Proposal Regenerasi 4B [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH DETERJEN TERHADAP REGENERASI BERUDU Fejervarya sp Proposal Penelitian disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Hewan yang diampu oleh: Drs. H. Dadang Machmudin, MS. Dr. Didik Priyandoko, M.Si. Dr. Hernawati, M.Si.



oleh: Kelompok 3 Pendidikan Biologi B 2017 Adi Hatia Warman



1706195



Anggraeni Puspita C.



1700482



Fildza Huaina Arifa



1702108



Rahayu Meilawati



1700311



Sanchia Azzaria Sulaeman



1701584



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2019



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Regenerasi merupakan kemampuan organism untuk mengganti bagianbagian tubuh yang hilang baik karena luka, sobek, rusak ataupun karena peristiwa autotomi (Hay, 1975). Dalam tubuh makhluk hidup terdapat kemampuan untuk melakukan regenerasi pada tingkat sel atau jaringan sedangkan pada hewan tertentu mampu melakukan regenerasi pada tingkat organ.Dalam melakukan regenerasi banyak faktor yang mempengaruhi, salah satu diantaranya yaitu pemberian nutrisi. Tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan, makanan yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi. Regenerasi bila ditinjau lebih lanjut, ternyata terdiri dari berbagai kegiatan, mulai dari pemulihan kerusakan yang parah akibat hilangnya bagian tubuh utama. Kemapuan untuk melakukan regenerasi struktur yang hilang terdapat pada hampir semua makhluk hidup, paling tidak dalam suatu derajat tertentu.Pada vertebrata kemampuan meregenerasi struktur-struktur utama tubuh terbatas pada Urodella yang dapat mengganti anggota badan atau ekor yang hilang. Ada juga pada beberapa Icertulia yang dapat meregenerasi bagian ekor yang hilang seperti kecebong. Regenerasi tidak sama pada bagian organisme. Proses regenerasi yang efektif adalah pada masa embrio hingga masa bayi, setelah dewasa kemampuan regenerasi ini terbatas pada sel atau jaringan tertentu saja. Namun tidak demikian dengan bangsa avertebrata dan reptilia tertentu, kemampuan untuk memperbaiki dirinya sangat menakjubkan hingga dia mencapai dewasa .Setiap hewan mempunyai kemampuan hidup yang bervariasi antara makhluk yang satu dengan yang lainnya. Kecebong atau berudu adalah proses tahapan pada siklus kehidupan amfibia, yaitu tahap pendewasaan atau larva. Kecebong sering disebut sebagai anak katak atau kodok memiliki kemampuan dalam regenerasi organ yang memerlukan waktu tertentu dalam proses pembentukannya.



Kelas amphibi, memiliki daya regenerasi yang rendah, biasanya terbatas pada bagian ekor yang lepas atau rusak (Tjitrosoepomo, 1984). Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan pada berudu untuk mengetahui pengaruh air deterjen terhadap kemampuan regenerasi pada ekor berudu. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana pengaruh deterjen terhadap regenerasi berudu? C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana pengaruh deterjen terhadap regenerasi berudu? 2. Bagaimana perkembangan regenerasi berudu saat diberikan perlakuan? D. Tujuan Penelitian 1. Memahami pengaruh deterjen terhadap regenerasi berudu. 2. Mengamati pembentukan hasil regenerasi pada tempat sayatan dan mengikuti perkembangan hingga tercapai bentuk yang serupa dengan keadaan semula. E. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini kami dapat mengetahui pembentukan hasil regenerasi pada ekor berudu dan mengetahui pengaruh air deterjen terhadap regenerasi ekor berudu. F. Hipotesis penelitian Kecebong memiliki kemampuan regenerasi, saat ekor kecebong diputuskan maka dapat tumbuh kembali seperti semula dengan waktu tertentu dalam proses pembentukannya. Namun, proses regenerasi akan terhambat dan memerlukan waktu yang cukup lama dari biasanya karena pengaruh dari kandungan yang ada dalam deterjen.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regenerasi Katak Regenerasi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang rusak atau lepas. Daya regenerasi paling besar pada echinodermata dan platyhelminthes yang dimana tiap potongan tubuh dapat tumbuh menjadi individu baru yang sempurna.Pada Anelida kemampuan itu menurun. Daya itu tinggal sedikit dan terbatas pada bagian ujung anggota pada amfibi dan reptil. Pada mamalia daya itu paling kecil, terbatas pada penyembuhan luka.(Bainkky, 1981) Menurut Morgan dalam Browder (1984), ia mengenal mekanisme



