Pertumbuhan Rumput Laut Yang Dibudidaya Bersama Ikan Baronang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



ISSN 1858-4330



PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT YANG DIBUDIDAYA BERSAMA IKAN BARONANG GROWTH OF SEAWEED CULTURED WITH BARONANG FISH Syarifuddin Kune Dosen Kopertis Wil.IX dipekerjakan pada Universitas Muhammadiyah Makassar ABSTRAK Secara biologis, tekanan ikan baronang yang paling kuat pada rumput laut, akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan produktifitasnya. Penelitian bertujuan mempelajari pengaruh ikan baronang yang dibudidayakan bersama rumput laut terhadap pertumbuhan dan produksi rumput laut. Penelitian ini dilakukan di perairan sisi timur pulau Salemo, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan sejak bulan Juli sampai September 2006 dengan menggunakan keramba jaring apung. Penelitian disusun menurut rancangan acak kelompok dengan 6 perlakuan budidaya rumput laut. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan rumput laut coklat yang dibudidayakan secara sendirisendiri maupun secara campuran dengan rumput laut hijau tanpa ikan mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik. Daya makan ikan baronang lebih besar pada rumput laut coklat dibandingkan dengan rumput laut hijau, berdampak pada penekanan pertumbuhan rumput laut coklat. Untuk mendapatkan hasil rumput laut yang lebih baik maka kedalaman budidaya rumput laut disarankan tidak lebih dari 50 cm. Kata kunci : rumput laut, ikan baronang, laju pertumbuhan. ABSTRACT The high pressure of baronang fish on seaweed will be effect for seaweed growth rate and its productivity. The experiment purposed to study the effect of baronang fish cultivation with seaweed to growth and production of seaweed. The experiment was carried out on east side waters of Salemo island, Pangkajene and Kepulauan regency, south sulawesi since July to September 2006 using float net keramba. The experiment arranged using the randomized block design with six treatment was applied on seaweed cultivation. The results of experiment showed that growth of brown seaweed without baronang fish was the best. Eating capacity of baronang fish was higher on brown seaweed than green seaweed causing lower growth of barown seaweed. In order to have best seaweed yield, the depth of cultivation must less than 50 cm. Keywords : seaweed, baronang fish, growth rate. PENDAHULUAN Pemanfaatan rumput laut di bidang industri makanan, kosmetik dan obatobatan semakin meluas di berbagai negara, sehingga memacu permintaan pasar. Upaya budidaya secara maksimal yang telah diprogramkan pemerintah telah dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar tersebut. Di Sulawesi Selatan 34



Gerakan eksport dua kali lipat (GRATEKS-2) untuk rumput laut telah dicanangkan pada tahun 1998 (Dinas Perikanan Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan, 1998). Data produksi dan eksport rumput laut Sulawesi Selatan pada tahun 1998 adalah 10.000 ton. Data yang dihimpun dari Departemen Kelautan dan Perikanan menyebutkan potensi rumput



Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



laut Sulawesi Selatan sekitar 250.000 hektar, tetapi yang tergarap baru 5 persen. Tahun 2003 volume produksi rumput laut kering 21.000 ton dan sekitar 15.000 ton di antaranya dieksport dengan negara tujuan antara lain Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan dan Perancis. Budidaya rumput laut secara massal di pesisir pantai tentunya akan meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Namun, di samping itu keberadaan rumput laut sebagai produsen dalam suatu ekosistem menimbulkan dampak ekologis yang luas. Salah satunya adalah sebagai pakan bagi organisme herbivor di kawasan tersebut. sehingga organisme tersebut dapat meningkat populasinya. Ikan baronang merupakan salah satu jenis ikan ekonomis yang herbivora di mana salah satu makanan favoritnya di alam adalah ganggang atau rumput laut. Dengan demikian, ikan baronang dapat diuntungkan dari keberadaan budidaya K.alvarezii. Ikan baronang sebagai ikan herbivor sudah mulai dikembangkan pemeliharaannya melalui budidaya. Permintaan pasar akan ikan ini semakin terbuka lebar, terutama untuk konsumsi lokal dan tidak menutup kemungkinan untuk eksport. Bagi petani rumput laut, ikan baronang dianggap sebagai salah satu jenis ikan yang sering mengkonsumsi rumput laut, bahkan menjadi hama bagi rumput laut (Anonim, 2007). Tetapi setelah pemeliharaan rumput laut meluas secara serentak maka serangan ikan-ikan pemakan rumput laut sudah tidak lagi berarti. Namun bagaimanapun kecilnya serangan itu, tetap mempunyai arti ekologis dan biologis. Secara ekologis, makanan yang tersedia banyak akan memacu pertumbuham populasi spesies, dalam hal ini ikan-ikan yang mengkonsumsi rumput laut. Secara biologis, tekanan ikan baronang yang paling kuat



