Perjuangan PGRI Sebelum Dan Sesudah Keme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Perjuangan PGRI Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan Republik Indonesia



Tugas Mata Kuliah SPJD PGRI



Nama: Esa Dian Arifni NPM: 2015 1250 0084



Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI 2017



COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret voor het gebouw van de openbare H.I.S. Soemenep, Madura.



Sekolah Lagere School di Jawa 1920



Lambang PGRI



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas untuk memenuhi perbaikan nilai dalam mata kuliah Sejarah Perjuangan dan Jati Diri Persatuan Guru Republik Indonesia (SPJD PGRI) ini tepat pada waktunya. Melalui tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.



Ibu Anastasia Dewi Anggraeni, selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Perjuangan dan Jati Diri Persatuan Guru Republik Indonesia (SPJD PGRI) yang telah memberi pengarahan, motivasi, serta ilmunya yang sangat berarti bagi penulis.



2.



Teman-teman semester IV yang telah membantu serta menjadi motivasi bagi penulis



Kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Dan semoga dengan selesainya tugas ini dapat bermanfaat bagi calon guru khususnya dan pembaca pada umumnya.



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pada zaman penjajahan Belanda. Pemerintahan Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah



itu



terbentuklah



hubungan-



hubungan sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi anakanak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara vertical sehingga anak-anak Indonesia, melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit.



Pejajahan selanjutnya adalah penjajahan Jepang yang membawa perubahan buruk dan baik bagi bangsa Indonesia. Bangsa Jepang menanamkan bahwa bangsa Asia juga bisa maju. Selain itu, Jepang juga mengajarkan menghormati guru dan dokter. Serta, Jepang juga membuat Bangsa Indonesia sadar akan kesatuan dan persatuan bangsa



sangatlah



penting..



Bahkan



saat



penjajahan Jepang Bangsa Indonesia benar-benar diperas keringatnya dengan dalih Jepang adalah saudara tua Bangsa Indonesia. Pendidikan pun menjadi terbengkalai. Meskipun demikian, para guru masih terus berjuang



untuk



memajukan



pendidikan



di



Indonesia. Dengan semangat  perjuangan dan kebangsaan pribumi



yang berhasil



menggelolara, mendirikan



para



guru



organisasi



pendidikan yang sekarang disebut PGRI. PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan yang berfokus pada bidang keguruan. PGRI sebagai tempat



berhimpunnya kependidikan



segenap lainnya



guru



dan



merupakan



tenaga



organisasi



perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila, bersifat independen, dan non politik praktis, secara



aktif



menjaga,



memelihara,



mempertahankan, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai semangat kekeluargaan, kesetiakawanan social yang kokoh serta sejahtera lahir batin, dan kesetiakawanan organisasi



baik



nasional



maupun



internasional. Namun, pada masa penjajahan belanda nama PGRI adalah PGHB (persatuan guru



hindia



berubah  menjadi



belanda). persatuan



guru



Kemudian Indonesia



(PGI). Dengan Usaha para gurupun pendidikan dapat terangkat walau saat Bangsa Indonesia dijajah. Kita patut bangga dengan semua usaha para guru. Maka, perlu untuk kita memahami dan mengerti



perjuangan para guru saat masa penjajahan Belanda dan Jepang.



B. Rumusan Masalah 1.



Bagaimana



pejuangan



guru



dimasa



penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang? 2.



Bagaimana keadaan pendidikan, guru dan sekolah di Indonesia pada masa penjajahan?



3.



Bagaimana proses lahirnya PGRI?



4.



Bagaimana peranan PGRI dimasa 19451950?



5.



Sejarah perjuangan PGRI dari masa orde lama ke masa orde baru



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui perjuangan guru dimasa penjajahan Belanda dan pada masa penjajahan Jepang. 2. Untuk mengetahui keadaan pendidikan, guru dan sekolah di Indonesia pada zaman penjajahan.



3. Untuk mengetahui lahirnya PGRI dan hasil kongres I – VI 4. Utntuk mengetahui peranan PGRI dimasa 19451950 5. Untuk mendiskripsikan sejarah perjuangan PGRI dari masa orde lama ke masa orde baru



BAB II PEMBAHASAN



A. Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Belanda Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan BentukBentuk Sekolah Pada masa penjajahan guru tampil dan ikut mewarnai



perjuangan



bangsa



Indonesia.



Semangat kebangsaan Indonesia tercermin dan terpatri dari guru pada masa penjajahan tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari lahirnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda. Organisasi ini merupakan  dari guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.



