Polycystic Ovary Syndrome: Makalah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

M AK ALAH



POLYCYSTIC OVARY SYNDROME KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD Dr. H. KUMPULAN PANE TEBING TINGGI Disusun oleh: Panji Alvin Nugroho / 111001224



PEMBIMBING: dr. T. Jeffrey Abdillah, Sp.OG dr. Adi Kusuma Wiratma, Sp.OG dr. Ari Abdurahman Lubis, Sp.OG



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATRA UTARA



2016



KATA PENGANTAR



Syukur Alhamdulillah penulisi ucapkan kepada Allah SWT yang dengan berkat dan



rahmat-Nya



penulis



dapat



menyelesaikan



makalah



yang



berjudul



“POLYCYSTIC OVARY SYNDROME”. Makalah dibuat sebagai tugas dalam menjalankan kepanitraan klinik di Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada pembimbing dr. T. Jeffrey Abdillah, Sp.OG yang sudah membimbing sejak awal hingga selesailah makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, hal ini kurangnya pengalaman dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis sangat berterima kasih bila pembaca sudi memberikan kritik dan saran. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah informasi dan pengetahuan.



Tebing tinggi , 25 Juli 2016



Penulis



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................i DAFTAR ISI......................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1 1 2 3



Latar Belakang.........................................................................................1 Tujuan Penulisan.......................................................................................2 Metode Penulisan.....................................................................................2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3 2.1 Definisi ....................................................................................................3 2.2 Etiologi dan patofisiologi ........................................................................3 2.3 Gambaran klinis.......................................................................................5 2.4 Diagnosis..................................................................................................6 2.5 Penatalaksanaan........................................................................................9 2.6 Komplikasi...............................................................................................14 BAB 3 PENUTUP................................................................................................15 3.1.1 Kesimpulan.....................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................16



BAB 1 PENDAHALUAN 1.1 Latar Belakang



Polycystic Ovari Syndrome (PCOS) merupakan kelainan endokrin dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan disebabkan oleh kelainan hiperplasia adrenal kongenital, hiperprolaktinemia atau neoplasma yang mensekresi androgen3. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk penyakit ovarium polikistik “polycyctic ovary disease atau Ovariu polikistik/Stein-Leventhal Syndrom”, . Gejala yang timbul dapat bervariasi dari tanpa gejala sama sekali sampai gejala seperti infertilitas, anovulasi kronik yang ditandai dengan amenorea, oligomenorea, gangguan haid atau perdarahan uterus disfungsional hirsutisme dan gambaran polikistik ovarium. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang skerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan 1 dari penyebab paling umum dari infertilitas.



1.2 Tujuan Penulisan Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya secara umum adalah untuk menambah wawasan dalam menguraikan secara tepat serta melatih pemikiran ilmiah dari seseorang mahasiswa/i fakultas kedokteran dan pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara tepat dan cepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan penjelasan tentang definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, sampai penatalaksanaan dari Polycystic Ovari Syndrome (PCOS) 2. Untuk melengkapi persyaratan tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu pemyakit OBSTETRI dan GINEKOLOGI di Rumah Sakit umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi tentang



Demikianlah tujuan dalam penyusunan makalah ini dan kami sangat berharap dapat berguna bagi setiap orang yang membacanya dan semoga seluruh tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.



1.3 Metode Penulisan Penulisan makalah ini dibuat dengan metode penulisan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Polycystic Ovari Syndrome (PCOS) adalah serangkaian gejala yang dialami



wanita



pada



usia



reproduktif



yang



dihubungkan



dengan



hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yg berhubungan dengan kelainan endokrin dan metabolik pada wanita, tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar hipofise/adrenal yang mendasari. Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi gonadotropin sebagai akibat dari kelainan sentral dimana terjadi peningkatan frekuensi GnRH sehingga menyebabkan terjadi peningkatan kadar LH serum dan peningkatan rasio LH/ FSH serta androgen. Hiperandrogenisme ditandai dengan hirsutisme, timbulnya jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan naiknya konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan androstenedion. Sedngkan kelainan metabolik berhubungan dengan timbulnya keadaan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik.



