Prosiding SDMTN Rev1 New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ISSN 1978-0176 PROSIDING Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir



Inovasi SDM dan Iptek Nuklir untuk mendukung Revolusi Industri 4.0



Yogyakarta, 20 Agustus 2018



SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL YOGYAKARTA



Prosiding Seminar Nasional SDM teknologi Nuklir



Inovasi SDM dan Iptek Nuklir untuk mendukung Revolusi Industri 4.0



Senin, 20 Agustus 2018 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-Badan tenaga Nuklir Nasional Yogyakarta



Hak Cipta © 2018 Pada penulis



ISSN 1978-0176 Hak Publikasi pada Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-Badan tenaga Nuklir Nasional Yogyakarta



Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi Buku ini dalam bentuk apa pun, tanpa izin tertulis dari penerbit dan penulis



[ ii ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



KATA PENGANTAR Segala Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan ramhat dan hidayah-Nya, sehingga dapat kami susun dan terbitkan sebuah publikasi berupa prosiding Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir 2018 yang merupakan hasil dari pelaksanaan Seminar Nasional SDM Iptek Nuklir 2018 yang telah diselenggarakan pada tanggal 20 Agustus 2018 oleh Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – Badan Tenaga Nuklir Nasional. Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir 2018 ini mengambil tema “Inovasi SDM & Iptek Nuklir untuk Mendukung Revolusi Industri 4.0”. Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir 2018 diselenggarakan sebagai forum untuk mengkaji peran profesionalitas SDM dan riset Iptek nuklir dalam peningkatan aplikasi teknologi nuklir yang unggul dan berkelanjutan untuk mendukung adanya Revolusi Industri Indonesia 4.0. Seminar ini juga merupakan ajang komunikasi dan sharing antara Pendidik, peneliti, akademisi, praktisi dan komunitas, baik yang berasal dari Universitas/Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Industri, pemerintah maupun masyarakat umum dalam hal teknologi nuklir baik dari sisi sumber daya manusia, aplikasi, teknologi, kebijakan, dan sebagainya. Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir 2018 ini terdistribusi dalam berbagai bidang penelitian dan kajian SDM dan Riset Iptek Nuklir. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada para pembicara utama, para peserta seminar, mitra dan segenap panitia dati STTN-BATAN atas terselenggaranya seminar dan terbitnya prosiding ini. Penyusunan dan proses pengeditan prosiding ini telah dilakukan dalam waktu sekitar tiga bulan semenjak tanggal pelaksanaan seminar, namum demikian kami menyadari masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan prosiding ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima sebagai bahan evaluasi dalam penyusunan prosiding pada seminar yang akan datang. Yogyakarta, November 2018



Panitia Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir 2018



[ iii ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



SUSUNAN PANITIA PELAKSANAAN SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR-BATAN YOGYAKARTA Pengarah Penanggungjawab Ketua Sekretaris



: : : :



Bendahara Ketua I (Teknofisika Nuklir) Anggota



: : :



Ketua I (Teknokimia Nuklir) Anggota



: :



Kesekretariatan



:



Publikasi dan Humas Acara dan Persidangan Penerimaan makalah dan penerbitan prosiding



: : :



Konsumsi Akomodasi dan Perlangkapan Pembantu Umum



: : :



[ iv ]



Edy Giri Rachman Putra, Ph.D Ir. Noor Anis Kundari, MT Ir. Aliq Zuhdi, Ph.D Haerul Ahmadi, M.Si. Dr. Muhtadan, M.Eng. Royan Novi Amar, SE Adi Abimanyu, M.Eng. Halim Hamadi, M.Sc . Ayu Jati Puspitasari, M.Si. Sugili Putra, ST, M.Sc Fifi Nurfiana, SST, M.Si. Nilats Tsurayya, M.Sc Lutfi Aditya Hasnowo, M.Sc. Dhita Ariyanti, M.Si. Ardina Mei Devinta S, SST Dita Nursafitri, SST Hersandi, SST Rita Tyas Mulatsih, SH, MH Fifi Nurfiana, SST, M.Si. Halim Hamadi, M.Sc Dhita Ariyanti, M.Si. Lutfi Aditya Hasnowo, M.Sc. Sri Rahayu Bayu Setiawan, SE Rujito Ade Kurniawan



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



TIM REVIEWER SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR – BATAN TAHUN 2018



1. Edy Giri Rachman Putra, Ph.D 2. Dr. Muhtadan, M.Eng. 3. Dr. Deni Swantomo, M.Eng 4. Dr. Eng. Sutanto, M.Eng 5. Dra. Elizabeth Supriyatni, M.Sc 6. Ir. Noor Anis Kundari, MT 7. Adi Abimanyu, SST, M.Eng 8. Maria Christina Prihatiningsih, SST, M.Eng 9. Drs. Supriyono, M.Sc 10. Ir. Djiwo Harsono., M.Eng 11. Sugili Putra, ST, M.Sc 12. Kartini Megasari, SST, M.Eng 13. Haerul Ahmadi, M.Si 14. Ayu Jati Puspitasari, M.Si



[v]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



LEMBAR PERNYATAAN



Kami selaku panitia pelaksana Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir Tahun 2018, dengan ini menyatakan bahwa seluruh makalah yang terdapat dalam prosiding ini telah diseleksi oleh reviewer dan telah diseminarkan pada tanggal 20 Agustus 2018 bertempat di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Yogyakarta.



Yogyakarta, 10 November 2018



Panitia



[ vi ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



DAFTAR ISI JUDUL………………………………………………………………………………



i



KATA PENGANTAR………………………………………………………………



iii



SUSUNAN PANITIA PELAKSANAAN SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR-BATAN YOGYAKARTA……………………………………………………………………



iv



TIM REVIEWER SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR – BATAN TAHUN 2018………….



v



LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………...



vi



PENINGKATAN SIFAT MEKANIK POLIESTER DENGAN PENAMBAHAN SILIKON DIOKSIDA (SiO2) Meri Suhartini, Santoso Prayitno, June Mellawati …………………………………



1



PENENTUAN PENEMPATAN SENSOR PARTICLE COUNTER PADA CLEAN ROOM PRODUKSI KIT RADIOFARMAKA Amal Rezka Putra, Agus Ariyanto, dan Suharmadi ......……………………………



7



PENGARUH IRADIASI GAMMA, COATING, DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU KERUPUK BASAH Noor Anis Kundari, Ya’Puja Primadana, Sugili Putra..……….……………………



15



KAJIAN RADIOAKTIVITAS LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH PADA PENGOPERASIAN REAKTOR RSG-GAS Unggul Hartoyo, Kadarusmanto, Nazly Kurniawan….…………………………….



28



PEMANTAUAN LEPASAN I-131 TERAS 94 DAN 95 REAKTOR SERBA GUNA G.A. SIWABESSY Yulius Sumarno, Nazly Kurniawan, Puspitasari Ramadania.………………………



37



PENGOLAHAN LIMBAH SECARA FOTOKATALISIS MENGGUNAKAN FeTiO2-C Agus Salim A., Auring Rachminisari, Asep Nana S., dan Novianingrum…….……



43



PENENTUAN UNSUR-UNSUR DI DALAM BIJIH URANIUM MENGGUNAKAN ICP AES PLASMA 40 Arif Nugroho, Ngadenin, Rosika Kriswarini, Syamsul Fatimah, Iis Haryati……………………………………………………………………..………..



50



RECOVERY NATRIUM FOSFAT DARI HASIL SAMPING PENGOLAHAN MONASIT SECARA BASA DENGAN METODE KRISTALISASI Riesna Prassanti, Guswita Alwi…………………………………………………….. 61



[ vii ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENDIDIKAN HUKUM NUKLIR DALAM MEMBANGUN SUMBER DAYA MANUSIA DIBIDANG KETENAGANUKLIRAN DI INDONESIA Koesrianti, Intan Soeparna………………………………………………………….. 66 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGELOLAAN SDM OPERATOR REAKTOR BATAN Yuri Garini, dan Dwi Irwanti ………………………...…………………………….. 80 PENGUATAN SDM BATAN MENJAGA AMANAH UU KETENAGANUKLIRAN Falikul Fikri dan Dwi Irwanti ..…………………………………………………….



87



KAJIAN EVALUASI TINGKAT KESIAPTERAPAN TEKNOLOGI (TKT) PENELITIAN DI BATAN Harini Wahyuningrum, Oly Desrianti……………………...……………………….



97



STUDI KASUS: PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN NUKLIR DI BATAN Bagiyono ……………….………………………………………………………….. 105 PEMETAAN PENGETAHUAN BIDANG NUKLIR MELALUI KARYA TULIS ILMIAH PENELITI BATAN YANG TERINDEKS DI SCOPUS Noeraida, Iis Sustini………………………………………………………………... 113 PENGELOLAAN PENGETAHUAN EKSPLISIT BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DI BATAN Budi Prasetyo, Anggiana Rohandi Yusuf ………………………………………….. 126 STUDI KETERSEDIAAN SDM DAN FASILITAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DI PSTA DALAM RANGKA MENYONGSONG ERA INDUSTRI 4.0 Ratmi Herlani, Atok Suhartanto, Munadi ………………………………………



133



FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLIBATAN INDUSTRI LOKAL DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA Dharu Dewi ………………………………………………………………….……... 140 PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM IPTEK NUKLIR UPAYA PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS MENUJU GOOD GOVERNANCE Dwi Irwanti dan Falikul Fikri….….….….….….….….….….….….….….….…….. 147 PENERAPAN PROGRAM KEANDALAN MANUSIA PADA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS) BATAN Endang Kristuti …………………………………………………………………...



157



ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN INTERVENSI TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY OCCURRING RADIOACTIVE MATERIAL (TENORM) DI INDONESIA Hesty Rimadianny, Anri A. Ridwan……………………...……………………....



165



[ viii ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PERAN MANAJEMEN DESAIN REAKTOR NUKLIR TERHADAP USULAN FORMAT DESAIN RINCI Arifin Muhammad Susanto….…...………………………………………………… 171 SISTEM MANAJEMEN BATAN DAN PENERAPAN ISO 45001:2018 Suzie Darmawati, Widjanarko dan Eri Hiswara…………......………...……….…... 182 KAJIAN EVALUASI TINGKAT KESIAPTERAPAN TEKNOLOGI (TKT) PENELITIAN DI BATAN Harini Wahyuningrum, Oly Desrianti..….…………………………………………. 190 PENERAPAN SISTEM INSPEKSI KESELAMATAN RADIASI UNTUK INTERVENSI DIDASARKAN PADA PERATURAN KESELAMATAN TENORM Hesty Rimadianny, Anri A. Ridwan………………………………………………... 198 KARAKTERISTIK BERKAS RADIASI FOTON 6 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK MONOENERGI ELEKTA SYNERGY PLATFORM Assef Firnando Firmansyah ………………………………………………………... 203 PENENTUAN LAJU DOSIS SERAP AIR BERKAS FOTON 6 MV MENGGUNAKAN EMPAT TIPE DETEKTOR IONISASI Assef Firnando Firmansyah ………………………………………………………... 209 PENGARUH PERBANDINGAN CAMPURAN GAS TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR KRISTAL PADA BIOMATERIAL STAINLESS STEEL 316L DENGAN TEKNIK DC SPUTTERING Bunyamin Arsyad, Wiwien Andriyanti, Dwi Priyantoro …….…………………… 215 PENENTUAN RESIDENCE TIME RADIOFARMAKA 99mTc-MDP MENGGUNAKAN MS-EXCEL , MATLAB DAN OLINDA/EXM UNTUK ESTIMASI DOSIS KE MANUSIA Nur Rahmah Hidayati, Iswahyudi , Teguh Hafiz Ambar Wibawa, Deka Andini, Isnaini Nur Islami , Isti Daruwati ……………….……………………………….... 222 UJI KARAKTERISTIK MULTI DETEKTOR PADA 2 WELL GAMMA COUNTER BERBEDA TIPE MENGGUNAKAN SUMBER STANDARD 125I Wijono dan Gatot Wurdiyanto……………..….……………..….……………..…… 228 PROSEDUR PEMERIKSAAN RADIOGRAFI OESOFAGUS MAAG DUODENUM (OMD) PEDIATRIK PADA KASUS STENOSIS PILORUS DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD BANYUMAS Sri Mulyati, Filadelfia Tirza Halean, Fatimah, Siti Masrochah..…………………… 234 UJI FLASHOVER, TEGANGAN DADAL, DAN TEGANGAN TARIK RESIN EPOKSI KONSENTRASI 1:800 TEBAL 1 MM UNTUK BAHAN ISOLATOR Totok Dermawan, Yadi Yunus, Faizal Anggoro........................................................ 239