Dengan semangat perjuangan dan kebangsaan yang menggelora, para guru pribumi menuntut persamaan hak dan kedudukan dengan pihak Belanda. Sebagai salah satu bukti dari perjuangan ini adalah kepala HIS yang sebelumya selalu dijabat oleh orang Belanda, bergeser ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan guru terus bergelora



dan



memuncak



serta



mengalami



pergeseran cita-cita perjuangan yang lebih hakiki lagi, yaitu Indonesia merdeka. Pada tahun 1932 Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)



berubah



menjadi



Persatuan



Guru



Indonesia (PGI). Perubahan nama ini suatu langka berani penuh risiko, karena mengusung nama “Indonesia” di mana Belanda tidak suka dengan



kata



tersebut



yang



dianggap



mengorbangkan semangat nasionalisme yang tinggi serta dorongan untuk hidup merdeka menjadikan organisasi ini tetap eksis sampai pemerintahan kolonial Belanda berakhir.



Dari penjelasan diatas dapat dikatsakan bahwa perang guru pada masa penjajahan  sangat penting dan mempunyai nilai yang strategis dalam membangkitkan semangat kebangsaan Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan. Dengan peran guru sebagai pengajar dan pendidik yang berhadapan langsung dengan para siswa, maka guru bisa secara langsung menanamkan jiwa nasionalisme dan menekankan arti penting sebuah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Pada zaman Belanda, terdapat bermacam-macam sekolah diperuntukan bagi golongan tertentu. Umumnya sekolah desa atau sekolah rakyat (VolksSchool) untuk masyarakat desa, sekolah dasar Angka II (Tweede Inlandse School) untuk rakyat biasa di kota-kota. Dan sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak priyai.atau anak-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Guru-gurunya adalah tamatan bermacam-macam sekolah



guru,



KweekSchool



seperti (KS),



NormalSchool Hongere



(NS),



KweekSchool



(HKS) dan banyak lagi. Dan setiap golongan guru tersebut mendapat gaji yang berbeda-beda pula. Hal ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk



mempengaruhi



golongan



guru



dan



memecah belah penduduk Indonesia, bukan hanya dalam pendidikan, namun juga dalam kehidupan sosial-ekonomi. Secara umum sistem pendidikan khususnya macam-macam persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) sosial yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu, yaitu : 1. Pendidikan rendah (Lager Onderwijs) Pendidikan rendah atau bisa disebut sekolah dasar, di bagi menjadi 2 yaitu: a. Sekolah kelas 1 untuk anak priyayi (bangsawan) dan anak pemerintah Belanda b. Sekolah kelas 2 untuk anak rakyat jelata (rakyat Indonesia)



2. Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah a.



MULO (Meer Uit Gebreid Lager School), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang  pertama didirikan pada tahun 1914.



b.



AMS (Algemene Middelbare School) adalah



sekolah



menengah



umum



kelanjutan dari MULO berbahasa Belanda dan diperuntukan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915. c.



HBS (Hoogere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS (Europese



Lagere



disediakan



untuk



School) golongan



Didirikan pada tahun 1860.



yang Eropa,



3. Pendidikan Kejuruan (Vokonderwijs) Sebagai pelaksanaan politik etika pemerintah Belanda banyak mencurahkan perhatian pada pendidikan kejuruan. Jenis sekolah kejuruan yang ada  adalah sebagai berikut: a.



Sekolah pertukangan (Amachts Leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah.



b.



Sekolah pertukangan (AmbachtsSchool) adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda.



c.



Sekolah teknik (Technish Onderwijs)



d.



Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs)



e.



Pendidikan



pertanian



(Landbouw



Onderwijs) f.



Pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Vakonderwijs)



g.



Pendidikan



Rumah



Tangga



(HuishoudSchool) h.



Pendidikan keguruan (KweekSchool)



4. Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)



Karena terdesak oleh tenaga ahli, maka didirikanlah: a. Sekolah Tehnik Tinggi (Technische Hoge School). b. Sekolah Hakim Tinggi (Rechskundige Hoge School). c. Pendidikan tinggi kedokteran.



B. Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Jepang Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan Sekolah Bulan



Februari



menduduki



1942



Indonesia.



bala



tentara



Jepang



Pemerintah



tentara



pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan Inggris. Diperintahkannya agar disamping bahasa resmi di sekolah-sekolah dan bahasa Jepang dipelajari dan diajarkan juga. Akan



tetapi



semua



perkumpulan



atau



perserikatan dilarang, Termasuk PGI. Sejak itu sekolah-sekolah ditutup. Namun, Setelah banyak kejadian berlalu. Akhirnya sekolah-sekolah yang



sudah lama ditutup dibuka kembali. Bahasa Belanda dan Inggris dilarang diganti dengan pelajaran bahasa Nippon dengan huruf katakana dan kanji. Untuk bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah Sekolah Dasar diberi nama “Syo Gakko”, Sekolah Menengah “Cu Gakkoo” dan Sekolah Tinggi “Dai Gakkoo”. Bulan September 1942 pemerintah Jepang mulai membuka sekolah Menengah Pertama dan Atas, termasuk



sekolah-sekolah



kejuruan



seperti



“Sihan Gakkoo” (Sekolah Guru), “Kasei Jo Gakkoo” (Sekolah Kepandaian Puteri) dan lainlain. Guru-guru Indonesia dengan semangat kebangsaan pemerintahan



yang



tetap



Jepang.



bekerja



Orang-orang



dibawah Jepang



mempercayai bahwa sumber kemajuan dan kekuatan



suatu



bangsa



adalah



pendidikan.



