahteraan guru, baiklah kita ambil satu fungsi yaitu hasil swausaha. Hasil usaha sendiri ini bisa terdiri dari akibat usaha guru bersama kelasnya yang diajar, usaha sekolah. Dan usaha patungan antara sekolah dengan masyarakat dan kalau lembaga pendidikan itu merupakan sekolah swasta, swausaha ini dapat ditambah satu lagi ialah usaha yayasan. Bila analisis swausaha sekolah ini bersumber nafkah/hasil tambahan diteruskan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan guru-guru, maka akan diketemukan bagan sebagaimana bagan 20. Analisis fungsi diatas sudah menunjukkan analisis fungsi tingkat ketiga, yaitu pada (1) ke warga sekolah dan (2) ke warga masyarakat. Supaya lebih jelas dapat dipahami, masing-masing bagian diuraikan sebagai berikut. Usaha kelas sebagai salah satu satu swausaha sekolah dilakukan oleh guru yang ingin meningkatkan kesejahteraan bersama antara guru dengan para siswa di kelas yang diajarnya. Guru dapat memilih satu atau beberapa kelas saja. Misalnya dengan membuat kerajinan tangan berupaya beberapa alat rumah tangga, dengan menjual lukisan buatan sendiri, menciptakan permainan anak-anak dan sebagainya. Swausaha Sekolah



Usaha kelas



Usaha sekolah



Patungan sekolah dan masyarakat



dst. Latihan keteramp ilan



layanan



Kewarga sekolah



Metode keterampilan proses



Koperasi



dst Produksi keperluan sekolah



Pertunjukan



kesenian keliling



Kewarga masyarakat



masyarakat Bagan 20 : analisis fungsi swausaha sekolah meningkatkan kesejahteraan guru-guru Usaha sekolah ialah usaha bersama atas nama sekolah yang dapat dikerjakan oleh setiap guru dan setiap kelas. Usaha ini dapat berupa latihan-latihan keterampilan, maksudnya ialah melalui kegiatan latihan keterampilan pada gedung tertentu atau pada gedung serba guna guru bersama para siswanya bisa menerima kesejahteraan dengan menjual hasil-hasil keterampilan tersebut.



Bentuk-bentuk layanan yang dapat memberikan kesejahteraan kepada guru dan siswa ialah layanan bimbingan dan konseling kepada masyarakat, layanan pendidikan keluarga, pemasangan listrik dirumah-rumah oleh siswa sekolah teknik listrik, bengkel sepeda motor, layanan hukum, dan konstruksi bangunan oleh para mahasiswa dan sebagainya. Layanan dapat diberikan kepada warga sekolah/kampus dan dapat pula diperluas keluar ialah kepada warga masyarakat yang membutuhkan. Metode keterampilan proses adalah suatu metode belajar mengajar yang bermaksud membuat para siswa memahami proses-proses suatu objek yang dipelajari. Dengan mengamati, mencoba sendiri, menyimpulkan sendiri suatu proses pertumbuhan, kejadian, atau terbentuknya suatu harapan pemahaman mereka terhadap obyek–obyek yang dipelajari menjadi mendalam dan dapat melakukan, membuat, atau mempraktekkan sendiri obyek tersebut. Hasil karya dalam proses belajar mengajar seperti pula mendatangkan kesejahteraan bersama antara guru dan para siswanya. Hasil-hasil percobaan dalam pertanian, peternakan, proses kimia (sabut, tempe dan sebagainya), benda-benda elektronik dan sebagainya dapat dijual dan semuanya memberikan kesejahteraan bersama.



40



Fungsi 3.0



Analisa teringgi dst.



3.1



Analisa tingkat 1



3.3



3.2 dst



dst.



3.2.1



dst. Analisa tingkat 2



3.2.2 dst



3.2.1.1



dst. Analisa tingkat 3



3.2.1.2



dst. dst. Bagan 21 : Analisa fungsi Analisis Tugas Tugas-tugas itu adalah merupakan bagian terakhir dari fungsi yang telah diuraikan merupakan usaha untuk mewujudkan atau merealisasi tujuan-tujuan yang paling spesifik. Perlu diulangi disini bahwa misi/program strategi untuk merealisasi tujuan umum, fungsi untuk merealisasi tujuan-tujuan yang paling spesifik. Dalam contoh diatas yang disebut bagian fungsi paling kecil atau tugas ialah kemampuan mengetahui, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Bagian-bagian fungsi yang paling kecil tersebut di atas tidak dapat dipecah lagi dalam arti secara wajar. Ia dapat saja dipecah secara paksa, namun tidak akan mempunyai arti lagi sebagai unit tersendiri. Misalnya sebuah lensa proyektor kalu dipecah lagi menjadi keping-kepingan lensa, maka ia tidak berarti sebagai lensa atau bagian dari proyektor. Bagian-bagian fungsi yang paling kecil tersebut diatas dalam sistem disebut komponen, inilah yang merupakan tugas-tugas nyata yang spesifik nagi para perencana untuk mereka kerjakan agar dapat merealisasi tujuan-tujuan yang sudah spesifik pula. Kalau sudah sampai kepada komponen-komponen ini para perencana tidak perlu lagi memperhatikan hasil-hasil analisa fungsi yang lebih nyata diatasnya. Kalau para perencana sudah berhasil mengerjakan komponen-komponen/tugas-tugas ini dengan sukses sehingga memberikan hasil seperti yang diharapkan, maka berarti tugas perencana sudah selesai dan misi yang dipikulnya sudah berhasil dengan gemilang. Pendekatan Sistem Bila diperhatikan analisis dalam perencanaan mulai dari analisa misi, analisis fungsi, sampai dengan analisis tugas tampaknya ia tidak ubahnya seperti analisis yang dilakukan terhadap sistem untuk menemukan komponen-komponennya. Perencanaan memandang tujuan perencanaan atau misi atau program strategi sebagai suatu sistem. Dan sistem itu dianalisis menjadi sub sistim, kemudian masing-masing sub sistem di pecah-pecah lagi menjadi bagian-bagiannya yang lebih kecil sehingga menemukan bagian yang paling kecil yang disebut komponen. Semua komponen mewakili sistem, mereka respresentatif terhadap sistem. Dalam analisis tersebut diatas fungsi adalah merupakan sub sistem dari misi sebagai sistem. Hasil analisis tingkat satu pada fungsi tertentu adalah sebagai sub-sub sistem, sedangkan pada fungsi yang lain mungkin sudah melahirkan komponen karena tidak dapat dibagi-bagi lagi. Hasil analsis tingkat dua dari hasil analisis tingkat satu tertentu adalah sebagai sub-sub sistem. Begitu seterusnya samapai semua analisis tiba pada komponen-komponen masing-masing. Cara kerja seperti ini menunjukkan perencanaan memakai pendekatan sistem. MENENTUKAN STANDAR PERFORMAN Tujuaan spesifik dalam pendidikan adalah membentuk perilaku tertentu pada diri setiap siswa. Atau disebut juga dengan performan. Performan seperti itu juga dapat dikenakan kepada para personalia lembaga pendidikan yaitu guru/dosen, sedang secara tidak lansung adalah para administrator/manajer dan para pegawai. Dalam perencanaan pendidikan obyek yang diperbaiki, dilengkapi, atau diubah adalah semua unsur pendidikan bukan hanya siswa/mahasiswa yang 41



ditangani, melainkan personalia, sarana, prasarana, dan masyarakat yang memberi pengaruh terhadap proses belajar siswa/mahasiswa. Dengan demikian pengertian dalam perencanaan dapat dikenakan semua unsur pendidikan tidak hanya perilaku tertentu saja, melainkan juga bentuk-bentuk, sifat-sifat, dan proses-proses tertentu. Misalnya perencanaan tentang kursi tempat duduk TK, anak SD, SMP,SMTA menuntut bentuk dan ukuran yang berbeda-beda atau performan berbeda-beda. Begitu pula perencanaan peningkatan lingkungan belajar akan menuntut sifat atau performan lingkungan belajar yang baik. Jadi standar performan itu adalah suatu ukuran atau kriteria yang tepat yang dierima oleh umum untuk tujuan perencanaan spesifik, sehingga atas dasar kriteria itu para pelaksana program/tugas dapat mewujudkan tujuan itu secara tepat pula sesuai dengan kretirianya. Contoh standar performan lingkungan belajar ialah iklim organisasi pendidikan yang hangat, komunikasi yang harmonis, kerja sama yang erat/gotong royong, kaya dengan sumber belajar, dan pembimbingan yang penuh dengan kasih sayang. Agar standar performan dapat diwujudkan sebaik-baiknya, maka setiap tugas perlu dilengkapi dengan persyaratannya. Cunningham memasukan ukuran juga mensyaratkan yang diperlukan setiap tugas agar dapat dikerjakan dengan baik. Persyaratan tersebut adalah: 1. Setiap atau apa obyek tersebut, siapa atau apa yang akan diperbaiki, apakah para siswa, guruguru. Proses belajar, lingkungan belajar dan sebagainya. 2. Bentuk kegiatan apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas itu, apa belajar dengan diskusi, memperbesar kepustakaan, belajar dengan keterampilan proses, memperkaya lingkungan dan sebagainya. Bentuk ini harus dinyatakan dengan jelas untuk setiap tugas. 3. Ukuran/kriteria/standar performan seperti telah disebutkan diatas harus jelas pula untuk setiap hasil tugas yang diselesaikan. 4. Kapan dan dimana masing-masing tugas dikerjakan, harus jelas pula. Apakah secara kontinu atau berkala, hari apa, jam berapa dan sebagainya. Apakah tugas itu diselesaikan disekolah, dimasyarakat, atau di tempat tertentu yang sudah disediakan. 5. Keahlian apa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang akan mengerjakan tugas itu. Apakah psikolog, konselor, ahli bidang studi tertentu atau cukup dengan instruktur saja dan sebagainya. Apakah persyaratan keahlian itu cukup dengan ijazah formal, ijazah jenjang yang mana, apakah perlu dilengkapi dengan pengalaman yang lama, dan beberapa pengalaman minimum yang diperlukan. Semua harus jelas bagi setiap tugas. ANALISIS ALAT DAN METODE Sesudah komponen-komponen atau tugas-tugas dikemukakan, maka pekerjaan para manajer sekarang adalah mencari jalan untuk mengerjakan setiap tugas agar menghasilkan tujuantujuan spesifik yang telah digariskan bersama. Usaha seperti ini disebut analisa alat dan metode yaitu apa yang mungkin dapat dipakai menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Sumber-Sumber pendidikan. Untuk mendapatkan hasil analisa dan metode yang tepat pertama-tama diperlukan pengetahuan yang lengkap mengenai sumber-sumber pendidikan dan pengetahuan lainnya yang berkaitan dengan tugas-tugas yang akan dikerjakan. Pengetahuan ini bisa didapat dengan cara mengadakan survey dalam bentuk studi dokumentasi, observasi, dan interviu. Sumber-sumber itu dapat diambil melalui studi dokumentasi, sebab sumber-sumber itu sebagian besar tercatat dalam arsip. Jumlah para pengajar dengan keahliannya masing-masing, banyaknya alat peraga, besarnya uang yang tersedia dan sebagainya semua tercatat dalam dokumentasi. Hanya kalau isi dokumen itu berbeda antara satu tempat dengan tempat lain, seperti jumlah dosen pada catatan di pusat lembaga dengan di jurusan misalnya, barulah diadakan interviu untuk mengecek kebenarannya. Namun demikian masih banyak pengetahuanpengetahuan lain yang diperlukan dalam perencanaan yang tidak dapat diambil melalui dokumentasi. Yang dimaksud sebagai sumber-sumber pendidikan baik dalam perencanaan maupun dalam kegiatan mendidik sehari-hari ialah : 42



1. Personalia pendidikan terdiri dari administrator/manajer atau para staf, para guru atau dosen dan para pegawai tata usaha. Ditambah dengan wakil siswa/mahasiswa yang duduk dalam badan-badan kesiswaan/kemahasiswaan. 2. Materi pelajaran yang mencakup segala macam mata pelajaran/bidang studi/mata kuliah. Materi ini dapat dituangkan dalam bentuk buku, kaset, komputer, dan film. 3. Media belajar adalah alat-alat yang dipakai untuk belajar agar para siswa/mahasiswa lebih jelas memahaminya, lebih tepat menghitungnya, dan memahami prosesnya. Buku, kaset, komputer, dan film diatas dapat juga dimasukkan sebagai media belajar sebab materi pelajaran di pelajari lewat benda-benda itu. Begitu juga tutor dan instruktur/manusia terampil dapat dimasukan kedalam kategori ini sebab pelajaran masuk lewat mereka. Mereka sebagai perantara saja, bukan sebagai sumber materi pelajaran. 4. Lingkungan belajar yaitu iklim dan suasana lingkungan tempat para siswa/mahasiswa belajar. Iklim atau suasana ini bisa hangat, penuh semangat gotong royong, dan kaya dengan sumber belajar. Atau sebaliknya semangat, tidak bergairah, egois/tidak toleran, dan gersang. 5. Uang dengan pelbagai sumber, pemakaian, dan masalahnya. 6. Sarana atau fasilitas seperti bangku, meja , papan tulis, lemari, rak, peti besi, gedung, pertanian sekolah, peternakan sekolah,koperasi, sanggar seni dan sebagainya. 7. Prasarana yaitu halaman, kebun, sanitasi, tumbuhan pelindung/penghijauan, tempat parkir, tempat apel, tanah lapang, jalan dan sebagainya. 8. Informasi pendidikan, yaitu yang menyangkut pelbagai informasi/data/fakta tentang pendidikan. Analisis Alat dan Metode Tunggal Sesudah data tentang sumber-sumber pendidikan dan data lainnya yang berkaitan dengan tugas-tugas yang direncanakan terkumpul, maka tinggal memilih dan menyusun data itu agar merupakan alat atau metode untuk menyelesaikan tugas-tugas. Masing-masing tugas punya alatnya sendiri-sendiri dan metode sendiri-sendiri pula. Oleh karena alat itu terbatas, maka ia perlu dialokasi dengan baik agar semua tugas dapat bagian yang profesional menurut kebutuhannya. Secara ideal setiap tugas ditentukan alat dan metodenya sendiri-sendiri. Namun secara praktek tugas-tugas yang mirip disatukan dan ditentukan alat serta metodenya yang sama. Dalam contoh pada halaman yang lampau tentang tugas melaksanakan layanan kepada warga sekolah dan layanan kepada warga masyarakat misalnya dapat ditentukan alat dan metode yang sama, selama jasa yang dilayankan sama. Layanan keharmonisan keluarga guru misalnya alat dan metodenya relatif sama dengan layanan keharmonisan keluarga petani, tukang batu, pegawai kotamadya dan sebagainya. Tetapi jelas berbeda metode dan alatnya dengan layanan hukum, layanan arsitektur, layanan elektronik dan sebagainya. Dalam menentukan alat dan metode ini untuk setiap tugas perlu diperhatikan syarat-syarat yang sudah ditentukan yang sudah diuraikan pada halaman yang lampau. Syarat-syarat tersebut yaitu apa/siapa obyek yang ditangani, kapan dan dimana dilaksanakan, keahlian apa yang dibutuhkan olek pelaksana. Tugas melaksanakan latihan keterampilan membuat wayang kulit misalnya, obyeknya ialah siswa yang melaksanakan latihan membuat wayang kulit yang baik sehingga laku dijual. Bentuk kegiatannya berlatih dan melatih secara berulang-ulang dalam segala aspek pekerjaan membuat wayang, mulai dari menggambar, menatah/mengukir, mewarnai, sampai dengan mengisi tangkainya. Standar performannya ialah dapat membuat wayang minimum 10 jenis dalam bentuknya yang tepat dan artistic. Pekerjaan itu dilkasanakan di sekolah pada setiap hari sabtu misalnya. Keahlian yang dibutuhkan oleh orang/guru yang melatih ialah ahli dalam membuat wayang kulit. Deskripsi tentang alat dan metode yang sudah ditentukan untuk setiap tugas perlu diberi nomor agar mudah dikenal. Kode nomor ini harus sama dengan kode nomor yang dipakai pada analisa misi, analisa fungsi, dan analisa tugas (lihat bagan 21) sehingga mudah dipasangkan. Manfaat pemberian kode nomor baik pada analisa misi, fungsi, tugas maupun pada analisa alat dan metode adalah agar mudah dipelajari kembali oleh para perencana berikutnya bila mereka 43



akan merencanakan hal-hal yang sama atau yang mirip. Mereka dapat mempelajari konsep perencanaan ini yang sudah berbentuk dokumentasi. Apa yang diuraikan di atas adalah merupakan analisa alat dan metode yang bersifat tunggal. Yaitu menentukan alat dan metode yang hanya satu kali ialah sesudah tugas-tugas itu diketemukan secara jelas. Jadi setiap tugas diikuti oleh alat dan metodenya, bila alat dan metode ini untuk masing-masing tugas sudah dipandang benar, maka tinggal diimplementasikan. Sementara itu perlu pula diidentifikasi kemungkinan-kemungkinan rintangan yng dikemukan dalam perjalanan. Baik pada waktu mengimplementasi maupun pada waktu mengaplikasikan hasil perencanaan dalam skala yang lebih luas. Banyak macam rintangan yang mungkin menghadang seperti nilai uang merosot, dana dipotong, melihat hasil yang tidak jelas tampak guru-guru mulai bosan, sikap masyarakat mulai acuh, sumber-sumber pendidikan sudah menipis sementara tambahan yang baru tidak ada dan sebagainya. Garis titik-titik pada bagan di atas menunjukkan adanya hubungan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya yaitu tugas dengan tugas, identifikasi pelbagai alat dan metode dengan hal yang sama pada tugas lain, begitu pula halnya dengan alat dan metode beserta dengan kemungkinan rintangannya dengan hal yang sama pada tugas lain. Hubungan-hubungan seperti ini sudah diadakan sejak analisa fungsi. Maksudnya adalah agar fungsi-fungsi itu tidak terlepas satu dengan yang lain. Sebab semua fungsi fungsi sesungguhnya bertujuan mewujudkan misi, maka sudah jelas ada kaitannya satu dengan yang lainnya. Begitu pula halnya dengan hasil-hasil analisa fungsi sampai dengan tugas pada setiap jenjang perlu dikaitkan agar arahnya juga kovergen terhadap fungsinya masing-masing. Tugas



Tugas



Tugas



dst.



