Presus Soft Tissue Tumor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRESENTASI KASUS MANAJEMEN PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN SOFT TISSUE TUMOR



Disusun Untuk Memenuhi Ujian Kepaniteraan Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Panembahan Senopati Bantul



Disusun oleh : Fahmi Fauzi Sugandi 20184010131



Pembimbing : dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp. An



SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2020



HALAMAN PENGESAHAN PRESENTASI KASUS



MANAJEMEN PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN SOFT TISSUE TUMOR



Disusun Oleh: Fahmi Fauzi Sugandi 20184010131



Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal 10 Januari 2020



Mengetahui, Dokter Pembimbing



dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp. An



BAB I PENDAHULUAN



Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-sama cabang kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang kedokteran gawat darurat.1 Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu praanestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan



prognosis



dan



persiapan



pada



pada



hari



operasi.



Tahap



penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.1 Tindakan anestesi dilakukan pada ekstirpasi soft tissue tumor. Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak adalah yang berasal dari jaringan embrional mesoderm yaitu jaringan ikat, otot,pembuluh darah dan limfe, jaringan lemak, dan selaput saraf. Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru. Tumor jaringan lunak merupakan tumor yang jarang ditemukan. Insidennya 1% dari seluruh keganasan pada orang dewasa dan 7-15% dari seluruh keganasan pada anak. Dapat terjadi pada semua kelompok umur. Pada anak-anak tersering usia sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa terbanyak pada usia 45-50 tahun. 2



BAB II LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. Y



Jenis kelamin



: Perempuan



Umur



: 36 Tahun



Alamat



: Dagan, Murtigading, Sanden, Bantul



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Diagnosis Pre Op



: Soft Tissue Tumor manus dextra



Tindakan Op



: Eksisi



Diagnosis Post Op



: Post eksisi soft tissue tumor manus dextra



Tanggal Masuk



: 08 Januari 2020



Tanggal Operasi



: 09 Januari 2020



B. Kasus 1. Keluhan Utama Seorang pasien wanita dengan keluhan terdapat benjolan di tangan kanan makin besar. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Seorang Pasien wanita datang dengan keluhan keluar terdapat benjolan di tangan kanan makin besar, sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan terasa nyeri. Penurunan berat badan disangkal, demam disangkal. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi



: Disangkal



Riwayat Diabetes Mellitus



: Disangkal



Riwayat Jantung



: Disangkal



Riwayat Asma



: Disangkal



Riwayat Alergi



: Disangkal



Riwayat Operasi



: lima tahun yang lalu SC atas indikasi gagal induksi,



Riwayat Hipertiroid



: Disangkal



4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertiroid/Keluhan Serupa



: Disangkal



5. Riwayat Personal Sosial Pasien tidak merokok, personal higiene baik dan menstruasi teratur.



6. Kesimpulan Evaluasi Pra Anestesi Ya



Tidak



Masalah mobilisasi leher



V



Leher pendek



V



Batuk



V



Sesak nafas



V



Nyeri dada



V



Denyut jantung tidak normal



V



Kejang



V



Merokok



V



Pingsan



V



Muntah



V



Sedang hamil



V



Obesitas



V



C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Sedang 2. Kesadaran Compos Mentis (E4V5M6) 3. Tanda Vital Suhu badan



: 36,7 0C



Frekuensi nadi



: 115 x/menit



Frekuensi pernafasan



: 20 x/menit



Tekanan darah



: 110/70 mmHg



Skor nyeri



: 1



4. Status General a. Kepala Mata



: Pupil isokor, Konjungtiva anemis -/- , Sklera Ikterik -/-



Hidung



: Simetris +, Sekret -/-, perdarahan -/-



Mulut



: Mukosa bibir lembab, tonsil T1-T1, faring hiperemis - , Tanda candidiasis - , sariawan -, gusi berdarah - , Mallampati II, buka mulut 3 jari



Telinga



: Simetris, perdarahan -/-



b. Leher Pembesaran limfonodi - , nyeri - , peningkatan JVP -, pergerakan leher bebas, bising tiroid (-). c. Thoraks 1) Jantung Inspeksi



: Iktus cordis tak tampak



Palpasi



: Iktus cordis teraba pada SIC 4 linea midclavicula kiri.