Pendidikan itu perlu untuk kebangunan dan pembangunan bangsa. Pendidikan yang baik dilahirkan dari guru yang baik pula. Orang



Jepang sangat menghormati guru. Guru dan dokter mendapat panggilan kehormatan “Sensei” yang berarti “Mula-mula hidup” atau yang dahulu selaki hidup (orang yang tertua). Untuk mendidik guru yang baik didirikanlah sekolah guru dinamai “Sihan Gakkoo”. Berikut Jepang



ini



adalah kebijakan



terkait



pendidikan



pemerintahan



yang



memiliki



implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain: 1.



Dijadikannya bahasa



Bahasa



resmi



Indonesia



pengantar



sebagai



pendidikan



menggantikan Bahasa Belanda; 2.



Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya



sistem



pendidikan



berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda. Sistem



pendidikan



pada



masa



pendudukan



Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:



1.



Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.



2.



Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.



3.



Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.



4.



Pendidikan Tinggi.



C. Lahirnya PGRI Dan Kongres PGRI PGRI lahir tanggal 25 November 1945, hanya berselelang tiga bulan setelah kemerdekaan Indonesia



diproklamasikan.



Semangat



dan



suasana batin perjuangan kemerdekaan Indonesia turut



membidani



perkembangan



lahirnya



PGRI.



selanjutnya



Pada



semangat



kemerdekaan itu senantiasa mewarnai perjuangan PGRI. Bertempat disekolah Guru Putri(SGP) Surakarta diselenggrakan Kongres I PGRI dari tanggal 24-25 November 1945. Pada konngres itu disepakati berdirinya PGRI sebagai wahana persatuan dan kesatuan segenap guru di seluruh Indonesia. Pendirinya antara lain : Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono. Dengan kongres guru Indonesia, maka semua guru di Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah atau persatuan guru repuplik Indonesia (PGRI). Kini tidak ada lagi sekat-sekat guru karena perbedaan latar belakang guru. Melalui organisasi PGRI, siap berjuang untuk menggangkat harkat dan martabat guru, sekaligu harkat dan martabat bangsa indonesia.



PGRI sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerja



terus



mengalami dinamika, baik yang disebabkan faktor eksternal, faktor internal terus muncul seiring dengan tuntutan perbaikan nasip guru yang diakui masih sangat rendah. Bahwa guru sering diindentikkan dengan umar bakri yang oleh penyanyi Iwan Fals digambarkan sebagai sosok guru yang serba minim kehidupannya dengan sepeda kumbangnya. Sementara itu, faktor eksternal, terutama dinamika sosial politik nasional



juga



ikut



mewarnai



perjalanan



organisasi PGRI. Kadang pengaruh itu positif, tetapi



tidak



jarang



kadang



negative



yang



menyeret organisasi PGRI ke hal-hal kurang menguntungkan. Sejarah pertumbuhan PGRI dari masa ke masa dapat di lacak dari hasil-hasil kongres yang satu ke kongras berikutnya. Akan tampak bahwa PGRI sangat lekat dengan situasi kehidupan politik pada zamanya, bahkan dapat di katakan



bahwa sejarah pertumbuhan PGRI tidak ubahnya dengan sejarah” politik bangsa”. 1.



Kongres PGRI ke-1 Kongres I PGRI di laksanakan di Surakarta ( Solo ) , jawa Tengah pada Tanggal 23-25 November 1945, yang menghasilkan: a. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia. b. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran. c. Membela hak dan nasib buruh umumnya dan guru khususnya.



2. Kongres PGRI ke-2 Kongres ke II PGRI di adakan di Surakarta (Solo) Jawa Tengah pada Tanggal  21-23 Desember 1946, yang menghasilkan : a. System



pendidikan



selekasnya



didasarkan atas kepentingan nasional.



b. Gaji guru supaya tidak berhenti pada satu kolom. c. Diadakannya UU pokok pendidikan dan UU pokok perburuhan.



3. Kongres PGRI ke-3 Kongres ke III PGRI di adakan di Madiun Jawa Timur pada Tanggal 27-29 Februari 1948, menghasilkan : a. Mulai terbir majalah PGPI (Guru sarana kemudian berubah menjadi Suara Guru). b. Bapak RH. Koesnan (Ketua BPPGRI) diangkat menjadi Menteri Perburuhan. c. Mulai mengadakan hubungan dengan Persatuan Guru Internasional. 4. Kongres PGRI ke-4