Identifikasi pelbagai alat & metode



Identifikasi pelbagai alat & metode



Identifikasi pelbagai alat & metode



dst.



Kemung alat kinan & rintangan metode



Kemung kinan rintangan



alat & metode



Kemung kinan rintangan



alat & metode



dst.



Bagan 22 : analisa alat dan metode yang bersifat tunggal Pada bagan di atas juga tampak bahwa ketentuan alat dan metode selalu dilengkapi dengan kemungkinan-kemungkinan rintangan yang dihadapi. Ini menunjukkan bahwa tugas-tugas yang bersumber dari misi yang didasarkan kepada kebutuhan yang sudah ditentukan bersama oleh para pemakai pendidikan tidak dapat dijamin bahwa hal itu dapat diselesaikan dengan mulus, lebihlebih bila dipraktekkan untuk jangka waktu yang panjang. Untuk jangka waktu satu tahun atau masa implementasi seringkali tugas-tugas itu dihadapi rintangan, begitu pula untuk masa pemakaian hasil perencanaan itu untuk waktu yang lama. Di sini tampak semakin jelas bahwa manajemen personalia atau manajemen manusia sebagai salah satu sisi perencanaan strategi(baca bab III) memang diperlukan. Dikatakan manajemen manusia karena rintangan-rintangan itu paling sering bersumber dari manusia, yaitu orang-orang yang memakai atau berkepentingan akan pendidikan. Dan dikatakan manajemen personalia sebab gangguan itu paling sering bersumber dari personalia lembaga pendidikan itu sendiri, terutama bagi lembaga pendidikan yang berada di tengah-tengah masyarakat yang kurang hiraukan akan pendidikan. Para personalia pendidikan itulah yang selalu bergelut dengan tugastugas tersebut, bila manajer kurang memberikan perhatian maka dengan mudah mereka ini berubah menjadi rintangan-rintangan. Dengan membuat perencanaan strategi lengkap dengan manajemen personalia atau manajemen manusia, diharapkan kemungkinan-kemungkinan negatif di atas dapat diminimalkan. 44



Namun demikian kemungkinan seperti ini masih tetap ada, sehingga perencanaan pendidikan dikaitkan dengan penelitian tindakan (action research). Penelitian seperti ini berupaya agar program/tujuan pendidikan tertentu dapat dilaksanakan. Cara kerjanya ialah sambil mengimplementasikan mengadakan penyesuaian-penyesuaian. Sehingga pada suatu waktu tiba saatnya bahwa program/tujuan pendidikan itu walaupun mungkin sudah direvisi sedikit dapat dilaksanakan/dicapai. Garis panah pada bagan 22 yang bersumber dari kemungkinan rintanganrintangan menuju keidentifikasi pelbagai alat dan metode dan ketugas adalah menggambarkan semacam penelitian tindakan di atas. Maksudnya ialah bila muncul rintangan dalam pelaksanaan, maka alat dan metode itu direvisi, hal ini membutuhkan peninjauan kembali tentang data/identifikasi pelbagai alat dan metode, dan atau dapat pula membuat tugas direvisi. Analisis Alat dan Metode yan Paralel Bila suatu analisis alat dan metode dimulai sejak awal analisis misi, (bukan sesudah selesai dianalisis tugas), maka terjadilah analisis alat dan metode yang parallel. Cara ini dilakukan dengan melengkapi misi, hasil analisis misi, hasil analisis fungsi pada setiap tingkat, dan analisis tugas dengan analisis alat/metodenya masing-masing. Jadi pada setiap tingkat analisis alat dan metode ada dua macam, yaitu vertical dan horizontal. Yang vertical adalah dari analisis misi sampai analisis tugas. Sedangkan yang horizontal adalah pada akhir analisis tugas. Hasil analisis vertical dan horizontal harus sama. Bila suatu perencanaan pendidikan memakai analisis alat dan metode yang parallel, yang dikerjakan terlebih dahulu adalah analisis yang vertical sebab analisis ini sudah dimulai sejak terwujudnya misi. Seperti diketahui bahwa misi jauh lebih dahulu ada dari pada analisis tugas, maka sudah tentu analisis vertical dikerjakan lebih dahulu. Kemudian kalau analisis itu sudah sampai kepada analisis tugas barulah mengerjakan analisis horizontal. Disini, akhirnya kedua analisis alat dan metode itu akan bertemu. Dan harus kedua-duanya sama. Misalnya misi untuk meningkatkan mutu lulusan SMA seperti contoh pada permulaan bab ini, secara umum digambarkan dulu apa yang dimaksud dengan mutu lulusan SMA, mencakup apa saja perkmbangan para lulusan dan bagaimana kriteria yang ditargetkan. Dalam uraian terdahulu disebutkan bahwa perkembangan itu harus total dengan criteria misalnya rata-rata baik. Sejak ketentuan ini dibuat perencanaan sudah memikirkan alat dan metode apa yang dipakai mencapai misi tersebut. Apakah sumber-sumber pendidikan beserta perlngkapan lainnya sudah tersedia? Bila belum apa mungkin memperolehnya. Metode apa yang cocok dipakai untuk melaksanakan misi itu, apakah ada pelaksana pendidikan yang ahli dalam metode ini dan sebagainya. Analisa alat & metode vertikal Misi dst. Fungsi dst. dst. Analisis Tk.1 dst. dst. Analisis Tk 2 dst.



dst.



dst. Analisis tugas sama Analisis alat & metode horizontal Bagan 23: Analisis alat dan metode secara parallel 45



Bila pada pemikiran awal perencanaan operasional itu terjadi ketidak cocokan antara misi dengan alat dan metodenya, maka pemecahannya harus dicari lebih dahulu sebelum dianalisis misi diteruskan. Misalnya suatu sekolah tidak menemukan metode dan alat untuk mengembangkan afeksi para siswa dan tidak ada guru yang merasa mampu menangani hal itu, maka masalah ini harus dipecahkan dahulu. Tidak ada gunanya meneruskan perencanaan yang tidak mungkin bisa diselesaikan. Mungkin perencana partisipatori ini berkonsultasi terlebih dahulu kepada para ahli perencana di tingkat pusat, atau pada ahli perencana di suatu perguruan tinggi, atau belajar dari ahli kurikulum tentang cara-cara mengembangkan afeksi. Sesudah mereka memahami dan menemukan metode beserta alat-alatnya, maka barulah perencanaan diteruskan. Berarti misi sudah dipasangkan dengan alat dan metodenya. Dan analisis misi bisa dimulai. Sesudah analisis misi menghasilkan fungsi-fungsi, maka setiap fungsi juga dicarikan alat dan metodenya yang cocok. Sama halnya dengan pada misi, bila ada fungsi yang sukar dicari alat dan metodenya hal itu perlu dibahas terlebih dahulu dicari pemecahannya, berkonsultasi bila diperlukan, atau belajar dari ahli tertentu. Sesudah jelas tentang cara mengatasi kesulitan itu barulah analisis diteruskan. Perlu diketahui bahwa uraian/deskrepsi atau isi alat dan metode pada setiap fungsi sudah lebih mendetail dari pada isi alat dan metode pada misi. Menentukan alat dan metode pada hasil-hasil analisis tingkat satu juga sama caranya dengan menentukan alat dan metode pada fungsi dan misi. Artinya bila perencana menemui kesulitan dalam mencari alat, menentukan metode, atau belum paham betul akan makna obyek yang relevan. Begitu pula dalam menentukan alat dan metode pada hasil-hasil analisis berikutnya. Perlu diingat bahwa semakin mendetail hasil-hasil analisis itu semankin mendetail pula analisis alat dan metodenya. Sehingga bila suatu ketika analisis sudah sampai pada analisis tugas, maka analisis alat dan metode pada tahap ini sudah spesifik, sama sepesifiknya dengan tugas itu sendiri. Pada bagan 23 dapat dilihat bahwa alat dan metode yang dibawah selalu bersumber dari alat dan metode di atasnya seperti ditunjukkan oleh anak panah. Tidak mungkin suatu alat dan metode berasal dari luar yang dicari sendiri oleh perencana, hal itu tidak mungkin dilakukan, sebab dapat membuat pekerjaan kacau tidak secara sistem. Di samping itu pekerjaan mengumpulkan data/informasi tentang pelbagai alat dan metode yang telah dilakukan satu kali kemudian dianalisis sehingga ia dapat dibagi-bagikan secara proposional sesuai dengan keperluan pada setiap hasil tingkat analisis. Dan kemudian dianalisis kembali sehingga semua tugas dapat bagian alat dan metode yang tepat. Inilah yang dimaksudkan dengan kata analisis pada analisis alat dan metode. Pada bagian itu tampak pula bahwa pada setiap hasil tingkat analisis alat dan metode ada anak panah menuju ke hasil-hasil analisis obyek yang ditangani. Ini berarti setiap hasil tingkat analisis alat dan metode selalu dicocokkan dengan obyek yang ditangani, termasuk pada setiap tugas yang harus dikerjakan. Tanda anak panah yang berupa titik-titik dari atas maupun dari samping paling bawah menunjukkan bahwa hasil analisis alat dan metode secara vertical itu harus sama dengan hasil analisis alat dan metode secara horizontal. Dari uraian diatas dapatlah dipahami mengapa analisis alat dan metode secara parallel ini sekaligus merupakan studi fisibilitas. Mengapa demikian? Karena sejak awal suatu program selalu dicocokkan dengan alat dan metodenya yang mungkin dapat menyelesaikan program tersebut. Baik dalam program umum, atau misi, program pada fungsi, pada bagian fungsi, maupun program tugas. Kemungkinan kecil sekali suatu program itu sudah dirintis sejak awal sampai program terkecil selesai. Inilah keuntungan perencanaan yang memakai analisa alat dan metode yang bersifat parallel terutama yang vertical. Tetapi analisis seperti ini lebih banyak memakan waktu dan pikiran sebab perencanaan harus bekerja ganda. Karena itu untuk para perencana yang baru sebaiknya memakai analisis alat dan metode yang tunggal dahulu. Kemudian kalau pengetahuan tentang perencanaan sudah lebih meningkat barulah memakai analisis alat dan metode yang parallel. Pembentukan Alternatif-alternatif Pemecahan Tugas Bila analisa alat dan metode sudah sampai tingkat penyelesaian tugas-tugas tata usaha menyelesaikan program pada tingkat tugas, maka gilirannya untuk membentuk alternatif-alternatif pemecahan masing-masing tugas. 46



Mengapa pemecahan tugas itu perlu dibuatkan alternatif-alternatif? hal ini disebabkan Pertama: karena sumber-sumber pendidikan pada umumnya terbatas, sehingga tidak mungkin membuat alat dan metode yang ideal untuk beberapa tugas-tugas lain diberi alat dan metode seadanya. Sebab itu alat dan metode diusahakan agar terpakai secara merata dan dikombinasikan menurut keperluan masing-masing tugas. Kedua, metode-metode itu banyak ragamnya dalam masing-masing menggunakan alat yang berbeda pula. Maka dicarikan beberapa metode untuk setiap tugas yang mungkin dapat menyelesaikan tugas tesebut dengan baik. Dan ketiga, sebagai alasan yang paling penting ialah dengan memberikan pelbagai kombinasi alat dan metode untuk setiap tugas, maka para perencana dengan perhitungan tertentu mempunyai peluang untuk memilih salah satu dari kombinasi itu sebagai alternatif terbaik. Ini berarti pemilihan alat dan metode untuk memecahkan suatu tugas sudah lebih dari satu kali. Sudah tentu cara pemilihan seperti ini akan memberikan kemungkinan hasil yang lebih baik dari pada pemilihan alat dan metode yang dilakukan satu kali saja (tanpa ada alternatif). Banyak alternatif untuk setiap tugas tidak selalu sama. Ada tugas yang memakai alternatif pemecahan empat, ada yang tiga, dan ada pula yang dua. Yang perlu dihindarkan adalah jangan membuat alternatif yang banyak ini cenderung keluar dari hasil berpikir yang tidak cermat. Begitu pula hindari membuat alat dan metode pemecahan hanya satu sebagai cara yang tunggal. Pada umumnya setiap tugas dibuatkan alternaitf pemechannya sebanyak tiga buah. Alternatif-alternatif pemecahan untuk tugas pertunjukan kesenian keliling (drama) misalnya dalam usaha meningkatkan kesejahteraan guru-guru pada contoh permulaan bab ini, dapat dibuat seperti pada bagan 24. Informasi yang diperlukan pada setiap penentuan alat dan metode (alternatif) ialah (1) efektifitas, (2) keuntungan, (3) kelemahan, (4) persyaratan waktu, (5) sumber pendidikan yang tersedia, (6) sumber pendidikan yang diperlukan, (7) persyaratan personalia, (8) fasilitas yang diperlukan, dan (9) biaya. Pada ketiga alternatif di atas informasi-informasi seperti itu sudah tercakup di dalamnya. Di antara ketiga alternatif pemecahan itu ternyata alternatif kedua yang paling efektif, sebab di samping ia akan dapat mendatangkan dana, ia juga dapat membantu memajukan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat setempat. Sedangkan pada alternatif pertama dan ketiga kerjasama seperti itu tidak tampak. Sementara itu bila ditinjau dari segi biaya, ternyata alternatif kedua justru membutuhkan biaya paling besar sebab ia harus memberi honor para pelatih (seniman) dari masyarakat dan membelikan perlengkapan untuk bermain. Sedangkan alternatif pertama hampir tidak membutuhkan biaya alternaif ketiga hanya memerlukan honor untuk para seniman yang melatih. Alternatif 1 - Dimainkan oleh anak pelajar - Berlatih di sekolah - Dilatih oleh guru tari



Alternatif 2 - Dimainkan oleh para pelajar & anak putus sekolah - Berlatih dibalai desa



Alternatif 3 - Dimainkan oleh anakanak putus sekolah - Berlatih dirumah penduduk bergantian - Dilatih oleh warga desa



- Latihan tiap hari minggu



- Dilatih oleh guru tari & warga desa - Latihan tiap hari sabtu & minggu



- Memakai perlengkapan Sekolah



- Perlengkapan disediakan oleh pengurus



- Pakaian disiapkan sendiri oleh pemain



- Dipertunjukan di desa Sekitar sekolah



- Dipertujukan dilingkung an kecamatan



- Dipertujukkan dilingkungan Kabupaten



- Latihan 2 kali seminggu



Bagan 24: Alternatif-alternatif pemecahan masalah pertunjukkan drama keliling oleh usaha patungan sekolah dan masyarakat dalam rangka membantu meningkatkan kesejahteraan paru guru.