[ ix ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PERANCANGAN BEJANA UJI TEGANGAN DADAL GAAS SF6 SEBAGAI MEDIUM ISOLATOR TEGANGAN TINGGI PADA MBE Bugar Adhi Pardhana, Totok Dermawan, Sutadi…………………………………... 244 RANCANG BANGUN PANEL VARIABLE FREQUENCY DRIVE TRAINER MOTOR INDUKSI AC 3 FASA Naufal Ihsan, Ign. Agus Purbhadi, Nugroho Tri…………………………………… 251 PERANCANGAN FILTER HARMONISA PASIF PADA SISTEM KELISTRIKAN REAKTOR RSG-GAS Rachmat Triharto, Jaja Sukmana, Koes Indrakoesoema …………………………... 258 PEMBUATAN PANEL KONTROL OTOMATIS PADA HEATER FILTER CHARCOAL SISTEM VENTILASI Kiswanto, Nugroho luhur, Teguh Sulistyo ST. MT..………………………………. 264 APLIKASI MULTIKRITERIA BERBASIS GIS DALAM PEMILIHAN TAPAK PLTN DI NTB Heni Susiati, Hadi Suntoko, Eko Rudi Iswanto …………………………………… 271 PEMBUATAN SUMBER STANDAR PEMANCAR GAMMA CAMPURAN 137Cs-60Co UNTUK KALIBRASI SPEKTROMETER GAMMA Hermawan Candra, Gatot Wurdiyanto, Holnisar ………………………………….. 281 ANALISIS TINGKAT PRESISI DAN AKURASI KERJA ALAT GAS CHROMATOGRAPHY (GC) AGILENT 7890A DI PAIR – BATAN Nurfadhlini, Neneng Laksminingpuri, Wiku Lulus Widodo………….…………… 289 ANALISA HARMONISA PADA BUSBAR DARURAT BNA, BNB, DAN BNC DI RSG GA. SIWABESSY Koes Indrakoesoema, Adin Sudirman, Jazid Uchti Namir………….………............ 297 RANCANGAN SISTEM PROSES INFORMASI REAKTOR TRIGA-2000 BAHAN BAKAR TIPE PELAT PSTNT-BATAN BANDUNG Eko Priyono dan Anang Susanto …………………………………………………... 304 OPTIMASI METODE EKSTRAKSI DAN STRIPPING DALAM ANALISIS ISOTOP ZIRKONIUM SEBAGAI MONITOR BURN UP Yanlinastuti1, Boybul, Iis Haryati, S.Fatimah, Aslina Br. Ginting………..……….. 311 UJI KETAHANAN DOSIMETER RADIOKROMIK DARI PATI BIJI NANGKA SESUAI STANDAR SNI ISO/ASTM 52701:2015 Mutia Ayu Utami, Kartini Megasari, Lutfi Aditya Hasnowo ……………………… 322 UJI KESTABILAN DOSIMETER RADIOKROMIK PATI BIJI NANGKA DENGAN PEWARNA TETRABROMOFENOL BIRU SESUAI STANDAR SNI ISO/ASTM 52701:2015 M Sukron F Husein, Kartini Megasari, Yuli Rohyami….…………………………. 331



[x]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENGARUH BINDER PVDF DAN KETEBALAN ELEKTRODA KOMPOSIT POLIANILIN GRAPHENE SELULOSA TERHADAP KONDUKTIVITAS SEL SUPERKAPASITOR Deni Swantomo, Annisa, Lutfi Aditya Hasnowo…..………………………………. 341 KAJIAN KESELAMATAN RADIASI PENGGUNAAN IRIDIUM-192 DAN SELENIUM-75 UNTUK PRAKTEK RADIOGRAFI INDUSTRI DI POLITEKNIK Mochamad Yusuf Santoso, Mohammad Thoriq Wahyudi, Mochammad Karim Al Amin, Haidar Natsir Amrullah, Edy Setiawan…...………………………………… 348 ANALISIS DESAIN DAN TATA LETAK PADA INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN Sri Mulyati, Aries Nugroho, Rini Indrati, Jeffri Ardiyanto..……………………….. 358 KAJIAN KESELAMATAN RADIOLOGI LOADING-UNLOADING IRADIASI BATU TOPAZ DI RSG-GAS Nugraha Luhur, Mashudi, Kiswant………………………………………………… 356 PROFIL RESPON TIGA JENIS BETON TERHADAP RADIASI NEUTRON AmBe (16 Ci) Nazaroh, BY Eko Budi Jumpeno dan Iman Taufik…...……………………………. 365 UJI FUNGSI ALAT PELINDUNG RADIASI (LEAD APRON) DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT Yeti Kartikasari, Mohammad Alif Nur Fathoni, Rini Indrati, Iin Naliska…………. 374 ANALISIS KECUKUPAN FILTER TABUNG SINAR-X DENGAN MENGGUNAKAN METODE HALF-VALUE LAYER Rini Indrati, Siti Daryati, Yeti Kartikasari, Akhmad Haris Sulistiyadi, Sri Mulyati, Bagus Dwi Handoko………………………...……………………………………... 385 PENENTUAN MULAI WAKTU KERJA DI LABORATORIUM IEBE BERDASAR PENGUKURAN KERADIOAKTIFAN UDARA Nudia Barenzani, Nur Yulianto Darojad, Arca Datam Sugiarto, dan Nofriady Aziz 392 DATA RISET PERSIAPAN KALIBRASI “HAND AND FOOT CONTAMINATION MONITOR” Nazaroh, Hermawan Candra, Holnisar, Eko Pramono dan Rosdiani…..……………. 399 RANCANGBANGUN SISTEM MONITORING KINERJA MOTOR POMPA PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI BERBASIS MIKROKONTROLER Dany Hanifudin Arkan, Adi Abimanyu, Muhtadan………………………………... 405 KAJIAN PARAMETER NILAI BATASAN DAN KONDISI OPERASI PADA DAYA 30 MW SELAMA UMUR OPERASI REAKTOR RSG-GAS Jaja Sukmana, Rachmat Triharto, Gading Permadi, Shokhul Lutfi ….……………. 411



[ xi ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



ANALISIS PERBANDINGAN METODE PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL PADA KELELAHAN UMUR BAJA Restra Dova Audora, Miftahul Fadillah Respati, Ardelia Irena, Muhammad Imam Muttaqiin, Retna Juriyah, Supriyono …………………..…………………………... 422 PENENTUAN LEBAR CELAH UDARA SISTEM LEVITASI PADA PURWARUPA MAGLEV CONVEYOR MENGGUNAKAN SISTEM REGRESI LINIER BERGANDA Ikhsan Mahfudin, Supriyono, Aliq , Deny Viviantoro…...………………………… 428 PEMANFAATAN METODE FAST FOURIER TRANSFORM UNTUK MENGANALISA KARAKTER KONSUMEN LISTRIK DI NTB Wiku Lulus Widodo ……………………………………………..………………..



435



OPTIMASI IRADIASI BERAT TARGET BATU TOPAZ DI REAKTOR RSGGAS Sutrisno, Dicky Tri Jatmiko dan Purwadi ………………………………………… 443 MITIGASI KECELAKAAN PADA SCWR DENGAN KONDENSER TANPA KATUP SAAT TEKANAN SUBKRITIS Sutanto, Thera Sahara, Anwar Budianto ..…………………………………………. 450 KONDENSER TANPA KATUP UNTUK MITIGASI KECELAKAAN PADA SCWR SAAT TEKANAN SUPERKRITIS Dhea Marsella, Sutanto, Anwar Budianto …………………..……………………... 455 EVALUASI PERAWATAN FILTER MEKANIK (PA-01/02/03 BT001) PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS Pranto Busono, Santosa Pujiarta, Aji Nur Said …………………………………...



461



RADIOGRAPH QUALITY OF METALLIC COMPOSITE MATERIAL USING FLUOROSCOPY: A PRELIMINARY STUDY Sugiharto…………………………………………………………………………… 468 NON-DESTRUCTIVE VERIFICATION OF MIXER SHAFT POSITION IN THE PROCESSING UNIT USING GAMMA RAY SCANNING Sugiharto, Wibisono………………………………………………………………... 476 RANCANG BANGUN PROTOTYPE KONTROL DAMPER BERBASIS PLC PADA BLOWER REAKTOR KARTINI Muhammad Fadlan Bahar, Totok Dermawan, Muhamad Subchan………………... 481 GAMBARAN IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI DI PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN METROLOGI RADIASI DENGAN METODE DISTRIBUSI FREKUENSI RELATIF Suhaedi Muhammad……………………………………………………………….



491



EVALUASI INDIKATOR KINERJA KESELAMATAN REAKTOR RSG-GAS PADA TAHUN 2013 HINGGA TAHUN 2016 Slamet Suprianto, Edison Sihombing………………………………………………. 503



[ xii ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PERBANDINGAN SENSITIVITAS TLD-100H (LiF:Mg,Cu,P) DAN OSLD NanoDot (Al2O3:C) DALAM APLIKASI MEDIS PEMANTAUAN DOSIS RENDAH Raras Hanifatunnisa, Hasniah Aliah dan Hasnel Sofyan…………………………… 512 RANCANG BANGUN BALL MILL DARI BAJA DIAMETER 20 CM UNTUK PENGHANCUR MINERAL CHALCOPYRITE SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PENGOLAHAN AWAL URANIUM Feno Mahendra, Totok Dermawan, Suroso, Pandu Dwi Cahya Perkasa…………... 518 INVESTIGATION ON PIPE CONNECTION USING GAMMA RAY AND MCNPX SIMULATION Wibisono…………………………………………………………………………… 524



