Permasalahan Dalam e Commerce [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERMASALAHAN DALAM ECOMMERCE Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, membuat para pelaku bisnis berfikir lebih keras untuk dapat memasarkan usaha dagang mereka agar dikenal lebih luas oleh kalangan masyarakat. Hal ini diikuti pula dengan perkembangan teknologi (tele)komunikasi dan komputer menyebabkan terjadinya perubahan kultur kita sehari-hari. Karena adanya desakan bisnis tersebut para pelaku bisnis mau tidak mau harus menggunakan media elektronik untuk memasarkan kegiatan bisnis mereka, atau yang sering kita sebut dengan e-commerce (perdagangan elektronik). Media elektronik menjadi salah satu media andalan untuk melakukan komunikasi dan bisnis. Dari uraian Latar Belakang di atas penyusun merumuskan Rumusan Masalah sebagai berikut: A. ELECTRONIK COMMERCE (PERDAGANGAN ELEKTRONIK) Electronic commerce atau sering dikenal dengan istilah e-commerce adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. E-commerce pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali bannerelektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman-web (website). Ada tiga faktor yang harus dicermati oleh kita jika ingin membangun toko e-commerce yaitu: Variability, Visibility, dan Velocity. Sebelum memutuskan untuk terjun ke market on-line ini, ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan diantaranya: 1. Process conducting dalam penyelidikan:



a)



Mendefinisikan target pasar



b)



Mengidentifikasikan kelompok untuk dijadikan pembelajaran



c)



Mengidentifikasikan topik untuk diskusi



2. Dalam tahap penunjungnya maka dapat diselidiki: a)



Identity letak demografi website di tempat tertentu



b)



Memutuskan focus editorialnya



c)



Memutuskan isi dari contentnya



d)



Memutuskan pelayanan yang dibuat untuk berbagai type pengunjung



B. APLIKASI BISNIS E-COMMERCE E-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan www, e-commerce juga memerlukan teknologi basisdata atau pangkalan data (databases), e-surat atau surat elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan alat pembayaran untuk e-commerce ini. Mekanisme untuk mendekati consumer pada saat ini menggunakan bermacam-macam pendekatan seperti misalnya dengan menggunakan “electronic shopping mall” atau menggunakan konsep “portal”. Electronic shopping mall menggunakan web sites untuk menjajakan produk dan servis. Para penjual produk dan servis membuat sebuah storefront yang menyediakan catalog produk dan servis yang diberikannya. Calon pembeli dapat melihat-lihat produk dan servis yang tersedia seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari dengan melakukan window shopping. Bedanya, (calon) pembeli dapat melakukan shopping ini kapan saja dan darimana saja dia berada tanpa dibatasi oleh jam buka toko.



Konsep portal agak sedikit berbeda dengan electronic shopping mall, dimana pengelola portal menyediakan semua servis di portalnya (yang biasanya berbasis web). Sebagai contoh, portal menyediakan eMail gratis yang berbasis Web bagi para pelanggannya sehingga diharapkan sang pelanggan selalu kembali ke portal tersebut. Beberapa aplikasi umum yang berhubungan dengan e-commerce adalah: 



E-mail dan Messaging







Content Management Systems







Dokumen, spreadsheet, database







Akunting dan sistem keuangan







Informasi pengiriman dan pemesanan







Pelaporan informasi dari klien dan enterprise







Sistem pembayaran domestik dan internasional







Newsgroup







On-line Shopping







Conferencing







Online Banking/internet Banking







Product Digital/Non Digital



Perdagangan secara elektronik memberikan keuntungan, baik kepada konsumen maupun perusahaan. Keuntungan



yang



diperoleh



dari



perusahaan



antara



lain



sebagai



berikut:



1. Perdagangan secara elektronik memungkinkan perusahaan untuk menjual pasar yang lebih luas



2.



Perusahaan



tidak



perlu



mambuka



cabang



3. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikurangi , karena perusahaan tidak perlu mambangun



toko



yang



besar



4. Karena biaya yang keluar sedikit , barang yang dijual akan semakin murah. Akibatnya , lebih banyak konsumen menjangkau harga barang tersebut. Barang akan menjadi lebih laku 5. Barang yang dijual lebih murah , dapat meningkatkan daya saing antar perusahaan Keuntungan



yang



diperoleh



konsumen



,



antara



lain



sebagai



berikut:



1. Konsumen tidak perlu mendatangi toko untuk mendapatkan barang , cukup memesan barang 2.



melalui



Konsumen



dapat



internet



,



menghemat



barang waktu



akan dan



biaya



sampai



di



transportasi



rumah berbelanja



3. Konsumen mempunyai lebih banyak pilihan , karena dapat membandingkan semua produk yang



ada



di



internet



4. Konsuman dapat berbelanja di negara lain , jika yang di dalam negeri belum tersedia 5. Harga barang yang dibeli menjadi lebih murah Di Indonesia, perdagangan secara elektronik juga sudah mulai dilakukan. Beberapa website didirikan khusus sebagai website untuk menjual barang-barang. Beberapa contohnya, antara lain glodokshop.com, apotikonline.com, tokobagus.com.



C. PERMASALAHAN DALAM E-COMMERCE 1. Penipuan dengan cara pencurian identitas dan membohongi pelanggan. 2. Hukum yang kurang berkembang dalam bidang e-commerce ini. Selain dua hal diatas dalam e-commerce waspadailah adanya cybercrime dengan pola phising atau pengelabuhan. Hal itu terjadi, karena pelaku seringkali berada di luar kawasan Indonesia sehingga keberadaannya sulit terdeteksi. Phishing merupakan salah satu bentuk cybercrime berupa penipuan untuk mendapatkan informasi, seperti kata sandi atau password kartu kredit. Kata tersebut diambil dari bahasa inggris fishing. Dimana dalam konteks cybercrime, diartikan sebagai memancing informasi keuangan seseorang.



Sebagai pelaku bisnis kita memang harus mencari peluang yang tepat untuk mempromosikan kegiatan usahan kita. Yang salah satunya dengan e-commerce atau perdagangan elektronik. Sebelum terjun kedunia e-commerce kita harus memperhatikan beberapa kunci sukses untuk membangunnya. Salah satunya adalah dengan menyediakan informasi barang dan jasa yang lengkap dan jelas, dan mempermudah kegiatan perdagangan. Selain itu kita harus juga memperhatikan masalah yang akan timbul dari kegitan ecommerce tersebut. Salah satu bentuknya kita harus hati-hati terhadap penipuan yang kemungkinan akan terjadi, karena hukum yang belum berkembang di e-commerce ini.



