Prinsip Dan Model Pengembangan Kurikulum Mulok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRINSIP DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Dosen Pengampu : Dr. Deasylina Da Ary, S.Pd., M.Sn.



disusun oleh : Yunika Ucik Purwita NIM 1401417381



Rombel I



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayahNya kepada seluruh umat-Nya. Salawat dan salam tercurah untuk baginda Rasulullah SAW yang menjadi teladan untuk umat seluruh alam. Alhamdulillah, saya telah menyelesaikan tugas makalah yang sangat sederhana ini, sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal. Dengan selesainya makalah ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Dr. Deasylina Da Ary, S.Pd., M.Sn selaku dosen mata kuliah ini yang telah memberikan tugas makalah tentang prinsip dan model kurikulum muatan lokal, karena dengan diberikannya tugas makalah ini, saya dapat memperluas pengetahuan mengenai prinsip dan model kurikulum muatan lokal dan melatih membuat karya tulis makalah. Segala daya dan upaya saya lakukan untuk menyusun makalah ini, akan tetapi dengan keterbatasan waktu, tenaga dan sedikitnya pengalaman, tentunya masih banyak kekurangan di dalamnya, untuk itu saya memohon maaf yang sebesar-besarnya, serta kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan langkah saya kedepan.



Semarang, 20 Maret 2020



Penulis



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kurikulum pendidikan Indonesia, tentu tidak bisa lepas dari yang namanya muatan lokal. Sperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara kepulauan yang dipisahkan oleh lautan, sehingga Indonesia memiliki berbagai macam keragaman yang berbeda-beda. Oleh karena itu, muatan lokal dijadikan dan ditujukan untuk mengembangkan potensi anak sesuai dengan potensi wilayah tempat tinggalnya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan muatan lokal adalah bahan kajian yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Kemudian pada Permendikbud No. 79 Tahun 2014 pasal 2 dijelaskan bahwa muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Muatan pembelajaran terkait muatan lokal sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (3) Permendikbud No. 79 Tahun 2014 dapat; (1) diintegrasikan dalam mata pelajaran seni budaya, prakarya, pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan, (2) berdiri sendiri sebagai mata pelajaran muatanlokal, dan (3) ekstrakulikuler. Sebagai contoh, kerajinan batik dapat diintegrasikan pada mata pelajaran seni budaya atau prakarya, dapat pula diajarkan dan dikenalkan melalui mata pelajaran yang berdiri sendiri, ataupun sebagai kegiatan ekstrakulikuler. Pembelajaran muatan lokal diharapkan membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya dan memberikan bekal sikap, pengetahuan, dan keterampilan kepada peserta didik agar dapat mengenal dan mencintai lingkungan alam, bahasa, seni, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya, serta dapat melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Dalam Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran



pelaksanaannya dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987, Dalam sambutannya Mendikbud menyatakan: "Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya 'muatan lokal' dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak mendapat kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannyan sendiri" (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 2000: 274). Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip dan model konsep yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Prinsip-prinsip dan model konsep yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana prinsip-prinsip dari pengembangan kurikulum muatan lokal? 2. Bagaimana macam-macam model pengembangan kurikulum muatan lokal?



C. TUJUAN 1. Menganalisis prinsip-prinsip dari pengembangan kurikulum muatan lokal. 2. Menganalisis macam-macam model pengembangan kurikulum muatan lokal.