[ xiii ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



[ xiv ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENINGKATAN SIFAT MEKANIK POLIESTER DENGAN PENAMBAHAN SILIKON DIOKSIDA (SiO2) Meri Suhartini1, Santoso Prayitno1, June Mellawati2 1) Pusat Teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta, [email protected] 2) Pusat Teknologi Keselamatan Metrologi dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta, [email protected] ABSTRAK PENINGKATAN SIFAT MEKANIK POLIESTER DENGAN PENAMBAHAN SILIKON DIOKSIDA (SIO2). Peningkatan sifat mekanik yaitu kekuatan tarik dan tegangan putus polyester dilakukan dengan menambahkan SiO2 dan menggunakan berkas elektron sebagai inisiator. Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh radiasi dan penambahan bahan pengisi SiO2 terhadap sifat mekanik poliester. Metode penelitian meliputi teknik radiasi dengan berkas elektron pada Poliester Polibutilen Suksinat-Co-Adipat (PBS) sebagai inisiator proses reaksi antar poliester dan dengan bahan pengisi SiO2 pada kondisi vakum dan udara terbuka, sampel yang digunakan adalah poliester PBS dan bahan pengisi SiO2. Pengujian yang dilakukan meliputi stabilitas panas (ketahanan panas, kehilangan berat, temperatur awal degradasi dan sisa material), uji creep, kemampuan mekanis, dan degradasi enzimatik. Hasil menunjukan bahwa teknik radiasi dan penambahan SiO2 sebanyak 2% dapat meningkatkan ketahanan panas dan biodegradabilitas lebih cepat. Kata kunci: polibutilensuksinat-co-adipat (PBS), berkas elektron, SiO2 IMPROVING THE MECHANICAL PROPERTIES OF POLYESTERS WITH ADDITION OF SILICON DIOXIDE (SiO2). The improvement of mechanical properties, namely the tensile strength and breaking stress of polyester, was carried out by adding SiO2 and using an electron beam as the initiator. The research objective was to study the effect of radiation and addition of SiO 2 fillers on the mechanical properties of polyester. The research method includes radiation techniques with electron beams as the initiator of the reaction process between polyester and with silicon dioxide, under vacuum and open air, the samples used are polybutylene succinate-co-adipate (PBS) polyesters and SiO2 fillers. Test including thermal stability, (heat stability, weight loss, pre temperature of degradation and remain material), creep test, mechanical properties and enzimatic degradation. The results show that the radiation technique and the addition of 2 % SiO2 can increase thermal stability and biodegradability faster. Keywords: polybutylene succinate-co-adipate, electron beam, SiO2



PENDAHULUAN PBS adalah poliester alifatik biodegradable yang saat ini banyak dan terus dikembangkan dalam berbagai bidang, seperti hortikultura, pertanian, konstruksi dan peralatan medis. PBS dihasilkan melalui reaksi polikondensasi glikol, seperti etilen glikol dan butanadiol-1,4, dan asam dikarboksilat alifatik, seperti asam suksinat dan adipat sebagai bahan baku utamanya. Polimer ini terdegradasi oleh bakteri di dalam tanah sehingga tergolong polimer ramah lingkungan [1,2]. Radiasi pengion dapat mengubah sifat fisik dan kimia dari komposisi polimer. Pengaruh radiasi tersebut dapat berupa



[1]



perubahan karakter pembentukan retakan dan propagasi, pembentukan kerangka spasial struktural (termasuk pengisi), dan penurunan lompatan modulus elastisitas pada permukaan pengisi-matriks [3]. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat polimer adalah dengan memodifikasi serat karbon atau fiber glass. Bahan ini memiliki kombinasi sifat-sifat yang khas, seperti kekakuan tinggi dan koefisien ekspansi termal rendah. Selain itu, iradiasi komposit tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dalam sifat mekanik bahan [4,5]. Bahan anorganik umumnya digunakan secara luas dalam teknologi polimer sebagai bahan pengisi untuk tujuan tertentu, seperti penampilan dan kilau.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Bahan anorganik dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia polimer. Polimer berbasis epoksi yang diradiasiakan menjadi polimer yang tahanterhadap panas tinggi, kandungan air yang stabil, dan tahan terhadap minyak. Polimer dengan pengisi aktif, seperti silikon dioksida, polimer amorf, yang awalnya benarbenar larut dalam pelarut yang diberikan, menjadi larut sebagian. Radiasi ikat silang adalah teknologi utama dari pemrosesan radiasi di industri. PBS memiliki suhu leleh di kisaran 90 ~ 120C, sifat termalnya mirip dengan polyethylene. Produk PBS mengalami deformasi dalam air panas. Dengan demikian, peningkatan ketahanan panas dari polimer ini sangat penting untuk aplikasi yang lebih luas di berbagai bidang. Metode yang terkenal untuk mencapai peningkatan sifat polimer adalah dengan mengubah komposisi baru diantaranya dengan menggunakan radiasi pengion. Tujuan penelitian mempelajari pengaruh radiasi ikat silang dari PBS dengan bahan pengisi silikon dioksida dan biodegradabilitas komposit. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian digunakan bahan sampel polimer PBS yang sifatnya ditunjukkan pada Tabel 1. Polimer ini diproduksi oleh Showa High Polymer Co. Ltd., Jepang. Untuk menyiapkan bahan komposit, ditambahkan SiO2 Tabel 1. Sifat sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini [6,7] Jenis MW MW/ Melting Densi ∆H Sampel (x105) Mn Point tas (J/G) (oC) g/cm3 2,96



2.0



Persiapan Sampel Dan Iradiasi Kandungan bahan anorganik dalam komposisi akhir dinyatakan sebagai rasio persenbahan anorganik terhadap massa total sampel, PBS dan aditif dicampur memakai alat labo plastomill 50C150 (Toyo Seiki). Kecepatan pencampuran 20 rpm, pada 150C. Pada pembentukan lembaran film, setiap sampel ditekan untuk mendapatkan ketebalan 0,50 mm dalam sebuah alat press panas (Ikeda) pada suhu 150C. Selanjutnya sampel dipanaskan selama 3 menit dan panas diulangi lagi pada suhu dan waktu yang sama (1500C, 3 menit) pada tekanan 120 kgf/cm2. Sampel lalu didinginkan hingga suhu kamar menggunakan alat press dingin dan air sebagai pendinginnya selama 3 menit. Iradiasi sampel dilakukan pada kondisi ruangan terbuka dan vakum menggunakan akselerator dengan energi 1 MeV dan arus 1 mA, dengan variasi dosis radasi 30 hingga 200 kGy dan laju dosis 10 kGy/pass. Pengukuran Fraksi Gel



Bahan dan Peralatan



PBS



pengukuran telah dilakukan pada penelitian sebelumnya.



92



1,23



45



Kandungan gel dalam sampel yang diiradiasi dihitung setelah pengangkatan bagian yang larut dan setelah diekstraksi dalam kloroform mendidih selama 48 jam. Fraksi gel dihitung sebagai rasio berat gel kering dengan berat awal polimer, menggunakan rumus berikut [6]: Gel fraksi (%) = [(Wg/Wi)] x 100% di mana: Wg = berat gel dengan penambahan SiO2 Wi = berat sampelasli (tanpa perlakuan SiO2). Stabilitas Panas



Peralatan yang digunakan meliputi labo plastomill, tensil tester, mesin press panas dan press dingin, oven dll. Peralatan lainnya, yaitu Scanning Calorimeter, Scanning Electron Microscope dan coater ion. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian meliputi persiapan sampel untuk iradiasi, dan beberapa pengujian, yaitu pembentukan fraksi gel, uji stabilitas panas dan pengukuran analitis yang sebagian



Sifat tahan panas dari sampel yang diiradiasi diukur menggunakan oven pada berbagai suhu dan juga dengan test creep. Daerah sampel film 0,3 x 2 cm digantung di oven dengan beban dan suhu tertentu, dan selanjutnya dilakukan pengukuran deformasi perpanjangan sampel. Tes creep Test Creep dilakukan menggunakan burner. Lembar PBS dengan dimensi sampel



[2]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



0,5 x 10 x 50 mm digantung dengan tegangan yang diterapkan, yaitu 0,23 MPa, perpanjangan sampel diukur pada suhu tertentu selama 3 menit, kemudian diukur lagi dengan beban dihilangkan untuk memperkirakan pemulihan sampel. Pengukuran Analitis Perpanjangan sampel diukur dengan Thermo mechanical Analyzer (TMA 50) dengan tingkat pemanasan 10C. Suhu leleh diukur menggunakan Differential Scanning Calorimeter (DSC-7, Perkin-Elmer) di bawah aliran nitrogen dengan laju pemanasan 10C/menit. Permukaan sampel terdegradasi setelah degradasi enzimatik diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM-JEOL Superprobe 733) yang sebelumnya dibuat lapisan film emas tipis pada sampel menggunakan coater ion.



yang tidak diradiasi akan memanjang dan putus pada suhu 95oC, sedangkan PBS dengan 2% SiO2 akan memanjang kurang dari PBS murni yang diiradiasi. Hal ini membuktikan bahwa PBS yang mengandung 2% SiO2 akan memiliki stabilitas panas yang lebih baik dibandingkan dengan PBS tanpa SiO2. Pengaruh temperatur (pemanasan) terhadap kehilangan berat (%) dan



HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Panas Pada uji stabilitas panas dibahas tentang ketahanan panas, kehilangan berat (weight loss), start awal temperatur degradasi, dan sisa material akibat pemanasan. Ketahanan panas. Hasil pengukuran ketahanan panas pada modifikasi PBS dilakukan yang dilakukan pada temperatur 110oC dengan beban 0,65 Mpa dengan cara mengukur deformasi sampel pada berbagai suhu dan berbagai beban ditunjukkan pada Gambar 1.



kaitannya dengan fraksi gel Gambar 2. Grafik Hubungan Kehilangan Berat (%) Karena Pemanasan terhadap Jumlah Fraksi Gel Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada saat pemanasan maksimum (430oC) terhadap “bahan yang mengandung fraksi gel”, jumlah total kehilangan berat material mencapai 94,5%. Sedangkan pada pemanasan (430oC) terhadap “bahan yang tidak mengandung fraksi gel”, jumlah total kehilangan berat material mencapai 99,5%. Hubungan jumlah fraksi gel dengan start awal temperatur degradasi



Gambar 1. Kurva Analisis Thermo Mechanical (TMA) dari PBS [7] Pada Gambar 1 ditunjukkan kurva analisis thermo mechanical (TMA) dari PBS. Sampel



[3]



Gambar 3. Grafik Hubungan Fraksi Gel vs start awal temperatur degradasi



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Pada Gambar 3 terlihat bahwa start awal degradasi material yang tidak mengandung fraksi gel (0 %) terjadi pada temperatur 390o, namun pada material yang mengandung fraksi gel (100 %), start awal degradasi material terjadi pada temperatur 368oC. Dengan kata lain bahwa . Produk Sisa Degradasi



Pada Gambar 5 terlihat hasil tes creep pada suhu 90oC. Hasil menunjukkan bahwa pada beban 0,23 Mpa, PBS akan memanjang hingga 75% selama 3 menit, dan kembali menjadi 28% setelah melepas beban. Berlawanan dengan itu, PBS yang mengandung 2% SiO2 akan memanjang hanya sedikit ke tingkat 10%, dan kembali ke sekitar 5% setelah melepas beban. Perbedaan tersebut dikarenakan ikatan silang pada sampel komposit tersebut secara substansial meningkatkan stabilitas panas dari sampel PBS. Kemampuan Mekanis



Gambar 4. Grafik Hubungan Kehilangan Berat (%) dengan Temperatur (oC) Pada Gambar 4 terlihat bahwa pada kondisi material “tidak mengandung fraksi gel”, proses degradasi lambat. Namun pada kondisi “material mengandung fraksi gel 100 %” proses degradasi lebih cepat sehingga kehilangan berat lebih cepat (90%) dan sisa bahan mencapai 10%. Berdasarkan data ini ada fenomena bahwa kandungan fraksi gel pada material akan mempengaruhi proses degradasi dan produk sisa.



