Proposal Proyek Inovasi Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL PROYEK INOVASI PENGARUH AROMA TERAPI LEMON TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA IBU POST PARTUM SC DI RUANG WIDYA RUMAH SAKIT TK. III 03.06.01 CIREMAI KOTA CIREBON Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Departemen Keperawatan Maternitas Dosen Pengampu: TIM



Disusun Oleh : Akbar Maulana Yusup Dian Tri Utami Dini Melinda Dwi Sinta Lestari Ega Rukmana Faula Ayuningrum Gina Fadila Sari Ichsan Nur Fajar Idhar Prayogi Prameswari Sukmawati



JNR0200100 JNR0200101 JNR0200102 JNR0200103 JNR0200104 JNR0200105 JNR0200106 JNR0200107 JNR0200108 JNR0200113



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN KUNINGAN 2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (API) di Indonesia. Menurut hasil demografi dan kesehatan (SDKI) 2007. Angka kematian balita menurun dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 dan 2009 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Sementara untuk memenuhi target milenium developmen goals (MDGs), angka tersebut harus diturunkan menjadi 24 tiap 1000 kelahiran pada tahun 2015. Menurut laporan kementrian kesehatan RI tahun 2011, bahwa angka kematian balita, bayi, ataupun neonatal terus menurun. Begitu pula dengan angka kematian bayi telah menurun dari 68 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup pada periode yang sama. Angka kematian neonatal juga menurun walaupun relatif lebih lambat, yaitu dari 32 menjadi 19 kematian per 1000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian ibu (AKI) menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI) dan 380 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Utami, 2016). Berdasarkan data tersebut, AKI dan AKB di negara berkembang seperti indonesia, pertolongan di fokuskan pada periode intra partum. Upaya ini terbukti telah menyelamatkan lebih dari 10 ibu bersalin, nifas dan bayi baru lahir yang disertai dengan penyulit proses perlinan atau komplikasi yang mengancam keselamatan jiwa. Asuhan masa nifas di perlukan karena merupakan masa kritis, baik pada ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Komplikasi masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman di dalam alat genital pada waktu persalinan dan nifas. Salah satu masalah pada



masa nifas adalah infeksi pada masa nifas, mastitis dan abses payudara (Utami, 2016). Masa nifas dimulai setelah 2 jam post partum dan berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namum secara keseluruhan baik secara fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan. Jika secara fisiologis sudah terjadi pada perubahan pada bentuk semula (sebelum hamil), tetapi secara psikologis masih terganggu maka dikatakan maka masa nifas tersebut belum berjalan dengan normal atau sempurna. Masa nifas (Postpartum atau Perineum) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “parous” yang berarti melahirkan (Utami, 2016). Persalinan merupakan suatu hal yang di nanti oleh ibu hamil dapat merasakan kebahagiaa. Perasaan dialami oleh seorang calon ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Namun bagi beberapa wanita, persalinan kadang diliputi oleh rasa takut dan cemas terhadap rasa nyeri saat persalinan (Utami, 2016). Persalinan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu persalinan secara normal atau spontan (lahir melalui vagina) dan persalinan abnormal atau persalinan dengan bantuan suatu prosedur seperti sectio caesarea (SC). Pada proses sc dilakukan pembedahan, berupa irisan diperut ibu (laporatomi) dan rahim (insterektomi) untuk mengeluarkan bayi (Utami, 2016). Persalinan SC memberikan dampak positif dan juga negatif pada ibu. Dampak positif tindakan SC dapat membantu persalinan ibu, apabila ibu tidak dapat melakukan persalinan secara per vaginam. Tetapi tindakan operasi SC mempunyai efek negatif pada ibu baik secara fisik maupun psikologis (Utami, 2016). Secara fisik tindakan SC menyebabkan nyeri pada abdomen. Nyeri berasal dari luka operasi. Persalinan SC memiliki nyeri lebih tinggi sekitar 27,3% dibandingkan dengan persalinan normal yang hanya sekitar 9%. Umumnya, nyeri yang dirasakan selama beberapa hari. Rasa nyeri meningkat pada hari pertama post operasi SC. Secara psikologis tindakan SC berdampak