Enam



masalah



utama



yang



dihadapi



pemain e-commerce lokal dan solusi yang diharapkan dari pemerintah



 



Nadine Freischlad4:26 PM on Apr 9, 2015



Beberapa nama besar pemain e-commerce di Indonesia, Selasa (7/4) kemarin bertemu untuk membicarakan langkah pemerintah selanjutnya dalam bisnis e-commerce.Pada acara tersebut turut hadir Menteri Kominfo Rudiantara yang telah mengisyarakatkan beberapa peraturan terkait e-commerce di beberapa acara terpisah meski belum dikukuhkan. Seperti dilansir The Jakarta Post, Rudiantara mengatakan bahwa pemerintah akan mengatur mulai dari layanan logistik, sistem pembayaran, dan pajak. Diharapkan pembahasan peraturan ini bisa rampung selambatnya di penghujung tahun.



Pertemuan pertama yang menggandeng pelaku bisnis dan pemerintah Pertemuan besar ini diadakan oleh Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA). Anggotanya berisi sejumlah pemain besar, seperti Tokopedia dan Zalora, serta juga pelaku industri yang masih berhubungan seperti e-payment dan logistik. Rudiantara menghadiri acara ini dan memimpin hadirin menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum ketua idEA Daniel Tumiwa membuka acara. Daniel mengatakan, “E-commerce kini sudah mencapai titik pertumbuhan tertinggi setelah tumbuh secara organik.” “Ini saatnya untuk menata kembali beberapa peraturan yang mendasar. Rudiantara menambahkan, tujuan kedatangannya adalah untuk mendengarkan pendapat orang-orang. “Semua yang hadir di ruangan ini adalah orang-orang hebat di industri e-commerce. Namun sayangnya, keputusan terakhir ada di tangan pemerintah,” candanya. Beberapa hal penting dalam presentasi Daniel adalah bisnis e-commerce di dalam negeri mengalami masalah penting: infrastruktur yang masih buruk, kesulitan mengatur e-payment, dan keamanan bertransaksi. Baca juga: Daniel Tumiwa menyanggah mitos seputar ecommerce di Indonesia Berikut adalah enam topik perbincangan yang diharapkan bisa menemui jalan keluar terkait industri e-commerce lokal:



1. Infrastruktur dan prosedur lebih mendalam Tantangan infrastruktur di Indonesia tidak bisa diselesaikan oleh perusahannya sendiri. Industri e-commerce berharap pemerintah juga turut mengambil langkah. Utamanya terkait infrastruktur internet yang belum stabil dan transportasi yang kerap sulit diandalkan. Perwakilan dari layanan logistik RPX menunjukkan bahwa prosedur perizinan dari bea cukai untuk pengantaran ke negara lain tidak efisien. Pemerintah diharapkan bisa mencari solusi terkait hal ini.



2. Industri e-commerce menginginkan pembayaran nontunai Bila bicara pembayaran, penyedia layanan pembayaran digital iPaymu mengatakan bahwa masyarakat masih mengandalkan pembayaran tunai dan edukasi tentang sistem pembayaran alternatif. “Ketergantungan terhadap pembayaran secara tunai harus dihentikan segera. Bila tidak, industri e-commerce akan tumbuh secara lambat.” Pihak iPaymu juga menambahkan bahwa pemerintah dapat menyelesaikan masalah ini dengan mempermudah aturan untuk layanan e-payment yang hingga saat ini masih berada di bawah peraturan yang sama dengan bank.



3. Edukasi dalam menumbuhkan kepercayaan konsumen



Masalah kepercayaan konsumen dan keamanan dalam bertransaksi online masih terus bermunculan hingga hari ini. Perwakilan dari OLX mengatakan bahwa kepercayaan dari konsumen masih membutuhkan proses edukasi lebih lanjut. Salah satu solusinya adalah dengan menjalin kerjasama dengan media untuk menjelaskan pemahaman lebih baik tentang



model bisnis e-commerce untuk menambah kepercayaan masyarakat. Ia meminta pemerintah untuk turut serta memberi pemahaman kepada masyarakat tentang keamanan bertransaksi online.



4. Kepercayaan pelanggan lebih berharga ketimbang sertifikasi Masalah lain yang menjadi sorotan adalah bagaimana menanamkan kepercayaan. Beberapa pemain



e-commerce



menekankan



keharusan



sertifikasi,



sementara



sisanya



lebih



mengutamakakan kepercayaan pelanggan. Terkait hal ini, Rudiantara mengatakan bila pihaknya tengah merencanakan pengenalan sistem sertifikasi.



5. E-commerce akan dihilangkan dari daftar investasi berstigma negatif secara bertahap Sejak Juni 2013, e-commerce menjadi satu dari industri yang dicoret dari daftar investasi asing. Namun baru-baru ini, Rudiantara mengatakan ia sedang berdiskusi dengan ekosistem kementerian lainnya untuk menyelesaikan peraturan ini. Sejumlah pemain besar seharusnya bisa membuka jalan masuknya investasi asing, dan di acara idEA ini juga dijelaskan beberapa rencana besar mengenai investor asing, tentunya dengan peraturan yang jelas.



6. Dukungan dan perlindungan bagi para pemain baru Beberapa e-commerce mengingatkan pemerintah agar memberi kemudahan bagi para pendatang baru yang mau memasuki memasuki ranah ini. Saran mereka termasuk memberi kemudahan peraturan bagi bisnis kecil dan menengah untuk mendapatkan akses ke investor, dan memberi potongan pajak pada perusahaan baru.



Penyelesaian perencanaan Semua pihak, baik idEA, Rudiantara, Kementerian Perdagangan dan Kementerian lainnya sudah dijadwalkan untuk bertemu langsung setelah acara ini untuk berdiskusi lebih lanjut terkait penyelesaian masalah secara menyeluruh.



Sebelum menutup acara, Rudiantara menekankan bahwa acara ini bukan pertemuan terakhir, dan ia berharap bisa mendiskusikan rancangan ini dengan para kementerian lainnya sebelum diubah menjadi ketetapan. Pihak idEA berharap versi akhir dari rancangan ini selesai pada bulan Agustus mendatang. David Alexander, juru bicara dari idEA mengatakan bahwa tukar pikiran antara pelaku industri dan pemerintah baru pertama kalinya dilakukan. “Acara ini menjadi penanda bahwa setiap pelaku bisnis meski sebagai kompetitor, mereka bekerja sama dalam menata ranah ini. idEA setuju bahwa hal ini sangat penting untuk mengembangkan industri secara keseluruhan,” tutupnya. Baca juga: 5 alasan mengapa Indonesia harus meniru e-commerce China (Diterjemahkan oleh Elfa Putri dan diedit oleh Pradipta Nugrahanto)



Prestasi Apa Saja yang Telah Ditorehkan Kemenkominfo Tahun Ini?