ISSN 1858-4330



pada kedua varietas rumput laut jenis K. alvarezii, akan mem-pengaruhi laju pertumbuhan dan produktifitasnya (Indriani dan Sumiarsi, 1997). Untuk mempelajari sampai seberapa besar pengaruh ikan baronang terhadap pertumbuhan dan produksi rumput laut, telah dilakukan penelitian dengan membudidayakan rumput laut bersamaan dengan ikan baronang pada berbagai tingkat kepadatan ikan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di perairan sisi timur pulau Salemo, Desa Mattirobombang, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan September 2006. Lokasi ini dipilih karena telah ada masayarakat yang menggeluti budidaya Jaring Apung. Dalam penelitian ini digunakan ikan baronang liris (S. javus), rumput laut yang terdiri dari K. alvarezii varietas coklat dan K. alvarezii varietas hijau. Penelitian ini dilakukan pada keramba jaring apung yang disusun berdasarkan rancangan acak kelompok (randomized block design), dengan 3 kali ulangan dan 6 perlakuan teknik budidaya rumput laut masing-masing : R01 = rumput laut coklat tanpa ikan, R02 = rumput laut hijau tanpa ikan, R03 = rumput laut campuran tanpa ikan, R11 = rumput laut coklat dibudidaya bersama ikan, R12 = rumput laut hijau dibudidaya bersama ikan, R13 = rumput laut campuran dibudidaya bersama ikan. Jumlah ikan baronang dalam 1 plot (unit percobaan) adalah 3 ekor. Keramba jaring apung disekat dengan ukuran 1 x 1 meter dan kedalaman keramba dari muka air 1 meter yang merupakan unit-unit percobaan. Pada setiap unit tersebut ditanami rumput laut jenis K.alvarezii var. coklat atau K.alvarezii var. hijau secara sendiri35



Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



ISSN 1858-4330



sendiri serta var. coklat dan hijau secara bersama-sama. Teknik penanaman rumput laut dalam keramba menggunakan metode bersusun yaitu dengan jalan menggantung. Jarak masing-masing ikatan rumput laut dalam gantungan 25 cm dengan 3 ikat rumput laut setiap gantungan, sehigga diperoleh kedalaman budidaya masingmasing 25 cm, 50 cm dan 75 cm. Jarak antar gantungan K.alvarezii 25 cm sehingga dalam 1 unit keramba terdapat 3 x 3 gantungan. Setiap rumpun untuk 1 jenis K.alvarezii terdiri dari 100 gram dan untuk 2 jenis K.alvarezii terdiri dari 50 gram. Keramba yang telah ditanami rumput laut selanjutnya ditebar ikan S. javus dengan tingkat kepadatan 3 ekor per keramba. Pengamatan ditujukan pada pertumbuhan rumput laut dengan mengukur beratnya setiap minggu serta kualitas air yang terdiri dari Suhu air, Salinitas, pH, NO3



