Pertelaan Jenis Pohon Koleksi Arboretum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...

Table of contents :
Cover Arboretum 1.pdf
KATA PENGANTAR-arboretum.pdf
DAFTAR ISI.pdf
KOLEKSI POHON BPTA1-267.pdf
KOLEKSI POHON268-533.pdf
Cover Arboretum 2.pdf

Citation preview

Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



KATA PENGANTAR



Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkaitangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.(Qs.Al An’am : 99)



Halaman



Dua arti petikan dari ayat suci Al-Qur’an tersebut menandakan bahwasanya segala sesuatu yang berlaku di dunia ini sedikitpun tak luput dari pencermatan sang Khalik dan lagi-lagi menunjukkan bahwa umat manusia alangkah kecilnya dihadapanNya, maka puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas usaha pembuatan Buku Pertelaan Jenis Pohon Arboretum Kantor Balai Penelitian Teknologi Agroforestry sekaligus merupakan revisi terhadap booklet tentang arboretum yang terbit tahun 2008. Ditinjau dari keberadaannya, arboretum itu sendiri mempunyai peran strategis dari segi konservasi jenis, sumber plasma nutfah (ex situ), fungsi lingkungan dan pendidikan/wisata edukasi. Berdasarkan inventarisasi ulang yang dilakukan pada tahun 2012, koleksi tanaman arboretum BPTA terdapat 135 jenis dari 48 marga dan 1793 individu pohon. Dari ke 135 jenis tersebut terdapat 9 jenis tumbuhan langka dan terancam punah dan sudah masuk dalam daftar Appendix II CITES, seperti : (1) gandaria (Bauea marcrophylla Griffith), tumbuhan ini sekaligus merupakan tanaman identitas Propinsi Jawa Barat; (2). Matoa (Pometia pinnata J.R. & G.Forst.);



i



Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.(Qs.An Nahl:10-11).



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



(3).kepuh (Sterculia foetida L.); (4). picung (Pangium edule Reinw.); (5). sawo kecik (Manilkara kauki Dub.); (6, 7, 8 dan 9). pohon inang penghasil gaharu yang di daerah dikenal dengan nama : Ahir, karas, gaharu, garu, halim, kereh, garu tulang, mengkaras atau seringak, yaitu : Aquilaria malaccensis; Aquilaria microcarpa; Gyrinops versteegii Domke. dan Aquilaria beccariana. Disamping kesembilan jenis tumbuhan langka tersebut terdapat juga tumbuhan lain yang sering ditemui mengisi tegakan hutan rakyat yang dipola agroforetrykan, tanaman pengisi lanskap hutan kota dan ruang terbuka hijau (RTH) serta tumbuhan berguna lainnya, maka dengan adanya buku ini dianggap penting guna menjelaskan mengenai pertelaan jenis pohon koleksi yang tumbuh di areal arboretum dan lingkungan kantor Balai Penelitian Teknologi Agroforestry beserta manfaatnya. Pertelaan setiap jenis pohon koleksi yang komprehensif akan memudahkan pembaca, pengguna dan pemerhati untuk mempelajarinya. Akhirnya, kami ucapkan apresiasi yang tinggi terhadap penulis dan semua pihak yang telah berusaha keras untuk menyusun buku ini. Besar harapan, buku ini dapat bermanfaat bagi para praktisi, pengajar, pelajar dan pengguna lainnya dalam upaya pengenalan jenis pohon tanaman koleksi Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman



Ir.Harry Budi Santoso MP. NIP. 19590927 198703 1 002



ii



Ciamis, Juni 2012 Kepala Balai



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



D A FT A R I SI



KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. KEADAAN UMUM A. Sejarah B. Lokasi



i iii 1 3 3 3



III. INVENTARISASI A. Metode B. Analisa Data 1. INP (Indeks Nilai Penting) 2. Indeks Keragaman Jenis



5 5 5 5 7



IV. HASIL PENGAMATAN A. Jumlah Jenis B. Tingkat Pertumbuhan 1. Tingkat Pancang 2. Tingkat Tiang 3. Tingkat Pohon C. Dominansi Jenis 1. INP Tingkat Pancang 2. INP Tingkat Tiang 3. INP Tingkat Pohon



8 8 11 11 12 13 14 14 19 21



V. PERTELAAN JENIS



25



1. 2. 3. 4. 5. 6.



25 29 33 37 40 44



Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Agatis (Agathis loranthifolia Salisb.) Alpukat (Persea Americana P.Mill.) Akasia Mangium (Acacia mangium Willd.) Akasia Formis (Acacia auriculiformis Acunn.) Akasia Krasikarpa (Acacia crasicarpa Acunn. Ex Benth.)



Halaman iii



Halaman



7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44.



Angsana (Pterocarpus indicus Wiild.) Ares (Duabanga moluccana Bl.B.) Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Asam Koranji (Pithecelobium dulce [Roxb.]Benth.) Balsa (Ochroma lagopus Swartz) Belimbing (Averrhoa carambola L.) Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L.) Beunying (Ficus fistulosa Reinw.) Beringin (Ficus benjamina L.) Bintinu (Melochia umbellate [Houtt.] Stapf.) Bisbul (Diospyros blancoi A.DC.) Borogondolo (Hernandia peltata Meissn.) Bunga Kupu-kupu (Bauhinia purpurea L.) Bungur (Lagerstromia speciosa Auct.) Buni (Antidesma bunius [L.] Spreng) Caruy (Pterospermum javanicum Jungh.) Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) Cemara Kipas (Thuja occidentalis L.) Cemara Pensil (Cupressus sempervirens) Cempedak (Artocarpus champeden [Spreng] L.) Cendana (Santalum album L.) Cenkih (Syzygium aromaticum [L.]Merr.LM.Perry) Ceremai (Phyllanthus acidus L.Skells.) Cimarrona (Annona Montana) Cengal (Hopea sangal Korth.) Dadap Cangkring (Erithrina lithosperma Miq.) Dukuh (Lansium domesticum Corr.) Durian (Durio zibethinus Murr.) Duwet (Syzygium cuminii [L.] Skells) Eboni (Diospyros celebica) Filisium (Filicium decipiens Thw.) Flamboyan (Delonix regia) Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Galinggem (Bixa orellana L.) Gamal (Grilicedia sepium [Jacq.] Kunth. Ex Wallp.) Gandaria (Bouea macrophylla Griffith) Ganitri (Elaeocarpus ganitrus Roxb.) Gayam (Inocarpus fagifer Forst.)



47 53 56 60 63 69 73 77 79 82 84 87 89 91 94 98 102 106 108 110 114 119 122 124 126 129 132 139 143 147 152 155 159 163 167 170 174 176



Halaman iv



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82.



Gelodokan (Polyanthia longifolia Sonn) Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Heras (Vitex pubescens Vahl) Jabon (Neolamarckia cadamba [Roxb.] Bosser) Jambu Air (Eugenia equea Burm.F) Jambu Batu (Psidium guajava L.) Jambu Bol (Syzygium malaccense [L.] Merr. & Perry) Jambu Kopo (Syzygium cimosum [Lam.] DC.) Jambu Monyet (Anacardium occidentale L.) Jati (Tectona grandis L.f.) Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) Johar (Cassia siamea Lamk.) Joho (Terminalia bellirica [Gaertn.] Roxb. Kanyere (Bridelia monoica Merr.) Karet (Hevea brasilinsis [Muell.] Arg.) Karet Kebo (Ficus elastic Roxb. Ex Hornem) Kareumbi (Homalanthus populneus [Giesel]Pax. Kayu Manis (cinnamomum burmannii Ness & Th.) Keben (barringtonia asiatica Kurz.) Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) Kedawung (Parkia javanica [Lam.]Merr. Kedondong (Spondias dulcis Forst.) Kemenyan (Styrax benzoin Dryand.) Kemiri (Aleurites moluccana [L.] Willd. Kenari Jawa (Canarium commune L.) Kepel (Stelechocarpus burahol [Bl.] Hook.f. & Th.) Kepuh (Sterculia foetida L.) Kersen (Muntingia calabura L.) Ki Acret (Spathodea campanulata Beauv.) Ki Hiyang (Albizia procera [Roxb.] Benth.) Ki Hujan (Samanea saman [Jack.] Merr. Ki Malaka (Phyllanthus emblica L.) Ki Putri (Podocarpus neriifolius D.Don) Ki Semir (Hura crepitans L.) Ki Sereh (Cinnamomum porrectum Roxb. Oesterman) Ki Teja (Cinnamomum iners Reinw. Ex. Bl.) Ketapang (Terminalia catappa L.) Kupa (Syzygium polycephalum [Miq.] Merr. & Perry)



184 188 192 196 201 204 209 212 214 218 221 224 228 231 233 236 239 241 245 249 253 255 259 262 267 270 273 276 280 283 285 288 291 294 297 303 304 308



Halaman v



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120.



Kokosan Monyet (Dysoxylum caulostachyum Miq.) Lame (Alstonia scholaris L.R.Br.) Lampeni (Ardisia elliptica Thunberg.) Leci (Litchi chinensis Sonn.) Lengkeng (Euphoria longana [Lour.] Steud.) Mahang Mara (Macaranga tanarius [L.] MA.) Mahoni Afrika (Khaya anthotheca CD.C.) Mahoni Daun Kecil (Swietenia mahagoni [L.] Jacq.) Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) Mangga (Mangifera indica L.) Manglid (Manglietia glauca Bl.) Marasi (Hymenaea courbaril L.) Matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst.) Melinjo (Gnetum gnemon L.) Menteng (Baccaurea racemosa [Reinw]Muell. Arg.) Meranti Merah (Shorea ovalis [Kort.] Bl.) Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.) Meranti Bapa (Shorea selanica [DC.] Blume) Mersawa (Hopea odorata Roxb.) Mimba (Melia azedarach L.) Namnam (Cynometra cauliflora L.) Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Pace (Morinda citrifolia L.) Pala (Myristica fragrans Houtt.) Pansor (Ficus callosa Willd.) Petai (Parkia speciosa Hask.) Petai Cina (Leucaena leucocephala L.) Peusar (Artocarpus rigidus Blume) Picung (Pangium edule Reinw.) Pinus (Pinus merkusii Jung de Vriese) Puspa (Schima wallichii [DC.] Korth.) Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Randu (Ceiba petandra L.Gaertn.) Rasamala (Altingia excels Noronha.) Salam (Eugenia polyantha W.) Salamander (Grevilea robusta A.cunn.) Sawo Biasa (Achras zapota L.)



310 313 316 318 320 322 326 330 334 338 345 348 352 356 359 362 363 368 371 375 380 384 389 391 394 396 402 411 416 418 422 427 430 438 442 446 451 455



Halaman vi



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Sawo Duren (Chrysophyllum cainito L.) Sawo Kecik (Manilkara kauki Dub.) Sirsak (Annona muricata L.) Sengon (Paraserianthes moluccana) Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb.) Sungkai (Peronema canescens Jack.) Suren (Toona sureni [Blume] Merr.) Suren Honduras (Cedrela Mexicana M.Roem) Sukun (Artocarpus communis Forst.) Srikaya (Annona squamosa L.) Tanjung (Mimusops elengi L.) Tabebuya (Tabebuia spp.) Tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb. ex. Hornem) Waru Gunung (Hibiscus similis Bl.) Waru Laut (Thespesia populnea [L.] Soland.ex. Correa)



PENUTUP PUSTAKA ACUAN



458 461 463 473 484 487 493 497 500 507 510 513 531 534 537 540 542



Halaman vii



121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



PERTELAAN JENIS POHON ARBORETUM BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI AGROFORESTRY Oleh : Anas Badrunasar Yayang Nurahmah



Arboretum adalah koleksi berbagai pohon atau beberapa spesies terpilih yang dibangun/ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan (Anonim, 2011 dan 2007). Arboretum dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari ruang terbuka hijau (RTH), berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tanggal 28 Mei 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan terminologi tersebut di atas, maka arboretum Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPTA), dirancang membentuk suatu ekosistem buatan menyerupai hutan rakyat yang sekaligus dapat dikategorikan sebagai RTH privat. Letak Arboretum BPTA dari pusat kota Ciamis sejauh 4 km, dan posisinya di jalur utama jalan propinsi (jalur Selatan) yang menghubungkan Jawa Barat ke Jawa Tengah, sehingga keberadaan Arboretum ini berkontribusi positip terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil



Halaman 1



I. PENDAHULUAN



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 2



inventarisasi secara sensus terdapat 1793 batang yang terdiri dari 135 jenis vegetasi bentuk pohon dengan 48 marga. Jika menilik pada pemanfaatan akhir dari jenis-jenis kayu tersebut dimasyarakat, kebanyakan dapat dimanfaatkan dan laku dijual ke industri pengolahan kayu maupun digunakan langsung oleh masyarakat, selain itu jenis-jenis pohon penyusun arboretum BPTA mempunyai multi fungsi, selain sebagai contoh jenis pohon konservasi baik pada hutan kota, RTH, maupun sebagai jenis penyusun hutan tanaman pola agroforestry yang manfaatnya selain dari kayunya juga ada beberapa jenis tanaman dapat menghasilkan hasil hutan bukan kayu (HHBK), baik berupa buah yang dapat dikonsumsi langsung atau melalui proses lanjutan, bunga, getah dan bagian tanaman lainnya yang dapat dimanfatkan sebagai bahan baku obat herbal dan bahan baku industri.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



II. KEADAAN UMUM A. Sejarah



B. Lokasi Arboretum BPTA secara administratif pemerintahan berada di Desa Pamayalan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Secara geografis terletak di antara 108˚23’ BT dan 7˚19’ LS.



Halaman 3



Arboretum Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPTA) Ciamis mulai dirintis pada tahun 2003 bertepatan dengan serahterima dari Balai Pengelolaan DAS Citanduy-Cisanggarung (UPT Ditjen RLPS) kepada Badan Litbang Kehutanan untuk dijadikan salah satu UPT Litbang dengan nama Loka Litbang Hutan Monsoon. Penataan arboretum mulai intensif semenjak kantor ditingkatkan statusnya dari eselon IV menjadi eselon III, yaitu menjadi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis (BPKc) pada tahun 2006, sesuai dengan Permenhut No.P.31/Menhut-II/2006. Pada tahun 2011 kantor BPKc berubah lagi namanya menjadi Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPTA) sesuai dengan Permenhut No.P28/Menhut-II/2011 tanggal 20 April. 2011. Pada tahun 2008 telah terbit untuk pertamakali booklet tentang arboretum (masih BPKc) yang isinya menjelaskan tentang maksud dan tujuan dibangunnya arboretum serta jenis-jenis koleksi tanamannya. Sejalan dengan perjalanan waktu, keadaan arboretum mulai berubah dalam hal komposisi jenis maupun jumlahnya, sehingga dipandang perlu untuk menginventarisasi ulang, sehingga pada tahun 2012 akhir, pekerjaan inventarisasi ulang tersebut telah selesai dikerjakan dan hasilnya dituangkan dalam bentuk buku. Dari hasil inventarisasi ulang diperoleh data jumlah jenis pohon koleksi sebanyak 135 jenis dari 1793 total individu, sementara pada tahun 2008 hanya terdapat 84 jenis dari total individu sebanyak 592 batang. Dewasa ini arboretum menempati areal seluas kurang lebih 1,5 ha terbagi dalam 10 blok, dimana setiap blok ditanam jenis-jenis tertentu.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 4



Ketinggian tempat 110 m dpl dengan curah hujan rata-rata 1.647 o mm/tahun dengan suhu rata-rata harian 35 C, topografi datarsampai bergelombang, jenis tanah Tipic Hapludults Ultisol (USDA) dengan bahan induk tuf dan breksi (tua) (Mile dan Siarudin, 2007).



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



III. INVENTARISASI A. Metode Inventarasi dilakukan secara sensus (100%), hal ini dilakukan karena beberapa hal sebagai berikut : (i). Areal arboretum tidak begitu luas, hanya 1,5 ha; (ii) arealnya mudah dijangkau, karena berada di lingkungan kantor BPTA; (iii). Untuk mengetahui sebaran dan jumlah tiap jenis secara akurat. Inventarisasi di fokuskan pada vegetasi berhabitus pohon dan untuk tingkat semai, hanya jenisjenis tertentu saja yang secara periodik telah berbuah beberapa kali. Kriteria tingkat pertumbuhan mengikuti kaidah yang dikemukan oleh Soerianegara dan Indrawan (2005), yaitu sebagai berikut : -



-



semai adalah anakan pohon dengan tinggi kurang dari 1,5 meter, pancang pohon muda dengan tinggi diatas 1,5 meter dan diameternya kurang dari 10 cm, tiang pohon dewasa dengan diameter antara 10-20 centimeter, serta pohon adalah pohon desawa dengan diameter lebih dari 20 centimeter. Semua spesies pohon yang terdapat di dalam plot pengamatan diidentifikasi nama lokal dan nama ilmiahnya Untuk tingkat semai dan pancang data yang dicatat meliputi nama spesies dan jumlah individu, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon diukur juga diameternya



B. Analisis Data



1. INP (Indeks Nilai Penting) Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam



Halaman 5



Data hasil inventarisasi dan pengukuran vegetasi dari lapangan kemudian dianalisis untuk mengetahui kendudukan suatu jenis dalam komunitas melalui rumus perhitungan, sebagai berikut :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR), (Mueller-Dombois and Ellenberg, 1974; Soerianegara dan Indrawan, 2005). - INP untuk tingkat semai dan pancang dihitung dengan rumus : INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif



- INP untuk tingkat tiang dan pohon dihitung dengan rumus : INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominasi Relatif



-



Untuk perhitungan kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, Dominasi relatif digunakan persamaan sebagai berikut : Kerapatan =



Jumlah Individu suatu contoh Luas contoh



Kerapatan relatif =



Frekuensi =



Halaman 6



x 100%



Jumlah total plot contoh



Jumlah Plot ditemukan Jenis Jumlah total plot contoh



Frekuensi relatif =



Dominansi =



Jumlah dari Individu suatu contoh



Frekuensi suatu jenis individu



x 100%



Total jumlah frekuensi



Jumlah lbds suatu jenis



Dominansi relatif =



Luas plot contoh



Jumlah lbds suatu jenis Total Jumlah lbds suatu jenis



x 100%



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



2. Indeks Keragaman Jenis Keragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Keanekaragaman jenis ditentukan mengunakan rumus Indeks Keanekaragaman ShannonWiener (Magurran 1988) sebagai berikut :



H’ = -((i.Ini)) atau



H=-



Si = Dimana : H Si i ni N







ni N



Log



ni ] N



ni (ni - 1) N (N - 1)



= Indeks keanekaragaman Shanon = Indeks keanekaragaman Simpson = adalah proporsi jumlah individu suatu spesies terhadap jumlah individu seluruh spesies = Jumlah INP suatu spesies = Jumlah INP semua tumbuhan



Halaman 7



Besaran H` < 1,5 menunjukkan keanekaragaman jenis rendah, H` antara 1,5 – 3,5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H` > 3,5 menunjukkan keanekaragaman tinggi (Michell, 1995)



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



IV.



HASIL PENGAMATAN



A. Jumlah Jenis Jumlah jenis pohon yang mengisi lanskap Arboretum dan lingkungan kantor BPTA terdapat 1793 batang yang terdiri dari 135 jenis dari 48 marga. Dari 135 jenis tersebut terdapat delapan jenis pohon dominan, jenis-jenis tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut : Gmelina arborea Roxb. sebanyak 262 batang, Swietenia macrophylla King. sebanyak 112 batang, Paraserianthes moluccana 106 batang, Toona surenii Merr. sebanyak 75 batang, Peronema canescens sebanyak 64 batang, Elaeocarpus ganitrus Roxb. sebanyak 62 batang, Tectona grandis L.F. sebanyak 60 batang dan terakhir Pterocarpus indicus Willd. sebanyak 45 batang. Jumlah keseluruhan untuk masing-masing jenis yang terdapat dalam lanskap arboretum BPTA seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah individu tanaman koleksi Lanskap Arboretum BPTA Tahun 2012



Halaman 8



No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25



Nama Daerah Afrika Agathis Alpukat Akasia Akor Akasia Mangium Akasia Krasikarpa Angsana Ares Asem Jawa Asem Koranji Balsa Belimbing Belimbing Wuluh Beunying Beringin Bintinu Bisbul Borogondolo Bunga Kupu-kupu Bungur Buni Cayur Cemara Laut Cemara Kipas Cemara Pinsil



Nama Ilmiah Maesopsis eminii Engl. Agathis loranthifolia Salisb. Persea americana Mill. Acacia auriculiformis A.cunn. Ex Benth. Acacia mangium Willd. Acacia crasicarpa A.cunn. Ex Benth. Pterocarpus indicus Willd. Duabanga moluccana Bl.B Tamarindus indica L. Pithecelobium dulce(Roxb.) Bent. Ochroma lagopus SW. Averrhoa carambola Averrhoa bilimbi L. Ficus fistulosa Reinw. Ficus benjamina L. Melochia umbellata (Houtt.) Stapf. Diospyros blancoi A.DC. Hernandia peltata Bauhinia purpurea L. Lagerstroemia speciosa Auct. Antidesma bunius (L.) Spreng. Pterospermum javanicum Jung. Casuarina equisetifolia L. Thuya orientalis L. Juniperus siensis L.



Famili Rhamnaceae Araucariaceae Lauraceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae Papilionaceae Sonneratiaceae Fabaceae Fabeceae Bombacaceae Oxalidaceae Oxalidaceae Moraceae Moraceae Sterculiaceae Ebenaceae Hernandiaceae Lythraceae Lythraceae Euphorbiaceae Sterculiaceae Casuarinaceae Cupressaceae Cupressaceae



Jumlah 25 14 4 2 16 2 45 1 13 9 4 2 10 1 3 6 13 4 25 13 23 12 5 1 4



26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81



Cempedak Cendana Cengkih Ceremai Cimarrona Cengal Dadap Cangkring Dukuh Durian Duwet Eboni Filisium Flamboyan Gaharu Galinggem Gamal Gandaria Ganitri Gayam Gelodogan Gmelina Heras Jabon Jambu Batu Jambu Bol Jambu Kopo Jambu Monyet Jati Jengkol Johar Joho Kanyere Karet Karet Kebo Kareumbi Kayu Manis Keben Kecapi Kedawung Kedondong Kemenyan Kemiri Kenari Kepel Kepuh Kersen Ki Acret Ki Hiyang Ki Hujan Ki Malaka Ki Putri Ki Sawo Ki Semir Ki Sereh Ki Teja Ketapang



Artocarpus champenden L. Santalum album L. Syzygium aromaticum L Phyllanthus acidus L. Skells. Annona Montana Hopea sangal Korth Erythrina variegate L Lansium domesticum Corr. Durio zibethinus Morr. Syzygium cuminii (L.) Skell. Diospiros celebica Filicium decipiens Thw. Delonix regia Aquilaria malaccensis Lamk. Bixa orellana L. Grilicedia sepium (Jack.)Kunth.ex wallp. Bouea macrophylla Grifith. Elaeocarpus ganitrus Roxb. Inocarpus edulis Fors. Polyalthia longifolia Sonn. Gmelina arbora Roxb. Pitex pubescens Vahl. Neolamarckia cadamba [Roxb.) Bosser Psidium guajava L. Syzygium malaccense [L.]Merr.&Perry Syzygium cymosum [Lam.] DC. Anacardium occidentale L. Tectona grandis L.F. Pithecollobium lobatum Benth Cassia siamea Lamk. Terminalia bellirica [Gaertn.) Roxb. Bridelia monoica Merr. Hevea brasiliensi [Muell.) Arg. Ficus elastica Roxb.ex Hornem Homalanthus populneus Cinnamomum burmannii Nees & TH. Barringtonia asiatica Kurz. Sandoricum koetjape Merr. Parkia javanica (Lam.) Merr. Spondias dulcis Forst. Styrax benzoin Dryan. Aleurites moluccana (L.) Willd. Canarium indicum Stelechocarpus burahol [Bl.] Hook. F&Th. Sterculia foetida L Muntingia calabura L. Spathodea campanulata Beauv Albizia procera Samanea saman(Jacq.) Merr. Phyllanthus emblica L. Podocarpus neriifolius D.Don Manilkara sp. Hura crepitans L Cinnamomum porrectum Roxb.Oesterman Cinnamomum iners Reinw. Ex. Bl. Terminalia catappa L.



Moraceae Santalaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Annonaceae Dipterocarpaceae Papilionaceae Meliaceae Bombacaceae Myrtaceae Sapotaceae Sapindaceae Fabaceae Thymelaeaceae Bixaceae Fabaceae Anacardiaceae Elaeocarpaceae Myrtaceae Annonaceae Verbenaceae Verbenaceae Rubiaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Anacardiaceae Verbenaceae Fabaceae Fabaceae Combretaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Moraceae Moraceae Lauraceae Lecytthidaceae Meliaceae Fabaceae Anacardiaceae Styracaceae Euphorbiaceae Burseraceae Annonaceae Sterculiaceae Elaeocarpaceae Bignoniaceae Fabaceae Fabaceae Euphorbiaceae Podocarpaceae Sapotaceae Euphorbiaceae Lauraceae Lauraceae Combretaceae



1 2 8 1 1 6 6 1 15 6 5 6 27 10 5 9 2 62 6 29 262 10 5 4 1 1 3 60 11 3 5 2 1 2 1 3 3 5 1 1 2 2 1 19 6 3 17 2 20 10 16 1 6 11 2 24



Halaman 9



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 10



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135



Kupa Kokosan Monyet Lame Lampeni Leci Lengkeng Mahang Mara Mahoni Afrika Mahoni Daun Kecil Mahoni Daun Lebar Mangga Mangglid Marasi Matoa Melinjo Menteng Meranti Merah Meranti Tembaga Meranti Bapa Mersawa Mimba Namnam Nangka Nyamplung Pace Pala Pansor Petai Petai Cina Peusar Picung Pinus Puspa Rambutan Randu Rasamala Salam Salamander Sawo Biasa Sawo Duren Sawo kecik Sirsak Sengon Sono Keling Sungkai Suren Suren Honduras Sukun Srikaya Tanjung Tabebuya Tisuk Waru Gunung Waru Laut



Eugenia polycephala Miq. Dysoxylum caulostachyum Miq. Alstonia scholaris R.Br. Ardisia elliptica Thunberg. Litchi chinensis Sonn. Euphoria longana(Lour.)Steud. Macaranga tanarius [L.] MA. Kyaya anthotheca Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Swietenia macrophylla King Mangifera indica Manglietia glauca Bl. Hymenaea courbaril L. Pometia pinnata JR. & G.Forst. Gnetum gnemon Baccaurea racemosa [Reinw.] Muell.Arg. Shorea ovalis [Kort.] Bl. Shorea leprosula Miq. Shorea selanica [DC.] Blume Hopea odorata Roxb. Melia azedarach L. Cynometra cauliflora L. Artocarpus heterophyllus Lam. Calophyllum inophyllum L. Morinda citrifolia L. Myristica fragrans Houtt. Ficus callosa Willd. Parkia speciosa Hassk. Leucaena leucocephala L. Artocarpus rigidus Bl. Pangium edule Reinw. Pinus merkusii Jungh & De Vr. Schima wallichii (DC.)Korth. Nephelium lappaceum L. Ceiba petandra L.Gaertn Altingia excelsa Noronha Eugenia polyantha W. Grevillea robusta A.Cunn Achras zapota L. Chrysophyllum cainito L. Manilkara kauki (L.) Dubard. Annona muricata L. Paraserianthes moluccana Dalbergia latifolia Peronema canescens Jack. Toona surenii Merr. Toona sp. Artocarpus communis Forst. Annona squamosa L. Mimusops elengi L. Tabebuiea crisorthica Hibiscus macrophyllus Roxb. Ex. Hornem Hibiscus similis Bl. Thespesia populnea Soland



Myrtaceae Meliaceae Apocynaceae Myrsinaceae Sapindaceae Sapindaceae Euphorbiaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Anacardiaceae Magnoliaceae Fabaceae Sapindaceae Gnetaceae Euphorbiaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Meliaceae Fabaceae Moraceae Clusiaceae Rubiaceae Myristicaceae Moraceae Fabaceae Fabaceae Moraceae Flacortiaceae Pinaceae Theaceae Sapindaceae Malvaceae Hamamelidaceae Myrtaceae Protecaceae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Annonaceae Fabaceae Papilionaceae Verbenaceae Meliaceae Meliaceae Moraceae Anonaceae Sapotaceae Bignoniaceae Malvaaceae Malvaaceae Malvaceae



1 1 10 12 3 8 1 26 17 112 21 20 5 6 5 3 5 7 9 15 7 5 36 9 5 23 21 7 7 4 17 2 26 8 1 1 5 2 3 1 3 106 1 64 75 2 4 7 3 6 6 6 4



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



B. Tingkat Pertumbuhan Tingkat pertumbuhan akan menggambarkan berbagai penotife jenis pohon dan daya adaptibilitas suatu jenis di arboretum BPTA. Tahun tanam bisa sama tapi tingkat pertumbuhan akan berlainan sesuai dengan karakter masing-masing jenis. Tingkat pertumbuhan yang disajikan mulai dari tingkat pancang, tiang dan pohon untuk setiap jenis. 1. Tingkat Pancang



Halaman 11



Tingkat pancang yang mengisi lanskap arboretum BPTA terdapat 953 batang atau 53,24% dari total tingkat pertumbuhan tanaman pengisi lanskap arboretum BPTA, meliputi 115 jenis atau 85,18 % dari total jenis. Dari 115 jenis tersebut terdapat tujuh jenis tingkat pancang dominan, jenis-jenis tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut : Gmelina arborea Roxb. sebanyak 108 batang, Peronema canescens sebanyak 64 batang, Tectona grandis L.F. sebanyak 39 batang, Calophyllum inophyllum L. sebanyak 36 batang, Paraserianthes moluccana sebanyak 36 batang, Elaeocarpus ganitrus Roxb. sebanyak 34 batang dan terakhir Swietenia macrophylla King. sebanyak 33 batang. Jumlah tingkat pancang untuk masing-masing jenis yang terdapat dalam lanskap arboretum BPTA seperti terlihat pada gafik 1.



Halaman 12



A. crasicarpa, 1 A. mangium, 2 M. eminii, 17 A. damara, 14 P. indicus, 21 T. indica, 11 P. dulce, 8 O. lagopus, 4 A.carambola, 1 F. bejamina, 2 F. fistulosa, 1 M.umbellata, 3 H. peltata, 4 H. crepitans, 3 L. speciosa, 4 A. bunius, 22 A. bilimbi, 4 P. javanicum, 8 C. equisetifolia, 2 C. siensis, 3 S. album, 1 S. aromaticum, 8 P. acidus, 1 C. papuanus, 2 E. variegate, 5 L. domisticum, 1 D. zibethinus, 11 S. cuminii, 6 D. celebica, 5 F. decipiens, 2 A.spp., 7 B. orellana, 5 G. sepium, 6 E. ganitrus, 34 I. edulis, 5 P. longifolia, 12 V. pebescens, 2 H. mengarawan, 8 H. sangal, 6 N. cadamba, 5 E. aquea, 4 P. guajava, 2 T. grandis, 39 P. lobatum, 4 T. bellirica, 2 B. monoica, 2 F. elastica, 2 C. burmannii, 2 B. asiatica, 2 S. koetjape, 3 S. benzoin, 1 S. burahol, 19 S. foetida, 4 M. calabura, 1 T. catapa, 8 A. procera, 1 S. saman, 6 P. emblica, 2 P. neriifolius, 16 M. sp., 1 C. porecctum, 10 C. iners, 1 H. courbaril, 4 E. polycephala, 1 B. purpurea, 21 A. scholaris, 6 A. elliptica, 12 L. leucosephala, 4 L. chinensis, 2 E. longana, 4 M. tanarius, 1 K. anthoteca, 20 S. mahagoni, 1 S. macrophylla, 33 M. spp., 3 M. glauca, 14 P. pinnata, 2 G. gnemon, 4 B. racemosa, 3 M. azedarach, 9 C. cauliflora, 7 C. inophyllum, 36 M. citrifolia, 7 M. fragrans, 5 F. callosa, 5 P. speciosa, 12 A. rigidus, 5 P. edule, 3 D. regia, 2 S. wallichii, 2 N. lappaceum, 6 C. petandra, 5 A. excelsa, 1 E. polyantha, 1 G. robusta, 5 D. blancoi, 11 A. zapota, 2 C. cainito, 2 F. spp., 1 P. moluccana, 36 S. leprosula, 7 S. ovalis, 5 A. muricata, 1 A. squamosa, 5 S. campanulata, 9 A. communis, 3 T. surenii, 18 T. sp., 1 T. crisorthica, 6 M. elengi, 1 H. macrophyllus, 20 H. similis, 4 T. populnea, 4 P. canescens, 64



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



G. arborea, 108



Grafik 1. Jumlah tingkat pancang jenis tanaman pengisi lanskap arboretum



2. Tingkat Tiang



Tingkat tiang yang mengisi lanskap arboretum BPTA terdapat 473 batang atau 26,42% dari total tingkat pertumbuhan tanaman pengisi lanskap arboretum BPTA, meliputi 82 jenis atau 60,74 % dari total jenis. Dari 82 jenis tersebut terdapat enam jenis tingkat tiang dominan, jenis-jenis tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut : Gmelina arborea Roxb. sebanyak 90 batang, Paraserianthes moluccana sebanyak 38 batang, Toona surenii Merr. sebanyak 30 batang, Swietenia macrophylla King. sebanyak 28 batang, Elaeocarpus ganitrus Roxb. 23 batang dan terakhir Pterocarpus indicus Willd. sebanyak 21 batang. Jumlah tingkat tiang untuk masing-masing jenis yang terdapat dalam lanskap arboretum BPTA seperti terlihat pada gafik 2.