Pada konferensi Tech in Asia Jakarta 2015 lalu, saya berpapasan dengan Menkominfo Rudiantara yang sedang memeriksa stan startup di Bootstrap Alley. Saya mengundangnya



naik ke panggung untuk sekadar melakukan obrolan ringan. Beliau menolak, dan mengatakan kalau ia hanya datang untuk melihat-lihat. “Saya mengerti,” jawab saya, karena beliau pernah menerima ajakan yang sama setahun sebelumnya, beberapa saat setelah ia resmi menjadi Menkominfo. Pak Menteri sepertinya tahu kalau ia akan diberikan pertanyaan-pertanyaan yang lebih sulit tahun ini. Menkominfo sedang berada di tengah booming-nya teknologi di pasar berkembang. Tak dapat disangkal bahwa Indonesia merupakan negara terbesar dan memiliki perekonomian paling penting di Asia Tenggara. Indonesia, yang tengah dilanda demam teknologi, menjelma menjadi destinasi para pebisnis dan investor teknologi dari seluruh dunia. Para ahli berpendapat bahwa tahap awal perkembangan pasar membutuhkan kerja sama kuat antara politikus dengan pihak yang berkepentingan. Nah, Rudi menempatkan diri sebagai seseorang yang cukup mudah untuk ditemui. Buktinya, ia datang ke acara seperti inagurasi kantor Twitter di Jakarta dan pertemuan teknologi IDbyte milik Shinta Dhanuwardoyo. Namun prestasi apa sajakah yang telah ditorehkan Kementriannya tahun ini? Apakah Rudi mampu membuat perbedaan? Tentu saja tak adil jika kita menilai prestasi Kemenkominfo sebelum genap masa jabatan Rudiantara berakhir. Namun, memasuki penghujung tahun, tak ada salahnya untuk mengamati kebijakan-kebijakan apa saja yang masih mandek. Berikut lima isu yang belum dituntaskan oleh Rudiantara. Baca juga: 5 Fakta menarik tentang Rudiantara



1. Mana dana miliaran dolar untuk startup teknologi?



Sumber gambar 401(K) 2012 Pada bulan Februari, Rudiantara mengatakan telah menargetkan dana sebesar 1 miliar dolar (sekitar Rp1,37 triliun) untuk membantu mengembangkan startup digital di Indonesia. Beliau mengklaim kalau dana tersebut akan dikumpulkan dari para raksasa konglomerat di negara ini. Ia menginstruksikan kepada mereka untuk tidak menyimpan uangnya di bank asing, namun menginvestasikannya di perusahaan lokal. “Saya telah mendekati beberapa konglomerat, namun seperti apa hasilnya akan diberitahukan lagi nanti,” ucapnya beberapa waktu lalu. Rudiantara menambahkan bahwa ia berharap untuk mencapai target pendanaan di tahun ini dan telah mendapatkan beberapa “janji” dari para konglomerat tersebut. Uang tersebut akan dialirkan pada VC independen, tanpa campur tangan pemerintah. Selagi para keluarga konglomerat Indonesia sedang mencari cara untuk berinvestasi di ranah teknologi nasional, kami hampir tak mendengar inisiatif lebih lanjut dari Pak Menteri untuk



mengumpulkan sejumlah modal tersebut. CNN Indonesia mengatakan rencana tersebut mandek



2. Roadmap e-commerce yang terlalu lama digodok Kerangka peraturan e-commerce di Indonesia telah menjadi topik hangat yang diperdebatkan tahun ini. Hal itu juga menjadi proses yang lambat dan melelahkan. Minggu lalu, pemerintah akhirnya mengumumkan bahwa mereka akan mencabut e-commerce dari Daftar Negatif Investasi (DNI), dan menambahkan bahwa pihak asing dalam waktu dekat diperbolehkan untuk mendapat porsi kepemilikan saham hingga 33 persen di sektor e-commerce lokal.



Franky Sibarani, selaku ketua Badan Koordinasi penanaman modal, mengatakan pihaknya telah menerima usulan untuk membatasi investasi minimal sebesar $15 juta (sekitar Rp207 miliar). Diskusi mengenai rencana ini telah dibicarakan sejak bulan Desember tahun 2014 tanpa menghasilkan bukti yang konkret. Rudiantara juga dilaporkan mengatakan bahwa rencana tersebut telah mencapai 90 persen.



Meski demikian, DNI hanya satu dari sekian problema. Saat ini Indonesia menghadapi enam masalah yang menghambat pertumbuhan bisnis e-commerce nasional: pendanaan, pajak, perlindungan kosumen, infrastruktur komunikasi, logistik, serta pendidikan dan SDM. Jika Kemenkominfo menyelesaikan semua masalah di atas, kemungkinan kerangka ecommerce sudah selesai dalam waktu satu tahun. Namun, beberapa pihak meyakini bahwa akan sulit untuk menyelesaikan hal tersebut sesuai rencana. Alasannya karena roadmap harus melibatkan masukan dari berbagai kementerian, bukan hanya Kemenkominfo. Baca juga: Rudiantara: Pemerintah Tak Ingin Mempersulit Regulasi Startup



3. Akses Vimeo, Reddit, dan Imgur masih diblokir Tahun lalu, saat Rudiantara berbicara di atas panggung Tech in Asia, beliau mengatakan bahwa ia sedang berusaha untuk mengembalikan akses Vimeo ke Indonesia. Vimeo diblokir oleh pemerintah karena ada sebagian film dan video dokumenter yang mengandung konten dewasa. “Kami sedang dalam proses diskusi dengan pihak Vimeo mengenai cara agar pengguna Indonesia tidak bisa mengakses konten pornografi,” ujar Menkominfo pada tahun 2014 silam. Beliau juga mengatakan bahwa ia sedang menyusun kerangka final mengenai konten web yang seperti apa yang bisa dan harus disensor oleh pemerintah. Kerangka aturan ini nantinya akan mempermudah pengguna untuk memahami konten yang dapat mereka buat, kurasi, dan



post



secara



online



di



negara



ini.