2.2 Etiologi dan Patofisiologi



Etiologi PCOS bersifat multifaktorial.5 Etiologi dan patofisiologinya berawal dari adanya gangguan sistem endokrin. Beberapa etiologi dan patofisiologi yang terkait dengan PCOS adalah: 1. Peningkatan faktor pertumbuhan atau inadekuatnya produksi protein



pengikat faktor pertumbuhan akan menyebabkan meningkatnya faktor pertumbuhan yang tidak terikat sehingga akan meningkatkan respon ovarium terhadap Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating



Hormone (FSH). Dengan demikian perkembangan folikel ovarium akan bertambah dan produksi androgen juga meningkat. Perkembangan folikel yang berlebih ini akan menyebabkan banyaknya folikel yang bersifat kistik. 2. Produksi androgen yang berlebih oleh ovarium, kelenjar adrenal atau



keduanya, akan menyebabkan aromatisasi androgen menjadi estrogen juga meningkat. Karena estrogen meningkat maka akan mengganggu pulsasi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) sehingga pulsasi yang dihasilkan akan meningkatkan kadar LH. LH yang tinggi akan menyebabkan produksi androgen meningkat. 3. Obesitas akan menyebabkan hiperinsulin yang kronis atau resistensi



insulin. Hiperinsulin akan menstimulasi sel teka ovarium secara berlebihan untuk memproduksi androgen. Stimulasi tersebut akan menghambat produksi Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) sehingga androgen bebas akan meningkat. Di perifer, androgen akan diaromatisasi menjadi estrogen sehingga dengan estrogen yang tinggi dapat menyebabkan kelainan pulsasi LH.1 Selain itu, pada obesitas juga terdapat gangguan dalam pengendalingan sinyal rasa lapar (pengendalian rasa lapar berkurang). Akibatnya asupan glukosa akan meningkat. Meningkatnya glukosa akan menyebabkan hiperinsulin yang akan menstimulasi sekresi steroid adrenal sehingga terjadi hiperandrogen. 4. Hiperinsulin akan menyebabkan sensitivitas sel teka terhadap insulin



meningkat sehingga sel teka terstimulasi berlebihan. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya fosforilasi serine dari komponen 17,20-lyase yang terdapat pada sitokrom 9P450c17 alfa di sel teka. Fosforilasi tersebut akan memicu sintesis androgen di kelenjar adrenal dan ovarium (Gambar 1 dan 2).



5. Infertilitas pada PCOS disebabkan oleh adanya hambatan ovulasi dan



hipersekresi LH. Ovulasi terhambat karena hiperinsulin dan hiperandrogen (Gambar 3). Berat/ringannya infertilitas yang terjadi tergantung dengan berat/ringannya PCOS.



6. Hiperandrogen, anovulasi dan polikistik pada ovarium dapat disebabkan



oleh faktor genetik yang terkait kromosom X dominan. Tapi pada kasus lain juga dapat terkait dengan kromosom autosom dominan. Jika seorang wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita PCOS, maka sebesar 50% wanita tersebut juga akan menderita PCOS.



7. Karena PCOS terkait dengan resistensi insulin pada diabetes tipe 2, maka



kelainan genetik yang menyebabkan diabetes tipe 2 juga dapat menjadi penyebab PCOS, yaitu kelainangen pada reseptor insulin di kromosom 19.



2.3 Gambaran Klinis Gejala SOPK cenderung terjadi secara bertahap. Awal perubahan hormon yang menyebabkan SOPK terjadi pada masa remaja setelah menarche. Gejala akan menjadi jelas setelah berat badan meningkat pesat. Gejala yang timbul dapat bervariasi mulai dari tanpa gejala sama sekali sampai gejala seperti infertilitas, anovulasi kronik yang ditandai dengan amenorea, oligomenorea, gangguan haid atau perdarahan uterus disfungsional, jerawat, hirsutisme atau maskulinisasi, dan obesitas.



A. Kelainan menstruasi Pasien



dapat



mengeluh



adanya



oligomenorrhea,



dimana



siklus



menstruasinya menjadi sangat lama yaitu antara 35 hari sampai dengan 6 bulan, dengan periode menstruasi < 9 per tahun. Dapat terjadi amenorrhea sekunder dimana ada fase tidak adanya menstruasi selama 6 bulan. Pada pasien PCOS sekresi estrogen berlangsung lama dan tidak disertai ovulasi. Sekresi tersebut juga tidak diimbangi oleh progesteron yang selanjutnya akan mempengaruhi pelepasan gonadotropin kelenjar hipofise. Umpan balik yang dihasilkan dari estrogen yang normal dapat mengakibatkan peningkatan sekresi LH. Peningkatan LH akan menstimulasi sel teka ovarium untuk menghasilkan androgen dalam jumlah besar, akan tetapi sekresi FSH sangat ditekan. Kurangnya stimulasi oleh FSH



menyebabkan kegagalan perkembangan folikel, tidak



adekuatnya induksi terhadap enzim aromatisasi yang penting untuk pembentukan estradiol serta menyebabkan kegagalan ovulasi.



