Perkembangan Sosial - Perkembangan Peserta Didik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERKEMBANGAN SOSIAL Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik Dosen Pengampu: Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi



Disusun Oleh: Diah Puspita Wulan Ade Saputri Moza Hastin Pratiwi Dina Azizah



(11150140000086) (11150140000098) (11150140000119) (11140140000070)



JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017



1



DAFTAR ISI DAFTAR ISI i BAB I: PENDAHULUAN



1



BAB II: PEMBAHASAN



2



A. B. C. D. E. F. G.



Pengertian Perkembangan Sosial 2 Karakteristik Perkembangan Sosial 3 Tahapan Proses Sosial7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial 8 Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku 9 Implikasi Perkembangan Sosial Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Kasus dan Solusi 13



13



BAB III: PENUTUP 19 DAFTAR PUSTAKA 20



1



BAB 1 Pendahuluan



A. Latar Belakang Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Dengan mempelajari perkembangan hubungan



sosial



diharapkan dapat



memahami pengertian dan proses sosialisasi peserta didik. Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Perkembangan sosial pada masa remaja berkembang kemampuan untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik. Baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai atau perasaan sehingga mendorong remaja untuk bersosialisasi lebih akrab dengan lingkungan sebaya atau lingkungan masyarakat baik melalui persahabatan atau percintaan. Pada masa ini berkembangan sikap cenderung menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, keinginan orang lain. Remaja diharapkan memiliki penyesuaian sosial yang tepat dalam arti kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Masa dewasa, yang merupakan masa tenang setelah mengalami berbagai aspek gejolak perkembangan pada masa remaja. Meskipun segi-segi yang dipelajari sama tetapi isi bahasannya berbeda, karena masa dewasa merupakan masa pematangan kemampuan dan karakteristik yang telah dicapai pada masa remaja. Oleh karena itu, perkembangan sosial orang dewasa tidak akan jauh berbeda kaitannya dengan perkembangan sosial.



BAB 2 Pembahasan



A. Pengertian Perkembangan Sosial Hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Menurut Hurlock, perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga proses. Diantaranya adalah belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sifat sosial.1 Sedangkan, menurut Ahmad Susanto, perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.2 Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.3 Menurut berbagai pendapat diatas, perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial yang merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Baik itu dalam tatanan keluarga, sekolah, dan masyarakat. 1 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), 250 2 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini : Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), 40 3 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007)



2



B. Karakteristik Perkembangan Sosial a)



Karakteristik Perkembangan Sosial pada anak SD/MI Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga,



orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak usia SD/MI



mulai



mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial, diantaranya: 1. Pembangkangan (Negativisme) Bentuk tingkah laku melawan pada orang lain. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent. 2. Agresi (Agression) Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif, maka agresivitas anak akan semakin meningkat. 3. Berselisih (Bertengkar) Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain. Misalnya, ketika anak sedang mengerjakan latihan soal kemudian teman-temannya mengganggu dengan mengobrol atau lari-larian di dalam kelas, pertengkarannya juga bisa disebabkan oleh rebutan mainan atau barang miliknya direbut oleh temannya. 4. Menggoda (Teasing)



3



Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya. 5. Persaingan (Rivaly) Keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Yaitu persaingan prestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain). 6. Kerja sama (Cooperation) Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Pada usia enam sampai tujuh tahun anak sudah dapat mengembangkan sikap kerjasama dengan lebih baik lagi, misalnya anak sudah mampu bekerja kelompok dengan teman-temannya dalam menyelesaikan suatu tugas atau latihan-latihan yang diberikan oleh seorang guru. 7. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior) Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya. 8. Mementingkan diri sendiri (selffishness) Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Apabila ditolak atau tidak dipenuhi keinginannya, maka anak tersebut akan protes dengan menangis, menjerit, atau marah-marah. 9. Simpati (Sympathy) Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya. Seiring bertambah usia, anak mulai dapat mengurangi sikap “selfish” dan anak mulai mengembangkan sikap sosialnya dan mengembangkan rasa simpati atau peduli pada orang lain. Misalnya teman sedang sedih karena nilai ulangannya rendah anak akan bersimpati untuk menghibur dan memberikan semangat pada temannya. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, jika lingkungan sosialnya memfasilitasi dan mendukung serta memberikan peluang 4



terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan mencapai pekembangan sosial secara matang. Namun sebaliknya, proses perkembangan seorang anak akan tidak berjalan secara positif.4