Vimeo dan Reddit termasuk ke dalam domain situs yang diblokir di Indonesia, meskipun keduanya bukanlah situs porno. Imgur dan Reddit awalnya diblokir penuh, meskipun beberapa bulan sebelumnya sebagian pengguna melaporkan bahwa kedua situs tersebut dapat di akses. Namun, nampaknya situs-situs tersebut tak terblokir di semua penyedia layanan internet. Hal itu dirasa kurang adil. Pasalnya, gambar-gambar pornografi seperti itu dapat ditemukan di berbagai macam situs dan jaringan seperti Twitter—yang tetap beroperasi tanpa kendala. Masyarakat belum mendengar usaha lebih lanjut dari Rudiantara untuk membuka blokir situs-situs tersebut. Baca juga: Fokus Perundangan E-commerce, Rudiantara Tak Boleh Abaikan Isu Pemblokiran Website dan Privasi



4. Aturan perakitan smartphone Selama beberapa bulan ini, rumor berkembang di Ibukota bahwa sebagian komponen perangkat mobile 4G di Indonesia harus diproduksi secara lokal. Rudiantara mengatakan kepada Tech in Asia bahwa smartphone impor merupakan salah satu penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan Republik Indonesia. Ia merasa harus mengatasi masalah tersebut.



Mulai Januari 2017, semua perangkat 4G LTE yang dijual di Indonesia wajib mengandung 30 persen total kandungan dalam negeri (TKDN). 30 persen yang diwajibkan tersebut dapat berupa software, hardware, dan perakitan. Namun aturan ini masih belum jelas bagi merek ponsel global. Bagaimana dengan Apple? Atau Motorola? Atau Huawei? Hugo Barra, VP Xiaomi global, pada awal 2015 mengatakan bahwa ia merasa aturan ini masih belum jelas. Sehingga Xiaomi tak menjamin akan merilis ponsel 4G di Indonesia.



Rudiantara menandatangani Perkeminfo perihal penetapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pada tanggal 3 Juli. Sebagai langkah antisipasi atas aturan yang akan segera berlaku ini, Samsung berinvestasi dengan membangun pabrik baru di Indonesia.



5. Masyarakat bisa dijebloskan ke penjara atas “kicauan” mereka Beberapa tahun ke belakang, hukum ITE Indonesia mengenai pencemaran nama baik yang kontroversial menjadi perhatian di kalangan media dan aktivis. Pada tahun 2014, masalah ini mengemuka ke ranah publik setelah Benny Handoko ditahan, dinyatakan bersalah, dan dihukum satu tahun kurungan atas “kicauannya” yang dianggap mencemarkan nama seorang politikus negeri. Pada bulan Juni 2014, seorang perempuan berusia 29 tahun asal Yogyakarta bernama Handayani dituduh melanggar hukum setelah menulis kritikannya di Facebook. Ketika itu ia mengkritik manajemen toko perhiasan di kotanya. Kasus ini berlangsung selama beberapa bulan. Pada bulan September pihak berwenang menjebloskan Handarani ke dalam penjara beberapa hari sebelum diadili.



Daftar kasus ini masih berlanjut. Pada bulan November 2014, Rudiantara mengatakan kepada Tech in Asia bahwa ia sedang memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah ini dalam tiga opsi: mengurangi masa tahanan bagi mereka yang terbukti bersalah, menunjuk aparat khusus yang paham terhadap masalah yang terjadi, atau mengedukasi aparat agar lebih paham jika terjadi kasus serupa. Pada bulan April, Time mengatakan Rudiantara menjanjikan revisi UU ITE dalam agenda parlemennya tahun ini.



Namun hingga kini masih belum ada kejelasan.



Namun, ada hal berjalan dengan baik Jaringan 4G mulai bisa dinikmati tahun ini, seperti yang telah dijanjikan. Kemenkominfo telah selesai melakukan penataan atau refarming transmisi data seluler kecepatan tinggi sebagai langkah bergulirnya layanan 4G LTE. Proses refarming frekuensi 1.800 MHz, yang sebelumnya digunakan untuk jaringan 2G, akan memberikan bandwith yang lebih besar untuk data 4G. Meskipun Rudiantara sebelumnya menargetkan ini rampung di akhir September, target sempat molor dari jadwal semula. Terlepas dari itu, menurut pemerintah, proyek tersebut telah selesai. Jadi itu merupakan berita gembira bagi Kemenkominfo. The Jakarta Globe melaporkan kalau operator telekomunikasi mulai menawarkan layanan 4G pada frekunesi 1.800 MHz di beberapa kota pada bulan Juli lalu, beralih dari frekuensi 900 MHz. Saat ini, mereka memperbarui infrastruktur untuk memperluas jangkauan nasional. Baca juga: Apa Saja Rencana Rudiantara Selama 5 Tahun Menjadi Menkominfo? (Diterjemahkan oleh Faisal Bosnia dan diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah; Sumber foto tktk) Scroll untuk melihat : RPP E-commerce, Dukungan Pemerintah yang Terkesan...



Sederet Nama Besar E-commerce Dunia akan Berkumpul di IESE 2016 3Comments











Aditya



Hadi



Pratama7:32



PM



on



Feb



29,



2016



Tren e-commerce dunia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 kemarin, hasil penelitian eMarketer menyebutkan kalau total penjualan e-commerce dunia telah mencapai angka $1.771 miliar (sekitar Rp23.687 triliun). Angka ini diprediksi akan terus meningkat hingga $2.053 miliar (sekitar Rp27.458 triliun) pada tahun 2016 ini. Di Indonesia sendiri, industri e-commerce diprediksi akan mencapai angka $130 miliar (sekitar Rp1.738 triliun) di tahun 2020. Untuk menyukseskan hal tersebut, pemerintah telah meresmikan peta jalan atau acuan (roadmap) untuk membenahi tujuh aspek strategis bisnis e-



commerce, yaitu logistik, pendanaan, perlindungan konsumen, infrastruktur komunikasi, perpajakan, pengembangan SDM, serta keamanan. Di tengah euforia tersebut, idEA (Indonesia E-Commerce Association) berinisiatif untuk mengadakan Indonesia E-Commerce Summit & Expo (IESE) pada tanggal 27 hingga 29 April 2016. IESE diadakan untuk menjadi sebuah forum pertemuan bergengsi bagi para pemangku kepentingan di bisnis e-commerce Indonesia. Baca juga: Mengapa Situs Marketplace di Indonesia Bisa Menjadi Begitu Populer? Acara ini akan menampilkan 72 pembicara yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri, serta 150 eksibitor. Mereka akan berbicara dalam summit dan workshop yang akan diselenggarakan sepanjang acara. Untuk mengadakan acara ini, idEA pun bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, serta Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).



“Kami berharap e-commerce bisa memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional, dan membantu para pelakunya untuk bisa lebih mandiri secara ekonomi,” ujar Daniel Tumiwa, Ketua Umum idEA.