(nitrat), PO4(fosfat), Oksigen terlarut, Mg, SO4, Kecepatan arus, Pasang surut Kedalaman., Kecerahan. Analisis rumput laut dilakukan untuk mengetahui kandungan proksimat terdiri dari sellulosa, protein dan lemak. Hal ini dilakukan pada fase pertumbuhan akhir, sedangkan pertumbuhan rumput laut diamati dengan mengukur bobotnya setiap minggu. Pengolahan data dilakukan dengan analisis varians yang dilanjutkan dengan uji BNT jika terjadi pengaruh perlakuan. Selain itu, juga dilakukan uji regresi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Berat Rumput Laut. Pertumbuhan berat rumput laut umur 1 – 6 minggu yang dibudidayakan tanpa dan dengan ikan baronang disajikan pada Tabel 1.



Tabel 1. Pertumbuhan berat rumput laut umur 1 – 6 minggu yang dibudidayakan bersama ikan baronang dengan tingkat kepadatan ikan 3 ekor m-3. Teknik Budidaya Rumput Laut Tanpa ikan - R.L. Coklat - R.L. Hijau - R.L.Camp. Dengan ikan - R.L. Coklat - R.L. Hijau - R.L.Camp



BNT0,01



Berat rumput laut (gram/rumpun), pada umur (minggu) 1



2



3



4



5



6



125,15 c 125,28 c 126,01 c



153,13 b 153,83 b 154,56 b



184,16 d 184,86 e 185,70 f



217,14 d 219,44 f 218,64 e



247,41 d 246,49 d 248,82 e



276,07 e 272,41 d 279,71 f



103,90 a 105,61 a 111,08 b



118,46 a 120,63 a 120,74 a



128,83 a 131,92 b 134,43 c



139,10 a 143,17 b 147,34 c



146,67 a 152,46 b 158,18 c



153,96 a 160,06 b 184,01 c



1,9814



3,3146



0,1965



0,6436



0,9361



1,0966



Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama, berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT0,01.



Perkembangan dalam pertumbuhan berat rumput laut (Tabel 1) menunjukan bahwa pertumbuhan rumput laut coklat maupun hijau yang dibudidayakan secara sendirisendiri maupun secara campuran tanpa ikan, memperlihatkan laju yang tidak 36



terlalu bervariasi. Walaupun demikian sampai dengan umur 6 minggu pertumbuhan rumput laut coklat nampak lebih baik dibandingkan dengan rumput laut hijau. Laju pertumbuhan varietas hijau setelah umur 4 minggu cenderung



Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



ISSN 1858-4330



menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena daya adaptasi rumput laut hijau terhadap kondisi lingkungan dalam keramba lebih rendah dibandingkan dengan rumput laut coklat. Perbedaan kondisi lingkungan di luar dan di dalam



keramba (Tabel 2) akan meningkatkan tekanan fisiologis bagi rumput laut, sehingga dibutuhkan ketahanan genetis yang cukup besar untuk dapat bertahan dan hidup secara normal.



Tabel 2. Kondisi air laut di dalam dan di luar keramba pada umur tebar ikan 1, 6 dan 12 minggu. Waktu pengmt (mst ikan)



Jenis sampel air



NH4 ppm



NO3 ppm



PO4 ppm



Parameter Fe Ca Mg ppm ppm ppm



Salinitas (ppt)



Kekeruhan (NTU)