rasa takut dan cemas terhadap nyeri yang di rasakan setelah analgetik. Selain itu juga memberikan dampak negatif terhadap konsep diri ibu. Karena ibu kehilangan pengalaman melahirkan secara normal secara kehilangan harga diri yang terkait dengan perubahan citra tubuh akibat tindakan (Utami, 2016). Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan atau mengurangi rasa nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh klien. Adaupun 2 cara penatalaksanaan nyeri, yaitu dengan cara farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologis dapat diatasi dengan menggunakan obat-obatan analgetik, morphin sublimaze, stadol dan lain lain (Utami, 2016). Kelebihan dari penanganan farmakologis, yaitu rasa nyeri dapat diatasi dengan cepat namun pemberian obat-obatan kimia dalam jangka waktu lama. Tetapi dapat menimbulkan efek samping yang membahayakan pemakaian seperti gangguan pada ginjal. Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan terapi farmakologis dan non farmakologis. Beberapa terapi farmakologis yang digunakan sebagai manajemen nyeri seperti analgetik sistemik, senyawa analgetik narkotik, agen pembangkit efek analgetik, efek samping dari terapi tersebut, mual, muntah pusing. Sedangkan terapi non farmakologis yang sering diterapkan antara lain teknik pernapasan, audio analgesia, akupuntur, kompres dingin dengan suhu dingin, kompres hangat, sentuhan pijatan dan aroma terapi (Utami, 2016). Salah satu upaya untuk mengurangi nyeri, pada post sectio caesarea, yaitu dengan aroma terapi. Penggunaan aroma terapi secara inhalasi dapat merangsang pengeluaran endorfin sehingga dapat mengurangi nyeri. Aroma terapi lemon merupakan sebuah terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri pada ibu melahirkan kala 1 (Utami, 2016). Penelitian lain yang dilakukan oleh Namazi dkk, membuktikan bahwa aroma terapi dengan menggunakan minyak esensial bunga citrus aurantium yang dapat mengurangi kecemasan pada kala 1 persalinan (Utami, 2016).



B. Tujuan Proyek Inovasi 1.



Tujuan Umum Proyek Inovasi Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok tertarik untuk membuat proyek inovasi tentang pengaruh aroma terapi lemon terhadap penurunan intensitas nyeri pada ibu post partum sc di ruang Widya RS. Ciremai.



2.



Tujuan Khusus Proyek Inovasi a.



Untuk mengidentifikasi gambaran nyeri sebelum dilakukan aroma terapi lemon pada ibu post partum sc di ruang Widya RS. Ciremai tahun 2021.



b.



Untuk menganalisis pengaruh aroma terapi lemon terhadap nyeri pada ibu post partum sc di ruang Widya RS. Ciremai tahun 2021.



c.



Untuk memberikan informasi kepada bidan diruangan, tentang pengaruh aroma terapi lemon terhadap penurunan intensitas nyeri pada ibu post partum sc di ruang Widya RS. Ciremai tahun 2021.



C. Manfaat Proyek Inovasi 1.



Manfaat Teoritis Diharapkan, hasil proyek inovasi ini bisa menambahkan wawasan dan pengetahuan dalam alternatif pengobatan non farmakologis serta keterampilan kelompok tentang pengaruh aroma terapi lemon terhadap penurunan intensitas nyeri pada ibu post partum sc.



2.



Manfaat Praktis a.



Diharapkan, setelah diberikan aroma terapi lemon dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri pada ibu post partum sc, serta diharapkan dapat mempercepat pemulihan pasien pada ibu post partum sc.



b.



Diharapkan, dengan dilakukannya proyek inovasi ini dapat meningkatkan skill tenaga kesehatan medis, khususnya tenaga medis keperawatan dalam memberikan pengobatan non farmakologis.



BAB II TINJAUAN TEORITIS



A. Konsep Post Partum Ibu post partum adalah keadaan ibu yang baru saja melahirkan. Istilah post partum adalah masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Masa post partum dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu, setelah kelahiran yang meliputi mingguminggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal pada saat sebelum hamil (Marmi, 2012). 1.