Halaman 13



A. crasicarpa, 1 A. mangium, 4 M. eminii, 7 P. americana, 2 P. indicus, 21 T. indica, 2 P. dulce, 1 M.umbellata, 3 H. crepitans, 3 L. speciosa, 7 A. bunius, 1 A. bilimbi, 6 P. javanicum, 4 C. equisetifolia, 3 L. speciosa, 1 T. orientalis, 1 S. album, 1 E. variegate, 1 D. zibethinus, 3 A.spp., 3 G. sepium, 3 B. macrophylla, 1 E. ganitrus, 23 I. edulis, 1 P. longifolia, 7 V. pebescens, 4 H. mengarawan, 1 E. aquea, 1 P. guajava, 2 T. grandis, 14 P. lobatum, 5 T. bellirica, 3 H. populneus, 1 C. burmannii, 1 B. asiatica, 1 S. koetjape, 1 S. benzoin, 1 A. moluccana, 1 C. indicum, 1 S. foetida, 1 M. calabura, 1 T. catapa, 12 S. saman, 6 P. emblica, 8 C. porecctum, 1 C. iners, 1 H. courbaril, 1 B. purpurea, 4 A. scholaris, 2 L. leucosephala, 1 L. chinensis, 1 E. longana, 3 K. anthoteca, 5 S. mahagoni, 5 S. macrophylla, 28 M. spp., 8 M. glauca, 4 P. pinnata, 4 1 gnemon, G. M. azedarach, 4 A. heterophylus, 1 M. citrifolia, 2 F. callosa, 10 P. speciosa, 4 A. rigidus, 1 P. edule, 1 D. regia, 17 N. lappaceum, 6 C. petandra, 1 D. blancoi, 1 C. cainito, 1 M. kauki, 1 P. moluccana, 38 A. muricata, 1 D. latifolia, 1 A. squamosa, 2 S. campanulata, 6 T. surenii, 30 T. sp., 1 H. macrophyllus, 8 H. similis, 2



G. arborea, 90



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Grafik 2. Jumlah tingkat tiang jenis tanaman pengisi lanskap arboretum



3. Tingkat Pohon



Tingkat pohon yang mengisi lanskap arboretum BPTA terdapat 364 batang atau 20,34% dari total tingkat pertumbuhan tanaman pengisi lanskap arboretum BPTA meliputi 58 jenis atau 42,96% dari total jenis. Dari 58 jenis tersebut terdapat enam jenis tingkat pohon dominan, jenis-jenis tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut : Gmelina arborea Roxb. sebanyak 64 batang, Swietenia macrophylla King. sebanyak 51 batang, P. moluccana sebanyak 32 batang, Toona surenii Merr. sebanyak 27 batang, Pinus merkusii Jungh. & De Vr. sebanyak 17 batang dan terakhir Nephelium lappaceum L. sebanyak 14 batang. Jumlah tingkat pohon untuk masing-masing jenis yang terdapat dalam lanskap arboretum BPTA seperti terlihat pada gafik 3.



A. auriculiformis, 2 A. mangium, 10 M. eminii, 1 P. americana, 2 T. indica, 3 D. moluccana, 1 E. Carambola, 1 F. benjamina, 1 L. speciosa, 2 T.occidentalis, 1 A. montana, 1 D. zibethinus, 1 F. decipiens, 4 B. macrophylla, 1 E. ganitrus, 5 P. longifolia, 10 V. pubescens, 4 G. arborea, 64 E. aquea, 1 T. grandis, 7 P. lobatum, 2 C. siamea, 3 H. brasiliensis, 1 S. koetjape, 1 P. javanica, 1 S. dulcis, 1 A. moluccana, 1 S. foetida, 1 M. calabura, 1 T. catappa, 4 A. procera, 1 S. saman, 8 D. caulostachyum, 1 A. scholaris, 2 L. leucocephala, 2 E. longana, 1 K. anthoteca, 1 S. mahagoni, 11 S. macrophylla, 51 M. spp., 10 M. glauca, 2 M. azedarach, 2 A. heterophyllus, 4 P. callosa, 7 P. speciosa, 5 A. rigidus, 1 P. merkusii, 17 D. regia, 8 N. lappaceum, 14 C. petandra, 2 D. blancoi, 1 P. moluccana, 32 A. muricata, 1 S. campanulata, 2 A. communis, 1 T. surenii, 27 M. elengi, 2 H. macrophyllus, 10



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Grafik 3. Jumlah tingkat pohon jenis tanaman pengisi lanskap arboretum



C. Dominansi Jenis Dominansi suatu jenis ditunjukkan dengan suatu nilai indeks penting (INP). Indeks ini bermanfaat untuk menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam komunitas. Untuk itu, maka penghitungan indeks dominansi ini dilakukan terhadap berbagai tingkat pertumbuhan spesies yang mengisi lanskap arboretum BPTA mulai dari tingkat pancang, tiang dan pohon.



Halaman 14



1. INP Tingkat Pancang Berdasarkan Tabel 2 dan Grafik 4 diketahui bahwa terdapat tiga jenis tanaman tingkat pancang yang mempunyai nilai INP tertinggi. Ketiga jenis tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut : Gmelina arborea Roxb. merupakan jenis yang memiliki INP tertinggi 22,665% dengan kerapatan sebanyak 72,00 individu/ha. Peronema canescens Jack. Memiliki INP tertinggi kedua 13,431% dengan kerapatan 42,667 individu/ha. Tectona grandis L.F. memiliki INP tertinggi ketiga 8,185 % dengan kerapatan 26 individu/ha. Calophyllum inophyllum L. memiliki INP tertinggi keempat bersamasama dengan Paraserianthes moluccana 7,555% dengan kerapatan 24 individu/ha.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



No. 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32



Jenis 2 A. crasicarpa A. mangium M. eminii A. damara P. indicus T. indica P. dulce O. lagopus A.carambola F. bejamina F. fistulosa M.umbellata H. peltata H. crepitans L. speciosa A. bunius A. bilimbi P. javanicum C. equisetifolia C. siensis S. album S. aromaticum P. acidus C. papuanus E. variegate L. domisticum D. zibethinus S. cuminii D. celebica F. decipiens A. spp. B. orellana



Jml. KR phn. (ind./ha) 3 4 1 0,667 2 1,333 17 11,333 14 9,333 21 14,000 11 7,333 8 5,333 4 2,667 1 0,667 2 1,333 1 0,667 3 2,000 4 2,667 3 2,000 4 2,667 22 14,667 4 2,667 8 5,333 2 1,333 3 2,000 1 0,667 8 5,333 1 0,667 2 1,333 5 3,333 1 0,667 11 7,333 6 4,000 5 3,333 2 1,333 7 4,667 5 3,333



KR (%) 5 0,105 0,210 1,784 1,469 2,204 1,154 0,839 0,420 0,105 0,210 0,105 0,315 0,420 0,315 0,420 2,308 0,420 0,839 0,210 0,315 0,105 0,839 0,105 0,210 0,525 0,105 1,154 0,630 0,525 0,210 0,735 0,525



Frek. 6 0,0001 0,0001 0,0011 0,0009 0,0014 0,0007 0,0005 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0,0002 0,0003 0,0002 0,0003 0,0015 0,0003 0,0005 0,0001 0,0002 0,0001 0,0005 0,0001 0,0001 0,0003 0,0001 0,0007 0,0004 0,0003 0,0001 0,0005 0,0003



FR (%) 7 0,105 0,210 1,784 1,469 2,204 1,154 0,839 0,420 0,105 0,210 0,105 0,315 0,420 0,315 0,420 2,308 0,420 0,839 0,210 0,315 0,105 0,839 0,105 0,210 0,525 0,105 1,154 0,630 0,525 0,210 0,735 0,525



INP



H'



8 0,210 0,420 3,568 2,938 4,407 2,308 1,679 0,839 0,210 0,420 0,210 0,630 0,839 0,630 0,839 4,617 0,839 1,679 0,420 0,630 0,210 1,679 0,210 0,420 1,049 0,210 2,308 1,259 1,049 0,420 1,469 1,049



9 0,003 0,006 0,031 0,027 0,037 0,022 0,017 0,010 0,003 0,006 0,003 0,008 0,010 0,008 0,010 0,038 0,010 0,017 0,006 0,008 0,003 0,017 0,003 0,006 0,012 0,003 0,022 0,014 0,012 0,006 0,016 0,012



Halaman 15



Tabel 2. Parameter ekologi tingkat pancang tanaman lanskap arboretum BPTA Tahun 2012



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 16



1 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70



2 G. sepium E. ganitrus I. edulis P. longifolia G. arborea V. pebescens H. mengarawan H. sangal N. cadamba E. aquea P. guajava T. grandis P. lobatum T. bellirica B. monoica F. elastica C. burmannii B. asiatica S. koetjape S. benzoin S. burahol S. foetida M. calabura T. catapa A. procera S. saman P. emblica P. neriifolius M. sp. C. porecctum C. iners H. courbaril E. polycephala B. purpurea A. scholaris A. elliptica L. leucosephala L. chinensis



3 6 34 5 12 108 2 8 6 5 4 2 39 4 2 2 2 2 2 3 1 19 4 1 8 1 6 2 16 1 10 1 4 1 21 6 12 4 2



4 4,000 22,667 3,333 8,000 72,000 1,333 5,333 4,000 3,333 2,667 1,333 26,000 2,667 1,333 1,333 1,333 1,333 1,333 2,000 0,667 12,667 2,667 0,667 5,333 0,667 4,000 1,333 10,667 0,667 6,667 0,667 2,667 0,667 14,000 4,000 8,000 2,667 1,333



5 0,630 3,568 0,525 1,259 11,333 0,210 0,839 0,630 0,525 0,420 0,210 4,092 0,420 0,210 0,210 0,210 0,210 0,210 0,315 0,105 1,994 0,420 0,105 0,839 0,105 0,630 0,210 1,679 0,105 1,049 0,105 0,420 0,105 2,204 0,630 1,259 0,420 0,210



6 0,0004 0,0023 0,0003 0,0008 0,0072 0,0001 0,0005 0,0004 0,0003 0,0003 0,0001 0,0026 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 0,0013 0,0003 0,0001 0,0005 0,0001 0,0004 0,0001 0,0011 0,0001 0,0007 0,0001 0,0003 0,0001 0,0014 0,0004 0,0008 0,0003 0,0001



7 0,630 3,568 0,525 1,259 11,333 0,210 0,839 0,630 0,525 0,420 0,210 4,092 0,420 0,210 0,210 0,210 0,210 0,210 0,315 0,105 1,994 0,420 0,105 0,839 0,105 0,630 0,210 1,679 0,105 1,049 0,105 0,420 0,105 2,204 0,630 1,259 0,420 0,210



8 1,259 7,135 1,049 2,518 22,665 0,420 1,679 1,259 1,049 0,839 0,420 8,185 0,839 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,630 0,210 3,987 0,839 0,210 1,679 0,210 1,259 0,420 3,358 0,210 2,099 0,210 0,839 0,210 4,407 1,259 2,518 0,839 0,420



9 0,014 0,052 0,012 0,024 0,107 0,006 0,017 0,014 0,012 0,010 0,006 0,057 0,010 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,008 0,003 0,034 0,010 0,003 0,017 0,003 0,014 0,006 0,030 0,003 0,021 0,003 0,010 0,003 0,037 0,014 0,024 0,010 0,006



1 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108



2 E. longana M. tanarius K. anthoteca S. mahagoni S. macrophylla M. spp. M. glauca P. pinnata G. gnemon B. racemosa M. azedarach C. cauliflora C. inophyllum M. citrifolia M. fragrans F. callosa P. speciosa A. rigidus P. edule D. regia S. wallichii N. lappaceum C. petandra A. excelsa E. polyantha G. robusta D. blancoi A. zapota C. cainito F. spp. P. moluccana S. leprosula S. ovalis A. muricata A. squamosa S. campanulata A. communis P. canescens



3 4 1 20 1 33 3 14 2 4 3 9 7 36 7 5 5 12 5 3 2 2 6 5 1 1 5 11 2 2 1 36 7 5 1 5 9 3 64



4 2,667 0,667 13,333 0,667 22,000 2,000 9,333 1,333 2,667 2,000 6,000 4,667 24,000 4,667 3,333 3,333 8,000 3,333 2,000 1,333 1,333 4,000 3,333 0,667 0,667 3,333 7,333 1,333 1,333 0,667 24,000 4,667 3,333 0,667 3,333 6,000 2,000 42,667



5 0,420 0,105 2,099 0,105 3,463 0,315 1,469 0,210 0,420 0,315 0,944 0,735 3,778 0,735 0,525 0,525 1,259 0,525 0,315 0,210 0,210 0,630 0,525 0,105 0,105 0,525 1,154 0,210 0,210 0,105 3,778 0,735 0,525 0,105 0,525 0,944 0,315 6,716



6 0,0003 0,0001 0,0013 0,0001 0,0022 0,0002 0,0009 0,0001 0,0003 0,0002 0,0006 0,0005 0,0024 0,0005 0,0003 0,0003 0,0008 0,0003 0,0002 0,0001 0,0001 0,0004 0,0003 0,0001 0,0001 0,0003 0,0007 0,0001 0,0001 0,0001 0,0024 0,0005 0,0003 0,0001 0,0003 0,0006 0,0002 0,0043



7 0,420 0,105 2,099 0,105 3,463 0,315 1,469 0,210 0,420 0,315 0,944 0,735 3,778 0,735 0,525 0,525 1,259 0,525 0,315 0,210 0,210 0,630 0,525 0,105 0,105 0,525 1,154 0,210 0,210 0,105 3,778 0,735 0,525 0,105 0,525 0,944 0,315 6,716



8 0,839 0,210 4,197 0,210 6,925 0,630 2,938 0,420 0,839 0,630 1,889 1,469 7,555 1,469 1,049 1,049 2,518 1,049 0,630 0,420 0,420 1,259 1,049 0,210 0,210 1,049 2,308 0,420 0,420 0,210 7,555 1,469 1,049 0,210 1,049 1,889 0,630 13,431



9 0,010 0,003 0,035 0,003 0,051 0,008 0,027 0,006 0,010 0,008 0,019 0,016 0,054 0,016 0,012 0,012 0,024 0,012 0,008 0,006 0,006 0,014 0,012 0,003 0,003 0,012 0,022 0,006 0,006 0,003 0,054 0,016 0,012 0,003 0,012 0,019 0,008 0,079



Halaman 17



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



1 109 110 111 112 113 114 115



2 T. surenii T. sp. T. crisorthica M. elengi H. macrophyllus H. similis T. populnea JUMLAH



3 4 18 12,000 1 0,667 6 4,000 1 0,667 20 13,333 4 2,667 4 2,667 953 635,333



Halaman 18



T. populnea, 0.839 H. similis, 0.839 H. macrophyllus, 4.197 M. elengi, 0.210 T. crisorthica, 1.259 T. sp., 0.210 T. surenii, 3.778 A. communis, 0.630 S. campanulata, 1.889 A. squamosa, 1.049 A. muricata, 0.210 S. ovalis, 1.049 S. leprosula, 1.469 P. moluccana, 7.555 F. spp., 0.210 C. cainito, 0.420 A. zapota, 0.420 D. blancoi, 2.308 G. robusta, 1.049 E. polyantha, 0.210 A. excelsa, 0.210 C. petandra, 1.049 N. lappaceum, 1.259 S. wallichii, 0.420 D. regia, 0.420 P. edule, 0.630 A. rigidus, 1.049 P. speciosa, 2.518 F. callosa, 1.049 M. fragrans, 1.049 M. citrifolia, 1.469 C. inophyllum, 7.555 C. cauliflora, 1.469 M. azedarach, 1.889 B. racemosa, 0.630 G. gnemon, 0.839 P. pinnata, 0.420 M. glauca, 2.938 M. spp., 0.630 S. macrophylla, 6.925 S. mahagoni, 0.210 K. anthoteca, 4.197 M. tanarius, 0.210 E. longana, 0.839 L. chinensis, 0.420 L. leucosephala, 0.839 A. elliptica, 2.518 A. scholaris, 1.259 B. purpurea, 4.407 E. polycephala, 0.210 H. courbaril, 0.839 C. iners, 0.210 C. porecctum, 2.099 M. sp., 0.210 P. neriifolius, 3.358 P. emblica, 0.420 S. saman, 1.259 A. procera, 0.210 T. catapa, 1.679 M. calabura, 0.210 S. foetida, 0.839 S. burahol, 3.987 S. benzoin, 0.210 S. koetjape, 0.630 B. asiatica, 0.420 C. burmannii, 0.420 F. elastica, 0.420 B. monoica, 0.420 T. bellirica, 0.420 P. lobatum, 0.839 T. grandis, 8.185 P. guajava, 0.420 E. aquea, 0.839 N. cadamba, 1.049 H. sangal, 1.259 H. mengarawan, 1.679 V. pebescens, 0.420 P. longifolia, 2.518 I. edulis, 1.049 E. ganitrus, 7.135 G. sepium, 1.259 B. orellana, 1.049 A.spp., 1.469 F. decipiens, 0.420 D. celebica, 1.049 S. cuminii, 1.259 D. zibethinus, 2.308 L. domisticum, 0.210 E. variegate, 1.049 C. papuanus, 0.420 P. acidus, 0.210 S. aromaticum, 1.679 S. album, 0.210 C. siensis, 0.630 C. equisetifolia, 0.420 P. javanicum, 1.679 A. bilimbi, 0.839 A. bunius, 4.617 L. speciosa, 0.839 H. crepitans, 0.630 H. peltata, 0.839 M.umbellata, 0.630 F. fistulosa, 0.210 F. bejamina, 0.420 A.carambola, 0.210 O. lagopus, 0.839 P. dulce, 1.679 T. indica, 2.308 P. indicus, 4.407 A. damara, 2.938 M. eminii, 3.568 A. mangium, 0.420 A. crasicarpa, 0.210



Grafik 4.



6 5 1,889 0,0012 0,105 0,0001 0,630 0,0004 0,105 0,0001 2,099 0,0013 0,420 0,0003 0,420 0,0003 100 0,063533



7 1,889 0,105 0,630 0,105 2,099 0,420 0,420 100



8 9 3,778 0,033 0,210 0,003 1,259 0,014 0,210 0,003 4,197 0,035 0,839 0,010 0,839 0,010 200 1,76528



P. canescens, 13.431



G. arborea, 22.665



INP tingkat pancang tanaman pengisi lanskap arboretum BPTA



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



2. INP Tingkat Tiang Berdasarkan Tabel 3 dan Grafik 5 diketahui bahwa terdapat enam jenis tanaman tingkat tiang yang mempunyai nilai INP tertinggi. Keenam jenis tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut : Gmelina arborea Roxb. merupakan jenis yang memiliki INP tertinggi 59,03% dengan kerapatan sebanyak 60 individu/ha. Paraserianthes moluccana memiliki INP tertinggi kedua 24,52% dengan kerapatan sebanyak 25,33 individu/ha, Toona sureni Merr. memiliki INP tertinggi ketiga 19,78 % dengan kerapatan 20 individu/ha. Swietenia macrophylla King. memiliki INP tertinggi keempat 19,57% dengan kerapatan 19,57 individu/ha. Elaeocarpus ganitrus Roxb. Memiliki INP tertinggi kelima 13,67% dengan kerapatan 15,33 individu/ha, dan Pterocarpus indicus Willd. Memiliki INP tertinggi keenam 12,71% dengan kerapatan 14 individu/ha. Tabel 2. Parameter ekologi tingkat tiang tanaman lanskap arboretum BPTA Jenis



Jphn.



1



2



3



Lbds



KR



KR



(m2)



(ind./ha)



(%)



4



5



6



Frek. 7



FR



INP



Dominasi



DR



INP



(%)



(%)



(ind./ha)



(%)



(%)



8



9



10



11



12



H' 13



1 A. crasicarpa



1



0,0296



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,02



0,390



0,82



0,0070



2 A. mangium



4



0,0801



2,67



0,86



0,0003



0,8565



1,71



0,05



1,055



2,77



0,0188



3 M. eminii



7



0,0919



4,67



1,50



0,0005



1,4989



3,00



0,06



1,210



4,21



0,0260



4 P. americana



2



0,0257



1,33



0,43



0,0001



0,4283



0,86



0,02



0,339



1,20



0,0096



5 P. indicus



21



0,2824



14,00



4,50



0,0014



4,4968



8,99



0,19



3,717



12,71



0,0582



6 T. indica



2



0,0294



1,33



0,43



0,0001



0,4283



0,86



0,02



0,387



1,24



0,0099



7 P. dulce



1



0,0092



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,121



0,55



0,0050



8 M.umbellata



3



0,0311



2,00



0,64



0,0002



0,6424



1,28



0,02



0,410



1,69



0,0127



9 H. crepitans



3



0,0548



2,00



0,64



0,0002



0,6424



1,28



0,04



0,721



2,01



0,0145



10 L. speciosa



7



0,1228



4,67



1,50



0,0005



1,4989



3,00



0,08



1,617



4,61



0,0279



11 A. bunius



1



0,0249



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,02



0,328



0,76



0,0066



12 A. bilimbi



6



0,0589



4,00



1,28



0,0004



1,2848



2,57



0,04



0,776



3,35



0,0218



13 P. javanicum



4



0,0596



2,67



0,86



0,0003



0,8565



1,71



0,04



0,784



2,50



0,0173



14 C. equisetifolia



3



0,0557



2,00



0,64



0,0002



0,6424



1,28



0,04



0,734



2,02



0,0146



15 J. siensis



1



0,0168



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,222



0,65



0,0058



16 A. champenden



1



0,0140



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,185



0,61



0,0055



17 S. album



1



0,0161



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,212



0,64



0,0057



18 E. variegate



1



0,0249



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,02



0,328



0,76



0,0066



19 D. zibethinus



3



0,0385



2,00



0,64



0,0002



0,6424



1,28



0,03



0,506



1,79



0,0133



20 A. spp.



3



0,0329



2,00



0,64



0,0002



0,6424



1,28



0,02



0,433



1,72



0,0128



21 G. sepium



3



0,0282



2,00



0,64



0,0002



0,6424



1,28



0,02



0,371



1,66



0,0125



22 B. macrophylla



1



0,0127



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,168



0,60



0,0054



23



0,2901



15,33



4,93



0,0015



4,9251



9,85



0,19



3,818



13,67



0,0611



1



0,0147



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,194



0,62



0,0056



25 P. longifolia



7



0,1364



4,67



1,50



0,0005



1,4989



3,00



0,09



1,795



4,79



0,0287



26 G. arborea



90



1,5561



60,00



19,27



0,0060



19,2719



38,54



1,04



20,483



59,03



0,1389



27 V. pebescens



4



0,0704



2,67



0,86



0,0003



0,8565



1,71



0,05



0,927



2,64



0,0181



28 H. mengarawan



1



0,0087



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,114



0,54



0,0050



29 E. aquea



1



0,0097



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,128



0,56



0,0051



30 P. guajava



2



0,0220



1,33



0,43



0,0001



0,4283



0,86



0,01



0,290



1,15



0,0092



23 E. ganitrus 24 I. edulis



Halaman 19



No.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



1



2



4



5



6



7



8



9



10



11



12



13



14



0,2022



9,33



3,00



0,0009



2,9979



6,00



0,13



2,662



8,66



0,0444



32 P. lobatum



5



0,0579



3,33



1,07



0,0003



1,0707



2,14



0,04



0,763



2,90



0,0195



33 T. bellirica



3



0,0342



2,00



0,64



0,0002



0,6424



1,28



0,02



0,450



1,73



0,0129



34 H. populneus



1



0,0103



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,136



0,56



0,0051



35 C. burmannii



1



0,0081



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,107



0,54



0,0049



36 B. asiatica



1



0,0161



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,212



0,64



0,0057



37 S. koetjape



1



0,0127



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,168



0,60



0,0054



38 S. benzoin



1



0,0154



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,203



0,63



0,0056



39 C. indicum



1



0,0168



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,222



0,65



0,0058



40 S. foetida



1



0,0127



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,168



0,60



0,0054



41 M. calabura



1



0,0127



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,168



0,60



0,0054



42 T. catapa



12



0,1991



8,00



2,57



0,0008



2,5696



5,14



0,13



2,620



7,76



0,0411



43 S. saman



6



0,1029



4,00



1,28



0,0004



1,2848



2,57



0,07



1,354



3,92



0,0246



44 P. emblica



8



0,1070



5,33



1,71



0,0005



1,7131



3,43



0,07



1,409



4,83



0,0289



45 C. porecctum



1



0,0154



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,203



0,63



0,0056



46 C. iners



1



0,0168



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,222



0,65



0,0058



47 H. courbaril



1



0,0092



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,121



0,55



0,0050



48 B. purpurea



4



0,0341



2,67



0,86



0,0003



0,8565



1,71



0,02



0,449



2,16



0,0154



49 A. scholaris



2



0,0481



1,33



0,43



0,0001



0,4283



0,86



0,03



0,634



1,49



0,0114



50 L. leucosephala



1



0,0161



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,212



0,64



0,0057



51 L. chinensis



1



0,0109



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,143



0,57



0,0052



52 E. longana



3



0,0413



2,00



0,64



0,0002



0,6424



1,28



0,03



0,543



1,83



0,0135



53 K. anthoteca



5



0,0565



3,33



1,07



0,0003



1,0707



2,14



0,04



0,744



2,88



0,0194



54 S. mahagoni



5



0,0884



3,33



1,07



0,0003



1,0707



2,14



0,06



1,163



3,30



0,0216



28



0,5761



18,67



6,00



0,0019



5,9957



11,99



0,38



7,582



19,57



0,0773



56 M. spp.



8



0,1145



5,33



1,71



0,0005



1,7131



3,43



0,08



1,508



4,93



0,0293



57 M. glauca



4



0,0523



2,67



0,86



0,0003



0,8565



1,71



0,03



0,689



2,40



0,0168



58 P. pinnata



4



0,0771



2,67



0,86



0,0003



0,8565



1,71



0,05



1,015



2,73



0,0186



59 G. gnemon



1



0,0286



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,02



0,377



0,81



0,0069



60 M. azedarach



4



0,0778



2,67



0,86



0,0003



0,8565



1,71



0,05



1,025



2,74



0,0186



61 A. heterophylus



1



0,0223



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,294



0,72



0,0063



62 M. citrifolia



2



0,0263



1,33



0,43



0,0001



0,4283



0,86



0,02



0,346



1,20



0,0096



63 F. callosa



5



0,1165



3,33



1,07



0,0003



1,0707



2,14



0,08



1,534



3,67



0,0234



64 P. speciosa



4



0,0584



2,67



0,86



0,0003



0,8565



1,71



0,04



0,769



2,48



0,0172



65 A. rigidus



1



0,0154



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,203



0,63



0,0056



66 P. edule



1



0,0161



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,212



0,64



0,0057



67 D. regia



17



0,3564



11,33



3,64



0,0011



3,6403



7,28



0,24



4,691



11,97



0,0558



68 N. lappaceum



6



0,1370



4,00



1,28



0,0004



1,2848



2,57



0,09



1,804



4,37



0,0268



69 C. petandra



1



0,0277



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,02



0,364



0,79



0,0068



70 D. blancoi



1



0,0241



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,02



0,317



0,74



0,0065



71 C. cainito



1



0,0097



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,128



0,56



0,0051



72 M. kauki



1



0,0109



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,143



0,57



0,0052



38



0,6264



25,33



8,14



0,0025



8,1370



16,27



0,42



8,245



24,52



0,0889



74 A. muricata



1



0,0199



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,262



0,69



0,0061



75 D. latifolia



1



0,0168



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,01



0,222



0,65



0,0058



76 A. squamosa



2



0,0250



1,33



0,43



0,0001



0,4283



0,86



0,02



0,329



1,19



0,0095



77 S. campanulata



6



0,0663



4,00



1,28



0,0004



1,2848



2,57



0,04



0,872



3,44



0,0223



30



0,5263



20,00



6,42



0,0020



6,4240



12,85



0,35



6,928



19,78



0,0778



79 T. sp.



1



0,0232



0,67



0,21



0,0001



0,2141



0,43



0,02



0,305



0,73



0,0064



80 H. macrophyllus



8



0,1163



5,33



1,71



0,0005



1,7131



3,43



0,08



1,531



4,96



0,0294



81 H. similis



2



0,0359



1,33



0,43



0,0001



0,4283



0,86



0,02



0,473



1,33



0,0104



100 0,03113



100



200



5,06



100



300



1,5104



55 S. macrophylla



73 P. moluccana



Halaman 20



3



31 T. grandis



78 T. surenii



JUMLAH



467 7,597172 311,333



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Grafik 5. INP tingkat tiang tanaman pengisi lanskap arboretum BPTA



Berdasarkan Tabel 3 dan Grafik 6 diketahui bahwa terdapat enam jenis tanaman tingkat pohon yang mempunyai nilai INP tertinggi. Keenam jenis tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut : Gmelina arborea Roxb. memiliki INP tertinggi 46,580% dengan kerapatan 42,67 individu/ha. Swietenia macrophylla King.



Halaman 21



3. INP Tingkat Pohon



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



memiliki INP tertinggi kedua 42,556% dengan kerapatan 34 individu/ha. Paraserianthes moluccana merupakan jenis yang memiliki INP tertinggi ketiga 29,509% dengan kerapatan sebanyak 21,33 individu/ha. Toona sureni Merr. memiliki INP tertinggi keempat 20,132 % dengan kerapatan 18 individu/ha. Pinus merkusii Jungh & Vr. memiliki INP tertinggi kelima 14,911% dengan kerapatan 11,33 individu/ha. Dan Ficus callosa Willd. memiliki INP tertinggi keenam 13,130% dengan kerapatan 8 individu/ha. Tabel 2. Parameter ekologi tingkat pohon tanaman lanskap arboretum No.



Jenis



Jphn.