47



Atas dasar analisis tersebut alternatif mana yang dipandang paling baik untuk diambil dan dilaksanakan? McAshan mengemukakana suatu cara untuk menyeleksi sumber-sumber (alternatif-alternatif) sebagai berikut: 1. Pertama-tama alternatif itu harus dirank berdasarkan efektifitasnya. 2. Kemudian dirank kembali atas dasar efisiensinya terutama bila ranking efektifitasnya sama. Effiseinsi disini ditinjau dari segi biaya, waktu, dan biaya personalia. 3. Putuskan pilih alternatif yang terbaik. 4. Lakukan analisis konteks untuk mengetahui kemungkinan halangan-halangan yang dapat terjadi dalam pelaksanaan, baik halangan yang berasal dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi. 5. Laporkan kepada ketua perencana dan manajer organisasi. Bila cara menyeleksi alternatif diatas diterapkan pada alternatif pada bagan 24 itu, ternyata alternatif kedua yang terpilih sebagai alternatif pemecahan yang terbaik sebab ia paling efektif, walaupun ia paling efisien. Selama perbedaan efisiensi antara ketiga alternatif itu tidak menyolok, maka keputusan tetap jatuh pada alternatif kedua. Tetapi kalau biaya alternatif kedua terlalu tinggi dibandingkan dengan biaya kedua alternatif lainnya, maka perlu pertimbangan lebih lanjut sebelum keputusan diambil. Dalam hal ini dapat saja bagian-bagian alternatif-alternatif itu direvisi. Berbicara tentang efisiensi alternatif, berarti berbicara tentang analisa biaya (cost analisis). Analisa macam ini memang selalu dperlukan pada setiap perbuatan dan pengambilan keputusan alternatif. Maksudnya agar dana yang tersedia dapat diukur sebaik mungkin dengan prinsip mengeluarkan biaya yang kecil tetapi mencapai efektifitas yang besar. Namun tidak benar kalau mengutamakan efisiensi dan menomor duakan efektifitas. Sebaliknya juga tidak dibenarkan hanya mengutamakan efektifitas mengabaikan effisiensi. Jadi kedua-duanya, efektifitas dan efisiensi, perlu diperhatikan. Dengan catatan bila sukar mengambil keputusan, maka efisiensi yang dikalahkan. IMPLEMENTASI Bila pemilihan alternatif pemecahan sudah selesai untuk setiap tugas, maka kini konsep perencanaan itu telah siap diemplementasi. Implementasi atau uji coba artinya adalah suatu usaha untuk mencoba konsep tersebut. Karena masih dalam taraf percobaan maka wilayah tempat mencoba itu tidak boleh luas. Mengingat konsep perencanaan itu tidak mesti satu kali dicoba langsung berhasil. Mungkin saja sesudah dua atau tiga kali revisi dan dicoba barulah konsep perencanaan itu berhasil. Dalam keadaan seperti itu sekolah yang dipaki percobaan akan mengalami gangguan sedikit. Itulah sebabnya mengapa tempat inplementasi itu tidak boleh luas, dua tiga sekolah saja sudah dipandang cukup. Sebelum melakukan implementasi perlu mengadakan persiapkan terlebih dahulu. Persiapkan itu dikenal dengan nama action planning yang menyiapkan hal-hal berikut: 1. Menentukan kunci konsep implementasi seperti obyek, metode, alat pelaksana dan sebagainya. 2. Mengantisipasi kemungkinan hal-hal yang negative atau positif akan terjadi. 3. Memprediksi hasil dan efek bagi semua pihak. 4. Mempertimbangkan kemungkinan perubahan-perubahan biaya dan waktu, dan kemungkinan ada sumber biaya baru. 5. Menyiapkan tahap-tahap kegiatan pada setiap tugas. 6. Menyiapkan perbekalan. 7. Menyiapkan transportasi dan sebagainya. Lama implementasi bergantung kepada obyek yang direncanakan kalau perencanaan memperbaiki mutu tim bola basket misalnya implementasi tiga sampai enam bulan sudah cukup. Namun demikian implementasi perencanaan pendidikan pada umumnya dilakukan selama satu tahun. Dan jarang sekali suatu perencanaan pendidikan satu kali implementasi langsung berhasil seperti telah dikatakan diatas. Pada umumnya memakan waktu beberapa tahun memberi hasil yang memadai. 48



Kebutuhan Tujuan Menspesifikasi tujuan



reviu Mengimplementasi



Membentuk standar Performan



Menentukan alat & metode/alternatif



Bagan 25 : Perencanaan yang melakukan implementasi dua kali



Kapankah suatu perencanaan dipandang selesai? Apakah sesudah konsep selesai dibuat dan siap diimplementasi, ataukah sesudah implementasi memberi hasil yang diharapkan. Suatu perencanaan baru dipandang selesai kalau ia sudah dapat merealsisasi tujuan atau misi yang dicerminkan oleh perwujudan performan yang standar oleh setiap tugas. Performan yang standar ini bisa tampak terwujud kalau implementasi sudah memberikan hasil seperti itu. Ini berarti perencanaan baru dikatakan berakhir ialah kalau implementasi sudah selesai, satu kali atau beberapa kali, dengan konsep yang tidak perlu direvisi lagi. REVIU Bila implementasi sudah sampai waktunya, misalnya satu tahun, maka implementasi dihentikan untuk sementara. Hasil-hasil monitoring dan hasil-hasil evaluasi baik yang insidental, berkala, maupun evaluasi akhir dikumpulkan dan dibahas bersama oleh para perencana. Pertemuan ini mungkin memberikan kepuasan bersama karena misi sudah dapat dicapai, tetapi mungkin juga memberi tantangan bagi para perencana mengadakan revisi pada bagianbagian perencanaan itu dengan harapan pada putaran implementasi berikutnya tujuan perencanaan sudah dapat diwujudkan. Bagian-bagian perencanaan yang dapat direvisi adalah pada semua perencanaan. Namun demikian kebutuhan pada umumnya tidak pernah direvisi, sebab sudah merupakan kesepakatan bersama. Di samping itu bila kebutuhan direvisi atau diubah sesungguhnya sama dengan membuat perencanaan yang baru. Yang bisa di revisi adalah derajat pemenuhan kebutuhan itu, misalnya dari 100% diubah 80%. Bila sifat revisi seperti ini, yang direvisi sebenarnya adalah standar performan, bukan kebutuhan. Misalnya skor rata-rata afeksi (ingat contoh di atas) diubah dari 80 menjadi 75. Atau kemampuan baik dalam keterampilan memperbaiki sepeda motor (ingat contoh diatas) diubah menjadi cukup baik. Dengan demikian revisi pada umumnya dapat dilakukan pada keenam bagian perencanaan (lihat 25). Bagian mana yang direvisi bergantung kepada hasil pembahasan pada akhir implementasi. Dapat saja yang direvisi hanya tiga bagian, dua bagian atau bahkan cukup hanya satu bagian saja. Tetapi dapat juga direvisi keenam bagian perencanaan itu. Bila revisi telah selesai dilakukan, maka imlpementasi dilaksanakan lagi. Pada perencanaan pendidikan implementasi yang kedua atau berikutnya tidak perlu menunggu sampai istirahat satu tahun. Implementasi dapat dilakukan langsung pada tahun ajaran berikutnya. Ini berarti revisi memakan waktu tidak lebih dari satu bulan yaitu pada liburan panjang. Bila hasil implementasi yang kedua ini juga belum memuaskan maka diadakan revisi lagi, lalu diimplementasi lagi, begitu seterusnya sampai suatu ketika misi perencanaan dapat diwujudkan. Bagaimana kalau para perencana dan para implementasi sudah bosan sementara itu perencana belum juga memberi hasil yang memadahi? Jawabnya dapat dicari pada tulisan Kaufman dalam mengatasi hambatan-hambatan yaitu (1) dengan mengubah tujuan/misi/performan, (2) mengkreasikan cara baru untuk menyelesaikan tujuan, (3) mengkompromikan tujuan dengan cara mencapainya, dan (4) stop, usaha tidak usah diteruskan kalau sudah tampak akan gagal.



49



BAB V PERENCANAAN BUDGET Setiap organisasi membutuhkan dana untuk membiayai kegiatanya. Organisasi pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi mengadakan perencanaan budget secara berkala. Di Indonesia perencanaan budget dilakukan satu tahun sekali yaitu sebelum tahun anggaran dimulai ialah awal bulan april sebagai kegiatannya. Kegiatan pendidikan baik yang baru direncanakan maupun yang rutin menggunakan dana yang dialokasikan lewat perencanaan budget di atas. BUDGET RUTIN DAN BUDGET PEMBANGUNAN Perencanaan budget rutin tidak sejelas perencanaan budget pembagunan, pengalokasian biaya pembangunan lebih ekplesit dari pada pengalokasian rutin itu hampir sama dari waktu kewaktu, tidak banyak variasi, sehingga pengaturan biaya juga tidak banyak variasi.sebaliknya kegiatan pembangunan yang disebut proyek banyak sekali ragamnya, dan ragam itu bisa berganti dari waktu kewaktu. Kegiatan rutin pendidikan dimulai pada tahun ajaran/akademi yang baru sedangkan kegiatan proyek pada umumnya dimulai pada awal tahun anggaran yaitu pada saat perencanaan budget mulai diberlakukan. Kenaikan pangkat pegawai juga ditentukan pada awal april atau oktober, peningkatan pemotongan anggaran rutin juga diumumkannya pada awal april dan lainlainnya. Ini menunjukkan alokasi biaya untuk kegiatan rutin juga diatur, walaupun tidak seekplisit alokasi pada biaya proyek. Dan ketiga, struktur dan prosedur kegitan proyek belum semantap strutur pada prosedur kegiatan rutin. Hal ini menuntut perencanaan budget pada kegiatan proyek perlu dibuat lebih eksplisit dari pada perencanaan budget pada kegiatan rutin, sebab perencanaan budget ini sekaligus akan menjadi pedoman bagi pelaksana proyek maupun bagi pemeriksa proyek. Ada sembilan kategori pembelanjaan dalam organisasi pendidikan baik untuk kegiatan rutin maupun untuk kegiatan pembangunan . kesembilan pembelanjaan tersebut ialah sebagai berikut: (1) dana cadangan untuk keperluan-keperluan khusus, misalnya dana sosial, untuk menerima tamu, untuk membayar hutang dan sebagainya, (2) dana untuk membeli barang-barang termasuk gaji dan kesejahteraan para personalia, (3) belanja untuk melaksanakan tugas-tugas oleh para petugas pendidikan seperti barang-barang habis pakai pada waktu mengajar, (4) belanja untuk keperluan berbagai macam layanan, komunikasi dan sebagainya, (5) belanja untuk fasilitas, seperti air, lampu, sanitasi, pertanian sekolah, sanggar seni, dan sebagainya, (6) belanja untuk program, misalnya program bimbingan & konseling membutuhkan psikiater dari lembaga lain, dosen membutuhkan dosen tamu dari lembaga lain, program karya wisata dan sebagainya, (7) pajak tahunan, (8) belanja untuk keperluan kelembagaan seperti perbaikan dan pengembangan kurikulum, dan (9) dana untuk proyektor-proyektor seperti kontrak-kontrak dengan orang luar, membeli alat konstruktruksinya dan sebagainya. Dana harus dialokasikan menurut kesembilan keperluan secara adil. Yang dimaksud secara adil disini bukanlah pembagian merata persis sama besar dana yang diterima oleh masingmasing kategori itu, melainkan adil sesuai dengan kebutuhan fasilitas keperluan berbagai fungsi Rp. 500.000,- sedangkan keperluan fasilitas Rp. 800.000,- kemudian dana yang dialokasikan seperti Rp. 400.000,- dan Rp. 640.000,- maka pengalokasian seperti ini sudah dapat disebut merata dan adil. Agar pengaturan itu bisa adil dan merata dibutuhkan data yang akurat sebelum perencanaan budget dimulai. Data itu adalah segala informasi yang berhubungan dengan program-program yang akan dikerjakan oleh organisasi. Data ini juga mencakup orangorang/personalia yang terlibat di dalamnya, biaya yang dibutuhkan oleh setiap kegiatan dan tingkat efektifitas kerja organisasi/sistem yang diinginkan. Informasi biaya yang dibutuhkan atau harga-harga pasar tentang kegiatan itu yang dapat dikumpulkan dan tingkat efektifitas sistem yang diinginkan mungkin tidak dapat dijangkau oleh dana yang tersedia. Tetapi dengan gambaran ini para perencana budget paling sedikit dapat mengalokasikan budgetnya dengan merata dan adil seperti tersebut diatas atau menurunkan sedikit tingkat efektifitas sistem tersebut. 50



Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan budget adalah sebagai berikut. 1. Aspek struktur. Dimulai dengan mengidentifikasi kelompok-kelompok program, elemenelemen program, untuk mendapatkan tujuan yang spesifik. 2. Aspek analisis. Sesudah mengenal struktur program baik melalui analisis sistem, maupun melalui kategori-kategori kegiatan seperti diceriterakan diatas, kemudian mengalokasikan biaya menurut fungsi, sub fungsi, dan tugas atau menurut jenis-jenis kegiatan dalam kategori kegiatan, maka dilakukan analisis biaya. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas biaya-biaya pada setiap tugas melalui alternatif-alternatif yang disediakan untuk menyelesaikan tugas tersebut (baca Bab IV). 3. Aspek kontrol. Perencanaan budget pada umumnya sekaligus dapat dipakai pegangan oleh para pelaksana pendidikan dalam melakukan tugasnya menggunakan uang dan juga sebagai alat bagi atasan untuk mengotrol pekerjaan/penggunaan dana oleh para bawahan. 4. Aspek data dan informasi. Segala data dan informasi yang bertalian dengan program yang dibiayai baik sebelum, selama program pelaksanaan atau implementasi, maupun data tentang kecenderungan-kecenderungan sesudahnya perlu diperhatikan oleh para perencana budget. Bila pembuatan program budget atau perencanaan budget ini sudah selesai dikerjakan atas dasar pertimbangan keempat komponen tersebut diatas, maka ia akan menjadi satu dokumen yang disebut dokumen perencanaan budget. Dengan demikian akan ada tiga macam dokumen pada setiap perencanaan pendidikan, atau proyek, atau kegiatan pendidikan. Dokumen-dokumen itu adalah : 1. Perencanaan budget, yaitu alokasi budget untuk seluruh kegiatan. Dalam perencanaan sistem ialah alokasi budget untuk setiap tugas, sebab program sudah diuraikan menjadi tugas-tugas. 2. Memorandum, ialah yang menyangkut issue-issue yang berkaitan dengan pemilihan alternatif. Setiap pemilihan alternatif selalu mengandung resiko untung dan rugi dan issue-issue lainnya. Memorandum ini merupakan catatan bagi ara pelaksana pendidikan dan para perencana untuk siap siaga menghadapi bila resiko dan issue-isue itu menjadi kenyataan. Termasuk resiko dalam bidang keuangan. 3. Laporan studi kasus, yaitu yang brkaitan dengan issue-issue yang penting yang perlu diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan data/informasi yang lebih mendalam tentang issue tersebut, termasuk latar belakangnya. Dengan data yang relatif lengkap ini diharapkan suatu rekomendasi terhadap issue tersebut dapat dibuat. Budget dalam Perencanaan Pendidikan Perencanaan budget dalam perencanaan operasional baru mulai ketika misi atau program telah selesai dibuat dan perencanaan operasional mulai dikerjakan. Tetapi ada juga yang menyatakan pembuatan budget itu setelah analisa sistem selesai, yaitu saat dimulai menentukan metode dan alat. Kedua pendapat ini mempunyai dasar berpikir sendiri-sendiri. Dasar berpikir pendapat yang kedua adalah melakukan analisa alat dan metode secara tunggal, yaitu alat dan metode itu baru ditentukan setelah tugas-tugas yang akan dikerjakan jelas semuanya (baca bab IV tentang analisis alat dan metode). Pada waktu pembentukan misi/program dan menganalisis para perencana tidak perlu menghiraukan masalah biaya. Pikiran mereka terkonsentrasi kepada perencanaan strategi dan analisis program saja. Sesudah analisis program selesai barulah mereka memikirkan tentang biaya dan mengalokasikannya bersamaan dengan memikirkan alternatif-alternatif pemecahan tugas. Cara berpikir diatas dapat diterima di Negara-negara yang sudah kaya. Sebab apapun yang direncanakan dan beberapapun biayanya mereka sanggup menanggungnya. Tetapi di Negaranegara berkembang seperti Indonesia dananya sangat terbatas. Sehingga seringkali tejadi perencanaan pendidikan dibuat atas dasar dana yang tersedia. Dengan kata lain biaya lebih dulu dipikirkan sesudah itu baru perencanaanya. Namun cara berpikir ini tidak dapat dibenarkan seluruhnya. Seolah-olah hidup mati dan maju mundur suatu pendidikan bergantung pada dana yang ada. Tanpa memperhatikan dana, pendidikan hendaknya tetap memajukan diri, mengantisipasi perubahan lingkungan/ masyarakat 51



agar ia tetap dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat pembaruan dan mercu penerang bagi lingkunganya (baca bab I). kalau pendidikan merasa perlu mengadakan perubahan ia akan merencanakan sesuatu. Agar rencananya ini realities, maka sebelum jauh maju kedepan ia perlu melihat dulu dana yang tersedia. Inilah dasar berpikir pendapat yang pertama di atas. Buku ini memakai dasar berpikir seperti ini. Itulah sebabnya bagan 26 disesuaikan dengan dasar berpikir ini. Lembaga pendidikan n