b) Karakteristik Perkembangan Sosial pada Masa Remaja Remaja berasal dari Bahasa latin yang berarti “tumbuh untuk mencapai kematangan” (Wong, 2009). Masa remaja merupakan masa yang sangat panjang. Oleh karena



itu,



beberapa



ahli



membagi



masa



remaja



menjadi



tiga



fase



(Hockenberry,2005). Fase-fase ini bisa dikatan sebagai karakteristik perkembangan remaja berdasarkan usianya. Fase-fase tersebut antara lain: 1) Masa remaja awal (11-14 tahun) Selama tahap remaja awal, remaja merasa harus menjadi bagian dari kelompok. Sebab, kelompok dapat memberikan status kepada dirinya. Remaja akan berusaha mengikuti gaya kelompok , mulai dari gaya berpakaian, merias wajah, serta menata rambut dengan kriteria yang dianut oleh kelompok. Remaja berusaha untuk menjadi bagian dari kelompok dengan cara-cara demikian. Sebab, menjadi individu yang berbeda dari kelompok dapat menyebabkan remaja tidak dapat diterima, bahkan diasingkan oleh kelompok. 2) Masa remaja pertengahan (15-17 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru, mampu mengarahkan diri sendiri, mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan diri dan membuat keputusan yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. 3) Masa remaja akhir (18-20 tahun) Masa ini ditandai dengan persiapan akhir remaja untuk memasuki peran dewasa. Selama periode ini; remaja berusaha memantapkan tujuan dan mengembangkan identitas personal. Ciri dari tahap ini adalah:  



Remaja memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi pribadi yang matang Remaja berusaha agar dapat diterima dalam kelompo teman sebaya serta orang dewasa



4Nafia Wafiqni- Asep Ediana Latip, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD, (Jakarta: UIN PRESS: 2015) hlm.148-153



5



c) Karakteristik Perkembangan Sosial pada Masa Dewasa Dewasa melambangkan segala organisme yang telah matang yang lazimnya merujuk pada manusia yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi pria atau wanita. Menurut Hurlock (1968) masa dewasa ini terbagi menjadi tiga periode, yaitu sebagai berikut:



1) Masa Dewasa Awal (18/20-40 Tahun) Secara biologis, masa ini merupakan puncak pertumbuhan fisik yang prima, sehingga dipandang sebagai usia yang tersehat dari populasi manusia yang keseluruhan. Meskipun banyak yang mengalami sakit, tetapi jarang yang sampai parah. Kesehatan fisik ini akan terpelihara dengan baik apabila akan didukung oleh kebiasaan-kebiasaan positif, seperti makan yang teratur dan tidak berlebihan, tidak merokok, tidak meminum-minuman keras atau mengkonsumsi NAZA (narkoba), tidur yang teratur, dan berolahraga. Secara psikologis, pada usia ini tidak sedikit diantara mereka yang kurang mampu mencapai kematangan. seseorang yang sudah berusia dewasa awal dituntut untuk menuntaskan tugastugas perkembangan, diantaranya: a) b) c) d) e) f) g) h)



Mengembangkan sikap, wawasan, dan pengamalan ajaran agama; Memperoleh atau memulai memasuki dunia kerja; Memilih pasangan (suami atau istri) Mulai memasuki pernikahan Belajar hidup berkeluarga Merawat dan mendidik anak Mengelola rumah tangga Memperoleh kemampuan dan kemantapan karier dan mengambil



tanggungjawab atau peran sebagai warga masyarakat i) Mencari kelompok sosial yang menyenangkan. 2) Masa Dewasa Madya/Setengah Baya (40-60 Tahun) Pada usia ini, aspek fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsifungsi alat indra, seperti tidak sedikit orang yang menggunakan kaca mata untuk membaca, atau mengalami sakit dengan penyakit tertentu yang sebelumnya tidak teralami (seperti rematik, atau asam urat). Tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskan pada usia ini meliputi: a) Memantapkan pengamalan ajaran agama 6



b) Mencapai tanggungjawab sosial sebagai warga Negara c) Membantu anak yang sudah remaja untuk belajar menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab dan bahagia d) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek fisik (penurunan kemampuan atau fungsi) e) Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier; dan f) Memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa. 3) Masa Dewasa Lanjut/Masa Tua (60-Meninggal) Masa ini ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis. Pada umumnya mereka mengalami penurunan kemampuan dalam aspek pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara berfikir, dan berinteraksi sosial. Pada usia ini pula seseorang dimungkinkan akan mengalami masa pikun, masa kembali ke usia kanak-kanak, yang bersifat dependent (tergantung) kepada orang lain. Adapun tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskan oleh seseorang yang telah masuk pada usia ini adalah sebagai berikut: a) Lebih memantapkan diri dalam mengamalkan norma atau ajaran agama b) Mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kemampuan fisik dan c) d) e) f)



kesehatan. Menyesuaikan diri dengan menjelang dan disaat masa pensiun Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup Membentuk hubungan dengan orang lainyang seusia Memantapkan hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga 5