primer



dua



untuk pembentukan kembali bagian-bagian tubuh



yang hilang. Pertama, regenerasi morfalaksis yakni suatu proses perbaikan yang melibatkan reorganisasi bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan kembali bagian tubuh yang hilang. Jadi dalam jenis regenerasi ini pemulihan bagian yang hilang itu sepenuhnya diganti oleh jaringan lama yang masih tertinggal. Kedua, epimorfosis yaitu rekonstruksi bagianbagian yang hilang melalui proliferasi dan diferensiasi jaringan dari permukaan luka. Namun regenerasi dapat pula berupa penimbunan sel-sel yang nampaknya belum terdiferensiasi pada luka dan sering



disebut,



blastema, yang akan berproliferasi dan secara progresif membentuk bagian yang hilang. B. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi Faktor-faktor yang mempengaruhi metamorfosis 1. Faktor Internal Menurut Thornton (1968) dalam Browder (1984) menyatakan bahwa regenerasi juga dipengaruhi oleh penghilangan



sistem



endokrin,



kelenjar pituitri anterior (hipofisektomi)



mencegah regenerassi urodella dewasa, pengaruh yang paling besar jika hipofasektomi dilakukan pada saat amputasi. Jika



hipofasektomi



dilakukan pada saat reaksi diperlambat maka



tingkat regenerasi tergantung pada panjang bagian yang tersisa. Apabila diperlambat sekurang-kurangnya tiga belas hari tidak berpengaruh



pada regenerasi. Interpretasi terbaik menduga



bahwa hormon pituitri berperan hanya selama tahap awal regenerasi



yakni



pada



saat



penyembuhan



luka



dan



dideferensiasi, maka dengan demikian pertumbuhan blastema dan diferensiasi tidak memerlukan persediaan hormon pituitri yang terus-menerus. Adanya hormon tiroid, yang telah ditunjukkan Hormon tiroid menyebabkan inti mensintesis atau menginduksi aktivitas enzim hidrolitik, yaitu enzim yang menyebabkan jaringan atau sel menjadi lisis atau pecah. Enzim kolagonase telah dibuktikan dihasilkan selama proses regresi ekor berudu in vitro (Sounders, 1982). 2. Faktor eksternal Factor eksternal yang mempengaruhi metamorfosis adalah ada tidaknya sumber makanan dan adanya pemangsa berudu. Menurut (tjitrosoepomo.1984) kecebong dapat menumbuhkan kembali ekor, meningkatkan kemungkinan jaringan spesies lain yang rusak bisa diset ulang setelah cedera. Peran kaporit yang mengejutkan dalam regenerasi amfibi pada akhirnya memberikan cara untuk membujuk ke dalam jaringan organ manusia yang terputus atau rusak untuk regrowing. Tidak seperti katak dewasa, kecebong memiliki kemampuan untuk benarbenar



tumbuh



kembali



secara



lengkap



jika



terluka.



Manusia



mempertahankan beberapa kemampuan tersebut sampai sekitar umur 11 tahun, manusia bisa menumbuhkan kembali jari. Tetapi dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk menumbuhkan jaringan berkurang. Dalam studi baru, para peneliti yang dipimpin oleh Michael Levin dari Tufts University, Medford, Massachusetts, menemukan kecebong yang tidak bisa mentransfer garam ke dalam sel menyebabkan tidak bisa