1



2



3



1 A. auriculiformis 2 A. mangium 3 M. eminii 4 P. americana 5 P. indicus 6 D. moluccana 7 E. Carambola 8 F. benjamina 9 L. speciosa 10 T.occidentalis 11 A. montana 12 D. zibethinus 13 F. decipiens 14 B. macrophylla 15 E. ganitrus 16 P. longifolia 17 G. arborea 18 V. pubescens 19 E. aquea 20 T. grandis 21 P. lobatum 22 C. siamea 23 H. brasiliensis 24 S. koetjape 25 P. javanica 26 S. dulcis 27 A. moluccana 28 S. foetida 29 M. calabura 30 T. catappa 31 A. procera 32 S. saman 33 D. caulostachyum 34 A. scholaris



Halaman 22



35 L. leucocephala 36 E. longana 37 K. anthoteca 38 S. mahagoni 39 S. macrophylla 40 M. spp. 41 M. glauca 42 M. azedarach 43 A. heterophyllus



2 10 1 2 3 1 1 1 2 1 1 1 4 1 5 10 64 4 1 7 2 3 1 1 1 1 1 1 1 4 1 8 1 3 2 1 1 11 51 10 2 2 4



Lbds



KR



KR



(m2)



(ind./ha)



(%)



4



5



6



0,1228



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,08



0,392



1,47



0,0113



0,6662



6,67



2,70



0,0007



2,7027



5,41



0,44



2,127



7,53



0,0402



0,0828



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,06



0,264



0,80



0,0069



0,2820



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,19



0,900



1,98



0,0144



0,2807



2,00



0,81



0,0002



0,8108



1,62



0,19



0,896



2,52



0,0174



0,0412



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,03



0,132



0,67



0,0059



0,0588



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,04



0,188



0,73



0,0063



0,8095



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,54



2,584



3,12



0,0206



0,0861



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,06



0,275



1,36



0,0106



0,0390



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,03



0,124



0,66



0,0059



0,0844



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,06



0,269



0,81



0,0069



0,1838



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,12



0,587



1,13



0,0091



0,8184



2,67



1,08



0,0003



1,0811



2,16



0,55



2,613



4,77



0,0286



0,0811



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,05



0,259



0,80



0,0069



0,2733



3,33



1,35



0,0003



1,3514



2,70



0,18



0,872



3,58



0,0229



0,5437



6,67



2,70



0,0007



2,7027



5,41



0,36



1,736



7,14



0,0386



3,7546



42,67



17,30



0,0043



17,2973



34,59



2,50



11,986



46,58



0,1256



0,3907



2,67



1,08



0,0003



1,0811



2,16



0,26



1,247



3,41



0,0221



0,0401



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,03



0,128



0,67



0,0059



0,5876



4,67



1,89



0,0005



1,8919



3,78



0,39



1,876



5,66



0,0325



0,1001



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,07



0,319



1,40



0,0109



0,3302



2,00



0,81



0,0002



0,8108



1,62



0,22



1,054



2,68



0,0183



0,1203



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,08



0,384



0,92



0,0077



0,1243



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,08



0,397



0,94



0,0078



0,0390



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,03



0,124



0,66



0,0059



0,1696



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,11



0,541



1,08



0,0088



0,0436



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,03



0,139



0,68



0,0060



0,0316



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,02



0,101



0,64



0,0057



0,0336



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,02



0,107



0,65



0,0058



0,2113



2,67



1,08



0,0003



1,0811



2,16



0,14



0,675



2,84



0,0191



0,0509



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,03



0,163



0,70



0,0062



0,5625



5,33



2,16



0,0005



2,1622



4,32



0,37



1,796



6,12



0,0345



0,0980



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,07



0,313



0,85



0,0072



0,1901



2,00



0,81



0,0002



0,8108



1,62



0,13



0,607



2,23



0,0158



0,0924



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,06



0,295



1,38



0,0107



0,2088



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,14



0,666



1,21



0,0096



0,0316



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,02



0,101



0,64



0,0057



Frek. 7



FR



INP



Dominasi



DR



INP



(%)



(%)



(ind./ha)



(%)



(%)



8



9



10



11



12



H' 13



0,7591



7,33



2,97



0,0007



2,9730



5,95



0,51



2,423



8,37



0,0434



4,6952



34,00



13,78



0,0034



13,7838



27,57



3,13



14,989



42,56



0,1203



0,9776



6,67



2,70



0,0007



2,7027



5,41



0,65



3,121



8,53



0,0439



0,0940



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,06



0,300



1,38



0,0108



0,0985



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,07



0,314



1,40



0,0108



0,1656



2,67



1,08



0,0003



1,0811



2,16



0,11



0,529



2,69



0,0184



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



1



2



3



4



58 H. macrophyllus



12 5 1 17 8 14 2 1 32 1 2 1 27 2 10



JUMLAH



370



44 P. callosa 45 P. speciosa 46 A. rigidus 47 P. merkusii 48 D. regia 49 N. lappaceum 50 C. petandra 51 D. blancoi 52 P. moluccana 53 A. muricata 54 S. campanulata 55 A. communis 56 T. surenii



0,3547



5



11



12



8,00



6 3,24



0,0008



7



3,2432



8



9 6,49



10 1,39



6,643



13,13



0,0595



13



3,33



1,35



0,0003



1,3514



2,70



0,24



1,132



3,84



0,0242



0,0561



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,04



0,179



0,72



0,0063



1,7922



11,33



4,59



0,0011



4,5946



9,19



1,19



5,721



14,91



0,0648



0,4722



5,33



2,16



0,0005



2,1622



4,32



0,31



1,507



5,83



0,0333



1,0614



9,33



3,78



0,0009



3,7838



7,57



0,71



3,388



10,96



0,0525



0,2322



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,15



0,741



1,82



0,0135



0,0703



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,05



0,224



0,76



0,0066



3,8253



21,33



8,65



0,0021



8,6486



17,30



2,55



12,212



29,51



0,0991



0,0484



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,03



0,154



0,70



0,0061



0,1705



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,11



0,544



1,63



0,0123



0,1911



0,67



0,27



0,0001



0,2703



0,54



0,13



0,610



1,15



0,0093



1,7346



18,00



7,30



0,0018



7,2973



14,59



1,16



5,538



20,13



0,0787



0,1177



1,33



0,54



0,0001



0,5405



1,08



0,08



0,376



1,46



0,0112



0,6626



6,67



2,70



0,0007



2,7027



5,41



0,44



2,115



7,52



0,0401



31,3250 246,667



100



0,0247



100



200



20,88



100



300 1,38969



Grafik 6. INP tingkat pohon tanaman pengisi lanskap arboretum BPTA



Halaman 23



A. auriculiformis, 1.473 A. mangium, 7.532 M. eminii, 0.805 P. americana, 1.981 P. indicus, 2.518 D. moluccana, 0.672 E. Carambola, 0.728 F. benjamina, 3.125 L. speciosa, 1.356 T.occidentalis, 0.665 A. montana, 0.810 D. zibethinus, 1.127 F. decipiens, 4.775 B. macrophylla, 0.800 E. ganitrus, 3.575 P. longifolia, 7.141 V. pubescens, 3.409 G. arborea, 46.580 E. aquea, 0.669 T. grandis, 5.660 P. lobatum, 1.401 C. siamea, 2.676 H. brasiliensis, 0.925 S. koetjape, 0.937 P. javanica, 0.665 S. dulcis, 1.082 A. moluccana, 0.680 S. foetida, 0.641 M. calabura, 0.648 T. catappa, 2.837 A. procera, 0.703 S. saman, 6.120 D. caulostachyum, 0.853 A. scholaris, 2.228 L. leucocephala, 1.376 E. longana, 1.207 K. anthoteca, 0.641 S. mahagoni, 8.369 S. macrophylla, 42.556 M. spp., 8.526 M. glauca, 1.381 M. azedarach, 1.395 A. heterophyllus, 2.691 P. callosa, 13.130 P. speciosa, 3.835 A. rigidus, 0.720 P. merkusii, 14.911 D. regia, 5.832 N. lappaceum, 10.956 C. petandra, 1.822 D. blancoi, 0.765 P. moluccana, 29.509 A. muricata, 0.695 S. campanulata, 1.625 A. communis, 1.151 T. surenii, 20.132 M. elengi, 1.457 H. macrophyllus, 7.521



57 M. elengi



2,0810



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 24



Berdasarkan hasil analisis, ternyata angka indeks keanekaragaman untuk tingkat pancang nilai H’-nya sebesar 1,765 demikian juga dengan tingkat tiang nilai H’-nya sebesar 1,510 (Tabel 1 dan 2). Nilai-nilai tersebut masuk kategori sedang menutur kategori Michell (1995), sedangkan untuk tingkat pohon nilai H’ nya sebesar 1,390 (Tabel 3) dikategorikan rendah (H’ < 1,5). Menurut Ariyati dkk. (2007), nilai indeks keanekaragaman rendah menunjukkan bahwa terdapat tekanan ekologi tinggi, baik yang berasal dari faktor biotik (persaingan antar individu tumbuhan untuk setiap tingkatan) atau faktor abiotik. Tekanan ekologi yang tinggi tersebut menyebabkan tidak semua jenis tumbuhan dapat bertahan hidup di suatu lingkungan. Pendapat lain mengemukan bahwa faktor pembatas keanekaragaman jenis (H') antara lain adalah kondisi geologi, evolusi suatu jenis, sejarah dan penyebaran suatu jenis, kondisi habitat, proses suksesi, pengaruh musim, stratifikasi dan sebagainya (Rusmendro, 2007).



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



V. PERTELAAN JENIS Pertelaan 135 jenis pohon koleksi lanskap arboretum BPTA diperoleh dengan cara mencocokan specimen tanaman yang ada dengan dokumen-dokumen yang mendukung, seperti Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I-IV, Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek, Atlas Kayu Indonesia Jilid I-III, Prosea, www.plantamor.com, dan dokumen-dokumen lainnya baik media cetak maupun internet (selengkapnya dalam bahan bacaan diakhir halaman buku ini). Pertelaan jenis yang dikemukan meliputi : nama daerah, nama ilmiah, klasifikasi ilmiah, nama umum, deskripsi pohon, spesifikasi kayu, distribusi/penyebaran, manfaat dan informasi yang dianggap penting lainnya.



1. Afrika (Maesopsis eminii Engl.)



Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Rhamnales Rhamnaceae Maesopsis Maesopsis eminii Engl.



Nama Umum Inggris Indonesia



: : umbrella tree : kayu afrika



Halaman 25



Klasifikasi Ilmiah



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Uganda Swahili Perdagangan



: muside, musinde, musizi : msizi, ndunga : musizi, mutere



Deskripsi : Pohon Batang



Akar Daun



Halaman 26



Bunga



Buah



: Pohon selalu hijau (evergreen) atau luruh (deciduous), tinggi mencapai 15-25(-45) m. : Batang lurus dengan garis tengah 50(-180) cm; kulit batang halus atau beralur dalam dan vertikal. : Bentuk papan kecil atau bahkan tidak ada; : Umumnya daun hampir berhadapan bersilang, tunggal, panjang daun 2-6 mm; panjang tangkai daun 6-12 mmt; daun berbentuk bulat telur-jorong sampai bulat telur memanjang, panjang 7-14 cm dan lebar 2.5-6 cm, pangkal daun membulat sampai menjantung, ujung daun meruncing, tepi daun beringgit (rounded teeth). : Perbungaan majemuk, aksiler tak berbatas berukuran 1-5 cm; tangkai bunga 4-25 mm; bunga banci, teridri dari 5 daun mahkota, berwarna kuning kehijauan. Pembungaan dan pembuahan dimulai ketika pohon berumur 4 5 tahun. Panen benih berlimpah setiap tahun. Di Uganda, pembuahan terjadi bulan AprilAgustus, di Tanzania bulan Juni-Nopember dengan puncak berbuah bulan Juli- Agustus. Pertanaman di Malaysia berbunga dua kali, yaitu bulan Februari-Mei dan AgustusSeptember. Benih akan masak 2 bulan setelah pembungaan. Buah disebarkan oleh burung, monyet dan binatang pengerat. : Buah keras berbentuk bulat telur sungsang, panjang 20-35 mm dan lebar 10-18 mm, secara berangsur-angsur warna buah berubah,



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



semakin tua warnanya berubar dari hijau menjadi kuning hingga ungu kehitaman. Spesifikasi Kayu Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,42 : IV : III



Distribusi/Penyebaran : Maesopsis eminii dijumpai tumbuh secara alami pada 6°S dan 8°N di daerah tropis Afrika yaitu di sepanjang teluk Guinea (termasuk Sao Tome) dari Liberia, Zaire hingga Angola. Penyebaran di sebelah selatan di mulai di Sudan dan Uganda hingga ke Kenya dan Tanzania. Spesies ini diintroduksi ke Jawa pada tahun 1920-an dan dibudidayakan di Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Dari Jawa, tumbuhan ini diintroduksi ke Semenanjung Malaysia pada tahun 1952. Perkebunan Maesopsis eminii telah berlangsung di Afrika, India, Indonesia, Malaysia dan Fiji, selain itu juga diujicobakan untuk diintroduksi di Costa Rica, Hawaii, Puerto Rico, kepulauan Solomon dan Samoa Barat.



Di Afrika, Maesopsis eminii tumbuh pada hutan hujan tropis dataran rendah hingga ke savanna dan tersebar ke zonasi hutan pegunungan submontana di ketinggian 1500 m dpl, bahkan mencapai ketinggian 1800 m dpl di Rwanda. Umumnya jenis ini ditanam di daerah adataran rendah di Jawa dan Malaysia, yaitu pada ketinggian 600 - 900 m dpl. Tumbuhan ini memerlukan daerah pertumbuhan dengan curah hujan tahunan rata-rata adalah 12001300 mm dan mentoleransi kondisi kekeringan selama 2 bulan. Di habitat alaminya, rata-rata suhu udara tahunannya berkisar pada 22-27°C. Maesopsis eminii dapat tumbuh prima bila ditanam dalam tanah yang subur. Tumbuhan ini toleran terhadap berbagai tipe tanah, namun tidak toleran terhadap kondisi tergenang.



Halaman 27



Habitat :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Manfaat



Halaman 28



Merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna berkekuatan sedang sampai kuat, untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Banyak ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan pulp sebagai jenis kayu keras umumnya. Pada pola agroforestry ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi. Walaupun merupakan koloni yang agresif di areal semak dan areal terganggu di hutan, jenis ini kurang dapat bersaing dengan alangalang tinggi dan rumput Pennisetum.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



2. Agatis (Agathis loranthifolia Salisb.) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Coniferophyta Pinopsida Pinales Araucariaceae Agathis Agathis loranthifolia Salisb.



Sinonim : Agathis dammara Rich. dan Agathis alba Foxw. Nama Umum : Indonesia : damar, Philipina : dayungon, Inggris : kauri Papua New Guinea : Kauri pine Nama Perdagangan : Damar Minyak



Habitus



: berbentuk pohon monopodial, bulat, lurus, dan panjang menyerupai silinder dan hampir tidak mempunyai cabang sampai pada ketinggian mencapai puncak. Pohon yang masih muda, cabang-cabang melingkupi batang dan pada pohon yang telah dewasa (tua), cabang-cabang hampir tidak nampak lagi. Bentuk tajuk sangat khas berbentuk



Halaman 29



Deskripsi :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Daun



Halaman 30



Buah



Kayu



kerucut, sehingga mudah dikenal diantara jenis pohon lain di dalam suatu kawasan hutan. Jumlah cabang dan daun sangat sedikit, ukuran tajuk sangat kecil bila dibandingkan dengan ukuran batangnya (Manuputty 1955 dalam Tokede 1989). A. loranthifolia Salisb. dapat mencapai tinggi 55 m dengan panjang batang bebas cabang 12-25 m, diameter dapat mencapai 150 cm atau lebih serta bentuk batang silindris dan lurus. Tajuk berbentuk kerucut dan hijau dengan percabangan mendatar dan melingkari batang. Kulit luar berwarna kelabu sampai coklat tua, mengelupas kecil-kecil berbentuk bundar atau bulat telur. Pohon tidak berbanir, mengeluarkan getah yang disebut kopal (Martawidjaya et al 1981). : Daun muda pada semua spesies Agathis lebih besar daripada daun tua, lebih atau kurang lancip, bermacam-macam bentuknya di antara spesies dari bentuk ovata (membulat telur) hingga lanceolata (panjang, lebar di tengah). Daun tua berlawanan, bentuk elips hingga linier, sangat kasar dan cukup tebal. Daun muda seringkali berwarna merah tembaga, kontras dengan dedaunan musim sebelumnya yang biasanya hijau atau hijau-berserbuk. : Di Jawa, tanaman A. loranthifolia mulai berbuah setelah berumur 15 tahun, tetapi benih hidup biasanya dihasilkan setelah pohon berumur 25 tahun. Berbuah sepanjang tahun dengan musim buah bulan Februari sampai April dan Agustus sampai Oktober. Penyerbukan untuk pembuahan dilakukan dengan perantara angin (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). : Kayu gubal jenis ini berwarna keputih-putihan hingga kecoklatan, kadang bersemu merah



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



jambu tanpa teras yang jelas. Daun dewasa berhadapan, bundar telur, panjang dengan panjang 6 cm sampai 8 cm dan lebar 2 cm sampai 3 cm, pangkal daun membaji, ujung runcing, banyak tulang daun sejajar (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Spesifikasi Kayu : Seng (1990) Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,44 : IV : III



Penyebaran terpenting genus Agathis secara alami terbatas pada daerahdaerah di lingkungan tropika, terutama tumbuh menyebar di daerah tropika Asia Tenggara, Oceania, dan Pasifik Barat. Menurut Samingan (1982), daerah penyebaran Agathis di Indonesia meliputi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Menurut Martawidjaya (1981), jenis A. loranthifolia Salisb. umumnya tumbuh pada dataran tinggi (300-1.200 m dpl) dengan temperatur rata-rata tahunan 25-300 C. Pada dataran rendah, jenis ini ditemukan pada tanah berbatu, seperti pasir podzolik (pada hutan kerangas), ultra basa, tanah kapur, dan batuan endapan. Pohon A. loranthifolia Salisb. tumbuh dalam hutan primer pada tanah berpasir, berbatu-batu atau liat yang selamanya tidak digenangi air, pada ketinggian 2- 1750 mdpl. A. loranthifolia Salisb. tidak terikat pada formasi tanah tertentu, sehingga tidak membutuhkan tanah terlalu subur, tetapi harus memiliki drainase yang baik. Di Jawa tumbuh optimal pada ketinggian 200-2500 mdpl, di atas itu tumbuhnya sudah tidak baik lagi. Tanaman A. loranthifolia Salisb. membutuhkan iklim basah pada curah hujan antara 3000-4000 mm/ tahun yang terbagi merata. Anakan jenis ini memerlukan naungan dan memperlihatkan



Halaman 31



Penyebaran dan Habitat



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



pertumbuhan yang lambat selama tahun pertama. Setelah bebas dari kompetisi dengan semak belukar, pertumbuhannya menjadi cepat, seperti terlihat pada sebagian besar hutan hujan primer. Sistem perakaran sensitif terhadap kekurangan oksigen dan pohon tidak tahan genangan air (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Kegunaan dan Manfaat



Halaman 32



Kayunya bernilai tinggi terutama digunakan untuk pertukangan, pulp dan ayu lapis termasuk kelas awet IV dan kelas kuat III, berat jenis kayu ± 0,49. Selain itu pohon A. loranthifolia Salisb. menghasilkan damar (kopal). Kopal tersebut digunakan untuk cat, vernis spiritus, plastik, bahan sizing, pelapis tekstil, bahan water proofing, tinta cetak, dan sebagainya (Departemen Kehutanan 1995). Kayu diklasifikasikan agak kuat namun tidak awet dan tidak tahan terhadap pembusukan. Kayunya terutama digunakan untuk korek api, perabot rumah tangga, vinir bermutu baik, kayu lapis dan pulp. Sedangkan getahnya atau yang disebut dengan kopal dapat digunakan dalam berbagai industri seperti industri cat, tekstil dan lainnya (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001).



Gambar 1. Daun Agathis loranthifolia



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



3. Alpukat (Persea americana P. Mill.) Klasifikasi Ilmiah (Wikipedia, 2011 dan Plantamor, 2011) Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Sub divisi Kelas



: : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Angiospermae Dicotyledonae / Magnoliopsida (berkeping dua /dikotil) Magnoliidae Laurales Lauraceae Persea Persea americana P. Mill.



Sub Kelas Ordo Family Genus Species



: : : : :



Nama umum



: Alpukat, alpuket, apokat



Nama daerah : : : : : : : : :



alpukat, alpuket, apokat avocado buah mentega, avocado, apukado Bo luk noei, awokhado abukado yiu lie



Deskripsi (Wikipedia, 2011) : Habitus Daun Batang



: Pohon, dengan batang mencapai tinggi 20 m : Panjang antara 12- 25 cm. : Berkayu, bercabang.



Halaman 33



Nama Umum Indonesia Inggris Melayu Vietnam Thailand Pilipina Cina



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Bunga



Buah



Biji



: Bunganya tersembunyi dengan warna hijau kekuningan dan ukuran 5-10 mm. Ukurannya bervariasi dari 7-20 cm, dengan massa 1001000 g, biji besar dengan ukuran 5-6,4 cm. : Buahnya bertipe buni, memiliki kulit lembut tak rata berwarna hijau tua hingga ungu kecoklatan, tergantung pada varietasnya. Daging buah apokat berwarna hijau muda dekat kulit dan kuning muda dekat biji, dengan tekstur lembut. : Bulat, kekuning-kuningan.



Spesifikasi Kayu : Seng (1990) Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,48 : IV : III



Penyebaran Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana ialah tumbuhan penghasil buah meja dengan nama sama. Tumbuhan ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah dan kini banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah sebagai tanaman perkebunan monokultur dan sebagai tanaman pekarangan di daerah-daerah tropika lainnya di dunia (Wikipedia, 2011).



Halaman 34



Sejarah Nama apokat atau avokad (dari bahasa Inggris, avocado) berasal dari bahasa Aztek, ahuacatl (dibaca kira-kira "awakatl"). Suku Aztek berada di daerah Amerika Tengah dan Meksiko. Karena itu, buah ini pada awalnya dikenal di daerah tersebut (Wikipedia, 2011). Pada saat pasukan Spanyol memasuki wilayah tersebut sekitar awal abad ke-16, berbagai tumbuhan dari daerah ini, termasuk apokat, diperkenalkan kepada penduduk Eropa. Orang pertama yang memperkenalkan buah apokat kepada penduduk Eropa yaitu Martín Fernández de Enciso, salah seorang pemimpin pasukan Spanyol. Dia memperkenalkan buah ini pada tahun 1519 kepada orang-orang Eropa. Pada saat yang sama juga, para pasukan



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Spanyol yang menjajah Amerika Tengah juga memperkenalkan kakao, jagung, dan kentang kepada masyarakat Eropa. Sejak itulah buah apokat mulai disebar dan dikenal oleh banyak penduduk dunia (Wikipedia, 2011). Apokat diperkenalkan ke Indonesia oleh Belanda pada abad ke-19 (Wikipedia, 2011). Manfaat (Wikipedia, 2011)



1. 2. 3. 4. 5.



Bijinya digunakan dalam industri pakaian sebagai pewarna yang tidak mudah luntur. Batang pohonnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Kulit pohonnya digunakan sebagai pewarna warna coklat pada produk dari bahan kulit. Daging buahnya dapat dijadikan hidangan serta menjadi bahan dasar untuk beberapa produk kosmetik dan kecantikan. Dapat dinikmati dengan segarnya jus buah alpukat. Menurut Plantamor 2011, bahwa buah alpukat “sudah menjadi pengetahuan umum kalau buah memiliki manfaat yang baik bagi tubuh, maka wajar kalau banyak orang yang mau mengonsumsinya. Namun selain itu, rasa yang nikmat dan segar kerap menjadi atasan lain. Ada banyak cara untuk bisa menikmati kesegaran buah, dari yang dimakan langsung, sebagai hiasan makanan, atau dijus. Untuk bisa menikmati jus buah yang segar, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Sebelum memulai cuci terlebih dahulu buah tersebut agar kebersihannya bisa lebih terjamin. Kemudian potong dan buanglah bagian-bagian buah yang mengalami kerusakan, langkah ini dimaksudkan pula agar buah-buah tersebut bisa masuk ke dalam mesin. Jangan lupa juga untuk memastikan bahwa juicer yang akan digunakan sudah bersih. Demikian juga untuk mengupas buah yang akan dijus, perhatikan dengan saksama biji bijian dari buah, terutama yang keras. Meski memungkinkan untuk ikut hancur saat dijus, tapi sedikit banyak biji-biji tersebut akan mengurangi sensasi saat menikmati hidangan jus. Apalagi kalau biji tersebut tidak hancur sampai halus dikhawatirkan akan menimbulkan



Halaman 35



Apokat memiliki banyak manfaat :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



masalah dalam pencernaan. Kemudian khusus untuk buah yang tidak memiliki banyak kandungan air seperti pisang, pepaya, dan alpukat bisa ditambahkan sedikit air, susu, atau fresh juice dalam kemasan yang banyak dijual di supermarket dan swalayan. Langkah ini juga bisa dilakukan untuk menyiasati buah-buah yang rasanya kurang manis disamping dengan menambahkan gula atau madu. Untuk menambah kesegaran jus, bisa ditambahkan air dingin atau es batu. Kemudian buah yang sudah selesal di jus sebaiknya segera dinikmati karena selain masih segar, hal ini dimaksudkan agar kandungan nutrisi yang ada di dalam tidak berkurang. Tapi kalau memang tidak mau langsung menikmatinya, letakkan jus tadi di dalam tempat yang tertutup rapat, karena udara dan hawa panas dapat mengurangi kesegaran dan nutrisi buah.



Halaman 36



Gambar 2. Pohon dan Buah Alpukat (Sumber : Wikipedia, 2011 dan Plantamor, 2011)



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



4. Akasia mangium (Acacia mangium Wild.) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Fabales Fabaceae (suku polong-polongan) Acacia Acacia mangium Willd.



Kerabat Dekat



Kayu mangium (Acacia mangium Wild) adalah tanaman asli yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Tanaman ini pada mulanya dikembangkan eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya di Malaysia Timur, yaitu di Sabah dan Serawak. Karena menunjukkan pertumbuhan yang baik maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai hutan tanaman. Di Indonesia sejak dicanangkan pembangunan HTI pada tahun 1984, kayu mangium telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI. Pada mulanya jenis ini dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kayu HTI untuk memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Dengan adanya perubahan-perubahan kondisional baik yang menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu untuk penggunaan lain, tidak tertutup kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu mangium.



Halaman 37



Gom Arab, Srikonta, Akasia, Wartel, Kengkeng, Pilang, Akasia Mutiara, Akar Kupak



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Deskripsi : Pohon



Halaman 38



Daun



: Pada umumnya mencapai tinggi lebih dari 15 meter, kecuali pada tempat yang kurang menguntungkan akan tumbuh lebih kecil antara 7 - 10 meter. Pohon A. mangium yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. : Dapat dikemukakan pula bahwa bibit Acacia mangium yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun. Daun ini sama dengan sub famili Mimosoideae misalnya Paraseanthes falcataria, Leucaena sp, setelah tumbuh beberapa minggu Acacia mangium tidak menghasilkan lagi daun sesungguhnya tetapi tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi phyllodae atau pohyllocladus yang dikenal dengan daun semu, phyllocladus kelihatan seperti daun tumbuh umumnya. Acacia mangium dapat tumbuh dengan cepat dan tahan terhadap berbagai kondisi cuaca, meskipun demikian tanaman ini membutuhkan perawatan khusus jika ditanam sebagai tanaman kebun karena daunnya yang banyak berguguran.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,61 : III : II (III)



Manfaat : Acacia mangium termasuk jenis Legum yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Gambar 3. Batang, (Kiri atas), daun dan bunga (Kanan atas), biji pada polong (bawah)



Halaman 39



merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman Acacia mangium yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



5. Akasia Formis (Acacia auriculiformis Acunn.) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Fabales : Fabaceae (suku polong-polongan) : Acacia : Acacia auriculiformis A. Cunn. ex Benth.



Kerabat Dekat Gom Arab, Srikonta, Wartel, Kengkeng, Pilang, Akasia Mutiara, Akasia Mangium, Akar Kupak Nama Umum



:



Indonesia Inggris



: Akasia, kripikan : Earleaf acacia, earpod wattle, Ear form acacia, ear leaf wattle, kasia, northern black wattle :



Diskripsi Pohon



Halaman 40



Daun



Bunga



: berukuran besar atau sedang, selalu hijau, tinggi 8 -20 m, pada tapak yang baik dapat mencapai 35 m. Kulit abu-abu atau coklat, longitudinally fissured : Panjang daun 8 -20 cm, tidak berbulu dan melengkung, dengan 3 urat yang jelas (empat pada A. mangium). : berkelamin ganda, kuning muda, wangi, panjang rangkaian lebih dari 8.5 cm. Pembungaan dan pembuahan Rangkaian



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Buah



Biji/Benih



bunga berwarna kuning dapat ditemukan pada setiap pohon sepanjang tahun tetapi biasanya terjadi puncak pembungaan yang mencolok yang bervariasi menurut lokasi. Penyerbukan oleh serangga. : pipih, kering pecah, polong sedikit berkayu, panjang 6,5 cm, lebar 1,5 cm, seperti spiral dan pinggirnya berombak. : hitam atau coklat mengkilap, melingkar searah panjang, tali pusar merah atau kuning. Jumlah benih per kilogram berkisar antara 55.00075.000 butir. Benih dengan fonikel, cabang yang berbunga dan polong. (Margaret Pieroni, CSIRO, Forestry & Forest Product, Australian Tree Seed Centre)



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,69 : III : II (III)



Berasal dari Australia, Papua New Guinea dan Indonesia pada dataran rendah yang lembab dan panas, curah hujan tahunan rata-rata 800-2500 mm dan suhu rata-rata 20-30°C. Sering dijumpai di tepi tepi sungai dan pantai. Dibudidayakan luas di daerah tropis pada ketinggian 0-1000) mdpl, masih tahan terhadap salju ringan, walaupun salju tidak cocok dengan sebaran alamnya. Dapat tumbuh di tempat asam dan bekas tambang dengan pH 3 hingga pantai berpasir basa dengan pH 8-9. Tidak tahan di tempat teduh atau angin kencang. Analisa isoenzim memperlihatkan variasi marka genetik yang sangat mencolok diantara 3 lokasi penyebaran Papua New Guinea, Queensland dan Northern Territory. Uji coba lapang menunjukkan bahwa Papua New Guinea produksinya paling tinggi, dari Queensland proporsi batang tunggal besar. Dari Northern



Halaman 41



Penyebaran dan habitat



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Territory jelek baik pertumbuhan maupun bentuknya. Hibrid A. auriculiformis x A. mangium menunjukkan sifat -sifat yang baik. Kegunaan



Halaman 42



Jenis ini dapat tumbuh bahkan pada kondisi yang sangat jelek di daerah tropis. Pertumbuhan awal tinggi, mampu memproduksi nitrogen, toleran terhadap tanah yang tidak subur, asam, basa bergaram atau tergenang, musim kering, dan sangat cocok untuk rehabilitasi lahan kritis. Mampu bersaing dengan alangalang (Imperata cylindrica) dan mengurangi rumput yang menutup seluruh permukaan lahan. Kayunya sangat baik untuk kayu bakar, arang, pulp dan konstuksi ringan. Karena penyebaran akarnya tidak terlalu melebar, banyak digunakan dalam agroforestry dan ditumpangsarikan dengan kacang tanah, padi dan kacang-kacangan.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 43



Gambar 4. Daun dan bunga Acacia auriculiformis



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



6. Akasia Krasikarpa (Acacia crasicarpa A.cunn ex Benth.) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Fabales : Fabaceae (suku polong-polongan) : Acacia : Acacia crassicarpa A. Cunn. ex Benth.



Kerabat Dekat Gom Arab, Srikonta, Wartel, Kengkeng, Pilang, Akasia Mutiara, Akasia Mangium, Akar Kupak, Racosperma crassicarpum (A. Cunn. ex Benth.) Nama Umum



:



Inggris



: Northern wattle, Papua New Guinea red wattle



Deskripsi :



Halaman 44



Habitus



Daun



: bentuk pohon berukuran kecil atau sedang, tingginya dapat mencapai 25(-30) m; batang lurus tegak berdiameter 50 cm. Kulit batang berwarna coklat keabuan, keras dan kulit batang dalam berwarna merah dan berserat. : berbentuk seperti bulan sabit, panjang 8-27 cm dan lebar 1-4.5 cm, berwarna hijau keabuan; memiliki 3 urat daun utama yang jelas, kekuningan.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Bunga



Biji



: Perbungan bulir berwarna kuning cerah, panjangnya 4-7 cm; tangkai bunga tebal, panjangnya 5-10 mm; mahkota bunga 5 helai yang panjangnya 1.3-1.6 mm, biseksual; daun kelopak bunga, panjang 0.5-0.7 mm; benang sari panjangnya 2-3 mm; buah kering, berbentuk bulat telur, pipih, panjang 5-8 cm dan lebar 2-4 cm, berwarna coklat kusam. : Biji berbentuk memanjang, panjang 5-6 mm dan lebar 2-3 mm, berwarna hitam.



Distribusi/Penyebaran : Acacia crassicarpa tumbuh alami di bagian timurlaut Queensland, baratdaya Papua New Guinea dan di bagian tenggara Irian Jaya.