Hasil uji kemampuan mekanis, yaitu kekuatan tarik dan perpanjangan saat putus ditunjukkan pada Gambar 6. Pengukuran sifat mekanik ini dapat mengungkapkan terjadinya interaksi antara permukaan SiO2 dengan polimer. Pada Gambar 6 terlihat bahwa penambahan 2% SiO2 pada PBS menyebabkan meningkatnya kekuatan tarik dan perpanjangan putus PBS, serta meningkatnya kekuatan tarik PBS. Silikon dioksida adalah pengisi penguat yang dapat menghasilkan ikatan molekul antara pengisi dan bahan dasar, namun kekuatan tarik dan perpanjangan putus akan menurun dengan meningkatkan dosis iradiasi. Menurunnya kekuatan tarik sampel PBS yang diiradiasi disebabkan karena meningkatnya kepadatan ikat silang, dan setelah proses iradiasi, penataan ulang rantai polimer menjadi lebih sulit dan akan menghasilkan pengurangan kekuatan tarik.



Tes Creep



Gambar 6. Sifat Mekanik PBS dengan dan tanpa Penambahan 2% SiO2 [7]. Gambar 5. Test Creep Pada Suhu 90oC [7]



Degradasi Enzimatik



[4]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Hasil uji degradasi enzimatik modifikasi poliester PBS ditunjukkan pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat bahwa perlakuan iradiasi memberikan pengaruh signifikan terhadap proses degradasi enzimatik, baik pada PBS yang ditambah 2% SiO2 maupun yang tanpa SiO2. Degradasi enzimatik akan mencapai 100% ketika PBS ditambah dengan bahan pengisi (filler) SiO2.



Gambar 7. Degradasi Enzimatik KESIMPULAN Crosslinking (ikatan silang) yang terjadi pada poli (butilen suksinat-co-adipat) (PBS) yang ditambah silikon dioksida dan diiradiasi menggunakan mesin berkas elektron terbukti dapat meningkatkan kekuatan mekanik dari polyester PBS. Kandungan fraksi gel dapat mempengaruh start awal temperatur degradasi dan proses degradasi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada japan atomic energy agency (JAEA) yang telah membantu menyediakan bahan penelitian, dan Kepala PATIR yang telah mengijinkan Penulis untuk melaksanakan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Y. Doi, K. Kasuya, H. Abe, N. Koyama, S. Ishiwatari, K. Takagi, and Y. Yoshida, “Evaluation of Biodegradabilities of biosynthetic and chemosynthetic polyesters in river water”. Polym. Deg. Stab.,51, 281-286 (1996). 2. T. Fujimaki. “Process ability and Properties Of Aliphatic Polyesters, ‘BIONOLLE’, Synthesized By Polycondensation Reaction”. Polym. Degrad. Stab, 59(1–3), p. 209-214(1998).



[5]



3. E. I. Grigoriev, and L. I. Trakhtenberg, Radiation Chemical Processes in Solid Phase: Theory And Application. CRC Press, Boca Raton, New York, London, Tokyo, 1996, pp. 179. 4. .S. M. Milhovich, C. T. Harakovich, and D. F. Sikes, “Space Radiation Effect on the Thermomechanical Behaviour of GraphiteEpoxy Composites”, J. Comp. Mater., 20, 519, 1986. 5. S. M. Harakovich, C. T. Harakovich, and G. T. Sykes.“Trans. ASME: Degradation of Graphite Epoxy Due Electron Radiation”, J. Eng. Mater. Technol., 110(2), 146-152 (1988). 6. Meri Suhartini, “Efek Bahan Anorganik Pada Sifat Fisik Poli (ButilenSuksinat Co. Adipat) Diiradiasi Menggunakan Berkas Elektron”. Risalah Seminar Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 2004. 7. Meri Suhartini, H. Mitomo, F. Yoshii, N. Nagasawa, T. Kume. “Radiation Crosslinking of Poly (Butylene Succinate) in the presence of Inorganic Material and Its Biodegradability”. Journal of Polymer and The Environment. Vol 9. No.4. October 2001. 8. H. M. Gilroy, and M. G. Chan, “Effect of Pigments on the aging characteristics of polyolefins. Polymer Additives”, Plenum Press, New York and London (1984) pp. 273-287. 9. M. N. Kim, A. R. Lee, J. S. Yoon, and I. J. Chin, “Biodegradation of Poly (3Hydroxybutyrane), Sky-Green and MaterBi By Fungi Isolated from Soils”. European Polym. J.,36, 1677-1685 (2000). TANYA JAWAB



Pertanyaan: 1. Apa pengaruhnya bila tidak tercapai kestabilan termal yang dikehendaki ? 2. Bila produk PBS ini akan dikembangkan dipasaran, apakah secara ekonomi telah diperhitungkan mengingat dalam pembuatannya menggunakan fasilitas berkas elektron yang tidak murah ? Jawaban: 1. Terjadi kesulitan saat sterilisasi dengan air panas, misalnya pada produk



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



biodegradable packaging, maka produk akan mengembang (mulur) dan tidak dikehendaki bahkan bisa perpanjangannya putus. 2. Dalam penelitian ini kami belum menghitung dari aspek ekonomi, ya tentunya bila dilepas ke industri perhitungan secara ekonomi akan dilakukan mengingat mesin berkas elektron memang tidak murah. Terimakasih masukannya.



[6]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENENTUAN PENEMPATAN SENSOR PARTICLE COUNTER PADA CLEAN ROOM PRODUKSI KIT RADIOFARMAKA Amal Rezka Putra1, Agus Ariyanto1, dan Suharmadi1 1) Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Gedung 11, Kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, 15340, Indonesia, [email protected] ABSTRAK PENENTUAN PENEMPATAN SENSOR “PARTICLE COUNTER” PADA “CLEAN ROOM” PRODUKSI KIT RADIOFARMAKA. Kit radiofarmaka berbasis Technetium-99m (99mTc) biasanya diproduksi dengan proses aseptis. “Clean room” adalah fasilitas yang digunakan untuk proses produksi aseptis yang jumlah partikel dan mikrobiologinya terkontrol. Alat “particle counter” menjadi salah satu alat kritis yang harus ada dalam “clean room” untuk memantau jumlah partikel saat nonoperasional maupun operasional. Sebelum alat tersebut diposisikan pada “clean room”, perlu dilakukan kajian terhadap penempatan sensor “particle counter”. Posisi penempatan sensor particle counter yang ideal dapat dipertimbangkan dengan beberapa parameter yaitu tren data hasil pemantauan, luas area, aktivitas produksi, dan risiko terhadap produk. Oleh karena itu, dilakukan kajian penempatan titik sensor “particle counter” pada “clean room” khususnya pada kelas A dan B. “Clean room” yang akan dijadikan objek terlebih dahulu dipantau parameter lingkungan seperti kelembaban relatif, suhu, dan tekanan antar ruang B-C dan C-D. Selanjutnya dilakukan klasifikasi kembali untuk memastikan parameter tiap kelas masih sesuai dengan persyaratan. Kajian penentuan titik “particle counter” dilakukan pada 8 titik kelas A dan 5 titik kelas B. Hasil dari pemantauan parameter lingkungan yaitu berturut-turut kelembaban relatif = 48,7 ± 2,5 %, suhu = 20,0 ± 1,7oC, tekanan ruang B-C = 14,4 ± 0,5 Pa, dan C-D = 12,4 ± 1,9. Nilai tersebut masuk dalam range standar keberterimaan. Hasil klasifikasi juga memperlihatkan nilai yang memenuhi syarat yaitu kelas A (0,5 µm = 0,0 ± 0,0 partikel; 5 µm = 0,0 ± 0,0 partikel) dan kelas B (0,5 µm = 3,3 ± 3,1 partikel; 5 µm = 0,0 ± 0,0 partikel). Berdasarkan hasil pemantauan dan kajian yang telah dilakukan penempatan sensor “particle counter” ideal pada kelas A sangat cocok dipasang pada titik A8 (0,5 µm = 11.029,3 partikel; 5 µm = 4.905,0 partikel), sedangkan pada kelas B karena posisi sensor tidak memungkinkan dipasang pada titik B4 maka posisi yang ideal yaitu pada titik B3 (0,5 µm = 4.522,3 partikel; 5 µm = 58,3 partikel). Kata Kunci : “Particle counter”, “Clean room”, Produksi kit radiofarmaka



ABSTRACT DETERMINATION OF PARTICLE COUNTER SENSOR PLACEMENT IN CLEAN ROOM PRODUCTION OF RADIOPHARMACEUTICAL KIT. The Technetium-99m (99mTc) radiopharmaceuticals are usually produced by using an aseptic process. A clean room is a facility used for controlling the aseptic production of particles and microbiology. The particle counter appliance is one of the critical tools that must be in the clean room to monitor the number of particles at rest and operational. Before the tool is positioned on the clean room, it is necessary to conduct a study of the placement of the particle counter sensor. The ideal placement position of the particle counter sensor can be considered with several parameters, namely the trend of data from monitoring, area, production activities, and risk to the product. Therefore, the study of particle counter sensor placement in the clean room should be conducted. The clean room that will be used as an object is should be monitored its environmental parameters, such as relative humidity, temperature, and pressure room B-C and C-D. Subsequently classified to ensure the parameters of each class are still in accordance with the requirements. The study of the determination of spot particle counter sensor was done at 8 points of class A and 5 points of class B. The results of monitoring environmental parameters are relative humidity = 48.7 ± 2.5 %, temperature = 20.0 ± 1.7oC, pressure room B-C = 14.4 ± 0.5 Pa, and C-D = 12.4 ± 1.9. These values of environmental parameters meet the standard of acceptability. The results of classification also show qualified values of class A (0.5 µm = 0.0 ± 0.0 particle; 5 µm = 0.0 ± 0.0 particle) and class B (0.5 µm = 3.3 ± 3.1 particles; 5 µm = 0.0 ± 0.0 particle). According to data of



[7]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



monitoring and studies that have been done, the placement of particle counter sensor in class A is very suitable to install at the point A8 (0.5 µm = 11,029.3 particles; 5 µm = 4,905.0 particles). Although in class B the highest detection is in B4 but the sensor is not possible to be installed there, so the B3 (0.5 µm = 4,522.3 particles; 5 µm = 58.3 particles) chosen as ideal position. Keywords : Particle counter, Clean room, Radiopharmaceutical kit production



bertindak ditentukan sesuai dengan tren data hasil pemantauan [16]. Pemantauan partikel pada titik tertentu harus berdasarkan kajian terhadap aliran udara pada tiap kelas.



PENDAHULUAN sediaan radiofarmaka adalah sediaan farmasi yang dicampur dengan radioisotop untuk kegunaan diagnosis dan terapi [1]. Radiofarmaka dapat dibagi menjadi dua yaitu kit radiofarmaka dan senyawa bertanda [2,3]. Kit radiofarmaka umumnya ditandai dengan Technetium-99m (99mTc) untuk tujuan diagnosis [4]. Biasanya radiofarmaka bertanda 99mTc diberikan kepada pasien melalui injeksi intravena atau pembuluh darah vena [5,6]. Oleh karena itu, sediaan radiofarmaka harus merujuk pada karakterisasi sediaan steril. Syarat sediaan steril yaitu bebas pirogen, jernih, steril, dan isoosmolality [7].