B. Kelainan hiperandrogenisme Pada wanita, hirsutisme didefinisikan sebagai adanya rambut yang gelap dan kasar yang berdistribusi sesuai pola rambut pada laki-laki. Rambut sering terlihat di atas bibir, dagu, sekeliling puting susu, dan sepanjang linea alba abdomen. Beberapa pasien dapat mengalami perkembangan karakterisktik seks pria (virilisasi) lainnya seperti penurunan ukuran dada, suara berat, peningkatan massa otot, pembesaran klitoris. Untuk menentukan derajat hirsutisme dapat digunakan sistem skoring Ferriman-Gallwey. Pada sistem ini, distribusi rambut yang abnormal dinilai pada 9 bagian area tubuh dan dinilai dari angka 0-4.



Gambar 1. Distribusi rambut yang abnormal pada hirsutisme C. Resistensi insulin Resistensi insulin adalah berkurangnya respons glukosa terhadap insulin yang merupakan suatu kumpulan faktor-faktor resiko yang bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskuler. Pada keadaan resistensi insulin dan obesitas, komponen utama dari sindrom metabolik adalah:



Banyak mekanisme yang menjelaskan terjadinya resistensi insulin, yaitu resistensi target jaringan perifer, penurunan pengeluaran hepar atau peningkatan sensitifitas pancreas. Hiperinsulinemia dapat mencetuskan hipertensi dan



meningkatkan resiko penyakit jantung coroner. Hiperinsulinemia dan sindrom ovarium polikistik juga berhubungan dengan peningkatan produksi plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1) yang dapat meningkatan resiko penyakit jantung coroner.12 Bukti penelitian mengindikasikan wanita dengan SOPK memiliki resistensi insulin perifer dikarenakan defek pada aktifasi reseptor kinase, khusunya menurunkan tyrosine autophosphorylasi pada reseptor insulin. Serine phosphorylasi dan threonine residu pada reseptor insulin menurunkan sinyal transmis dan peningkatan serine phosphorylasi dapat mengubah transduksi sinyal. Pada keadaan SOPK terjadi peningkatan serine phosphorylasi. Kebanyakan pasien dengan diabetes mellitus tidak tergantung insulin memiliki resitensi insulin perifer, tetapi tidak semua wanita dengan resistensi insulin adalah hiperandrogen. Terdapat beberapa alasan untuk membuktikan bahwa hiperinsulin menjadi penyebab hiperandrogen: 1. Pemberian insulin untuk wanita dengan SOPK meningkatkan beredarnya androgen. 2. Penurunan berat badan menurunkan kadar insulin dan androgen. 3. Pada in vitro, insulin menstimulasi produksi androgen pada sel teka. 4. Penelitian dengan mengurangi kadar insulin menurunkan kadar androgen pada wanita dengan SOPK tidak pada wanita normal. 5. Setelah menormalkan kadar androgen dengan terapi agonis GnRH, respon hiperinsulin tetap abnormal pada wanita obesitas dengan SOPK. 6. Koreksi hiperandrogenisme dengan terapi kontrasepsi oral, surgical wedge resection atau kauter laparoskopi tidak mengubah resistensi insulin dan kadar abnormal lipid.



Kelainan metabolik utama sindrom ovarium polikistik adalah tidak beresponsnya tubuh terhadap kadar insulin yang normal. Resistensi insulin ini mengakibatkan pankreas bekerja lebih keras sementara kadar gula yang tidak terolah



pun



meningkat.



Beberapa



penelitian



menyimpulkan



gangguan



metabolisme insulin inilah yang mengakibatkan wanita penderita sindrom ovarium polikistik terancam mengalami penyakit diabetes melitus tiga kali lebih besar daripada wanita normal. Selain itu wanita penderita sindrom ovarium polikistik juga beresiko terkena penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah. Pada sindrom ini juga cenderung menyimpan lemak dalam tubuhnya sehingga mudah menjadi terjadi obesitas .