Konsep post partum spontan Post partum atau Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selam kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui periode puerperium disebut puerpura. Nifas berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu. Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam batas waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batas maksimumnya adalah 40 hari. Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama ada dan tepat setelah kelahiran. Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal. Masa nifas juga merupakan periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak dan plasenta keluar lepas dari rahim (Marmi, 2012).



Perubahan sistem reproduksi masa nifas adalah involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Pada tempat plasenta segera setelah plasenta dan ketuban di keluarkan, kontriksi vaskular dan trombosis menurunkan tampat plasenta kesuatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Serviks (mulut rahim) menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam setelah pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi padat dan kembali ke bentuk semula (Marmi, 2012). Lochea pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya discharge vagina dalam jumlah bervariasi. Secara mikroskopis, lochea terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri. Mikroorganisme ditemukan pada lochea yang menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga di temukan bahkan bila discharge diambil dari rongga uterus. Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya menurut Marmi, (2012) diantaranya, yaitu: 1) Lochea rubra atau merah (kruenta) Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyambur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3-4 hari. 2) Lochea serosa Lochea serosa ini muncul sekitar 10 hari setelah bayi lahir. Mengandung darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Warna cairan ini menjadi kuning sampai putih. 3) Lochea alba Lochea alba muncul setelah 10 hari masa nifas/post partum. Akibat campuran leukosit dan berkurangnya kandungan cairan, lochea menjadi bewarna putih atau putih kekuningan. 2.



Konsep post partum sc Sectio caesarea adalah prosedur pembedahan untuk melahirkan janin melalui sayatan pada abdomen dan dinding rahim. Angka sectio



caesarea, sebagai tindakan akhir dari berbagai penyulit persalinan, semakin meningkat (Dewi & Aprilina, 2019). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Amru, 2012). Melahirkan dengan cara sectio caesarea sudah populer. Namun demikian, secara objektif kita perlu menimbang untung dan ruginya. Dibawah ini adalah risiko sectio caesarea menurut Indiarti dan Wahyudi, (2014), yaitu: a.



Risiko jangka pendek a) Terjadi infeksi Infeksi luka akibat persalinan sectio caesarea beda dengan luka persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah terlihat, sedangkan luka caesar lebih besar dan berlapislapis. Ada sekitar 7 lapisan mulai dari kulit perut sampai dinding Rahim, yang setelah operasi selesai, masing-masing lapisan dijahit tersendiri. Jadi bisa ada 3 sampai 5 lapis jahitan. Apabila penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih mudah menginfeksi sehingga luka menjadi lebih parah. Bukan tidak mungkin dilakukan penjahitan ulang. Kesterilan yang tidak terjaga akan mengundang bakteri penyebab infeksi. Apabila infeksi ini tidak tertangani, besar kemungkinan akan menjalar ke organ tubuh lain, bahkan organorgan penting seperti otak, hati dan sebagainya bisa terkena infeksi yang berakibat kematian. Disamping itu infeksi juga dapat terjadi pada rahim. Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah kena infeksi sebelumnya, misalnya mengalami pecah ketuban. Ketika dilakukan operasi, rahim pun terinfeksi. Apa lagi jika antibiotiik yang digunakan dalam operasi tidak cukup kuat.