Pada penelitian yang lain telah dilakukan kualifikasi sistem untuk memantau kontaminasi partikel oleh I. Tovena Pecault et.al. [14], dan juga telah dilakukan penelitian terkait pemantauan cemaran senyawa organik dalam clean room oleh Nathalie Hayeck et.al [17]. Namun, penelitian terkait penempatan titik lokasi sensor alat particle counter saat proses belum dilakukan. Oleh karena itu, dilakukan penentuan titik sensor particle counter pada setiap kelas di clean room. Penentuan lokasi pemantauan partikel dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa parameter: [18] 1. Tren data hasil pemantauan, semakin besar tren data partikel pada suatu titik maka semakin besar potensi untuk menyebabkan kontaminasi pada prosuk. 2. Luas area yang akan dipantau, semakin luas areanya maka semakin banyak juga titik pemantauannya. 3. Aktivitas, posisi particle counter seharusnya tidak mengganggu aktivitas proses produksi seperti mobilitas dari petugas produksi 4. Risiko terhadap produk, penentuan titik ideal yaitu dengan mempertimbangkan risiko terbesar terhadap produk missal pada posisi dilakukannya proses filling.



Pada prakteknya sediaan kit radiofarmaka steril diproduksi dalam clean room [8]. Fasilitas penunjang sangat kritis dalam pemenuhan persyaratan clean room proses produksi obat steril [9]. Clean room adalah ruangan yang terkontrol jumlah partikel dan mikrobiologinya [10]. Syarat clean room proses produksi mengacu pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) [11]. Beberapa parameter kritis untuk fasilitas clean room yaitu suhu, kelembaban relatif, perbedaan tekanan antar ruang, jumlah partikel, dan jumlah mikrobiologi [12,13]. Pemantauan partikel di clean room dilakukan pada saat nonoperasional dan operasional. Sebelum dilakukan pemantauan, terlebih dahulu dilakukan penentuan kelas pada clean room[14]. Penentuan kelas ini bertujuan untuk mengklarifikasi apakah tiap kelas masih sesuai dengan parameter yang dipersyaratkan. Pada umumnya penentuan kelas dilakukan tiap 6 bulan sekali, hal ini tergantung proses produksi tiap fasilitas [15]. Akan tetapi berbeda dengan pemantauan yang dilakukan pada setiap proses produksi dan batas



Tujuan dari penelitian ini yaitu menentukan posisi penempatan yang ideal alat sensor particle counter pada kelas A dan B di clean room untuk produksi kit radiofarmaka.



[8]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



METODE ALAT Alat yang digunakan yaitu portable particle counter (Lasair-III), thermohygrometer (Novasina), manometer (Magnehelic). PEMANTAUAN KONDISI LINGKUNGAN Pemantauan kondisi lingkungan meliputi pemantauan kelembaban relatif, suhu, perbedaan tekanan antar ruang B dan C, perbedaan tekanan antar ruang C dan D. Pemantauan kelembaban relatif dan temperature menggunakan alat thermohygrometer sedangkan pemantauan perbedaan tekanan antar ruang menggunakan manometer. Pengambilan data dilakukan pada tiga bets proses pada bulan Februari sd April 2018.



Gambar 1. Denah clean room dan titik pengambilan sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Fasilitas clean room merupakan salah satu fasilitas penunjang yang sangat kritis dalam proses produksi kit radiofarmaka. Beberapa persyaratan parameter lingkungan cukup berat untuk dicapai. Jika parameter lingkungan tidak memenuhi standar keberterimaan maka akan berdampak pada hasil akhir produk kit radiofarmaka. Ketika suhu panas dan kelembaban udara mencapai lebih dari 55%, ada kemungkinan resiko kontaminasi mikrobiologi pada produk akhir. Hal ini disebabkan karena mikrobiologi sangat cepat tumbuh dalam lingkungan yang lembab. Hasil pemantauan lingkungan dengan beberapa parameter seperti kelembaban relatif, suhu, perbedaan tekanan antar ruang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pengukuran kelembaban relatif, suhu dan tekanan antar ruang pada clean room



PENENTUAN KELAS TIAP RUANG Penentuan kelas tiap ruang menggunakan alat portable particle counter pada kelas A dan B. Pada kelas A dilakukan pemantauan pada dua titik dengan volume sampel 1,0 m3 (36 menit) sedangkan pada kelas B dilakukan pemantauan sebanyak tiga titik dengan volume sampel 0,69 m3 (25 menit). UJI PENEMPATAN SENSOR Tempat pemantauan partikel yaitu pada kelas A dan B clean room, Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka, BATAN. Titik kritis sebaran partikel saat proses produksi kit radiofarmaka diketahui dengan cara melakukan pengujian pada kelas A sebanyak 8 titik dan kelas B sebanyak 5 titik. Pengujian tersbut dilakukan pada dua tahap yaitu saat kondisi nonoperasional dan operasional.



Parameter Kelembaba n relatif (%) Suhu (oC) Perbedaan Tekanan ruang B-C (Pa) Perbedaan Tekanan ruang C-D (Pa)



[9]



48,7 ± 2,5



Standar keberterimaa n 45 – 55



20,0 ± 1,7 14,4 ± 0,5



16 – 25 10 – 15



12,4 ± 1,9



10 – 15



Nilai aktual



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Pada tabel 1 ditunjukkan bahwa nilai semua parameter masuk dalam syarat keberterimaan. Tingkat kelembaban yang rendah akan menyebabkan kekeringan selaput membran udara, dan apabila kelembaban tinggi akan mengakibatkan tumbuhnya mikrobiologi khususnya jamur. Nilai rerata kelembaban relatif yaitu sekitar 48,7 ± 2,5% menunjukkan nilai yang cukup baik, berada pada kisaran 45 dan 55% [11]. Suhu lingkungan clean room juga memenuhi standar keberterimaan yaitu 20,0 ± 1,7 oC. Kedua parameter ini sangat sulit untuk dicapai karena saling mempengaruhi parameter yang satu dengan yang lain. Hubungan antara kelembaban relatif dan suhu pada clean room yaitu ketika suhu diset rendah maka kelembaban relatif akan naik begitu sebaliknya jika suhu diset tinggi maka kelembaban relatif akan turun [19]. Oleh karena itu, untuk mencapai kondisi optimal dari clean room diperlukan teknisi yang memiliki kualifikasi yang sesuai agar keberlanjutan dari proses produksi radiofarmaka tetap berjalan.



peran yang sangat penting dalam pencapaian kondisi aseptis. Hasil pengukuran jumlah partikel pada clean room kelas A dengan nilai 0,0 partikel membuktikan bahwa sistem LAF clean room kelas A masih berfungsi dengan baik sehingga partikel dari luar sistem tidak dapat menembus masuk ke dalam LAF. Pada kelas B dapat dilihat adanya partikel yang terdeteksi pada sensor untuk ukuran 0,5 µm yaitu 3,3 ± 3,1 partikel dan untuk ukuran 5 µm yaitu 0,0 ± 0,0 partikel. Meskipun pada ukuran partikel 0,5 µm terdeteksi sejumlah partikel, namun nilai ini masih dapat ditoleransi karena masih jauh berada di bawah batas maksimal jumlah partikel yang dipersyaratkan yaitu 3.520,0 partikel. Penentuan kelas pada clean room biasanya dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk industri yang memiliki jadwal produksi yang padat. Selain itu tujuan penentuan kelas ini yaitu untuk mengklarifikasi apakah kelas yang ditetapkan sebelumnya masih memenuhi standar keberterimaan partikel sesuai yang ditetapkan di CPOB. Kesimpulannya clean room kelas A dan B masih memenuhi standar keberterimaan jumlah partikelnya dari tiap ukuran (0,5 dan 5 µm).



Sebelum menentukan titik penempatan sensor, terlebih dahulu dilakukan klasifikasi clean room pada tiap kelas. Klasifikasi kelas pada clean room merupakan upaya untuk meyakinkan kembali kelas yang telah ditentukan masih memenuhi standar keberterimaan atau tidak. Hasil penentuan kelas ditunjukkan pada tabel 2



Alat portable particle counter (Lasair) memiliki kekurangan yaitu keterbatasan daya untuk melakukan pemantauan partikel secara real time (per menit). Alat portable particle counter harus selalu diisi daya jika ingin digunakan, sedangkan tuntutan dari CPOB yaitu adanya pemantauan secara real time ketika proses filling (produksi) berlangsung. Oleh karena itu, dibutuhkan alat yang fix dalam pemantauan partikel secara kontinu. Alat continues particle counter (Airnet) adalah solusinya. Namun, sebelum dipasang di clean room, dibutuhkan penelitian terhadap penentuan posisi sensor particle counter. Hal ini dapat dilakukan melalui kajian dari hasil tren data pemantauan partikel saat nonoperasional dan operasional. Kajian penentuan titik sensor particle counter dilakukan pada 8 titik di kelas A dan 5 titik di kelas B. Hasil pemantauan partikel pada A dan B dalam kondisi nonoperasional dan operasional dapat dilihat pada Tabel 3.



Tabel 2. Hasil penentuan kelas clean room 0,5 µm Nil Standa Ke ai r las akt keberte ual rimaan 0,0 < A ± 3.520,0 0,0 3,3 < B ± 3.520,0 3,1



Nil ai akt ual 0,0 ± 0,0 0,0 ± 0,0



5 µm Standa r keberte rimaan



Vol um e (m3 )



< 20,0



1,0 00



< 29,0



0,6 91



Pada Tabel 2 jumlah partikel di kelas A menunjukkan nilai 0,0 ± 0,0 partikel, baik itu untuk ukuran partikel 0,5 maupun 5 µm. Posisi kelas A berada di dalam laminar air flow (LAF) sehingga membuat pertukaran udara di area tersebut sangat baik. Filter yang terpasang di dalam sistem LAF juga memiliki



[ 10 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Titik fokus sebenarnya berada pada kondisi operasional, karena pada kondisi ini jumlah partikel pada clean room bisa sangat jauh meningkat. Pada titik A4 dan A6 memiliki hasil pemantauan partikel yang kecil yaitu untuk A4 (0,5 µm = 107,7 partikel; 5 µm = 47,7 partikel) dan A6 (0,5 µm = 3,3 partikel; 5 µm = 1,0 partikel). Aliran udara secara horizontal yang sangat kuat pada titik A4 dan A6 menyebabkan aktivitas produksi yang dapat menghasilkan partikel terbuang ke luar sistem secara kontinyu. Bagaimanapun juga terdapat pula hasil yang tinggi pada titik A7 dan A8, dengan jumlah partikel yang terdeteksi pada titik A7 (0,5 µm = 8.032,7 partikel; 5 µm = 2.731,0 partikel) dan A8 (0,5 µm = 11.029,3 partikel; 5 µm = 4.905,0 partikel). Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya pembacaan partikel pada titik A7 dan A8 karena terjadinya turbulensi dua aliran udara yang ada di depan sebagai horizontal flow dan dari atas sebagai vertical flow. Namun pada posisi A7 tidak dapat ditempatkan sensor karena mengganggu proses produksi, titik A7 tepat berada di depan pintu alat freeze dryer. Oleh karena itu pada lokasi kelas A sangat cocok ditempatkan pada titik A8 karena dapat mencerminkan data jumlah partikel yang memiliki faktor resiko besar untuk tercemar oleh partikel debu maupun partikel larutan desinfektan (alkohol 70%). Selain dari nilai hasil pemantauan, kajian juga penentuan penempatan titik sensor dilakukan berdasarkan alur proses produksi kit radiofarmaka. Proses yang berlangsung di kelas A adalah proses dispensing, filling dan selanjutnya proses freeze drying yang letak alatnya berada pada titik A7 dan A8. Oleh karena itu penempatan sensor particle counter pada titik A7 dan A8 tidak boleh mengganggu pergerakan pintu freeze dryer sehingga proses produksi bisa tetap berjalan dengan baik.