Tempat berkumpul tokoh-tokoh e-commerce Indonesia IESE tahun ini, yang akan diselenggarakan di Indonesia Convention Exhibition (ICE) Tangerang, mengangkat tema “The New Digital Energy of Asia.” Beberapa tokoh penting industri e-commerce dunia, seperti Roger Egan (CEO Redmart), Rajan Anandan (VP Google untuk Asia Tenggara dan India), dan Mitch Barns (CEO Nielsen), dipastikan akan hadir di acara ini.



Acara ini juga akan diisi para tokoh penting pemerintahan seperti Rudiantara (Menteri Kominfo), Thomas Lembong (Menteri Perdagangan), dan Triawan Munaf (Kepala Bekraf). Selain itu, para tokoh startup e-commerce tanah air pun akan turut memeriahkan acara ini. Di antaranya adalah William Tanuwijaya (CEO Tokopedia), Kusumo Martanto (CEO Blibli),



Nadiem Makarim (CEO GO-JEK), Emirsyah Satar (Chairman MatahariMall), dan Madeleine Ong de Guzman (VP Marketing elevenia). Baca juga: Siapa Saja Konglomerat Indonesia yang Sudah Merambah Ranah Ecommerce dan Digital? Menurut Daniel, tahun ini adalah kali pertama IESE diadakan. Ia berharap acara ini bisa berlanjut di tahun-tahun berikutnya. “Kami menargetkan 5.000 pengunjung setiap harinya,” ujar Daniel dalam acara press conference yang berlangsung hari ini, Senin (29/2). Dalam IESE 2016, akan dibahas beberapa tema penting seperti bagaimana Indonesia bisa belajar dari ekosistem e-commerce di Tiongkok, bagaimana menyelesaikan permasalahan logistik di Indonesia, hingga bagaimana cara menumbuhkan semangat wiraswasta.



E-commerce Indonesia di masa depan Dalam acara press conference tersebut, turut hadir juga CEO Tokopedia, William Tanuwijaya. Menurut William, walaupun angka penetrasi e-commerce di Indonesia masih sangat rendah, namun Indonesia punya potensi yang besar untuk terus berkembang.



“Indonesia punya usaha kecil dan menengah (UKM) yang sangat banyak. Karena itu, apabila mereka semua masuk ke pasar e-commerce, hanya tinggal menunggu waktu bagi Indonesia untuk bisa berbicara lebih,” ujar William. Hal ini juga diamini oleh Menteri Kominfo, Rudiantara. “Saya yakin Indonesia bisa berkembang menjadi bagian dari industri e-commerce dunia, bukan hanya menjadi pasar,” ujar Rudiantara.



Kehadiran acara seperti IESE 2016 diharapkan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang selama ini ada di bisnis e-commerce. Selain itu, acara ini juga bisa menjadi ajang untuk menjalin kerja sama antara para pelaku e-commerce di Indonesia. (Diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)



Sumber



:



https://id.techinasia.com/indonesia-e-commerce-



summit-expo-2016



5 alasan mengapa Indonesia harus meniru e-commerce China



Salah satu topik diskusi kami pada Startup Asia Jakarta 2014 adalah bagaimana Indonesia bisa belajar tentang ekosistem startup di negara maju lainnya. Pada kesempatan itu, Tech in Asia membandingkan tiga pasar e-commerce yang sangat berbeda dengan Indonesia: Jepang, Silicon Valley, dan China. Sesi tersebut menghadirkan pembicara terkemuka, yaitu Sonita Lontoh, founder Silicon Valley Asia Technology Alliance, Takeshi Ebihara, founding general partner Rebright Partners, dan James Tan, managing partner Quest VC asal China. James mengatakan bahwa startup teknologi Indonesia hanya lima tahun di belakang China, artinya akan lebih banyak raksasa teknologi dan IPO yang akan muncul dari Indonesia di masa mendatang. Indonesia mungkin bisa belajar dari China selama periode pertumbuhan awal ini. Di saat Amerika Serikat menjadi ekosistem startup teknologi yang paling maju di dunia, China masih dianggap sebagai pasar negara berkembang, berdasarkan laporan dari Bloomberg. Hanya



berbeda dari India dalam hal ukuran pasar, Indonesia dan China memiliki kesamaan yang menonjol. Tanpa urutan tertentu, inilah lima alasan mengapa investor dan entrepreneur e-commerce di Indonesia harus meniru e-commerce di China. Baca juga: Tips memenangkan hati konsumen wanita di ranah e-commerce



1. Ranah retail online masih kecil, namun menunjukkan kematangan



Pada tahun 2007, China mengeluarkan hingga USD 8,25 miliar (Rp 101 triliun) untuk retail online. Namun kini, China memproyeksikan pengeluaran retail online akan mencapai angka USD 360 miliar (Rp 4.419 triliun) untuk tahun depan. Para ahli memprediksi bahwa tahun depan e-commerce Indonesia bisa menjadi industri bernilai USD 11 miliar (Rp 135 triliun), serupa dengan apa yang terjadi di awal munculnya kebiasaan belanja online di China. Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) percaya bahwa dalam lima tahun mendatang, jumlah pembeli online di Indonesia akan bertambah dari 15 juta menjadi sekitar 75 juta, itu artinya 30 persen dari total populasi.



2. Peran serta operator telekomunikasi



Gordon Orr, pimpinan McKinsey and Company untuk wilayah Asia, mengatakan bahwa perusahaan telekomunikasi milik pemerintah China setiap tahun menyediakan internet broadband ke 10 juta rumah baru, yang mempercepat pertumbuhan cakupan internet negara tersebut dan memungkinkan penduduk kelas menengah untuk menggunakan internet di rumah mereka daripada pergi ke warnet. Hal ini juga sedang terjadi di Indonesia. Baru-baru ini terdapat laporan bahwa sektor telekomunikasi Indonesia telah menunjukkan fase perkembangan yang sehat. Pelanggan broadband mereka semakin bertambah, dan perusahaan telekomunikasi sendiri memiliki ketertarikan terhadap startup di Indonesia. Tidak seperti China di masa lalu, kebangkitan broadband Indonesia berawal dari perangkat mobile dan paket data, kemudian merambah ke koneksi internet rumahan.



3. Uang tunai adalah raja, untuk sekarang Menurut studi yang dilakukan Deloitte, pada tahun 2011, sistem kartu kredit China masih dianggap tahap awal. Hasilnya, sebagian besar pembeli online lebih memilih membayar melalui transaksi cash on delivery (COD), seperti apa yang sekarang terjadi di Indonesia. Namun, idEA mengklaim penduduk Indonesia yang memilih COD berkurang drastis, dari 62 persen turun menjadi 25 persen dari total pembeli online di tanah air antara tahun 2013 dan 2014. Penurunan ini mengindikasikan bahwa penduduk Indonesia beralih dengan cepat ke metode pembayaran lain seperti transfer ATM, potong pulsa, dan mobile banking.