Perkusi



: Batas kanan atas linea para sternalis kanan SIC 2, batas kiri atas linea para sternalis kiri SIC 2, batas kanan bawah linea para sternalis SIC 4, batas kiri bawah line mid sternalis SIC 4.



Auskultasi



: S1-S2 Reguler,



2) Paru Inspeksi



: Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi intracostal - , retraksi substernal -



Palpasi



: Fremitus +/+



Perkusi



: Sonor +/+



Auskultasi



: Suara dasar vesikuler +/+ , suara tambahan -



d. Abdomen Inspeksi



: Supel +



Auskultasi



: Peristaltik +



Perkusi



: Tympani +



Palpasi



: Hepar lien dbn, nyeri -,



e. Ekstremitas Akral hangat, nadi kuat, capillary refill time 8



4) Skor Bromage Pasien dapat menggerakkan Lutut (1) Keterangan : Pasien dapat dipindah kebangsal apabila skor kurang dari 2.



c. Intruksi pasca Operasi Observasi



: Awasi Keadaan Umum dan Tanda vital



Posisi



: Supine



Infus



: Ringer Laktat 20 tpm



Analgetik



: Injeksi ketorolac 30 mg/8jam I, mulai pukul 22.00 WIB



Anti Muntah



: Injeksi Ondansetron 4 mg/8jam IV, mulai pukul 22.00 WIB (kp)



Mobilisasi



: Jika sadar penuh, peristaltik (+) , mual (-), muntah (-), coba makan minum bertahap.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi Soft tissue atau jaringan lunak merupakan semua jaringan nonepitel selain tulang, tulang rawan, otak dan selaputnya, sistem saraf pusat, sel hematopoietik, dan jaringan limfoid. Tumor jaringan lunak umumnya diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan yang membentuknya, termasuk lemak, jaringan fibrosa, otot dan jaringan neurovaskular. Namun, sebagian tumor jaringan lunak tidak diketahui asalnya.2 Tumor (berasal dari tumere bahasa Latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan jaringan biologis yang tidak normal. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign). Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.2



B. Epidemiologi Tumor jaringan lunak merupakan tumor yang jarang ditemukan. Insidennya 1% dari seluruh keganasan pada orang dewasa dan 7-15% dari seluruh keganasan pada anak. Dapat terjadi pada semua kelompok umur. Pada anak-anak tersering usia sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa terbanyak pada usia 45-50 tahun. 2,3



C. Etiologi Adapun etiologi tumor jaringan lunak yaitu (Sukardja, 2005): a. Kondisi genetik Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi untuk beberapa tumor jaringan lunak. Contoh klasik adalah Gen NF1 pada neurofibromatosis merupakan faktor predisposisi terjadinya multiple neurofibroma dan memiliki kecenderungan mengalami tranformasi keganasan. 2,3



b. Radiasi Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi induksi yang mendorong transformasi neoplastik. 2 c. Lingkungan karsinogen Sebuah hubungan antara eksposur ke berbagai karsinogen dilaporkan meningkatnya insiden tumor jaringan lunak. Sebagai contoh, kejadian angiosarkoma hepatik berhubungan dengan paparan arsen, thorium dioxide, dan vinyl chloride. 2,3 d. Trauma Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors dapat muncul secara kebetulan. Beberapa penelitian melaporkan kejadian soft tissue sarcoma meningkat pada jaringan parut, bekas fraktur, dan pada implant tertutup. 2,3



D. Patogenesis Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah proliferasi jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan. 3 Tumor jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di lokasi seperti lekukan-lekukan tubuh. 3 Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu : 1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi. 2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi. 3. Invasi lokal. 4. Metastasis jauh.3



