PROPOSAL PROYEK INOVASI MATERNITAS-Kel. 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PROYEK INOVASI PEMENUHAN RASA NYAMAN NYERI PADA PASIEN POST OP SECTIO CAESARE DENGAN BIOLOGIC NURTURING BABY LED FEEDING DI RUANG WIDYA RS. CIREMAI KOTA CIREBON



Disusun Oleh Kelompok 2 1.



Lya vinalysa



JNR0200111



2.



Isnaeni Budi P



JNR0200101



3.



Maslikah



JNR0200112



4.



Pujawati Oktavia



JNR0200114



5.



Puspa Kartika M



JNR0200115



6.



Revita Ayu S



JNR0200117



7.



Rina Herdiana



JNR0200118



8.



Risza Apriyani



JNR0200119



9.



Widiyanti



JNR0200121



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN AJARAN 2020-2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses keperawatan secara umum untuk membuat suatu kerangka konsep berdasarkan kebutuhan individu dari pasien, keluarga, dan masyarakat dapat terpenuhi. Proses keperawatan juga ditujukan untuk



memenuhi



tujuan



asuhan



keperawatan,



yaitu



untuk



mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, jika kesehatan yang optimal tidak tercapai, proses keperawatan harus dapat memfasilitasi kualitas hidup yang tinggi dengan cara yang maksimal (Nursalam, 2012). Masa nifas merupakan masa 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir dengan kembalinya alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu (Heriyani, 2012). Angka kelahiran di Indonesia masih tergolong tinggi sebesar 15% dari seluruh wanita hamil yang mengalami masalah dalam persalinan. Hal tersebut membutuhkan penanganan khusus selama persalinan. Sectio caesarea merupakan jalan keluarnya janin untuk penanganan persalinan karena komplikasi. Menurut WHO (2015) persalinan Sectio caesarea di Inggris Tahun 2010 mengalami peningkatan 24.6% sedangkan pada tahun 2008 23.5% dan di Australia terjadi peningkatan 31% padan tahun 2010 sedangkan pada tahun 2008 sebesar 21%. Di Indonesia persalinan dengan Sectio caesarea mencapai 15,3% diambil dari sampel 20.591 dalam waktu 5 tahun terakhir dari survey 33 provinsi. Gambaran ibu yang melahirkan dengan caesare caesarea sebesar 13,4% akibat ketuban pecah dini sebesar 5,49% akibat Preeklampsia sebesar 5,14% akibat Perdarahan sebesar 4,40% akiat kelainan letak Janin sebesar 4,2% (Riskesdas RI, 2015). Menurut World Health Organization dari semua proses



persalinan dengan sectio caesare sekitar 10 – 15% (WHO, 2015). Di Amerika Serikat rata-rata SC 12 meningkat hingga 29,1%, di Inggris dan Wales sudah mencapai 21, 4%, di Kanada sebanyak 22,5% sedangkan China menjadi Negara yang tingkat sc tertinggi dimana diperoleh hasil dari 3,4 % pada hingga mencapai 39,3 %. (menurut Ayuningtyas, dkk 2018). Di Indonesia tingkat persalinan Sectio Caesare sudah melewati batas maksimal standar WHO 5-15%. Peningkatan diambil dari sampel 20.591 dalam waktu 5 tahun terakhir survey dari 33 provinsi sebesar 15,3%. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, menunjukkan bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia mencapai 359 PER 100.000 kelahiran hidup, yang disebabkan oleh perdarahan sebesar 30,1%, disebabkan oleh preklampsia sebesar 26,9%, disebabkan oleh abortus sebesar 1,6 %, disebabkan oleh infeksi sebesar 5,6%, disebabkan oleh partus lama sebesar 1,8%, dan disebabkan oleh fakor lainnya sebesar 34,5%. Angka tersebut masih jauh dari target pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs), kelahiran tahun 2015 hanya 102/100.000 (Depkes RI, 2015). Melengkapi hal tersebut, dari laporan data daerah yang diterima oleh Kementerian Kesehatan (RI) tahun 2013 sebanyak 5019 orang ibu yang meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Sedangkan di Indonesia bayi yang meninggal mencapai 160.681 bayi berdasarkan estimasi SDKI 2012. (Kemenkes RI, 2014). Masa nifas merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayi. WHO menyatakan bahwa persalinan dengan operasi sectio caesar sekitar 10––15% dari semua proses persalinan di negara berkembang. Sedangkan prosentase melahirkan dengan sectio caesare di Rumah Sakit Swasta pada tahun 2004 mencapai rata-rata 20%, persalinan normal rata-rata 80%. Menurut laporan kedokteran terbaru di tahun 2015 naik mencapai 26,3% dan 27,5% pada tahun 2006 (Kemenkes RI, 2013). Operasi sectio sesarea akan menyebabkan nyeri dan



mengakibatkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan akibat adanya pembedahan. Akibat nyeri tersebut menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah masalah laktasi. 68% ibu post op sectio caesare mengalami kesulitan dalam merawat bayi, bergerak naik turun dari tempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama menyusui akibat adanya nyeri. Akibat nyeri yang dirasakan tersebut bisa menyebabkan ibu menunda pemberian ASI pada bayinya. Sectio Caesaria merupakan suatu cara untuk melahirkan janin dengan membuka dinding abdomen dan dinding uterus. Menurut statistic tentang 3.509 kasus sectio caesaria, indikasi yang muncul pada pasien yang melahirkan dengan sectio caesaria yaitu akibat diproporsi janin-panggul sebanyak 21%, gawat janin sebanyak 14%, placenta previa sebanyak 11%, pernah sectio caesaria sebelumnya sebanyak 10%, kelainan letak janin sebanyak10%, pre eklampsia 7%, angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sudah dikoreksi 0,5%, sedangkan kematian janin sebanyak 14,5%. Resiko relative terjadinya bayi lahir mati dengan ibu preeklamsi sebanyak 5,65 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu tanpa preeklamsi. Indonesia tergolong tinggi angka kematian perinatal dibandingkan di negara maju dan negara asia lainnya. Mengingat hal diatas angka kematian ibu dan janin yang tinggi akibat preeklamsia dan eklamsia, sehingga salah satu kebijakan untuk meminimalkan 14 angka kematian ibu dan bayi tersebut yaitu dengan cara terus meningkatkan pelayanan kesehatan yang ahli dalam menangani persalinan serta mengetahui berbagai indikasi serta komplikasi kehamilan yang dapat mengancam nyawa ibu dan bayinya. Tindakan operatif sectio caesaria adalah salah satu cara alternative dalam menangani preeklamsi (Wiknjosastro, 2008). Perawat harus memahami kasus tersebut, harus bisa melakukan asuhan keperawatan pada pasien post op sectio caesarea. Melakukan pengkajian pada pasien, menentukan diagnosa atau diagnosa yang mungkin muncul, menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan



untuk mengatasi masalah tersebut dan mengimplementasikan rencana tersebut kepada pasien serta mengevaluasi hasilnya. Beberapa penelitian yang berhubungan dalam penurunan nyeri pada ibu post sectio caesaria adalah penelitian oleh Rini dan Susanti (2018) dengan judul ”Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria Pasca Inetrvensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding ” dilakukan sebanyak 41 responden. Responden yang menyatakan nyeri turun adalah sebanyak 28 orang (68,3%) sedangkan 13 responden menyatakan nyeri tetap (31,7%). Berdasarkan analisis menggunakan komputerisasi menunjukkan bahwa dari uji statistik Wilcoxon didapatkan nilai p-value 0,001. Nilai p-value yang
4.2kg) e. Plasenta previa f. Kelainan letak g. Disproporsi celavo pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul) h. Hydrocepalus i. Primi muda atau tua j. Panggul sempit k. Problema plasenta Kelemahan umum, portus tidak maju/partus lama, penyakit jantung, placenta previa dengan perdarahan hebat atau placenta previa marginalis. Pintu vagina lemah, tumor vagina tumor cervic. Kehamilan serotinus (lebih dari 42 minggu) distocia karena kekurangan his prolapsus foniculli. 4. Efek Samping Sectio Cesarea a.



Sakit di tulang belakang



b. Rasa nyeri dibekas sayatan c.



Mual muntah



d. Muncul keloid dibekas jahitan e.



Gatal dibekas jahitan



f.



Luka berpeluang infeksi



g.



Tidak boleh segera hamil



h. Mobilisasi terbatas i.



Latihan pernafasan dan batuk



j.