O2 ppm



1



Dlm keramba Luar keramba



0.038 0,040



0.76 0,33



0.006 0,005



0.035 0,025



411 412



1285 1290



37 37



4 3



4,1 4,2



6



Dlm keramba Luar keramba



0,025 0,030



0,70 0,40



0,006 0,005



0,028 0,026



410 415



1289 1280



38 38



2 1



4,7 4,7



12



Dlm keramba Luar keramba



0,028 0,048



0,72 0,30



0,004 0,002



0,030 0,028



411 413



1285 1286



38 38



2 4



3,8 3,9



Secara empiris, Gardner et.al., (1991) menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari genotipe x lingkungan atau merupakan fungsi dari faktor pertumbuhan internal dengan faktor pertumbuhan eksternal. Pertumbuhan rumput laut sebagaimana tertera pada Tabel 1 dengan demikian telah menjelaskan besarnya peranan faktor tumbuh eksternal sebagai salah satu faktor penentu bagi laju pertumbuhan rumput laut. Sulaeman et al., (2005) menjelaskan bahwa antara rumput laut coklat dengan hijau terdapat perbedaan genetis dan morfologi yang cukup besar. Pertumbuhan maupun strain genetik kedua varietas tersebut berbeda sangat nyata. Untuk rumput laut yang dibudidayakan bersama ikan baronang (Tabel 1) menunjukan bahwa laju pertumbuhan rumput laut coklat lebih rendah dan berbeda sangat nyata dibanding dengan rumput laut hijau maupun rumput laut yang dibudidayakan secara campuran. Dibandingkan dengan budidaya rumput laut tanpa ikan yang menunjukan laju pertumbuhan rumput laut coklat yang



cenderung lebih baik maka rendahnya laju pertumbuhan rumput laut coklat yang dibudidayakan bersama ikan tersebut menunjukan kecenderungan ikan baronang memakan rumput laut coklat yang lebih besar dari rumput laut hijau. Hal ini akan menyebabkan tekanan terhadap pertumbuhan rumput laut coklat akan lebih besar (Gambar 1) sehingga laju pertumbuhannya akan lebih lambat. Gambar 1 menunjukan bahwa sejak awal pertumbuhan, tekanan yang dilakukan oleh ikan baronang terhadap rumput laut coklat, baik yang dibudidayakan secara sendiri-sendiri maupun secara campuran lebih besar dari rumput laut hijau. Perbedaan penekanan terhadap pertumbuhan kedua jenis rumput laut tersebut oleh ikan baronang yang dibudidayakan secara sendiri-sendiri rata-rata 1,07 – 2,99 persen. Untuk rumput laut yang dibudidayakan secara campuran rata-rata perbedaan penekanan oleh ikan baronang sebesar 1,62 – 4,43 persen. Namun demikian, terjadi penurunan tekanan pertumbuhan terhadap rumput laut coklat pada akhir pertumbuhan yaitu menjelang 37



Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



ISSN 1858-4330



Persentase (%) bobot yg hilang



panen. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan laju pertumbuhan rumput laut coklat yang lebih besar dibandingkan dengan rumput laut hijau (Tabel 1). Dengan demikian maka pada minggu ke



6, untuk rumput laut yang dibudidayakan secara campuran, rumput laut coklat lebih mendominasi rumput laut hijau dalam pemanfaatan unsur-unsur lingkungan bagi kebutuhan hidupnya.



45 y = 8,584 + 8,2653x - 0,3793x 2 R 2 = 0,9974



40 35



y = 6,901 + 8,8077x - 0,5091x 2 R 2 = 0,9966



30



y = - 1,828 + 16,046x - 1,7339x 2 R 2 = 0,9626 y = 1,698 + 10,285x - 0,7157x 2 R 2 = 0,999



25 20



R.L.Coklat Cklt(Camp)



15



R.L.Hijau Hijau(Camp)



10 0



1



2



3 4 5 Umur rumput laut (minggu)



6



7



Gambar 1. Persentase penekanan terhadap rumput laut akibat budidaya bersama dengan ikan baronang dengan teknik budidaya rumput laut secara sendiri-sendiri maupun secara campuran antara varietas coklat dengan hijau.