E. Gambaran klinis Gejala dan tanda tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi di mana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat pendarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi.2 Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat jauh. Umumnya pertumbuhan tumor jaringan lunak relatif cepat membesar, berkembang menjadi benjolan yang keras, dan bila digerakkan agak sukar dan dapat menyebar ke tempat jauh ke paru-paru, liver maupun tulang. Kalau ukuran tumor sudah begitu besar, dapat menyebabkan borok dan perdarahan pada kulit diatasnya. 3 Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh. Keluhan utama pasien sarkoma jaringan lunak (SJL) daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya tidak nyeri dan tidak mempengaruhi kesehatan secara umum kecuali pembesaran tumornya. Hal ini yang mengakibatkan seringnya terjadi misinterpretasi antara sarkoma jaringan lunak dan tumor jinak jaringan lunak. Untuk SJL lokasi di visceral/retroperitoneal umumnya dirasakan ada benjolan abdominal yang tidak nyeri, hanya sedikit kasus yang disertai nyeri, kadang-kadang terdapat pula perdarahan gastrointestinal, obstruksi usus atau berupa gangguan neurovaskular. 2 Perlu ditanyakan bila terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya. Keluhan yang berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar. Keluhan yang berhubungan dengan metastasis jauh. 2 Pada pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan lokasi dan ukuran tumor, batas tumor, konsistensi dan mobilitas, serta menilai nyeri. Perlu juga dilakukan pemeriksaan kelenjar getah bening regional untuk menilai metastasis regional. 3 Data epidemiologi di Sweden tahun 2008, menyatakan bahwa pembesaran tumor lebih dari 5 cm dan lebih dalam dari jaringan subkutan dapat menyokong diagnosis sebagai suatu malignansi dari soft tissue tumor. 2,3



F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Soft tissue tumor yaitu: 1. Perbaikan keadaan umum. 2. Evakuasi. Pada dasarnya prinsip penatalaksanaan untuk tumor jinak jaringan lunak adalah eksisi yaitu pengangkatan seluruh jaringan tumor



K. Diagnosis a. Anamnesis Gejala dan tanda tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi di mana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat pendarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi. Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat jauh. b. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita. 2. Pemeriksaan status lokalis meliputi : Tumor primer :  Lokasi tumor  Ukuran tumor  Batas tumor, tegas atau tidak  Konsistensi dan mobilitas  Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik / sensorik dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain sesuai dengan lokasi lesi. c. Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap, USG



L. Manajemen perioperatif Evakuasi jaringan tumor pengobatan utama pada soft tissue tumor. a.



Preoperatif Pada manajemen preoperatif tidak diperlukan intervensi obat-obatan yang terindikasi khusus pada pasien dengan soft tissue tumor. Manajemen preoperatif pada umumnya sama seperti penatalaksanaan operasi pada umumnya.



b.



Intraoperatif Fungsi kardiovaskuler dan temperatur tubuh harus dimonitor secara ketat. Ketamin, pancuronium, agonis adrenergik indirek dan obat-obat lain yang menstimulasi sistem saraf simpatis dihindari karena adanya kemungkinan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien hipertiroid dapat menjadi hipovolemi dan vasodilatasi dan menjadi rentan untuk mengalami respon hipotensi selama induksi anestesi. Kedalaman anestesi yang adekuat harus dicapai sebelum dilakukan laringoskopi atau stimulasi pembedahan untuk menghindari takikardi, hipertensi atau aritmia ventrikel. Untuk mengurangi respon hemodinamik saat melakukan intubasi atau stimulasi pembedahan dapat diberikan fentanyl.7 Tujuan utama dari manajemen intraoperatif pasien soft tissue tumor adalah untuk mencapai kedalaman anestesia yang mencegah peningkatan respon sistem saraf pusat terhadap stimulasi pembedahan.



c.



Postoperatif Tidak terdapat ancaman yang serius pada manejemen postoperatif pasien dengan soft tumor tissue.