Kemungkinan sembelit



k. Nyeri di bekas sayatan (Nakita,2010) 5. Komplikasi Pembedahan Sectio Caesaria menurut Mochtar (2015) antara lain : a. Infeksi puerperal (nifas) Yaitu sebelum pembedahan telah ditentukan gejala-gejala infeksi intra partum. Infeksi dikatakan ringan apabila hanya terjadi peningkatan suhu tubuh beberapa hari saja. Infeksi berat bila terdapat tanda infeksi sedang disertai peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Pada kasus seperti partus yang terlantar dan ketuban pecah dini biasanya yang terjadi infeksi. b. Perdarahan Pada Sectio Caesaria banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka dari pada persalinan normal karena atonia uteri serta pelepasan plasenta banyak mengeluarkan darah. c. Emboli Pulmonal Emboli terjadi karena pada pasien Sectio Caesaria dilakukan insisi pada abdomen dan mobilisasi yang kurang jika dibandingkan dengan kelahiran normal. C. Manajemen Nyeri 1. Pengertian Nyeri Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang menimbulkan respon tidak menyenangkan dan nyeri dapat memberikan suatu pengalaman alam rasa (Judha,2012). Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai stimulus seperti mekanik, termal, kimia, atau elektrik pada ujung-ujung saraf. Perawat



mampu memahami respon fisiologis tubuh pasien terhadap nyeri. Sewaktu nyeri biasanya pasien akan tampak meringis, kesakitan, takikardi, berkeringat, napas lebih cepat, pucat, berteriak, menangis, dan tekanan darah meningkat (Wahyuningsih, 2014). 2. Klasifikasi nyeri a. Nyeri Akut Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Gejala yang terjadi tiba – tiba dapat diantisipasi atau diprediksi ringan atau berat (Nurarif & Kusuma, 2015). b. Nyeri Kronis Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan. Gejala yang terjadi yaitu timbul secara tiba – tiba terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung >3 bulan, dengan intensitas ringan hingga berat (Nurarif & Kusuma, 2015). 3. Proses atau MekanismeNyeri Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi nyeri diartikan sebagai nosisepsi. Menurut Taylor (2011) terdapat empat proses yang terlibat dalam mekanisme nyeri: transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi. a. Transduksi Aktivasi dari reseptor nyeri terjadi selama proses transduksi. Transduksi merupakan proses dari stimulus nyeri yang diubah ke bentuk yang dapat diakses oleh otak (Taylor, 2011). Selama fase transduksi, stimulus berbahaya (cedera jari tangan) memicu pelepasan mediator biokimia (misal., prostaglandin,



bradikinin, serotonin, histamin, zat P) (Kozier, 2010). 1)



Bradykinin adalah vasodilator kuat untuk meningkatkan permeabilitas kapiler dan mengalami konstriksi otot polos, memiliki peran yang penting dari mediator kimia nyeri pada bagian yang cidera sebelum nyeri mengirimkan pesan



ke



otak.



Bradikinin



jugapemacupengeluaranhistamindankombinasidenganresp oninflamasi seperti adanya kemerahan, pembengkakan, dan nyeri yang merupakan ciri khas adanya reaksi inflamasi. 2)



Prostaglandin adalah hormon seperti substansi tambahan untuk mengirim stimulus nyeri ke CNS.



3)



Substansi P/ zat P merupakan reseptor sensitif pada saraf untuk



merasakan



nyeri



dan



meningkatkan



tingkat



penembakan saraf (Taylor,2011). Prostaglandin, substansi P, dan serotonin (adalah hormon yang akan aktif untuk menstimulasi otot polos, menghambat sekresi lambung dan proses vasokonstriksi) yaitu



neurotransmitter



atau



substansi



baik



untuk



meningkatkan atau menghambat target saraf. Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptor) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan (Ardinata, 2007). b. Transmisi Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis. Zat P bertindak sebagai neurotrasmiter, yang meningkatkan pergerakan impuls menyebrangi setiap sinaps saraf dari neuron aferen primer ke neuron ordo kedua di kornu dorsalis medulla spinalis. Transmisi dari medulla spinalis dan asendens, melalui