BAB II PEMBAHASAN A. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL Pengembangan



kurikulum



menggunakan



prinsip-prinsip



yang



telah



berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di lembaga pendidikan sangat dimungkinkan untuk menggunakan prinsip yang berbeda dari kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lain, sehingga akan ada banyak prinsip yang digunakan dalam pengembangan kurikulum (Fitroh 2011, p. 1-7). Sukmadinata menyatakan prinsip pengembangan kurikulum yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu prinsip umum dan prinsip spesifik. Prinsip umum pengembangan kurikulum adalah relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, kepraktisan dan efektivitas. Prinsip-prinsip ini adalah lanskap yang kuat untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa, guru, dan masyarakat. Prinsip khusus pengembangan kurikulum adalah berkaitan dengan tujuan pendidikan, prinsip yang berkaitan dengan pemilihan konten pendidikan, prinsip yang berkaitan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip yang berkaitan dengan pemilihan media dan alat belajar, dan prinsip yang berkaitan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Hal yang sama dinyatakan oleh Hernawan di Sudrajat menyarankan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu: 1. Prinsip relevansi Secara internal, kurikulum memiliki relevansi antara komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi, dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal komponen itu memiliki relevansi dengan tuntutan sains dan teknologi (relevansi epistemologis), tuntutan dan potensi siswa (relevansi psikologis), serta tuntutan dan kebutuhan pengembangan masyarakat (relevansi sosiologis), Maka dalam membuat kurikulum harus memperhatikan kebutuhan lingkungan masyarakat dan siswa di sekitarnya, sehingga nantinya akan bermanfaat bagi siswa untuk berkompetisi di dunia kerja yang akan datang. Dalm realitanya prinsip diatas memang harus betul-betul di perhatikan karena akan berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Dan yang tidak kalah penting harus sesuai dengan perkembangan



teknologi sehingga mereka selaras dalam upaya membangun negara (Asmariani 2014, p. 60). 2. Prinsip fleksibilitas Pengembangan kurikulum berupaya agar hasilnya fleksibel, fleksibel, dan fleksibel dalam implementasinya, memungkinkan penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang siswa, peran kurikulum disini sangat penting terhadap perkembangan siswa untuk itu prinsip fleksibel ini harus benar benar diperhatikan sebagai penunjang untuk peningkatan mutu pendidikan. Dalam prinsip fleksibilitas ini dimaksudkan bahwa, kurikulum harus memiliki fleksibilitas. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam implementasinya dimungkinkan untuk menyesuaikan penyesuaian berdasarkan kondisi regional. Waktu dan kemampuan serta latar belakang anak. Kurikulum ini mempersiapkan anakanak untuk saat ini dan masa depan. Kurikulum tetap fleksibel di mana saja, bahkan untuk anak-anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda, pengembangan kurikulum masih bisa dilakukan. Kurikulum harus menyediakan ruang untuk memberikan kebebasan bagi pendidik untuk mengembangkan program pembelajaran. Pendidik dalam hal ini memiliki kewenangan dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan minat, kebutuhan siswa dan kebutuhan bidang lingkungan mereka (Mansur 2016, p. 3). 3. Prinsip kontinuitas Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antarjenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dan jenis pekerjaan. Makna kontinuitas disini adalah berhubungan, yaitu adanya nilai keterkaitan antara kurikulum dari berbagai tingkat pendidikan. Sehingga tidak terjadi pengulangan atau disharmonisasi bahan pembelajaran yang berakibat jenuh atau membosankan baik yang mengajarkan (guru) maupun yang belajar (peserta didik). Selain berhubungan dengan tingkat pendidikan, kurikulum juga diharuskan berhubungan dengan berbagai studi, agar antara satu studi dapat melengkapi studi lainnya. Sedangkan fleksibilitas adalah kurikulum yang dikembangkan tidak kaku



dan memberikan kebebasan kepada guru maupun peserta didik dalam memilih program atau bahan pembelajaran, sehingga tidak ada unsur paksaan dalam menempuh program pembelajaran. pembelajaran (Zainab 2017, p. 366). 4. Prinsip efisiensi Peran kurikulum dalam ranah pendidikan adalah sangat penting dan bahkan vital dalam proses pembelajaran, ia mencakup segala hal dalam perencanaan pembelajaran agar lebih optimal dan efektif. Dewasa ini, dunia revolusi industri menawarkan berbagai macam perkembangan kurikulum yang dilahirkan oleh para ahli dari dunia barat. Salah satu pengembangan kurikulum yang dipakai oleh pemerintah