Kongres



ke



Yogyakarta



IV



yang



26-28



berlangsung februari



di



1950



ini,  menyatakan : a. PGRI yang sempat “disintegrasi” akibat terbentuknya Negara RIS menyatakan bersatu kembali dalam wadah PGRI (maklumatnya persatuan PGRI) b. PGRI yang telah bersatu kembali, tetap AD/ART ke 1 dari kongres PGRI 1 5. Kongres PGRI ke-5 Diadakan di Bandung pada tanggal 19-24 Desember 1950, menghasilkan : a. PGRI



menetapkan



memilih



asas



Pancasila. b. Pendidikan Agama di sekolah mulai dibicarakan. 6. Kongres PGRI ke-6



Kongres PGRI ke-6 diadakan di Malang pada tanggal 24-30 November 1952 a. Membangun sebagai



rakyat



penyuluh



dari dan



kegelapan, pembimbing



bangsa. b. Insyaf akan kewajibannya, mendidik dan mengajar para putra-putri bangsa. c. Membangun



jiwa



sebagai



kekuatan



Negara. D. Peranan PGRI dimasa 1945-1950 (Pergerakan Kemerdekaan) Pada tahun ini perjuangan PGRI dititik beratkan melawan NICA-Belanda guna menyelamatkan perang kemerdekaan. Dalam usaha meningkatkan pendidikan dimulai dengan peralihan pendidikan yang



bersifat



nasional.pada



kolonial tahun



1948



 ke



pendidikan



PGRI



mulai



menerbitkan majalah GURU SASANA, yang kemudian diganti majalah SUARA GURU sampai sekarang. Dalam hubungannya dengan



luar



negeri,



mulai



1948



dirintis



menjalin



kerjasama/ hubungan dengan National Education Association undangan



(NEA).



PGRI



kongres



juga



WCOT



mendapat



P



(World



Confideration of Organization of the Teaching Profession)  yang kedua di London pada bulan Juli 1948. Akhirnya Belanda mulai tanggal 1 Januari 1950 mengakui kedaulatan organisasi



PGRI



RI dan sejak itulah mulai



ditata



kembali



organisasinya. Persatuan Guru Indonesia (PGI) di Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur dapat disatukan bergabung dengan PGRI. Pada tahun 1950 terjadi 2 kongres PGRI yaitu kongres IV di Yogyakarta (Februari 1950) dan yang kedua kongres V (Desember 1950) di Bandung dalam usaha penataan kembali organisasi.



Tahun



1950



merupakan



tahun



persatuan karena akhirnya kongres itu membuat suatu “maklumat persatuan”.



E. PGRI Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1959 – 1965 ( Era Orde Lama ) 1.



Kongres IX di Surabaya BI Oktober/ November 1959 Seperti pada kongres sebelumnya Subandri dkk,



melancarkan



aksinya



dengan



mengadudomba, memfitnah peserta untuk memasukkan



faham



komunis



dan



menempatkan orangnya ke tubuh PB PGRI. Namun masih juga tidak berhasil dan ME. Subandinata tetap terpilih sebagai Ketua Umum PB PGRI. 2.



Kongres X di Gelora Bung Karno Jakarta Th. 1962 Periode 1962 – 1965 adalah episode paling sulit bagi PGRI, karena timbul “perpecahan” dengan



dalih



“machtsvorming



en



machtsaanwending” (pembentukan kekuatan dan penggunaan kekuatan) oleh “kubu komunis” dan berhasil menunjuk Soepardi



dan



Goldfried



menjadi



ketua



Panitia



Pemilihan PB PGRI, tetapi diketahui peserta bahwa Goldfried adalah tokoh PKI yang ikut membuat selebaran gelap dan fitnah, maka dikeluarkan. Pemilihan berjalan lancar dan “ME. Subandinata” terpilih lagi menjadi “Ketua Umum PB PGRI”. Beberapa kejadian pahit akibat infiltrasi komunis ketubuh PGRI setelah Kongres IX s/d G.30 S/PKI 1965: a. PGRI kekurangan dana akibat sabotase PKI (terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah iuran tidak masuk) b. PGRI terpecah akibat pengaruh politik dan faham komunis. c. Sistem pendidikan Pancasila akan diganti berasaskan Manipol (Manifesto Politik) oleh pengurus PGRI yang berfaham komunis. d. Pelaksanaan dekrit Presiden menyimpang dari tujuan (menyimpang dari UUD



1945) antara lain : Pemerintah berpusat pada satu tangan yaitu “Presiden” dan ditetapkan



“Bung



Pemimpin



besar



Karno Revolusi”



sebagai serta



“Presiden Seumur Hidup”. e. Ada ungkapan “Politik adalah Pahlawan” f. Kelihatan jelas garis pemisah “siapa kawan dan siapa lawan” Di PGRI kawan adalah semua “Golongan Pancasilais anti PKI” yang dalam pendidikan berusaha mengamankan Pancasila. Dan Lawan adalah PKI yang berusaha memaksakan pendidikan “Panca Cinta dan Panca Tinggi”. g. Lahir “PGRI Non Vak Sentral” yang berfaham



komunis,



memisahkan



diri



BI dari



Juni



1964



PGRI



hasil



Kongres X. h. Persaingan



kelompok



di



masyarakat



makin tajam yang tidak sependapat dengan



pemerintah



dituduh



kontra



revolusi anti manipol agen subversi asing dll i. Politik NASAKOM (Nasional Agama Komunis)



dibentuk



berlandaskan



persatuan semu oleh PKI dipergunakan untuk memperkuat dominasi politiknya selain itu PKI melancarkan isu “Setan Desa,