traktus spinotalamikus, ke batang otak dan talamus. Lalu melibatkan transmisi sinyal antara talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri (Kozier, 2010). c. Persepsi Persepsi dari nyeri melibatkan proses sensori bahwa akan datang persepsi nyeri (Taylor, 2011). Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabutmenstransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (dikedua lobus parietalis), lobus frontalis, dan sistem limbik. Ada sel-sel di dalam limbik yang diyakini mengontrol emosi, khususnya ansietas (Potter & Perry, 2006). Selanjutnya diterjemahkan dan ditindak lanjut berupa tanggapan terhadap nyeri tersebut. d. Modulasi Proses dimana sensasi dari nyeri dihambat atau dimodifikasi disebut modulasi. Sensasi nyeri diantaranya dapat diatur atau dimodifikasi oleh substansi yang dinamakan neuromodulator. Neuromodulator merupakan campuran dari opioid endogen, yang keluar secara alami, seperti morphin pengatur kimia di ganglia spinal dan otak. Mereka memiliki aktivitas analgesik dan mengubah persepsinyeri. Endhorpin dan enkephalin merupakan neuromodulator opioid. Endhorpin diproduksi di sinap neural tepatnya titik sekitar CNS. Endhorpin ini merupakan penghambat kimia nyeri terkuat yang memiliki efek analgesik lama dan memproduksi euphoria. Enkephalin yang mana tersebar luas seluruhnya di otak dan ujung dorsal di ganglia spinal, dipertimbangkan sedikit potensi daripada endhorpin. Enkephalin dapat mengurangi sensasi nyeri oleh penghambat yang dilepaskan dari substansi P dari neuron afferent terminal (Taylor, 2011).



4. Faktor yang mempengaruhi nyeri Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2011) diantaranya: a.



Budaya Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal sebagai faktor faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi. (Kozier, 2010). Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).



b.



Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan perbedaan yang telah dikodratkan Tuhan. Perbedaan antara laki laki dengan perempuan tidak hanya dalam faktor biologis, tetapi aspek sosial kultural juga membentuk berbagai karakter sifat gender. Karakter jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri (contoh: lakilaki tidak pantas mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri) (Syamsuhidayat, 2008). Jenis kelamin dengan respon nyeri laki- laki dan perempuan berbeda. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih siap untuk menerima efek, komplikasi dari nyeri sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya dan menangis (Adha,2014)



c.



Usia Usia dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Menurut Retno purwandari (2008) semakin bertambah usia semakin bertambah pula pemahaman terhadap suatu masalah yang diakibatkan oleh tindakan dan memiliki usaha untuk mengatasinya. Umur lansia



lebih siap melakukan dengan menerima dampak, efek dan komplikasi nyeri (Adha, 2014).Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak yang masih kecil memiliki kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat (Potter & Perry, 2006). d.



Makna Nyeri Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan klien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai makna nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Sebaliknya, klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih menderita. Mereka dapat berespon dengan putus asa, ansietas, dan depresi karena mereka tidak dapat mengubungkan makna positif atau tujuan nyeri (Kozier, 2010).



e.



Kepercayaanspiritual Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang memengaruhi pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara berbincang dengan penasihat spiritual mereka (Taylor, 2011)



f.



Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Potter & Perry, 2006).



g.



Ansietas Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas (Taylor, 2011).



h.



Lingkungan dan dukungankeluarga



Individu



dari



kelompok



sosiobudaya



yang



berbeda



memiliki harapan yang berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan (Potter & Perry, 2006). 5. Tanda dan Gejala Nyeri Tanda dan gejala nyeri ada bermacam–macam perilaku yang tercermin dari pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri akan didapatkan respon psikologis berupa: b.



Suara: Menangis, merintih, menarik/menghembuskannafas



c.



Ekspresi wajah: Meringiumulut



d.



Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup



rapat/membuka



mata



atau



mulut,



menggigitbibir e.



Pergerakan tubuh: Kegelisahan, mondar – mandir, gerakan



menggosok



atau



berirama,



bergerak



melindungi bagian tubuh, immobilisasi, otot tegang. f.



Interaksi sosial: Menghindari percakapan dan kontak sosial, berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu (Mohamad, 2012).



6. Pengukuran SkalaNyeri Pengukuran skala nyeri dalam penelitian ini menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kita. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0 – 10 (Taylor, 2011). Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum



dan setelah intervensi terapeutik (Potter & Perry, 2006).