C. Tahapan Proses Sosial Thorn Burg, menyatakan bahwa dalam proses sosialisasi memiliki tahapan-tahapan, yaitu: a. Bayi Pada masa ini individu tertarik dengan diri sendiri. bayi sudah dapat mengenal orang-orang yang ada di sekitarnya dan yang membantu dirinya. b. Masa anak Pada masa ini anak mulai belajar perilaku sosial dengan lingkup yang terbatas (misalnya lingkup keluarga). Anak mulai belajar tentang hal-hal yang dapat



5 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1991), hlm 247-252



7



dilakukan oleh makhluk sosial, misalnya identifikasi, trial and error, dan lain sebagainya. c. Pra remaja Masa ini individu mulai melakukan konfirmasi perilaku sosial. Perilaku sosial yang telah dipelajari sebelumnya seolah-oleh dikonfirmasikan lagi. d. Remaja Remaja mulai belajar berbagai macam perilaku sosial. Selain itu pada masa ini telah dicapai pula kemasakan sosial dimana peran yang dominan adalah teman sebaya. e. Dewasa awal Adanya integrasi sosial yaitu proses sosialisasi sudah mendekati lengkap. Individu tidak lagi didominasi oleh teman sebaya tetapi pada diri sendiri dalam kedudukannya di masyarakat. f. Dewasa Pada masa ini telah menemukan identitas sosial individu. Individu telah mampu untuk melakukan integrasi dengan masyarakat dan mereka sudah memiliki pemahaman tentang perannya di masa yang akan datang.6



D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Sunarto dan Hartono (2005:129), mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak yaitu sebagai berikut.7 1. Keluarga Keluarga adalah lingkungan yang pertama memberi pengaruh kepada perkembangan sosial anak. Kondisi kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Artinya kehidupan budaya seorang anak diawali dari kehidupan keluarganya karena proses mendidik perkembangan pribadi seorang anak lebih ditentukan oleh lingkungan keluarga. 2. Kematangan Kematangan fisik dan psikis sengat diperlukan dalam bersosialisasi artinya dalam bersosialisasi fisik seseorang telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik serta dalam memberi dan menerima pendapat memerlukan kematangan emosional dan intelektual. 3. Status Sosial dan Ekonomi 6 Dikutip dari http://ebook.repo.mercubuana-yogya.ac.id/Kuliah/materi_20141_doc/PERKEMBANGAN %20SOSIAL%20REMAJA.pdf pada 14 September 2017 7 Sunarto dan Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2005)



8



Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak tersebut. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku dalam keluarganya. 4. Pendidikan Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normative, akan memberi warna kehidupansosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah). Etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 5. Kapasitas Mental: Emosi dan Intelegensi Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi segala hal, anak yang berintelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual yang tinggi, kemampuan berbahasa yang baik dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual yang tinggi.8



E. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku 1) Pengaruh dari keluarga Setiap keluarga adalah suatu system atau disebut sebagai suatu kesatuan yang dibentuk oleh bagian-bagian yang saling berhubungan dan berinteraksi. Tiap anggota keluarga adalah subsistem atau bersifat dyadic (melibatkan dua orang) dan beberapa bersifat polyadic (melibatkan lebih dari dua orang). Penerimaan dan dukungan orang tua terhadap emosi anak berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengelola emosi dengan cara yang positif (parke, 2004). Seberapa jauh pengaruh orang tua pada kompetensi perkembangan tingkah laku anak? Ditinjau dari dua pandangan menurut Ainsworth, (1979). Pandangan kontinuitas menekankan peran yang dimainkan oleh hubungan orang tua-anak pada tahap awal dalam membentuk cara dasar untuk berhubungan dengan orang lain. 8 Sunarto dan Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2005)