Indonesia



untuk



mecapai



sebuah



cita-cita



bangsa



yaitu



mengoptimalkan kecerdasan anak-anak generasi penerus bangsa untuk memilki akhlaq mulia dan berbudi pekerti yang luhur. Efisiensi adalah salah satu prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum, sehingga apa yang telah direncanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika sebuah program pembelajaran dapat diadakan satu bulan pada satu waktu dan memenuhi semua tujuan



yang



ditetapkan,



itu



bukan



halangan.



Sehingga



siswa



dapat



mengimplementasikan program pembelajaran lain karena upaya itu diperlukan agar dalam pengembangan kurikulum dapat memanfaatkan sumber daya pendidikan yang ada secara optimal, cermat, dan tepat sehingga hasilnya memadai. 5. Prinsip efektivitas Mengembangkan kurikulum pendidikan perlu mempertimbangkan prinsip efektivitas, yang dimaksud dengan efektivitas di sini adalah sejauh mana rencana program pembelajaran dicapai atau diimplementasikan. Dalam prinsip ini ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: efektivitas mengajar guru dan efektivitas belajar siswa. Dalam aspek mengajar guru, jika masih kurang efektif dalam mengajar



bahan ajar atau program, maka



itu menjadi



bahan dalam



mengembangkan kurikulum di masa depan, yaitu dengan mengadakan pelatihan, workshop dan lain-lain. Sedangkan pada aspek efektivitas belajar siswa, perlu dikembangkan kurikulum yang terkait dengan metodologi pembelajaran sehingga apa yang sudah direncanakan dapat tercapai dengan metode yang relevan dengan materi atau materi pembelajaran. Oleh karena itu ada upaya dalam upaya membuat kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang berlebihan, baik secara kualitas



maupun kuantitas. Dalam implementasinya dalam proses pembelajaran adalah bagaimana tujuan pengembangan kurikulum ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran



yang diharapkan



oleh semua pihak, terutama



efektivitas



pembelajaran di kelas. Dalam Permendikbud No. 79 Tahun 2014, dalam pengembangan muatan lokal atau mulok perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut: 1. Kesesuaian dengan perkembangan peserta didik Penyelenggaraan dan pemilihan materi muatan lokal hendaknya memperhatikan perkembangan (fisik maupun psikis) dari peserta didik. Perkembangan menggambarkan perubahan kualitas dan abilitas dalam diri seseorang, yakni adanya perubahan dalam struktur, kapasitas, fungsi, dan efisiensi. Perkembangan itu bersifat menyeluruh, misalnya perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, memiliki hubungan satu sama lain. Contohnya perkembangan membaca, meliputi perkembangan otot mata, kapasitas membaca, kemampuan membedakan, perkembangan suara, pengalaman, perilaku sosial, dan emosional. 2. Keutuhan kompetensi Substansi kurikulum muatan lokal mencakup keseluruhan dimensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) yang tercermin dalam muatan lokal bahasa, seni budaya, prakarya, pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan, serta teknologi. Contoh: dalam muatan lokal seni musik tradisional diajarkan tentang pengetahuan seni, keterampilan memainkan alat musik, serta sikap dan peilaku yang mencerminkan karakter budaya daerah. 3. Keterkaitan dengan potensi dan keunikan daerah Pengembangan kurikulum muatan lokal mengacu pada keunikan daerah yaitu keunikan yang dibatasi oleh wilayah administratif misalnya batik Pekalongan, batik tanah liat Minangkabau, tenun ikat Toraja, Sumbawa, Flores, Bali, ukir Jepara, dan rumah adat Tongkonan di Toraja. Sedangkan keunikan lokal didasarkan pada cakupan penyebaran budaya, seperti bahasa daerah, Jawa dan Sunda. Pengembangan tersebut dalam rangka menghadapi tantangan masa kini dan masa yang akan datang. Contoh: penyelenggaraan upacara grebeg Maulud di Keraton Yogyakarta, ritual ini memuat ritual religius, menarik wisatawan, di dalamnya ada seni gamelan, gunungan, dan lain-lain. 4. Fleksibilitas dalam jenis, bentuk, dan pengaturan waktu penyelenggaraan



Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan pengaturan waktunya bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik satuan pendidikan. Contohnya ritual manten gaya Surakarta, memuat cara berpakaian, pemanfaatan sesaji, penggunaan Bahasa Jawa ragam indah, Nyongkolan adalah tradisi adat dari penari suku Sasak di Lombok berupa arak-arakan mempelai dari mempelai pria ke wanita diiringi keluarga kerabat mempelai pria, memakai baju adat, menggunakan iringan rebana, gamelan, disertai gendang beleq pada kalangan bangsawan. 5. Kebermanfaatan untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global Penetapan muatan lokal berorientasi pada upaya pengenalan, pelestarian, dan pengembangan potensi daerah untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global. Dengan strategi atau upaya ini peserta didik sebagai generasi penerus akan senantiasa mempertahankan, memperkuat, serta meneguhkan nilai lokalitas dalam kehidupan modern. Contohnya pesan moral dalam ungkapan budaya daerah seperti ungkapan “nosantara nosabatutu” dari Sulawesi Selatan, artinya bersama-sama kita satu, “rukun agawe santosa” dari Jawa yang berarti bersatu akan menjadi kuat. Pesan moral ini jika dipahami akan dilaksanakan oleh peserta didik akan membentuk karakter dalam menghadapi tantangan global budaya individualistis. 6. Apresiatif Apresiatif terhadap keunikan potensi daerah/satuan pendidikan. Hasil-hasil pembelajaran muatan lokal memiliki potensi mendapat penghargaan atas keunggulan atau keunikannya di tingkat satuan pendidikan, daerah, dan/atau nasional. Contoh: penghayatan terhadap legenda, yang memuat nilai kesejarahan dan kearifan lokal, misalnya terjadinya Candi Prambanan di Jawa, terjadinya gunung Tangkuban Perahu di Sunda, dan lain sebagainya. Dalam buku Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan, M. Joko Susilo mengutip pernyataan Oemar Hamalik yang menjelaskan mengenai prinsip pengembangan kurikulum ada delapan macam, diantaranya: 1. Prinsip berorientasi pada tujuan Yaitu pengembangan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk itu, pengembangan kurikulum muatan local bertujuan untuk mencapai kelestarian kebudayaan daerah serta peningkatan potensi dan kemampuan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup. Misalnya, pada suatu sekolah



perlu dirancang kegiatan secara terpadu supaya dapat mendukung terlaksananya kerikumlum di sekolah tersebut. 2. Prinsip Relevansi Yaitu diartikan sebagai kesesuaian. Kurikulum muatan lokal yang dikembangkan harus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan zaman. Sehingga dalam kurikulum memiliki kecocokan antara satu komponen dengan komponen lainnya. 3. Prinsip efisiensi dan efektifitas Yaitu segala hal yang yang mendukung proses pengembangan kurikulum harus dipergunakan secara efektif dan efisisen agar dapat mencapai hasil yang optimal. Hal ini dapat dengan mengusahakan dalam pengembangan kurikulum dapat menggunakan biaya, waktu secara optimal, efektif, dan efiesien. 4. Prinsip fleksibilitas (keluwesan) Yaitu kurikulum yang dikembangkan hendaknya luwes, yaiitu dapat disesuaikan berdasarkan tuntutan dan keadaan dengan keadaan kondisi sekitar dan bersifat tidak kaku. Kurikulum harus dilaksanakan sesuai kondisi yang ada pada lapangan. Misalnya sepeti dalam Kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa. 5. Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan) Yaitu berarti perkembangan kurikulum dilakukan berkesinambungan. Terdapat hubungan yang bermakna antara aspek–aspek, materi dan bahan kajian. Prinsip ini sangat penting dikarenakan untuk mencegah terjadinya pengulangan-pengulangan materi pelajaran yang menjadikan program pengajaran tidak efektif dan efisien. Dalam pembelajaran bahan yang diajarkan juga saling mempunyai hubungan antara materi satu dengan yang lain. Oleh karena itu, perlu diusahakan agar materi tersampaikan dengan baik. 6. Prinsip Keseimbangan Yaitu pengembangan kurikulum dalam keseimbangan memperhatikan kesesuaian, tidak berlebihan antara kebutuhan dengan fungsinya. Keseimbangan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar, sarana prasarana baik didalam maupun diluar sekolah pendidikan. 7. Prinsip Keterpaduan Yaitu kurikulum dirancang dan dilaksanakan secara terpadu. Dalam proses perencanaan dan pelaksanaaannya harus terpadu dan melibatkan banyak pihak.