Tabel 3. Hasil pemantauan partikel pada A dan B dalam kondisi nonoperasional dan operasional NONOPER ASIONAL 0.5 5 µm µm



OPERASI ONAL 0.5 5 µm µm 1.4 3.02 45, 4,3 7 2.1 7.25 84, 2,7 3 1.5 2.56 94, 0,0 7 107, 47, 7 7 2.2 1.32 10, 0,0 0 3,3 1,0 2.7 8.03 31, 2,7 0 4.9 11.0 05, 29,3 0



RU AN G



LO KAS I



Kela sA



A1



1,3



0,7



A2



0,0



0,0



A3



0,3



0,0



A4



0,7



0,0



A5



0,7



0,0



A6



0,3



0,0



A7



1,0



0,0



A8



0,7



0,0



B1



2,7



0,3



B2



3,7



0,0



B3



9,0



0,7



B4



12,0



0,3



13.4 53,7



B5



1,3



0,0



1.80 6,3



Kela sB



8.95 6,7 7.71 2,7 4.52 2,3



179 ,0 701 ,3 58, 3 1.0 35, 7 116 ,7



Pada tabel 3 dapat dilihat hasil pengukuran partikel pada setiap titik di clean room kelas A dan B. Hasil pemantauan pada kelas A untuk ukuran partikel 0,5 pada saat nonoperasional menunjukkan nilai 0,0 hingga 1,3 partikel, sedangkan untuk ukuran partikel 5 µm menunjukkan nilai 0,0 hingga 0,7 partikel. Nilai tersebut masih sangat jauh di bawah batas maksimal yang dipersyaratkan yaitu (50 tahun) sebesar 56,67%.



atau 68,29% dari 164 orang SDM Operator Reaktor. Guna memperoleh SDM yang berkualitas maka diperlukan operator yang cakap, terlatih, disiplin dan berdedikasi tinggi dalam pengoperasian reaktor. Operator dan supervisor reaktor yang akan mengoperasikan reaktor mempunyai peranan penting untuk menentukan aman atau tidaknya pengoperasian reaktor tersebut. Oleh karena itu setiap petugas yang akan menjalankan fungsi sebagai operator atau supervisor reaktor harus memiliki Surat Izin Bekerja dari BAPETEN sesuai dengan Undang-undang No 10 tahun 1997 Pasal 19 “bahwa setiap petugas yang mengoperasikan reaktor nuklir dan petugas tertentu di dalam instalasi nuklir lainnya dan di dalam instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion wajib memiliki izin. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2000 yaitu organisasi pengoperasi harus mempunyai petugas ahli yang memenuhi kualifikasi untuk pemanfaatan tenaga nuklir dan petugas yang mengoperasikan atau mengawasi jalannya operasi reaktor atau petugas yang berkaitan langsung dengan keselamatan harus memperoleh surat izin [2]. Organisasi pengoperasi harus menetapkan program pelatihan untuk petugas reaktor, dan dalam Keputusan Kepala No. 17/KaBAPETEN/IX-99 Pasal 5 diterangkan bahwa setiap pengoperasian nuklir harus dilakukan oleh tenaga yang cakap dan terlatih, sekurangkurangnya terdiri dari a. satu operator reaktor b. satu orang supervisor reaktor c. satu orang petugas proteksi radiasi dan d. satu orang petugas perawatan dan perbaikan. Kondisi pada reaktor BATAN telah memenuhi ketentuan Keputusan Kepala Bapeten tersebut yang memiliki komposisi organisasi pengoperasian reaktor seperti terlihat pada tabel 1, tabel 2 dan tabel 3.



Gambar 3. Prediksi Kondisi SDM Reaktor Th. 2021



Tabel 1. Kondisi SDM Pengoperasi pada Reaktor Kartini



Bila dilihat dari SDM yang ideal, untuk dapat mengoperasikan reaktor dan prediksi 5 tahun kedepan, maka terdapat kekurangan SDM Operator Reaktor sebanyak 112 orang



[ 82 ]



No. 1. 2. 3. 4.



Uraian Supervisor Operator R Perawat R SPPBN Jumlah



2016 8 4 3 3 18



Pensiun 3 3 1 7



Jmh 5 4 0 2 11



Keterangan 2017-2020 2017-2020 2017



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Tabel 2. Kondisi SDM Pengoperasi Reaktor Triga 2000 No. 1. 2. 3. 4.



Group Manajemen Operasi Perawatan Safeguard Jumlah



Ideal 3 22 14 6 45



2016 3 15 7 3 28



Tabel 3. Kondisi SDM Pengoperasi pada RSG Siwabessy No. 1. 2. 3. 4.



Group Manajer Operasi Perawatan Safeguard Jumlah



Ideal 3 14 17 10 44



2016 3 10 11 2 26



Ketiga reaktor tersebut pada tabel 1, tabel 2 dan tabel 3 memiliki jumlah kebutuhan SDM Pengoperasian yang berbeda, yang mana terdapat kekurangan SDM sesuai kebutuhan yang ideal. SDM tersebut juga harus sesuai dengan kompetensi yang dipersyarat menjalani operasi reaktor sesuai Keputusan Kepala Nomor 17/Ka-BAPETEN/IX-99. Pada pasal 6 Keputusan Kepala Nomor 17/KaBAPETEN/IX-99 kompetensi yang dipersyaratkan adalah mengikuti pelatihan dan pengujian untuk membuktikan kualifikasinya mengikuti pelatihan dan kualifikasi yang dilakukan oleh lembaga kursus yang terakreditasi serta ujian yang diselenggarakan oleh BAPETEN untuk mendapatkan Surat Izin Bekerja (SIB). Kompetensi sangatlah penting guna mengetahui kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas seperti yang dinyatakan Mc Clelland bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar personal yang menjadi faktor penentu sukses tidaknya seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau situasi.” Berbeda pendapat pada “Badan Kepegawaian Negara mendefinisikan kompetensi sebagai kemampuan dan karateristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri sipil yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara propesional, efektif, dan efesien.” individu mampu menampilkan unjuk kerja yang tinggi dalam suatu jabatan tertentu [3].



Adanya gap kebutuhan akan kondisi ideal SDM Pengoperasian Reaktor dan kondisi yang ada perlu diisi dengan pengisian formasi pengadaan CPNS. namun adanya kebijakan moratorium secara nasional. Kebijakan Moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yaitu bentuk kebijakan pemerintah untuk menata PNS dengan melakukan penundaan sementara penerimaan PNS di Indonesia. Moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, berakibat formasi pengadaan CPNS tidak tersedia di BATAN. Pada Tahun 2013 ada perubahan kebijakan yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi Dan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2013 [4]. Dalam alokasi formasi secara instansional menggunakan 3 pola yaitu : minus growth, zero growth dan growth. Minus growth diterapkan bagi instansi yang berdasarkan hasil analisa beban kerja (ABK) jumlah pegawainya sudah kelebihan, anggaran belanja pegawai lebh dari 50 persen APBD (untuk kabupaten/kota), dan bagi provinsi yang rasio belanja pegawainya lebih dari 30 persen APBD. Sedangkan zero growth, diterapkan untuk instansi yang jumlah pegawainya cukup, rasio anggaran belanja pegawai antara 40–50 persen dari APBD (kab/kota), dan 25–30 persen (provinsi)”. Kebijakan Negative Growth merupakan jumlah PNS yang akan direkrut lebih kecil dari jumlah PNS yang pensiun, dipecat atau mengundurkan diri. Minus growth sering juga disebut negative growth, merupakan rasionalisasi PNS. Rasio ideal PNS adalah 1,5% dari penduduk Indonesia atau sekitar 3,5 juta, sedangkan PNS Indonesia sekarang berjumlah 4,5 juta. Ditetapkan Kebijakan Zero Growth bertujuan untuk mengendalikan populasi PNS agar tidak bertambah. Jika jumlah PNS bertambah maka beban negara dalam pengeluaran anggaran untuk menggaji PNS terus bertambah. Kebijakan zero growth CPNS dengan menggantikan pegawai yang pensiun, pegawai yang dipecat atau mengundurkan diri sehingga jumlah PNS tidak akan bertambah.



[ 83 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



BATAN oleh kementerian PAN RB ditetapkan adanya kebijakan zero growth dalam penerimaan PNS. Tidak berimbangnya pegawai yang pensiun dapat perekrutan PNS hal ini menjadi kendala. Selain kebijakan eksternal dari Kementerian PANRB, maka perlu adanya kebijakan BATAN mengingat saat pembangunan Kawasan Pusat Penelitian Nuklir di Serpong memerlukan jumlah PNS yang sangat besar dan pada saat masa pensiun yang bersamaan. Sehingga di akhir tahun 2025 diperkirakan jumlah SDM nuklir berkurang sekitar 1000 orang yang berdampak pula dalam pengoperasian reaktor. Analisis kebijakan diperlukan dalam pemecahan masalah, menurut Dunn analisis kebijakan adalah aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan [5]. Berbagai permasalahan yang dialami oleh Reaktor Nuklir di BATAN memerlukan penyelesaian, untuk itu rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan adalah Pertama, Reaktor Riset yang ada di BATAN dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu 1. Sekolah dengan model ikatan dinas ataupun beasiswa. BATAN yang telah memiliki Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) pada awal pendiriannya didirikan untuk memenuhi pegawai BATAN yang berpendidikan Sekolah Menengah Lanjutan Atas – jurusan IPA dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi pada program Diploma 3 dan Diploma 4. Dengan seiring berjalannya waktu, penerimaan besar-besaran terhadap pegawai BATAN yang berpendidikan sarjana teknis dan SLTA-Jurusan IPA pernah terjadi pada tahun 1980-an, seiring berjalannya waktu STTN menurun perannya sebagai Sekolah Tinggi kedinasan, digantikan oleh mahasiswa yang berasal dari umum yaitu bukan dari pegawai BATAN. Bekurangnya SDM BATAN karena faktor kebijakan zero growth penerimaan pegawai mengakibatkan peran STTN untuk mendidik pegawai BATAN berkurang. Untuk memperoleh SDM yang berkualifikasi yang dibutuhkan oleh BATAN maka STTN memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang beprestasi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2011. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2011 pada pasal 3 ayat 1



[ 84 ]



dinyatakan bahwa mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir yang tidak mampu atau berprestasi dapat dikenakan tarif Rp0,00(nol rupiah) untuk biaya: a. sumbangan penyelenggaraan pendidikan; b. kuliah; c. praktikum; d. ujian semester; e. peningkatan sarana dan prasarana; dan f. wisuda mahasiswa [6]. Kebijakan manajemen untuk mahasiswa yang beprestasi ini dapat menempati formasi pengadaan SDM BATAN setiap tahunnya. Adanya kesenjangan usia dari SDM pengoperasian reaktor juga diatasi dengan peningkatan kompetensi melalui jalur pendidikan maupun diklat. BATAN perlu meneruskan pemberian beasiswa yang terhadap pegawai BATAN yang berpendidikan sarjana untuk melanjutkan S2- dan S3 dalam negeri dengan persyaratan batas usia dan lulus dalam ujian seleksi. sesuai Peraturan Kepala BATAN Nomor 137/KA/VIII/2008 tentang Tugas Belajar [7]. Perlu ada kebijakan yang lebih selektif lagi dalam alokasi formasi dan pemberian beasiswa khususnya untuk sarjana teknis dan teknisi untuk menggantikan SDM yang berkurang secara drastis. 2. Nuclear Knowledge Management (Manajemn Pengetahuan Nuklir) Manajemen Pengetahuan atau knowledge management merupakan upaya meningkatkan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya : Pengetahuan dan pengalaman yang ada. Perlunya Manajemen Pengetahuan merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh seluruh organisasi guna menghindari terjadinya pengetahuan yang dibawa oleh pegawai yang sudah pensiun (tidak bekerja lagi), menghindari hilangnya pengetahuan yang berharga dan menghindari terjadinya pengulangan proses. Kebutuhan manajemen pengetahuan dalam iptek nuklir di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menjadi penting. Hal itu terjadi karena BATAN memegang tanggung jawab sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) yang mempunyai tugas untuk melakukan penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek nuklir di Indonesia. Kepentingan tersebut semakin bertambah dengan adanya competency gap akibat