Acacia crassicarpa umumnya tumbuh di daerah tropik dan subtropik, yang secara geografis terletak pada 8-20°S, dengan ketinggian tempat berkisar pada 0-200(-450) m dpl., dan dengan curah hujan tahunan berkisar antara 500 mm (di Australia) hingga 3500 mm (di Papua New Guinea dan Irian). Tempat tumbuh jenis ini memiliki rata-rata suhu udara minimum berkisar pada 15-22°C dan suhu udara maksimum adalah 31-34°C. Acacia crassicarpa dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah (calcareous beach sands, yellow earths derived from granite, red earths on basic volcanic rock to alluvial and colluvial soils derived from a variety of parent material). Di Papua New Guinea dan Irian Jaya, Acacia crassicarpa ditemukan tumbuh pada tanah lapang yang bergelombang, pada tempattempat dengan pengairan yang baik, tanah-tanah dengan kadar asam tinggi. Pada dataran rendah di Pantai Selatan Queensland, Acacia crassicarpa tumbuh pada daerah terbuka dan pada dataran berpohon yang didominasi Eucalyptus pellita F. v. Mueller, Eucalyptus tereticornis Smith atau Eucalyptus tessellaris F. v. Mueller. Pada daerah berpasir, spesies ini tumbuh sebagai semak atau pohon kecil berukuran 2-8 m dan tumbuh di samping



Halaman 45



Habitat :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Casuarina equisetifolia L. dan berasosiasi dengan Alphitonia excelsa Reisseck ex Benth. Di semenanjung Cape York, spesies ini juga ditemukan berasosiasi dengan Eucalyptus tetrodonta F. v. Mueller, Allocasuarina littoralis L.A.S. Johnson, dan Melaleuca spp. Di Papua New Guinea, Acacia crassicarpa sering ditemukan tumbuh dengan Acacia aulacocarpa, Acacia auriculiformis dan Acacia mangium. Perbanyakan : Biji-biji Acacia crassicarpa memiliki viabilitas biji yang lama, dan perlakuan pemanasan atau penggosokkan kulit luar biji dapat dilakukan untuk memecah dormasinya. Pencelupan biji-biji Acacia crassicarpa kedalam air panas selama 1 menit adalah perlakuan yang tepat. Perbanyakan secara vegetataif juga memberikan hasil yang bagus, seperti yang dilakukan oleh Thailand. Penanaman dengan jarak ruang 3 m x 3 m (1100 pohon/ha) sampai 4 m x 4 m (625 pohon/ha) sangan cocok untuk reklamasi lahan atau perkebunan. Manfaat tumbuhan :



Halaman 46



Kayu Acacia crassicarpa merupakan sumber bahan kayu bakar, konstruksi, furnitur, pembuat lantai, dan pembuat kapal. Pohonnya memberikan naungan dan mengendalikan pertumbuhan gulma, selain itu merupakan jenis yang efektif untuk rehabilitasi lahan yang diserang Imperata cylindrica (L.) Raeuschel. Di Papua New Guinea, dilaporkan bahwa jenis ini merupakan koloni yang kuat untuk tumbuh pada lahan-lahan yang terdegradasi akibat perladangan berpindah.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



7. Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Kerabat Dekat



:



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Fabales Papilionaceae Pterocarpus Pterocarpus indicus Willd.



Nama Umum



:



Indonesia



: Angsana, sono kembang, linggoa, amboynas. Asan, athan (Aceh), sena (Gayo), sena, hasona, sona (Batak), kayu merah (Timor), asana, sana kapur, sana kembang (Minangkabau), sana kembang (Madura), kenaha (Alor), aha, aga, naakir (Sulawesi Utara), tonala (Gorontalo), candana (Bugis), na nar (Rote), lana (Buru). : Narra, apalit : pradu : chan deng : padauk, sena, ansanah : malay padauk, red sandalwood, amboynas : santal rouge, amboine



Pilipina Thailand Laos Burma Inggris Francis



Halaman 47



Pterocarpus dalbergioides Roxb. ex DC., Pterocarpus macrocarpus Kurz, Pterocarpus marsupium Roxb., Pterocarpus santalinus L.f.,.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Deskripsi



:



Pohon



: tinggi 10-40 m. Ujung ranting berambut. Biasanya merupakan pohon meranggas, tinggi Diameter batang 2 m, biasanya bentuk pohon jelek, pendek, terpuntir, beralur dalam, dan berbanir. Kayu mengeluarkan eksudat merah gelap yang disebut ‘kino’ atau darah naga. : Daun maj emuk dengan 5-11 anak daun, berbulu, duduk bergantian. Daun penumpu bentuk lanset, panjang 1-2 cm. Daun berseling. Anak daun 5-13, bulat telur memanjang, meruncing, tumpul, mengkilat sekali, 4-10 kali 2,5-5 cm; anak tangkai 0,5-1,5 cm. : Tandan bunga di ujung dan duduk di ketiak, sedikit atau tidak bercabang, berambut coklat, berbunga banyak, panjang 7-11 cm; anak tangkai 0,5-1,5 cm; bunga sangat harum. Kelopak bentuk lonceng sampai bentuk tabung, bergigi 5, tinggi lk 7 mm. Mahkota kuning oranye. Daun mahkota berkuku; bidang bendera bentuk Iingkaranatau bulat telur terbalik, berlipat kuat, melengkung kembali, garis tengah lebih kurang 1 cm; lunas lebih pendek daripada sayap, pucat. Bunga muncul sebelum tumbuh daun baru, namun akan terus bermunculan setelah daun-daun baru berlimpah. Bunga hanya akan mekar penuh selama satu hari. Mekarnya bunga dipicu dengan adanya air, dan setiap bunga biasanya mekar sehari setelah hujan lebat. Penyer-bukan dilakukan lebah dan serangga lain. Biasanya hanya 1-3 bunga dari setiap malai yang menjadi buah. Pohon berbunga dan berbuah umumnya setiap tahun, tapi pasti ada beberapa pohon dalam suatu populasi yang tidak berbunga atau berbunga



Daun



Halaman 48



Bunga



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Buah



Biji



sangat sedikit. Perkembangan buah membutuhkan 3-4 bulan. Meski masa pembungaan dapat berlangsung lama, di daerah tropis, kemasakan buah terjadi bersinambungan. Karena buah tidak langsung rontok dari pohon setelah masak, maka pengumpulan buah bukan masalah. Hanya angin yang kencang dapat melepas dan menerbangkan buah masak. Serangan serangga juga menjadi masalah di beberapa populasi. : Bakal buah berambut lebat,bertangkai pendek, bakal biji 2-6. Polongan bertangkai di atas sisa kelopak, hampir bulat lingkaran, dengan paruh di samping, pipih sekali, sekitarnya bersayap, tidak membuka, garis tengah ± 5 cm, pada sisi yarig Iebar dengan ibu tulang daun yang tebal. : Biji kebanyakan 1. panjang 6-8 mm, berbentuk seperti buncis dengan testa berwarna coklat kertas.



Spesifikasi Kayu : Seng (1990) Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,65 : II (I-IV) : II (I-IV)



Penyebaran alami di Asia Tenggara – Pasifik, mulai Birma Selatan menuju Asia Tenggara sampai Filipina dan kepulauan Pasifik. Dibudidayakan luas di daerah tropis. Sebaran pohon yang luas ditemukan di hutan primer dan beberapa hutan sekunder dataran rendah, umumnya di sepanjang sungai pasang surut dan pantai berbatu. Merupakan jenis pioni r yang tumbuh baik di daerah terbuka. Tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, dari



Halaman 49



Penyebaran dan habitat



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



yang subur ke tanah berbatu. Biasanya ditemukan sampai ketinggian 600 m dpl, namun masih bertahan hidup sampai 1.300 m dpl. Sering menjadi tanaman hias di taman dan sepanjang jalan. Populasinya berkurang akibat eksploitasi berlebihan, kadangkala penebangan liar menye-babkan hilangnya habitat . Di Vietnam, populasi jenis ini telah punah selama 300 tahun. Survei ekstensif di Sri Lanka gagal menemukan jenis ini dan populasi di India, Indonesia dan Filipina menunjukkan bahwa jenis ini telah terancam. Eksploitasi atas tegakan di Semenan-jung Malaysia, mungkin menyebabkan punahnya jenis ini di sana dan yang diyakini merupakan populasi terbesar yang tersisa yaitu di New Guinea ternyata telah tereksploitasi dengan parah. Manfaat



Halaman 50



Kayunya mempunyai warna dan kwalitas yang baik sekali, dipergunakan sebagai bahan bangunan dan kayu meubel. Di Maluku pohon ini menghasilkan “kayu akar” (wortelhout) yang bagus. Kulitnya dipakai sebagai obat; dalam kondisi hidup pohon tersebut mengandung cairan yang merah darah. Bagian yang digunakan Kulit kayu, getah (resin) dan daun muda. Direkomendasikan sistem agroforestry, dan penaung kopi dan tanaman lain.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Pada masa silam, kayu sonokembang merupakan salah satu kayu yang digemari penduduk Indonesia, baik karena kualitas kayunya, keindahan motifnya, maupun karena ukurannya yang besar. Karena telah hampir punah di alam, kini Indonesia praktis tidak lagi menghasilkan kayu ini dalam arah yang berarti secara ekonomi. Nasib yang hampir serupa juga dialami oleh Filipina, Papua Nugini dan Thailand; tiga negara produsen utama kayu sonokembang. Berjaya mengekspor kayu narra hingga 3 juta kg di tahun 1985, produksi kayu ini terus menurun di Filipina sehingga pada dua tahun berikutnya tinggal 0,4 juta kg yang bisa diekspor. Di Papua Nugini, karena mahal nilainya, ekspor kayu ini dilarang terkecuali setelah diolah. Sementara Thailand pada tahun 1990 telah memerlukan tambahan pasokan kayu ini dari Burma dan beberapa negara di Indocina, agar ekspor kayu narra gergajian yang dilakukannya bisa tetap berlangsung. Eksploitasi yang tinggi, yang



Halaman 51



Gambar 5. Bunga dan buah angsana



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 52



tidak diimbangi oleh kemampuan regenerasi tegakan di alam, diduga menjadi salah satu penyebab utama penyusutan populasi angsana di alam. Sebab yang lain ialah hilangnya habitat alami angsana oleh karena perladangan. Bahkan pohon ini diduga telah habis di habitat alaminya di Semenanjung Malaya. Mengingat tekanan yang tinggi atas populasinya di alam, sejak 1998 Badan Konservasi Dunia IUCN telah memasukkan Pterocarpus indicus ke dalam kategori Rentan (VU, vulnerable).



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



8. Ares (Duabanga moluccana Bl.B.) Klasifikas Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Myrtales : Sonneratiaceae : Duabanga : Duabanga moluccana Bl.B



Kerabat Dekat : D.grandiflora dan D. sonneratioides. Nama Daerah Takir, taker, benuang laki, kaji mas, raju mas, ahet, aret, ares, raba, ranga, ole, ara.



Habitus



Daun



: bentuk pohon, tinggi dapat mencapai 25-45 m, diameter batang antara 70-100 cm, berbatang lurus dan bulat. Percabangannya menyebar dan terkulai dari batangnya. Permukaan kulit tidak teratur, tetapi agak pecah dan bersisik, kulit luar berwarna kelabu coklat muda dan memiliki lenti sel warna coklat tua, kulit bagian dalam berserat halus, getah berwarna kecoklatan : bentuk bulat telur (ovate), panjang 9-14 cm, lebar 4-8 cm, ujung daun runcing memanjang, dasar daun membulat. Tulang daun primer pada bagian bawah daun menonjol. Tulang daun



Halaman 53



Deskripsi



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Bunga



Buah Biji



sekunder terdiri dari 15-16 pasang dan membentuk sudut 60◦ terhadap tulang daun primer dan tulang daun terserier berbentuk jala. : bunganya berbentuk lonceng tertutup enam buah kelopak serta memiliki benang sari yang banyak. : buah bentuk kapsul dan kematangannya tidak seragam, berkatup 4-8 buah. : bijinya banyak, warna coklat sampai hitam, panjang 2,65 cm. Albumen tidak ada, kedua ujungnya berekor warna coklat muda sampai tua, panjang rata-rata 0,6 cm dengan lebar ratarata 0,1 cm



Habitat dan Penyebaran D.moluccana tumbuh baik pada areal terbuka pada ketinggian 300-1200 m dpl. Secara alami pertumbuhan yang baik terdapat pada 400-900 m dpl. Pada kondisi hutan musim dengan curah hujan rata-rata 2000-3500 mm/tahun , tipe iklim B-C menurut o Smidth dan Ferguson, rata-rata suhu 27-32 C pada siang hari dan o 15-24 C pada malam hari, kelembaban relatif pada musim kemarau 60-70%. D.moluccana termasuk jenis intoleran (awal pertumbuhannya memerlukan cahaya). Penyebarannya secara geografis terdapat di Malaysia Barat (Semenanjung Malaya), Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Nusa Tenggara. Khusus di Nusa Tenggara Barat terdapat di Gunung Tambora tumbuhnya secara homogen.



Halaman 54



Spesifikasi Kayu : Seng (1990) Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat Manfaat



: 0,39 : IV-V : III-IV



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Gambar 6. Pohon Duabanga moluccana



Halaman 55



Kayu terasnya berwarna kuning muda atau coklat kekuningan sedangkan kayu gubal berwarna lebih muda tetapi tidak ada batas yang jelas dengan kayu terasnya. Tekstur urat kayunya kasar dengan arah serat lurus atau terpadu. Kayunya dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, veneer kayu lapis, pembuatan papan semen dan pulp.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



9. Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Klasifikas Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies Nama Daerah Jawa Kalimantan Sumatera Sulawesi Nama Lain Inggris Pilipina Cina



: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Fabales : Fabaceae (suku polong-polongan) : Tamarindus : Tamarindus indica L.



: Tangkal asem ( Sunda), acem (Madura) asam (jawa) : Asam jawa : bak me (Aceh), acam lagi (gayo), asam jawa, kayu asam, cumalagi (Minangkabau) : Asang jawi (Gorontalo), camba (Makasar), Cempa (Bugis) : Tamarind : Sampalok : luo wang zi, suan jiao



Sinonim Tamarindus occidentalis Gaertn. T. Hook., Tamarindus umbrosa Salisb.; Tamarindus officinalis Hook.,



Halaman 56



Deskripsi Pohon



: Pohonnya selalu hijau, tinggi sampai 30 m dengan tajuk yang lebat dan menyebar, serta memiliki cabang yang pendek (virgula atau virgula sucrescens). Serta termasuk kedalam



Batang



:



Akar



:



Daun



:



Bunga



:



Buah



:



percabangan simpodial yaitu batang pokok sukar dibedakan karena perkembangan selanjutnya mungkin lalu menghentikan pertumbuhannya atau kalah besar dan kalah cepat pertumbuhannya dibanding dengan cabangnya, serta memiliki warna coklat muda. Batang berkayu, berbatang jelas, bulat diameter batang di pangkal hingga 2 m, kulit batang berwarna coklat keabu-abuan, kasar dan memecah, beralur-alur vertikal. Tajuknya rindang dan lebat berdaun, melebar dan membulat. Tunggang (radix primaria) yang menembus ke dalam tanah Daun majemuk menyirip genap, panjang 513 cm, terletak berseling, dengan daun penum-pu seperti pita meruncing, merah jambu keputihan. Anak daun lonjong menyempit, 8-16 pasang, masing-masing berukuran 0,5-1 × 1-3,5 cm, bertepi rata, pangkalnya miring dan membundar, ujung membundar sampai sedikit berlekuk. Bunga tersusun dalam tandan renggang, di ketiak daun atau di ujung ranting, sampai 16 cm panjangnya. Bunga kupu-kupu dengan kelopak 4 buah dan daun mahkota 5 buah, berbau harum. Mahkota kuning keputihan dengan urat-urat merah coklat, sampai 1,5 cm. buah sejati tunggal (buah sungguh) dan kering ,panjang 5-15 cm, buah rapuh, polong yang menggelembung, hampir silindris, bengkok atau lurus, berbiji sampai 10 butir, sering dengan penyempitan di antara dua biji, kulit buah (eksokarp) mengeras berwarna kecoklatan atau kelabu bersisik, dengan urat-urat yang mengeras dan liat serupa benang. Daging buah (mesokarp)



Halaman 57



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Biji



putih kehijauan ketika muda, menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat masak, asam manis dan melengket. : Biji kemerah-merahan, coklat tua, hitam berkilat atau coklat kehitaman, mengkilap dan keras, agak persegi. panjang sampai 18 mm, dengan testa keras yang halus. Dalam satu kilogram terdapat 1.800-2.600 benih



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 1,30 : I : I



Sebaran Asal-usulnya diperkirakan dari savana Afrika timur di mana jenis liarnya ditemukan, salah satunya di Sudan. Semenjak ribuan tahun, tanaman ini telah menjelajah ke Asia tropis, dan kemudian juga ke Karibia dan Amerika Latin.



Halaman 58



Manfaat Asam biasanya ditanam sebagai penghasil buah, tapi juga penghasil kayu yang bernilai. Daging buah mengandung vitamin B yang tinggi, dapat dimakan mentah atau dibuat selai, sirop atau permen, aneka bahan masakan atau bumbu. Selain sebagai bumbu, untuk memberikan rasa asam atau untuk menghilangkan bau amis ikan, asem kawak biasa digunakan sebagai bahan sirup, selai, gula-gula, dan jamu. Biji asam biasa dimakan setelah direndam dan direbus, atau setelah dipanggang. Selain itu, biji asam juga dijadikan tepung untuk mengobati disentri dan diare serta membuat kue atau roti. Bunga, daun dan biji juga dapat dimakan dan digunakan dalam berbagai masakan. Kayunya digunakan sebagai bahan mebel, kayu bakar dan arang. Kulit kayunya yang ditumbuk digunakan untuk menyembuhkan luka, borok, bisul dan ruam. Kulit kayu asam juga digunakan sebagai



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Gambar 7. Daun (kiri atas), bunga (kanan atas), buah (kiri bawah) dan biji (kanan bawah)



10.Asam Koranji (Pithecelobium dulce (Roxb.) Bent.



Halaman 59



obat kuat. Daunnya mempunyai nilai yang tinggi sebagai makanan ternak. Akarnya yang dalam membuat jenis ini sangat tahan terhadap badai dan cocok sebagai penghalang angin. Pohon asam memiliki tajuk yang lebat dan cocok sebagai penghalang api karena tidak akan ada rumput yang tumbuh di bawahnya. Walaupun merupakan jenis legum, asam bukanlah jenis pengikat nitrogen.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 60



Klasifikas Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Fabales : Fabaceae (suku polong-polongan) : Pithecelobium : Pithecelobium dulce (Roxb.) Bent.



Nama Daerah Arab Bengali Burma Inggris



: : : :



Filipina Hawai India



: : :



Indonesian



:



Kambodya Laos Malaysia Spanyol



: : : :



Swahili Tamil Thailand Tigrigna Vietnam



: : : : :



tamar hindi amil, dekhani babul, balati kway-tanyeng blackbead tree,bread and cheese tree,madras thorn,manila tamarind,vilayati chinch,sweet Inga,quamachil kamatsile,damortis,kamanchilis opiuma jangle jalebi, vilayati babul, dakhani babul, jangal jelbi, vilayati imli,imli) asam koranji; Jawa (asem londo, asam belanda); âm’pül tük) Sino-Tibetan, khaam th’ééd asam tinja, asam kranji madre de flecha, guamuchil, guama americano, quamachil); mkwaju wa kihindi,maramata kodukapuli,kodukkaapuli makham-khong,makham-that) temri-hindi me keo,keo tây



Deskripsi



:



Habitus



: bentuk perdu atau pohon dengan tinggi berkisar antara 5-18 m. bebas cabangnya pendek. Batangnya berwarna krem kecoklatan berduri berpasangan dan jarang. Bentuk tajuk membulat : daunnya mejemuk menyirip ganda berpasangan, panjang rakisnya antara 1-2,5 cm, tangkai anak daun beserta rakisnya mencapai 7,5 mm diakhiri oleh duri penumpu yang kecil; setiap pasang sirip memiliki dua anak daun yang berhadapan, tak bertangkai. Bentuk daun bulat telur tak simetris, berukuran (1,5-3,5) cm x (1-2) cm, tidak berbulu. : bentuk malai terminal, berbulu halus, panjang malai bunga sampai 10 cm; gagang perbungaannya panjangnya antara 1-2 cm, menyangga bongkol bulat yang berisi 1.520 bunga yang berwarna keputihan; daun kelopak dan daun mahkota berbentuk tabung, panjangnya masing-masing 1,5 mm dan 3,5 mm; tangkai sarinya berwarna putih. Di Filipina pohon mulai berbunga pada bulan Oktober sampai November, sedangkan di Jawa Barat berbunga antara bulan April dan Juni dan polong matang 2-3 bulan kemudian. : bentuk polong pipih-lonjong-membentuk pita dan menggulung, lebarnya 1 cm, berdaging menjangat, warna coklat kemerahan. Pohon mulai berbuah berkisar antara 5-8 tahun. Buah mulai matang fisiologis pada bulan Januari dan Februari. : bijinya pipih, berbentuk bulat telur sungsang tidak simetris, berukuran 9 mm x 7 mm x 2



Daun



Bunga



Buah



Biji



Halaman 61



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 62



mm, berwarna kehitaman, dengan aril yang tebal seperti spon, agak kering



11.Balsa (Ochroma lagopus Swartz.)



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Divisi Sub-divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : :



Plantae (tumbuh-tumbuhan) Spermatphyta (tumbuhan berbiji) Angiospermae (berbiji tertutup) Dicotyledonae (biji berkeping dua) Malvales Malvaceae Ochroma Ochroma lagopus Swartz.



Sinonim



: Bombax pyramidale Cav. Ex Lam., Ochroma bicolor Rowlee.,O. concolor Rowlee., O.obtusum Rowlee.



Nama Umum



:



Indonesia Amerka Tengah Mexico Nikaragua Costarica Panama Brazil Peru Bolivia



: : : : : : : : :



Kayu gabus, balsa Balsa Corcho Gantillo Enea, pung Lana Pau de balsa Palo de balsa Tami



Habitus



: Bentuk pohon. Batang kayu balsa sangat silindris dan pada umumnya sangat lurus, namun demikian masih ditemukan batang yang lemah, bengkok (tidak lurus betul). Diameter batang setinggi dada (1,30 m) dapat mencapai 1 m dan kulit batangnya sangat lembut, kulitnya berwarna putih-abu-abu atau keputih-putihan terang, bahkan akar dari



Halaman 63



Deskripsi



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



pohon balsa yang berukuran sangat besar tidak sanggup menopangnya. Cabang dari jenis ini besar tetapi secara relatif sedikit dalam jumlah dan tajuk yang dihasilkan sering sempit dan selalu tipis. Daunnya sangat besar, sederhana, dan tersusun secara berurutan. Lebar daun yang diukur dari lekuk daun terluar ke lekuk seberangnya adalah 30 cm dan ditopang oleh tangkai daun yang kuat, panjang daunya sendiri mencapai 37 cm. Semua bagian-bagian dari daun-daun mempunyai sejumlah rambut epidermal berwarna kemerah-merahan, yang membuat daunnya kasar, teksturnya seperti kertas ampelas. Daunnya selalu beregenerasi mulai dari cabang yang besar sampai unjung hampir sepanjang tahun dengan pertumbuhan yang lambat atau berhenti sama sekali sepanjang musim kemarau. Daun-Daun yang sudah tua kemudian mati dan gugur, ditukar dengan proses mulai dari daun hijau kekuningan kemudian berubah menjadi coklat dan sering juga membuat suara berisik ketika daun tersebut jatuh ke lantai hutan.



Halaman 64



Bunga



: Bunga balsa sangat unik dan eksotis. Pertama kali bentukya dimulai seperti tunas besar yang tebal, kelopaknya kasar dibentuk dari perpaduan lima daun kelopak yang secara penuh menutup daun-daun mahkota bunga yang akan mengembang dengan sebuah kubah pelindung. Segera, setelah kelopak merekah, memperlihatkan warna



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



putih, kerudung daun bunga yang masih melipat. Dengan sempurna masih menempel tegak lurus pada pohon, bunga yang belum terbuka ini betul-betul menyerupai ukuran kerucut beludru eskrim sesuai dengan ukuran sebenarnya (panjang 12 cm dengan diameter 9 cm).



Buah



: Buah tumbuh dengan cepat dari kelopak bunga tua, panjang, tangkai beralur warna hijau (panjang 20 cm dengan diameter 3 cm). Ketika matang, polong robek memanjang



Halaman 65



Ketika bunga akhirnya terbuka, besar, bentuk segi lima, tebal, crem-putih daun bunga menekuk kearah belakang, termasuk kelopaknya. Yang membuka di arah tengah, berbentuk suatu bola bulat besar, menutup beratus-ratus benang sari pendek, menempel pada ujung yang panjang, tabung berongga yang tertanam jauh di dalam mahkota bunga (pada umumnya serupa dengan susunan bunga Amapola). Beberapa hari kemudian daun bunga secara perlahan-lahan berubah warna dari putih ke kuning dan akhirnya berwarna merah marun (merah anggur), kepala putik menghamburkan tepungsarinya yang berwarna kuning dengan jumlah berlimpah dan setelah itu mati. Bola bundar yang melingkar akhirnya terbuka, memperlihatkan putik yang panjang di dalamnya. Suatu bentuk perlindungan yang begitu apik terhadap tepung sari yang tersimpan didalamnya, berbeda dengan jenis bunga lainnya.. Pohon balsa berbunga setiap tahun, sepanjang bulan Desember sampai Februari.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



sepanjang alur dan memung-kinkan kapas yang mengemas memenuhi di antara sekat untuk memaksa keluar dan mengembang. Proses berkem-bangnya seluruh pengaturan struktur material yang lembut ini, mantel bulubulu halus tersebut berwarna coklat. Ketika membuka, buah yang betul-betul matang betul-betul menyerupai kaki kelinci besar (oleh karena itu nama ilmiahnya “Ochroma lagopus"). Benih-benih kecil yang menempel dalam kapas sangat banyak, ukurannya antara 3-4 mm. Pembuahan berlansung sepanjang tahun, mulai pertengahan bulan Januari sampai awal bulan April.



Halaman 66



Ekologi Pohon Balsa : Pohon balsa merupakan jenis yang



penyerbukannya dilakukan oleh kelelawar: bunganya pertama kali terbuka pada malam hari. Siang hari bunga dimakan oleh burung Scarlet Macaws dan dikunjungi oleh berbagai



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



jenis burung beo lain dan burung pengisap madu (Honeycreepers). Burung beo dikenal juga sebagai pengunyah kelopak bunya yang berwarna hijau dan mengkonsumsi benih (biji) yang masih muda. Benih balsa yang kecil dan ringan dilepaskan dari polongnya oleh hembusan angin yang kuat, mengait pada kapasnya ketika biji tersebut jatuh. Penyebaran secara alami oleh angin ini mengharuskan pemanenan dilakukan pada musim kemarau. Ketika benih berada pada lantai hutan, benih kelihatnnya tidak akan berkecambah kecuali jika temperatur tanah cukup tinggi yang menun-jukkan bahwa cahaya matahari langsung ada tersedia. Allen (1956) menunjukkan bahwa api juga membantu dalam merangsang perkecambahan. Cara lainnya adalah, benih akan tetap dorman pada tanah dingin, sambil menunggu pohon tumbang, tanah longsor, atau bahkan pengolahan lahan untuk memberikan kesempatan tumbuh. Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,15 : V : V



Pohon balsa tumbuh secara alami di hutan hujan lembab di Amerika Tengah dan Selatan. Cakupan alaminya cukup luas, mulai dari Guatemala Selatan sampai ke Amerika Tengah, pantai Amerika Selatan bagian Barat. Sedangkan produk pesawat model yang utama dari kayu balsa bertaraf dunia dihasilkan oleh sebuah Negara



Halaman 67



Habitat dan Penyebaran



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 68



kecil, yaitu Ecquador di bagian pantai Barat Amerika Selatan. Di Indonesia balsa dapat ditemukan dalam bentuk hutan tanaman di daerah Bogor, Ciamis, Tasikmalaya, Cilacap, Jember, Bali, Palu, Gorontalo, Kalimantan Tengah dan Papua. Untuk pertumbuhannya balsa memerlukan iklim yang hangat dengan banyak curah hujan dan drainase yang baik. Oleh karena alasan tersebut, tegakan balsa yang baik pada umumnya terdapat pada tanah yang tinggi diantara sungai di daerah tropis. Ecquador mempunyai iklim dan geografi yang ideal untuk pertumbuhan pohon balsa. Nama ilmiah untuk kayu balsa adalah Ochroma lagopus. Kata balsa itu sendiri berasal dari kata Spanyol yang berarti rakit, dalam referensi dijelaskan bahwa kayu balsa ini mempunyai kualitas daya apung yang sempurna.



12.Belimbing (Averrhoa carambola L. )



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Divisi Sub-divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : :



Plantae (tumbuh-tumbuhan) Spermatphyta (tumbuhan berbiji) Angiospermae (berbiji tertutup) Dicotyledonae (biji berkeping dua) Oxalidales Oxalidaceae Averrhoa Averrhoa carambola L.



Di Indonesia dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing, diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir, Demak jingga, Pasar minggu, Wijaya, Paris, Filipina, Taiwan, Bangkok, dan varietas Malaysia. Tahun 1987 telah dilepas dua varietas belimbing unggul nasional yaitu: varietas Kunir dan Kapur.



Pohon



Biji



: Pohon bercabang banyak dan dapat tumbuh hingga mencapai 5 m. : memiliki daun majemuk yang panjangnya dapat mencapai 50 cm, : bunga berwarna merah muda yang umumnya muncul di ujung dahan. : buah belimbing berwarna kuning kehijauan. Saat baru tumbuh, buahnya berwarna hijau. Jika dipotong, buah ini mempunyai penampang yang berbentuk bintang. Buah ini renyah saat dimakan, rasanya manis dan sedikit asam. Buah ini mengandung banyak vitamin C : Berbiji kecil dan berwarna coklat.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Daun Bunga Buah



Halaman 69



Deskripsi



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,71 : IV : II



Sejarah Penyebaran : Belimbing merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnyadi dunia termasuk Indonesia. Pada umumnya belimbing ditanam dalambentuk kultur pekarangan (home yard gardening), yaitu diusahakan sebagai usahasambilansebagai tanaman peneduh di halaman-halaman rumah. Di kawasanAmerika, buah belimbing dikenal dengan nama /sebutan "star fruits"



Halaman 70



Manfaat Manfaat utama tanaman ini sebagai makan buah segar maupun makanan buah olahan ataupun obat tadisional. Manfaat lainnya sebagai stabilisator dan pemeliharaan lingkungan, antara lain dapat menyerap gas-gas beracun buangan kendaraan bermotor, dan lain-lain, menyaring debu, meredam getaran suara, dan memelihara lingkungan dari pencemaran karena berbagai kegiatan manusia. Buah belimbing kaya akan air dan serat, sehingga buah belimbing sangat cocok dokonsumsi bagi mereka yang sedang menerapkan pola hidup sehat dengan program diet, serta memiliki potensi terkena stroke akibat tekanan darah tinggi.Manfaat lain dari buah belimbing adalah sebagai berikut :  Buah belimbing banyak mengandung vitamin, khususnya vitamin A dan C. Hal ini ber-manfaat bagi tubuh guna meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Karena kandungan kedua jenis vitamin ini terdapat zat yang berfungsi sebagai anti oksidan.  Buah belimbing mengandung zat pectin. Zat ini berfungi untuk mengurangi koresterol, mencegah hepatitis, dan memperlancar buang air besar.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



 



Kandungan serat pada buah belimbing dapat berfungsi memperlancar saluran pencernaan. Mengkonsumsi buah belimbing secara langsung bermanfaat bagi mencegah infeksi mulut dan tenggorokan. Bagi penderita kecing batu, dapat mengkonsumsi buah belimbing dicampur dengan madu.



Halaman 71







Halaman 72



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Gambar 8. Buah belimbing



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



13. Belimbing Wuluh ( Averrhoa blimbi L) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Nama Umum



:



Indonesia



: belimbing wuluh, belimbing asem, limeng (Aceh), calingcing (Sunda), bainang (Makasar) : Bilimbi, cucumber tree : Kamias



Inggris Pilipina



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Geraniales Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan) Averrhoa Averrhoa bilimbi L



Habitus Batang Daun



Bunga



Buah



: Pohon, tinggi 5-10 m. : Tegak, bercabang-cabang, permukaan kasar, banyak tonjolan, hijau kotor. : Majemuk, menyirip, anak daun 25-45 helai, bulat tetur, ujung meruncing, pangkal memlat, panjang 7-10 cm, lebar 1-3 cm, bertangkai pendek, pertulangan menyirip, hijau muda, hijau. : Majemuk, bentuk malai, pada tonjolan batang dan cabang, menggantung, panjang 5- 20 cm, kelopak ± 6 mm, merah, daun mahkota bergandengan, bentuk lanset, ungu. : Buni, bulat, panjang 4-6 cm, hijau kekuningan.