Infeksi bisa dihindari dengan selalu memberikan informasi yang akurat kepada dokter sebelum keputusan tindakan caesar diambil. b) Kemungkinan terjadi keloid Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu karena pertumbuhan berlebihan. Sel-sel pembentuk organ tersebut. Ukuran sel meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut. Perempuan yang punya kecenderungan keloid tiap mengalami luka niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas operasinya. Keloid hanya terjadi pada wanita yang memiliki jenis penyakit tertentu. Cara mengatasinya adalah dengan memberikan informasi tentang segala penyakit yang ibu derita sebelum kepastian tindakan sectio caesarea dilakukan. Jika memang harus menjalani sectio caesarea padahal ibu punya potensi penyakit demikian tentu dokter akan memiliki jalan keluar, misalnya diberikan obat-obatan tertentu melalui infus atau langsung diminum sebelum atau sesudah sectio caesarea. c) Perdarahan berlebihan Risiko lainnya adalah perdarahan. Memang perdarahan tak bisa dihindari dalam proses persalinan. Misalnya plasenta lengket tak mau lepas. Bukan tak mungkin setelah plasenta terlepas akan menyebabkan perdarahan. Darah yang hilang lewat sectio caesarea sebih sedikit dibandingkan lewat persalinan normal. Namun dengan teknik pembedahan dewasa ini perdarahan bisa ditekan sedemikian rupa sehingga sangat minim sekali. Darah yang keluar saat sectio caesarea adalah darah yang memang semestinya keluar dalam persalinan normal. Keracunan darah pada sectio caesarea dapat terjadi karena sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi. Ibu yang di awal kahamilan mengalami infeksi rahim bagian bawah, berarti air ketubannya sudah mengandung kuman. Apabila ketuban pecah



dan didiamkan, kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk karena bernanah. Selanjutnya, kuman masuk ke pembuluh darah sehingga operasi berlangsung dan menyebar ke seluruh tubuh. b. Risiko jangka panjang Risiko jangka panjang dari setio caesarea adalah pembatasan kehamilan. Dulu, perempuan yang pernah menjalani sectio caesarea hanya boleh melahirkan 3 kali. Kini, dengan teknik operasi yang lebih baik, ibu memang boleh melahirkan lebih dari itu, bahkan sampai 4 kali. Akan tetapi tentu bagi keluarga zaman sekarang pembatasan itu tidak terlalu bermasalah karena setiap keluarga memang dituntut membatasi jumlah kelahiran sesuai program KB nasional (Indiarti dan Wahyudi, 2014). B. Konsep Nyeri Nyeri



adalah



pengalaman



sensori



dan



emosional



yang



tidak



menyenangkan yang muncul terkait akibat adanya kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau digambarkan kondisi terjadinya kerusakan sedemikian rupa International Association for the Study of Pain (IASP): Awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi (Andarmoyo, 2013). International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Andarmoyo, 2013). Respon tubuh terhadap nyeri adalah sebuah proses komplek dan bukan sebuah kerja spesifik. Respon tubuh terhadap nyeri memiliki aspek fisiologis dan psikososial. Pada awalnya, sistem saraf simpatik berespon, menyebabkan respon melawan atau menghindar. Apabila nyeri terus berlanjut, tubuh beradaptasi ketika sistem saraf parasimpatik mengambil alih, membalik banyak respons fisiologis awal. Adaptasi terhadap nyeri ini terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari mengalami nyeri (Andarmoyo, 2013).



Reseptor



nyeri



aktual



sangat



sedikit



beradaptasi



dan



terus



mentransmisikan pesan nyeri. Seseorang dapat belajar tentang nyeri melalui aktifitas kognitif dan perilaku, seperti pengalihan, imajinasi dan banyak tidur. Individu dapat berespon terhadap nyeri dengan mencari intervensi fisik untuk mengatasi nyeri seperti, analgetik, pijat dan olahraga (Andarmoyo, 2013). Sebuah reflek proprioseptif juga terjadi dengan stimulus reseptor nyeri. Impuls berjalan menelusuri serabut nyeri sensori ke medulla spinalis. Di medulla spinalis impuls bersinapsis dengan neuron motorik dan impuls berjalan kembali melalui serabut motorik otot didekat tempat nyeri. Kemudian otot berkontraksi dalam upaya protektif, misalnya saat seseorang menyentuh kompor panas, secara reflex tangan ditarik dari kompor panas bukan sebelumnya orang tersebut menyadari adanya nyeri (Andarmoyo, 2013). C. Konsep Nyeri SC Nyeri pasca operasi merupakan efek samping yang harus diderita oleh mereka yang pernah menjalani operasi, termasuk bedah Caesar. Nyeri tersebut dapat disebabkan oleh perlekatan-perlekatan antar jaringan akibat operasi. Nyeri tersebut hampir tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan mengalami nyeri atau gangguan terutama bila aktivitas berlebih atau melakukan gerakan-gerakan kasar yang tiba-tiba. Sejak pasien sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan didaerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-obat anti nyeri dan penenang seperti suntikan intramuskuler petiidin dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau secara per infus (Marmi, 2012). Nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang



rusak



dan



menyebabkan



individu



tersebut



bereaksi



untuk



menghilangkan rangsangan nyeri. Nyeri biasanya terjadi pada 12 sampai 36 jam setelah pembedahan dan menurun pada hari ketiga (Marmi, 2012). Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Dalam proses pembedahan sectio caesarea akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga terputusnya jaringan ikat, pembuluh darah,



dan saraf-saraf disekitar abdomen. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin, bradikinin dan prostaglandin yang akan menimbulkan nyeri akut. Selanjutnya akan merangsang reseptor nyeri pada ujung-ujung saraf bebas dan nyeri di hantarkan ke dorsal spinal (Marmi, 2012). Setelah impuls nyeri naik ke medulla spinalis, talamus menstransmisikan informasi ke pusat yang lebih tinggi ke otak termasuk pembentukan jaringan sistem limbik, korteks, somatosensori dan gabungan korteks sehingga nyeri di persepsikan. Maka untuk mengurangi rasa nyeri post sectio caesarea dapat dilakukan dengan teknik farmakologis dan non farmakologis seperti teknik distraksi dan relaksasi, sehingga akan menghasilkan hormon endorfin dari dalam tubuh. Endorfin berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri yang memblok transmisi impuls dalam otak dan medulla spinalis (Marmi, 2012). D. Aroma Terapi 1.



Definisi aroma terapi Aroma terapi berasal dari kata aroma yang berarti harum dan wangi, dan theraphy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau penyembuhan. Sehingga aroma terapi dapat diartikan sebagai: “suatu cara perawatan tubuh atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (essential oil)”. Aroma terapi adalah istilah modern untuk praktik yang sudah dilakukan ribuan tahun yang lalu, yang merupakan penatalaksanaan perawatan dan pengobatan menggunakan minyak esensial (Sunito, 2010). Aroma terapi mempunyai efek yang positif karena diketahui bahwa aroma yang segar, harum merangsang sensori, reseptor dan pada akhirnya



mempengaruhi



organ



yang



lainnya



sehingga



dapat



menimbulkan efek kuat terhadap emosi. Aroma ditangkap oleh reseptor di hidung yang kemudian memberikan informasi lebih jauh ke area di otak yang mengontrol emosi dan memori maupun memberikan informasi juga ke hipotalamus yang merupakan pengatur sistem internal tubuh,



termasuk sistem seksualitas, suhu tubuh dan reaksi terhadap stres (Sunito, 2010). 2.



Efek aroma terapi Adapun efektivitas kimia bahan aktif minyak esensial tersebut dapat dijelaskan melalui mekanisme menurut Sunito, (2010), yaitu: a.



Butiran molekulnya sangat kecil dengan mudah dapat diserap melalui aliran darah hingga pembuluh kapiler darah di seluruh jaringan tubuh. Zat-zat aktif yang terdapat dalam minyak esensial ini kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh, sehingga akan lebih mudah mencapai sasaran lokasi yang akan diobati (target site).



b.



Minyak esensial juga memiliki sifat mudah larut dalam lemak, sehingga dengan mudah terserap ke dalam lapisan kulit dan lapisan kulit yang ada di bawahnya (subkutan) bila dioleskan atau digosokkan.



c.



Minyak esensial mampu meredakan ketegangan pada otot-otot yang sedang mengalami kelelahan akibat aktivitas yang berlebihan.



d.



Efek dari zat aktifnya dapat mempengaruhi lapisan dinding usus secara langsung, selaput lendir dan otot-otot pada dinding usus di sekitarnya bila dikonsumsi secara internal melalui oral.



e.