Program pendidikan



Organisasi pendidikan



Tugas tugas



Manajemen pendidikan Alokasi budget



Alternatif alternatif pemecahan



Efektivitas (CE) Keuntungan (CB)



Masyarakat



Data/ sumber dana



Perencana an budget



Memorandum



Manfaat (CU) Studi kasus



Fisibilitas (CF)



Bagan 26 : Skema pengembangan perencanaan Budget (atas Pengaruh Skema Haggart) Perencanaan pendidikan yang memakai dasar berpikir ini lebih cocok memakai analisis alat dan metode yang bersifat parallel dibandingkan dengan analisis alat dan metode yang tunggal (baca bab IV). Sebab analisis alat dan metode bersifat parallel sudah dimulai sejak misi/program terbentuk. Pada saat ini program sudah dihubungkan dengan sumber-sumber pendidikan yang tersedia termasuk biaya. Di sini biaya dan program sudah ditimbang-timbang dengan maksud agar program itu tidak macet di tengah jalan. Begitu pula pada analisis-analisis program berikutnya selalu dihubungkan dengan biaya yang ada, dan sekaligus alokasi sudah dimulai. Mula-mula alokasi bersifat umum yaitu sesuai dengan fungsi-fungsi yang terjadi, kemudian semakin mendetail sampai akhirnya alokasi yang bersifat spesifik yaitu ketika alokasi sudah sampai kepada tugas-tugas yang akan dikerjakan. Dengan demikian analisis alat dan metode yang bersifat parallel ditinjau dari segi pembiayaan juga dapat menjadi alat studi fisibilitas. Jadi walaupun perencanaan budget itu di dalam pendidikan dapat dipandang sebagai perencanaan sistem yang khusus, namun analisis ini tidak betul-betul berdiri sendiri sebab ia bertenun dalam jaringan analisis sistem perencanaan itu sendiri. Analisis budget dan analisis program, berjalan bersama bergandengan tangan saling mengingatkan satu dengan yang lain sambil maju kelangkah-langkah berikutnya. Analisis budget memberi tanda/peringatan kepada analisis program memberi tanda kepada analisa budget agar mengalokasi diri lebih hati-hati supaya tepat dengan kebutuhan dan atau prioritas program tertentu. JENIS-JENIS PERENCANAAN BUDGET Beberapa jenis perencanaan budget antara lain yang terkenal: Line Item (Function-Object) Budget Perencanaan Budget Line Item ini sering disebut perencanaan budget secara tradisional, mungkin karena modelnya paling sederhana dan muncul pertama kali. Prosesnya sederhana sekali yaitu pertama para perencana mengidentifikasi terlebih dahulu macam program yang akan dibiayai, misalnya ada program-program istimewa dan sebagainya. Kemudian pada masing52



masing macam program ditentukan lebih lanjut program-program yang ada di dalamnya. Program dama perencanaan pendidikan yang dikategorikan sebagai program-program pembangunan ialah mengacu pada tugas-tugas yang akan dikerjakan (baca bab IV). Sesudah jelas program-program itu, kini masing-masing program ditentukan biayanya. Mengalokasi biaya kepada setiap program diusahakan secara adil dan merata sesuai dengan kebutuhan dan prioritas program. Perencanaan budget sampai disini sebetulnya sudah selesai. Akan tetapi supaya dokumen ini lebih lengkap kegiatan perencanaan ini diteruskan dengan menuliskan budget program-program yang sejenis tahun yang lalu untuk mengetahui peningkatan atau penurunan budget itu. Juga dituliskan dari mana sumber dana yang dipakai, beberapa besarnya, dan berapa yang dipakai. Bila bagan 20 pada bab IV sebagai diberi Budget akan tampak seperti bagan berikut (dengan anggapan kegiatan ini pada tahun yang lalu sudah dilaksanakan). A. Program 1. Usaha kelas 2. Latihan keterampilan 3. Layanan kedalam 4. layanan keluar dst



No. Kode 3.1 3.2.1 3.2.2.1 3.2.2.2



Budget 1987 150.000,200.000,75.000,100.000,-



1988 100.000,225.000,100.000,125.000,-



Perubahan Naik Turun ----25.000,25.000,----25.000,----25.000,-----



B. Sumber dana



Penerimaan



Dipakai



Sisa



1. Pemerintah Pusat 2. Pemerintah Daerah



10.000.000,2.000.000,-



9.000.000,1.950.000,-



1.000.000,------



3. BP3



1.000.000,-



1.000.000,-



50.000,-



No. Kode pemakai 1.0 2.0 4.0 5.0 3.0



Bagan 27 : Contoh Simulasi Line Item Budget untuk perencanaan Peningkatan kesejahteraan guru-guru (Cunningham dengan penyesuaian)



Cara menentukan besar budget pada perencanaan budget ini berdasarkan kepada besar budget pada tahun yang lalu dengan peningkatan dan penurunannya sesuai dengan kecenderungan yang terjadi. Dengan catatan dana yang dibutuhkan tersedia dan tidak terjadi perubahan program. Bila dana tidak mencukupi dan ada program-program yang diubah sudah tentu prinsip kecenderungan ini tidak sepenuhnya terpakai. Prinsip ini akan dilengkapi dengan prioritas program bagi program yang lebih diperlukan dan disesuaikan pula dengan perubahan program tersebut. Perencanaan Line Item Budget ini tidak memberikan akuntabilitas, yaitu proses menjelaskan pemanfaatan dana dalam rangka kontribusinya kepada pencapaian tujuan yang diinginkan. Dia hanya menjelaskan berapa besar dana yang dipakai membiayai program-program tertentu. Apakah dana ini dengan alokasinya sudah benar-benar mendukung pelaksanaan setiap program untuk merealisasi tujuannya secara efektif dan efisien tidak dapat dijelaskan oleh perencanaan jenis ini. Oleh sebab itu perencanaan ini dapat menerima serangan. Namun perencanaan jenis ini masih banyak dipakai, mungkin karena sederhana dan mudah membuatnya. Tetapi ada sebab lain yang lebih penting, menurut hasil penelitian Line Item Budget ini mendukung perencanaan strategi yang menggunakan pendekatan tradisional. PPBS (Planning Programming Budgeting System) Perencanaan ini lahir di AS tahun 1961, ketika McNamara berusaha memperbaiki perencanaan pembiayaan Departemen Pertahanan Negara itu. Perencanaan ini menekankan output, program, penyesuaian program, dan merencanakan sumber-sumber biaya. Di Indonesia ia dikenal nama SP4 (Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran). Perkembangan berikutnya menjadi PPBES dengan menambah unsur evaluasi. McAshan memberikan pengertian PPBS adalah sebagai berikut: ialah suatu pengorganisasian yang sistematis, analitis, dan informasi 53



keuangan yang terintegrasi kedalam semua program yang direncanakan, diimplementasikan, dan dievaluasi untuk menolong melakukan alokasi sumber pendidikan termasuk pembiayaan. Cunningham menambahkan bahwa budget ini menunjukkan biaya tiap-tiap programnya sehingga memberikan tanggung jawab kepada petugas-petugasnya, menghubungkan dengan sumber-sumber pendidikan yang diperlukan, membuat alternatif-alternatif penyelsaian dengan biaya yang efektif dan meminimalkan biaya serta memaksimalkan output. Dengan cara ini perencanaan budget program memberikan pegangan dan tuntutan kerja yang jelas bagi para petugas pendidikan, sehingga memberi bantuan baginya untuk lebih meningkatkan tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas yang dipikulnya. Begitu pula halnya bagi para pengawas, perencanaan ini merupakan bantuan besar baginya dalam melaksanakan tugas kontrol. Faktor-faktor yang ditekankan oleh para perencana yang menggunakan jenis perencanaan PPBS ini ialah. 1. Berorentasi kepada output atau efektifitas. Usaha utama penyusunan budget terarah kepada pencapaian tujuan program. Dana dialokasikan sedemikian rupa dengan memperhitungkan hubungannya dengan sumber-sumber yang lain yang secara bersama menyelesaikan tugas secara efektif. Sebagai contoh misalnya suatu fakultas mendapat dana Rp. 10.000.000,- untuk mengembangkan diri. Pemanfaatan dana ini tidak dapat dilakukan dengan menyeluruh ketiaptiap ketua jurusan. Sehingga biaya tersebut dperuntukkan prioritas perkembangannya satu jurusan tertentu yang lebih efektif untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Dana dialokasikan kepada setiap program yang akan dikerjakan yang telah disusun secara analisis dan sistematis. 3. Pembiayaan bersifat integrasi. Unsur pembiayaan masuk kedalam analisis sistem menjadi satu dengan analisis program dan analisis alat dan metode. Analisis program, analisis alat dan metode, dan analisis budget menjadi satu tenunan membentuk suatu lembaran kerja yang rapi dan indah. Dalam proses ketiganya berjalan bersama saling memberi informasi, saling mengingatkan dalam rangka menuju pembentukan dokumentasi konsep perencanaan pendidikan. 4. Alokasi dana diatur/disusun atas dasar realita. 5. Pengalokasian dana dibuat sedemikian rupa sehingga dana dapat dimanfaatkan secara efisien. Berdasrkan kebutuhan nyata, prioritas dan dengan menggabungkan kegiatan-kegiatan yang mirip menjadi kegiatan kelompok yang dikerjakan bersama dengan alat dan metode yang sama. Kalau diperhatikan uraian bab III tentang perencanaan strategi, tampak jelas bahwa perencanaan pendidikan itu pada umumnya untuk jangka panjang karena perencanaan strategi selalu berorentasi kepada jangka waktu yang lama atau bahkan untuk selama-lamanya bila konsep tetap diterima oleh dunia pendidikan. Ia menjadi berjangka pendek bila dioperasionalkan. Begitu pula halnya dengan perencanaan budget yang telah dikatakan berintegrasi dengan perencanaan program. Jadi perencanaan budget jenis PPBS ini juga memiliki jangka panjang, menengah, dan pendek. Namun demikian, walaupun perencanaan PPBS bersifat panjang dan menengah, ia juga direncanakan kembali setiap tahun sejalan dengan pengoperasionalisasian perencanaan strategi pada perencanaan program. Perencanaan budget jangka pendek ini selalu memanfaatkan data/informasi budget tahun yang lampau baik dari segi konsep maupun dari segi prakteknya di lapangan. Sehingga perencanaan budget itu tampak tidak putus-putus dari tahun-tahun, tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan sebagai suatu mata rantai yang bersambungan satu dengan yang lain. Rencana budget tahun sekarang mengambil pelajaran dari tahun yang lampu, nenyesuaikan diri dengan dana yang ada, dan mengatisipasi masa yang akan datang. Begitu pula halnya dengan perencanaan-perencanaan budget sebelumnya dan sesudahnya. Hal ini disebut perencanaan budget bergulir. Bila digambarkan adalah sbb:



54



6 5 4 3 2 Tahun 1 Bagan 28 : Perencanaan budget bergulir dari tahun ketahun



Metode perencanaan budget ada bersifat langsung dan ada pula yang tidak langsung. Bersifat langsung adalah kalau budget itu dibuat sendiri oleh para perencana pendidikan. Dan tidak langsung kalau budget itu dibuat oleh orang/panitia lain. Perencanaan pusat umumnya sudah dilengkapi dengan perencanaan budgetnya, jadi bersifat langsung. Sebaliknya perencanaan yang dibuat oleh daerah atau lembaga setempat, sering kali perencanaan budgetnya dibuat pemerintah pusat, sehingga perencanaan budget itu bersifat tidak langsung. Metode perencanaan budget yang langsung mengharuskan para ahli perencanaan PPBS dari pemerintah pusat membina para perencana lokal atau lembaga agar dapat merencanakan budget sendiri bagi perencanaan-perencanaan pendidikan yang dibuatnya. Hal ini mungkin dapat melelahkan orang-orang pusat, tetapi dapat menularkan kemampuannya kepada orang-orang lokal sehingga mereka mampu merencanakan PPBS sendiri didaerahnya masing-masing. Sehingga suatu saat para ahli perencanaan budget pada pemerintah pusat hanya bertindak sebagai konsultan/pengawas saja bagi perencanaan budget di daerah-daerah/lembaga-lembaga pendidikan. Perencanaan pendidikan partisipatori menginginkan pembuatan budget bersifat langsung, yaitu dibuat oleh para perencana itu sendiri. Karena perencanaan partisipatori adalah melibatkan wakil-wakil segala pihak yang menaruh perhatian kepada pendidikan didaerahnya sendiri. Bila mereka diberi kesempatan untuk ikut mengatur dana mereka sendiri, sudah tentu dapat meningkatkan keyakinan akan berhasil, semangat kerja, komitmen dan perjuangan mereka dalam mewujudkan misi perencanaan. Metode perencanaan PPBS yang tidak langsung yang dilakukan panitia pusat untuk kepentingan perencanaan-perencanaan daerah, ada kalanya kurang tepat mengenai sasarannya. PPBS sudah menyebar kebeberapa Negara didunia, namun hasil penelitian tidak memberikan kepuasan kepada jenis perencanaan budget ini. PPS pada masa sekarang hanyalah suatu proses perencanaan budget sebaik metode berpikir saja. Dia hanya baik secara konsep, namun secara realita tidak jelas menunjukkan kebaikannya. ZBB (Zero-Base-Budgeting) Akibat ketidak berhasilan PBBS maka munculah konsep baru perencanaan budget yang disebut ZBB yang dipelopori Peter Pyhrr Pada tahun 1970. perbedaan adalah dalam penentuan waktu berlakunya perencanaan budget dan dalam pemberian tambahan budget. Kalau PPS waktu pembiayaan bisa lebih satu tahun, beberapa tahun, bahkan dapat dalam waktu yang panjang, maka dalam ZBB hanya untuk satu masa tahun anggaran. Ini berarti menurut konsep ZBB budget untuk tahun berikutnya adalah nol. Dengan kata lain setiap tahun anggaran dimulai selalu menentukan anggaran belanja yang baru, walaupun untuk meneruskan program atau kegiatan pendidikan yang sama dengan tahun lalu. Pada setiap memulai budget baru, pertama kali ditentukan biaya minimum untuk setiap program yang dikatakan sebagai biaya dasar. Kemudian setiap biaya dasar diberi biaya tambahannya yang disebut incremen. Masing-masing biaya dengan incremennya untuk suatu program direviu dan diberi prioritas. Sesudah itu barulah budget disahkan.



55



Biaya tambahan



Biaya dasar



Peningkatan mutu dan kuantitas Penyelesaian



tugas



Bagan 29 : Pembiayaan pada metode ZBB beserta tujuannya.