Halaman 73



Deskripsi :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Biji Akar



: Lanset atau segi tiga, masih muda hijau setelah tua kuning kehijauan. : Tunggang, coklat kehitaman.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,52 : V : III



Ekologi dan Persebaran Belimbing wuluh tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 500 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat ditemui di tempat yang banyak terkena sinar matahari langsung tetapi cukup lembab. Pengembangbiakan tanaman dapat dengan menyemai bijinya atau digunakan teknik pencangkokan. Khasiat Bunga Averrhoa bilimbi berkhasiat sebagai obat batuk, buahnya berkhasiat sebagai obat sariawan, dan daunnya berkhasiat sebagai obat encok, obat penurun panas, serta obat gondok.



Halaman 74



Obat batuk : 



dipakai bunga segar Averrhoa bilimbi ± 11 gram, diberi gula Jawa ± 5 gram, direbus dengan 1 gelas air selama 15 menit, diaduk, setelah dingin disaring. Hasil saringan diminum sehari dua kali sama banyak pagi dan sore.







Daun, bunga, buah yang masing-masing sama banyaknya direbus dalam air yang mendidih selama ½ jam, dan minum airnya.







Segenggam daun belimbing wuluh, segenggam bunga dan 2 buah belimbing, gula batu, rebus dengan 2 gelas air sampai airnya tinggal setengah, saring, minum 2 kali sehari.



Gusi berdarah :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry







Mengkonsumsi buah belimbing wuluh baik segar maupun manisan secara rutin setiap hari;







2 buah belimbing wuluh dimakan setiap hari.



Jerawat : 



Siapkan 3 buah belimbing wuluh segar, cuci hingga bersih, buah diparut dan diberi sedikit garam, dan tempelkan pada kulit yang berjerawat. Lakukan 2 kali sehari.







3 belimbing wuluh diparut, remas, beri garam kemudian gosokkan ke jerawat.



Tekanan darah tinggi : 



Siapkan 3 buah belimbing wuluh dan biji srigading 25 gram yang sudah dicuci bersih. Biji srigading ditumbuk halus. Masukkan ke dalam panci berisi 4 gelas air dan rebuslah bersama belimbing wuluh. Dinginkan lalu saring sebelum diminum. Cukup diminum 1 gelas sehari.







Buah yang besar dan berwarna hijau diparut, ambil airnya dan diminum.







3 buah belimbing wuluh diiris-iris, rebus dengan 3 gelas air sampai airnya tinggal setengah, saring, lalu minum 1 kali sehari pada pagi hari.







3 buah belimbing diparut, peras airnya, diminum sekali sehari.



Diabetes : 6 buah belimbing wuluh dilumatkan, direbus dengan 1 gelas air sampai airnya tinggal setengah, saring, dan minum 2 kali sehari. ½ genggam daun belimbing wuluh ditumbuk dengan 3 bawang putih. Kompreskan pada bagian yang gondongan. Rematik : Segenggam daun belimbing wuluh dicuci, tumbuk sampai halus, tambahkan kapur sirih, gosokkan ke bagian yang sakit.



Halaman 75



Gondongan :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Sariawan : 10 kuntum bunga belimbing wuluh, asam jawa, gula aren direbus dengan 3 gelas air sampai airnya tinggal ¾ bagian, saring, dan minum 2 kali sehari. Sakit gigi : 5 buah belimbing wuluh setelah dicuci bersih, dikunyah dengan garam. Ulangi beberapa kali hingga rasa sakit hilang. Catatan : Belimbing wuluh sebaiknya tidak dimakan oleh penderita sakit maag. Kandungan Kimia



Halaman 76



Daun, buah, dan batang Averrhoa bilimbi mengandung saponin, flavonoida; di samping itu daunnya juga mengandung tanin; dan batangnya mengandung alkaloida dan polifenol.



Gambar 9. Belimbing wuluh



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



14. Benying (Ficus fistulosa Reinw.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Dilleniidae Urticales Moraceae (suku nangka-nangkaan) Ficus Ficus fistulosa Reinw.



Kerabat Dekat Rampelas, Bulu, Ilat-ilatan, Tabat Barito, Karet Kebo, Iprih, Ki Ciat, Luwingan, Amis Mata, Daun Dolar, Uyah-uyahan, Preh, Awar-awar, Gondang Putih, Bunut, Ara, Banyan, Buah Tin, Ipik, Epeh, Ketapang Brazil, Beunying, Jejawi, Rupet



Habitus



Daun



: bentuk pohon dan dapat mencapai tinggi sampai 50 m, bergetah putih melimpah dengan percabangan simpodial. : membundar telur menjorong-melonjong atau sebagian agak membundar telur sungsang dengan ukuran panjang 8-20 cm dan lebar 212 cm, pangkal daun membundar, menumpul atau membaji melebar, menumpul atau meruncing, tata daun alternate, menonjol dipermukaan bawah, tangkai daun panjangnya antara 1-5 cm dan mempunyai daun penumpu yang agak panjang.



Halaman 77



Deskripsi



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Buah



Akar



: tidak bertangkai, muncul berpasang-pasangan di ketiak daunnya atau dibekas daun yang luruh, membulat menjorong waktu masih muda. : tunggang



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,43 : V : III



Kegunaan



:



Daun muda dapat dikonsumsi lansung sebagai lalapan bagi masyarakat Sunda di Jawa Barat, demikian juga buah matangnya. Daunnya dipercaya dapat mengatasi mencret.



Halaman 78



Gambar 10. Daun dan buah beunying



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



15.Beringin (Ficus benjamina L.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Dilleniidae Urticales Moraceae (suku nangka-nangkaan) Ficus Ficus benjamina L.



Kerabat Dekat



Nama Umum



:



Indonesia



Vietnam Thailand Cina Jepang



: Beringin, waringin, ki ara, caringin (Sunda) ringin (Jawa) : Weeping fig, benjamin tree, banyan tree, golden fig, java fig : Cay sanh : Sai yoi : Bai rong, chui ye rong : Shidare gajumaru



Deskripsi



:



Inggris



Halaman 79



Rampelas, Bulu, Ilat-ilatan, Tabat Barito, Karet Kebo, Iprih, Ki Ciat, Luwingan, Amis Mata, Daun Dolar, Uyah-uyahan, Preh, Awar-awar, Gondang Putih, Bunut, Ara, Banyan, Buah Tin, Ipik, Epeh, Ketapang Brazil, Beunying, Jejawi, Rupet



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Habitus Batang



Akar Daun



Bunga



Buah Biji



: Pohon besar dengan tinggi mencapai 20 - 25 meter, dengan tajuk bulat. : Batang tegak, bulat, permukaan kasar, abuabuan kehitaman, percabangan simpodial. Keunikannya adalah pada batang keluar akar gantung (akar udara). : Berakar tunggang dan akar napas : Daunnya tunggal, bertangkai pendek, dengan letak yang silang berhadapan. Bentuk daun lonjong, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjangnya 3-6 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan menyirip hijau. : Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, kelopak bentuk corong, mahkota bulat, halus, kuning kehijauan. : Buah buni, bulat, panjang 0,5-1 cm, masih muda hijau, setelah tua merah. : Biji bulat, keras, putih. Merupakan pohon dengan potensi kanopinya yang tinggi.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,52 : V : III



Halaman 80



Manfaat Akar udara mengandung asam amino, fenol, gula, dan asam orange. Penyakit yang dapat diobati : pilek, demam tinggi, radang amandel (tonsilitis), nyeri rematik sendi, luka terpukul (memar), influenza, radang saluran napas (bronchitis), batuk rejan (pertusis), malaria, radang usus akut (acute enteritis), disentri, dan kejang panas pada anak. Dewasa ini beringin banyak digunakan dalam ramuan tradisional untuk pengobatan kanker



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 81



Gambar 11. Daun (kiri) dan buah (kanan) beringin



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



16. Bintinu (Melochia umbellata [Houtt.] Stapf.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae Tracheobionta Spermatophyta Magnoliophyta Magnoliopsida Dilleniidae Malvales Sterculiaceae Melochia Melochia umbellata (Houtt.) Stapf.



Nama umum Indonesia Inggris



: Bintinu : hierba del soldado



Deskripsi Pohon : Habitus



Halaman 82



Akar Batang



Daun



Bunga



: Berhabitus semak-pohon, tingginya mencapai 2-15 m. Dapat tumbuh dengan pesat dan mampu tumbuh baik pada tanah-tanah marjinal (miskin unsur hara) : Akar tunjang : Batang berkayu, bulat, bercabang, berwarna coklat kehitaman. Batangnya umumnya bengkok, demikian juga dengan percabangan-nya : Daun berukuran lebar dengan ukuran antara 90-300 mm. dengan pangkal daun berbentuk hati dan tepi daunnya bergerigi : Bunganya berwarna merah pucat-merah



Biji Spesifikasi Kayu



: Bijinya berwarna coklat dengan panjang 2-3,5 mm ,bersayap : Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,40 : V : III-IV



Gambar 12.



Permukaan batang pohon (kiri atas), daun (kanan atas), bunga (kiri bawah) buah (kanan bawah)



Halaman 83



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



17. Bisbul (Diospyros blancoi A.DC.) Klassifikasi Ilmiah : Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Ericales : Ebenaceae : Diospyros : Diospyros blancoi A.DC.



Bisbul adalah nama sejenis buah sekaligus tumbuhan penghasilnya. Tumbuhan ini berkerabat dengan kesemek dan kayu hitam. Nama-nama lainnya adalah buah mentega, buah lemak (bahasa Melayu, merujuk pada daging buahnya ketika masak), sembolo (Bahasa Jawa), kamagong, tabang atau mabolo (Tagalog, merujuk pada kulit buahnya yang berbulu halus), marit (Bahasa Thai), dan velvet apple (Inggris).



Halaman 84



Deskripsi Pohon



: Tingginya sedang, 10-30 m, meskipun umumnya hanya sekitar 15 m atau kurang. Berbatang lurus, dengan pepagan berwarna hitam atau kehitaman, diameter hingga 50 cm atau lebih di pangkal batang, bercabang kurang lebih mendatar dan bertingkat, dengan tajuk keseluruhan berbentuk kerucut yang lebat dan rapat sehingga gelap di bagian dalamnya.



Daun



: Daun tersusun berseling, berbentuk lonjong, lebar antara 2,5-12 dan panjang antara 8-30 cm, bertepi rata, dengan pangkal membundar dan ujung meruncing, panjang tangkai daun sekitar 1,7 cm. Sisi atas daun hijau tua,



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Buah



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 1,03 : I : I



Halaman 85



Bunga



mengkilap, seperti kulit; sisi bawah berbulu halus, keperakan. Daun muda hijau muda sampai merah jambu. : Berumah dua, bunga-bunga jantan tersusun dalam payung menggarpu, 3-7 kuntum, di ketiak daun; berbilangan 4, daun mahkota berbentuk tabung, putih susu. Bunga betina soliter, bertangkai pendek dan terletak di ketiak daun. : Buah buni bulat atau bulat gepeng, 5-12 × 810 cm, berbulu halus seperti beludru, coklat kemerahan kemudian merah terang dan lalu agak kusam apabila masak, dengan “topi” dari kelopak bunga yang tidak rontok. Daging buah berwarna keputihan, agak keras dan padat, agak kering, manis agak sepat dan berbau harum; ditutupi kulit buah yang tipis berbulu. Bau keras agak mirip keju dan durian, bagi sebagian orang terasa memualkan, bahkan ada pula yang menyebutkan baunya mirip dengan kotoran kucing. Biji hingga 10 butir, berkulit kecoklatan, berbentuk baji agak mirip keping buah jeruk, 4 × 2,5 × 1,5 cm (di bagian tebalnya). Buah bisbul dianggap matang jika telah berubah dari coklat kehijau-hijauan menjadi merah kusam. Setelah dipanen buah bisbul dilap dengan secarik kain untuk menghilangkan bulu-bulunya agar penampilannya lebih menarik. Dalam 3-4 hari buah menjadi lunak dan harum baunya. (Sentra Informasi IPTEK)



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Hama dan Penyakit Ada laporan mengenai beberapa jenis serangga yang memakan pucuk dan daun bisbul, seperti kumbang kecil penggulung daun, siput lunak dan ulat rumpun, cacing kantung, dan serangga bersisik merah. Akan tetapi dijumpai juga hamahama yang kurang berarti. Tidak diperoleh laporan mengenai penyakit yang berbahaya. Manfaat



Halaman 86



Buah bisbul umumnya dimakan dalam keadaan segar jika matang. Rasanya agak manis, tetapi cukup kering. Daging buahnya juga dapat diiris-iris dan dicampur dengan buah-buahan lain untuk dijadikan rujak. Kayunya licin dan tahan lama, warnanya hitam dan banyak dimanfaatkan di Filipina untuk pembuatan kerajinan tangan. Pohon bisbul sering ditanam di pinggir jalan.



Gambar 13. Batang (kanan), daun (kiri atas) dan buah (kanan bawah)



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



18.Borogondolo (Hernandia peltata Meissn.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Laurales Hernandiaceae Hernandia Hernandia peltata Meissn.



Nama Daerah



:



Melayu Sunda Jawa Halmahera Ternate Tidore



: Kampe : Binong : Kemiren : Nauma lako : Nyalako : Nyalau



Indonesia



: kemiren, kempis laut (Jawa)



Deskripsi



:



Habitus



: Pohon, tinggi ± 15 m. Batang: Tegak, berkayu, bulat, percabangan simpodial, putih kotor. : Tunggal, tersebar, lonjong, panjang 15-22 cm, lebar 9-11 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, hijau.



Daun



Halaman 87



Sinonim : Hernandia sonora L, H. javanica Tuyama



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Bunga



Buah Biji Akar



: Majemuk, bentuk malai, dalam satu malai terdapat dua bunga jantan di pinggir dan bunga betina di tengah, di ketiak daun, mahkota 8 helai, benang sari empat, kepala sari bulat, putik bentuk gada, putih, : Kotak, bulat, hijau. : Bulat, pipih, coklat. : Tunggang, kuning kecoklatan.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,36 : V : IV-(V)



Kandungan Kimia : Biji dan buah borogondolo mengandung saponin, flavonoida dan tanin, batangnya mengandung saponin. Khasiat



:



Halaman 88



Biji borogondolo berkhasiat sebagai obat masuk angin. Untuk obat masuk angin dipakai + 15 gram biji kemiren kering, dicuci, ditumbuk sampai lumat ditambah air secukupnya diperas dan disaring.Hasil saringan digosokkan pada badan.



Gambar 14. rupa pohon borogondolo



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



19.Bunga Kupu-kupu (Bauhinia purpurea L.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Fabales Fabaceae (suku polong-polongan) Bauhinia Bauhinia purpurea L.



Kerabat Dekat



Deskripsi



:



Habitus



: bentuk pohon yang dikenal dengan sebutan bunga kupu-kupu ini yang berasal dari Asia selatan. : menurut Hadibroto et al. (2000) tanaman ini memiliki bentuk bunga yang mirip dengan anggrek dan daun seperti kupu-kupu serta memiliki ragam warna bunga seperti putih, pink pucat, pink dan merah marun dengan pembungaan tak kenal musim sehingga tanaman ini dapat digunakan sebagai tanaman peneduh maupun tanaman hias. Bunga kupukupu merupakan bunga lengkap karena semua bagian terdapat semua pada bunga ini. Bagian utama yakni putiknya berjumlah satu dan berwarna putih, sedangkan benang sarinya



Bunga



Halaman 89



Kendayaan, Daun lilin, Daun kupu-kupu



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Buah



Biji



Halaman 90



Habitat



berjumlah 5 dengan warna ungu keputihputihan. Daun mahkota berwarna ungu dan daun kelopak berwarna hijau muda. Bunga kupu-kupu biasanya muncul di ketiak daun (Axillary). Komposisi bunga kupu-kupu tergolong ke dalam bunga tunggal yang hanya terdapat sekuntum bunga pada 1 pohon. Benang sarinya berbekas dua atau benang sari bertukal dua (diadelphus), yaitu jika benang sari terbagi menjadi dua kelompok dengan tangkai yang berdekatan dalam masingmasing kelompok, jumlahnya dalam masingmasing kelompok tidak perlu sama seperti pada bunga kupu-kupu. : buahnya termasuk buah polong (legumen), pipih, ujungnya berparuh sepanjang sambungan perut terdapat dua rusuk, panjang 0,5-12,5 cm, lebar 1,5 cm berkatup. Setiap buah polong berisi biji banyak. Jika sudah matang buah akan pecah menurut kedua kampuhnya (kampuh punggung dan kampuh perut) tetapi ada juga yang tidak pecah melaintan terputus-putus dalam bagian yng berisi biji. : biji tanpa atau dengan sedikit endosperm. Cadangan makanan untuk lembaga terutama tersimpan dalam daun lembaganya. Biji berjumlah banyak dalam 1 polong. :



Pohon kupu-kupu ini dapat tumbuh pada kondisi tanah yang tidak subur, berbatu-batu dan berpasir (Fakuara dan Soekotjo, 1986). Dalam kondisi yang baik pohon ini dapat mencapai ketinggian lebih dari 10 m. Kondisi lingkungan yang baik bagi tanaman ini adalah cukup mendapat sinar matahari dan air, serta drainase yang baik. Tanaman ini dapat diperbanyak dengan setek, cangkok batang atau biji.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



20. Bungur (Lagerstromia speciosa Auct.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Nama Umum



:



Indonesia Pilipina Cina



: Bungur, ketangi : Banaba : da ye zi wei



Nama daerah Jawa



: : Bungur (Sunda), Ketangi, Laban, Wungu (Jawa Tengah), Bhungor, Wungur (Madura). : Bungur (Melayu), Bungur Kuwal, Bungur Bener (Lampung), Bungur Tekuyung (Palembang), :



Sumatra Kerabat Dekat



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Myrtales Lythraceae Lagerstroemia Lagerstroemia speciosa Auct.



Deskripsi Pohon



:



Habitus



: Berhabitus pohon yang tingginya mencapai 10-20 m. : Akar tunjang



Akar



Halaman 91



Bungur Kecil, Bungur



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Batang



Daun



Bunga Buah



Halaman 92



Biji



: Batang berkayu, bulat, bercabang, berwarna coklat kehitaman. Batangnya umumnya bengkok, demikian juga dengan percabangan-nya : Daun Bungur berwarna hijau kekuningan berbentuk jorong dengan panjang sekitar 24 cm dan lebarnya sekitar 12 cm. sementara itu bunganya panjang berwarna ungu. : Bunganya berbentuk malai yang panjangnya mencapai 40 cm, berwarna ungu : Buahnya berbentuk Capsules oblate, bola sampai bulat memanjang, diameternya 1-1,5 cm, panjang 2-3,5 cm, beruang 3-7, buah yang masih muda berwarna hijau, setelah masak menjadi cokelat : Kotak, beruang tiga sampai tujuh, panjang ± 3,5 cm, masih muda hijau setelah tua coklat.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat jenis Kelas awet Kelas kuat Sifat Pengerjaan Kembang susut Daya retak Kekerasan Tekstur Serat Kegunaan



: 0,80 : II (III) : I-II : Agak Mudah : Sedang : : Sedang : Halus atau kasar : Lurus kadang berpadu : Kayu bangunan, kayu perkakas, papan, bantalan, kayu perkapalan, panel, rangka pintu, kayu bengkung, peralatan rumah tangga.



Sebaran : Dunia



: Tanaman asli Asia bagian Selatan. Kemudian tersebar ke USA, tropical Africa, Australia dan Jamaica.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Manfaat Lain



:



Gambar 15. Daun, bunga, buah dan biji bungur



Halaman 93



Daun dan buah bungur mengandung plantisul, yaitu zat yang aktivitasnya seperti insulin. Menurut hasil penelitian, daun bungur yang sudah tua sebanyak 20 g. Jika direbus dalam 100 ml air selama 45 menit dan diminum, memiliki kekuatan 6-6,7 unit insulin. Biji Bungur berkhasiat sebagai obat eksim dan obat penurun tekanan darah tinggi. Kulit kayu bungur digunakan untuk pengobatan diare, disentri, dan Kencing darah serta digunakan untuk pengobatan kencing batu, kencing manis dan tekanan darah tinggi.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



21.



Buni (Antidesma bunius [L.] Spreng)



Klasifikasi Ilmiah Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus Species Nama Daerah : Jawa



Maluku Sulawesi



: : : : : : :



Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Euphorbiaceae Euphorbiaceae Antidesma Antidesma bunius (L.) Spreng



: Buni, wuni (Banyuwangi), Barune, h. gedeh, h. Wera, boni, huni (Sunda); Burneh (Madura) : buni, katakuti, kutikata (Maluku) : Bune tedong (Makasar)



Sinonim : Antidesma crassifolium (Elmer) Merr.; Antidesma dallachyanum Baillon; Antidesma rumphii Tulasne; Stilago bunius L Deskripsi Pohon Batang



Halaman 94



Akar Daun



: pohon buah, berbatang sedang dengan tinggi dapat mencapai 15-30 m. : Tegak, berkayu, bulat, percabangan simpodial, hijau keputih-putihan. : Tunggang, putih kecoklatan. : Daun tunggal berseling, berbentuk lansetmemanjang (oblong-lanceolate) /lonjong, panjang 19-25 cm dan lebar 4-10 cm, dasar daun tumpul atau membulat, ujung daun runcing atau tumpul dengan tepi daun rata, pangkal runcing , permukaan daun mengkilap, pertulangan menyirip, tulang daun



Bunga



Buah



utama jelas tampak di permukaan bawah daun, panjang tangkai daun mencapai 1 cm, berwarna hijau. : Majemuk, diketiak daun, bentuk tandan, bunga jantan bertangkai pendek, kelopak bentuk cawan, bunga betina bertangkai, benang sari kuning kemerahan, 3-4, kuning kemerahan. Perbungaan terminal atau aksiler, berbentuk bulir (spicata) atau rasemosa yang sempit (narrowly spicate or racemose), memiliki banyak bunga, panjangnya 6-20 cm; bunga jantan duduk, kelopak bunga berbentuk mangkuk (cupular) yang terdiri dari 3-4 kelopak pendek, tiap kelopak berbentuk bulat, benang sari 3-4, berwarna kemerahan; bunga betina bertangkai, kelopak bunga berbentuk mangkuk-lonceng, memiliki 3-4 lobus yang berukuran sekitar 1 mm x 2 mm, ovarium berbentuk bulat telur, kepala putik 3-4, dengan diskus kecil; pada bunga betina, terdapat jumlah bunga yang besar.. : Buah basah berdaging (drupe) berbentuk bulat telur atau bulat berkendaga dan beruang tiga, bergaris tengah 8-10 mm, masih muda berwarna hijau setelah tua merah kekuningan hingga violet kebiruan, berair. Rasanya asam agak kemanis-manisan. Bentuk bulat atau bulat telur, ukurannya kecil berdiameter 8-10 mm, dan tersusun dalam satu tangkai panjang. Buah buni mentah berwarna merah berasa asam dan setelah matang berwarna ungu kehitamanan berasa manis asam. Buah buni matang biasanya dimakan dalam keadaan segar.



Halaman 95



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Biji



: Batu, berbentuk bulat telur memanjang/ lonjong, berukuran panjang 6-8 mm dan lebar 4.5-5.5 mm, putih kotor.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,64 : IV : II



Sebaran Buni tumbuh liar di daerah-daerah basah di India, Sri Lanka, Cina Selatan, Burma dan Malysia. Buni telah dibudidayakan secara intensif di banyak tempat di Indonesia, terutama di Jawa dan IndoCina. Sebaliknya, tumbuhan ini jarang dibudidayakan di Malaysia dan Filipina.



Halaman 96



Manfaat Buah buni yang matang dapat dimakan segar. Cairan buahnya meninggalkan bekas warna di jari dan mulut. Buah ini juga berpotensi dijadikan minuman yang segar. Daun mudanya juga dapat dimakan dengan nasi, baik mentah atau dimasak terlebih dahulu. Kulit batang dan daun mengandung alkaloid yang berkhasiat obat, walaupun menurut beberapa laporan juga dapat beracun. Di Filipina, tumbuhan ini biasa ditanam di tempat-tempat terbuka atau di hutan-hutan sekunder. Seperti Antidesma ghaesembilla Gaertner yang dapat menekan invasi lalang dan penting dalam mencegah kebakaran rumput setiap tahunnya, Antidesma bunius (L.) Sprengel berperan penting dalam proses reklamasi lahan-lahan terdegradasi. Daun, kulit batang dan akar Antidesma bunius mengandung saponin dan tannin, disamping itu kulit batangnya juga mengandung flavonoida. Dapat digunakan untuk tekanan darah tinggi, daun muda bisa dimakan untuk lalapan. Daun dan buah dapat digunakan sebagai obat kurang darah, darah kotor, rajasinga, kencing nanah. Daunnya berkhasiat sebagai obat



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



penutup luka dan buahnya yang telah matang berkhasiat untuk manambah air susu ibu.



Halaman 97



Gambar 16.Bunga (kiri atas) buah muda ( kanan atas), buah matang (bawah)



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



22.



Caruy (Pterospermum javanicum Jungh.)



Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Kerabat Dekat



:



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Dilleniidae Malvales Sterculiaceae Pterospermum Pterospermum javanicum Jungh.



Bayur Jantan (Pterospermum diversifolium) dan Bayur sulawesi atau rumbai (Pterospermum celebicum) Nama Daerah :



Halaman 98



Jawa Bali Nusa Tenggara Sumatera Sulawesi Kalimantan



: bayur, cayur (Sunda); bayur, wayur, wadang, walang (Jawa); phenjur (Madura) : bolang : damarsala : Bayur : buli : teunggi leuyan



Deskripsi



:



Pohon



: berukuran sedang hingga besar, tingginya mencapai 40-45 m dengan panjang batang bebas cabang 10-30 m dan berdiameter hingga mencapai 100 (-120) cm, diameter batang 1 m. Pepagan berwarna keabu-



Akar Batang



: :



Daun



:



Bunga



:



Buah



:



abuan, halus hingga memecah dangkal. Ranting-ranting berambut halus. Tajuk melebar dan bewarna cokelat muda keemasan. Akar berbanir Berkayu, batang agak lurus, berlekuk dangkal, tinggi banir sampai 2 m. Kulit berwarna sawo matang atau kelabu coklat, permukaan kulit batang halus, bersisik atau bercelah dangkal, berlentisel, kulit bagian dalam berserabut. Pepagan bewarna merah dengan barik-barik radial yang putih dan lebar. Daun tuggal, berbentuk oval dengan ukuran 4 x 2,5-14 x 7 cm menyamping, bentuk daun di bagian dasar tidak sama, tepi daun rata atau bergelombang atau bergigi, berambut banyak dibagian bawah daun; terdapat stipula, berwarna hijau pada permukaan dan coklat di bagian bawah dengan panjang tangkai 3-6 mm. Bunga berwarna kuning dengan panjang 4-6 cm. Bunga soliter atau muncul tiga bunga sekaligus pada tepi cabang daun, bunga besar dan menarik, bunga banci, memiliki 5 daun mahkota berwarna putih atau kuning; daun kelopak berbentuk tabung dengan daundaun kelopak bebas; terdapat dasar bunga pendukung benang sari dan putik (androgynophore) yang pendek; terdapat 5 kelompok benang sari yang masing-masing terdiri atas 3 benang sari; bakal buah menumpang (superior) dan terdiri atas 5 ruang dengan tiap ruang mengandung banyak bakal buah, tangkai kepala putik ramping. Buah memanjang, berkayu, mengandung banyak biji berbentuk kapsul/silinder dengan



Halaman 99



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Biji



ukuran 5-13 x 2-5 cm dan berwarna coklat, kasar dan kaku : Biji pipih, bersayap pada salah satu sisi.



Sebaran India bagian selatan, Asia Tenggara (Burma (Myanmar), Indo-China, China Selatan, Indonesia (seluruh Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Timur), Thailand dan seluruh wilayah Malesia kecuali New Guinea), Kepulauan Nusantara, dan juga Amerika Tengah serta Brasil. Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,64 : IV : II



Halaman 100



Manfaat Kayu Bayur memiliki kelas awet IV dengan berat jenis 0,53 (0,35-0,70) dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan kayu lapis, furnitur, tangkai peralatan, korek api, kano/perkapalan, jembatan, pulp, kertas , bangunan, papan, kapal, kayu lapis, mebel, rangka pintu, patung, ukiran, perkakas rumah tangga dan kerajinan tangan. Akan tetapi kayu ini tidak begitu awet, sehingga dianjurkan untuk digunakan hanya di bawah naungan atap dan dihindarkan dari sentuhan dengan tanah. Kayu teras bayur berwarna merah pucat, merah-coklat muda, hingga keungu-unguan atau semu lembayung. Kayu gubalnya putih kotor hingga kelabu. Berat jenis kayu bayur berkisar antara 0,35-0,70 (rata-rata 0,53), dan dimasukkan ke dalam kelas kuat III. Kayu ini termasuk mudah dikerjakan dengan hasil yang baik; walaupun teksturnya agak kasar, namun permukaan kayu yang dihasilkan umumnya licin dan berkilap. Kayu ini mudah dipelitur, dan mudah dijadikan venir (lembaran tipis bahan kayu lapis).



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Gambar 17. Batang pohon (kiri), bunga (kanan atas), buah (kanan bawah)



Halaman 101



Dari segi keawetan, bayur berada dalam kelas IV-V (kurang awet); namun daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II-III. Dalam pada itu, keterawetannya tergolong sedang sampai mudah diawetkan. Pada masa lalu, kulit kayunya juga diperdagangkan sebagai subal (pengganti) kulit kayu soga (Peltophorum pterocarpum) yang mahal. Kulit kayu bayur ini di pasar disebut sebagai kulit kayu Timor. Pepagan kayu dapat digunakan sebagai obat sakit perut, disentri, bisul, sakit gigi, pendarahan, keseleo dan kulit melepuh. Daun dan kulit batang yang banyak mengandung tannin dapat berkhasiat mengobati gatal-gatal dan disentri. Jenis tumbuhan ini juga dapat digunakan untuk memulihkan kembali lahan-lahan kritis. Manfaat yang diberikan dalam penghijauan adalah memiliki struktur tajuk yang baik sebagai penahan air hujan.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



23. Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Hamamelidae Casuarinales Casuarinaceae Casuarina Casuarina equisetifolia L.



Sinonim : Casuarina littoralis Salisb., C. litorea L., C. littorea Oken., C. muricata Roxb., C. sumatrana Jungh. Nama lokal



:



Inggris



: beefwood, coast she-oak, horsetail casuarina, ironwood : pin d’Australie : pino australiano



Francis Spanyol



Dua sub species yang sudah dikenal, equisetifolia and incana. Deskripsi



Halaman 102



Habitus



Bunga



: Pohon selalu hijau tinggi 6-35 m, sub spesies incana lebih kecil. Tajuk ringan. Kulit batang abu-abu coklat terang, kasar, dan pohon tua beralur. Lingkaran lentisel tampak jelas pada kulit yang muda. Ranting-ranting terkulai, menyerupai jarum; kecil sekali, daun mengecil tersusun dalam 7-8 helai. : Bunga berkelamin satu, bunga jantan dan betina bisa terdapat dalam satu pohon atau



Buah



Benih



pohon yang berbeda. Bunga jantan terletak di ujung, bulir memanjang, bunga betina di cabang samping. Bunga betina berbentuk kerucut majemuk, bundar, panjang 10-24 mm, diameter 9-13 mm. : Buah abu-abu atau kuning coklat (samara), panjang 6-8 mm, berbiji tunggal. Satu kg kerucut menghasilkan 20-60 g benih. Terdapat 370.000-700-000 benih bersih per kg. Penyerbukan dengan angin. Di daerah yang musim dingin atau musim keringnya tidak nyata, berbunga dan berbuah secara teratur, satu atau dua kali setahun. Di area dengan musim hujan dan musim kering tidak nyata, pembungaan dan pembuahan cenderung tidak teratur dan bisa saja sepanjang tahun. Kerucut betina masak 18-20 minggu sesudah anthesis kemudian membuka sebentar, melepaskan buah-buah kecil. Buah tidak masak serempak dalam satu pohon, menyebabkan masalah saat pengumpulan buah. : Benih masak bila kerucut telah berwarna kuning dan sedikit membuka. kulit benih sebagian coklat dan endosperm keras. Buah dijemur sampai benihnya terlepas. Termasuk jenis orthodoks. Viabilitas dapat dipertahankan sampai beberapa tahun C, kadar air 5-9apabila disimpan pada wadah kedap udara dengan suhu 3 %. Tidak perlu perlakuan pendahuluan. Perbanyakan dengan benih atau stek. Di persemaian, benih dapat dikecambahkan pada bedeng atau baki yang diisi media pasir atau campuran pasir dan lumut. Perke-cambahan biasanya selesai dalam waktu 2 minggu. Anakan disapih setelah tingginya 1015 cm dan siap tanam setelah tingginya mencapai 50-70 cm pada umur 5-8 bulan.