Gambar 2.1 Numeric Rating Scale Sumber: Ma’rifah & Surtiningsih (2013)



Tabel 2.1 Skala Nyeri Skala Nyeri 0 (Tidak Nyeri) 1-3 (Nyeri Ringan) 4-6 (Nyeri Sedang)



7-9 (Nyeri Berat)



Keterangan (Kriteria Nyeri) Tidak ada keluhan nyeri haid/kram di area perut bagian bawah, wajah tersenyum, vocal positif, bergerak dengan mudah, tidak menyentuh atau menunjukkan area yang nyeri. Terasa kram pada perut bagian bawah, tetapi masih dapat ditahan, masih dapat melakukan aktivitas, masih dapat berkonsentrasi belajar. Terasa kram di area perut bagian bawah, kram/nyeri tersebut menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan, sebagian aktivitas dapat terganggu, sulit/susah berkonsentrasi belajar, terkadang merengek kesakitan, wajah netral, tubuh bergeser secara netral, menepuk/meraih area yang nyeri. Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi belajar,



(Nyeri



menangis, wajah merengut/meringis, kaki dan tangan tegang/tidak dapat digerakkan. Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kaki, dan punggung, tidak mau makan, mual, muntah, sakit kepala, badan tidak ada tenaga, tidak bisa berdiri atau bangun dari tempat tidur, tidak dapat beraktivitas, tangan menggenggam, mengatupkan gigi, menjerit, terkadang bisa sampai pingsan



10 Sangat Berat)



7. Penatalaksanaan nyeri Penatalaksanaan non farmakologi menurut Bangun dan Nur’aeni (2013), adalah suatu tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lainnya dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan penuh pertimbangan dan keputusannya sendiri. Kebanyakan pasien dan anggota tim kesehatan lainnya untuk memberikan obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Akan tetapi banyak aktifitas keperawatan non farmakologi yang dapat membantu



menghilangkan



nyeri,



metode



pereda



nyeri



nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan. Manajemen nyeri non farmakologis merupakan tindakan menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan farmakologi, dalam melakukan intervensi keperawatan/kebidanan , manajemen non farmakologi merupakan tindakan dalam mengatasi respon nyeri klien (Sulistia, 2011). 8. Konsep menyusui a. Pengertian menyusui Menyusui adalah suatu cara yang alamiah manusia untuk mempertahankan



dan



melanjutkan



kelangsungan



hidup



bayinya. ASI adalah makanan bayi yang paling utama pada



bulan awal lahir hingga umur 2 tahun. Perkembangan zaman membawa perubahan bagi kehidupan manusia pada saat ini, dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat membuat pengetahuan manusia mengetahui pentingnya ASI bagi kehidupan seorang bayi. b. Manfaat menyusui 1) ASI dapat mengurangi tingkat depresi pada ibu 2) ASI dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada bayi 3) ASI dapat membantu memperkuat ikatan emosional antara anak dan ibu 4) ASI dapat membuat anak lebih cerdas 5) ASI dapat mengurangi resiko obesitas pada bayi 6) ASI bisa membuat anak berperilaku lebih baik 7) Nutrisi yang terkandung didalam ASI akan membantu otak anak berkembang sempurna dan lebih bagus dari pada nutrisi yang terkandung didalam susu formula. 8) ASI membantu ibu menurunkan berat badan setelah melahirkan 9) ASI dapat mengurangi risiko kanker payudara pada ibu 10) ASI membantu ekonomi keluarga karena produksinya yang gratis dan mudah. D. Biologic Nurturing Baby Led Feeding Tindakan operasi sectio caesarea menyebabkan nyeri dan mengakibatkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan karena adanya pembedahan. Nyeri tersebut akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya masalah laktasi. Menurut Julianti, 2014 bahwa 68% ibu post sectio caesarea mengalami kesulitan dengan perawatan bayi, bergerak naik turun dari tempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama menyusui akibat adanya nyeri. Rasa nyeri tersebut akan menyebabkan pasien menunda pemberian ASI sejak awal pada bayinya



(Aminah, 2011). Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri post sectio caesarea biasanya menggunakan analgesic. Namun demikian pemberian



farmakologi



tidak



bertujuan



untuk



meningkatkan



kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyerinya. Sehingga dibutuhkan kombinasi farmakologi untuk mengontrol nyeri dengan non farmakologi agar sensasi nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang. Metode non farmakologi tersebut diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Yuliatun, 2008). Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi nyeri post SC adalah menyusui dengan Posisi Biologic Nurturing Baby Led Feeding. Posisi ini direkomendasikan bagi ibu nifas post SC karena lebih dirasakan rileks sehingga menyebabkan nyeri luka jahitan lebih minimal (Cholson, 2008).



BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Proyek Inovasi Pada bab ini akan menyajikan hasil pelaksanaan tentang pengaruh Biologic Nurturing Baby Led Feeding terhadap proses pemberian ASI pasca persalinan Sectio Caesarea (SC) pada ibu post partum. Waktu pelaksanaan dimulai dari tanggal 5 Maret 2021 sampai dengan tanggal 11 Maret 2021. Pelaksanaan ini menggunakan metode pra-eksperimental dengan pendekatan one group pretest-posttest design dan teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Data diperoleh langsung dengan jumlah tiga orang pasien post sectio caesarea (SC) di Ruang Widya Rs. Ciremai Kota Cirebon dengan diberikan perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding. Tingkat nyeri pada klien post operasi sectio caesarea sebelum diberikan perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding terdiri dari kategori tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat dan nyeri sangat berat, berikut sajian gambaran tingkatan nyeri klien post sectio caesarea. 1. Gambaran Nyeri Sebelum dan Sesudah diberikan Perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea di Ruang Widya RS Ciremai Tahun 2021 Biological Nurturing Baby Led Feeding merupakan salah satu posisi menyusui yang direkomendasikan bagi ibu nifas post SC karena membuat ibu lebih rileks pada saat menyusui. Berikut ini disajikan data tentang gambaran nyeri sebelum dan sesudah diberikan perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post sectio caesarea di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon tahun 2021.



Tabel 1. Distribusi intensitas nyeri pasca sectio caesarea sebelum dan sesudah diberikan perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon Tahun 2021 No Responden 1



Skala nyeri Sebelum 5



Sesudah 1



2 8 3 6 Sumber: hasil pelaksanaan proyek inovasi tahun 2021



3 2



Berdasarkan data intensitas nyeri sectio caesarea pada tabel 1, menunjukan bahwa 3 responden sebelum diberikan perlakuan nurturing baby led feeding didapatkan hasil distribusi intensitas nyeri yang bervariasi. Sebelum pemberian terapi, skala nyeri yang tertinggi adalah 8 (1 responden), skala nyeri 6 (1 responden), dan skala nyeri 5 (1 responden). Setelah diberikan perlakuan nurturing baby led feeding, sebanyak 1 responden mengalami skala nyeri 1 (terendah), 1 responden mengalami skala nyeri 2, dan 1 responden mengalami skala nyeri 3 (tertinggi). 2. Pengaruh Perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea di Ruang Widya RS Ciremai Tahun 2021 Berikut ini disajikan data tentang pengaruh perlakuan biological nurturing baby led feeding terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post sectio caesarea di ruang widya rs ciremai tahun 2021 Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea di Ruang Widya RS Ciremai Tahun 2021



Pair 1



Pretest Posttest



Paired Differences t Mean Std. Std. 95% Deviation Error Confidence Mean Interval of the Difference Lower Upper 4.333 .577 .333 2.899 5.768 13.000



df



Sig. (2tailed)



2



Sumber: hasil pelaksanaan proyek inovasi tahun 2021 Berdasarkan data pada tabel 2, menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan biological nurturing baby led feeding dengan nilai p value 0,006 yang artinya ada penurunan skala nyeri pada ibu post SC dalam menyusui dengan menggunakan perlakuan biological nurturing baby led feeding. Hal ini sejalan dengan penelitian penelitian oleh Rini dan Susanti (2018) didapatkan hasil p-value 0,001. Nilai p-value yang < 0,05 menunjukkan terdapat penurunan nyeri pasca intervensi biologic nurturing baby led feeding pada ibu post SC sebelum dan sesudah intervensi biologic nurturing baby led feeding. Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi nyeri post SC adalah menyusui dengan cara biologic nurturing baby led feeding. Cara ini direkomendasikan bagi ibu post SC agar menjadi lebih rileks sehingga menyebabkan nyeri luka jahitan tersebut lebih minimal. Penelitian ini juga diperkuat denga hasil penelitian oleh Reni Cahyanti, Sinar Pertiwi , Etin Rohmatin (2018), berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan intervensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding mengalami nyeri ringan yaitu 27 responden (67,5%) dan sebanyak 13 responden menyatakan nyeri sedang (32,5%). Hasil uji Wilcoxon diperoleh p value (0,000 ) < α (0,05) yang berarti bahwa terdapat pengaruh intervensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan nyeri pada ibu post SC di RSUD Majenang 2018.