BAB III PEMBAHASAN



Soft tissue tumor merupakan hal yang umum dan mudah bagi ahli anestesi. Manajemen yang simple, efektif dan efisien melihat sejauh ini tidak menimbulkan komplikasi maupun gejalagejala klinik yang dapat timbul secara tiba-tiba pada periode perioperatif. Premedikasi merupakan tindakan awal anestesi dengan pemberian obat sebelum induksi anestesi untuk menghilangkan kecemasan, menghasilkan efek sedasi, dan memfasilitasi pemberian anestesi terhadap pasien disebut premedikasi. Tujuan dari premedikasi pada dasarnya terdiri dari dua, yaitu: a) Mempengaruhi pasien, yaitu dengan menimbulkan rasa nyaman, menghilangkan rasa nyeri, dan mati ingatan atau amnesia. b) Membantu ahli anestesi, yaitu memudahkan atau memperlancar proses induksi, mengurangi jumlah obat anestesi, mencegah efek samping dari obat anestesi umum, mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, menekan refleks vagus, mencegah muntah, dan aspirasi. Premedikasi dapat diberikan dengan menggunakan satu atau kombinasi dari dua obat. Pemilihan obat untuk premedikasi tergantung tujuan dari premedikasi itu sendiri. Waktu adalah yang paling penting dalam pemberian premedikasi dimana waktu yang tepat dalam pemberian premedikasi akan menghasilkan manfaat yang besar. Secara umum waktu pemberian secara oral adalah 60-90 menit sebelum pembedahan, bila diberikan secara intramuskular dapat diberikan 3060 menit sebelum induksi anestesi, dan jika diberikan secara intravena dapat diberikan 5-10 menit sebelum pembedahan. Midazolam sebagai premedikasi induksi anestesi dengan dosis 0.05-0.1 mg/kgbb. Midazolam bekerja dengan berikatan dengan reseptor GABA untuk meningkatkan frekuensi pembukaan kanal ion klorida. Benzodiazepin juga dapat menurunkan sekresi ACTH, dan juga akan memproduksi kortisol jika digunakan dengan dosis tinggi selama pembedahan. Obat-obat golongan ini akan menurunkan stimulasi simpatis, tetapi merangsang sekresi growth hormone dan akan menyebabkan penurunan respon glikemia pada pembedahan. Fentanyl adalah obat pereda nyeri yang digunakan untuk meredakan rasa sakit yang hebat. Obat ini juga digunakan sebagai salah satu obat anestesi ketika pasien akan menjalani operasi.



Fentanyl bekerja dengan mengubah respon otak dan sistem saraf pusat terhadap rasa sakit. Dosis anestesinya adalah 0,5-20 mcg/kgBB. Obat Induksi : Propofol adalah modulator selektif reseptor GABA yang merupakan neurotransmiter inhibitor utama di sistem saraf pusat. Saat reseptor GABA diaktifkan akan terjadi peningkatan konduksi klorida transmembran sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel postsinap dan inhibisi fungsi neuron post-sinap. Interaksi antara propofol dengan reseptor GABA menurunkan kecepatan disosiasi neurotransmiter inhibisi (GABA) dari reseptornya sehingga memperpanjang efek GABA. Penggunaan propofol untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual muntah dari kemoterapi Dosis : Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg Induksi:iv 2-2,5 mg/kg Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 μg/kg/menit, antiemetic iv10 mg Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi janin. Ketamin mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan pasienmengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan. Dosis Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB.



Pertimbangan anestesi yang diberikan pada pasien yang akan menjalani pembedahan, dapat memperhatikan terlebih dahulu beberapa faktor ini, yakni umur, jenis kelamin, status fisik, dan jenis operasi. Berdasarkan dari faktor umur, pilihan anestesi pada pasien bayi, dan anak dapat diberikan anestesi umum karena golongan pasien ini cenderung kurang kooperatif. Sedangkan untuk orang dewasa dapat dilakukan anestesi umum atau analgesia regional, tergantung dari jenis operasi yang akan dilakukan. Perlu diperhatikan juga dari faktor jenis kelamin, faktor emosional, dan rasa malu yang lebih dominan terlihat pada pasien perempuan merupakan pendukung pilihan anestesi umum. Untuk faktor dari status fisik, perlu diperhatikan penyakit sistemik yang diderita pasien, komplikasi dari penyakit primer, dan terapi yang sedang dijalaninya. Hal ini sangat penting, mengingat adanya interaksi antara penyakit sistemik/pengobatan yang sedang dijalani dengan tindakan/obat anestesi yang digunakan. Apabila dilihat dari jenis operasi, terdapat 4 masalah yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan pilihan anestesi, yakni lokasi, posisi, manipulasi, dan