Kapitalis



Birokrat,



Nekolem



(Neokolonialisme)” untuk menjatuhkan wibawa pemerintah. j. Pidato



Inaugari



Majelis



Pendidikan



Nasional (mapena) oleh Dr. Busono Wibowo sangat meresahkan pendidik (PGRI) karena berisi Sistem Pendidikan Pancawardana diisi moral Panca Cinta Pancawardana: 1) Perkembangan cinta tanah air/bangsa, moral



nasional/internasional



keagamaan, 2) Perkembangan kecerdasan, 3) Perkembangan lahir batin,



emosional



artistik



4) Perkembangan



keprigelan/kerajinan



tangan, 5) Perkembangan jasmani, moral Panca Cinta, cinta nusa dan bangsa, cinta kerja dan rakyat yang bekerja, cinta perdamaian dan persahabatan, cinta orang tua (Suara Guru No. 11/1995). k. Tahun 1964 ada pemecatan massal (27 Orang) pejabat penting Dep. P dan K yang anti PGRI NV/PKI, oleh Menteri Dep P dan K Prof.Dr. Prijono. F. PGRI Pada Masa Demokrasi Pancasila (Era Orde Baru) Tahun 1966 – 1998 1. Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI) Dilihat dari perspektif PGRI, peristiwa G 30S/PKI merupakan puncak dari pada yang sebelumnya berlangsung dalam tubuh PGRI yaitu perebutan pengaruh antara kekuatan anti-PKI dan pro-PKI, infiltrasi dan fitnah oleh



pro-PKI,



berdirinya



PGRI



non-



vaksentral dan lain-lain. Setelah terjadinya peristiwa tersebut, PGRI Kongres (yang dibedakan



dari



PGRI



Non-vaksentral)



dibawah pimpinan ME. Subandinata dan kawan-kawan berperan aktif dalam kubu yang menggayang PKI dan ormas-ormasnya. Bersama para pelajar, mahasiswa, sarjana, dan lain-lain, para guru anggota PGRI turun kejalan dengan meneriakkan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat), yakni “Bubarkan PKI, Ritul Kabinet 100 menteri, dan turunkan harga-harga”. Mereka membentuk kesatuan aksi-aksi, misalnya KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Pelajar dan Pemuda Indonesia), KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), seangkan para guru membentuk KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia) pada tanggal 2 Februari 1966. Bagi



PGRI



wahana



Konres



untuk



KAGI



merupakan



mempersatukan



semua



organisasi guru yang tadinya dikotak-kotak sebagai produk politik Orde Lama. PGRI bersama-sama dengan Persatuan Guru NU, Ikatan Guru Muhammadiyah, Ikatan Guru Serikat Islam Indonesia (Serikat Islam Indonesia). Ikatan Guru Marhaenis (PNI Osa-Usep), Indonesia,



Persatuan dan



Ikatan



Guru



Kristen



Guru



Katholik



membentuk KAGI. Khusus di Jawa Barat dibentuk KAPPP (Kesatuan Aksi Pembela Pendidikan Pancasila) atau disebut juga “KAGI



Edisi



Jawa



Barat”.



Perlu



ditambahkan bahwa KAGI pada mulanya terbentuk di Jakarta Raya (KAGI Jaya) dan Jawa Barat (KAPPP), tetapi KAGI adalah kemudian



berturut-turut



terbentuk



pula



KAGI diberbagai provinsi lainnya. Tugas utama : a. Membersihkan dunia pendidikan dari unsur-unsur PKI dan Orde Lama, yaitu PGRI



Non-vaksentral/PKI,



Serikat



Pekerja Pendidikan, dan PDTI (Persatuan Guru Tehnik Indonesia), b. Menyatukan semua guru didalam satu wadah organisasi guru yaitu PGRI, c. Memperjuangkan agar PGRI menjadi organisasi guru yang tidak hanya bersifat unitaristik tetapi juga Independen dan non partai politik. Semula, Kongres XI PGRI direncanakan untuk diadakan pada tahun 1965, namun sudah dua kali tertunda, Pertama, pada bulan November



1965



dilaksanakan



kongres



tidak



karena



jadi



terjadinya



pemberontakan G 30S/PKI. Kedua, pada bulan November 1966 kongres juga tidak jadi dilaksanakan karena adanya “dualisme” dalam



kepemimpinan



nasional



dan



kehidupan politik di Indonesia, yaitu antara Ir.Soekarno lumpuh



yang



secara De



kekuatannya



dengan



facto telah Mayjen



TNI.Soeharto yang menjadi pejabat presiden



pada ketika itu. Para pendukung Orde Lama tidak mengakui kekuasaan Soeharto sebagai pimpinan