Halaman 103



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Penyiraman yang berlebihan dapat menyebabkan lembab. Naungan 50% dibuat sampai bibit siap ditanam. Anakan dengan tinggi 10-15 cm dalam bedeng perkecambahan dapat juga disapih di bedeng terbuka dengan jarak 10 x 10 cm untuk merangsang pertumbuhan akar. Tanah mengandung mycorrhiza dan Frankia (jamur penghasil nitrogen pada Casuarina) dari tegakan cemara dimasukkan dalam pot. Potensi produksi N2 dapat ditingkatkan dengan menggunakan klon terpilih yang ditulari Frankia. Di Thailand dan India, stek dibuat dari cabangcabang kecil (diameter 2 mm dan panjang 1015 cm ) dan perakaran dirangsang dengan hormon IBA atau IAA. Di China Selatan stek diambil dari cabang(diameter 1 mm dan panjang 5 cm) direndam dalam laruran NAA sebelum sebelum dimasukkan ke dalam kantong plastik. Penanaman melalui anakan dalam kantong, cabutan atau stek akar. Biasanya kerapatan 2500 pohon/ha, tetapi sebagian petani menggunakan 10000 pohon/ha untuk tujuan produksi kayu bakar. Setelah ingginya lebih dari 2 meter perlu dipangkas. Perbanyakan vegetatif dengan stek sangat mudah untuk jenis ini. Hama yang sering menyerang adalah semut.



Halaman 104



Distribusi dan habitat Secara alami terdapat di daerah tropis dan subtropis sepanjang pantai mulai dari Australia utara sampai Malaysia, Myanmar Selatan, Kra Isthmus di Thailand, Melanesia dan Polynesia. Dikenal luas di derah tropis dan subtropis. Ketinggian 01500 mdpl, curah hujan rata-rata 350-5000 mm, musim kering 6-8 bulan, suhu rata-rata 15-30C dan terdingin 7-20C. Sesuai pada tanah ringan, berpasir; cepat tumbuh pada tanah kurus dan toleran



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



terhadap tanah bergaram dan angin bergaram. Tumbuh baik pada tanah dengan pH 5.0-9.5. Tidak tahan terhadap pasang surut, tidak tahan naungan dan sensitif terhadap kebakaran. Menghasilkan nitrogen (Frankia symbiosis). Daur 40-50 tahun.



1. Pohon muda; 2, ranting yang berbunga; 3, bagian dahan; 4. Bunga jantan dan betina; 5 infructescence; 6, buah. Dari: Plant Resources of South-East Asia 5:3 Kegunaan



Halaman 105



Termasuk jenis serba guna, untuk industri dan rumah tangga. Disebut sebagai “kayu bakar terbaik di dunia” dan juga menghasilkan arang berkualitas tinggi. Kayu sangat sulit dikerjakan untuk kayu gergajian. Karena tahan garam, pohon ini digunakan sebagai pengendali erosi di daerah pantai. Manfaat lainnya sebagai bahan pulp, kayu perkakas, naungan dan peneduh, tanaman hias, reklamasi lahan dan memperbaiki tanah. Karena kemampuannya untuk menghasilkan nitrogen, banyak digunakan pada agroforestri.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



24. Cemara Kipas (Thuja occidentalis L.) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Coniferophyta Pinopsida Pinales Cupressaceae Thuja Thuja occidentalis L.



Nama Umum



:



Indonesia Inggris



: Cemara Kipas : Whitecedar



Habitat Cemara Kipas lebih menyukai kondisi lingkungan yang lembap. Tumbuh secara alami di hutan basah terutama di rawarawa dengan ketinggian 10–20 meter. Cabang daunnya mengerucut ke samping, bersisik, dan membentuk kipas. Hewan rusa sangat menyukai tekstur daunnya yang lembut.



Halaman 106



Manfaat Tanaman ini pertama kali diidentifikasi sebagai obat kudis oleh suku Indian asli di Kanada pada abad ke-16 . Thuja Occidentalis juga digunakan untuk mengobati penyakit selesma bronkial, enuresis, cystitis, psoriasis, karsinoma uterus, amenore dan rematik. Kayunya secara komersial digunakan untuk membuat pagar, tiang, atau untuk membuat perahu.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 107



Gambar 18. Pohon cemara kipas



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



25. Cemara Pensil (Cupressus sempervirens L.) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : :



Nama Umum



:



Indonesia Arab Inggris Francis



: : : :



Deskripsi



:



Habitus



: Berbentuk pohon, batang pertumbuhannya tinngi, biasanya dapat mencapai tinggi antara 15-20 m dan dapat berkembang lagi mencapai 30-40 m. Lilit batang dapat mencapai 3 m. Pohonnya dilaporkan dapat mencapai umur 1000 tahun. Tajuknnya berbentuk kerucut dengan cabang-cabang bertingkat. : Daun-daun tersebar padat, warna hijau gelap, ukuran daun antara 2-5 mm, dengan produksi tunas berbentuk bulat. : Bentuk buah bulat telur atau lonjong dengan diameter 25-40 mm dengan jumlah sisik 10-14 buah. Warna hijau ketika muda dan coklat



Halaman 108



Daun



Buah



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Coniferophyta Pinopsida Pinales Cupressaceae Cupressus Cupressus sempervirens L.



Cemara Pensil Serouel Evergreen cypress, Italian cypress Cypres toujours vert, cypress d’Italie



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



ketika matang secara fisiologis. Kerucut jantan panjangnya 3-5 mm. Penyebaran C. sempervirens adalah jenis cemara asli dari wilayah Mediterania Timur, Timur laut Libya, Yunani Tenggara, (Kreta, Rhodes), Turki Selatan, Siprus, Mesir Bagian Utara, Suriah Bagian Barat, Lebanon, Israel, Malta, Itali, Yordania bagian Barat dan secara terpisah di Iran. Pohon ini dapat tumbuh dengan baik di daerah dingin maupun panas (tropis) seperti di Inggris, Selandia Baru dan kepulauan Pasifik, California Barat Daya, Afrika Selatan, Australia bagian Selatan, Asia Tenggara termasuk Indonesia. Manfaat



Gambar 19. Pohon cemara pinsil



Halaman 109



C. sempervirens telah banyak dibudidayakan sebagai pohon hias selama ribuan tahun terutama di Negara-negara sebaran aslinya, termasuk di Indonesia. Kayunya dilaporkan sangat baik baik untuk daun pintu dan stik.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



26. Cempedak (Artocarpus champeden [Spreng] L.)



Halaman 110



Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Sub kingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Species



: : : : : : : : : :



Kerabat Dekat



: Mentawa, kluwih, sukun, selanking, benda, nangka, monkey jack, klempatak, keledang, tampang, betoh



Nama Umum



:



Inggris Belanda Francis Jerman



: : : :



Deskripsi



:



Habitus



: Bentuk pohon yang selalu hijau, besarnya sedangnya, tingginya dapat mencapai 20 m walau kebanyakan hanya sampai belasan meter saja. Ranting-ranting dan pucuk berambut halus dan kaku, berwarna kecoklatan : Daun tipis agak kaku seperti kulit, bertangkai, bulat telur terbalik sampai jorong, dengan ukuran daun 2,5-5 × 5-25 cm, bertepi rata (integer, utuh), dengan pangkal berbentuk



Daun



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Dilleniidae Urticales Moraceae (Suku Nangka-nangkaan) Artocarpus Artocarpus champeden



Cempedak, chempedak, chempedek Tjampedak Cempedak Cempedak, cempedakbaum



Bunga



Buah



pasak sampai membulat, dan ujung meruncing (acuminate). Tangkai daun 1-3 cm. Daun penumpu bulat telur memanjang, meruncing, berambut kawat, mudah rontok dan meninggalkan bekas berupa cincin pada ranting. : Perbungaan sendiri-sendiri, muncul di ketiak daun, pada cabang besar atau pada batang utama (cauliflory), pada pucuk pendek khusus yang berdaun. Karangan bunga jantan berbentuk bongkol seperti gada atau gelendong, 1 × 3-5,5 cm, hijau pucat atau kekuningan, bertangkai 3-6 cm. Bongkol bunga betina berbentuk gada memanjang, dengan bunga-bunga yang tertancap sedalam 1,5 mm dalam poros bongkol dan bagian bebas sekitar 3 mm. : Buah semu majemuk (syncarp) berbentuk silinder sampai bulat, ukuran 10-15 × 20-35 cm, warna kehijauan, kekuningan sampai kecoklatan, dengan tonjolan piramidal serupa duri lunak yang rapat atau licin berpetak-petak dengan mata faset. 'Daging buah' sesungguhnya adalah perhiasan bunga yang membesar dan menebal, putih kekuningan sampai jingga, manis dan harum, bertekstur lembut, licin berlendir di lidah dan agak berserat. Tidak seperti nangka, keseluruhan massa daging buah beserta bunga-bunga steril atau gagal (dikenal sebagai 'dami') mudah lepas dari poros ('hati') buah semu apabila masak. Biji bulat gepeng atau memanjang, 2-3 cm.



Ekologi Secara alami, cempedak liar banyak dijumpai di hutan hujan dataran rendah, baik hutan primer maupun sekunder. Tumbuh hingga ketinggian sekitar 1000 m dpl, pohon buah ini menyukai



Halaman 111



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



daerah-daerah dengan musim kering yang tidak tegas, lahan dengan permukaan air tanah yang dangkal, dan bahkan tahan sesekali tergenang banjir. Cempedak biasa ditanam di pekarangan, kebun campuran sampai ke wanatani kompleks yang tidak jarang meliar menjadi hutan sekunder. Cempedak juga dapat bersilangan secara alami dengan nangka. Manfaat



Halaman 112



Buah dimakan dalam keadaan segar atau diolah terlebih dulu. Daging buah cempedak, kadang-kadang beserta bijinya sekali, diberi tepung, gula atau garam dan digoreng, dijadikan camilan minum teh atau kopi. Bijinya dapat digoreng, direbus atau dibakar, sebelum dimakan dengan campuran sedikit garam. Buah mudanya, seperti nangka muda, dapat dijadikan sayur. Kayunya berkualitas baik, kuat dan awet, sehingga kerap digunakan sebagai kayu bangunan, bahan perabotan rumah, atau bahan perahu. Kulit kayunya yang berserat dapat digunakan sebagai bahan tali, dan getahnya untuk memukat burung. Dari kayunya juga dapat dihasilkan bahan pewarna kuning. Di Kalimantan, cempedak atau bahasa Banjarnya tiwadak, selain dikonsumsi daging buah dan bijinya, kulitnya pun dapat diolah menjadi makanan yang dinamakan mandai atau ada juga yang menyebutnya dami. Mandai dibuat dengan cara mengupas kulit buah sampai terlihat putih kemudian direndam dengan air garam untuk mengawetkan dan melunakkan teksturnya. Rendaman dapat dilakukan selama beberapa jam bahkan hingga sebulan. Mandai biasanya dikonsumsi dengan menggorengnya hingga kecoklatan.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 113



Gambar 20. Daun dan buah cempedak



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



27. Cendana (Santalum album L.) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Santales Santalaceae Santalum Santalum album L.



Cendana adalah istilah dari bahasa sansekerta. Berbagai masyarakat di Nusa Tenggara Timur mengenal cendana dengan berbagai istilah antara lain : kai salun (Helong), hau meni (Atoni meto), ai kamenil (Tetun), Hadana, ai nitu atau Wasu dana (Sumba), ai nitu (Rote), haju mangi (Sabu), bong mouni (Alor). Deskripsi



Halaman 114



Habitus



Kayu



: Bentuk pohon. Pohon cendana dapat mencapai tinggi 11-15 meter dengan diameter 25-30 cm. Batangnya bulat dan kulitnya berwarna coklat abu-abu sampai coklat merah. Cabangnya mulai pada bagian setengah pohon. Dahan-dahan primer sangat tidak beraturan, sering bengkok dan banyak ranting. Dahan bagan bawah cenderung tumbuh menggantung. Daun cendana berhadap-hadapan, bentuknya elips hingga lanset (bulat telur) dengan dua ujungnya lancip. : Kayu galih atau teras cendana keras berserat padat dan berwarna kekuning-kuningan dan brminyak. Kayu pinggirnya berwarna putih dan hampir tidak berbau. Pembentukan galih atau



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Buah



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,84 : II : I



Halaman 115



Daun



teras dimulai sekitar usia 15 tahun. Namun pohon cendana baru siap dipanen pada usia 40 - 50 tahun. : Di pulau Timor dibedakan cendana berdaun besar dan berdaun kecil yang disebut no menutu dan no naik. Daun cendana rontok pada awal musim kemarau dan awal musim penghujan. Namun proses rontoknya tidak bersamaan. Segera setelah daun rontok tumbuh daun baru bersamaan tumbunhya bunga. Bunga cendana kecil berbentuk jumbai pada ujung ranting dan ketiak daun. Bunga cendana berbau tidak sedap, berwarna putihkuning kehijau- hijauan hingga lembayung dan segera berubah menjadi coklat. : Buah cendana merupakan biji yang keras berbentuk bulat, berwarna hitam dengan tiga keratan dari ujung ke tengah-tengah dinding bijinya keras. Daging bijinya tipis. Musim bunga utama pada bulan Desember hingga Januari. Buahnya masak pada bulan Maret dan Juni. Pohon cendana telah berbuah pada usia 3-4 tahun. Namun untuk bibit yang terbaik adalah buah dari pohon yang telah berusia 20 tahun. Buah yang masak jatuh dan lekas rusak. Semut, tikus dan burung suka makan buahnya. Namun benih hanya tumbuh pada lingkungan yang ideal. Cendana dapat berkembang biak melalui biji dan akar.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Penyebaran dan Habitat Pohon cendana merupakan tumbuhan setengah parasit dan memperoleh makanan dari pohon inang melalui akarnya yang dihubungkan melalui haustori. Unsur zat yang diambil dari pohon inang hanya unsur N, P dan unsur amino. Melalui haustori ini makanan yang diserap melalui pohon inang disalurkan ke mahkota daun yang kemudian diolahnya menjadi zat pembentuk bagian tanaman. Cendana bersifat introtrap terhadap karbon, bibit cendana yang baru tumbuh, yang hanya mempunyai akar rambut, menggantungkan diri kepada tuan rumah tanaman inang. Ada 213 jenis pohon inang cendana. Namun kesukaan cendana terhadap beberapa jenis pohon tertentu sebagai inang seperti Leguminosa antara lain : albasia, akasia, dalbergia, inga dan pongamia. Cendana juga bisa hidup pada alang-alang sebagai inang. Kondisi iklim tempat tumbuhnya cendana harus menunjukkan perbedaan musim kamarau dan musim penghujan yang jelas. Pertubuhan cendana secara alamiah terutama di daerah formasi terumbu karang. Cendana sangat suka tumbuh di daerah bebatuan dan tanah vulkanis yang meneruskan air. Cendana dapat hidup di daerah sampai pada ketinggian 1.500 m dari permukaan laut. Cendana tidak dapat tumbuh di hutan lebat tetapi di pinggir hutan dan di daerah padang savana.



Halaman 116



Manfaat Sejak jaman kuno cendana telah dipergunakan oleh orang Hindu dan Cina sebagai dupa dalam rangka upacara keagamaan dan kematian. Di samping itu orang Hindu menggunakan tepung cendana sebagai bedak pelabur kulit untuk membedakan kasta Brahmana dan kasta lainnya. Kayu cendana juga dimanfaatkan untuk patung, bahan kerajinan dan perkakas rumah tangga. Dalam pembakaran mayat orang Hindu kadang-kadang digunakan pula kayu cendana. Minyak cendana yang wangi baunya digunakan sebagai bahan pengobatan dan campuran minyak wangi (parfum). Karena manfaatnya yang cukup banyak, cendana sejak awal abad masehi telah diperdagangkan. Banyak pedagang dari wilayah



Indonesia bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor. Perdagangan cendana semula menjadi monopoli para raja dan keluarga bangsawan, kemudian menjadi monopoli pemerintah kolonial dan pemerintah Indonesia. Pada masa lalu sering terjadi perang karena memperebutkan daerah pertumbuhan cendana. Kerajaan-kerajaan yang menguasai perdagangan cendana, agar aman pemasokannya, harus menguasai wilayah pertumbuhan cendana secara alami. Oleh karena itu banyak para bangsawan dan panglima dikirim ke daerahdaerah dalam rangka pengamanan cendana. Sering juga agar pengamanan lebih berhasil dilakukan ikatan kekeluargaan antara para bangsawan dan panglima yang datang dengan putri-putri bangsawan lokal. Dari perdagangan cendana banyak dihasilkan kemakmuran bagi para penguasa lokal, dan masuknya berbagai unsur budaya dari luar yang memperkaya khasanah budaya Nusa Tenggara Timur. Cendana kemudian mempunyai efek sebar tumbuhnya perdagangan. Salah satu latar belakang sebaran etnis, asal-usul nenek moyang di Nusa Tenggara Timur terkait dengan perdagangan cendana. Dari perdagangan cendana menumbuhkan kontak antar budaya dari penduduk lokal dengan para pedagang yang berasal dari berbagai wilayah. Hal ini menumbuhkan berbagai perubahan sosial budaya di Nusa Tenggara Timur yag hakekatnya menumbuhkan dinamika masyarakat NTT. Peraturan pengelolaan cendana yang berorientasi pada penguasa baik penguasa lokal maupun penguasa kolonial dan akhirnya pemerintah Republik Indonesia, yang tidak memihak kepada rakyat karena semua cendana tumbuh di mana pun baik di tanah negara maupun di tanah rakyat wajib dijaga. Kalau pohon cendana itu mati rakyat akan dikenakan denda. Sebaliknya sewaktu ditebang dan menghasilkan uang, rakyat tidak ikut menikmati hasilnya. Merosotnya perdagangan cendana pada tahun 1860 serta berlakunya politik etika pemerintah kolonial Belanda mendorong kebijakan baru upaya mengintrodusir perbaikan peternakan khusunya memasukkan ternak sapi pada awal abad ke-20 yakni sapi Bali di Timor, sapi Onggole di Sumba dan sapi Madura di Flores



Halaman 117



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 118



serta merintis pembukaan perkebunan kopi. Namun semuanya gagal.Untuk pengamanan kebijakan tersebut pemerintah kolonial Belanda mulai memberlakukan sensus pohon cendana sejak dekade pertama abad ke-20. Tahun 1916 dilakukan penghapusan penebangan dan perdagangan bebas kayu cendana. Pada tahun 1925 diberlakukan Sandelhoutkeur (Sandalwood Ordinance). Diumumkan pada waktu itu bahwa seluruh cendana menjadi milik swapraja. Residen A.J.L. Couvreur tahun 1924 merintis budidaya cendana tetapi gagal. Dengan kondisi tersebut menumbuhkan efek bumerang rakyat yang merasa tidak ikut memiliki, akhirnya acuh tak acuh bahkan ikut secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses kelangkaan kayu cendana (Ormeling, 1955). Sampai sekarang perdagangan cendana menjadi monopoli pemerintah. Perdaperdagangan kayu cendana keluar Nusa Tenggara Timur harus dalam bentuk bahan setengah jadi atau bahan jadi. Di Kupang terdapat dua pabrik penyulingan minyak cendana di Bakunase. Namun kedua pabrik ini terpaksa berhenti beroperasi karena kekurangan bahan baku. Sementara walau kesulitan bahan baku, perusahaan pembuat barang kerajinan/cendera mata dari cendana masih berjalan. Cendana mempunyai daya tarik tidak saja kayunya, tetapi juga unsur-unsur yang berkaitan dengan cendana yang belum tergarap misalnya anakan cendana, kerajinan daun cendana, gubal cendana dsb.



Gambar 21. Daun, bunga dan buah cendana



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



28.Cengkih (Syzygium aromaticum [L.] Merr. & LM. Perry) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Sub Kingdom Super Divisi Divisi Sub divisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Species



: : : : : : : : : : :



Sinonim



:



Plantae (Tumbuhan) Trachebionta (Tumbuhan Berpembuluh) Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji) Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga) Angiospermae Dicotyledonae (Berkeping Dua) Magnoliidae Myrtales Myrtaceae (suku jambu-jambuan) Syzygium Syzygium aromaticum [L.] & L. Perry.



Eugenia aromatic [L.] Baill., E. caryopyllata Thunb., E.caryophyllus [Spreng.] Bull & Harr dan Caryophyllus aromaticus L. Nama Umum : : : : : :



cengkeh, cengkih clove hanh con Kaan phluu ding xiang kuroobu, shouji



Cengkih merupakan tanaman asli Indonesia dan merupak identitas Propinsi Maluku Utara



Halaman 119



Indonesia Inggris Vietnam Thailand Cina Jepang



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Deskripsi



:



Habitus



: bentuk pohon, tinggi dapat mencapai 10-30 m dan cabang-cabangnya cukup lebat dengan ranting-ranting mudah patah. Tajuk pohonnya berbentuk kerucut : berbentuk lonjong dengan warna daun hijau mengkilat dengan pucuk berwarna kemerahan. Ukuran daunnya lebar antara 2-3 cm dengan panjang antara 7,5-12,5 cm. : Bunga dan buah cenkih akan muncul pada ujung ranting dengan tangkai pendek serta bertandan. Pada saat muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan kemudian berubah lagi menjadi merah muda ketika tua. : cengkih pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun



Daun



Bunga



Buah



Distribusi dan Penyebaran Pohon cenkih asli Indonesia, dan tersebar alami terdapat di beberapa pulau Maluku juga di Papua dan Papua Nugini. Pada abad 19 cengkih tersebar di Malaysia, Sumatera, India dan Srilanka ketika berlangsung perniagaan rempah-rempah.



Halaman 120



Manfaat Tumbuhan Hasil penyulingan minyak cengkih yang disebut clove oil memiliki bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan berbagai hama, daun yang disebar di pekarangan dapat menekan pertumbuhan jamur. Minyak cengkeh yang mengandung eugenol bersifat sebagai anti jamur, antibakteri dan anti serangga. Bunga cengkeh yang sudah kering dapat digunakan sebagai obat kolera dan menambah denyut jantung. Minyak cengkeh juga bermanfaat untuk memperkuat lendir usus dan lambung serta menambah jumlah darah putih. Cengkih dicampur dengan air jeruk, klembak,



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



lada, pala, jenten ireng, mesoyi, ganti, daun muda gebang menghasilkan warna merah untuk daerah Jawa Tengah. Cengkih digunakan juga sebagai bumbu baik dalam bentuk utuh atau bubuk. Bumbu seperti ini digunakan baik di Eropa maupun Asia. Di Indonesia cengkih digunakan sebagai bahan pencampur tembakau untuk rokok kretek. Di China dan Jepang cengkih digunakan sebagai bahan pencampur dupa. Daun cengkih kering yang ditumbuk halus dapat digunakan sebagai pestisida nabati dan efektif untuk mengendalikan penyakit busuk batang Fusarium dengan dosis 50100 g daun cenkih per tanaman.



Halaman 121



Gambar 22. Bunga cengkih



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



29. Ceremai (Phyllanthus acidus L.Skells.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Sub Kingdom Super Divisi Divisi Sub divisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Species



: : : : : : : : : : :



Kerabat Dekat



:



Plantae (Tumbuhan) Trachebionta (Tumbuhan Berpembuluh) Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji) Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga) Angiospermae Dicotyledonae (Berkeping Dua) Rosidae Euphorbiales Euphorbiaceae Phyllanthus Phyllanthus acidus L.Skells.



Ki Malaka ( Phyllanthus emblica L.) dan meniran (P. ninuri ) Deskripsi



:



Habitus



: Perdu atau pohon kecil dengan ketinggian sampai 9 m, bercabang rendah dan renggang. Sepintas, pohon cerme mirip dengan pohon belimbing wuluh (Averrhoa belimbi L.) : tunggal, bundar telur dengan ujung runcing, panjang 2-7 cm, tersusun di rantingnya seperti daun majemuk menyirip. : bunganya berkelamin tunggal atau ganda, merah, berbilangan 4, tersusun dalam malai hingga 12 cm. : termasuk buah batu, bentuk bulat dengan 6-8 rusuk, kuning keputihan menyerupai lilin,



Daun



Halaman 122



Bunga



Buah



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



berdiameter hingga 2,5 cm, bergantungan sendiri atau dalam untaian. Daging buah keputihan, masam dan banyak berair, di tengahnya terdapat inti yang keras dengan 4-6 butir biji. Manfaat Buah ceremai sering dimakan segar dengan dicampur gula, garam atau dirujak. Ceremai juga kerap dibuat manisan, direbus (disetup) atau dibuat minuman penyegar. Daun mudanya digunakan sebagai lalap. Rebusan akar ceremai digunakan untuk meringankan asma dan mengobati penyakit kulit. Bahan penyamak juga dihasilkan dari kulit akarnya. Pohon ceremai kerap ditanam sebagai peneduh atau penghias halaman dan taman. Pohon ini dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis, menyukai tempat yang lembap sampai ketinggian sekitar 1.000 m dpl. Ceremai dapat dibiakkan melalui biji atau stek.



Ceremai diperkirakan memiliki asal-usul dari Madagaskar. Kini ceremai telah menyebar ke berbagai wilayah tropis seperti di Asia Tenggara (Vietnam selatan, Laos, Indonesia dan Malaya bagian utara), kepulauan-kepulauan Mauritius, Réunion dan Rodrigues di Samudra Hindia, serta di Guam, Hawaii dan beberapa kepulauan lain di Samudra Pasifik. Pada tahun 1793, tanaman ini dibawa ke Jamaika dari Timor; dan semenjak itu menyebar luas ke seluruh kepulauan Karibia, diikuti kemudian dengan masuknya ke Amerika Tengah dan Selatan.



Halaman 123



Penyebaran



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



30.Cimarrona (Annona montana) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Sub Kingdom Super Divisi Divisi Sub divisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Species



: : : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Trachebionta (Tumbuhan Berpembuluh) Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji) Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga) Angiospermae Dicotyledonae (Berkeping Dua) Magnoliidae Magnoliales Annonaceae Annona Annona montana



Nama umum : Indonesia : Cimarrona Inggris : Mountain soursop Kerabat Dekat : Sirsak, Buah Nona, Srikaya,Manoa, Annona Glabra Deskripsi Habitus Buah



Halaman 124



Biji



: bentuk pohon : bentuknya hampir bulat, kulit buah berwarna hijau tua dengan duri pendek yang lunak. Daging buah berwarna kuning, beraroma khas. : banyak, berwarna coklat terang dengan berat berkisar antara 0,51-0,64 gram.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 125



Gambar 23. Bunga, buah, daging buah dan biji cimarona



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



31.Cengal (Hopea sangal Korth.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Dilleniidae Theales Dipterocarpaceae Hopea Hopea sangal Korth.



Kerabat Dekat Merawan, Damar laut Nama Daerah



:



Jawa Sumatera



Inggris



: jempina, huru menyan, ambulu, keranggang : cengal, cengal hutan, dammar ata, dammar bintang, dammar cengal, dammar dasal, dammar hata, dammar kaca, dammar mata kucing, dasal lanang, kedemut, merawan batu, merawan cengal, mesegar. : cengal bukit, dammar gunung, dammar cengal, gagil, melapi, tekam, tekam gunung. : chengal



Deskripsi



:



Habitus



: bentuk pohon dengan tinggi dapat mencapai 50 m dengan tinggi bebas cabang berkisar antara 15-35 m, diameter batang setinggi dada dapat mencapai 125 cm, bentuk batang lurus



Halaman 126



Kalimantan



Kayu



Daun



dan bundar, berbanir yang tingginya dapat mencapai 1,5 m. Kulit luar berwarna hampir hitam atau coklat tua, beralur dangkal dan sedikit mengelupas. : warna kayu teras yang masih segar berwarna kuning muda kecoklatan sampai coklat muda, lama kelamaan menjadi kuning jerami, coklat kuning atau coklat. Kayu gubal berwarna putih atau kuning muda, kadang-kadang semu kelabu, tebal 1-10 cm, biasanya 3-4 cm. Tekstur kayu agak kasar sampai kasar. Arah serat lurus atau nyata berpadu. Kesan raba : permukaan kayu licin atau kasar pada bagian arah seratnya berpadu. Permukaan kayu mengkilap. Pada bidang radial tampak gambar berupa pita-pita longitudinal karena arah serat yang berpadu, seringkali dengan garis-garis putih karena adanya saluran dammar. Sifat pengerjaan : sifat pemesinan kayu cengal bervariasi dari baik sampai buruk. Kayunya dapat dibentuk dan dibuat lubang persegi dengan hasil baik, dapat dibubut dengan hasil baik sampai sangat baik, dapat dibor dengan hasil sedang sampai sangat baik, dapat diserut dengan hasil sedang sampai baik, tetapi hasil pengampelasan memberikan hasil buruk sampai sangat baik. Kayu cengal mudah dikerjakan dan menghasilkan permukaan yang halus jika mempergunakan alat-alat yang tajam. : kedudukan daun selang-seling. Tangkai daun melengkung. Permukaan bawah dan atas helaian daun licin. Bangun daun bulat, bulat panjang sampai lanset, melancip di ujung. Urat/tulang daun kedua (sekunder) menyirip seperti meranti dan sebagian seperti Dryobalanops. Terdapat urat pendek diantara



Halaman 127



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Bunga Buah



urat sekunder yang sampai ujung urat/tulang daun ketiga (tertier) tangga /jala terdapat daun penumpu bangun jarum, lakas gugur. : dalam susunan malai : dalam susunan malai, buah bersayap dua besar dan tiga kecil, ukuran buah kecil (buah + sayap maksimum panjangnya 8 cm); pertulangan pada sayap ada tujuh buah.



Daerah Penyebaran Seluruh sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,70 : II-III : II-III



Kegunaan



Halaman 128



Kayu cengal disukai penduduk untuk membuat perahu, lesung dan kincir penumbuk padi, karena awet dan tidak mudah pecah. Banyak juga dipakai sebagai balok, tiang dan papan dalam bangunan perumahan, kontruksi jembatan atau sebagai balok penyangga, baik dalam tanah maupun air.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



32.



Dadap Cangkring (Erythrina lithosperma Miq.) Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Nama Daerah



:



Jawa



: dadap cangkring (Sunda), Dadap srep (Banyuwangi, Jateng), godong towo (jateng), Dhadhak cangkring (madura) : Dadap minyak (Melayu)



Sumatra



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Rosidae Fabales Fabaceae Erythrina Erythrina lihosperma Miq.



Sinonim :



Deskripsi



:



Habitus



: tanaman legume pohon, tumbuh tinggi agak bengkok, ketinggian mencapai 15-22 m, dengan diameter batang 40-100 cm. Kulit batang berwarna hijau, batang tua bercampur



Halaman 129



Erythrina hypaphorus Boerl; E. subumbrans (Hassk.) Merr.; Erythrina secundiflora Hassk.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Daun



:



Bunga



:



Buah



:



Biji Akar



: :



garis-garis kecoklatan. Tegak, berkayu, bulat, percabangan simpodial, licin, hijau berbintikbintik putih. Batang ada yang berduri dan ada yang halus daun tiga bersatu dan berbentuk belah ketupat. Majemuk, bersilang, segi tiga, tepi rata, ujung meruncing, pangkal membulat hampir rata, bertangkai silindris, panjang 12-14 cm, hijau, pertulangan menyirip, hijau. majemuk, bentuk tandan, di ketiak daun, tangkai silindris, panjang 6-12 cm, kelopak bentuk tabung ujung bercangap, hijau, benang sari halus, coklat, tangkai putik silindris, panjang 2-2,5 cm, hijau, kepala putik bulat meruncing, oranye, mahkota bentuk tabung, panjang 3-4 cm, oranye polong, panjang 4-6 cm, hijau muda, berisi 4-8 biji perpolong bentuk ginjal, coklat sistem perakaran dalam.