4. Konsumen siap untuk berbelanja Gordon berlanjut dengan mengatakan: Pertengahan tahun 2000an, penduduk kelas menengah di China sudah cukup mapan untuk beralih membeli kebutuhan sampingan – sebelumnya hanya membeli kebutuhan pokok, tetapi tetap memperhatikan harga dan melakukan tawar-menawar. Konsumen tipe ini biasanya akan membeli rumah baru kemudian membeli banyak barang untuk mengisi rumah mereka. Pasar di Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang mirip dengan pasar China (tentunya sebanding dengan ukuran negaranya) yang mengalami pertumbuhan enam persen setiap



tahunnya. Pengeluaran sampingan pun sedang mengalami puncaknya. Dalam enam tahun kedepan, penduduk kelas menengah Indonesia akan mencapai angka 141 juta, berdasarkan laporan dari Boston Consulting Group.



5. Website marketplace bermunculan Di awal dan pertengahan tahun 2000an, sebagian besar model bisnis e-commerce yang digunakan di China adalah consumer-to-consumer (C2C), salah satu yang terkenal adalah Taobao milik Alibaba. Lalu pada tahun 2008, Alibaba melahirkan Tmall, dengan model bisnis business-to-consumer (B2C) untuk brand dan pedagang berskala besar. Penjualan Taobao tetap lebih besar dibandingkan dengan Tmall, tapi mulai terjadi pergeseran dimana konsumen lebih memilih berbelanja dari pedagang online besar. Model bisnis consumer-to-consumer serupa juga sedang terjadi di Indonesia, dan ada yang percaya bahwa websitemarketplace lokal yaitu Tokopedia akan menjadi Taobao-nya Indonesia, mengingat startup ini baru saja mendapatkan investasi sebesar Rp 1,2 triliun dari Sequoia Capital dan Softbank, dua investor awal Alibaba.



Namun, Lazada milik Rocket Internet bisa dibilang menjadi pesaing e-commerce B2B tangguh di Asia Tenggara dan bisa mendorong Indonesia menjadi pasar layaknya Tmall lebih cepat dibandingkan dengan Tokopedia. Pada akhir pekan lalu, Lazada mengumumkan telah mendapat pendanaan sebesar USD 250 juta (Rp 3 triliun), yang menandakan bahwa posisinya yang sudah kuat di wilayah ini akan semakin solid di masa mendatang.



Lima hal tersebut merupakan kesamaan pasar e-commerce Indonesia dan China. Lalu, apakah yang membedakan pertumbuhan e-commerce di China dan potensi pertumbuhan di Indonesia? Sampaikan pendapat Anda melalui kolom komentar di bawah.



10 tren e-commerce di Asia Tenggara tahun 2015



Felicia merupakan kepala corporate communications di aCommerce, sebuah perusahaan penyedia layanan e-commerce di Asia Tenggara.



Meskipun banyak langkah besar terjadi di ranah e-commerce Asia Tenggara pada tahun lalu, wilayah ini sebenarnya masih berada di awal perjalanan ritel online. Dengan pendanaan sebesar USD 249 juta (Rp 3,14 triliun) yang didapat SingPost dari Alibaba, USD 100 juta (Rp 1,2 triliun) yang didapat Tokopedia, dan dana USD 250 juta (Rp 3,15 triliun) yang dimiliki Lazada, Asia Tenggara menerima banyak sekali kucuran pendanaan.



Terlepas dari banyaknya dana, beberapa prediksi gagal membuahkan hasil. Mobile commerce, misalnya, tidak meledak seperti yang diharapkan. Bahkan setelah keberhasilan Line flash sale yang menjual habis barang secara online hanya dalam hitungan menit pada Januari 2014. Meskipun muncul sebagai saluran penjualan baru bagi banyak orang Asia Tenggara, banyak orang memang lebih cenderung melakukan browsing melalui gadget tapi hanya sedikit yang melakukan pembelian. Menurut pengamatan aCommerce, pasar Singapura sudah penuh dan negara tersebut tidak memberi keuntungan dibanding pasar lainnya, seperti Indonesia dan Thailand. Well, jangan terlalu condong pada masa lalu, kini sudah saatnya kita melihat ke depan. Kali ini saya akan menyuguhkan prediksi e-commerce di Asia Tenggara untuk tahun 2015. Artikel ini dibuat berdasar sumber-sumber primer (wawancara dengan investor dan eksekutif, serta data internal) dan sumber-sumber sekunder (berupa artikel dan laporan) dari Januari 2014 hingga Desember 2014. Baca juga: 5 alasan mengapa Indonesia harus meniru e-commerce China



1. Tahunnya merger dan akuisisi Jika 2014 merupakan tahun dimana banyak dana yang dikucurkan di Asia Tenggara, maka tahun 2015 akan menjadi tahun dimana startup mulai kehabisan tenaga atau kapasitas untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan organik yang besar di wilayah ini. Mengapa? Karena ritel business-to-consumer (B2C), khususnya di negara seperti Indonesia dan Filipina, membutuhkan banyak modal. Hal ini kemungkinan akan mendorong konsolidasi di ranah B2C pada tahun 2015 dan seterusnya. Kedua, dengan terus masuknya modal, perusahaan B2C diharuskan mempercepat pertumbuhan mereka dengan mengakuisisi atau merger dengan pemain lain di ranah ini. Ranah e-commerce B2C masih terfragmentasi tetapi pendatang awal seperti Lazada, dengan banyaknya dana, sudah memimpin di depan dan membuat kompetisi jauh lebih sulit bagi pemain yang lebih kecil. Aliansi akan terbentuk. Kita telah menyaksikan awal koalisi e-commerce di Thailand dengan perusahaan seperti Whatsnew, Wear You Want dan MOXY yang bekerja sama untuk tetap tetap bisa bersaing. Hanya menunggu hitungan waktu bagi mereka untuk berkonsolidasi. Contoh lainnya: Lazada merambah fashion dengan label LZD. Apa yang membuatnya tidak bergabung dengan Zalora? Bayangkan skala ekonomi dan penghematan yang bisa dilakukan,



karena jika bergabung maka hanya membutuhkan usaha marketing untuk satu website dan mengaktifkan hanya satu basis pengguna (keterangan: Lazada Thailand and Wear You Want adalah klien aCommerce. Wear You Want adalah anak perusahaan Ardent Capital). Dengan begitu banyak uang yang dikucurkan di pasar, pemain besar ingin melakukan pembelian. – Paul Srivorakul, Group CEO aCommerce dan executive chairman di Ardent Capital