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



kesejangan SDM yang muda dan yang akan pensiun (56,67%.) Saat ini BATAN telah mengacu Manajemen Pengetahuan Nuklir (NKM) sesuai Pedoman Pelaksanaan Program Pengelolaan Pengetahuan dari KemenPANRB yaitu mengimplemetasikan Manajemen Pengetahuan yang kegiatan dan Evaluasi dan Penyempurnaan Manajemen Pengetahuan. (8) Sedangkan menurut IAEA tahap implementasi NKM mengenal lima tahap implementasi yaitu (1) Pengenalan, (2). Penyusunan Strategi, (3). Desain dan Pengajuan, (4). Pengembangan dan Dukungan, (5).Pelembagaan preservasi pengetahuan. (9) BATAN sebagai organisasi pembelajar menyadari pentingnya menerapkan dan mengembangkan Pengelolaan Pengetahuan Nuklir (PPN). Hal tersebut tidak lepas dari dorongan IAEA agar seluruh anggotanya untuk menerapkan Nuclear Knowledge Management. BATAN juga telah mengimplementasikan program NKM dengan mengacu kepada tahapan-tahapan yang telah direkomendasi IAEA. Dalam implementasinya, BATAN telah menginisiasi penerapan NKM di setiap unit kerja BATAN, melakukan FDG, Workshop dan lauching Program NKM. NKM diperlukan karena adanya karakeristik pengetahuan nuklir yaitu kompleks, biaya tinggi, butuh kerjasama internasional, pendidikan khusus, keterlibatan pemerintah, butuh waktu lama dalam pengembangan dan implementasi, keseimbangan antar proteksi dan berbagi pengetahuan. 3. Pemenuhan kekurangan kebutuhan SDM Operator Reaktor dengan alih tugas dari Unit Kerja lain di BATAN. GAP SDM Operator Reaktor bisa ditangani dengan manajemen mutasi pegawai dari unit kerja lain sesuai kebutuhan dan regulasi. Kompetensi lain yang ada substitusi dengan unit kerja lain yang bisa berkolaborasi untuk memenuhi kekurangan kebutuhan SDM operator reaktor. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Perlu kebijakan untuk mahasiswa yang beprestasi ini dapat menempati atau mengisi



formasi pengadaan SDM BATAN setiap tahunnya. 2. Perlu ada kebijakan yang lebih selektif lagi dalam pemberian beasiswa khususnya untuk sarjana teknis dan teknisi untuk menggantikan SDM yang berkurang secara drastis. Dari Laporan tahunan BATAN 2017 diketahui bahwa jumlah pegawai administrasi banding tenaga teknis 50:50 sedangkan menurut Master Plan SDM 2010-2020 seharusnya pegawai teknis banding pegawai 70:30 3. Melanjutkan kegiatan NKM di BATAN sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Program Pengelolaan Pengetahuan maupun Rekomendasi yang dikeluarkan oleh IAEA UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepala biro perencanaan bapak Ir. Ferly Hermana, MM yang telah mengijinkan untuk melakukan kajian ini, selain itu terima kasih juga kepada responden wawancara di PRSG, PSTA dan PSTNT. DAFTAR PUSTAKA 1. Indriantoro, Supomo, “Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen” Edisi Pertama: BPFE Yogyakarta, 1999 2. Yetta Pandi, Liliana, Isa S., Berthie, ”Kajian Persyaratam Operator dan Supervisor Reaktor Kartini”. Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006, ISSN 1412-3258. https://anzdoc.com/kajian-persyaratanoperator-dan-supervisor-reaktorkartini.html 3. Sholehatusya’diah, ” Pengaruh Kompetensi Kerja terhadap Kinerja Karyawan di Kantor PT. Kitadin Tenggarong Seberang”, eJournal Administrasi Negara Volume 5 , (Nomor 2 ) 2017 4. Peraturan Menteri PANRB Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi Dan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2013. 5. Nugroho, Riant, Public Policy, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2011 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang



[ 85 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Berlaku pada Badan Tenaga Nuklir Nasional. 7. Peraturan Kepala BATAN Nomor 137/KA/VIII/2008 tentang Tugas Belajar. 8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011, Buku 8 : Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management). 9. Wijaya Nata, Azaliah Rhisa, ” Preservasi Pengetahuan Nuklir Di BATAN pada Prosiding Seminar Nasional XI SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 15 September 2015. ISSN 1978-0176. http://repo-nkm.batan.go.id/ TANYA JAWAB 1. Tanya Harini Wahyuningrum Kebijkan pemberian beasiswa (ikatan dinas) mengalami dilema karena akan mengurangi porsi lulusan STTN di dunia industri. Bagaimana strategisnya ? Jawaban : Kebutuhan SDM untuk Reaktor Nuklir hanya membutuhkan 100 orang, sisanya bisa diserap pada industri. 2. Pertanyaan Budi Prasetyo Kebijakan eksternal terhadap SDM kita tidak dapat dikontrol, bagaimana kebijakan internal yang akan dilakukan ? Jawaban : Kebijakan internal yang akan dilakukan BATAN adalah memenuhi kebutuhan SDM Reaktor dengan mengalih tugaskan SDM dari unit kerja lain. 3. Pertanyaan Budi Prasetyo Gap SDM Operator Reaktor bisa ditangani dengan manajemen mutasi pegawai dari unit kerja lain sesuai kebutuhan dan regulasi. Kompetensi lain yang ada substitusi dengan unit kerja lain bisa berkolaborasi. Mohon dapat ditambahkan aspek ini dibagian rekomendasi. Jawaban : Setuju untuk rekomendasi.



ditambahkan



sebagai



[ 86 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENGUATAN SDM BATAN MENJAGA AMANAH UU KETENAGANUKLIRAN Falikul Fikri 1 dan Dwi Irwanti 2 1) Biro Perencanaan – Badan Tenaga Nuklir Nasional, Indonesia, [email protected] 2) Biro Perencanaan – Badan Tenaga Nuklir Nasional, Indonesia, [email protected]



ABSTRAK PENGUATAN SDM BATAN MENJAGA AMANAH UU KETENAGANUKLIRAN. Indonesia memasuki era nuklir sejak tahun 1964 memiliki fasilitas nuklir yang sehat, beroperasi secara handal dengan perawatan dan pemeliharaan sesuai sistem manajemen mutu serta didukung oleh SDM dengan kompetensi spesifik yang hanya dimiliki oleh BATAN. Seiring bertambahnya usia SDM BATAN, kebijakan zero growth dan moratorium PNS oleh pemerintah pusat dari tahun 2014-2016 rekruitmen SDM BATAN menjadi kurang optimal ditambah usia pegawai BATAN rata-rata 47 tahun 6 bulan mendekati usia pensiun. Hal ini menyebabkan berkurangnya pegawai yang sangat signifikan yang dapat berpengaruh terhadap berkekurangnya jumlah dukungan SDM tetapi juga berpengaruh pada kesenjangan kompetensi (competency gap). Kondisi ini bila tidak segera diatasi dapat menjadi masalah di masa yang akan datang, terhadap kelancaran dan keberlanjutan pelaksanaan kegiatan penelitian,pengembangan dan pendayagunaan iptek nuklir di BATAN kedepannya, sebagaimana yang telah diamanatkan didalam UU Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran dan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2013 Tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional. Adanya kondisi permasalahan tersebut, BATAN perlu meningkatkan kinerja kapasitas organisasi agar pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan iptek nuklir dapat tetap berjalan dengan lancar dan berkelanjutan. Ada 3 dimensi untuk meningkatkan kapasitas lembaga yaitu dimensi organisasi, tatalalaksana, dan SDM. Pada makalah ini difokuskan pada dimensi SDM melalui penataan sistem manajemen SDM yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM. Metodologi pengambilan data penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Metodologi pengukuran berdasarkan analisis beban kerja tahun 2015 dan sebaran kebutuhan pegawai SDM BATAN tahun 2019. Hasil dari makalah ini yang diharapkan kapasitas SDM BATAN meningkat melalui perencanaan kebutuhan pegawai baru, NKMS (Nuclear Knowledge Management System), standar kompetensi pegawai BATAN, alih jenjang fungsional umum, dan program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. Kata kunci : Penguatan SDM, Analisis Beban Kerja, Analisis Kebutuhan Pegawai, Analisis Kompetensi Gap



ABSTRACT THE DEVELOPMENT OF BATAN'S HUMAN RESOURCES MAINTAIN THE TRUST OF THE NUCLEAR POWER ACT.Indonesia entered the nuclear era since 1964 has a healthy nuclear facility, operates reliably with maintenance in accordance with the quality management system and is supported by human resources with specific competencies only owned by BATAN. With the increasing of BATAN Human Resource age, zero growth policy and civil servant moratorium by the central government from 2014-2017 recruitment of BATAN Human Resources become less optimal plus BATAN employees age is 47 years and 6 months approx. Retirement age. This leads to significant reductions in staffing that can affect the decline in the number of HR support but also affect the competency gap. This condition, if not resolved soon can be a problem in the future, to the smoothness and sustainability of research, development and utilization of nuclear science and technology in BATAN in the future, as mandated in Law Number 10 Year 1997 on Nuclear Power and Presidential Regulation no. 46 Year 2013 About BATAN. With the condition of the problem, BATAN needs to improve the performance of organizational capacity so that the implementation of research activities, development and utilization of nuclear science and technology can keep running smoothly and sustainably. There are 3 dimensions to improve the capacity of institutions namely organizational dimensions, management and human resources. This paper focuses on human resource dimension through structuring HR management system aimed at improving HR professionalism. Methodology of data retrieval research using primary and secondary data. The measurement methodology is based on the workload analysis of 2016 and the distribution of personnel needs of BATAN years human resources. The expected results of paper are BATAN's human resource capacity are increased through the planning of new employee needs, NKMS (Nuclear Knowledge Management System), BATAN employee competency standards, general functional overhead, and competency-based education and training programs.