Orde



Baru;



sebaliknya



para



pendukung Orde Baru tidak lagi mengakui kekuasaan Ir.Soekarno. Disamping itu, pada saat bersamaan ada anjuran dari pemerintah untuk



tidak



menyelenggarakan



kongres



sehubungan dengan akan dilaksanakannya Sidang Umum MPRS 1966 Selama tahun 1966, PGRI praktis disibukkan dengan tugastugas



utama



KAGI



dan



dikonsolidasi



organisasi yang dimulai pada awal tahun 1967 melalui persiapan Kongres "PGRI Orde Baru" (kongres XI) di Bandung. Pada tanggal 15-20 Maret 1967 Kongres XI akhirnya terlaksana dengan mengambil tempat



digedung



bioskop



alun-alun



Bandung. Dalam Kongres ini terasa sekali peralihan zaman Orde Lama ke zaman Orde Baru. Antara lain masih terlihat sisa-sisa kekuatan



Orde



Lama



yang



mencoba



menguasai kembali kongres dengan cara menolak PGRI untuk masuk kedalam Sekber Golkar dan memojokan M.E. Subandinata dkk. Agar tiak terpilih dalam PB.PGRI. Peranan utusan PGRI Jakarta Raya, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Jawa Timur sangat menonjol dalam mengarahkan Kongres XI sebagai tonggak sejarah perjuangan PGRI pada era pasca-Orde Lama. Kejelasan arah ini mulai tampak ketika sambutan mentri P & K Kisarino Mang Tun Pranoto yang masih berbau Orde Lama ditolak oleh kongres. Bukti keberhasilan kekuatan Orde Baru dalam kongres ini terlihat dari hasil-hasil kongres dibidang umum/politik dan susunan PB PGRI masa bakti XI. Adapun hasil-hasil kongres XI dibidang umum dan politik adalh sebagai berikut: a.



Memenangkan



perjuangan



untuk



menegakkan dan mengembangkan Orde



Baru demi suksesnya Dwi Gharma dan Catur Karya Kabinet Ampera. b.



Mendukung sepenuhnya keputusan dan ketetapan



Sidang



Umum



Istimewa



MPRS 1966. c.



Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.



d.



Menolak manifesto politik (Manipol) sebagai haluan negara



e.



Menjunjung tinggi tinggi Hak Asasi Manusia



f.



Semua lembaga negara yang ekstrakonstitusional supaya segara dibubarkan



g.



Mengikis habis sisa-sisa Gestapu/PKI dengan berpegang teguh pada instruksi KOTI 22 dan KOGAM 09



h.



PGRI



Non-Vaksentral/PK1,



Serikat



Sekerja Pendidikan, PGTI dinyatakan sebagai



ormas



terlarang



merupakan organisasi antek PKI.



karena



i.



Diaktifkannya



kambali



27



pejabat



Kementrian P & K yang dipecat oleh Menteri P & K Prof. Prijono, karena mereka yang



mempertahankan berdasarkan



pendidikan



Pancasila



.serta



menolak Panca Cinta dan Panca Tinggi. j.



Disetujuinya PGRI untuk bergabung dalam barisan Sekber Golkar



k.



PGRI diwakili secara resmi dalam DPRGR/MPRS.



l.



Front Nasional dibubarkan.



m. Dasar Pendidikan Nasional Pancasila dan UUD 1945 n.



PGRI



ditegaskan



organisasi



yang



kembali bersifat



sebagai



unitaristik,



independen, dan non partai politik. Selanjutnya hasil Kongres XI PGRI dibidang organisasi antara lain : a.



Konsolidasi



dan



pengembangan



organisasi ke dalam dan ke luar untuk menciptakan kekompakan pada seluruh potensi pendidikan.



b.



Perubahan



dan



penyempurnaan



AD/ART PGRI yang sesuai dengan perkembangan politik Orde Baru. c.



Istilah Panitera Umum diganti dengan Sekretatis Jenderal, dan Panitera diganti dengan Sekertaris.



d.



Perluasan keanggotaan PGRI dari guru TK sampai dengan Dosen Perguruan Tinggi.



e.



Penentuan



criteria



/



persyaratan



pengurus PGRI mulai tingkat Pengurus Besar,



Pengurus



Daerah,



Pengurus



Cabang hingga ranting. f.



Intensifikasi



penerangan



tentang



kegiatan organisasi melalui pes, radio, TV, majalah Suara Tritura-Ampera. g.



PGRI menjadi anggota WCOTP (World Confederation of Organization of the Teaching Profession)



h.



Menyatakan PGRI siap untuk menjadi tuan rumah pelaksanaan Asian Regional Conference (ARC-WCOPT).



2. Konsilidasi Organisasi pada Awal Orde Baru KonSolodasi organisasi PGRI dilakukan kedaerah-daerah dan cabang-cabang, dengan prioritas ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembenahan pada kedua daerah tersebut tidak saja akibat kuatnya pengaruh PGRI Non-vaksentral/PKI sebelumnya, tetapi juga menyangkut



masalah



dualisme



didalam



kepemimpinan nasional. Inni berula dari zaman Orde Lama ketika politik menjadi panglima,



sehingga



banyak



guru



dan



pengurus PGRI memilih dan berlindung dibawah partai-partai politik yang berkuasa pada waktu itu. Menarik juga untuk disimak kembali tulis diharian Kompas tahun 1967 yang berjudul “Porak-porandanya kereta PGRI di Jawa Tengah”. Tulisan yang merupakan serangan kepada



PB



PGRI



masa



perserikatan



(kongres) XI, karena kelompok tertentu



merasa tidak terwakili dalam susunan PB PGRI dan PGRI dianggap terlalu dekat dengan TNI Angkatan Darat serta Sekber Golkar. Betapapun ini merupakan bagian dari sejarah PGRI. Kunjungan-kunjungan



PB



PGRI



secara



intensif ke Jawa Tengah dan Jawa Timur melalui Panglima Militer setempat mutlak diperlukan. Utusan PB PGRI yang sering dikirm



ke



Jawa



Timur



adalah



ME.



Subandinata (Ketua Umum PB PGRI), Slamet



(Sekretaris



Kebudayaan),



Drs.



Kemasyarakatan/ M.



Rusli



Yunus



(Sekretaris Sosial-Ekonomi), Drs. WDF. Rindorindo (Sekretaris Pendidikan), dan T. Simbolon (Sekretaris Penerangan/Humas). Hal ini dilakukan untuk menghimbau dapar pengurus daerah yang masih merasa raguragu agar mengerti aspirasi Orde Baru dan menyadari bahwa sikap kepala batu mereka dapat menyebabkan PGRI dapat dibekukan



atau dibubarkan oleh penguasa militer. Pembentukan KAGI di Jawa Timur dan Jawa Tengan, antara lain untuk menyelamatkan PGRI dari kemelut politik pada waktu itu. Hasilnya adalah Konferda PGRI dikedua daerah tersebut berhasil memilih Pengurus Daerah PGRI yang baru. Sejak selesainya kongres XI, PB PGRI telah menghadiri



Konferda



di



21



provinsi,



termasuk Irian Barat, sebelum pelaksanaan pepera



(Penentuan



Pendapat



Rakyat)



atau Act of Free Choice teparnya pada bulan Maret 1968, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian P & K memberangkatkan utusan dengan



tugas



mengkonsolidasikan



khusus PGRI



Irian



untuk Barat



sebagai persiapan menghadapi pepera yang akhirnya dimenangkan oleh rakyat yang proRepublik Indonesia. Dua daerah yang menghadapi masalah cukup serius pada masa peralihan Orde Lama ke



Orde Baru adalah Sumatera Barat dan Utara. Kelompok yang tadinya menguasai PGRI di kedua



daerah



itu,



berupaya



bertahan



menghadapi perkembangan di tanah air. Pada akhir tahun 1967. ketua Umum PGRI ME. Subandinata bersama KAGI hadir memberi penjelasan perkembangan politik pasca Orde Lama selama satu hari di sekolah don bosco padang. Akhirnya berhasil dilaksanakan serah



terima



jabatan



Pengurus



Daerah



Sumatera Barat/Utara di kediaman Gubernur Sumatera Barat. Peristiwa ini merupakan penyelamatan kekuatab orde baru di provinsi tersebut. Diluar perkembangan politk kerjasama yang baik antara pimpinan Dep P & K tentang penyusunan “Ejaan Indonesia”. Dilaksanaan



Baru



Bahasa dengan



mengikutsertakan organisasi kemayarakatan dan instansi terkait dengan bahasa indonesia



atas usul PGRI yang sebelumnya hanya ditangani Dep P dan K. Selanjutnya pada awal tahun 1969 atas desakan “Panitia Perbaikan Nasib Guru”yang dibentuk oleh PGRI  pemerintah setuju untuk mencairkan kembali tunjangan kelebihan jam mengajar bagi guru SD seluruh Indonesia. Waktu itu PB PGRI diundang ke Jl. Merdeka barat No. 15 Jakarta oleh Menteri P dan K bersama



Mendagri



dan Menkeu



untuk



menyampaikan persetujuan Presiden tentang realisasi tunjangan tersebut. Hubungan antara PGRI dengan organisasi guru luar negeri dirintis kembali pada Bulan Juli 1966, PGRI diterima menjadi anggota WCOTP dalam kongres guru se dunia di Seoul Korea Selatan. Hal ini merupakan era baru dalam kehidupan PGRI sementara itu pelaksanaan Asean