durasi operasi.3 Pada umumnya, anestesi intravena total digunakan terutama untuk prosedur pembedahan. Anestesi intravena total dapat meningkatkan stabilitas hemodinamik dengan waktu pemulihan yang cepat, dan penurunan postoperative nausea and vomiting (PONV). Tenaga kesehatan yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar bedah selama pemberin anestesia/analgesia bertujuan untuk memantau pasien, dan memberikan antisipasi segara terhadap perubahan abnormal yang terjadi. Beberapa pemantauan yang dapat dilakukan, yaitu:3,5 5.1.Jalan nafas Jalan nafas selama anestesia baik dengan teknik sungkup atau intubasi trakea harus dipantau secara ketat, dan kontinyu untuk mempertahankan kebutuhan jalan nafas. Oksigenasi yang dilakukan bertujuan untuk memastikan kadar zat di dalam udara/gas inspirasi, dan di dalam darah. Hal ini dilakukan terutama pada anestesia umum inhalasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni:Memeriksa kadar oksigen gas inspirasi, dilakukan dengan mempergunakan alat pulse oxymeter yang mempunyai alarm batas minimum, dan maksimum. 2. Oksigenasi darah, diperiksa secara klinis dengan melihat warna darah luka operasi, dan permukaan mukosa, secara kualitatif dengan alat oksimeter denyut, dan pemeriksaan analisis gas darah. Ventilasi dapat dilakukan dengan diagnostik fisik yaitu dengan mengawasi gerakan naik turunnya dada, kembang kempisnya kantong reservoir, atau dengarkan suara nafas menggunakan auskultasi. Dapat juga dilakukan dengan memantau end tidal CO2 terutama pada operasi lama, misalnya bedah kraniotomi. Pemantauan menggunakan sistem alarm pada alat bantu nafas mekanik yang mampu mengeluarkan sinyal/tanda yang terdengar jika nilai ambang tekanan dilampaui. Kesulitan ventilasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi O-B-E-S-E, yaitu O= Overweight, B= Bearded, E= Eldery, S= Stridor, E= Edentulous. Pemantauan fungsi sirkulasi dapat dilakukan dengan mengukur tekanan darah secara invasif, EKG, dan disertai dengan oksimeter denyut. Pemantauan ini dilakukan pada pasien berisiko tinggi pada anestesia atau bedah ekstensif, dan dilakukan secara kontinyu selama tindakan berlangsung. Yang kedua pemantauan dapat dilakukan melihat dari produksi urin, ditampung, dan diukur volumenya setiap jam terutama pada operasi besar, dan lama. Apabila dicurigai atau diperkirakan akan atau ada terjadi perubahan suhu tubuh, maka suhu harus diukur secara kontinyu pada daerah sentral tubuh melalui esophagus atau rectum dengan termometer khusus yang dihubungkan dengan alat pantau yang mampu menayangkan secara kontinyu.



BAB IV KESIMPULAN



. Asesmen pre anestesi, optimisasi preoperative, dan pemilihan teknik anestesi yang cocok patut diperhatikan. Pada pasien ini datang dengan diagnosis preoperasi Soft tissue tumor manus dextra dengan dilakukannya eksisi soft tissue tumor manus dextra pada perempuan 36 tahun dengan status ASA 1 menggunakan manajemen TIVA telah dilakukan dengan manajemen anestesi sesuai dengan teori dan protap yang berlaku.



DAFTAR PUSTAKA 1. Muhardi M, dkk. Anestesiologi, Bagian anestesiologi dan terapi intensif FKUI. 1st ed. Jakarta. CV Infomedia; 2004 2. I Dewa Gede Sukardja.2005. Onkologi Klinik.Edisi 2. Airlangga University Press.Surabaya. 3. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta. 4. Soenarjo, Jatmiko, HD. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Undip / RSUP dr. Kariadi. Semarang.2010 5. Purmono A. Buku Kuliah Anastesi. EGC : Jakarta. 2015. 6. Mangku, Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anastesia dan Reanimasi. Indeks: Jakarta. 2009. 7. Gunawan, S. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI: Jakarta. 2007.