Cara lain yang dilakukan dalam ZBB ialah dengan memakai operasi standar/normal. Operasi atau biaya standar ini adalah sama dengan biaya dasar pada cara diatas. Biaya-biaya di atas standar yaitu kelebihab-kelebihan dari biaya standar dinyatakan sebagai biaya incremen yang direviu untuk mendapatkan rank dan prioritas hanyalah biaya incremen, sebab biaya standar atau normal sudah bersifat standar. Disini tampak bahwa biaya standar menyerupai budget Line Item. Ada cara lain lagi yang dikemukan dalam ZBB ialah penentuan budget harus memperhatikan tiga hal yaitu besar dana yang tersedia, besar biaya untuk kebutuhan mewujudkan performan/tugas/program, dan besar biaya yang disarankan. Rupanya tiga perhatian ini diperlukan mengingat dana umumnya terbatas jumlahnya dan perencana diminta untuk memperhatikan kepentingan para pemakai dana untuk keperluan lain yang dalam hal ini membentuk saran dari pihak yang berwajib. Dan ini pula rupanya yang menyebabkan mengapa cara ini menentukan pembiayaan dasarnya harus kurang dari 100% dari harga-harga yang sedang berlaku. Perencanaan ZBB cocok diterapkan pada Negara-negara yang perekonomiannya kurang atau tidak stabil, sementara itu Negara-negara yang sudah mampu mestabilkan ekonominya secara teori lebih cocok memakai PPBS. Perencanaan pendidikan di Indonesia sebagai Negara berkembang dianjurkan memakai perencanaan ZBB, dengan tetap memanfaatkan pengalamanpengalaman pembuatan budget dan aplikasinya pada tahun-tahun yang lampau. Begitu pula halnya dengan perencanaan partisipatori yang dibahas dalam buku ini. ANALISIS BIAYA Analisis biaya dalam pendidikan mencakup biaya (cost affectiveness/CE), keuntungan biaya (cost benefit/CB), kemanfaatan biaya (cost-utility/CU), dan kefisibilitasan biaya (costfeasibility/CF. analisis tentang keefektifan biaya ialah upaya untuk mengetahui keuntungan atau kerugian yang diterima atau diderita oleh lembaga pendidikan dengan mengeluarkan biaya tertentu. Sementara itu analisis tentang kemanfaatan biaya untuk mengetahui apakah sejumlah biaya tertentu yang dikeluarkan oleh lembaga bermanfaat apa tidak bagi penyelesaian tugas yang sudah ditentukan. Dan analisis tentang kefisibilitasan biaya adalah upaya untuk mengetahui apakah sejumlah biaya tertentu mungkin apa tidak menyelesaikan tugas yang sudah ditentukan. Analisis Keefektifan Biaya Suatu pekerjaan disebut efektif kalau pekerjaan itu dikerjakan dengan tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Biaya pendidikan digunakan secara efektif berarti biaya itu diarahkan hanya untuk mencapai tujuan pendidikan yang ternyata sesudah selesai pekerjaan mendidik itu tujuan yang direncanakan semula benar-benar tercapai. Biaya efektif satu program ialah biaya yang menurut harga pasar yang berlaku dapat menyelesaikan program itu dengan memberikan tujuan yang direncanakan. Biaya efektif suatu program penelitian mandiri bagi seorang doktor yang mencakup wilayah satu propinsi misalnya adalah RP.6.000.000,- artinya dengan biaya sebesar itu hasil penelitian pendidikan itu diharapkan telah sempurna. Dalam perencanaan alternatif-alternatif yang dikembangkan untuk menyelesaikan suatu program perlu dinilai efektifitasnya biaya, yaitu dengan mengukur kaitan biaya dengan pencapaian tujuan. Karena alternatif-alternatif itu lebih dari satu, maka biaya yang digunakan oleh tiap-tiap alternatif perlu dibandingkan. Alternatif yang dipilih adalah yang menggunakan biaya paling rendah. Pemilihan itu atas dasar asumsi bahwa (1) biaya-biaya yang digunakan oleh setiap alternatif beserta perangkat lainnya dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan tujuan-tujuan yang sama, dan (2) alat ukur efektifitas yang umum dapat dipakai menilainya. 56



Carpenter dengan kawan-kawan mengemukakan prinsip umum menilai efektifitas sebagai berikut : 1. Menilai efektifitas adalah berkaitan dengan problem tujuan dan alat memproses input untuk menjadi output. Tujuan atau out put harus tepat kriteria. 2. Sistem yang dibandingkan harus sama, kecuali alat pemrosesannya. Misalnya tingkat pendidikan siswa, kemampuan, sosial ekonomi dan sebagainya harus homogen. 3. Mempertimbangkan semua output utama. Dalam pendidikan misalnya yang dikatakan output utama adalah jumlah siswa yang lulus, kualitas kelulusan, yang dinilai ketika meluluskan mencakup afeksi, kognisi, dan keterampilan, dan penilaian bersifat kontinu. 4. Korelasi diharapkan bersifat kusalitas. Yaitu korelasi antara alat pemroses dengan output harus bersifat kausalitas. Jadi efektifitas pekerjaan mendidik terhadap beberapa kelompok siswa sama/homogen antara kelompok satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang sama, bergantung kepada alat pemrosesnya. Bila lebih tepat mencapai tujuan dengan kelompok yang lainnya, maka pekerjaan mendidik yang paling tepat mencapai tujuannya adalah yang paling efektif. Maka alat pemroses inilah yang dipilih. Tetapi bila alat pemroses itu sama efektifitasnya dalam arti sama-sama memberikan hasil pendidikan yang tepat, maka hendaknya dipilih yang memakan biaya paling sedikit. Alat dan metode Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3



Biaya 4.000,6.000,2.000,-



Meluluskan 16 60 40



B/E 25 10 5



Bagan 30 : Pemilihan alternatifatas dasar analisa keefektifan biaya. Alternatif yang dipilih di atas ialah 3 sebab ia memiliki B/E yang paling kecil. Disamping itu padat diperhatikan pula pemilihan alternatif atas dasar kecilnya biaya tidak selalu benar. Buktinya ialah biaya alternatif 1 lebih kecil dari pada biaya alternatif 2, tetapi B/E-nya lebih besar. Analisis Keuntungan Biaya Analisis keuntungan biaya ialah menghubungkan besar biaya yang dikeluarkan dengan besar pendapatan setelah menjalani pendidikan atau latihan. Bila biaya lebih besar dari pada pendapatan maka proses belajar itu menderita rugi, sebaliknya bila pendapatan lebih besar dari pada biaya maka proses belajar itu mendapat untung. Analisa keuntungan biaya juga dilakukan dengan cara meninjau kemanfaatan setiap alternatif dari segi nilai uang. Setiap alternatif harus diberi harganya sebagai alat dan metode penyelesaian tugas dalam bentuk uang, sesudah itu barulah dicari rasio biayanya terhadap keuntungan (CB) ratio). Alternatif yang dipilih adalah yang memilki rasio biaya terhadap keuntungan yang paling rendah atau rasio keuntungan terhadap biaya yang paling tinggi. Contoh bila bagan 30 diatas kita ganti kolom meluluskan dengan kolom kemungkinan peningkatan pendapatan dan kolom B/E diganti dengan B/U (biaya/ keuntungan) dengan angkaangka yang tetap, maka alternatif yang terpilih berdasarkan analisa keuntungan adalah juga alternatif 3, sebab ian mempunyai B/U paling kecil. Analisis Kemanfaatan Biaya Analisis ini berusaha membandingkan biaya yang digunakan oleh suatu alternatif dengan estimasi manfaatnya atau nilai outcomenya. Estimasi manfaat suatu alternatif mengacu kepada nilai outcome yang dihasilkan program yang dikerjakan dengan memakai alternatif tersebut. Nilai outcome suatu program dapat bersifat kuantitatif tetapi estimasi manfaat alternatif adalah atas dasar pertimbangan-pertimbangan intitusi yang sudah tentu dapat saja diubah menjadi kuantitatif. Karena itu analisis ini tidak selalu menuntut data yang bersifat kuantitatif. Para perencana budget mula-mula mengumpulkan informasi yang bertalian dengan estimasi manfaat suatu alternative, 57



berbentuk angka probabilitas. Angka ini menunjukkan beberapa probabilitas alternatif itu akan menghasilkan tujuan yang dicita-citakan. Langkah selanjutnya menguji alternatif-alternatif itu secara nyata dalam kegiatan pendidikan. Ujian ini akan memberikan skor untuk masing-masing alternatif. Kemudian dikalikan dengan probabilitasnya masing-masing untuk mendapatkan skor harapan kemanfaatan. Rasio B/M (biaya/kemanfaatan) ialah hasil bagi biaya alternatif itu oleh skor harapan kemanfaatannya. Rasio B/M yang paling kecil adalah milik alternatif yang terbaik, dan alternatif inilah yang terpilih. Dengan asumsi angka probabilitas itu benar-benar cocok bila dilaksanakan dalam praktek pendidikan. Alteranatif 1 Alternatif 2 Probabilitas menghasilkan tujuan 0,8 0,7 Skor hasil uji coba 9 8,5 Harapan kemanfaatan 0,8 x 9 = 7,2 0,7 x 8,5 = 5,95 Biaya 600 500 Rasio B/M 83,3 84,2 Bagan 31 : Penilaian alternatif atas dasar analisa kemanfaatan biaya Analisa Kefisibilitasan Biaya Analisis ini tidak bisa diukur secara kuantitatif, seperti perhitungan diatas. Analisis ini hanya melihat apakah biaya yang dipakai oleh alternatif itu cukup apa tidak bila dihubungkan dengan dana yang tersedia. Bila biaya alternatif melebihi dana dan sumber-sumber pndidikan lainnya, maka rencana itu tidak dapat dilaksanakan, atau alternatif itu tidak fisibel. Cara Menentukan Biaya Seperti kita ketahui sebagian besar alat/sumber pendidikan itu tersebar dimana-mana dan dipakai dimana-mana. Pemakai bisa mendapatkannya dengan cara membeli, menyewa, memberi honorarium dan sebagainaya itu berubah dari waktu-waktu. Harganya yang sekarang disebut sebagai harga pasar. Harga pasar inilah yang dipakai dasar untuk menentukan biaya sebagian besar alat/sumber-sumber pendidikan dalam stiap alternatif penyelesaian tugas. Namun adakalanya sumber pendidikan yang belum umum terpakai atau unik sukar diketemukan harga pasarnya. Misalnya bila mendatangkan penduduk asli dari daerah terpencil untuk menceriterakan adat istiadatnya, cukup sulit menentukan honorariumnya. Bagi kasus ini dipakailah judgement atau penyesuaian-penyesuaian. Cara ini disebut dengan harga bayangan (shadow prices).



58



BAB VI AKUNTABILITAS DAN KONTROL DALAM PERENCANAAN AKUNTABILITAS Adalah suatu peningkatan dari rasa tanggung jawab, suatu yang lebih tinggi mutunya dari suatu tanggung jawab sehingga memuaskan atasan. Bila tanggung jawab merupakan usaha agar apa yang dibebankan kepada kita bisa diselesaikan sebagaimana mestinya dan dalam waktu yang tepat pula, maka akuntabilitas harus melebihi dari kewajiban seperti itu. Akuntibilitas berkaitan dengan perasaan puas semua pihak yang menaruh perhatian kepada pendidikan. Mulai dari pihak siswa/mahasiswa yang diajar, pihak masyarakat, pihak atasan, sampai dengan pihak yang memberi biaya pendidikan harus merasakan puas terhadap hasil pekerjaan petugas pendidikan bila pendidikan ingin mendapat predikat memiliki akuntabilitas. (pengertian ini masih bersifat umum) Pengertian Akuntabilitas Akuntabilitas ialah kodisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performannya menyelesaikan tujuan yang menjadi tanggung jawab. Penjelasan yang lebih mendetail dijelaskan oleh Elliot yang mengatakan bahwa akuntabilitas adalah (1) cocok atau sesuai (fittingin) dengan peranan yang diharapkan oleh orang lain dan (2) menjelaskan dan pertimbangkan kepada orang lain tentang keputusan dan tibndakan yang diambilnya. Akuntabilitas disini adalah suatu performan yang cocok dan meminta pertimbangan/ penjelasan kepada orang lain. Misalnya seorang dosen yang mengajar datang dan pulang tepat pada waktunya, frekuensi mengajar memenuhi syarat, memakai metode mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan, memuaskan para mahasiswa karena pelajarannya dapat mereka pahami dengan baik, dan melakukan penilaian menurut peraturan yang berlaku. Perilaku dosen ini dalam mengajar adalah akuntabel, karena perilaku itu cocok dengan harapan warga perguruan tinggi bersangkutan yang dicerminkan dalam buku pedoman mereka. Untuk mendapatkan akuntabilitas dosen secara utuh perlu dipriksa pula pergaulannya dengan warga perguruan tinggi tersebut dan dengan masyarakat lainnya, bagaimana kegiatannya dalam apel bendera dan sebagainya. Apabila perilaku dalam tugas-tugas itu semua juga memenuhi harapan orang-orang lain, maka barulah ia sebagai dosen secara utuh dapat disebut memiliki akuntabilitas. Contoh kedua misalkan tindakan dekan atau kepala sekolah dalam membuat peraturan tata tertib bagi dosen/guru dalam lembaga pendidikan. Tata tertib disini ialah sebagai pelengkap dari tata tertib yang sudah diberikan oleh pemerintah pusat yang perlu dibuat sendiri oleh fakultas atau di lembaga, dimana sebaiknya mengoreksi pekerjaan para mahasiswa/siswa, apakah dosen/guru harus difakultas/sekolah selama jam-jam kerja atau cukup datang ketika mengajar dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya saja dan sebagainya. Sebelum tata tertib seperti ini disahkan sepatutnya dijelaskan dan dimintakan pertimbangan dulu kepada semua dosen/guru sebagai orang yang akan memakai peraturan itu. Tidak cukup hanya disetujui oleh senat fakultas atau wakil-wakil kepala sekolah saja. Artinya akuntabilitas yang pertama diatas disebut sebagai model control, sedangkan arti yang kedua dikatakan sebagai model dialog atau sebagai contractual assountability dan sebagai answerbility. Sebagai model control atau model kontrak berarti akuntabilitas mempunyai suatu ukuran atau kriteria yang relatif eksak. Sebab tanpa ada ukuran tertentu sangat sukar mengontrol cara bekerja dan hasil pekerjaan orang lain. Para petugas pendidikan melakukan control kepada atau menerima kontrak dari orang-orang lain dengan kriteria tertentu. Kontrak yang dijalani ini dikontrol oleh orang lain agar tepat dengan kriteria/aturan yang sudah ditetapkan. Dari pembahasan tentang pengertian akuntabilitas diperoleh elemen-elemen yang terkandung rasa puas, model control, model dialog, dan ukuran. Jadi akuntablitas itu sendiri adalah suatu keadaan performan para petugas pendidikan yang mampu bekerja dan memberikan hasil kerja yang tepat dengan criteria yang sudah ditentukan bersama sehingga memberikan rasa puas kepada pihakpihak yang berkepentingan. 59