2. Agensi digital akan beradaptasi atau punah Agensi pemasaran digital sudah tahu selama bertahun-tahun bahwa e-commerce adalah pasar booming yang masih terus berjuang mengembangkan produk dan layanan e-commerce untuk para klien. Agensi digital tidak memiliki struktur insentif, budaya, dan bakat yang tepat untuk membuat hal ini terjadi, sebagaimana yang diutarakan Sheji Ho dalam Reasons You Should Fire Your Agency. Agensi digital akan mencoba untuk mengatasi ini dengan berubah arah seperti yang dilakukan WPP di China dengan akuisisi perusahaan mitra Taobao – agensi yang mengelola dan mengoperasikan Taobao dan Tmall untuk brand seperti Nike dan L’Oreal. aCommerce menyaksikan ketika Huawei memilih divisi pemasarannya dibanding agensi tradisional lain, atau ketika Uber dan Kiehl’s bermitra dengan agensi pemasaran ini (keterangan: Kiehl’s merupakan klien end-to-end aCommerce). Tanpa mengubah DNA (model bisnis) mereka, agensi akan terus mengejar e-commerce unicorn, dan kehilangan bisnis mereka untuk agensi yang berfokus pada e-commerce seperti kami. – Sheji Ho, Group CMO aCommerce



3. Ranah marketplace akan makin sesak Terinspirasi oleh IPO Alibaba senilai USD 25 miliar (sekitar Rp 315,8 triliun), banyak perusahaan ingin mendirikan marketplace mereka sendiri. Selain pemain lama seperti Lazada dan Rakuten, kita akan melihat perusahaan telekomunikasi, perusahaan media, bank, serta retailer B2C memasuki ranah ini. Menurut CEO Lazada Max Bittner, 70 persen barang Lazada berasal dari penjual pihak ketiga. Perusahaan-perusahaan ini mencari cara tambahan untuk menghasilkan nilai dari basis pengguna mereka di luar value-added services (VAS)



biasa. Masuknya tambahan modal, yang paling terkenal adalah investasi dari Softbank ke Tokopedia, akan mengakibatkan persaingan yang sengit di ranah yang sudah sesak ini. Baca juga: 8 marketplace terbaik di Indonesia untuk membantu Anda berjualan online Seiring dengan semakin memanasnya model marketplace, brand harus mampu menerapkan pendekatan omni-channel dan customer-centric terhadap ritel dengan memastikan bahwa produk mereka tersedia di semua platform tersebut. Berinvestasi dalam aspek teknologi atau mitra untuk mendistribusikan produk secara lancar akan menjadi pembeda utama untuk kesuksesan para brand pada 2015. – Paul Srivorakul



4. E-commerce lintas negara akan semakin pesat berkat AEC Beberapa tren penting akan membantu mempercepat e-commerce lintas negara pada tahun 2015. Asean Economic Community (AEC) akan membuka perbatasan dan merangsang perdagangan di seluruh Asia Tenggara melalui kemampuan logistik yang lebih baik. Perusahaan seperti Amazon dan ASOS sudah melihat negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Thailand, dan Indonesia sebagai pasar mereka yang tumbuh tercepat di Asia. Sebagai contoh, ShopBop milik Amazon baru-baru ini melakukan promosi Black Friday/Cyber Monday lintas negara dengan Line dan aCommerce. AEC akan menjadi kekuatan untuk tren ini. Seiring stabilnya pasar China, perusahaan China seperti Alibaba dan JD kini melirik pasar Asia Tenggara untuk bertumbuh. Baru saja melakukan IPO dan mendapat uang yang banyak, memberikan tekanan [bagi perusahaan] untuk tumbuh lebih cepat. Berekspansi ke pasar lain adalah salah satu cara untuk melakukan hal ini dibanding berkutat di pasar China yang kejam. – Paul Srivorakul



5.



Evolusi



demografis:



entrepreneur



membanjiri pasar Asia Tenggara



asing



akan



Setelah China dan India, Asia Tenggara mungkin adalah pasar paling hot di Asia untuk tempat bekerja bagi pekerja di ranah e-commerce dan teknologi. Kita mulai melihat masuknya orang-orang yang tertarik dengan pasar e-commerce yang booming ini secara organik. Tahun lalu kita melihat lebih banyak entrepreneur asing ingin bekerja di Asia Tenggara, sedangkan di masa lalu kita harus secara aktif merekrut orang asing. Tren ini akan berlanjut pada tahun 2015 karena Eropa masih terus berjuang dan pemulihan ekonomi di AS masih akan berlangsung dalam beberapa tahun. Kucuran pendanaan, selain mengatasi permasalahan dalam hal kapasitas di pasar lokal, juga meningkatkan banyaknya talenta dan pencapaian, seperti yang telah dilakukan lulusan Rocket Internet dalam beberapa tahun terakhir, baik dalam bisnis mereka sendiri atau sebagai bagian dari bisnis orang lain.



6. Uber untuk logistik dan Uber untuk “ini” dan “itu” Uber seperti sebuah marketplace. Startup ini bisa dibilang sebagai crowdsourcing – menghubungkan pembeli dan penjual. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa Uber merupakan sebuah aplikasi dan 2015 akan menjadi tahun dimana Uber dan GrabTaxi akan lebih serius merambah bisnis logistik. Amazon sudah menguji pengiriman via Uber. Uber juga baru bermitra dengan Kiehl’s dan aCommerce untuk mendistribusikan produk Kiehl’s ke pengemudi Uber di Bangkok. Di Filipina, Uber bergabung dengan LBC Express, perusahaan kargo dan logistik terbesar Filipina, untuk memberikan hadiah Natal on-demand. Persaingan di ranah ini akan memanas. GrabTaxi beberapa waktu lalu mendapatkan pendanaan sebesar USD 250 juta (atau sekitar Rp 3,15 triliun) dari Softbank, sedangkan Uber memiliki dana sebesar USD 2,7 miliar (atau sekitar Rp 34,1 triliun) di pihaknya. Baca juga: Uber luncurkan layanan pengiriman logistik UberCargo Selain itu, Uber akan menerima USD 600 juta (Rp 7,58 triliun) dari Baidu untuk mendorong ekspansi Asia-nya. Semua dana tersebut pasti akan meningkatkan persaingan dalam bisnis booking taksi dan akan mempercepat inovasi di bidang lain seperti logistik dan pengiriman. Dengan infrastruktur logistik yang belum berkembang di sebagian besar Asia Tenggara, perusahaan seperti Uber dan GrabTaxi akan jauh lebih baik diposisikan untuk memberikan nilai lebih melalui layanan pengiriman di wilayah ini daripada di pasar asal mereka yang lebih maju seperti Amerika Serikat atau Malaysia.