9



Hubungan orang tua-anak pada tahap awal ini memengaruhi tahap selanjutnya dalam perkembangan dan semua hubungan



setelahnya. Bagi kebanyakan anak, ada



pengaruh yang terus berlanjut di mana hubungan awal dalam keluarga memberikan dukungan yang diperlukan bagi hubungan yang efektif dalam dunia teman sebaya, yang pada gilirannya menghasilkan dasar bagi hubungan teman sebaya yang lebih kompleks dan luas. Pandangan diskontinuitas menekankan perubahan dan perkembangan dalam hubungan seiring berjalannya waktu. Apa pandangan realistis tentang peran orang tua dalam kehidupan anak? Satu cara untuk mengkonseptualisasikan peran orang tua adalah memandang orang tua sebagai manajer kehidupan. Akibat perlakuan yang salah terhadap anak pada perkembangan antara lain adalah pengendalian emosi yang buruk, masalah keterikatan, masalah dalam hubungan dengan peer group, kesulitan beradaptasi di sekolah, dan masalah psikologis lainnya. Pada masa dewasa, anak-anak yang sering diperlakukan secara salah sering mengalami kesulitan dalam menjalin dan mempertahankan hubungan intim yang sehat. Sebagai orang dewasa, anak-anak yang diperlakukan salah juga menunjukkan kekerasan yang meningkat terhadap orang dewasa lainnya, kekasih, dan pasangan dalam perkawinan, juga penyalah gunaan obat, kecemasan, dan depresi yang meningkat Awal masa remaja adalah waktu ketika konflik dengan orang tua meningkat dibanding tingkat konflik pada masa kanak-kanak. Konflik sehari-hari yang mewarnai hubungan orang tua-remaja mungkin sebenarnya memiliki fungsi perkembangan yang positif. Pertengkaran dan negosiasi kecil ini membantu transisi remaja dari bergantung pada orang tua menjadi individu yang otonom. Lalu apa yang terjadi dengan perkembangan anak di keluarga yang bercerai? Kepribadian dan tempramen memainkan peran dalam penyesuaian anak-anak dari keluarga bercerai. Anak-anak yang secara sosial dewasa dan bertanggung jawab, yang hanya menunjukkan sedikit masalah emosional, dan yang memiliki tempramen yang terkendali lebih baik dalam menghadapi perceraian orang tua mereka. Anak-anak dengan tempramen yang sulit sering kali mengalami kesulitan dalam menghadapi perceraian orang tua mereka. Dapat disimpulkan bahwa anak-anak yang orang tuanya bercerai menunjukkan penyesuaian yang lebih buruk sebelum perceraian tersebut. 2) Pengaruh dari teman sebaya Sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Sebaya memegang peran yang unik dalam perkembangan anak. Anak-anak 10



menerima umpan balik tentang kemampuan mereka dari teman sebaya mereka. Tentu saja hubungan sebaya bisa negatif maupun positif. Ditolak atau diabaikan oleh sebaya membuat



beberapa



anak



merasa



kesepian



dan



dimusuhi.



Sebaya



dapat



memperkenalkan remaja kepada alcohol, obat-obatan, kenakalan dan bentuk lain dari perilaku yang dipandang orang dewasa sebagau maladaptive. Kombinasi antara ditolak oleh sebaya dan bersikap agresif meramalkan adanya masalah. Anak-anak yang mengatakan dirinya sebagai korban bullying mengaku lebih sering kesepian dan mengalami kesulitan dalam berteman, sementara anak-anak yang melakukan bullying lebih cenderung memiliki nilai rendah, merokok, dan minum alkohol. Korban sekaligus pelaku bullying adalah kelompok yang paling bermasalah. Tekanan sebaya sangat berpengaruh dalam hidup korban bullying. Mereka tidak pernah memiliki banyak teman, dan menghabiskan banyak waktu sendiri. Mereka sering sedih dan depresi. Paparan diatas merupakan salah satu efek negatif dari pertemanan sebaya. Selanjutnya, penulis akan menjelaskan efek positif dari pertemanan sebaya. Sebagian besar waktu anak-anak, terutama anak kecil, berinteraksi dengan sebaya mereka, merupakan waktu bermain. Permainan adalah aktivitas menyenangkan yang dilakukan untuk bersenang-senang, dan permainan social adalah salah satu jenisnya. Menurut Freud dan Erickson, bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik. Permainan kemungkinan akan menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang tertahan, yang meningkatkan kemampuan si anak untuk menghadapi masalah. Anak-anak mungkin merasa kurang terancam dan cenderung lebih mampu mengutarakan perasaan mereka dalam konteks bermain. Permainan mengendurkan ketegangan, mempercepat perkembangan kognitif, dan meningkatkan eksplorasi. Permainan juga meningkatkan afiliasi dengan sebaya; bermain meningkatkan kemungkinan anak saling berinteraksi dan bebincang. Selama interaksi ini, anak-anak mempraktikan peran yang akan mereka emban kelak dalam kehidupan.9 3) Pengaruh dari budaya Budaya didefinisikan sebagai perilaku, pola, kepercayaan dan semua hasil lainnya dari suatu kelompok orang tertentu yang diteruskan dari generasi ke generasi. Budaya mempengaruhi seseorang bersikap etnosentris; meninggikan kelompok mereka dibandingkan kelompok lain. 9 John W. Santrock, Perkembangan Anak, Jakarta, Erlangga. Hal 157-217