Halaman 130



Manfaat Daun, akar dan kulit batang E. lithosperma mengandung saponin, flavonoida dan polifenol, di samping itu daunnya juga mengandung alkaloi. Daun E. lithosperma berkhasiat sebagai obat dernam bagi wanita yang habis melahirkan (demam nifas) dan untuk pelancar keluamya air susu. Khasiat daun dan kulit pohon E. lithosperma sebagai obat telah banyak di kenal, diantaranya untuk obat demam, obat mata, Guguran daun menyuburkan tanah dan kerimbunan daunnya menekan pertumbuhan gulma sehingga sangat baik digunakan sebagai perindang di kebun teh. Untuk kompres, menyembuhkan sakit panas, rasa pahit, mendinginkan, dan membersihkan darah. infus daun E. lithosperma berkhasiat sebagai antipiretik



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 131



Gambar 24. Permukaan batang, daun bunga dan biji E. lithosperma



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



33.



Dukuh (Lansium domesticum Corr.)



Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Sapindales Meliaceae Lansium Lansium domesticum Corr



Kerabat Dekat Kokosan Nama Intenasional : Duku dikenal dengan banyak nama, seperti langsat, langseh, langsep, lansa (Malaysia.); lansones, lanzone, lanzon, dan buahan, (Filipina.); langsad, longkong (Thailand); lòn bon dan bòn bon (Vietnam); langsak, duku (Burma); serta gadu guda (Srilanka). Dalam bahasa Inggris juga disebut sebagai langsat dan duku.



Halaman 132



Nama Lokal : Di Indonesia sendiri duku disebut dengan berbagai nama, yang mirip maupun yang tidak. Misalnya langsat (umum); lansat, lancat (Aceh dan Sumut); lasé (Nias); langsék (Minangkabau); langsak, lasak, rarsak, rasak (Lampung); lansét, lasat, losot, léhat, lihat, rihat, richat (Kalimantan); lansa, lasat, lasot, lansot, dansot, ranso, lantat (Sulut); lansa, lasa, lasé, lésé (Sulsel); lasat, lasaté, lasété, nasaté, lasato, lalasat, lasa (Maluku) dan sejenisnya. Serta langsat, langsep dan duku, dukuh (Jw., Sd.); kokosan, pisitan, bijitan (Sd.);



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



pijetan, celuring (Jw.); celoréng (Md.; celoring, ceroring (Bali); dan [6] lain-lain.



Pohon



Daun



Bunga



Buah



: berukuran sedang, dengan tinggi mencapai 30 m dan diameter batang dapat mencapai 75 cm. Batang biasanya beralur-alur dalam tak teratur, dengan banir (akar papan) yang pipih menonjol di atas tanah. Pepagan (kulit kayu) berwarna kelabu berbintik-bintik gelap dan jingga, mengandung getah kental berwarna susu yang lengket (resin). : majemuk menyirip ganjil, gundul atau berbulu halus, dengan 6-9 anak daun yang tersusun berseling, anak daun jorong (eliptis) sampai lonjong, 9-21 cm × 5-10 cm, mengkilap di sisi atas, seperti jangat, dengan pangkal runcing dan ujung meluncip (meruncing) pendek, anak daun bertangkai 5-12 mm. : terletak dalam tandan yang muncul pada batang atau cabang yang besar, menggantung, sendiri atau dalam berkas 2-5 tandan atau lebih, kerap bercabang pada pangkalnya, 1030 cm panjangnya, berambut. Bunga-bunga berukur-an kecil, duduk atau bertangkai pendek, menyendiri, berkelamin dua. Kelopak berbentuk cawan bercuping 5, berdaging, kuning kehijauan. Mahkota bundar telur, tegak, berdaging, 2-3 mm × 4-5 mm, putih hingga kuning pucat. Benang sari satu berkas, tabungnya mencapai 2 mm, kepala-kepala sari dalam satu lingkaran. Putiknya tebal dan pendek. : termasuk buah buni yang berbentuk jorong, bulat atau bulat memanjang, 2-4(-7) cm × 1,55 cm, dengan bulu halus kekuning-kuningan



Halaman 133



Deskripsi



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Biji



Halaman 134



Perbanyakan



dan daun kelopak yang tidak rontok. Kulit (dinding) buah tipis hingga tebal (kira-kira 6 mm). : Berbiji 1-3, pipih, hijau, berasa pahit; biji terbungkus oleh salut biji (arilus) yang putih bening dan tebal, berair, manis hingga masam. Kultivar-kultivar yang unggul memiliki biji yang kecil atau tidak berkembang (rudimenter), namun arilusnya tumbuh baik dan tebal, manis. : Perbanyakan duku yang dilakukan menggunakan biji mengakibatkan lambannya tanaman dalam menghasilkan buah. Tanaman baru berbunga pada umur 10 sampai 15 tahun. Perkecambahan tumbuhan ini memiliki perilaku poliembrioni (satu biji menghasilkan banyak embrio atau semai): satu embrio hasil pembuahan, dan sisanya embrio apomiktik,. Embrio apomiktik berkembang dari jaringan pohon induk sehingga keturunannya memiliki karakter yang serupa dengan induknya. Biji bersifat rekalsitran, penyimpanan lebih daripada tujuh hari akan menyebabkan kemunduran daya kecambah yang cepat. Perbanyakan vegetatif dilakukan dengan pencangkokan dan sambung pucuk.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,35 : III : II



Ekologi Sebagai tanaman bertajuk menengah, duku tumbuh baik dalam kebun-kebun campuran (wanatani). Tanaman ini, terutama varietas duku, menyukai tempat-tempat yang ternaung dan lembab. Di daerah-daerah produksinya, duku biasa ditanam bercampur



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



dengan durian, petai, jengkol, serta aneka tanaman buah dan kayukayuan lainnya, meski umumnya duku yang mendominasi. Duku biasa ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl., di wilayah dengan curah hujan antara 1.500-2.500 mm per tahun. Tanaman ini dapat tumbuh dan berbuah baik pada berbagai jenis tanah, terutama tipe tanah latosol, podsolik kuning, dan aluvial. Duku menyenangi tanah bertekstur sedang dan berdrainase baik, kaya bahan organik dan sedikit asam, namun dengan ketersediaan air tanah yang cukup. Sementara itu varietas langsat lebih tahan terhadap perubahan musim, dan dapat menenggang musim kemarau asalkan cukup ternaungi dan mendapatkan air. Duku tidak tahan penggenangan. Duku umumnya berbuah sekali dalam setahun, sehingga dikenal adanya musim buah duku. Musim ini dapat berlainan antar daerah, namun umumnya terjadi di sekitar awal musim hujan. Keanekaragaman



Langsat (L. domesticum var. domesticum) kebanyakan memiliki pohon yang lebih kurus, berdaun kurang lebat yang berwarna hijau tua, dengan percabangan tegak. Tandan buahnya panjang, padat berisi 15–25 butir buah yang berbentuk bulat telur dan besar-besar. Buah langsat berkulit tipis dan selalu bergetah (putih) sekalipun



Halaman 135



Duku amat bervariasi dalam sifat-sifat pohon dan buahnya; sehingga ada pula ahli yang memisah-misahkannya ke dalam jenisjenis (spesies) yang berlainan. Pada garis besarnya, ada dua kelompok besar buah ini, yakni yang dikenal sebagai duku, dan yang dinamakan langsat. Kemudian ada kelompok campuran antara keduanya yang disebut duku-langsat, serta kelompok terakhir yang di Indonesia dikenal sebagai kokosan. Kelompok yang dikenal sebagai duku (L. domesticum var. duku) umumnya memiliki pohon yang bertajuk besar, padat oleh dedaunan yang berwarna hijau cerah, dengan tandan yang relatif pendek dan berisi sedikit buah. Butiran buahnya besar, cenderung bulat, berkulit agak tebal namun cenderung tidak bergetah bila masak, umumnya berbiji kecil dan berdaging tebal, manis atau masam, dan berbau harum.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 136



telah masak. Daging buahnya banyak berair, rasanya masam manis dan menyegarkan. Tak seperti duku, langsat bukanlah buah yang bisa bertahan lama setelah dipetik. Dalam tiga hari setelah dipetik, kulit langsat akan menghitam sekalipun itu tidak merusak rasa manisnya. Hanya saja tampilannya menjadi tidak menarik. Memanen duku di Mandi Angin, Rawas Ilir, Musi Rawas. Perhatikan tandannya yang renggang, berbeda dengan langsat yang rapat. Kokosan (L. domesticum var. aquaeum) dibedakan oleh daunnya yang berbulu, tandannya yang penuh butir buah yang berjejalan sangat rapat, dan kulit buahnya yang berwarna kuning tua. Butirbutir buahnya umumnya kecil, berkulit tipis dan sedikit bergetah, namun sukar dikupas. Sehingga buah dimakan dengan cara digigit dan disedot cairan dan bijinya (maka disebut kokosan), atau dipijit agar kulitnya pecah dan keluar bijinya (maka dinamai pisitan, pijetan, bijitan). Berbiji relatif besar dan berdaging tipis, kokosan umumnya berasa masam sampai masam sekali. Kultivar duku yang paling terkenal di Indonesia adalah duku palembang, terutama karena manis rasanya dan sedikit bijinya. Sebetulnya penghasil utama duku ini bukanlah Kota Palembang, melainkan daerah Komering (Kabupaten OKU dan OKI) serta beberapa wilayah lain yang berdekatan di Sumatera Selatan. Tempat lain yang juga menghasilkannya adalah kawasan Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi. Duku dari wilayah-wilayah ini dipasarkan ke pelbagai daerah di Sumatera dan Jawa, dan bahkan diekspor. Di samping duku palembang, berbagai daerah juga menghasilkan dukunya masingmasing. Di Jawa, beberapa yang terkenal secara lokal adalah duku condet (dahulu juga duku menteng dan duku depok) dari seputaran Jakarta; duku papongan dari Tegal; duku kalikajar dari Purbalingga; duku karangkajen dan duku klaten dari Yogyakarta; duku matesih dari Karanganyar; duku woro dari Rembang; duku sumber dari Kudus, dan lain-lain. Di Kalimantan Selatan, dikenal duku Padang Batung dari Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Mengingat daya tahan buahnya yang tak seperti duku, langsat umumnya dikenal secara lebih terbatas dan lokal. Beberapa kultivar yang populer, di antaranya adalah langsep singosari dari Malang, langsat tanjung dari Kalsel, langsat punggur dari Kalbar, dan sebagainya. Dari



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Thailand dikenal langsat uttaradit, dan dari Luzon, Filipina, dikenal langsat paete. Manfaat Duku terutama ditanam untuk buahnya, yang biasa dimakan dalam keadaan segar. Ada pula yang mengawetkannya dalam sirup dan dibotolkan. Kayunya keras, padat, berat dan awet, sehingga kerap digunakan sebagai bahan perkakas dan konstruksi rumah di desa, terutama kayu pisitan. Beberapa bagian tanaman digunakan sebagai bahan obat tradisional. Biji duku yang pahit rasanya, ditumbuk dan dicampur air untuk obat cacing dan juga obat demam. Kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat disentri dan malaria; sementara tepung kulit kayu ini dijadikan tapal untuk mengobati gigitan kalajengking. Kulit buahnya juga digunakan sebagai obat diare; dan kulit buah yang dikeringkan, di Filipina biasa dibakar sebagai pengusir nyamuk. Kulit buah langsat terutama, dikeringkan dan diolah untuk dicampurkan dalam setanggi atau dupa.



Duku biasa diperbanyak dengan biji, yang sengaja disemaikan atau dengan mengumpulkan cabutan semai yang tumbuh spontan di bawah pohon induknya. Akan tetapi menunggu hingga pohon baru ini menghasilkan, memakan waktu yang lama (20–25 tahun) dan belum pasti pula kualitasnya sama dengan induknya. Cara lain yang juga populer adalah dengan mencangkoknya. Meskipun proses mencangkok ini memakan waktu yang relatif lama (8-9 bulan, akar keluar setelah 134 hari namun pohon baru hasil cangkokan sudah dapat berbuah pada umur sekitar dua tahun. Kelemahannya, persen kematian anakan hasil cangkokan cukup besar. Lagi pula pertumbuhannya tidak seberapa kuat. Perbanyakan secara modern yang kini banyak dilakukan adalah dengan sambung pucuk (grafting). Teknik ini memungkinkan sifat-sifat genetik batang atas anakan yang dihasilkan sama dengan



Halaman 137



Perbanyakan



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



induknya, sementara waktu tunggunya dipersingkat menjadi 5–6 tahun. Anakan hasil sambung pucuk ini juga lebih kuat perakarannya daripada anakan hasil cangkokan. Perdagangan



Halaman 138



Negara-negara penghasil utama duku adalah Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia. Namun umumnya duku habis dikonsumsi di dalam negeri masing-masing, kecuali sedikit yang diekspor ke Singapura dan Hongkong. Duku belum menembus pasar buahbuahan di Eropa dan Amerika.



Gambar 25. buah dukuh



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



34.



Durian (Durio zibethinus Murr.)



Klasifikasi Ilmiah : (www.plantamor.com) : : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Dilleniidae Malvales Bombacaceae Durio Durio zibethinus Murr



Nama Daerah/Umum Jawa Bali Kalimantan Nusa Tenggara Maluku



: : : : :



Sulawesi



:



Sumatera



:



Inggris Melayu Thailand Pilipina Cina



: : : : :



Kerabat Dekat



:



:



Kadu (Sunda), duren (Jawa), Dhurian (Madura) Duren Dahuyan (Dayak) Aduria (Bima) Durian (Ternate), Durian (Tidore), dulem (Seram) Duria (Gorontalo), durian (Sangir), duriang (Makasar), duliango (Buol), duriany (Bugis), duriang (Manado) Deruyan (Aceh), duren (Gayo), drotong, tautung (Batak), durian (Minangkabau), desrian (Lampung) Durian Durian Thurian Durian Liu lian



Halaman 139



Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Tekawai (Durio lowianus Scort.), Koroyot (D. oxleyanus Griff.), Durian Hutan (D.sp.), Durian Pulu (D. kutejensis), Durian Hantu (D. grandiflorus [Masters.] Kostern & Soe, Durian Burung (D. graveolens Becc.), Durian Kura-kura (D. testudinarum Becc.), Deskripsi : Habitus



Batang



Daun



Halaman 140



Bunga



: Durian merupakan pohon tahunan/ tumbuhan perenial yang mempunyai tinggi batang sekitar 27-40 meter, hijau abadi (pengguguran daun tidak tergantung musim) tetapi ada saat tertentu untuk menumbuhkan daun-daun baru (periode flushing). : Batang berkayu, silindris, tegak, kulit pecahpecah, permukaan kasar, percabangan simpodial, bercabang banyak, arah mendatar, tinggi batang 25 m, lingkar batang ketinggian 1 meter 353,25 cm, bentuk tajuk seperti payung, keadaan tajuk rimbun, bentuk batang bulat, percabangan melengkung ke atas, letak cabang terendah > 5 m, tekstur kulit batang kasar, warna kulit kecoklatan; : Daun tunggal berbentuk elips/ lanset dan memanjang dengan ukuran panjang 6,5 cm sampai 25 cm dan lebar 3 cm sampai 5 cm, ujung daun meruncing, pangkal daun membulat, tepi rata, permukaan atas berwarna hijau tua, permukaan bawah berwarna coklat kekuningan. Punggung daun berwarna perak. : Bunga muncul dari kuncup dorman, batang atau cabang yang sudah membesar, bertangkai, kelopak berbentuk lonceng, berkelompok, berwarna putih hingga coklat keemasan. Bunga mekar pada sore hari dan bertahan beberapa hari. Bunganya menyebar-kan aroma wangi untuk menarik



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Buah



Biji



Akar



perhatian kelelawar sebagai penyerbuk utamanya : Buah kapsul, bulat atau bulat telur, panjang 15-30 cm, garis tengah 13-15 cm, dan berduri tajam. Warna buah ketika masih muda hijau dan setelah tua kuning. : Biji bulat telur/lonjong berwarna kuning kecoklatan , diameter ± 3 cm, dilapisi selaput biji dan berwarna kuning. : Akarnya merupakan akar tunggang



Sebaran Durian merupakan tumbuhan Asli Malaysia dan Indonesia. Tersebar di Thailand, Malaysia, Indonesia (Pulau Kalimantan, selain itu Mindanao, Sumatera, dan Semenanjung Malaya), Philippines (Mindanao), Kamboja, Laos, Vietnam, Sri Lanka, India dan Australia (Queensland).



Buah



Kulit



: Daging buah berkhasiat sebagai tonik dan penghangat badan. Kulit buah berkhasiat sebagai obat beri-beri, pelancar haid, dan mempermudah buang air besar. Daun berkhasiat sebagai obat cantengan dan sakit kuning, selain itu untuk mencegah dampak dari extensic aging (faktor penuaan dari luar) meningkatkan tekanan darah(zat besi),buah dan akarnya berkhasiat untuk mengatasi beng-kak, penyakit kulit, dan penyakit kuning. : dapat digunakan sebagai obat pengusir nyamuk, untuk mengobati ruam pada kulit (sakit kurap) dan susah buang air besar (sembelit). Kulit buah ini pun biasa dibakar dan abunya digunakan dalam ramuan untuk melancarkan haid. Selain itu kulit durian dapat dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus,



Halaman 141



Manfaat :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Daun



Halaman 142



Akar



dengan cara dijemur sampai kering dan dibakar sampai hancur. : Air seduhan daun durian di Malaysia digunakan sebagai antipiretik (pereda demam). Daun dan akar durian digunakan sebagai antipiretik dan daun durian yang dihancurkan dapat juga digunakan untuk pasien yang demam yaitu dengan cara diletakkan di atas dahi. Bagi orang yang mempunyai tekanan darah tinggi dianjurkan agar menghindari buah durian karena dapat meningkatkan tekanan darah, sedangkan kulit durian dapat digunakan sebagi penolak nyamuk. : berkhasiat sebagai obat sakit demam dan sakit kulit.



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,57 : IV/V : III-II



Gambar 26. Buah durian



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



35.



Duwet (Syzygium cumini [L] Skells)



Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Myrtales Myrtaceae (suku jambu-jambuan) Syzygium Syzygium cumini (L.) Skeels



Kerabat Dekat



Nama Daerah



:



Bali Jawa



: juwet, jujutan : jambu juwat, jiwat, jiwat padi; juwet atau duwet (Jateng); jamblang (Btw., Sd.); dhuwak, dhalas (Madura.) : jambula (Ternate) : jambulan (Flores); duwe (Bima) : jambulang, jambulan, jombulan, jumbling (Sulawesi Utara) : Jambee kleng (Aceh); jambu kling (Gayo); jambu kalang (Min.)



Maluku Nusa Tenggara Sulawesi Sumatera



Sinonim : Myrtus cumini L. Eugenia jambolana Lamk jambolanum (Lamk) DC., Eugenia cumini (L.) Druce.



, Syzygium



Halaman 143



Cengkeh, Jambu Mawar, Jambu Bol, Salam, Jambu Semarang, Kopo



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Deskripsi Pohon : Pohon



Akar Batang



Daun



Halaman 144



Bunga



Buah



: kokoh dan tidak menggugurkan daun bertajuk bulat atau tidak beraturan, tinggi hingga 20 m dan diameter batang dapat mencapai 90 cm. : Berakar tunjang, kuat : Kadang-kadang berbatang bengkok, bercabang rendah. Kulit batang kasar, hijau gelap pada batang bagian bawah sedang pada batang dibagian atas halus dan berwarna abu-abu terang : Daun-daunnya terletak berhadapan, bertang-kai 1-3,5 cm. Helaian daun bundar telur terbalik agak jorong sampai jorong lonjong, 5-25 x 2-10 cm, pangkal berbentuk pasak atau membundar, ujung tumpul atau agak melancip, bertepi rata, menjangat tebal dengan tepi yang tipis dan agak tembus pandang. Hijau tua berkilat di sebelah atas, daun jamblang agak berbau terpentin apabila diremas. Daun yang muda berwarna merah jambu. : Karangan bunga dalam malai atau malai rata, renggang, hingga tiga kali bercabang; umum-nya muncul pada cabang-cabang yang tak berdaun. Bunga kecil, duduk rapat-rapat, 3-8 kuntum di tiap ujung tangkai, berbau harum. Daun kelopak bentuk lonceng melebar atau corong, tinggi 4-6 mm, kuning sampai keungu-an. Daun mahkota bundar dan lepas-lepas, 3 mm, putih abu-abu sampai merah jambu, mudah gugur. Benang sari banyak, 4-7 mm; putik 6-7 mm. : Buah buni berbentuk lonjong sampai bulat telur, sering agak bengkok, 1-5 cm, bermahkota cuping kelopak, dengan kulit tipis licin mengkilap, merah tua sampai ungu



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Biji



kehitaman, kadang-kadang putih. Sering dalam gerombolan besar. Daging buah putih, kuning kelabu sampai agak merah ungu, hampir tak berbau, dengan banyak sari buah, sepat masam sampai masam manis. : Biji lonjong, sampai 3,5 cm



Spesifikasi Kayu



: Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 0,64 : IV : II



Sebaran : Dunia Pohon Jamblang mempunyai daerah persebaran alaminya di Himalaya bagian subtropika, India, Sri Lanka, Malesia dan Australia. Saat ini telah ditanam diseluruh kawasan tropika dan subtropika



Buah Syzygium cumini berkhasiat sebagai obat diare, obat sakit gula dan obta nyeri ginjal. Untuk obat diare dipakai ± 100 g buah matang Syzygium cumini, dicuci dan dimakan langsung. Pada buahnya terkandung zat penyamak tanin, minyak terbang, asam gallus, dan glikosida. Pada bijinya terdapat zat tanin, asam galat, glukosida phytomelin, dan alfa-phytosterol yang bersifat antikholestemik. Sementara itu, pada kulit pohonnya terdapat zat samak (tanin). Dan pada kulit buahnya terdapat antosianin penyebab warna ungu. Kayunya dapat digunakan untuk bahan bangunan, meskipun tidak istimewa dan agak mudah pecah. Kayu ini cukup kuat, tahan air dan serangan serangga; sekalipun agak sukar dikerjakan. Yang terlebih sering ialah digunakan sebagai kayu bakar. Kulit kayunya menghasilkan zat penyamak (tanin) dan dimanfaatkan untuk mewarnai (ubar) jala. Kepingan kecil pepagan ini juga terkadang dibubuhkan untuk



Halaman 145



Manfaat :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 146



menghambat keasaman tuak. Daunnya kerap digunakan sebagai pakan ternak. Beberapa bagian tumbuhan juga dipergunakan sebagai bahan obat, tradisional maupun modern. Kulit batang, daun, buah dan bijinya acapkali digunakan sebagai obat kencing manis, murus (diare), dan beberapa penyakit lain. Bahkan simplisia dari kulit batang (dikenal sebagai Syzygii cortex) dan biji jamblang (disebut Syzygii semen) dahulu dianjurkan sebagai sediaan apotek yang tidak wajib. Di samping tanin, bahan aktif yang dikandungnya antara lain adalah glukosida yambolin (jamboline). Pohon jamblang juga sering ditanam sebagai pohon peneduh di pekarangan dan perkebunan (misalnya untuk meneduhi tanaman kopi), atau sebagai penahan angin (wind break). Bunga-bunganya baik sebagai pakan lebah madu.



Gambar 27. Daun, bunga dan buah duwet



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



36.



Eboni (Diospyros celebica Bakh.)



Klasifikasi Ilmiah : Kinngdom Super divisi Sub-divisi Kelas Sub-kelas Ordo Family Genus Species



: : : : : : : : :



Kerabat dekat



:



Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Spermatophyta Angiospermae Dicotyledoneae Sympetalae Ebenales Ebenaceae Diospyros Diospyros celebica Bakh



Diospyros ebeum Koen, D. ferea Bakh, D. Tolin Bakh, D. macrohylla Bl, D. Pilosanthera Blanco dan D. rumphii Bakh. Nama Umum



:



Ebben, Wale, Ebennum, Macassar Eboni dan juga kayu hitam.



Habitus



: Eboni ini berupa pohon, perdu atau semak, biasanya dioesis (dioecious, berumah dua) dan kadang-kadang monoesis, dengan percabangan monopodial, serta biasanya tanpa banir (akar papan). Kulit batang hitam atau kehitaman di luar, keras dan agak rapuh, dengan permukaan retak-retak, beralur atau bahkan memecah, jarang licin; di bagian dalam berwarna pucat. Pepagan dan kayu gubal sering berubah menguning bila kena udara, sehingga dapat membantu identifikasi. Kayu teras berwarna hitam, atau hitam berbelang



Halaman 147



Deskripsi :



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Spesifikasi Kayu



merah muda atau coklat pucat, atau coklat gelap kehitaman. : Pohon eboni ini tanpa daun penumpu (stipule). Daun tunggal, bertepi rata, terletak berseling (alternate) dalam dua deretan, bertulang menyirip, sering dengan bintikbintik kelenjar yang tersebar jarang di lembaran daunnya. Tulang daun utama sering melekuk menjadi alur di tengah daun. : Perbungaan dalam malai di ketiak, kadangkadang kauliflori atau ramiflori, yang betina kerap tereduksi menjadi bunga tunggal. Bunga berkelamin satu, kadang-kadang ada pula yang berkelamin ganda, berbilangan 3-5 (jarang 8). Kelopak bunga menetap (tidak rontok), membesar dan seringkali mengeras nantinya, menutupi pangkal buah. Mahkota bunga menyatu di pangkal, membentuk tabung pendek. : Buah seringkali berdaging, bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua, yang kadangkala beracun, menyungkup 116 butir biji yang kurang lebih serupa baji dan tersusun konsentris. Daging buahnya yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan demikian bertindak sebagai agen pemencar biji. Bijinya berbentuk : Seng (1990)



Berat Jenis Kelas Awet Kelas Kuat



: 1,09 : I : I



Daun



Bunga



Halaman 148



Buah



Penyebaran Eboni (Diospyros celebica Bakh) merupakan jenis kayu mewah. Kayu Eboni dikenal juga sebagai kayu hitam karena



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



memiliki teras kayu berwarna hitam dengan garis-garis merah coklat. Banyak orang menganggap bahwa Diospyros celebica Bakh merupakan jenis Eboni yang asli. Dari ketujuh jenis Eboni yang tersebar di seluruh Indonesia, jenis Diospyros celebica-lah yang memiliki penyebaran paling terbatas dibanding jenis lainnya. Eboni (Diospyros celebica Bakh) merupakan salah satu jenis flora endemik yang ada di pulau Sulawesi, dengan daerah penyebaran di Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Saat ini diperkirakan penyebaran habitat Eboni paling selatan adalah di wilayah Maros (Sulawesi Selatan), sedangkan bagian utara di daerah Tomini dan Toli-Toli (Sulawesi Tengah). Sulawesi Tengah merupakan daerah utama penyebaran alami kayu Eboni, yang meliputi wilayah Poso, Parigi, Donggala, Palu, Luwuk, Tomini dan Toli-Toli. Jenis kayu Eboni biasanya tumbuh di punggung-punggung bukit sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, dengan jenis tanah seperti: tanah kapur, batubatuan dangkal maupun tanah latosol.



Sejak dahulu, kayu Eboni banyak digemari orang karena memiliki tekstur kayu yang halus dan merata, dengan teras kayunya yang indah dan sangat awet. Kayu Eboni biasanya digunakan sebagai bahan meubel, patung, ukiran, hiasan dinding, alat musik, kipas dan kayu lapis mewah. Sementara orang-orang Jepang beranggapan, apabila perabotan rumah tangganya berasal dari kayu Eboni dapat meningkatkan status sosialnya (Kuhon dkk, 1987). Tidak kurang dari 95 persen (%) kayu Eboni yang diperdagangkan adalah berbentuk gergajian, dan sisanya sekitar 5% diperdagangkan dalam bentuk barang jadi yang diproduksi oleh para perajin lokal maupun perajin yang ada di pulau Jawa dan Bali. Kayu Eboni dalam bentuk gergajian, kebanyakan diekspor dengan negara tujuan utama adalah Jepang, kemudian Amerika Serikat dan beberapa negara di benua Eropa (Prosea,1995). Meningkatnya permintaan terhadap jenis kayu Eboni mengakibatkan peningkatan terhadap harga kayu ini di pasar luar



Halaman 149



Manfaat



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 150



negeri dari tahun ke tahun. Harga kayu Eboni meningkat dari sekitar US $ 20 per ton pada tahun 1967 menjadi US $ 2.000 per m³ pada tahun 1987 (Kuhon dan Pattiradjawane, 1987), sedangkan harga untuk pasar dalam negeri diperkirakan mencapai harga 1 – 1,5 juta rupiah per m³. Harga jual dari produk gergajian kayu Eboni di pasar luar negeri hingga saat ini bahkan telah mencapai US $ 6.000 per m³ (Deperindag, 2000). Tingginya harga jual dan besarnya kebutuhan akan jenis kayu Eboni ini, membuat maraknya kegiatan penebangan di kawasan hutan alam. Setelah menjadi komoditas andalan pada perusahan HPH di propinsi Sulawesi Tengah sampai awal tahun 1990-an, kayu Eboni dalam beberapa tahun belakangan telah menjadi incaran aktivitas illegal logging. Sejak pertengahan tahun 1990-an, aktivitas illegal logging telah diidentifikasi menjadi semakin marak terjadi di kawasan hutan alam dan Eboni merupakan salah satu jenis kayu terpopuler yang menjadi incaran para penebang di Sulawesi Tengah dan sekitarnya. Dengan semakin meningkatnya aktivitas illegal logging serta pengeksploitasian hutan yang tidak terencana, telah mengakibatkan semakin menipisnya persediaan jenis kayu Eboni di hutan alam. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang memperlihatkan bahwa di beberapa hutan alam kayu Eboni sudah sulit ditemukan. Keadaan seperti ini juga diperburuk dengan kenyataan bahwa kayu Eboni memiliki pertumbuhan yang sangat lambat.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 151



Gambar 28. Diospyros celebica Bakh umur 5 tahun



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



37.



Fisisium (Filicium decipiens Thw.)



Klasifikasi Ilmiah : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Sapindales Sapindaceae Filicium Filicium decipiens Thw.



Nama Umum



:



Indonesia



: Kerai payung, kere payung, kiara payung, ki



Inggris



: Japanese ferm tree



Deskripsi



:



Habitus



: Menurut deskripsi Steenis, dkk (206) pohon dapat mencapai tinggi 25 m. Kulit batang



sabun



berwarna kecoklatan, kulit terkelupas tidak teratur. Daun



: Anak daun 10-24, bentuk lanset-garis dengan



Halaman 152



ujung melekuk ke dalam, panjang 6-16,5 cm Bunga



dan atas dengan bintik damar. : Bunga berbentuk malai di ketiak daun. Daun kelopak bunga berjumlah 5, bentuk bulat telur, cekung, panjang lebih kurang 2 mm, pada



pangkalnya



sedikit



melekat.



Daun



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



mahkota berjulah 5 buah, ukurannya lebih kecil daripada kelopak, berbentuk bulat telur lebar dan berwarna putih. Tonjolan dasar bunga sempurna berwarna orange, berambut putih. Benangsari berjumlah 5 buah, dalam bunga betina tidak sempurna. Bakal buah pada



bunga



pada



jantan



sangat



tidak



sempurna, pada bunga betina berbentuk bola, beruang 2. 1 bakal biji peruang. Tangkai putik pendek dan membengkok. Buah



: Buah batu bulat memanjang, panjang lebih kurang 1 cm dan daging buah tipis demikian juga dengan didingnya, inti beruang 1-2. Dalam 1 kg terdapat sebanyak 1020 butir. Porsi kulit dan daging buahnya cukup besar yaitu sebanyak 66,62% terhadap biji.



Penyebaran



: India dan Sri Lanka. Umum ditemukan di sepanjang lereng sebelah Timur Sohyadri Selatan.