.006



Perlakukan biological nurturing baby led feeding hakekatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan relaksasi pada pasien post operasi khususnya post sectio caesarea pada saat ibu menyusui. Dengan adanya metode tersebut diharapkan dapat mengurangi perasaan nyeri dan dapat meningkatkan kenyamanan. Pasien mampu mengungkapkan pentingnya terapi biological nurturing baby led feeding dalam mengurangi nyeri, dapat diukur dengan pasien dapat mengungkapkan skala nyeri berkurang setelah diberikan terapi biological nurturing baby led feeding.



BAB IV SIMPULAN DAN SARAN



A. SIMPULAN Setelah melakukan implementasi proyek inovasi selama 9 hari, didapatkan hasil efektivitas perubahan intensitas nyeri dengan menggunakan uji paired t test menunjukkan bahwa selisih rata-rata penurunan skor intensitas nyeri pada perlakuan biological nurturing baby led feeding sebesar 3,33 dengan p value 0,006. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan biological nurturing baby led feeding terhadap intensitas nyeri. Dapat disimpulkan dari hasil rata-rata dikatakan hipotesis diterima yaitu pemberian Biological Nurturing Baby Led Feeding berpengaruh terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi sactio caesarea. B. SARAN Diharapkan bagi ibu post sectio caesaria dapat memahami Biological Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan intensitas nyeri akibat luka post sectio caesaria. Informasi yang telah diterima dapat dipraktekkan dengan dibantu oleh keluarganya, sehingga ketika ibu mengalami nyeri pada saat menyusui keluarga bisa melakukan tindakan non farmakologis untuk mengurangi nyeri yaitu dengan tindakan Biological Nurturing Baby Led Feeding. Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya untuk bidan dan perawat khususnya di ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk bahan pertimbangan pengembangan intervensi kebidanan untuk tindakan non farmakologis dalam mendukung penyembuhan dan pelengkap tindakan farmakologis Kelompok menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Biological Nurturing Baby Led Feeding untuk mengurangi nyeri pada ibu postsectio caesarea dengan jumlah responden yang lebih banyak dan



penelitian yang lebih lama.



DAFTAR PUSTAKA



Adha, D. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon Terhadap Nyeri Pasien Post Operasi Mayor di Irna Bedah RSUP. Dr. Djamil Padang Ambarwati F. R., & Nasution, N. 2015. Buku Pintar Asuhan Keperawatan. Yogyakarta. Cakrawala Ilmu Anziarni, Resi. 2019. Analisis Praktik Keperawatan Dalam Pemenuhan Rasa Nyaman Nyeri Pada Ny. M Post Op Sectio Caesarea Dengan Biologic Nurturing Baby Led Feeding Tahun 2019. Karya Ilmiah Akhir Ners. Muara Bungo Ayuningtyas, dkk. 2018. Etika Kesehatan Pada Persalinan Melalui Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis. Universitas Sriwijaya : Dikutip 25 Februari 2021 Bangun, A, V. & Nuraeni, S. 2013. Pengaruh Lavender Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Di Rumah Sakit Dustira



Cimahi.



Jurnal



Keperawatan



Soedirman



(The



Soedirman Jurnal Of Nursing) Cahyanti, Reni dkk. 2018. Effect of Biologic Nurturing Baby Led Feeding On Post Sectio Caesarea Pain Scale In Majenang Hospital. Politeknik Kemenkes Semarang. Cholson, S.D., Meek J.H., and Hawdon, J.M. (2008). Optimal positions for the release of primitive neonatal reflexes stimulating breastfeeding. Early Human Development, 84, 441-449. http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S037837820700242 3 Diakses 25 Februari 2021 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Laporan Hasil Riset Kesehatan Indonesia. (Riskesdas)



Heryani, Reni. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta. Trans Info Media Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta. YBP-SP Kozier, B., Berman , A., & Snyder, S. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. Mochtar, Rustam. 2015. Sinopsis Obstetri. Jakarta. EGC Mohamad Judha (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika Nakita.



(2010).



Efek



samping



operasi



cesar.



Diakse dari



http://kiatsehat2010.blogspot. Diakses 25 Februari 2021 Nurarif



&



Kusuma.



2015.