Minyak esensial juga mampu mempengaruhi impuls dan refleks saraf yang diterima oleh ujung-ujung reseptor saraf pada lapisan terluar dari kulit, dibawah lapisan epidermis. Selain itu, minyak ini dapat mempengaruhi aktivitas fungsi kerja otak melalui sistem saraf yang berhubungan dengan indera penciuman. Respons ini akan dapat merangsang peningkatan produksi masa penghantar saraf otak (neuro transmitter), yaitu yang berkaitan dengan pemulihan kondisi psikis (seperti emosi, perasaan, pikiran dan keinginan).



f.



Efek medis minyak esensial juga mampu mempengaruhi kelenjar getah bening. Dalam hal ini, efektifitas zat-zat aktifnya dapat membantu produksi prostaglandin yang berperan penting dalam



meregulasi



tekanan



darah,



pengendalian



rasa



sakit,



serta



keseimbangan hormonal. g.



Minyak esensial juga ikut membantu kinerja enzim, antara lain, yaitu enzim pencernaan yang berperan dalam menstimulasi nafsu makan: asam hidroklorik, pepsin, musin dan substansi lain yang ada dilambung.



3.



Cara menggunakan aroma terapi Cara menggunakan minyak aroma terapi esensial menurut Sunito, (2010), yaitu: a.



Kompres Kompres adalah salah satu upaya dalam mengatasi kondisi fisik dengan cara memanipulasi suhu tubuh atau dengan memblokir efek rasa sakit. Caranya adalah dengan menambahkan 3-6 tetes minyak esensial pada setengah liter air. Masukan handuk kecil pada air tersebut dan peras. Lalu, letakkan handuk tersebut pada wilayah yang diinginkan. Bisa juga untuk mengompres wajah dengan menambahkan 2 tetes minyak esensial pada satu mangkuk air hangat. Masukkan kain atau handuk kecil pada air atau larutan dan peras. Letakkan pada wajah selama beberapa menit. Ulangi cara tersebut selama tiga kali.



b.



Pemijatan/Massage Pemijatan/massage termasuk salah satu cara terapi yang sudah berumur tua. Meskipun metode ini tergolong sederhana, namun cara terapi ini masih sering digunakan. Caranya adalah dengan menggunakan 7-10 tetes minyak esensial yang sejenis dalam 10-14 tetes minyak dasar, atau tiga kali dari dosis tersebut bila menggunakan tiga macam minyak esensial. Cara pemijatan ini dapat dilakukan dengan suatu gerakan khusus melalui petrissage (mengeluti, meremas, mengerol dan mencubit), effleurage (usapan dan belaian) dan friction (gerakan menekan dengan cara memutarmutarkan telapak tangan atau jari).



c.



Streaming Streaming merupakan salah satu cara alami untuk mendapatkan uap aromatis melalui penguapan air panas. Dalam terapi ini, setidaknya digunakan 3-5 tetes minyak esensial dalam 250 ml air panas. Tutuplah kepala dan mangkok dengan handuk, sambil muka ditundukkan selama 10-15 menit hingga uap panas mengenai muka.



d.



Hirup atau Inhalasi Adapun maksud dari terapi ini adalah untuk menyalurkan khasiat zat-zat yang dihasilkan oleh minyak esensial secara langsung atau melalui alat bantu aroma terapi, seperti tabung inhaler dan sprai, anglo, lilin, kapas, tisu ataupun pemanas elektrik. Zat-zat yang dihasilkan dapat berupa gas, tetes-tetes uap yang halus, asap, serta uap sublimasi yang akan terhirup lewat hidung dan tertelan lewat mulut. Hirup selama menit 15-30 menit.



E. Aroma Terapi Lemon Aroma terapi lemon merupakan salah satu jenis aroma terapi yang memiliki efek menenangkan atau rileks untuk beberapa gangguan, misalnya mengurangi kecemasan, ketegangan dan insomnia. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Judha, 2018). Metode secara inhalasi, merupakan cara yang cepat, sederhana, dan efektif untuk mendapatkan manfaat pengobatan. Penggunaan aroma terapi melalui penghirupan setiap hari juga sangat baik untuk meningkatkan kualitas indera penciuman dan kesehatan tubuh. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa aroma terapi terbukti dapat secara efektif mengurangi stres (Judha, 2018). Penelitian Yuliadi, (2011) membuktikan bahwa aroma lemon dapat memberikan efek rileks pada pasien pre operasi sectio caesaria (p < 0,05). Selain itu pada hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Judha, (2018) ada pengaruh pemberian aroma terapi lemon terhadap kecemasan pada lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma.