Manfaat



Halaman 153



F.decipiens seluruh bagian tanamannya mengandung saponin atau zat kimia yang menjadi salah satu bahan dasar sabun. Filisium termasuk salah satu jenis pohon peneduh yang sekaligus dapat mengurangi polusi udara sampai 67%.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Gambar 29. (kiri atas) bunga Fillicium decipiens Thw. mulai keluar pada bulan Maret, (kanan atas) Juli-Agustus buah sudah mulai terbentuk berwarna kuning kemerahan, (bawah) Buah matang secara fisiologis berwarna



Halaman 154



hitam keungu-unguan bulan September-Oktober



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



38.Flamboyan (Delonix regia) Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : : :



Sinonim



: Royal poinciana



Nama Umum



:



Indonesia Pancis India Inggris



: : : :



Deskripsi



:



Habitus



: flamboyan adalah tanaman hias bentuk pohon, tingginya dapat mencapai tinggi 12 m. Batangnya licin, berwarna cokelat kelabu dengan teras sangat keras, berat, dan tahan air atau serangga. Akarnya cukup kuat sehingga jika ditanam di trotoar bisa mengangkat permukaan trotoar atau jalan. Bentuk pohonnya yang bercabang banyak dan melebar seolah membentuk payung raksasa. : daunnya tergolong daun majemuk, berbentuk seperti pakis, ringan, dan lembut. Daunnya



flamboyan flamboyant gulmohar flame of the forest, flame tree, queen of the flame



Halaman 155



Daun



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Fabales Fabaceae (suku polong-polongan) Delonix Delonix regia



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 156



Bunga



terbagi dalam dua tangkai (pinnate), tangkai utama (pinnae) dan tankai skunder (pinnules). Panjang daun mencapai 30-50 cm. Dalam satu daun terdapat 20-40 pasang pinnae dan 10-20 pasang pinnules. Bentuk daun majemuk dan rapat, menciptakan kerimbunan yang khas dan memberikan kerindangan, serta kenyamanan bagi siapa pun yang berteduh di bawahnya. Daun-daunnya akan terus menghijau sepanjang musim hujan hingga awal musim kemarau. Barulah ketika memasuki pertengahan kemarau, daun-daun flamboyan berguguran. Bahkan beberapa batang dan rantingnya mengering, meranggas, lalu patah. Saat itu, flamboyan tampak seperti pohon yang kurus dan gundul. Tampaknya, inilah cara alami flamboyan beradaptasi dengan perubahan lingkungannya. Namun, begitu air mulai tercurahkan dari langit dan musim hujan tiba, flamboyan yang tampak kering dan meranggas itu bergairah. : bunga-bunga berwarna jingga dan merah. ketika musim hujan tiba, bunga flamboyan bermekaran serentak. Bunga flamboyan berukuran cukup besar, berbentuk seperti anggrek dan mekar dalam sebuah kumpulan yang padat dan rapat. Warnanya antara merah jingga hingga merah tua (scarlet). Dalam satu kumpulan terdapat lima helai mahkota bunga yang menyebar, di mana salah satunya tampak berbeda dari empat mahkota lainnya. Inilah yang disebut dengan “standar” di mana ukurannya tampak lebih panjang dan ditandai oleh bintik-bintik putih atau kuning pada sisi bagian dalam. Rata-rata panjang tiap helai mahkota bunga 8 cm. Keindahan bunga flamboyan akan tampak jika bunga itu masih di pohon dalam bentuk “gerombolan”. Jika



Buah



dilihat satu per satu, bunganya tampak kurang menarik. Namun, untuk bisa menyaksikan kecerlangan bunga flamboyan memang harus pandai mencari waktu yang tepat. Bunga flamboyan biasanya terlihat paling cemerlang pada minggu pertama kemunculannya. Pada saat langit cerah dan matahari bersinar terang, warna merah jingga menyala memendarkan cahaya berkilauan. Sayangnya, periode penuh keindahan itu hanya sebentar. Begitu memasuki minggu berikutnya, kecerlangan bunga flamboyan mulai luntur. Kita hanya akan menyaksikan warna pastel yang lebih lembut dan merah tua yang sudah redup. Masa berbunganya tergolong jarang, sekali dalam setahun. Persisnya terjadi pada masa pancaroba, pera-lihan dari musim kemarau ke musim hujan, yaitu berlangsung antara bulan Oktober hingga Desember. Seiring berjalannya musim hujan dan rontoknya bunga, flamboyan pun berganti warna penampilan, dari merah ke hijau. Inilah periode kemunculan daundaunnya yang secara perlahan mengalami evolusi dari warna hijau muda menjadi hijau tua cerah. : setelah bunga rontok, putiknya berubah menjadi buah yang berbentuk seperti pedang (polong). Saat masih muda, warna buahnya hijau muda cerah, namun saat ke-ring dan tua, akan berubah menjadi cokelat dan hitam. Panjang buah bisa mencapai 60 cm dan lebar 5 cm. Meski buahnya berbentuk polong besar, bijinya tergolong kecil dengan berat tiap biji rata-rata 0,4 gram. Bijinya bisa ditanam untuk menghasilkan tanaman baru, namun biasanya budi daya flamboyan dilakukan dengan cara



Halaman 157



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



stek batang atau cangkok karena alasan kepraktisan. Manfaat



Halaman 158



Di sejumlah negara, flamboyan sudah menjadi komoditas penting sebagai tanaman hias yang diperdagangkan. Di Indonesia sebenarnya tanaman ini juga sudah cukup banyak dikenal dan dibudidayakan di berbagai tempat. Namun, umumnya masyarakat kita menanam flamboyan lebih karena alasan fungsinya sebagai peneduh yang cepat tumbuh. Di beberapa kompleks perumahan atau trotoar jalan, pohon flamboyan mudah dijumpai. Sedangkan menjadikan flamboyan sebagai tanaman hias demi terciptanya keindahan, harus diakui masih sangat kurang. Karena lebih ke alasan fungsional sebagai peneduh, tanaman flamboyan sering ditanam cul leos, alias setelah tumbuh, ya sudah, dibiarkan hidup sendiri, tanpa mendapat pera-watan atau pemeliharaan sebagaimana layaknya dilakukan terhadap tanaman hias. Tak jarang, tanaman pun bisa tumbuh menjulang tinggi dan tak terawat. Padahal, dengan perlakuan yang tepat melalui pemangkasan yang teratur, kita bisa menghasilkan bentuk tanaman yang tidak terlalu tinggi. Atau sistem penanaman yang berjejer teratur. Sehingga saat musim bunga tiba, kita bisa menyaksikan keindahannya lebih leluasa. Sambil menikmati kemunculan bunganya, kita juga akan tahu bunga itu sebagai pertanda, musim hujan sudah tiba. Jika ingin menyaksikan kecemerlangan bunga flamboyan, kita harus menunggu hingga Oktober tahun depan.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



39.Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Klasifikasi Ilmiah : : : : : : : : : : :



Nama Lokal



:



Sumatera



: ahir, gaharu, garu, halim, karas, kereh, mengkaras, seringgak : aru, gambil, sigi-sigi : ching keras, tengkaras, gaharu, gloop garu, kekeras, kepang



Kalimantan Malaysia



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Myrtales Thymelaeaceae Aquuilaria Aquilaria malaccensis Lamk.



Deskripsi



:



Habitus



: bentuk pohon, tinggi 20-40 m dengan diameter batang mencapai 60 cm. Kulit batang halus, berwarna keputihan dengan cabang berwarna coklat muda dan berbulu halus. Kayu yang tidak berdamar berwarna putih, ringan dan lembut, sedangkan yang berdamar keras, gelap dan berat. : berbentuk lonjong dan ujung merunciang, tepi daun agak bergelombang dan letaknya berselang seling. Lebar daun 3-3,5 cm dan panjang 6-8 cm dengan tulang daun sekunder 12-16 pasang.



Daun



Halaman 159



Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Bunga



Buah



Biji



: majemuk, muncul diujung ranting dan kadang di dekat ketiak daun, panjang hingga 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih dan berbau harum. Pohon berbunga dan berbuah setelah berumur 5-6 tahun. Di Sumatera berbunga dan berbuah 2 kali setahun. Berbunga bulan Juli-Agustus dan buah masak Nopember-Desember, sedangkan yang berbunga bulan Maret-April maka buah masak Juli-Agustus. : kapsul berbentuk bulat telur, kulit luar keras, berbulu halus, panjang sekitar 4 cm, lebar 2,5 cm dan berwarna hijau. Di dalam buah terdapat 2-3 benih. Buah masak berwarna coklat kehitaman. : berbentuk bulat telur, berwarna coklat kehitaman dan ditutupi rapat oleh rambutrambut berwarna dan ditutupi rapat oleh rambut-rambut berwarna coklat kemerahan. Berat 1.000 butir benih sekitar 670 gram.



Penyebaran dan Habitat



Halaman 160



Penyebaran di hutan India, Burma, Semenanjung Malaysia, Philipina dan Indonesia. Di Indonesia menyebar di wilayah Sumatera (Sibolangit, Bangka, Jambi, Riau dan Sumatera Selatan), Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Tumbuh di hutan primer dan hutan sekunder, terutama di dataran rendah, lereng-lereng bukit pada ketinggian 200-750 m dpl. Tipe iklim A-B dengan kelembaban o sekitar 80%. Jenis ini mampu tumbuh pada suhu udara 14-32 C dan curah hujan rata-rata 2.000-4.000 mm per tahun. Tumbuh baik pada tanah liat berpasir. Pemanfaatan Kayunya keras dan ringan, tekstur kasar, berwarna putih krem hingga kuning kecoklatan. Pohon jenis ini ada yang menghasilkan dammar (gaharu) maupun tidak. Apabila tidak



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



menghasilkan gaharu, kayu dapat digunakan untuk kotak, interio dan vinir. Pohon yang menghasilkan gaharu mengandung lebih dari 12 macam komponen kimia yang berkasiat sebagai obat sakit ginjal, sakit gigi, rematik. Selain itu juga digunakan sebagai pengurang rasa sakit, penambah tenaga dan penawar bias, Juga menghasilkan sifat wangi yang dapat digunakan untuk parfum, penyegar badan, pewangi ruangan dan bahan pembuatan dupa. Kulit bagian dalam digunakan untuk bahan pakaian dan tali.



Gambar 31. Bunga dan buah penghasil gaharu (Girinops versteegii)



Halaman 161



Gambar 30. Gaharu (Aquilaria beccariana) umur 5 tahun dengan buah pertamanya



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 162



Gambar 32. Buah penghasil gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)



Gambar 33. Buah penghasil gaharu (Aquilaria microcarpa)



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



40. Galinggem (Bixa orellana L.) Klasifikasi Ilmiah : : : : : : : : : : :



Nama Umum



:



Arab Bengal Cina Inggris Filipina Francis India Indonesia



: : : : : : : :



Birma Laos Malaysia Portugis Spanyol Tamil Thailand Vietnam



: : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Dilleniidae Violales Bixaceae Bixa Bixa orellana L.



galuga latkan hong mu lipstick tree, arnato tree, annatto tree sotis, echuete, atsuete chiote, annatto, roucou, rocouyer, annatto latkan kesumba, sumba keeling (Jawa); galinggem (Sunda); taluka (Ambon), parade (Bugis) cham-puu, cham-puu chraluek sino-tibetan, satii, kham, somz phuu jarak belanda, galuga, kunyit jawa, kesumba urucum bija, anato, achiote japhara kam tai, kam set dieu nhuom, siem phung



Halaman 163



Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Deskripsi Habitus



Daun Bunga



Buah



Biji



Halaman 164



Anatomi daun



: : Semak atau pohon kecil, tinggi 2 - 8 meter, diameter batang dapat mencapai 10 cm. Ranting muda dan karangan bunga bersisik cokelat. : tunggal, bertangkai panjang, menjari dengan duduk tersebar, mempunyai daun penumpu : bunga besar berbentuk malai (panicula), banci, aktinomorf, 5 sepal, 5 petal, stamen banyak, duduk pada dasar bunga (menumpang), tangkai putik 1, anther terbuka melalui dua lubang, pori kecil, ovarium umumnya dengan 1 lubang, banyak ovule, merah muda atau putih dengan diameter4-6 cm. Tangkai sari dengan pangkal kuning dan ujung merah. : Triangularis, penuh dengan rambut-rambut atau gundul di sebelah luarnya, berbentuk kapsul, 2-5 katup, beruang 1 dengan 2 tembuni pada dindingnya (plasenta parietal), pada tiap tembuni terdapat banyak biji : banyak, kecil, sering berarillus atau wool (biji berbulu kapas), kulit biji berdaging, mempunyai endosperm. berongga. Didalam rongga buah kesumba keling terdapat sekitar 50 butir biji kecil berwarna merah cerah. Pada kulit biji kesumba keling ini terdapat pigmen warna merah dalam volume cukup besar (Dalimartha, 2009).Termasuk tanaman biseksual. Reproduksinya secara generatif (perantara serangga). : stomata terbatas pada satu permukaan (abaxial), anomositik, urat daun kecil, tanpa sel transfer floem.



Dalam Buku Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta) karya Tjirosoepomo (2000), disebutkan bahwa suku ini hanya terdiri atas satu genus yakni Bixa yang monotipik, asli Amerika Tropik. Sumber



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



lain mengatakan Famili Bixaceae terdiri dari 4 genus yakni Bixa, Amoreuxia, Cochlospermum, dan Diegodendron. Bixa dan Amoreuxia terbatas pada daerah tropis ke subtropis Amerika. Bixa Terdiri atas lima spesies. Ditemukan di selatan Amerika Serikat dan di utara Argentina, sedangkan Amoreuxia memiliki empat spesies yang tersebar mulai dari selatan Amerika Serikat hingga ke Peru dan Kolombia. Cochlospermum, hanya tersebar di daerah tropis (pantropik). Merupakan genus dengan spesies yang terbesar dalam famili Bixaceae dengan sekitar 12 spesies. Diegodendron bersifat monotypic, persebarannya terbatas di bagian Madagaskar barat. Genus Diegodendron ini, ternyata ada beberapa ciri morfologinya yang tidak sesuai dengan ciri umum famili Bixaceae, antara lain: daunnya tidak menjari melainkan menyirip dan berbiji tunggal sedang yang menjadi ciri umum Bixaceae adalah bijinya banyak dan terdapat dalam buah berbentuk kapsul. Dan memang ada beberapa sumber yang memisahkannya sari Bixaceae menjadi famili tersendiri yakni Diegodendraceae. Kandungan Kimia Kandungan kimia tanaman kesumba keling, terutama batang dan daunnya mengandung tanin, kalsium oksalat, saponin, dan lemak. Daun dan akar mengandung orellin, glukosida, zat samak dan dammar sedangkan biji kesumba mengandung tanin, steroid/terpenoid, flavonoid dan zat warna bixin/norbixin . Kulit biji juga mengandung karotenoid yang memberi warna merah (Dalimartha,2009).



Bixa orellana L merupakan tanaman obat yang termasuk ke dalam famili tumbuhan Bixaceae. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang kaya akan berbagai kandungan senyawa kimia yang sudah diketahui misalnya pada bagian batang dan daun terdapat tanin, kalsium oksalat, saponin, lemak. Pada akar dan biji terdapat zat warna diantaranya adalah biksin, norbiksin, orelin, dan zat



Halaman 165



Manfaat



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Halaman 166



samak serta damar.Tumbuhan ini biasa digunakan untuk obat diare, obat demam, obat beri-beri, memperbaiki pencernaan dan menghentikan darah pada luka baru. Pada bagian daun tumbuhan ini juga terdapat banyak senyawa kimia diantaranya flavonoid, polifenol dan minyak atsiri, sedangkan pada bagian biji terdapat zat warna yang berwarna merah yang masyarakat Indonesia umumnya menggunakan secara tradisional untuk pewarna rambut dan kuku serta secara modern untuk lipstick. Selain bermanfat untuk obat, pewarna kosmetik, digunakan juga sebagai pewarna makanan dan pewarna tekstil yang diterapkan untuk batik. Pada pewarnaan untuk makanan dan pewarna lipstick umumnya menggunakan bagian biji diambil bagian nonpolarnya yaitu senyawa bixin yang berwarna kuning, misalnya untuk pewarna margarine dan keju akan tetapi sebenarnya untuk pewarnaan tekstil dan batik dapat menggunakan bagian yang biasanya dibuang pada tumbuhan galinggem tersebut yaitu bagian kulit buah dan kulit batang diambil dari bagian senyawa nonpolarnya yaitu norbixin.



Gambar 34. Daun, bunga dan buah galinggem



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



41. 41. Gamal (Grilicedia sepium



[Jacq.] Kunth. Ex



Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Suver Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Rosidae Fabales Fabaceae Grilicedia Grilicedia sepim [Jacq.] Kunth. Ex Wallp.



Nama Umum Jawa Laos Malaysia Filipina Portugis Honduras Inggris



: : : : : : : :



kerside, gliriside (kolokial), sliridia, liriksidia kh’è: no:yz, kh’è: fàlangx bunga Jepun kakawate madre de cacao mata raton gliricidia, Nicaraguan coffee shade



Deskripsi Habitus



: : perdu atau pohon kecil, biasanya bercabang banyak, tinggi 2–15m dengan diameter batang antara 15-30 cm. Warna kulit batang coklat keabu-abuan hingga keputih-putihan, kadang kala beralur dalam pada batang yang tua. : majemuk menyirip ganjil, panjang 15-30 cm; ketika muda dengan rambut-rambut halus seperti beledu. Anak daun 7–17 (-25) pasang yang terletak berhadapan atau hampir berhadapan, bentuk jorong atau lanset, 3-6 cm × 1.5-3 cm, dengan ujung runcing dan pangkal membulat. Helaian anak daun gundul,



Daun



Halaman 167



Wallp.)



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Bunga



Buah



tipis, hijau di atas dan keputih-putihan di sisi bawahnya. Menggugurkan daun di musim kemarau. : karangan bunga, muncul ketika daun berguguran. Karangan bunga berupa malai berisi 25-50 kuntum, 5-12 cm panjangnya. Bunga berkelopak 5, hijau terang, dengan mahkota bunga putih ungu dan 10 helai benangsari yang berwarna putih.[3] Umumnya bunga muncul di akhir musim kemarau, tatkala pohon tak berdaun. : polong berbiji 3-8 butir, pipih memanjang, 1015 cm × 1.5-2 cm, hijau kuning dan akhirnya coklat kehitaman, memecah ketika masak dan kering, melontarkan biji-bijinya hingga sejauh 25 m dari pohon induknya.



Halaman 168



Manfaat Gamal terutama ditanam sebagai pagar hidup, peneduh tanaman (kakao, kopi, teh), atau sebagai rambatan untuk vanili dan lada. Perakaran gamal merupakan penambat nitrogen yang baik. Tanaman ini berfungsi pula sebagai pengendali erosi dan gulma terutama alang-alang. Namanya dalam bahasa Indonesia, gamal, merupakan akronim dari: ganyang mati alang-alang. Bunga-bunga gamal merupakan pakan lebah yang baik, dan dapat pula dimakan setelah dimasak. Daun-daun gamal mengandung banyak protein dan mudah dicernakan, sehingga cocok untuk pakan ternak, khususnya ruminansia. Daun-daun dan rantingnya yang hijau juga dimanfaatkan sebagai mulsa atau pupuk hijau untuk memperbaiki kesuburan tanah. Gamal merupakan sumber kayu api yang baik; terbakar perlahan dan menghasilkan sedikit asap, kayu gamal memiliki nilai kalori sekitar 4900 kcal/kg. Kayu terasnya awet dan tahan rayap, dengan BJ antara 0,5-0,8, kayu ini baik untuk membuat perabot rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, dan lain-lain. Daun-daun, biji dan kulit batang gamal mengandung zat yang bersifat racun bagi manusia dan ternak, kecuali ruminansia. Dalam jumlah kecil, ekstrak bahan-bahan itu digunakan sebagai obat bagi



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



berbagai penyakit kulit, rematik, sakit kepala, batuk, dan luka-luka tertentu. Ramuan bahan-bahan itu digunakan pula sebagai pestisida dan rodentisida alami (gliricidia berasal dari bahasa Latin yang berarti kurang lebih racun tikus). Ekologi dan perbanyakan



42.



Halaman 169



Tumbuhan ini asli Meksiko, Amerika Tengah, Hindia Barat, Kolombia. Diintroduksi dan mengalami naturalisasi di pelbagai daerah, termasuk Indonesia. Gamal menggugurkan daun di musim kemarau. Habitat asli gamal adalah hutan gugur daun tropika, di lembah dan lereng-lereng bukit, sering di daerah bekas tebangan dan belukar. Pada elevasi 0-1600 m dpl. Gamal bisa diperbanyak dengan biji. Biji-biji itu, khususnya yang segar (baru), dapat ditanam tanpa perlakuan pendahuluan, langsung di lahan atau di persemaian. Cara lain ialah dengan menanam stek batangnya, panjang maupun pendek. Stek panjang sepanjang 1-2,5 m dan dengan diameter 6-10 cm, diruncingkan kedua ujungnya dan digores-gores potongan sebelah bawahnya untuk merangsang tumbuhnya akar. Stek panjang ditanam sedalam lk 50 cm agar kuat. Stek pendek 30-50 cm panjangnya dan diperlakukan serupa dengan stek panjang. Stek pendek ditanam lebih kurang sepertiganya dalam tanah.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



42. 42. Gandaria (Bouea macrophylla Griff.)



Halaman 170



Gandaria (Bouea macrophylla) merupakan salah satu jenis pohon identitas Propinsi Jawa Barat yang keberadaannya dikategorikan langka. Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Suver Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Rosidae Sapindales Anacardiaceae Bouea Bouea macrophylla Griff.



Sinonim Nama Inggris Melayu Thailand Nama Indonesia



: : : : :



Bouea gandaria Blume ex Miq. Marian plum, maprang gandaria Ramania, kundang, rembunia, setar Mapraang, somprang Gandaria, ramania, kundangan



Nama Lokal Jawa Sunda Gayo Dayak Ngaju Minangkabau Sulawesi Utara Makasar Bugis



: : : : : : : :



Gandaria jatake, gandaria remieu (Gayo) barania dandoriah wetes Kalawasa, rapo-rapo kebo buwa melawe



Distribusi/Penyebaran Gandaria adalah tanaman asli dari Sumatera Utara, Semenanjung Malaysia dan Jawa Barat. Pohon Gandaria telah



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



ditanam sebagai pohon buah-buahan di Sumatera, Jawa bagian barat, Kalimantan dan Ambon serta di Thailand. Habitat Pohon Gandaria sangat cocok tumbuh di daerah tropika basah dengan tanah yang subur. Secara alami Gandaria tumbuh di hutan-hutan dataran rendah sampai pada ketinggian 300 m dpl., tetapi pada tanaman yang telah dibudidayakan dapat tumbuh sampai pada ketinggian 850 m dpl. Deskripsi Gandaria berbentuk pohon yang tingginya mencapai 27 m, dengan kulit kayunya yang retak-retak, berwarna coklat muda, dan seringkali memiliki ranting yang menggantung, tak berbulu, bersegi empat atau pipih. Daunnya tunggal, berbentuk bundar telur-lonjong sampai bentuk lanset atau jorong, menjangat, berkilat, berpinggiran rata, pangkalnya lancip sampai bentuk pasak, ujungnya lancip (acute) sampai luncip (acuminate), tangkainya 1-2,5 cm panjangnya. Perbungaannya malai, muncul di ketiak daun, panjangnya 4-12 cm; Bagian-bagian bunganya sebagian besar berkelipatan empat, berukuran kecil, cuping kelopaknya bundar telur melebar; daun mahkotanya lonjong sampai bundar telur sungsang, berukuran (1,52,5) mm x 1 mm, berwarna kekuning-kuningan, kemudian secepatnya berubah menjadi coklat. Buahnya bertipe buah batu, berbentuk agak bulat, berdiameter 2,5-5 cm, berwarna kuning sampai jingga, daging buahnya mengeluarkan cairan kental; buahnya tidak berbulu, rasanya asam sampai manis, dengan bau yang khas agak mendekati bau terpentin.



Gandaria adalah pohon buah-buahan yang populer, buahnya mirip buah mangga kecil. Walaupun rasanya agak asam, bahkan yang matang sekalipun, buah gandaria biasanya dikonsumsi dalam keadaan segar, atau diolah menjadi sirop atau dijadikan manisan (compote) yang lezat sekali: Akan tetapi, pemanfaatan



Halaman 171



Manfaat



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



buah mudanya lebih penting, yaitu merupakan bahan penyedap pada sambal gandaria yang khas, dan dalam asinan, serta keping bijinya yang berukuran besar dan berwarna lembayung cerah dapat meningkatkan daya tarik masakan. Seringkali daun mudanya yang berwarna ungu tua (warnanya putih sekali sewaktu mulai muncul) juga dikonsumsi segar, dimakan dengan sambal gandaria. Gandaria dianjurkan untuk ditanam di daerah transmigrasi di Sumatra karena hasil buahnya yang berlimpah dan perdaunannya yang rapat, sangat cocok sebagai pohon pelindung. Teknik Silvikultur Gandaria umumnya diperbanyak dengan biji, tetapi mudah juga diperbanyak dengan cangkokan dan tempelan. Semai atau tanaman yang diperbanyak melalui klon ditanam dalam barisan dengan jarak tanam 10 x 12 m, dan memerlukan naungan ringan selama beberapa bulan. Pemeliharaan Untuk memperpendek masa vegetatif dianjurkan pemupukan dengan pupuk kandang, urea, dan pupuk buatan lainnya, agar kecepatan tumbuhnya meningkat pada tahun-tahun pertama. Panen dan Pasca Panen Biasanya panen pertama untuk tanaman yang berasal dari semai adalah 8-10 tahun setelah tanam, atau kalau berasal dari perbanyakan vegetatif hanya 5-6 tahun.



Halaman 172



Kandungan Buah Pada setiap 100 g buah gandaria mengandung : air 85 g, protein 112 mg, lemak 40 mg, serat 600 mg, abu 230 mg, calcium 6 mg, phosphor 10,8 mg, besi 0,31 mg. karotin 0,043 mg, tiamin 0,031 mg, ribolflavin 0,025 mg, niacin 0,286 mg dan vitamin C 75 mg.



Gambar 35. Daun dan Buah Gandaria



Halaman 173



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



43. Ganitri (Elaeocarpus ganitrus Roxb.) Klasifikasi Ilmiah



:



Kingdom Division Class Order Family Genus Species



: : : : : : :



Nama umum Nama daerah Jawa Bali Sulawesi



: Jenitri : : Jenitri (Jawa), klitri (Madura) : Ganitri : Sima (Makasar, Bugis)



Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Oxalidales Elaeocarpaceae Elaeocarpus Elaecarpus ganitrus Roxb.



Deskripsi Habitus Batang Daun



Halaman 174



Bunga



Buah Biji Akar



: Pohon, tinggi 25-30 m, tegak, : berkayu, bulat, percabangan simpodial, kulit kasar, warna coklat : Tunggal, tersebar, lonjong, tepi bergerigi, ujung meruncing, pangkal runcing, panjang 820 cm, lebar 3-6 cm, bertangkai pendek, pertulangan menyirip, warna hijau. : Majemuk, bentuk malai, di ketiak daun, kelopak lonjong, berbagi, berambut, hijau pucat, mahkota bentuk lonceng, bercangap, kuning. : Buni, bulat, diameter ± 2 cm, hijau. : Bulat, diameter ± 1,5 cm, putih. : Tunggang, putih kotor.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Khasiat Buah Elaeocarpus ganitrus berkhasiat untuk peluruh lemak badan dan juga digunakan sebagai bahan penyamak kulit. Untuk peluruh lemak badan dipakai ± 25 gram buah Elaeocarpus ganitrus kering, dicuci dan direbus dengan 1 gelas air sampai air rebusannya tinggal setengah, dinginkan dan disaring. Hasil saringan diminum sekaligus. Kandungan kimia



Gambar 36. Bunga, Buah dan Biji Ganitri



Halaman 175



Daun, kulit batang dan buah Elaeocarpus ganitrus mengandung polifenol,di samping itu daun dan kulit batangnya juga mengandung saponin.



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



44. Gayam (Inocarfus fagifer Forst.) Klasifikasi Ilmiah



:



Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Species Sinonim



: : : : : : : : : : :



Plantae Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Fabales Fabaceae Inocarpus Inocarfus edulis Forst. Aniotum fagiferum Parkinson; Bocoa edulis (J. R. Forst. & G. Forst.) Baill.; Cajanus edulis (J. R. Forst. & G. Forst.) Kuntze; Inocarpus edulis J. R. Forst. & G. Forst.; Inocarpus fagiferus (Park.) Fosb. (Heyne, 1987; Pauku, 2006).



Nama di Negara lain : Aila (Papua New Guinea), chataignier de Tahiti (Francis), ifi (Samoa, Tonga, Niue, Pantai Gading, Uvea), ihi (Marquesas), I’I (Cook Island), ivi (Fiji), Tahitian chestnut (Inggris). Nama daearah : Di Menado disebut dengan benyek, bosua, pandaraan boheng; Sulawesi Selatan menyebutnya dengan nama angkaeng, akajeng; di Maluku disebut : gayam, gayang, gasep; Dayak Ngaju menyebutnya gayam; di Sunda (Jawa Barat) : gayam, gatet; Jawa: Gayam; Madura ghajam; Bali gayam (Heyne, 1987; Pauku, 2006).



Halaman 176



Deskripsi Pohon



: Pohon gayam berukuran sedang dengan tinggi antara 20-30 m. Diameter tajuk pohon dewasa antara 4-6 m. Diameter batang setinggi dada berkisar antara 7-90 cm, tapi pada umumnya rata-rata mencapai 30 cm. Bentuk batang



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



pohonnya bervariasi, ada yang pendek, tegak, tidak lurus, beralur dalam dan berwarna coklat kelabu. Percabangannya tersusun bentuk spiral serta percabangan sekunder membentuk percabangan diantara kerapatan tajuk.



Daun



: Daun tunggal, berseling, bertangkai pendek, bentuk lanset, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, panjang berkisar antara 15-40 cm, lebar 6-10 cm pertulangan menyirip, permukaan licin, berwarna hijau tua.



Halaman 177



Gambar 37. Perawakan pohon gayam di Arboretum BPTA



Balai Penelitian Teknologi Agroforestry



Bunga



: Bunga majemuk dengan aroma harum, bentuk malai, dijumpai di ketiak daun, daun pelindung kecil, kelopak bentuk lonceng, tipis seperti selaput, benang sari berjumlah 8-12, bakal buah berambut, bakal biji satu, tangkai putik sangat pendek, bertajuk dua, ujung sedikit terlipat, bagian pangkal berlekatan dengan benang sari, mahkota 4-6 helai, bentuk lanset, warna bunga putih kekuning-kuningan. Pohon mulai berbunga pada umur antara 3-5 tahun. Bunga setiap tahunnya keluar mulai bulan November-Desember. Gayam yang tumbuh di arboretum BPTA Ciamis, bunganya mulai keluar awal bulan Agustus



Halaman 178



Gambar 38. Bunga gayam yang baru mekar di Arboretum BPTA pada bulan Agustus. Foto : Firdaus, 2011 Buah



: Tipe buah batu, bulat agak pipih, keras dengan ukuran berat 50-110 g (dalam satu kilogram ada sekitar 10-20 buah), panjang 4,6-13,7 cm lebar 3,4-12 cm dan tebal 4 cm. Kulitnya



lembut dan bijinya ditutup oleh serat buah. Buah muda biasanya berwarna hijau dan ketika matang akan berubah warna menjadi coklat kekuningan, tetapi ada juga buahnya tetap berwarna hijau ketika matang. Berbuah setahun sekali. Di Kepulauan Solomon buah matang mulai bulan Januari-April, sedangkan di Papua New Guinea dan sekitarnya buah matang berlangsung dari bulan Nopember sampai Februari, Pauku (2006). Buah gayam dianggap tua, 3 bulan setelah pembungaan, satu bulan kemudian buah telah matang secara fisiologis di atas pohon kemudian jatuh atau dimangsa oleh predatornya. Buah-buah yang telah matang dan berpenampilan baik saja yang dikumpulkan sebagai sumber benih atau untuk dikonsumsi bijinya. Ciri dari buah yang telah tua/matang adalah yang telah berwarna coklat kekuningan atau merah kekuningan. Buah gayam termasuk buah rekalsitran, yaitu buah yang mampu hidup dalam kadar air tinggi (36-90 %). Penurunan kadar air pada buah tipe ini akan berakibat penurunan viabilitas benih hingga kematian, sehingga buah seperti ini tidak bisa disimpan dalam kadar air rendah, oleh karena itu jika antara waktu pemungutan buah dan penyemaian masih agak lama, maka buah gayam dapat disimpan dalam beberapa minggu ditempat teduh atau pada suhu antara 19-25°C dengan kelembaban rendah (