Dialog dengan



semua pihak



Kriteria



Kontrak dan



kontrol



Kepuasan semua pihak



Bagan 32 : Akuntabilitas Untuk mewujudkan performan bekerja sesuai dengan akuntabilitas yang dianut, para petugas pendidikan perlu digembleng dan ditangani secara lebih serius. Untuk maksud itu perlu diketahui bahwa paling sedikit ada lima bagian atau manifestasi akuntabilitas yaitu: 1. Mengontrak performan. Performan petugas pendidikan dikontrak oleh orang-orang yang berkepentingan dalam pendidikan. Performan itu sudah ditentukan kriterianya dan sudah disepakati bersama. Berarti para petugas pendidikan tidak boleh menyimpang dari kriteria tersebut, berusaha agar performannya selalu tepat dengan kriteria. 2. Memiliki kunci pembentuk arah(turn-keying) ialah biaya dan usaha untuk yang dikontrak. 3. Ada unsur pemeriksaan dari orang-orang bebas yang tidak terlibat dalam kegiatan pendidikan, yaitu masyarakat, orang tua, termasuk kantor pendidikan propinsi, kabupaten dan kecamatan. 4 Ada jaminan pendidikan. Mutu pendidikan terjamin karena sudah memakai kriteria/ukuran tertentu. 5. Pemberian insentif. Sebagai imbalan terhadap guru-guru yang berpotensi. Kelima manifestasi akuntabilitas ini dapat dipandang sebagai prinsip-prinsip akuntabilitas. Akuntabilitas dalam pendidikan adalah mencakup : (1) program dan manajemen personalia yang mengarahkan kepada tujuan, (2) penekanan manajemen yang efektif dan efisien, (3) pengembangan program, personalia, peningkatan hubungan dengan masyarakat, dan kegiatankegiatan manajemen. Siapakah yang harus melaksanakan akuntabilitas dalam pendidikan dan kepada siapa akuntabilitas itu ditujukan? Yang melaksanakan (1) guru, (2) administrator, (3) kelompok minoritas, (4) orang tua siswa, (5) ahli psikometri, dan (6) orang-orang luar lainnya. Sedangkan akuntabilitas ditujukan menurut ranking sebagai berikut: (1) kemajuan para siswa, (2) pilihan program para siswa, (3) pemeriksaan oleh masyarakat/kontrol, (4) aktivitas ekstra kulikuler, (5) penyakit dan kemungkinan sakit siswa, (6) disiplin yang standar dan pakaian siswa, (7) materi pelajaran, dan (8) metode mengajar. Siapa yang paling akuntabel dan kepada siapa terutama akuntabilitas itu ditujukan dalam perencanaan pendidikan? Dalam perencanaan partisipatori yang perencanaan yang menekankan sifat lokal atau desentralisasi, yang bersifat mikro, dan yang anggotanya terdiri dari beberapa warga lembaga dan tokoh-tokoh masyarakat/orang tua, akuntabilitas dituntut pada personalia dengan urutan sbb:(1) Ketua perencana. Adalah orang daerah yaitu kepala sekolah atau dekan, (2) Manajer/administrator/ketua lembaga, (3) Para anggota perencana, (4) Konsultan dari pemerintah pusat, dan (5) Para pemberi data. Terdiri dari warga lembaga termasuk siswa/mahasiswa dan para warga masyarakat/orang tua siswa. Mana



Ketua perencana



jer



Para anggota perencana



Konsultan



Para pemberi data Bagan 33 : Jenjang petugas perencana pendidikan partisapatori menurut akuntabilitasnya



Urutan perencanaan pendidikan partisipatori sebagai berikut: 1. Misi/tujuan perencanaan 2. Desain perencanaan. Untuk mewujudkan tujuan/hasil dibutuhkan desain atau konsep perencanaan strategi, operasional dan budget serta dirangkul oleh manajemen personalia. 3. Implementasi dan aplikasi perencanaan. 60



Misi Perenc. Strategi



Perenc. Operasional



Perenc. budget



Implementasi



Manajemen Personalia Aplikasi



Waktu Bagan 34 : Jenjang kegiatan yang dituju oleh akuntabilitas dalam Perencanaan pendidikan partisipatori Kondisi yang dibutuhkan Akuntabilitas Akuntabilitas mengimplikasikan paling sedikit tiga kondisi yaitu (1) seseorang diasumsikan memiliki tingkat tanggung jawab tertentu terhadap pekerjaannya, (2) seseorang harus akuntabel terhadap orang lain, dan (3) ada penilaian performan untuk mengetahui apakah orang bersangkutan mencapai sukses/akuntabel apa tidak. Ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bentuk akuntabel seseorang terhadap orang lain adalah : pertama, hampir semua guru cenderung akuntabel kepada kelompok yaitu administrator/manajer sekolah, kelompok siswa, dan kelompok orang tua. Kedua, banyak guru melihat diri mereka secara individual akuntabel terhadap para siswanya, ketiga, kesadaran akuntabilitas secara professional ditunjukkan oleh kecenderungan guru-guru bekerja sama/dapat dukungan/bantuan teman-teman sejawat, dari pihak bawahan, dan dari pihak atasan(secara horizontal dan vertical). Keempat, semakin berierarki organisasi sekolah itu, semakin kurang rasa akuntabilitas guru-guru baik secara individual maupun kolektif terhadap para siswanya. Kelima, semakin staf pengajar bertanggung jawab secara kolektif terhadap pekerjaan secara keseluruhan, semakin mereka merasa akuntabel secara kolektif terhadap para siswa. Dan keenam, semakin kurang rasa akuntabel mereka. Dari keenam hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa guru baik secara individual maupun secara kelompok memiliki akuntabilitas terhadap usaha mengembangkan para siswanya dan terhadap pekerjaan para guru. Semakin renggang hubungan mereka satu dengan yang lain, baik secara informal maupun secara hierarki, semakin berkurang akuntablitas mereka. Dengan kata lain akuntabilitas yang besar terjadi berarti mempunyai rasa persatuan yang kuat, kerjasama, dan gotong royongan yang tinggi. Kondisi-kondisi yang dibutuhkan para petugas pendidikan agar mereka memiliki akuntabilitas bagi adalah sbb: 1. Ada pembinaan profesi terhadap para petugas pendidikan. 2. Lebih diinginkan pendidikan yang bersifat desentralisasi. 3. Birokrasi dan hierarki diusahakan seminimal mungkin, sebab ia menghalangi munculnya akuntabilitas. 4. Penilaian dan control dilakukan oleh pihak atasan petugas bersangkutan bersama-sama dengan warga masyarakat dan petugas-petugas kantor pendidikan setempat. Langkah-langkah menentukan Akuntabilitas. Morphet menyatakan langkah-langkah untuk menentukan akuntabilitas adalah : (1) kembangkan kriteria performan untuk setiap program, (2) siapkan pemeriksaan yang bebas untuk mengukur performan dan (3) siapkan laporan kepada masyarakat tentang hasil pengukuran itu. Sementara itu McAshan menulis tentang proses terjadinya akuntabilitas sebagai berikut: (1) tentukan tujuan secara jelas dan nyatakan siapa yang bertanggung jawab, (2) tujuan itu dijabarkan sespesifik mungkin sehingga dapat diukur, (3) garis otoritas ditentukan, (4) kondisi tempat tanggung jawab itu terjadi ditentukan secara spesifik, dan (5) penilaian dilakukan untuk menentukan akuntabilitas seseorang. Bila kedua pendapat diatas diintegrasikan dan disusun kembali maka langkah-langkah yang ditempuh untuk menentukan akuntabilitas seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan adalah sebagai berikut : 61



1. Tentukan tujuan program yang dikerjakan. Dalam perencanaan disebut misi atau tujuan perencanaan. 2. Program dioperasionalkan sehingga menimbulkan tujuan-tujuan yang spesifik. 3. Kondisi tempat bekerja ditentukan. 4. Otoritas atau kewenangan setiap petugas pendidikan ditentukan. 5. Kriteria performan pelaksana yang dikontrak itu dibuat sejelas mungkin. 6. Tentukan pengukur yang bersifat bebas, yaitu orang-orang yang tidak terlibat dalam pelaksanaan program/tugas tersebut. 7. Pengukuran dilakukan sesuai dengan syarat pengukuran umum yang berlaku yaitu secara incidental, berkala, dan terahkir. Yang diukur adalah performan orang-orang yang dikontrak dan hasilnya apakah sudah memenuhi syarat tujuan spesifik yang sudah ditentukan apa belum. 8. Hasil pengukuran dilaporkan kepada orang-orang yang berkaitan akan pendidikan/ pengontrak seperti warga masyarakat, pemerintah, dan para manajer/administrator pendidikan. PANDANGAN HUMANISME TERHADAP AKUNTABILITAS Humanisme adalah suatu paham yang mengagumkan martabat manusia sebagai individu. Bagaimanapun kualitas individu itu patut dihargai sesuai dengan kemampuannya. Pendidikan harus memperhatikan masing-masing individu yang unik ini, memberikan kesempatan dan bantuan secara sama dengan cara membantu mereka untuk berkembang merealisasi potensinya masing-masing. Humanisme berbicara tentang kebebasan, pengarahan diri sendiri, dan mencintai orang-orang. Yang utama dikerjakan oleh pendidikan ialah membuat setiap orang berusaha secara pasti agar tujuan program yang dibebankan kepadanya terselesaikan. Yang harus dikerjakan dalam pendidikan ialah membina para siswa agar mereka dapat berpikir, bertindak intelegen, merespon secara sempurna, dan efektif. Begitu pula dalam melakukan penilaian, guru-guru tidak perlu memakai test. Penilaian yang benar adalah melalui judgement para guru. Salah satu tujuan pendidikan adalah memperbaiki judgement seseorang. Pada akuntabilitas yang dilaksanakan para pendidikan adalah suatu penciptaan manusia buruh, sebagai korban mesin, inilah yang menyebabkan timbulnya sarikat buruh. Dalam pendidikan tidak pada tempatnya muncul manusia buruh dan sarikat buruh seperti itu. Sebab pendidikan adalah suatu proses kasih sayang, proses kebebasan, pengarahan diri sendiri, dan perkembangan yang wajar. Bagaimana memanfaatkan Akuntabilitas dalam Pendidikan. Ada beberapa hasil penelitian yang dapat dikaitkan dengan pandangan Humanisme dan Akuntabilitas. Dua diantaranya ialah majikan pada umumnya lebih terganggu oleh sikap para pekerja yang tidak cocok dari pada ketidak terampilan mereka, meskipun para majikan ini seringkali sukar mengatakan secara persis apa yang mereka cari. Pekerja yang mereka cari ialah inteligen, fleksibel, manusia sumber yang mengerti tentang dirinya sendiri, berpikir tentang apa yang ia kerjakan, dan dapat menyesuaikan cara kerjanya dengan kondisi yang dihadapinya. Hasil penelitian yang kedua ialah cara majikan mengatakan bahwa guru-guru tahu amat sedikit tentang kenyataan kehidupan diluar pendidkan. Hasil observasi pada awal latihan guru menunjukkan bahwa benar-benar dunia pendidikan terpisah dari dunia lain-lain. Hasil pertama mendukung praktek Humanisme dalam lembaga-lembaga pendidikan. Sebaliknya hasil penelitian yang kedua mendukung praktek akuntabilitas, sebab guru-guru diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan diluar pendidikan termasuk dunia bisnis. Ini berarti produksi pendidikan perlu dispesifikasi menurut kebutuhan-kebutuhan tersebut. Kesimpulan kedua pandangan itu yaitu humanisme dan akuntabilitas dapat dimanfaatkan oleh dunia pendidikan dalam batas-batas tertentu, termasuk dalam perencanaan pendidikan. Prinsip-prinsip yang baik dari kedua pandangan ini dapat dimanfaatkan dan diintegrasikan dalam proses mendidik dan merencanakan sesuatu. Pelaksanaan akuntabilitas dalam pendidikan dan perencanaan dibatasi oleh pandangan humanisme. Pelaksanaan atau pemanfaatan akuntabilitas dalam pendidikan dan perencanaan pendidikan adalah sebagai berikut : 62



1. Kebutuhan akan tujuan program sesuai dengan lapangan kerja diidentifikasi dan program dioperasionalkan dengan tujuan-tujuan yang spesifik. 2. Kriteria performan para petugas pendidikan dan para pelaksana implementasi perencanaan ditentukan. 3. Pemeriksaan secara tepat tentang proses pendidikan dan implementasi perencanaan serta hasilhasil yang dicapai sesuai dengan rencana semua perlu diadakan. 4. Mutu dan kualitas pendidikan dalam lembaga termasuk perencanaan pendidikannya harus dijaga betul agar tidak sampai merosot malah sedapat mungkin ditingkatkan, seperti halnya dengan mutu dan kualitas hasil-hasil produksi dalam dunia bisnis. 5. Insentif bukan hanya untuk membayar tenaga dan pikiran para pelaksana pendidikan dan para perencana, tetapi juga menghargai jasa-jasa mereka sebagai professional. 1.



Akuntabilitas Program yang operasional dan tujuan yang spesifik.



1. 2.



2. 3. 4. 5.



Kriteria performan pelaksana pendidikan sudah pasti/ditentukan. Kontrol dilakukan oleh pihak pengotrak pelaksana pendidikan. Mutu dan kualitas lulusan terjamin atas tanggung jawab lembaga pendidikan. Insentif untuk membayar tenaga dan pikiran pelaksana pendidikan.



3. 4. 5.



Pemanfaatan Akuntabilitas Program yang operasional, tujuan yang spesifik, dan program-program pilihan (kecuali dalam perencanaan) Kriteria performan pelaksana pendidikan & implementasi perencanaan ditentukan . tetapi dapat direvisi sesuai dengan situasi medan. Kontrol diadakan agar tepat dengan rencana, tetapi bersifat pembinaan dan kerjasama untuk kepentingan bersama. Mutu dan kualitas lulusan terjamin atas tanggungjawab bersama lembaga, orang tua dan masyarakat (kecuali dalam perencanaaan). Insentif untuk membayar dan menghargai jasa para professional pendidikan.



Bagan 35 : Pemanfaatan akuntabilitas dalam pendidikan dan perencanaan pendidikan



KONTROL DALAM PERENCANAAN PENDIDIKAN Akuntabilitas Sebagai alat Kontrol Prinsip-prinsip yang relatif eksak dalam akuntabilitas, tidak memberi peluang banyak untuk berubah ketika konsep perencanaan itu diimplementasi baik terhadap programnya maupun terhadap alat dan metode kerjanya. Kemungkinan kecil terjadi implementasi yang berkali-kali metode kerjanya. Kemungkinan kecil terjadi implementasi yang berkali-kali, kemungkinan kecil pula terjadi revisi pada langkah atau beberapa langkah perencanaannya. Begitu pula halnya dengan aplikasi hasil-hasil perencanaan dilapangan yang lebih luas, bila prinsip akuntabilitas ini dengan beberapa modifikasinya tetap dipertahankan, maka diharapkan hasil perencanaan itu akan dapat dilaksanakan dengan baik dalam waktu yang lama. Hal-hal yang relatif eksak dalam perencanaan pendidikan dengan dimanfaatkannya akuntabilitas ialah (1) tujuan atau performan yang ingin dicapai, (2) program atau tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan, (3) cara atau performan pelaksana dalam mengerjakan tugas, (4) alat dan metode yang sudah jelas, dana yang dipakai, dan lama bekerja yang semua telah tertuang dalam bentuk alternatif penyelesaian yang sudah eksak, (5) lingkungan tertentu tempat program dilaksanakan juga sudah ditentukan secara jelas lengkap dengan situasi dan kondisinya, (6) begitu pula insentif terhadap pelaksana juga sudah ditentukan secara pasti. PERT, CPT dan lain-lain Sebagai Kontrol Perencanaan Selain akuntabilitas dapat dimanfaatkan sebagai alat control dalam perencanaan seperti telah diuraikan di atas, ada lagi beberapa alat control yang biasa dipakai. Alat-alat itu ialah: 1. Alat visual PERT (Program Evaluation Review Technique), CPM (Critical Path Method), peta Gantt, dan beberapa macam grafik. 2. Komputer untuk mengontrol budget, aplikasi hasil perencanaan, menyimpan data yang penting dll. 3. Laporan tertulis. Laporan bentuk standar secara berkala bulanan, tiga bulan sekali dan tahunan. 4. Pertemuan staf yang dilakukan secara berkala. 63