menumbuhkan ekor kembali, sementara kecebong normal mampu secara sempurna.(Wilis, 1983) C. Tahapan Regenerasi Secara eksperimental pada ekor kecebong yang telah dipotong, ternyata hasil regenerasinya tidak sama dengan semula. Pertambahan panjang tidak sama dengan ekor yang dipotong. Ekor baru tidak mengandung notochord dan vertebrae yang baru hanya terdiri dari ruas-ruas tulang rawan.Ruas-ruas ini hanya meliputi batang syaraf (medula spinalis), jumlah ruas itu pun tidak lengkap seperti semula. Regenerasi melalui beberapa tahapan, yaitu : 1) Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung. 2) Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka telah tertutup oleh kulit. 3) Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensiasi.Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit. 4) Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada saat ini scab mungkin sudah terlepas.Blastema berasal dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel- sel pengembara akan berproliferasi membentuk blastema.



5) Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar lagi. 6) Rediferensiasi



sel-sel



dediferensiasi,



serentak



dengan



berhentinya proliferasi sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhkan alat derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya (scribd, 2013)



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



A. Metode Penelitian 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada Tanggal



: 23-29 November 2019



Waktu



: 19.00-selesai



Tempat Penelitian



: Laboratorium Struktur Hewan FPMIPA UPI



2. Jenis Penelitian Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian eksperimen untuk mengetahui hubungan antar variable yang diamati Teknik Sampling. 3. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive sampling dengan metode penangkapan langsung berudu Fejervarya. Berudu yang diambil harus memenuhi kriteria ukuran sedang dengan kaki belum terbentuk. 4. Desain Penelitian Teknik penelitian dilakukan menggunakan wadah yang berisikan 1000 ml larutan detergen dengan empat konsentrasi yang berbeda (0,01%, 0,1%, 1%, dan 10%) dengan satu kontrol berupa air kolam sebanyak 1000 ml..



Kontrol (Air Kolam)



Wadah A (Detergen 0,01%)



Wadah B (Detergen 0,1%)



Wadah C (Detergen 1%)



Gambar A.1 Desain Wadah Perlakuan



Wadah D (Detergen 10%)



Dalam setiap wadah dimasukkan dua ekor berudu yang telah diberi perlakuan berupa pemotongan ekor. Penelitian dilakukan selama satu minggu dan diamati perubahan pertambahan panjang ekor setiap tiga jam.



Gambar A.2 Pemotongan ekor berudu (Reid, 2009) B. Langkah Kerja



Sampel berudu katak diambil



Berudu katak dipotong pada bagian ujung ekor



Disediakan wadah berisi air yang telah ditentukan konsentrasinya



Setiap tahap perkembangan dicatat dan diolah



Berudu katak diamati perkembangannya



Berudu katak dimasukkan ke dalam wadah



Bagan B.1 Langkah Kerja penelitian C. Analisis Statistika Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel yang diteliti yakni pertambahan panjang ekor berudu dengan konsentrasi larutan detergen digunakan uji korelasi Spearman. Uji Spearman dipilih karena data hasil pengamatan yang dihasilkan akan berbentuk data nominal. Pada uji spearman tidak diperlukan syarat distribusi dan normalitas data (Artusi, 2002).



DAFTAR PUSTAKA



Artusi, R dkk. (2002). Bravais-Pearson and Spearman correlation coefficients: meaning, test of hypothesis and confidence interval. The International Journal of Biological Markers, Vol. 17 no. 2, pp. 148-151. Doi : 10.1177/172460080201700213 Balinsky, B.I. 1976. An introduction embryology, 4 th ed, W.B. saunders Co. Philadelphia, London. Browder, L.W. 1984. Developmental biology, 2thed, W.B. Saunders, London. Hay, E. 1975. Cellular Basis of Regeneration. In: Concepts of development. J. Lash and J.R. Whittaker (eds.). Sinauer Associates Inc. Publisher, Stamford. Phillip, G. 1978. Biology of developmental system, Holt, Rinehart and Winston, New York, Sab Francisco. Reid, Brian dkk. (2009). Electric currents in Xenopus tadpole tail regeneration. Developmental Biology Volume 335, Issue 1, 1 November 2009, Pages 198207. Doi: 10.1016/j.ydbio.2009.08.028 Tjitrosoepomo. 1984. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta