Proposal Unw Terbaru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke dewasa. Pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, biologis, dan psikologis. Pada masa ini, remaja rentan terhadap masalah gizi terutama untuk remaja putri. Pada umumnya, pola makan yang kurang tepat menjadi penyebab dari masalah gizi yang terjadi pada remaja. Beberapa masalah gizi yang sering dialami pada masa remaja adalah gangguan makan, obesitas, KEK, makan tidak teratur dan anemia (Susetyowati ,2016). Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan mengalami defisiensi zat besi. Di Indonesia, prevalensi anemia atau zat besi masih cukup tinggi. Meningkatnya kebutuhan bila diiringi kurangnya asupan zat besi dapat mengakibatkan remaja putri rawan mengalami anemia. Penyebab utama anemia gizi pada remaja putri adalah karena kurangnya asupan zat gizi melalui makanan, sementara kebutuhan zat besi relatif tinggi untuk kebutuhan dan menstruasi. Kehilangan zat besi diatas rata-rata dapat terjadi pada remaja putri dengan pola haid yang lebih banyak dan waktunya lebih panjang terhadap rendahnya kadar hemoglobin (Krummeretal, 2016). Alasan lain karena remaja putri sering menjaga penampilan, keinginan untuk tetap langsing atau kurus sehingga berdiet dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhaan zat gizi tubuh akan menyebabkan



1



2



tubuh kekurangan zat gizi yang penting seperti besi (Arisman, 2010). Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang memiliki angka kejadian cukup tinggi di dunia dengan angka pravelensi mencapai 40-88 % yang tersebar di seluruh dunia. Kejadian anemia banyak terjadi di Negara berkembang dengan angka kejadian 3-4 kali lebih besar di bandingkan dengan Negara maju. Menurut World Health Organization (WHO) menyebutkan 30% penduduk di dunia mengalami anemia dan banyak diderita oleh remaja putri. Cakupan anemia di kalangan remaja masih cukup tinggi yaitu sebesar 29% (WHO, 2019). Prevalensi anemia di Indonesia secara nasional mencapai 21,7%, dengan penderita anemia pada usia 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita pada usia 15-24 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa proporsi anemia pada perempuan lebih tinggi (22,7%) dibandingkan pada laki-laki (12,4%). Anemia menjadi masalah kesehatan karena prevalensinya >20% (Riskesdas, 2019). Pada tahun 2019, Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur melaksanakan pemeriksaan anemia pada 1200 remaja putri (siswi) di beberapa puskesmas yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa 337 remaja putri (28,08%) menderita anemia. (Dinkes Lombok Timur, 2019).



3



Remaja putri menjadi golongan yang rawan mengalami anemia karena mereka mudah dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan, termasuk dalam pemilihan makanan. Persepsi remaja putri yang salah mengenai bentuk tubuh sehingga membatasi asupan makan, konsumsi makanan sumber protein hewani yang kurang, serta mereka kehilangan zat besi lebih banyak akibat menstruasi di setiap bulannya. Selain itu,strategi penanggulangan anemia pada ibu hamil juga akan lebih efektif jika dilakukan sejak masa remaja(Irianto,2014). Anemia pada remaja putri dapat menyebabkan menurunya konsentrasi belajar, kurang bersemangat dalam beraktivitas, menurunya daya ingat serta menurunya kemampuan belajar di sekolah. Anemia gizi besi pada remaja menjadi berbahaya jika tidak ditangani dengan baik, terutama untuk persiapan hamil dan melahirkan pada saat mereka dewasa. Remaja putri dengan anemia berisiko melahirkan bayi BBLR, infeksi neonates, melahirkan bayi premature, hingga kematian pada ibu dan bayi saat proses persalinan (Gibney, 2015). Telah dilakukan beberapa strategi untuk mencegah dan menanggulangi kejadian anemia melalui beberapa pendekatan seperti fortifikasi zat besi pada bahan pangan dan edukasi gizi untuk meningkatkan jumlah asupan serta bioavailabilitas zat besi. Meskipun strategi tersebut telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan berbasis food-base saja tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan zat besi pada wanita. Oleh karena itu, salah satu program penanggulangan anemia yang dilakukan pemerintah adalah dengan