Aplikasi



Asuhan



Keperawatan



BErdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta. Mediaction Nursalam.2012. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta. Salemba Medika Padila. (2015). Keperawatan Maternitas Sesuai Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar. Jakarta: Medical Book Potter and Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC. Potter and Perry.(2010). Keperawatan : Konsep, proses dan praktik. Jakarta : EGC. Purwanti,



Atik.



(2008).



Konsep



Kebidanan



Sejarah



dan



Profesionalisme. Jakarta : EGC. Purwanti, Eny. 2012. Asuhan Kebidanan Untuk Ibu Nifas. Yogyakarta. Ilmu Cakrawala Rini, Susiolo & Susanti, Indri.2018.



Penurunan Nyeri Ibu Post



Sectio Caesarea Pasca Intervensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding. Stikes Harapan Bangsa Purwokerto. Dikutip tanggal 25 Februari 2021 Sahroni,



2012.



Masa



Nifas



Dalam



Islam.



Http://www.islamic.education.co.id diakses tanggal : 13 Mei



2019 Sofian, amru. 2012. Synopsis obstetric jilid 2. Edsi 3. Jakarta: Erlangga Sulistiawati, Ari. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta. Salemba Medika Taylor et al. (2011). Fundamentals of Nursing : The Art and Science of Nursing Care 7th Edition. China : Lippincott Company. Wahyuningsih,



M.



2014.



Efektifitas



Aromaterapi



Lavender



(Lavandula Angustifolia) dan Massage Effleurage Terhadap Tingkat Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif pada Primigravida di BPS Utami dan Ruang PONEK RSUD Karanganyar. Skripsi Stikes Kusuma Husada Surakarta diakses pada 20 Desember 2016 WHO. (2014). Global Survei on Maternal and Perinatal Health. Winkjosastro, Hanafi. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta. YBP-SP Yanti, Damai dan Sundawati Dian. 2011. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Belajar Menjadi Bidan Profesional. Bandung. PT Refika Aditama



Lampiran 1 SOP (Standar Operasional Prosedur) Biologic Nurturing Baby Led Feeding (Anziarni, Resi. 2019) Pengertian



Teknik menyusui yang memberikan rasa nyaman kepada pasien yang mengalami nyeri dengan membimbing pasien untuk melakukan teknik relaksasi dengan menghubungkan keyakinan individu untuk mengalihkan toleransi nyeri dan



Tujuan



ambang batas nyeri. 1. Mengurangi atau mengontrol nyeri 2. Menurunkan ketegangan otot 3. Menimbulkan perasaan aman dan damai



Prosedur Pelaksanaan



4. Menimbulkan perasaan rileks dan tenang A. Tahap Pra Interaksi 1. Melihat data nyeri yang lalu 2. Melihat



intervensi



keperawatan



yang



telah



diberikan oleh Perawat 3. Mengkaji terapi yang diberikan dokter 4. Mencuci tangan B. Tahap Orientasi 1. Mengucapkan salam teraupetik 2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan 4. Menjelaskan prosedur dan mengontrak klien 5. Menanyakan kesiapan klien dan keluarga C. Tahap Kerja 1. Mengatur posisi yang nyaman yaitu posisi rebahan sambil bersandar, dengan sudut kemiringan antara 15°-64°



2. Lakukan observasi keadaan payudara, jika kotor lakukan breast care atau perawatan payudara terlebih dahulu 3. Letakkan bayi di atas dada klien/ibu 4. Atur posisi bayi hingga berdekatan dengan puting susu ibu 5. Mulut bayi dibiarkan melekat dengan sendirinya pada puting susu ibu. 6. Menganjurkan kedua tangan ibu bebas, memegang bayi sekedar untuk menjaganya agar tidak terguling 7. Anjurkan klien untuk melakukan 10 sampai 15 menit 8. Teknik



biologic nurturing baby led feeding



dilakukan hingga mengurangi ketegangan di kepala, leher, pundak dan punggung D. Tahap Terminasi 1. Melakukan evaluasi tindakan 2. Melakukan evaluasi kenyamanan dan respon klien 3. Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya 4. Melakukan



dokumentasi



tindakan



dan



pemberian biologic nurturing baby led feeding 5. Mencuci tangan 6. Akhiri dengan salam



Lampiran 2



hasil



DUKUMENTASI IMPLEMENTASI PEMBERIAN PERLAKUAN NURTURING BABY LEED FEEDING