2.4 Diagnosis Diagnosis SOPK menurut konsensus Rotterdam tahun 2003 mengenai sindrom ovarium polikistik, bahwa kriteria diagnostik untuk SOPK adanya 2 atau lebih keadaan berikut yaitu: haid tidak teratur, anovulasi kronik, didapati adanya hiperandrogenisme pada pemeriksaa biokimia dan gambaran polikistik ovarium pada pemeriksaan sonografi dimana keadaan-keadaan tersebut diatas bukan disebabkan oleh hyperplasia adrenal kongenital, tumor yang mensekresi androgen atau cushing syndrome. Penegakan diagnosis sindrom polikistik ovarium dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda berikut : 1.



Hiperandrogenemia baik secara biokimia atau pemeriksaan fisik tanpa ada atau adanya gangguan dilakukan



system



endorkrin pengecekan



dapat



dengan melihat pertumbuhan bulu pada tubuh penderita



atau dapat dilakukan dengan Ferriman Gallwel Score dengan hasil ≥ 8. Untuk keakuratan hasil dapat pula di cek melalui pemeriksaan direct radioimmunoassay (RIA) dengan menghitung kadar testosterone bebas.



2.



Anovulasi, yaitu tidak adanya ovulasi selama 3 bulan atau lebih .



Sementara oligoovulasi yaitu ovulasi yang terjadi lebih dari 35 hari. 3. Adanya polikistik ovarium pada pemeriksaan ultrasonografi. Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain, seperti: 1. Kadar serum hCG harus diperiksa untuk menyingkirkan kehamilan pada pasien dengan oligomenorhea atau amenorrhea. 2. Pasien dengan tumor adrenal atau tumor ovarium yang menghasilkan androgen dapat juga memberikan gambaran klinis hirsutisme dan amenorrhea. Namun, tumor ini biasanya sangat progresif, dan pasien dapat memiliki kadar androgen yang tinggi. Kadar testosteronenya dapat lebih besar dari 150 ng/dL, dan kadar DHEA-S nya mencapai 800 mcg/dL atau lebih. 3. Hiperplasia adrenal kongenital dengan onset terlambat oleh karena defisiensi 21-hydrolase dapat disingkirkan dengan mengukur kadar 17hydroxyprogesteron serum setelah tes stimulasi cosyntropin. Kadar 17hydroxyprogesteron kurang dari 1000 ng/dL, yang diukur 60 menit setelah tes stimulasi cosyntropin, menyingkirkan adanya hiperplasia adrenal kongenital dengan onset terlambat 4. Sindroma Cushing dapat disingkirkan dengan memeriksa kadar kortisol bebas dan kreatinin pada sample urin 24 jam. Kadar kortisol bebas pada urin 24 jam yang 4 kali lipat dari batas normal adalah kadar diagnostik untuk sindroma cushing. 5. Hiperprolaktinemia dapat disingkirkan dengan memeriksa konsentrasi serum prolaktin saat puasa. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya SOPK adalah dengan suatu studi pencitraan yaitu dengan sonografi. Secara histologis polikistik ovarium tampak sebagai peningkatan volume, jumlah dari folikel



matang, ketebalan stromal korteks. Kriteria sonografi untuk polikistik ovarii dari konferensi Rotterdam tahun 2003 temasuk kista kecil 12 buah (diameter 2-9 mm) atau peningkatan volume ovarium (>10mL) atau keduanya. Terkadang ada peningkatan jumlah stroma bersamaan dengan peningkatan folikel. Hanya satu ovarium dengan penemuan ini cukup untuk mendefinisikan SOPK. Bagaimanapun juga, kriteria tidak dapat diterapkan pada wanita yang mengkonsumsi pil kontrasepsi kombinasi.



Gambar 2. Pencitraan ultrasonografi ovarium kanan pada penderita PCOS



2.5



Penatalaksanan



a.Intolerasi glukosa Intoleransi glukosa dapat diatur dengan diet dan olahraga, dan pengontrolan berat badan adalah yang paling tepat. Metformin dapat mengubah sensitifitas insulin dan metabolisme glukosa dan memperbaiki hiperandrogenisme dan haid yang tidak teratur. Metformin juga bermanfaat untuk menormalkan lipid. Metformin diberikan pada dosis yang bervariasi mulai dari 1,5-2,5 mg/hari dibagi