11



Status sosioekonomi (SES) bisa dikatakan sebagai pengaruh perkembangan anak dibidang budaya karena adanya SES ini membuat kesenjangan diantara masyarakat yang mengakibatkan perbedaan perkembangan tingkah laku antara strata tinggi dan strata rendah. Status sosioekonomi mempengaruhi perkembangan seseorang karena status sosioekonomi didefinisikan sebagai pengelompokan orangorang berdasarkan kesamaan karakteristik pekerjaan, pendidikan dan ekonomi. Status sosioekonomi menunjukkan ketidaksetaraan tertentu. Perbedaan SES memengaruhi orientasi intelektual anak. Sekolah di wilayah berpenghasilan rendah tidak hanya memiliki sumber daya yang lebih sedikit dibanding sekolah di wilayah berpenghasilan lebih tinggi, tetapi juga cenderung memiliki lebih banyak siswa dengan nilai ujian prestasi yang lebih rendah, tingkat kelulusan yang lebih rendah, dan presentase kecil dari siswa yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ketika anak-anak dengan latar belakang SES rendah berprestasi baik di sekolah, tidak aneh menemukan orang tua yang melakukan pengorbanan istimewa untuk memberikan kondisi kehidupan dan dukungan yang berkontribusi pada kesuksesan sekolah. Pola diantara siswa ber-SES rendah ini tidak mendorong perkembangan kemampuan intelektual, seperti membaca dan menulis yang mendorong kesuksesan akademis. 10



F. Implikasi Perkembangan Sosial Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Seseorang dilahirkan belum memiliki kemampuan dalam bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, ia harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain atau dengan lingkungannya. Berkat perkembangan sosial, seseorang dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya maupun dengan ingkungan masyarakat sekitar. Dalam proses penyelenggaraan pendidikan (belajar di sekolah), kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan oleh pendidik untuk menjalankan pembelajaran yang berisi interaksi sosial di dalamnya, misalnya pemberian tugas-tugas kelompok, maupun yang membutuhkan tenaga fisik maupun pikiran. Dilihat dari pemahaman terhadap aspek perkembangan sosial pada peserta didik, terdapat beberapa implikasi menurut Budiamin, dkk (dalam Nuryanti: 2008), yaitu:



10 Ibid, hal 278-284



12



1. Untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyadari dan menghayati pengalaman sosialnya, dapat dilakukan aktivitas bermain peran yang ditindak lanjuti dengan pembahasan diantara mereka. 2. Keberadaan teman sebaya bagi seseorang merupakan hal yang sangat berarti, bukan saja sebagai sumber kesenangan bagi anak melainkan dapat membantu mengembangkan banyak aspek perkembangan anak. Selain itu, agar perkembangan sosial dalam pendidikan lebih optimal, orang tua dan guru harus mendidik anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat. Misalnya, dengan membiarkan anak berpikir sendiri, berpendapat sendiri. (Soejanto: 2005)11



G. Kasus dan Solusi Dibawah ini merupakan contoh beberapa kasus yang ditimbulkan dari perkembangan sosial. Pada bagian ini tidak hanya membahas kasus tetapi juga membahasa solusinya yang berdasar al-qur’an atau hadist. 1. Tawuran dan Tindakan Anarkis Pelajar Tawuran pelajar dan tindakan anarkis yang dilakukan Siswa SMA A Jakarta terhadap para wartawan yang sedang meminta klarifikasi mengenai perampasan peliputan kaset milik reporter televisi dianggap sebagai salah satu contoh degradasi moral dari sebagian generasi muda. Peristiwa ini harus menjadi bahan evaluasi mendasar bagi pemerintah. Pasalnya perilaku anarkis tersebut dinilai memperjelas degradasi moral dikalangan pelajar. Oleh karena itu pendidikan moral sangatlah penting untuk diberlakukan di lembaga pendidikan