BAB VII MANAJEMEN PERSONALIA Yang dimaksud dalam personalia pendidikan adalah para manajer/staf pendidikan, guru/dosen dan semua orang yang terlibat dalam pendidikan sebagai pemegang peranan utama perlu dibina agar dapat bekerja sama dalam mengelola pendidikan. Ada sejumlah gejala yang membutuhkan pengembangan personalia. Gejala-gejala itu ialah: 1. Para personalia terlalu patuh kepada atasannya dengan pelbagai alasan. 2. Personalia pendidikan bekerja terlalu mekanistik, rutin, dan seperti mesin, tindakan selalu berdasarakan peraturan atau perintah para atasan. 3. Tidak puas dengan desain yang baik tentang cara melayani atau memenuhi kebutuhan para siswa/mahasiswa. 4. Terjadi perubahan dalam konteks dan isi peranan para siswa/mahasiswa. 5. Penyesalan meningkat dalam hubungannya dengan problem komunikasi. 6. Ketidakmampuan manajer/para manajer meninggalkan otoriter dengan model kepemimpinan yang hierarkis. 7. Pengambilan keputusan yang lamban dan keliru, yang dapat membuat personalia menjadi bingung, menemui kesulitan dalam bekerja, marah yang dipendam dan sebagainya. 8. Peraturan, nilai, norma, standar tidak lagi berfungsi dengan baik, sebab sudah ketinggalan zaman. 9. Konflik atau pertentangan yang tinggi antar kelompok dan atau didalam kelompok itu sendiri. Tujuan pengembangan baik melalui personalia maupun melalui organisasi ialah memperbaiki performan organisasi dengan menciptakan iklim sumber manusia yang positif. Pengembangan organisasi berusaha menghilangkan kebiasaan organisasi otoriter yang tradisional untuk mendorong kerja sama, pengambilan keputusan yang desentralisasi, terbuka, dan bersifat bersahabat/musyawarah. Usaha pengembangan itu semua bermaksud meningkatkan efektifitas organisasi, termasuk efektifitasnya dalam melaksanakan perencanaan pendidikan. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF Agar proses pengembangan para personalia pendidikan berjalan lancar dan kontinu, antara lain dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Yaitu suatu kepemimpinan yang menghargai usaha para bawahan, yang memperlakukan mereka sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minat masing-masing individu, yang memberi dorongan untuk berkembang dengan mengarahkan diri kearah tercapainya tujuan lembaga pendidikan. Menurut hasil penelitian pemimpin yang tinggi dalam kedua dimensi kepemimpinan adalah pemimpin yang efektif. Begitu pula pemimpin yang memiliki performan tinggi dalam perencanaan dan fungsi-fungsi manajemen ialah tinggi pula dalam kedua dimensi kepemimpinan itu. Dua dimensi kepemimpinan itu ialah kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi kepada antar hubungan manusia. Kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas ialah pemimpin yang hanya menekankan penyelesaian tugas-tugas bawahannya dengan tidak mempedulikan perkembangan bakat, kompetensi, motivasi, minat, komunikasi, dan kesejahteraan bawahan. Yang terpenting baginya ialah roda perjalanan organisasi menjadi lancar. Pemimpin seperti ini memandang bahwa organisasi yang dipimpinannya adalah seperti mesin yang abadi yang tidak akan lapuk dan usang dilanda zaman. Para personalianya akan bekerja secara rutin, rajin, taat, dan tunduk dalam penampilannya. Pemimpin ini buta terhadap perkembangan dan kemajuan lingkungan/ masyarakatnya. Yang mengakibatkan organisasi itu segera menjadi usang dengan performan para petugasnya yang ketinggalan zaman, tinggal menunggu kematiannya. Sebaliknya kepemimpinan yang berorientasi kepada antar hubungan manusia hanya menekankan perkembangan para personalianya, kepuasan mereka, motivasi, kerja sama, pergaulan dan kesejahteraan mereka. Yang penting baginya adalah nasib para bawahan, tentang 64



kepentingan organisasi adalah nomor dua. Pemimpin ini berasusiasi bila para personalia diperhatikan perkembangan dan nasibnya otomatis tujuan organisasi pendidikan akan tercapai. Tetapi kenyataan menunjukkan manusia di dunia ini tidak selalu beritikad baik walaupun ia diperlakukan secara baik. Pada umumnya manusia sukar mengenal batas kepuasan dalam menjalani hidupnya. Akibatnya jenis kepemimpinan ini juga serupa dengan kepemimpinan yang pertama yaitu membuat organisasinya mundur, kemudian mati. Oleh karena itu kepemimpinan yang baik ialah kepemimpinan yang mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi antar hubungan manusia. Kedua orientasi itu perlu dipadukan dan kedua-duanya ditingkatkan. Fungsi manajemen



Orienta si tugas



Perencanaan



Kepemimpinan efektif



Koordinasi/ oganisasi



Tujuan organisasi



Pengendalian



Orientasi Hub. man



Bagan 36 : Hubungan antar kepemimpinan yang efektif dengan Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan pada umumnya. Kepemimpinan yang efektif selalu memanfaatkan kerjasama dengan para bawahan untuk mencapai cita-cita organisasi. Karena dengan cara begitu para manajer/administrator akan banyak dapat bantuan pikiran, semangat, dan tenaga dari para bawahannya. Pekerjaan pendidikan yang dilakukan oleh para pemimpin secara efektif ini dikatakan oleh Cunningham sebagai perencanaan dan manajemen kontinum yaitu (1) manajer berdiskusi dengan para bawahan, (2) manajer dibantu oleh para bawahan, (3) manajer dibantu para bawahan untuk mendapatkan cara penyelesaian masalah yang terbaik, dan (4) tindakan manajer disetujui oleh para bawahan. Fiedler menyebutkan cara kerja seperti ini sebagai model situasional atau contingency. PEMBENTUKAN IKLIM ORGANISASI YANG HANGAT Suatu penelitian menunjukkan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Selanjutnya dikatakan bahwa profesi dan organisasi memajukan kepribadian dan otonomi. Profesi para pendidik, kepribadian dan otonomi mereka dipengaruhi oleh organisasi pendidikan dimana mereka bekerja. Bila organisasi pendidikan baik, maka profesi, kepribadian, dan otonomi para pendidik pun akan baik pula, sebaliknya bila organisasi pendidikan kurang baik, profesi, kepribadian dan otonomi para pendidiknya juga kurang baik. Hanya dengan iklim organisasi yang hangat kebebasan mimbar akan dapat berjalan dengan baik, yaitu hak seorang professional untuk menemukan, mengajarkan, dan mempublikasikan kebenaran sebagaimana dia lihat dalam spesialisasinya. Hanya dalam iklim organisasi yang hangat pula kehidupan seorang professional yang berbeda dengan kehidupan seorang professional tidak hanya tampak dalam kegiatannya yang tidak terikat dan terjaminnya kebebasan mimbar, tetapi juga dalam kesempatan mengejar pengetahuan/ilmu tanpa memperhitungkan populeritas.



65



Iklim organisasi yang hangat Kegiatan tidak terikat -



Kebebasan mimbar : menemukan mengajarkan mepublikasikan



Mengajarkan pengetahuan/ilmu tanpa pamrih Bagan 37 : Iklim organisasi yang hangat menyuburkan kegiatan Para professional. Ciri-ciri Disiplin Lembaga Pendidikan yang baik. Sehubungan dengan usaha menciptakan iklim organisasi pendidikan yang hangat, teramsuk di dalamnya bentuk disiplin kerja yang tidak kaku, pada bagian ini dikemukakan salah satu hasil penelitian Wayson dengan kawan-kawannya tentang ciri-ciri disiplin lembaga pendidikan yang baik. Ciri-ciri disiplin itu adalah sebagai berikut : 1. Mampu menerjakan banyak hal yang biasa dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan pra pendidik yang baik untuk jangka waktu yang lama. Lembaga pendidikan tidak perlu membuat sesuatu yang baru, yang inovatif, melainkan cukup dengan meningkatkan pemahaman tentang bagaimana kegiatan-kegiatan yang baik itu dapat dikontribusikan kepada lingkungan pendidikan secara keseluruhan. 2. Menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang dapat melahirkan disiplin yang baik. 3. Sebagian besar pendidik memandang lembaga pendidikannya sebagai tempat para pengajar dan siswa bekerja dan mendapatkan pengalaman yang sukses. 4. Berorientasi kepada para siswa. Para pendidik melakukan apa saja yang baik bagi perkembangan para siswa, begitu pula mereka melakukan apa saja bagi angan-angan lembaga pendidikan yang positif. 5. Memusatkan diri kepada sebab-sebab masalah disiplin, bukan kepada gejala-gejalanya. Perilaku yang menyimpang bukan hanya dihukum tetapi juga dicari sebab-sebabnya. 6. Program lembaga pendidikan menekankan perilaku positif dan lebih menekankan usaha preventif dari pada hukuman dalam memperbaiki disiplin. 7. Menyesuaikan kegiatan-kegiatannya dengan kebutuhan dan mencerminkan gaya mereka sendiri. Sedikit sekali lembaga pendidikan ini yang mengikuti program perbaikan disiplin yang dipublikasikan atau yang diuji coba dengan berbagai nama. 8. Kepala sekolah memegang peran kunci dalam membri corak kepada sekolahnya. 9. Program-program sekolah sering berhasil, agaknya karena kepuasan mengerjakannya atau karena desainnya begitu jelas oleh tim yang terdiri dari kepala sekolah yang berkompeten dan beberapa anggota stafnya yang juga memiliki pribadi kepemimpinan yang melengkapi kepala sekolah itu. 10. Para pengajar percaya kepada lembaga pendidikan mereka tempat para siswa dapat mengerjakan sesuatu. Dan para pengajar menggunakan sejumlah energi mereka untuk membuat kepercayaan mereka menjadi kenyataan. 11. Guru-guru menangani semua atau sebagian terbesar masalah disiplin yang rutin. Sementara kepala sekolah dan konselor menangani kasus-kasus yang serius. 12. Mengembangkan kerjasama yang erat sekali dengan para orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya. 13. Sekolah-sekolah terbuka untuk dikritik dan dinilai secara luas oleh sekolah-sekolah lain dan masyarakat. 66



MENINGKATKAN PARTISIPASI PERSONALIA Kepemimpinan yang efekktif dan pembentukan iklim organisasi yang hangat serta dengan disiplinnya yang fleksibel tidak otomotis dapat meningkatkan partisipasi para personalia pendidikan. Masih dibutuhkan beberapa cara untuk menggugah hati para personalia agar aktif berpartisipasi. Kepemimpinan, iklim organisasi, dan disiplin lebih bersifat sarana dari pada metode untuk meningkatkan partisipasi. Dalam sarana yang sudah bagus ini, metode-metode untuk meningkatkan partisipasi akan lebih mudah mencapai sasarannya. Ada beberapa metode yang dipandang sebagai usaha untuk mendiagnosa keadaan para personalia pendidikan dan mengintervensi mereka agar partisipasinya meningkat dalam kegiatankegiatan pendidikan termasuk dalam perencanaan. Cunningham menyebutkan ada tujuh macam yaitu metode survey umpan balik, pertemuan konfrontasi, tim pembangun, saling memberi data secara terbuka, proses konsultasi, model struktur (termasuk teknik analisis peranan dan memperkaya tugas), dan kelompok T. sementara itu Daft hanya menyebutkan tiga macam saja yaitu survei umpan balik, tim pembangunan dan siklus kualitas. Semua metode ini dibahas satu persatu dalam uraian berikut. Survei Umpan Balik Mula-mula para personalia pendidikan disurvei dengan memberikan angket yang menanyakan tentang kepuasan kerja mereka, sikap, performan, perilaku pemimpin mereka, iklim organisasi, dan hubungan kerja mereka satu dengan yang lain. Data ini lalu dianalisa, bila perlu oleh seorang konsultan yang ahli manajemen personalia, dan didiskusikan bersama dengan kelompok yang disurvei. Diskusi ini bermaksud mengidentivikasi masalah-masalah yang ada serta membentuk strategi untuk memperbaikinya. Jadi metode ini berusaha memecahkan masalah atas dasar data. Melalui data yang baru dan relevan ini masalah-masalah lebih mudah diinterprestasi bersama. Dengan berdiskusi bersama diharapkan diharapkan pikiran para personalia, terutama yang bersangkutan dengan masalah yang dibahas, mulai terbuka dan berusaha ikut mencari sebab-sebabnya. Diskusi seperti ini biasanya bisa membuka jalan untuk menemukan pemecahannya. Ketidakmampuan berpartisipasi atau keragu-raguan mulai terbuka terkikis baik dalam pendidikan pada umumnya maupun khususnya dalam perencanaan pendidikan. Pertemuan Konfrontasi Metode ini digunakan untuk organisasi pendidikan sedang keadaan kritis dan tegang. Misalnya menghadapi tuntutan masyarakat yang tidak setuju akan kebijakan lembaga pendidikan tertentu, merencana menumpas narkotika dan kenakalan remaja yang semakin melanda para siswa, menhadapi kecenderungan pendaftaran siswa baru semakin sedikit serta upaya untuk mengembalikan nama baik lembaga di mata masyarakat dan sebagainya. Untuk situasi-situasi krisis seperti ini dikmbangkan mobilisasi umum dikalangan para personalia pendidikan. Semua personalia dilibatkan dan dibuat kelompok-kelompok dengan tugasnya sendiri-sendiri. Dengan demikian semua personalia terlibat langsung dengan masalah yang dihadapi lembaga. Masing-masing orang dalam kelompok mengindentifikasi masalah yang menjadi tanggung jawab kelompoknya, kemudian mereka penyelesaian. Pada waktu-waktu tertentu dua atau tiga kelompok yang membahas masalah yang berkaitan mengadakan pertemuan bersama, untuk menemukan pandangan dan jalan keluar yang sama. Dengan demikian melali pertemuanpertemuan yang berantai ini suatu ketika semua masalah lembaga pendidikan dapat diselesaikan. Tim Pembangun (Team Building) Tim pembangun merealisasi suatu ide bahwa seseorang yang bekerja sama dengan orangorang lain dapat dilatih untuk bekerja sebagai tim. Dengan cara membuat agar setiap orang memeriksa diri mereka masing-masing tentang bagaimana mereka berfungsi bersama, cara mereka bekomunikasi, norma kelompok, sistim hadiah dan sebagainya. Semua didiskusikan bersama dalam suatu kelompok yang disebut tim pembangun/pengembang. Tim ini memperbaiki performan para anggota yang bertindak sebagai ketua dan sebagai anggota. Maksudnya ialah performan seseorang sebagai ketua dan sebagai anggota diperbaiki dalam tim ini. Para anggota/peserta belajar membangun antar hubungan yang baik, berusaha 67



dengan senang hati ikut dalam pemecahan masalah, mengurangi ketegangan satu dengan yang lain, memperbaiki komunikasi, meningkatkan kreatifitas, dan pengambilan keputusan. Untuk mencapai tujuan itu, maka perlu dimasukkan orang-orang baru kedalam tim ini, yaitu orang dari luar lembaga pendidikan itu sendiri, orang tersebut bisa dari kantor pendidikan, dari lembaga pendidikan lain dan dari pemerintah pusat, sebagai tenaga tetap/pindahan maupun sebagai tenaga sementara. Orang-orang ini diharapkan dapat memberikan pemikiran baru yang obyektif. Tim dengan orang-orang baru ini membentuk suatu norma-norma baru, semacam kontrak sosial, dalam usaha meningkatkan performan dan partisipasi baik dalam tugas-tugas pendidikan pada umumnya maupun dalam perencanaan pendidikan khususnya. Norma-norma baru yang mereka setujui bersama ini belum tentu tepat dapat diaplikasikan. Sebab itu seringkali tim melakukan penelitian tindakan(action research) dalam usaha membuat norma-norma itu dapat dilaksanakan. Sambil berjalan dan melaksanakannya, norma-norma itu perlahan-lahan diperbaiki. Saling Memberi Data Secara Terbuka (Open data sharing) Mula-mula para peserta yaitu para personalia pendidikan diharuskan mengisi angket tentang nama-nama personalia pendidikan tersebut lengkap dengan sifat-sifatnya yang baik dan yang kurang baik. Angket tanpa nama lalu dikumpulkan. Satu persatu isi angket itu dituliskan pada papan yang besar yang ditaruh didepan para anggota. Sehingga semua nama anggota tercatat dipapan tulis yang masing-masing dikelilingi oleh sifat-sifat yang baik dan kurang baik. Langkah berikutnya adalah menganalisa dan mendiskusikan perilaku setiap nama itu. Perilaku yang baik tidak banyak mendapatkan perhatian. Yang menjadi sasaran adalah perilaku yang kurang baik sebab perilaku itu harus diperbaiki. Diskusi dan perdebatan mulai terjadi, semua mengarah kepada usaha memperbaiki perilaku yang jelek. Dengan cara ini para anggota personalia pendidikan saling menolong satu sama lain memperbaiki kelemahan mereka masing-masing, temasuk yang kurang berpartisipasi menjadi lebih giat berpartisipasi dalam perencanaan pendidikan. Proses Konsultasi Adalah suatu cara yang menggunakan jasa-jasa seorang atau beberapa konsultan. Yaitu seorang yang mampu dan bertugas menunjukkan kemungkinan jalan yang dapat ditempuh oleh orang yang menghadapi masalah dalam usaha memecahkan masalah itu. Kemungkinan atau ide itu keluar atas dasar informasi yang diterimanya dari pihak yang menghadapi masalah. Tetapi konsultan ini tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan ide mana yang pantas dipakai. Keputusan itu pada pihak yang menghadapi masalah. Para personalia satu persatu dihadapkan kepada konsultan atau bila masalah yang dihadapi hampir sama dapat dilakukan konsultasi bersama. Dari proses konsultasi ini diharapkan para personalia pendidikan dapat memahami, mengerti, dan bertindak secara tepat terhadap kejadian dilingkungan kerjanya baik terhadap teman sekerja, terhadap para siswa/mahasiswa, masyarakat, maupun terhadap pekerjaan-pekerjaan di kantor. Model Struktur Mula-mula struktur oarganisasi diidentifikasi, kemudian ditentukan bagian-bagiannya yang strategi yang dapat mempengaruhi perilaku para personalia, dan dicari pula kaitannya satu dengan yang lain. Struktur-struktur yang bersifat strategis dan struktur-struktur yang berkaitan dengannyalah yang dirubah untuk menghasilkan perbaikan performan. Mengubah struktur organisasi berarti mengubah lingkungan individu sebagai alat mengubah perilakunya. Misalnya mengubah besarnya pendapatan atas dasar partisipasi yang nyata dalam pendidikan, model kontrak, tim kerja umpamanya setiap pekerjaan pada kantor tertentu dikerjakan bersama oleh para pegawai di kantor itu dan sebagainya. Pengubahan struktur ini tidak dilakukan dengan coba-coba tetapi melalui analisa yang teliti. Salah satu bentuk struktur ialah teknik analisis peranan (Role Analysis Technique disingkat RAT). Teknik ini bertujuan meningkatkan pengertian para personalia pendidikan tentang peranannya pada lembaga pendidikan. Satu persatu para personalia pendidikan yang dipandang belum aktif bekerja dihadapkan kepada tim untuk ditanya. Pertanyaan itu berkisar tentang peranannya dalam lembaga, kedudukannya, apa sebab ia dibutuhkan oleh lembaga, dan 68