dalam 2 atau 3 dosis. Efek samping ringan yang dialami seperti gejala gangguan sistem pencernaan (mual, rasa logam di mulut, dan perubahan frekuensi buang air besar) dapat terjadi pada 5-10% kasus, tapi obat dapat ditoleransi dengan baik jika peningkatan dilakukan secara bertahap. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah asidosis laktat yang untungnya terjadi sangat jarang dan hampir selalu berhubungan dengan kondisi hipoksia yang menjadi kontraindikasi terapi dengan metformin. b.Infertilitas Pengobatan terhadap infertilitas akibat gangguan ovulasi terdiri dari bermacam-macam modalitas. Cara konvensional yang paling sering dilakukan adalah induksi ovulasi dengan preparat anti estrogen clomiphene citrate (CC). Preparat lain yang juga sering digunakan termasuk preparat gonadotropin (Human Menopausal Gonadotropin). Cara bedah juga dapat memicu ovulasi seperti tusukan elektrokauter pada ovarium (TEKO)/ovarian drilling dengan laparoskopi.



Gambar 3. Ovarian drilling dengan laparoskopi



Terapi lini utama yang dapat diberikan untuk menginduksi ovulasi dan infertilitas pada pasien SOPK diantaranya metformin dan CC, dapat diberikan tunggal atau kombinasi. Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru aktivitas antagonis estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk induksi ovulasi. Fungsi hipofise-hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja CC yang tepat. Lebih khusus lagi, CC diperkirakan dapat mengikat dan memblokir reseptor estrogen di hipotalamus untuk periode yang lama, sehingga mengurangi umpan balik estrogen normal hipotalamus-ovarium. Blokade ini meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang anovulatoir. Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi hipofise gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan folikel ovarium. Clomiphene citrate juga dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung pada hipofisis atau ovarium. Sayangnya, efek antiestrogen CC pada tingkat endometrium atau serviks memiliki efek yang merugikan pada kesuburan pada sebagian kecil individu. Penggunaan CC untuk induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa populasi, 80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan hamil.



2.6 Komplikasi Risiko komplikasi jangka panjang untuk penderita PCOS adalah penyakit kardiovaskular.



Kondisi ini disebabkan oleh adanya hiperinsulin.



Semakin tinggi kadar insulin serum maka makin rendah kadar High Density Lipoprotein (HDL) plasma. Rendahnya HDL plasma akan memcu kelainan kardiovaskular.2 Selain itu, hiperinsulin juga dapat menimbulkan dislipidemia sebagai risiko terjadinya kelainan kardiovaskular seperti penyakit jantung koronerdan stroke.



BAB 3 PENUTUP



2.5 Kesimpulan Sindrom polikistik ovarium merupakan kumpulan gejala yang ditandai oleh peningkatan hormon androgen di dalam darah, oligoovulasi atau anovulasi, dan adanya gambaran polikistik ovarium pada pemeriksaan sonografi. Sindrom ini dapat menyebabkan gangguan infertilitas dimana suatu pasangan tidak dapat memiliki anak dalam waktu 12 bulan aktifitas seksual regular tanpa menggunakan metode kontrasepsi apapun.



DAFTAR PUSTAKA 1. Moore, Keith L dan Anne M.R.Agusr. 2002. Anatomi Klinik Dasar. Jakarta: Hipokrates. 2. Robbins. Kumar, dkk. 2007. Buku ajar patologi edisi 7. Jakarta : buku kedokteran EGC. 3. Setiadi. 2009 . Anatomi Dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Graha Ilmu. 4. Price, Sylvia A dan Lorraine M.wilson. 2006. Patofisologi konsep klinis proses- proses penyakit (vol 2). Jakarta : buku kedokteran EGC. 5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Stein-Leventhal Ovary dalam Ginekologi. Bandung. 1981. Hal. 181. 6. Prawirohardjo, S. (2011). Kehamilan dan Gangguan Endokrin dalam ilmu kandungan Edisi Ketiga. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka hl; 201-208 7. Azwar, Saifuddin.2009. Sikap Manusia Teori Dan Pengukuranya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 8. Machfoedz, Eko Suryani. 2009. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Firamaya 9. Manuaba, I.A Candradinata.Dkk. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC 10. Manuaba, I.B Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC 11. Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC 12. Yulianti, Devi.2005. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: EGC 13. IndonesiaMDG_BI. 2007.pdf. www.google.com. Download 3 november 2011 14. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808 15. Mariam siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 27 Juli 2016 dari, http://sitimaryamhsb.makalah-SOPK.html 16. Prawirohardjo S, SOPK, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301