Analisis dan solusi kasus: Situasi



keluarga



sangat



berpengaruh



pada



keberhasilan



dan



perkembangan psikologis anak, apabila dalam suatu keluarga sering terjadi keributan atau pertengkaran antara kedua orang tua maka hal itu sangat memicu untuk anak menjadi sangat agresif. Akibatnya anak tersebut bisa jadi ikut tawuran ataupun berkelahi dengan teman-teman sebayanya seperti pada kasus di atas. Apabila seorang anak itu tidak mendapatkan kenyamanan dirumahnya sendiri maka ia akan mencari rasa aman atau kenyamanan diluar rumah, dengan membentuk suatu geng bersama teman-teman sebayanya. Masa 11 Nafia Wafiqni- Asep Ediana Latip, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD, (Jakarta: UIN PRESS: 2015) hlm. 172



13



remaja adalah masa pencarian jati diri, pada masa ini remaja sangat membutuhkan bimbingan dari orang terdekat seperti orangtuanya sendiri yang paling mengerti untuk menemukan jati dirinya. Pada masa ini juga disebut masa yang paling membingungkan oleh para remaja, maka dari itu pengawasan dan nasehat dari orangtua sangatlah dibutuhkan agar ia dapat menjadi remaja yang terarah dan menemukan jati dirinya. Apabila seorang remaja ini sudah mendapatkan pengakuan, kenyamanan dan ketenangan dirumahnya sendiri, amaka ia tidak akan mncari pengakuan, dan rasa aman di luar rumah dengan bergabung dan membentuk geng bersama temantemannnya. Maka dari itu bimbingan dari orang terdekat khususnya orangtua sangat dibutuhkan oleh seseorang, khususnya bagi anak yang baru beranjak dewasa. Rasulullah bersabda:



» - ‫ صلى ا عليه وسلم‬- ‫ لقاَلل لقاَلل الننببىى‬- ‫ رضى ا عنه‬- ‫لعين ألببى ههلرييلرةل‬ ‫هكىل لميوهلودد هيوللهد لعللى ايلفب ي‬ ‫صلرانببه أليو يهلموجلساَنببه‬ ‫ فلأ لبللواهه يههلوولدانببه أليو يهنل و‬، ‫طلربة‬ “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan firah. Maka bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, atau nasrani, atau majusi” (HR. Bukhori). Orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab dengan akhlak dan prilaku anaknya. Yahudi atau Nasrani anaknya tergantung dari orang tuanya, pembinaan dari orang tua adalah faktor terpenting dalam memperbaiki dan membentuk generasi yang baik.Begitupun dengan kerusakan moral pada remaja juga tidak terlepas dari kondisi dan suasana keluarga. Keadaan keluarga yang carut-marut dapat memberikan pengaruh yang sangat negatif bagi anak yang sedang/sudah menginjak masa remaja. Karena, ketika mereka tidak merasakan ketenangan dan kedamaian dalam lingkungan keluarganya sendiri, mereka akan mencarinya ditempat lain. Sebagai contoh; pertengkaran antara ayah dan ibu yang terjadi, secara otomatis akan memberikan pelajaran kekerasan kepada seorang anak. Bukan hanya itu, kesibukan orang tua yang sangat padat sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak adalah juga merupakan faktor penyebab moral anaknya buruk. 2. Pemerkosaan Mahasiswi