Tingkat kedalaman budidaya dari permukaan air laut berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan rumput laut umur 1 – 6 minggu. Peningkatan kedalaman budidaya masing-masing 25 cm, 50 cm dan 75 cm dari muka air cenderung memperlambat pertumbuhan rumput laut dan menghasilkan laju pertumbuhan yang berbeda nyata satu dengan lainnya (Gambar 2). Pertumbuhan rumput laut sebagaimana pertumbuhan tanaman pada umumnya sangat membutuhkan adanya pengaruh faktor-faktor lingkungan. Atmadja (1979) menjelaskan beberapa persyaratan untuk pertumbuhan rumput laut laut antara lain faktor kedalaman, pencahayaan, substrat dan fisika air. Indriani dan Sumiarsi (1997) menye-



38



butkan persyaratan khusus bagi pertumbuhan rumput laut dalam habitat alami adalah: tempat menempel, kedalaman tempat tumbuh, arus air, temperatur, kecerahan, salinitas dan substrat. Dengan demikian maka sebagaimana yang tertera pada Gambar 2, kedalaman tempat tumbuh merupakan salah satu faktor penentu dalam laju pertumbuhan rumput laut. Rendahnya laju pertumbuhan rumput laut dengan makin bertambahnya tingkat kedalaman tempat tumbuh dapat disebabkan karena beberapa hal di antaranya adalah kemampuan penetrasi cahaya yang makin rendah dengan makin bertambahnya tingkat kedalaman air laut, serta rendahnya sirkulasi oksigen pada bagian yang dalam dan lain-lain.



Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



ISSN 1858-4330



Ber at ( gram)



300 y = 93.563 + 32.537x r = 0.9997



250



y = 93.671 + 30.521x r = 0.9997



200



y = 93.18 + 28.693x r = 0.9997



A



150



25 cm



Ber at ( gram)



100 300 0



1



250



3 4 5 = 93.302 + 32.277x (yminggu setelah tebar ) R2 = 0.9982



y = 96.385 + 29.911x R2 = 0.9989



200 150



25 cm 1



2



250



150



C



6



50 cm



3 4 5 y = 90.935 + 33.728x U m u r 2( mst ) R = 0.9987



y = 395.041 + 0.697x R2 = 0.9993



200



75 cm 7



y = 97.626 + 27.527x R2 = 0.9962



B



100 300 0 Ber at ( gram)



2 Umu r



50 cm



75 cm 6



7



y = 95.51 + 28.504x R2 = 0.9994 25 cm



50 cm



75 cm



100 0



1



2



3



4



Umu r



5



6



7



( mst )



Gambar 2. Pertumbuhan rumput laut coklat (A), hijau (B) dan campuran (C) pada beberapa tingkat kedalaman budidaya dari permukaan air laut umur 1 – 6 minggu setelah tebar.



Peranan faktor kedalaman terhadap pertumbuhan rumput laut menurut Atmadja et al, (1997) karena kedalaman berhubungan dngan erat dengan atratifikasi suhu secara vertikal, penetrasi cahaya, densitas, kandungan oksigen dan unsur-unsur hara. Dijelaskan oleh Soegiarto (1986) bahwa faktor penting yang mempengaruhi laju pertumbuhan rumput laut adalah perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh rumput laut pada kedalaman yang berbeda. Dikemukakan oleh Mohr dan Scopfer (1995) bahwa posisi dari hamparan dinding sel baru, hampir tidak mengalami perubahan ketika perluasan daya tumbuh rumput laut secara drastis dihambat oleh cahaya.



Peranan kedalaman budidaya terhadap rumput laut yang dimakan ikan baronang Ikan baronang yang tertangkap dan dibudidayakan di tambak maupun keramba jaringan apung mampu memakan makanan apa saja yang diberikan padanya termasuk rumput laut (Basyari et al, 1987). Dalam budidaya ikan baronang bersama rumput laut, kedalaman budidaya rumput laut yang akan mempengaruhi kecenderungan makan ikan baronang. Gambar 3 menunjukan bahwa ikan baronang cenderung memakan rumput laut yang dibudidayakan pada kedalaman 75 cm lebih besar dibandingkan dengan kedalaman 50 cm maupun 25 cm. Hal ini dapat disebabkan karena keberadaan ikan dalam keramba jaring apung lebih banyak pada bagian yang lebih dalam di39



Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



ISSN 1858-4330



kemarau. Ghufran (2005) menjelaskan bahwa ikan baronang sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan oksigen yang drastis.



bandingkan dengan bagian permukaan air. Kondisi ini terutama karena adanya peningkatan suhu air laut yang lebih besar pada permukaan terutama jika musim 80



80 75 cm



A 60



y = 2,258 + 24,017x - 1.8546x2 R2 = 0.9995



y = 3,582 + 7,9219x - 0.4046x2



40



R2 = 0.9944



20



80 25 cm 50 cm 75 cm



60



B 40



y = 3,271 + 19,584x - 1.283x 2 R 2 = 0.9994



20



y = 3,904 + 9,9824x - 0,8193x 2 R 2 = 0.9961 y = 2,429 + 2,7908x - 0,0537x 2 R 2 = 0.9604



y = 1,023 + 3,1125x - 0.028x2 R2 = 0.9971



0 0



1



2



3



4



5



6



Umur ikan baronang (minggu)



0 7



% ru m put laut y an g dim ak a n ik an



50 cm



% r u m p u t la u t y a n g d im a k a n ik a n



% ru m p ut lau t y an g dim ak an ik an



25 cm



0



1



2



3



4



5



6



Umur ikan baronang (minggu)



7



25 cm



60



50 cm



75 cm



y = - 5,133 + 27,834x - 2,9913x 2 R 2 = 0.9571



C 40



y = 1,99 + 9,2307x - 0,6364x 2 R 2 = 0.999



20 y = 0,94 + 3,2418x - 0,0725x 2 R 2 = 0.9877



0 0



1



2



3



4



5



6



7



Umur ikan baronang (minggu)



Gambar 3. Persentase rumput laut coklat (A), hijau (B) dan campuran (C) yang dimakan oleh ikan baronang umur 1 – 6 minggu setelah tebar pada kedalaman budidaya 25, 50 dan 75 cm dari permukaan air laut.



Sistem budidaya rumput laut secara campuran pada umur ikan 1 – 6 minggu, memberikan memberikan respons yang berbeda dengan sistem budidaya secara sendiri-sendiri terhadap daya makan ikan baronang pada setiap kedalaman budidaya.



setelah umur tebar ikan 5 minggu. Penurunan konsumsi ini menyebabkan penurunan konsumsi rumput laut campuran pada kedalaman 75 cm sebagaimana yang tercantum pada Gambar 1 dan 3C, walaupun demikian daya makan terhadap rumput laut coklat tetap meningkat (Gambar 1 dan Tabel 1).



Kecenderungan ikan untuk memakan rumput laut yang dibudidayakan secara campuran.



Penurunan daya makan terhadap rumput laut coklat dalam budidaya campuran tersebut disebabkan karena laju pertumbuhannya yang sangat rendah yang berlangsung pada ujung. Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa sampai minggu ke 5 setelah ikan ditebar, akibat serangan ikan menyebabkan bagian batang rumput laut coklat berada pada kondisi tanpa kulit. Lebih lanjut pertumbuhan pucuknya terkesan lambat akibat dimakan ikan. Pada kondisi ini akan menyebabkan daya makan ikan baronang terhadap rumput laut coklat menurun. Pada kedalaman budidaya 25 cm, konsumsi rumput laut coklat dan hijau



Budidaya rumput laut secara campuran (rumput laut coklat dan hijau) yang dipadukan dengan ikan baronang akan memberikan pilihan makan bagi ikan sesuai dengan seleranya. Pada Gambar 4 menunjukan bahwa ikan baronang dengan tingkat kepadatan 3 ekor m-2 pada umur 1 – 6 minggu setelah tebar cenderung untuk memakan rumput laut coklat lebih banyak dari rumput laut hijau terutama pada kedalaman budidaya 50 dan 75 cm. Pada kedalaman budidaya 75 cm, terjadi penurunan konsumsi rumput laut coklat 40



Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



ISSN 1858-4330



lebih merata dengan jumlah yang dikonsumsikan lebih kecil dibandingkan



80 25 cm (H)



60



40 y = 2,742 + 1,9669x + 0,1446x 2 R 2 = 0.9639 y = 1,132 + 4,8224x - 0.3354x 2 R 2 = 0.9978



20



80 50 cm ( C )



50 cm (H)



% ru m p u t la u t yg d im a ka n ik a n



25 cm ( C )



% ru m p u t la u t y g d im a k a n ik a n



80 % rum put laut y g dim ak an ik an



dengan kedalaman 50 dan 75 cm.



60



40



y = 1,985 + 10,322x - 0,7409x 2 R 2 = 0.9989



20 y = 2,764 + 7,228x - 0,3936x 2 R 2 = 0.9979



0



1



2



3



4



5



6



7



Umur ikan baronang (minggu)



75 cm (H)



60



40 y = - 13,827 + 37,25x - 4,6723x 2 R 2 = 0.8351



20 y = 3,994 + 18,201x - 1,2854x 2 R 2 = 0.9995



0



0



0



75 cm ( C )



0



1



2



3



4



5



6



Umur ikan baronang (minggu)



7



0



1



2



3



4



5



6



7



Umur ikan baronang (minggu)



Gambar 4. Kecenderungan makan ikan baronang dengan tingkat kepadatan 3 ekor/m2 terhadap rumput laut coklat ( C ) dan hijau (H) yang dibudidayakan secara campuran pada kedalaman 25, 50 dan 75 cm dari permukaan air laut



KESIMPULAN 1. pertumbuhan rumput laut coklat yang dibudidayakan secara sendiri-sendiri maupun secara campuran dengan rumput laut hijau mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik. 2. Untuk rumput laut yang dibudidayakan bersama ikan baronang, daya makan ikan lebih besar pada rumput laut coklat dibandingkan dengan rumput laut hijau. 3. Dengan adanya daya makan ikan baronang yang besar pada rumput laut coklat menyebabkan laju pertumbuhannya lebih rendah. 4. Untuk mendapatkan hasil rumput laut yang lebih baik maka kedalaman rumput laut tidak lebih dari 50 cm. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Ikan baronang hama pengganggu budidaya rumput laut. [diakses 11 Agustus 2007 pada situs http://dokumen.deptan.go.id].



Atmadja, W. S. 1979. Mengenal jenisjenis rumput laut budidaya. Pewarta Oceana No. 6 Th. V Oktober 1979. LON-LIPI Jakarta. Basyari, A., E. Danakusumah, T.I Philip, S. Pramu, Mustahal, M. Isyra, 1987. Budidaya Ikan Baronang (Siganus sp) Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai BojonegoroSemarang. Gardner, F.P., R.B. Pearce,. L. M. Roger, 1985. Physiology of Crop Plants. The Iowa State University Press. Ghufran, M., H. Kordi. 2005. Budidaya Ikan Baronang. Rineka Cipta. Jakarta. Indriani, H dan E. Sumiarsi, 1997. Budidaya, Pengelolaan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar swadaya. Jakarta. Mohr, H. And P. Scopfer. 1995. Plant Physiology. Springer-Verlag, New York.



41



Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1



Soegiarto, A. 1986. The Essential of Marine Algae for Biotechnology Product in Indonesia. Workshop on Marine Algae Biotechnology. Summary Report. National Academic Press, Washington D.C.



42



ISSN 1858-4330



Sulaeman, Parenrengi, A.,E. Suryati, dan Rosmiati. 2005. Genetical and Morphological Differences of Two Different Variety of Kappaphycus alvarezii. Research Institut for Coastal Aquaculture. Maros. South Sulawesi. Indonesia.