bagaimana semua itu bila dikaitkan dengan hubungan kerja dengan sesama personalia. Tanya jawab atau diskusi terjadi antara anggota tim dengan personalia yang bersangkutan. Teknik Tanya jawab yang dipakai ialah semacam metode Sokrates yaitu pertanyaanpertanyaan yang bersifat membangkitkan pemahaman oleh diri sendiri. Mula-mula pertanyaan itu berusaha membuat personalia ini mengerti akan kekurangannya dan kemudian pertanyaan diarahkan agar personalia yang bersangkutan dapat menemukan sendiri cara memperbaiki kekurangannya. Sampai disini diskusi dihentikan berarti kedua belah pihak sudah mendapat kesepakatan. Menemukan cara memperbaiki diri sendiri mengimplikasikan ada struktur yang akan berubah. Bentuk model struktur lain ialah memperkaya tugas(job enrichment). Tujuan teknik ini ialah melayani dan mengembangkan psikologi para personalia pendidikan. Para personalia diberikan kesempatan melakukan sesuatu yang dapat memuaskan dirinya dalam melaksanakan tugas pekerjaan. Melalui kepuasan kerja ini diharapkan ia dapat berpartisipasi secara aktif sehingga memberikan produksi pendidikan secara maksimum, dengan asumsi individu yang suka kepada pekerjaannya akan lebih produktif. Memperkaya tugas adalah memberi kesempatan kepada individu untuk merencanakan dan mengontrol performannya sendiri. Untuk mencapai maksud tersebut setiap personalia pendidikan diizinkan menstruktur tugasnya sendiri-sendiri termasuk tugas dalam perencanaan pendidikan, sampai mereka merasa puas mengerjakannya. Contohnya ialah seorang guru/dosen diizinkan mendalami materi pelajaran dan membuat persiapan mengajar dimana saja, tidak perlu dikantor, asal materi yang dihidangkan adalah baru dan dapat dipahami, dihayati, dan dilaksanakan oleh para siswa/mahasiswa. Contoh lain ialah seorang perencana dibolehkan mengambil data kapan saja asal dengan cara yang benar dan tidak melewati batas waktu yang sudah ditentukan. Kelompok T (T Group) Metode ini dikenakan kepada kelompok yang memiliki nilai-nilai yang bertentangan dengan tujuan lembaga pendidikan atau misi perencanaan sehingga menimbulkan hubungan yang tidak harmonis, partisipasi yang kurang efektif, dan tata kerja yang rusak. Ada tiga macam kelomok yaitu kelompok asing bila anggota-anggotanya tidak kenal satu dengan yang lainnya, kelompok misan bila anggota-anggotanya dari satu organisasi tetapi tidak bekerja bersama, dan kelompok keluarga dan anggotanya berasal dari satu unit kerja. Usaha meningkatkan partisipasi personalia pendidikan dalam dunia pendidikan pada umumnya dan perencanaan khususnya kebanyakan memakai dua kelompok terakhir. Tiap-tiap kelompok maksimum anggotanya 12 orang dan satu orang professional lebih ahli sebagai fasilitator. Kelompok ini seolah-olah ada dalam suatu laboratorium eksperimen. Mereka bereksperimen bersama dengan perilaku mereka. Fasilitator bertindak agar setiap anggota kelompok aktif berbicara, mengemukakan pendapatnya, memberi penjelasan tentang nilai-nilai dan sebagainya. Fasilitator juga berusaha agar ada sanggahan dari teman-temannya dengan mengemukakan argumentasi-argumentasi tertentu atau bukti-bukti nyata yang dilihatnya dimasyarakat dan sebagainya. Sanggahan, informasi, dan umpan balik dari teman-temannya diharapkan dapat menimbulkan kecemasan dan ketegangan individu yang menjadi sasaran sehingga membuat ia mulai sadar akan sikap, nilai, dan perilakunya yang keliru. Kini ia mulai berekperimen dengan perilaku yang baru yang didukung oleh teman-temannya. Demikianlah melalui kelompok ini setiap anggota memodifikasi nilai-nilai dan perilakunya secara besar atau kecil sesuai dengan penyimpangannya masing-masing agar cocok dengan tugas merealisasi tujuan perencanaan dan tujuan organisasi pendidikan. Siklus Kualitas (Quality Cirles) Metode siklus kualitas dikatakan satu di antara usaha yang terbanyak dilakukan untuk meningkatkan kreaktivitas dan partisipasi para personalia pendidikan. Tujuannya adalah memperbaiki kualitas performan/tatakerja, memajukan produksi (kualitas dan kuantitas), dan meningkatkan partisipasi baik dalam perencanaan maupun dalam tugas-tugas pendidikan pada umumnya. 69



Siklus kualitas merupakan satu kelompok yang terdiri 6 sampai dengan 12 personalia pendidikan yang bekerja pada jenis pekerjaan yang sama. Kelompok ini bertemu secara berkala untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Semua anggota mengidentifikasi masalah dan kemudian menyarankan menyelesaikan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil pendidikan. Saran-saran dimusyawarahkan untuk mendapatkan kesepakatan. Seringkali para anggota diberi pendidikan dan latihan tambahan baik secara formal maupun informal untuk memperdalam konsep dan keterampilan mereka dalam melaksanakan tugas. Juga sering diskusi kelompok ini dihadiri oleh seorang professional yang lebih ahli yang bertindak sebagai fasilitator yang membantu memberi bimbingan kepada para anggota. Kelompok bertemu dahulu selalu menjadi umpan balik terhadap pertemuan-pertemuan berikutnya agar dapat menghasilkan konsep dan keterampialan yang lebih efektif dan efisien. KERJASAMA DENGAN MASYARAKAT Dalam kaitan ini konsep dan kenyataan para manajer personalia diharapkan meningkatkan usahanya membina para personalia pendidikan agar lebih giat dan lebih terampil mengadakan kontak hubungan dengan orang tua dan warga masyarakat. Manajer personalia di perguruan tinggi dijabat oleh pembantu Rektor II dan para pembantu Dekan II, sedangkan manajer di sekolahsekolaj dirangkap oleh para kepala sekolah atau wakilnya, berinisiatif dan bertindak paling didepan meningkatkan partisipasi warganya terhadap kerjasama dengan masyarakat. Masyarakat Tugas rutin Dalam lembaga pendidikan



Satu set kegiatan pendidikan Tugas non rutin yang Bertalian dengan masyarakat



Bagan 38 : Organisasi atau Struktur parallel dalam Pendidikan Kini kerja sama dengan masyarakat sudah menjadi bagian kegiatan yang penting dalam mengendalikan roda perjalanan organisasi pendidikan. Stein dan kanter melambagakan satu set respon eksternal dan internal, struktur partisipasi dan pemecahan masalah, disamping tugas-tugas rutin dalam lembaga pendidikan. Kegiatan internal dan ekternal, serta kegiatan rutin dan non rutin berjalan bersama sama. Masalah-masalah yang muncul dicari kaitannya baik dalam lembaga itu sendiri maupun dimasyarakat, supaya dapat diselesaikan secara lebih mudah dan lebih tuntas. Organisasi seperti ini disebut organisasi paralel atau struktur paralel. Dengan struktur pendidikan yang paralel berarti memberi peluang lebih besar kepada personalia pendidikan untuk meningkatkan inisiatif dan kreaktifitas mereka melewati tugas-tugas yang bersifat rutin. Kondisi seperti ini lebih memungkinkan pula kepada mereka untuk meningkatkan profesinya, mencapai kedudukan yang lebih tinggi, dan membuat moral kerja lebih positif. Khusus bagi perencana pendidikan lebih-lebih perencanaan yang bersifat partisipasi, struktur parallel ini sangat menguntungkan mereka. Sebab perencanaan partisipatori adalah perencanaan yang dilakukan bersama di antara para pencinta pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Para pencinta pendidikan itu adalah warga lembaga pendidikan dan dapat dipengaruhi oleh pendidikan yang sering disebut stakeholder bekerja sama secara erat dalam lembaga pendidikan merencanakan segala sesuatu. Para stakeholder ini baik sebagai warga masyarakat maupun sebagai warga lembaga pendidikan perlu ditangani secara sungguh-sungguh agar perencanaan pendidikan dan pelaksanaannya dapat berjalan lancar. Dalam memperhitungkan fisibilitas perencanaan pendidikan, yaitu sumber-sumber pendidikan yang sering berkaitan dengan mereka, memegang 70



peranan penting yang patut diperhatikan, sebab ia dapat menggoncangkan implementasi dan aplikasi pendidikan berkat pengaruh-pengaruhnya. Para perencana perlu mengantisipasi bagaimana mereka akan merespon terhadap kegiatan pendidikan yang baru itu. Banyak program yang dapat dikerjakan bersama antara lembaga pendidikan dengan masyarakat sekitarnya. Misalnya memajukan proses belajar, mengintegrasikan pendidikan formal, informal, dan non formal, memajukan pendidikan nonformal, layanan kesejahteraan keluarga, layanan bimbingan dan konseling, kerjasama dalam mencari dana pendidikan, koperasi, kegiatan rekreasi bersama, kesenian bersama, olah raga dan sebagainya. MACAM-MACAM HADIAH BAGI PERSONALIA Para personalia pendidikan tidak pada tempatnya hanya dituntut akan kewajiban dan tanggung jawabnya. Hak mereka juga patut diperhatikan. Pada umumnya yang dipandang berkaitan dengan hak para personalia adalah gaji, honorarium, dan macam-macam kesejahteraan lainnya dan promosi/kenaikan pangkat. Sesungguhnya masih ada beberapa hadiah lain yang dapat dikaitkan dengan hak para personalia pendidikan sebagai imbangan terhadap tuntutan berbagai tugas dan tanggung jawab mereka. Hadiah-hadiah itu sedapat mungkin perlu direalisasikan sebagaimana mestinya oleh para manajer personalia agar tujuan membina mereka untuk meningkatkan partisipasinya dalam perencanaan dan pendidikan lebih tercapai. Berbagai hadiah yang dimaksudkan bagi para personalia pendidikan disamping hadiahhadiah yang sudah disebutkan di atas ialah: 1. Menyediakan ruangan untuk tempat bekerja dan memperdalam materi pelajaran. 2. Memberi mkesempatan untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan sesuai dengan kemampuannya. 3. Memberi kesempatan bertanggung jawab secara lebih besar. Misalnya menyelenggarakan seminar, menulis makalah, menjadi penyanggah dalam pertemuan tertentu, melaksanakan penelitian dll. 4. Mewakili lembaga pendidikan dalam pertemuan atau kunjungan tertentu. 5. Membuat jadwal dan memberi izin kepada personalia yang pantas dapat hadiah untuk melaksanakan pendidikan di luar sekolah. 6. Mencatat, memberi kredit, dan mempertimbangkan jasa-jasa personalia yang dapat memecahkan masalah tertentu yang bermanfaat bagi lembaga. 7. Membebaskan seseorang dari berpikir dan mengerjakan sesuatu di luar batas kemampuannya. 8. Memberi kesempatan kepada para pengajar untuk bekerjasama dengan para siswa/mahasiswa bila ternyata ia merasa bahagia karena kerjasama itu. 9. Memasang nama dan foto personalia yang patut diberi hadiah pada majalah atau surat kabar setempat lengkap dengan deskripsinya sebagai orang yang pantas dihargai. 10. Memberi kesempatan kepada personalia pendidikan mengadakan kontak pribadi dengan para pemimpin lembaga pendidikan dan para pemimpin masyarakat. 11. Memberikan jalan sehingga personalia yang pantas mendapat hadiah boleh memilih dan menggunakan bahan-bahan pelajaran tertentu. 12. Melibatkan pengajar yang patut diberi hadiah ini dalam perencanaan kurikulum. Hadiah-hadiah tersebut di atas tidak harus di berikan semuanya sekaligus kepada personalia pendidikan yang berhak menerimanya. Melainkan hadiah-hadiah itu diberikan satu atau beberapa dari pada yang sesuai dengan jasa, perilaku, atau performannya yang terpuji. Dan sudah tentu disesuaikan pula dengan kemampuan lembaga pendidikan bersangkutan.



71



DAFTAR PUSTAKA Rebecca Killen hawthorne, “Classroom Curriculum : Balancing Autonomy and Obligation”, (paper), AERA Annul Meeting, Washington.DC, 1987.h.10. Gay Su Pinnel and William W. Wayson, “Staff Roles for Creating Quality Integrated Schools”, A Journal of Steps, Volume I, May 1980, Indianapolis, h. 33. Rebecca Killen hawthorne, “Classroom Curriculum : Balancing Autonomy and Obligation”, (paper), AERA Annul Meeting, Washington.DC, 1987.h.7. Richard L. Daff, Organization Theory and Design, West Publishing Company, New York, 1986, h. 285. William G. Cunninham, Systematic planning for Educational Change, First Edition, Mayfield Pubblishing Company, California, 1982, h.199-201. William G. Cunninham, Systematic planning for Educational Change, First Edition, Mayfield Pubblishing Company, California, 1982, h.111. William W. Wayson, et al., Handbook for Developing Schools With Good Discipline, Phi Delta Kappa, Indiana, 1982, h. 10-27. William G. Cunninham, Systematic planning for Educational Change, First Edition, Mayfield Pubblishing Company, California, 1982, h. 209-225. William G. Cunninham, Systematic planning for Educational Change, First Edition, Mayfield Pubblishing Company, California, 1982, h. 216 diambil dari Schiem. “What can Principals Do To Reward Staff Members? A Journal Of Strp, Volume I, March 1980. Indianapolis, h.37. Steven M. Chan, Saints and Scamps Ethics in Academia, Rowman & Littlefied Publisher, New York, 1984, h. 17. Shirley F. Heck and C. Ray Williams, The Complex Roles of the Teacher, Teacher College Press, New York, 1984, h. 17. Paul C. Nutt and Robert W Backoff, “A Strategic management Process for Public and Third Sector Organizations” A Journal of American Psychological Assosiation, Winter 1987, h. 49



72



73