Selain itu makna terpadu berkaitan dengan keterpaduan muatan lokal dan pengembangan diri secara terpadu. 8. Prinsip Mutu Yaitu Pengembangan kurikulum harus berlandaskan pada pendidikan



yang



bermutu, hal ini dapat ditentukan dari derajat mutu guru beserta fasilitas yang bermutu juga. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan tujuan pendidikan yang diharapkan. Sehingga semakin tinggi mutu guru maka akan semakin tinggi tercapainya siswa yang bermutu pula. Dengan adanya prinsip-prinsip pengembangan kurikulum muatan lokal diharapkan dapat menjadi pedoman dan dapat dikembangakan tanpa mengabaikan potensi serta kemampuan siswa. Sehingga bakat minat siswa dapat tetap mengedepankan tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal pada umumnya.



B. MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar (Zainal Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.



Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk



memperbaiki



atau



menyempurnakan



kurikulum



yang



dibuat



untuk



dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah. Untuk



melakukan



pengembangan



kurikulum



ada



berbagai



model



pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Secara umum, pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan. Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli. Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative ( line staff ), the grass roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan Emerging technical model. Idi (2007:50) mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup besar model pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Masing-masing kelompok memuat beberapa model yang telah diklasifikasikan oleh Sukmadinata di atas. Marilah kita ikuti uraian berikut untuk memahami beberapa model pengembangan kurikulum. Macam-macam model pengembangan kurikulum muatan lokal: 1. Model Tyler Ralph Tyler dalam bukunya yang berjudul Basic Principles curriculum and Instruction (1949), Tyler mengatakan bahwa Curriculum development needed to be treated logically and systemically. Ia berupaya menjelaskan tentang pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasi kurikulum dan program pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum dengan perhatian khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan kurikulum. Walaupun Tyler mengajukan suatu model yang komprehensif bagi perkembangan kurikulum, bagian pertarna dari model Tyler, pemilihan tujuan, mendapat banyak perhatian dari pendidik lain. Tyler menyarankan perencana kurikulurn (1) mengidentifikasi tujuan umurn dengan mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu pelajar, kehidupan diluar sekolah dan mata pelajaran. Setelah mengidentifikasi beberapa tujuan umurn,



perencana (2) memperbaiki tujuan-tujuan ini dengan menyaring melalui dua saringan, yaitu filsalat pendidikan dan filsafat sosial di sekolah, dan pembelajaran psikologis. (3) tujuan umum yang lolos saringan menjadi tujuan-tujuan pengajaran.. 4 pertanyaan bagi prencanaan kurikulum: 1. Apa tujuan yang harus dicapai oleh sekolah? 2. Apa pengalaman-pengalaman belajar yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? 3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman-pengalaman tersebut? 4. Bagaimana kita dapat memutuskan apakah tujuan-tujuan tersebut tercapai?