4



penyediaan suplementasi zat besiatau pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil dan juga remaja putri (Pou, 2015). Listiana (2016), dalam penelitianya menyatakan bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan anemia. Asupan makanan sumber zat besi yang tidak adekuat menjadi pemicu terjadinya anemia gizi besi pada wanita, perdarahan patologis akibat malaria atau infeksi parasit seperti cacingan, kebiasaan mengkonsumsi makanan yang menghambat penyerapan zat besi, pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, pengetahuan yang kurang tentang pencegahananemia serta sikapyang tidak mendukung terhadap pencegahan anemia. Menurut Lawrence Green, pengetahuan merupakan faktor predisposisi atau faktor yang mempermudah terbentuknya perilaku. Perubahan perilaku akan terbentuk secara bertahap, diawali dengan perubahan pengetahuan, kemudian perubahan sikap. Setelah semua stimulus tersebut disadari maka munculah perubahan tindakan/praktik (Notoadmodjo, 2013). Pengetahuan



seseorang



mengenai



pencegahan



anemia



akan



mempermudah terbentuknya perilaku seseorang dalam mengkonsumsi tablet tembah darah. Pengetahuan dan semua peristiwa yang terjadi pada seseorang akan mendapatkan sebuah pengalaman dan pada akhirnya akan membentuk keyakinan, kesadaran serta sikap atau kecenderungan dalam berprilaku mengkonsumsi tablet tambah darah sehingga dapat berpengaruh terhadap kadar hemoglobin. Perilaku mengkonsumsi tablet tambah darah merupakan



5



tindakan seseorang dalam mengkonsumsi tablet tambah darah sebagai upaya dalam melakukan pencegahan anemia guna untuk meningkatkan kadar hemoglobin darah. Pembentukan perilaku mengkonsumsi tablet tambah darah yang didasari dari pengetahuan dan sikap dapat berlangsung relatif lama (Maulana, 2015). Hasil penelitian Yusof (2012) yang dilakukan pada remaja putri di sekolah menengah di Malaysia menyebutkan pendidikan gizi akan meningkatkan pengetahuan remaja terhadap kadar Hb. Selain itu, pengetahuan yang memadai dapat menyebabkan praktik pencegahan anemia kekurangan zat besi yang lebih baik. Jika remaja putri telah memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan anemia defisiensi besi maka pengetahuan ini akan membawa remaja putri untuk berpikirdan bersikap mendukung terhadap upaya pencegahan anemia kemudian pada akhirnya setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya, akan timbul respon berupa perilaku atau tindakan dalam upaya pencegahan agar tidak terkena anemia (Notoadmojo, 2012) Hasil survey pendahuluan di SMK Muslim Yasnuhu Lombok Timur diketahui bahwa dari 10 remaja putri, 6 diantaranya memiliki pengetahuan yang kurang tentang konsumsi Tablet Fe, kemudian 3 diantaranya memiliki pengetahuan yang cukup dan 1 orang lainnya memiliki pengetahuan yang baik. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya enamia yaitu mereka sering mengkonsumsi teh atau kopi setelah makan, jarang mengkonsumsi



6



makanan sumber vitamin c, pola makan yang tidak rutin dan tidak pernah mengkonsumsi tablet tambah darah. Sikap dan perilaku yang demikan dapat menyebabkan kadar hemoglobin menjadi rendah. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang : ”Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Konsumsi Tablet Fe di SMK Muslim Yasnuhu Lombok Barat Tahun 2020). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : “Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Konsumsi Tablet Fe di SMK Islam Yasnuhu Lombok Timur Tahun 2020”. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Konsumsi Tablet Fe di SMK Islam Yasnuhu Lombok Timur Tahun 2020. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi umur remaja putri di SMK Islam Yasnuhu Lombok Timur Tahun 2020. 2. Mengidentifikasi pengetahuan remaja putri tentang konsumsi Tablet Fe di SMK Islam Yasnuhu Lombok Timur Tahun 2020. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi



7



semua pihak yang terkait antara lain:



1.4.1 Bagi Peneliti Dengan adanya penelitian dapat menambah wawasan penulis mengenai gambaran pengetahuan remaja putri tentang konsumsi Tablet Fe. 1.4.2 Untuk Institusi Pendidikan Sebagai bahan referensi dan pengembangan ilmu pengetahuan para mahasiswa kebidanan. 1.4.3 Bagi Masyarakat Dengan



adanya



penelitian



diharapkan



dapat



menambah



pengetahuan masyarakat terutama remaja putri tentang manfaat konsumsi. 1.4.4 Untuk Peneliti Lain Dengan adanya penelitian dapat djadikan sebagai bahan informasi dan masukan untuk peneliti selanjutnya tentang gambaran pengetahuan remaja putri tentang konsumsi Tablet Fe dengan menambahkan beberapa variabel yang belum diteliti.



8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang



melakukan



Pengindraan



terjadi



pengindraan melalui



terhadap pancaindra



suatu



obyek



manusia,



tertentu.



yakni



indra



penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2014). 2.1.2 Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2014), yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.



9



2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atas materi dapat mnejelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. 3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis



menunjuk



kepada



suatu



kemampuan



untuk



meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu



10



bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang baru. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justfikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran



pengetahuan



dapat



dilakukan



dengan



menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu: 1. Faktor Internal meliputi: a. Umur Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya



dari



pada



orang



yang



belum



cukup



tinggi



11



kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2011). b. Pengalaman Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is the best teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapai pada masa lalu (Notoadmodjo, 2010). c. Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin pendidikan yang kurang akan mengahambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2011). d. Pekerjaan Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi



12



lebih



banyak



merupakan



cara



mencari



nafkah



yang



membosankan berulang dan banyak tantangan (Nursalam, 2016). e. Jenis Kelamin Istilah jenis kelamin merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan secara sosial maupun kultural. 2. Faktor eksternal a. Informasi Menurut



Nursalam



dan



Pariani



(2015)



informasi



merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas. Seseorang yang mendapat informasi akan mempertinggi tingkat pengetahuan terhadap suatu hal. b. Lingkungan Menurut Notoatmodjo (2017), hasil dari beberapa pengalaman dan hasil observasi yang terjadi di lapangan (masyarakat) bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya perilaku kesehatan, diawali dengan pengalaman-pengalaman seseorang serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan non fisik) c. Sosial budaya



13



Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi pula.



2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2017) terdapat beberapa cara memperoleh pengetahuan, yaitu: 1. Cara kuno atau non modern Cara kuno atau tradisional dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah, atau metode penemuan statistik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi: a. Cara coba salah (trial and error) Cara ini dilakukan dengan mengguanakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak bisa dicoba kemungkinan yang lain. b. Pengalaman pribadi Pengalaman



merupakan sumber pengetahuan untuk



memperoleh kebenaran pengetahuan. c. Melalui jalan fikiran Untuk memeperoleh pengetahuan serta kebenarannya manusia



harus



menggunakan



jalan



fikirannya



serta



14



penalarannya. Banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisitradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan ini diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. 2. Cara modern Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis, dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian, yaitu: a. Metode induktif Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya dikumpulkan astu diklasifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan umum. b. Metode deduktif Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dengan bagian-bagiannya yang khusus. 2.1.5 Kriteria Pengetahuan Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:



15



1. Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan. 2. Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh pertanyaan. 3. Kurang, bila subyek menjawab benar