Regional



Konferensi



(ATP WCOTP) di Jakarta pada bulan April 1969, menandai untuk pertama kalinya PGRI



menjadi tuan rumah konferensi internasional organisasi guru. Keberhasilan konferensi ini telah



membuka



cakrawala



baru



dalam



hubungan internasional PGRI. Setelah



itu



PGRI



diundang



untuk



mengikuti “Frade Union Leader Course” di negara Belanda selama 4 bulan, dengan bantuan Dep Tenaga Kerja dan berkeja sama dengan Serikat Buruh Belanda. Kursus diadakan dua angkatan. Angkatan I tahun 1969, angkatan II tahun 1970. Melalui Drs. M. Rusli Yunus PGRI diundang pula oleh IFFTU (The Inernational Federation of Free Teachers



Union) dan



EEC (Europeon



Economic



Community) sekarang



menjadi



Unin Eropa (EU.European Union) selama satu minggu di Brassel, Belgia. Dan satu minggu di Jerman barat atas undangan FES (Frederich Elber Stifing). 3. Berdirinya YPLP PGRI dan Wisma Guru



Kongres XIV PGRI tanggal 26-30 Juni 1979 di Jakarta menghasilkan salah satu keputusan penting yaitu mengenai pendirian Wisma Guru. Untuk mewujudkannya mulai Januari 1980 setiap anggota PGRI dihimbau untuk menyumbang



Rp. 1000,-. Direncanakan



Wisma Guru ini akan sekaligus menjadi Kantor PB PGRI yang dilengkapi dnegan ruang



pertemuan



perpustakaan



kamar



pemondokan / penginapan dan sebagainya. Dalam



rangka



memenuhi



tuntutan



masyarakat yang makin meningkat untuk memperoleh pendidikan, maka PGRI sejak awal berdirinya telah menyelenggarakan sekolah-sekolah yang meliputi semua jenis dan jenjang sekolah di seluruh tanah air sebagian sudah dijadikan sekolah-sekolah Negeri. Ada diantara sekolah-sekolah PGRI didirikan oleh Pengurus Propinsi Kabupaten cabang / Kecamatan Ranting Desa bahkan oleh perorangan anggota PGRI sampai akhir



tahun 1979 belum ada pembinaan terarah secara nasional sehingga kurang efektif dan efisiennya pengelolaan sekolah tersebut. Berdasar kenyataan tersebut, maka kongres XIV memutuskan dan menegaskan bahwa pembinaan lembaga pendidikan PGRI perlu dilakukan secara konsepsional, nasional dan terkendali



secara



organisasi



keputusan



inidiambil karena PGRI sudah waktunya memberikan perhatian yang lebih serius terhadap pembinaan lembaga pendidikannya.



BAB III KESIMPULAN



Secara



singkat



dipaparkan



mengenai



sejarah



perjuangan dimasa penjajahan Belanda, Jepang, orde lama, dan masa orde baru dengan tujuan bahwa



organisasi



ini



dapat



mewujudkan



cita-cita



proklamasi kemerdekaan negara kesatuan Republik Indonesia dan mempertahankan, mengamalkan serta melestarikan Pancasila dan UUD 1945. berperan aktif mencapai tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan



bangsa



indonesia



dan



membentuk



manusia



seutuhnya.



Berperan



serta



mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional. Mempertinggi kesadaran dan sikap guru, meningkatkan kependidikan



mutu



dan



lainnya.



prfesi Menjaga,



guru



tenaga



membela,



memelihara dan meningkatkan harkat martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan organisasi. Masa depan menuntut semakin tingginya kualitas



daripada



semata-mata



kuantitas.



Peningkatan kualitas profesi diperlukan oleh para guru pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Untui itu PGRI dituntut untuk lebih akrab dengan berbagai permaslaahan yang dihadapi oleh para guru. Hal ini pada gilirannya akan berimplikasi pada



strategi



pengembangan



kepemimpinan



PGRI



organisasi



dan



bukan



hanya



yang



mengenadilakan pola yang konvensial dengan titik berat pada aspek kuantitatif, massal seperti selama ini dilakukan melainkan harus diimbangi oleh pola strategis yang lebih bersifat kualitatif. Beberapa babak perjuangan yang mengacu dari keputusan kongres, konferensi pusat. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga makin lama harus makin bersifat pedagogis dan umiah sehingga PGRI menjadi suatu masyarakat umiah ini juga berarti bahwa kode etik guru indonesia tidak hanya diucapkan, tetapi juga berkembang dalam sikap pola tindakan dan prestasi para anggota PGRI yang makin profesional.



DAFTAR PUSTAKA DeeUncha Blog. 2013. http://deeuncha.blogspot.co.id/2013/04/perjuangan-guru-



dimasa-penjajahan-dan.html. Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Dan Lahirnya PGRI. Jakarta Salim, Agus. 2016. http://sajaagus90.blogspot.co.id/2016/04/sejarah-pgrisesudah-kemerdekaan.html. Sejarah Pendirian dan Jati Diri PGRI. Jakarta Siofani, Winda. 2014. http://windasofiani.blogspot.co.id/2014/07/sejarahperjuangan-pgri-dari-masa-orde.html. Sejarah Perjuangan PGRI dari masa Orde lama ke masa Orde Baru. Jakarta