14



Mahasiswi ini ditemukan warga tergeletak di sebuah Halte di Jakarta pada rabu malam. Mahasiswi berparas cantik itu diduga menjadi korban tindak pembiusan dan pemerkosaan. Analisis dan Solusi Kasus: Kasus pemerkosaan sudah sangat sering terjadi, di Indonesia khususnya di Jakarta perkosaan terhadap remaja sudah sering kita dengar, baik dari mulut ke mulut maupun dari berita yang ditayangkan setiap hari. Dimulai dari pelecehan seksual hingga terjadinya pemerkosaan itu sendiri terjadi karena kesalahan dari kaum wanita itu sendiri, kita tidak dapat semata-mata hanya menyalahkan si pelaku, contohnya ketika wanita bepergian keluar rumah, ia tanpa didampingi oleh muhrimnya, dan biasanya kaum hawa ini sering menggunakan pakaian yang terlalu mini dan memakai make up atau parfum yang berlebihan sehingga ini dpat memicu terjadinya pelecehan seksual bahkan sampai terjadiya pemerkosaan seperti pada kasus di atas. Menurut para ahli, ketika seorang wanita keluar dari rumahnya dengan menggunakan pakaian yang ketat, make up, dan parfum yang berlebihan, maka itu mengundang niat jahat pada kaum adam, ditambah lagi wanita ini keluar pada malam hari dan tanpa didampingi oleh muhrimnya. Jadi, kita tidak bisa hanya menyalahkan si pelaku dalam kasus ini, yang pertama harus kita perhatikan atau dibenahi adalah para kaum hawa itu sendiri, bagaimana caranya agar ia dapat menjaga diri dari orangorang yang berniat jahat. Kejahatan itu dapat terjadi karena ada kesempatan. Dan tanpa sengaja kesempatan itu adalah kesalahan yang sering diciptakan oleh kaum hawa itu sendiri. Islam telah mengatur perilaku remaja. Perilaku tersebut merupakan batasan-batasan yang dilandasi nilai-nilai agama. Oleh karena itu perilaku tersebut harus diperhatikan, dipelihara, dan dilaksanakan oleh para remaja. Perilaku yang menjadi batasan dalam pergaulan adalah menutup aurat. Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat demi menjaga kehormatan diri dan kebersihan hati. Aurat merupakan anggota tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang yang bukan mahramnya, terutama kepada lawan jenis agar tidak membangkitkan nafsu birahi serta tidak menimbulkan fitnah. Aurat laki-laki yaitu anggota tubuh antara pusar dan lutut sedangkan bagi perempuan yaitu seluruh anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Disamping aurat, pakaian yang dikenakan juga tidak boleh ketat, transparan atau tipis sehingga tembus pandang tidak memperlihatkan lekuk tubuh. 15



Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW.: Bahwa Asma’ bint Abi Bakr (kakaknya) datang bertemu Nabi s.a.w. dalam keadaan pakaiannya nipis sehingga nampak kulit badannya, lalu Nabi s.a.w. pun berpaling daripadanya dan bersabda: “Wahai Asma’, seorang perempuan yang telah sampai haidh (baligh) tidak boleh dilihat (hendaklah bertutup) pada badannya melainkan ini dan ini” (sambil baginda menunjukkan ke arah wajah dan kedua pergelangan tangannya). (Riwayat Abu-Dawud) 3. Depresi Anggap saja namanya R, beliau adalah seorang wanita berusia sekitar 35 tahun dan ia belum berumah tangga hingga saat ini. R anak pertama dari tujuh bersaudara, adik-adiknya sudah ada yang berumah tangga sekitar dua orang dan yang lainnya masih menuntut ilmu disalah satu perguruan negeri di daerah Yogyakarta. Singkat cerita dulu sewaktu ia masih berusia sekitar 20 tahun ia jatuh cinta pada seorang pria, anggap saja namanya ST, ST seorang pemuda yang belum menikah dan usianya hampir sama dengan R, awal perkenalan mereka ketika ST sering bermain bulu tangkis didepan rumah ST, sejak saat itu R mulai jatuh cinta pada R, tapi sayang sekali cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Beberapa tahun kemudian, ST menikahi gadis pilihannya yang sekarang menjadi istri sahnya. Setelah beberapa tahun menikah, ST dan istrinya dikaruniai satu orang putra dan sekarang putranya berusia sekitar 7 tahun. Ibu dari R sering mengeluh, ia mengatakan bahwa putri nya yang paling tua itu sering berkelakuan aneh, dari pertama st menikahi wanita lain, maka mulai hari itu R sering berdiri didepan rumah ST, menurut hasil wawancara kepada R, ia mengatakan kenapa ia setiap hari berdiri didepan rumah ST, ia menginginkan agar ST datang kerumahnya dan segera melamarnya karena ia sanggup dijadikan istri kedua, ST tidak pernah menginginkan hal itu karena ia begitu mencintai istrinya dan anak-anaknya. R berdiri didepan rumah ST dari pagi hingga sore bahkan ia sampai hafal jadwal keseharian keluarga ST, orang-orang disekitar ST menganggap bahwa R adalah wanita yang kurang waras atau gangguan jiwa. Menurut keterangan dari ibu R, dulu sewaktu R belum mengenal ST kelakuannya tidak pernah seperti itu bahkan ia termasuk anak yang cerdas dalam keluarganya. Menurut hasil wawancara, ST merasa terganggu dengan kelakuan R yang selalu berdiri didepan rumahnya bahkan terkadang ia sering membawa makanan 16