BAB III RENCANA KEGIATAN Pada bab ini akan menyajikan rencana kegiatan tentang pengaruh pemberian aroma terapi lemon terhadap penurunan intensitas nyeri pada ibu post partum sc. Waktu pelaksanaan dimulai dari tanggal 26 Februari s.d 4 Maret 2021. Pelaksanaan ini menggunakan metode post test only design, yaitu merupakan suatu bentuk penelitan eksperimen yang mana perlakuan atau intervensi dilakukan, kemudian dilakukan pengukuran observasi atau post test. Kemudian, teknik pengambilan sampel pada kegiatan ini, yaitu menggunakan insidental sampel, yaitu dengan mengambil sampel yang ada pada saat itu sedang berada diruang widya dengan kriteria sampel adalah ibu post partum sc. Alat yang digunakan pada kegiatan ini, yaitu menggunakan alat humidifier diffuser dengan memberikan aroma terapi lemon pada hari 0-2 post partum sc selama 10 menit. Setelah aroma terapi diberikan, kemudian peneliti melakukan kembali identifikasi nyeri pada ibu post partum sc setelah diberikan aroma terapi lemon tersebut.



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) AROMA TERAPI LEMON A. Pengertian Aroma terapi lemon merupakan salah satu jenis aroma terapi yang memiliki efek menenangkan atau rileks untuk beberapa gangguan, misalnya mengurangi kecemasan, ketegangan dan insomnia. B. Tujuan Untuk mengurangi intensitas nyeri pada ibu post partum sc. C. Indikasi Untuk ibu post partum sc. D. Prosedur 1.



Siapkan alat dan cuci tangan.



2.



Berikan salam, perkenalkan diri dan identifikasi nama pasien.



3.



Menanyakan kabar dan keadaan klien.



4.



Jelaskan tentang prosedur kegiatan yang akan dilakukan.



5.



Jelaskan manfaat kegiatan yang akan dilakukan.



6.



Berikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya tentang kegiatan yang akan dilakukan.



7.



Jaga privasi klien dengan menutup pintu dan sampiran.



8.



Berikan posisi yang nyaman bagi pasien.



9.



Setelah itu, berikan aroma terapi lemon kurang lebih selama 10 menit.



10. Suruh pasien untuk menghirup aroma terapi tersebut secara perlahanlahan. 11. Setelah pemberian aroma terapi selesai dilakukan, kemudian rapihkan alat kembali.



DAFTAR PUSTAKA



Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: ArRuzz Media. Dewi, R.E., & Aprilina, D.H. (2019). Perbedaan Terapi Guided Imagery Dan Aroma Terapi Lemon Terhadap Nyeri Pada Ibu Post Section Caesarean. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. (Internet). Available from: hhttp://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/3109. (Diakses pada tanggal 24 Februari 2021). Indiarti & Wahyudi. (2014). Asuhan Kebidanan Kehamilan Normal. Jakarta: Surya Pratama. Judha, M., & Syafitri, N.E. (2018). Efektivitas Pemberian Aroma Terapi Lemon Terhadap Kecemasan Pada Lansia Di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma, Umbulharjo Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Respati. (Internet). Available from: http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/index. (Diakses pada tanggal 24 Februari 2021). Marmi. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sofian, Amru. (2012). Sinopsis Obstetri. Edisi 3. Jakarta: EGC. Sunito. (2010). Aroma Alam Untuk Kehidupan. Jakarta: PT. Raketindo Primamedia Mandiri. Utami, Sri. (2016). Efektivitas Aroma Terapi Bitter Orange Terhadap Nyeri Post Partum Sectio Caesarea. Jurnal Kesehatan Masyarakat. (Internet). Available from: https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/12422/7629. (Diakses pada tanggal 24 Februari 2021).