Mereka sudah memiliki infrastruktur dan teknologi sehingga jika tidak ada cukup permintaan, mereka bisa mengisi waktu mereka dengan melakukan pengiriman, terutama ketika waktu jalanan sepi, seperti selama jam kerja. Sekarang Uber, GrabTaxi, dan Easy Taxi semua berlomba-lomba untuk menarik pelanggan yang sama. Pada titik tertentu mereka perlu mengembangkan pasar. – Peter Kopitz, Group COO aCommerce



7. Mobile commerce masih bermasalah dengan user experience 2014 membuktikan potensi dan memunculkan aplikasi untuk ‘mobile’ sebagai channel belanja di Asia Tenggara, yang sebagian besar dilakukan oleh aplikasi chatting Line. Aplikasi ini memasuki ranah mobile commerce dengan tajuk promosi seperti Line flash sale melalui kerjasama dengan aCommerce. Perusahaan yang berbasis di Jepang ini juga baru saja meluncurkan marketplace mobile consumer-to-consumer (C2C) yang disebut Line Shop. Dengan peluncuran Line Pay dan pembayaran mobile lainnya memasuki pasar, tingkat konversi mobile akan meningkat. Namun kami memperkirakan bahwa mobile commerce masih beberapa tahun lagi untuk bisa menyalip desktop. Pada bulan Februari ketika kami melakukan studi kasus tentang mobile commerce, kami menemukan bahwa penggunaan utama mobile adalah untuk browsing. 89 persen pengguna Line melakukan browsing di mobile tetapi hanya 56 persen dari seluruh transaksi di Thailand yang benar-benar membeli. 10 bulan kemudian saat meninjau data klien kami, proyeksi mobile tetap sangat kecil. Untuk klien besar kami, transaksi mobile masih stabil di angka 10 persen dari total transaksi dalam 30 hari terakhir, meskipun memiliki website yang mobile responsive. Awal tahun ini, jurnalis Jon Russell menyatakan pendapatnya tentang tren mobile commerce: “Ini […] menantang keyakinan bahwa mobile commerce sudah menyaingi e-commerce. Tren tersebut bisa terjadi di masa depan, karena penetrasi smartphone terus bertumbuh, tetapi tidak untuk sekarang.” Alasan utamanya adalah user experience di mobile belum dioptimalkan untuk aktivitas belanja dan retailer baru di tahun ini tidak akan langsung mengembangkan aplikasi.



aCommerce menemukan bahwa banyak brand yang memilih e-commerce melalui desktop dan website mobile responsive daripada mengembangkan sebuah aplikasi yang mahal. Tapi meskipun desktop mungkin masih dominan dibanding mobile, perusahaan diminta untuk mengambil keputusan strategis jangka panjang dan memulai berinvestasi di ranah mobile saat ini, apakah itu membuat website yang mobile responsive atau membuat aplikasi mobile. Ada banyak kesempatan untuk bertumbuh di sini. Asia Tenggara merupakan pasar yang mobile-first dan agar tetap bisa bersaing kami perlu strategi mobile-only. – investor potensial yang tengah melirik Asia Tenggara, Desember 2014.



8. E-commerce B2B akan menjadi tren Setelah lama dibayangi oleh kepopuleran model e-commerce business-to-consumer (B2C), business-to-business (B2B) akan berjaya pada tahun 2015. Investor dan perusahaan akan mulai serius dan menyadari bahwa B2C, meskipun masih sangat hot, harus menghadapi persaingan yang ketat dan memiliki margin yang sedikit, terutama di pasar negara berkembang dimana sebagian besar produk terlaris merupakan produk konsumen bermargin rendah seperti barang elektronik dan ponsel. B2B tidak akan membantu Anda mendapatkan banyak pelanggan tetapi akan membuat Anda mendapat banyak pendapatan. Di China misalnya, semua orang berbicara tentang Tmall dan JD serta B2C yang terus bertumbuh tetapi hampir tidak ada orang berbicara tentang B2B. Padahal B2B menyumbang lebih dari 75 persen total nilai barang bruto (GMV) e-commerce di China, dimana dua pertiganya berasal dari UKM B2B. Dan bukan hanya pasar negara berkembang yang berfokus pada B2B. Bos Amazon Jeff Bezos berinvestasi sebesar USD 8 triliun di AmazonSupply, lengan bisnis B2B Amazon yang menargetkan model bisnis yang tidak seksi tapi sangat menguntungkan ini. Klien e-commerce B2C kami terus meminta kami untuk [membuka] toko online B2B. Kami melihat ini sebagai kesempatan besar. – Paul Srivorakul



9. Cash on Delivery (COD) masih merajai Asia Tenggara



COD menyelesaikan dua masalah terbesar pembeli online di Asia Tenggara, yaitu penipuan produk dan pembayaran. Sebagian besar konsumen masih takut memberikan informasi kartu kredit atau kartu debit mereka secara online. Mereka juga khawatir tidak menerima barang yang telah mereka beli. Selain itu, banyak konsumen tidak memiliki kartu kredit, dan uang tunai tetap menjadi pilihan pembayaran mereka. Semua masalah tersebut ditambah dengan sulitnya penanganan pembayaran melalui transfer bank dan ATM, pembayaran di counter, dan Paypal, membuat tingginya tingkat pembatalan. Ini membuat COD menjadi pilihan yang paling diandalkan. Sekitar 70 persen pesanan secara online di sebagian besar negara di Asia Tenggara adalah melalui COD. Tarif pembatalan untuk pembayaran melalui counter, transfer bank dan atm adalah antara 50 sampai 70 persen, sedangkan COD hanya 5 hingga 8 persen. Untuk memenangkan e-commerce di Asia Tenggara, perusahaan perlu menerapkan cash on delivery, tidak peduli bagaimanapun sulitnya. Sama seperti same day delivery yang diterapkan Jeff Bezos di Amazon, COD merupakan standar layanan yang diperlukan untuk pasar kita. – Paul Srivorakul



10. Pengiriman menggunakan drone akan terjadi Tidak. Baca juga: 5 model bisnis e-commerce di Indonesia Artikel ini pertama kali dipublikasikan di blog aCommerce. (Diedit oleh Lina Noviandari dan Elfa Putri) Sumber : https://id.techinasia.com/tren-ecommerce-asia-tenggara-2015



\