2. Model Administrasi (line-staff) Model administrasi ini bersifat top down model dengan adanya penentu. Para penentu kebijakan tersebut adalah dirjen, direktuk, kepala dins/kanwil, kadis kab/kota, kakandepag, dan lain sebagainya. Sebelumnya ditentukan lebih dulu oleh panitia; panitia pengarah dan panitia kerja. Panitia pengarah: merumuskan rencana umum, mengembangkan panduan kerja, menyiapkan rumusan filsafat dan tujuan bagi sekolah diseluruh daerahnya. Panitia kerja; pengonstruksian kurikulum, merumuskan TU dan TK kurikulum, isi, aktivitas pembelajaran dan sebagainya yang sesuai dengan pedoman kebijakan panitia pengarah. Sedangkan panitia kerja berfungsi untuk:



1. Menyiapkan gaya dan bentuk susunan material yang siap untuk dipublikasikan 2. Memberi koherensi pada lingkup dan urutan dalam program bidang studi dengan koordinasi bersama guru-guru bidang studi 3. Memeriksa kesesuaiannya dengan kebijakan kurikulum yang telah ditetapkan oleh panitia pengarah 3. Model Taba (Converter Model) Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach) bagi perkembangan kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang oleh guru dan bukan diberikan oleh pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses dengan menciptakan suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka disekolah dan bukan terlibat dalam rancangan suatu kurikulum umum. Karena itu Taba menganut pendekatan induktif yang dimulai dengan hal khusus dan dibangun menjadi suatu rancangan umum. Langkah-langkahnya sebagai berikut:



4. Model Saylor, Alexander, Lewis



Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan atau menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka capai. Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam empat (4) bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu : perkembangan pribadi, kompetensi social, ketrampilan yang berkelanjutan dan spesialisasi. Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana memulai proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat bagi masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini akan disediakan. Akhirnya perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Mereka harus memilih teknik evaluasi yang akan digunakan. Saylor dan Alexander mengajukan suatu rancangan yang mengijinkan : (1) evaluasi dari seluruh program pendidikan sekolah, termasuk tujuan, subtujuan, dan sasaran; keefektifan pengajaran akan pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program, juga (2) evaluasi dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana kurikulum menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapai. 5. Model Grass Roots Model ini dikembangkan oleh Smith, Stanley dan Shores, cocok digunakan pada sistem pendidikan desentralisasi. Model inilah yang mengilhami lahirnya KTSP, model ini lebih memberikan kontribusi awal dalam memperkuat landasan pembuatan keputusan kurikulum dan bertanggung jawab terhadap keinginankeinginan masyarakat.



Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Kurikulum muatan lokal ialah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah tersebut. Pengembangan dan pelaksanaan muatan lokal di setiap satuan pendidikan harus tetap sinergi dengan pengembangan dan pelaksanaan kurikulum setiap satuan pendidikan. Muatan lokal perlu untuk diberikan kepada peserta didik agar peserta didik lebih mengetahui dan mencintai budaya daerahnya sendiri, berbudi pekerti luhur, mandiri, kreatif, dan profesional yag pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa cinta kepada budaya tanah air. Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk



memperbaiki



atau



menyempurnakan



kurikulum



yang



dibuat



untuk



dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah. Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya.



DAFTAR PUSTAKA Abdulah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Pratik. Ar RUZZ: Jogjakarta Syaodih Sukmadinata, Nana.Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Cet. I; Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 2013. Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosdakarya Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sri Rahayu Chandrawati. 2009. Model-Model Pengembangan Kurikulum Dan Fungsinya Bagi Guru. http://chandrawati.wordpress.com/category/uncategorized/ di unduh pada tanggal 20 Maret 2020 https://www.daftarbaca.net/2018/06/prinsip-pengembangan-muatan-lokal-pada.html?m=1 http://menzour.blogspot.com/2018/05/makalah-analisis-model-pengembangan.html?m=1