untuk diserahkan pada ST, tapi ST tidak pernah mau menemuinya. Salah satu santri ST pernah bilang bahwa beberapa bulan yang lalu R pernah datang dan menemui santrinya ia mengatakan bahwa ia ingin bertemu istri dari ST karena santri ini tidak tau duduk permasalahannya maka ia pun mengantar R untuk bertemu pada istri nya, ternyata setelah ia bertemu pada istri ST ia mengtakan bahwa ia meminta izin agar istrinya merelakan suaminya untuk melamar R, dengar R berbicara seperti itu, istri ST pun terkejut bukan kepalang. ST beserta istrinya pun juga pernah dipanggil oleh ibunya R agar ia datang kerumahnya dan menjelaskan pada R bahwa mereka sudah menikah dan memiliki satu orang putra. R hanya tersenyum saja mendengar pengakuan dari ST dan ia menganggap bahwa ST tidak bicara dari hati nuraninya dan ia mengatakan bahwa sebenarnya ST sangat mencintai dirinya dan tidak berani mengungkapkan. Padahal ST sudah pernah bersumpah didepan semua anggota keluarga R bahwa ia sangat mencintai istrinya dan tidak akan menyakitinya dengan menikahi wanita lain. Tetapi tetap saja hingga saat ini R berdiri didepan rumah ST. Analisis dan Solusi Kasus: Dalam teori Psikologi (Albert Ellis) telah dikatakan bahwa yang menyebakan seseorang bermasalah atau depresi, bukanlah karena masalah yang ia hadapi tapi karena keyakinan dirinya sendiri tentang masalah itu. Jadi bukan A (activating experiences) yang mnyebabkan perilaku depresinya melainkan B (beliefs) yang menyebabkan seseorang menjadi depresi. Allah swt melarang kita untuk berperasangka buruk atau suudzon kepada sesama, suudzon kepada sesama saja tidak diperbolehkan apalagi berperasangka buruk kepada Allah swt. Maka dari itu kita harus selalu berperasangka baik (khusnudzon) kepada Allah swt. Berperasangka baik kepada Allah harus menjadi kebiasaan kita dikehidupan kita sehari-hari, termasuk ketika kita sedang diuji dengan suatu masalah. Kita harus yakin bahwa masalah tersebut akan mendatangkan kebaikan yang berlipat ganda. Kita juga harus yakin bahwa apa yang telah ditakdirkan kepada kita, merupakan yang paling terbaik untuk kita. Jadi terima dengan ikhlas dan syukuri. Dalam Al-Qur'an Allah swt telah berfirman dalam Q.S. Al Baqarah ayat 216 yang artinya : “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh 17



jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa semuat umat Islam wajib berperang dalam rangka membela agama Allah (berjihad), namun ada sebagian umat Islam yang tidak suka berperang, yang kemudian Allah swt menurunkan ayat ini. Allah swt berfirman dalam ayat tersebut bahwa, yang kita sukai belum tentu baik, bisa jadi itu malah buruk buat kita. Dan yang kita benci belum tentu tidak baik, bisa jadi itu malah baik bagi kita.” (Q.S. AL-Baqarah:216)



BAB III Penutup KESIMPULAN Perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial yang merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Baik itu dalam tatanan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak Usia SD/MI: Pembangkangan, agresi, berselisih, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa, mementingkan diri sendiri, dan simpati. Karakteristik perkembangan sosial pada masa remaja terbagi dalam tiga fase yaitu: masa remaja awal, masa remaja pertengahan, masa remaja akhir. Dalam ketigafase ini, remaja memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik perkembangan sosial pada masa dewasa pun dibagi kedalam tiga fase, yaitu: masa dewasa awal, masa dewasa madya, masa dewasa lanjut. Tahapan proses sosial dimulai dari bayi baru lahir sampai dewasa usia lanjut. Faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan sosial: Keluarga, Kematangan, Status sosial dan ekonomi, Pendidikan, serta Kapasitas Mental: Emosi dan Intelegensi. Hal-hal yang bisa



18



mempengaruhi tingkah laku individu dalam perkembangan sosial adalah keluarga, teman sebaya dan budaya. Dilihat dari pemahaman terhadap aspek perkembangan sosial pada peserta didik, terdapat beberapa implikasi. Selain itu, agar perkembangan sosial dalam pendidikan lebih optimal, orang tua dan guru harus mendidik anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat



DAFTAR PUSTAKA Susanto, Ahmad. 2012, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group Hurlock, Elizabeth B. 1991, Perkembangan Anak , Jakarta: Erlangga Santrock, John W. 2007, Perkembangan Anak, Jakarta, Erlangga Wafiqni, Nafia- Asep Ediana Latip, 2015, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD, Jakarta: UIN PRESS Sunarto dan Hartono, 2005, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Rinneka Cipta Yusuf, Syamsu. 2007, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya



19



20