[ 87 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Keywords: HR Strengthening, Workload Analysis, Employee Needs Analysis, Gap Competency Analysis



PENDAHULUAN Era nuklir di Indonesia dimulai sejak dibangunnya reaktor nuklir pertama TRIGA Mark II di Bandung pada tanggal 1 Januari 1964 di Kawasan Nuklir Bandung dan diresmikan pada tanggal 20 Februari 1965 dengan daya 250 kW oleh Presiden RI pertama kemudian pada tahun 1996 dilakukan peningkatan daya kembali menjadi 2 MW dan diresmikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 24 Juni 2000 serta berganti nama menjadi Reaktor TRIGA 2000 Bandung1. Reaktor nuklir kedua Kartini di Yogyakarta diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Maret 1979 dengan daya nominal 50 kW, pada tahun 1981 reaktor ini dioperasikan pada tingkat daya 100 KW. Reaktor Kartini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, iradiasi, pendidikan dan pelatihan. Reaktor ketiga adalah Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) yang dibangun di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong. RSGGAS dengan daya 30 MW merupakan salah satu reaktor riset terbesar di Asia Tenggara dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 Agustus 1987. Pembangunan RSGGAS disertai pembangunan fasilitas penunjang lainnya, seperti fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktif, produksi radioisotop dan radiofarmaka dan beberapa laboratorium lainnya. Nama RSG-GAS berasal dari nama Direktur Jenderal BATAN pertama Gerrit Augustinus Siwabessy2.Fungsi reaktor riset BATAN yaitu memproduksi radioisotop, pengujian bahan/material, penelitian dan pemanfaatan aktivasi neutron, serta sarana pendidikan dan pelatihan. Keberadaan reaktor riset tersebut telah dirasakan manfaatnya bukan hanya oleh para peneliti BATAN, namun juga oleh masyarakat umum. Secara legalitas kegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir diawali sejak tahun 1954 dengan dibentuknya Panitia Negara untuk penyelidikan Radioaktivet. Pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuknya Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA) melalui Peraturan Pemerintah No. 65



tahun 19583. Yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU No. 31 tahun 19644.Pada perkembangan selanjutnya ditetapkan UU No.10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran yang memisahkan Badan Pelaksana (BATAN) dan Badan Pengawas penggunaan tenaga nuklir (BAPETEN)5. Selama hampir 54 tahun, BATAN memiliki fasilitas nuklir yang sehat, beroperasi secara handal dengan perawatan dan pemeliharaan sesuai sistem manajemen mutu serta didukung oleh SDM dengan kompetensi spesifik yang hanya dimiliki oleh BATAN. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, bertambahnya usia SDM BATAN, kebijakan zero growth dan moratorium PNS oleh pemerintah pusat dari tahun 2014-2017 rekruitmen SDM BATAN menjadi kurang optimal ditambah usia pegawai BATAN ratarata 47 tahun 6 bulan mendekati usia pensiun. Hal inimenyebabkan berkurangnya pegawai yang sangat signifikan yang dapat berpengaruh terhadap berkekurangnya jumlah dukungan SDM tetapi juga berpengaruh pada kesenjangan kompetensi (competency gap). Kondisi ini bila tidak segera diatasi dapat menjadi masalah di masa yang akan datang, terhadap kelancaran dan keberlanjutan pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan iptek nuklir di BATAN kedepannya, sebagaimana yang telah diamanatkan didalam UU Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran dan Perpres No. 46 Tahun 2013 Tentang BATAN6. Dengan memperhatikan kondisi permasalahan tersebut, BATAN perlu meningkatkan kinerja kapasitas organisasi agar pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan iptek nuklir untuk menghasilkan produk hasil penelitian dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat tetap berjalan dengan lancar dan berkelanjutan. Meningkatkan kapasitas organisasi7 merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsibilitas dari kinerja suatu organisasi dalam menjalankan visi dan misi organisasi, dengan memusatkan perhatian kepada 3



[ 88 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



dimensi, yaitu dimensi sistem, dimensi organisasi, dan dimensi SDM. Untuk meningkatkan dimensi sistem dengan penataan peraturan perundangan/ kebijakan yang bertujuan memperbaiki arah kebijakan organisasi dalam mengelola organisasi8 yang dapat mendorong proses pencapain tujuan secara efektif dan efisien yang dilakukan melalui regulasi/deregulasi peraturan yang menghambat pencapaian tujuan. Untuk dimensi organisasi dengan melalui penataan dan penguatan organisasi yang bertujuan meningkatkan penguatan fungsi kewenangan (empowering) dan penataan ulang struktur organisasi (restrukturisasi) menuju organisasi tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing) dan penataan tatalaksana (business process) yang menjadikan proses pelaksanaan tugas dan fungsi lebih sederhana, efektif, efisien dan adaptif 9. Sedangkan untuk dimensi SDM dengan melalui penataan sistem manajemen SDM yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM. Penulisan ini memilih ruang lingkup dimensi SDM didasari pertimbangan, SDM pada dasarnya merupakan aset yang paling penting bagi BATAN dan menjadi kunci keberhasilan BATAN dalam menghasilkan kinerja yang tinggi. SDM bukan sekadar aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban, cost). Disini perspektif SDM sebagai investasi bagi organisasi10.Dengan mengetahui kondisi SDM yang ada dan ketersedian SDM yang memadai akan memberikan pengaruh yang besar bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan BATAN ke depan. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif11, metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yaitu rangkaian kegiatan untuk memperoleh data yang bersifat apa adanya (alamiah) yang hasilnya lebih menekankan makna. Teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini menggunakan dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara Kepala Bagian Perencanaan, Kepegawaian Biro Sumber Daya Manusia dan



[ 89 ]



Organisasi. Data sekunder diperoleh dari literature dan dokumen BATAN. Kerangka logik pemikiran dalam penelitian dijabarkan pada bagan alir gambar 1.



Gambar 1 Bagan Alir Kerangka Pemikiran



Perumusan Masalah



Menurut Dunn “Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsiasumsi yang bersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluangpeluang kebijakan yang baru”12. Cara pandang orang terhadap masalah akan menentukan solusi yang ditawarkan. Analisis Beban Kerja Peraturan Kepala BKN nomor 37 tahun 2011 tanggal 28 september 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil13 menjelaskan tentang Beban Kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu. Analisis Beban Kerja adalah suatu teknik untuk menetapkan jumlah pegawai yang dibutuhkan dan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan untuk mencapai



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



tujuan organisasi. Surat Keputusan Kepala BATAN Nomor 237/KA/XII/2015 tentang analisis beban kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional14 menetapkan perhitungan beban kerja sesuai kebutuhan organisasi BATAN. Tujuan analisis beban kerja adalah untuk memperoleh seberapa besar beban kerja relatif dari seorang pegawai/karyawan, suatu jabatan (pekerjaan), suatu unit kerja (seksi, bagian, divisi, cabang, wilayah), bahkan suatu organisasi/perusahaan secara keseluruhan. Kegunaan atau manfaat analisis beban kerja antara lain: (1). Menentukan jumlah kebutuhan pegawai: sebagai dasar untuk menambah atau mengurangi jumlah pegawai/karyawan pada suatu jabatan atau unit kerja. (2). Menyempurnakan struktur organisasi: menggabung 2 jabatan atau lebih menjadi 1 jabatan; memisahkan 1 jabatan menjadi 2 atau lebih jabatan; atau menciptakan suatu jabatan baru. (3). Menyempurnakan tugas jabatan: menambah atau mengurangi tugas atau aktivitas dari suatu jabatan sehingga mencapai rentang beban kerja standar (optimum). (4). Menyempurnakan Standard Operating Process (SOP): karena adanya proses penyempurnaan untuk tugas/aktivitas jabatan dan/atau penyempurnaan struktur organisasi.



berkorelasi dengan kinerja pada jabatan yang dapat diterima, serta dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya pelatihan dan pengembangan. Analisis Gap Kompetensi dapat diukur dari ada atau tidaknya gap yang terjadi antara standar dan aktual kompetensi. Adanya nilai gap yang negatif menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan belum memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang di duduki. Sebaliknya, nilai gap 0 atau positif menunjukkan bahwa individu tersebut sudah memiliki kompetensi yang sesuai atau bahkan melebihi kebutuhan kompetensi pada suatu jabatan yang di duduki. Kesenjangan kompetensi menurut Palan 17 adalah perbedaan antara level kompetensi yang diperlukan (J1) suatu posisi dan level kompetensi saat ini (J2) seorang karyawan. Kompetensi keahlian di BATAN Keputusan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 123/KA/III/2018 tentang Kompetensi Badan Tenaga Nuklir Nasional.18 yang meliputi kompetensi bidang : Isotop dan Radiasi,Daur Bahan Bakar Nuklir dan Bahan Maju,Rekayasa Perangkat dan Fasilitas Nuklir,Reaktor Nuklir,Keselamatan dan Keamanan Nuklir dan manajemen



Analisis Kebutuhan Pegawai



Analisis kebijakan menurut Nugroho19 adalah teori yang berasal dari pengalaman terbaik, bukan diawali dari temuan, kajian akademik atau penelitian ilmiah. Berada pada pemahaman lay theory bukan academical theory. Ranah keberhasilan atau kegagalan analisis kebijakan berkenan dengan produk finalnya yaitu kebijakan publik. Analisis kebijakan menurut Dunn10, analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan multiple metode untuk meneliti dan berargumen untuk menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan dalam tatanan politik untuk mengatasi masalah kebijakan.



Analisis kebutuhan pegawai merupakan dasar bagi penyusunan formasi15. Analisis kebutuhan pegawai adalah suatu proses perhitungan secara logis dan teratur dari segala dasar-dasar/faktor-faktor yang ditentukan untuk dapat menentukan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugasnya secara berdayaguna, berhasil guna dan berkelanjutan. Analisis yang dilakukan adalah menentukan jumlah optimal pegawai dan menghitung waktu menganggur pegawai. Selanjutnya adalah analisis gap kompetensi untuk melihat gap negatif terbesar pada fungsional tertentu dan dilakukan peningkatan gap kompetensi untuk kompetensi terpilih tersebut.



Analisis Kebijakan



Gambar 2 Proses Analisis Kebijakan



Analisis Gap Kompetensi Konsep Kompetensi16adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang saling terkait mempengaruhi sebagian besar jabatan (peranan atau tanggung jawab),



Metode analisisnya yaitu : definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi dan evaluasi.Proses analisisnya: 1) merumuskan masalah 2) peramalan masa depan kebijakan 3)



[ 90 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



rekomendasi kebijakan 4) pemantauan hasil kebijakan 5) evaluasi kinerja kebijakan. Menurut Dunn kebijakan publik tidak hanya harus baik dalam perumusan tapi juga baik dalam komunikasi pada publik. Penguatan SDM Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting pada setiap organisasi, dimana manusia sebagai penggerak dan pengelola sumberdaya-sumberdaya lainnya. Oleh karena itu, salah satu tanggung jawab organisasi adalah memperoleh, menata, memotivasi, dan mengendalikan sumberdayasumberdaya manusianya untuk mencapai kemajuan organisasi dengan efektif 20. Penguatan adalah sesuatu usaha organisasi untuk menjadikan SDM yang dimiliki menjadi lebih baik, dalam arti meningkatkan kompetensi, lebih mahir, lebih meningkat bahkan SDM menjadi lebih kuat atau tidak mudah menyerah dengan tuntutan pekerjaan.Penguatan diberikan kepada mereka yang sudah memiliki bakat keahlian sebagai unsur utama.Penguatan sumber daya manusia perlu sekali dilakukan dalam rangka mengembangkan dan menguatkan keahlian SDM, dan ini merupakan tautan antara faktor bawaan yang mendukung keberhasilan seseorang dalam bekerja sesuai dengan kemampuan dasar yang dibawa sejak lahir. Sedangkan pengembangan diberikan kepada SDM yang agak kurang dalam unsur penunjang keahlian. Bentuk penguatan SDM melalui pendidikan, pelatihan, kursus-kursus, juga pelatihan-pelatihan untuk memperkuat mental atau kepribadian seperti ketahanan kerja, kebersamaan dan tanggung jawab, team work, maupun kepemimpinan, sehingga pada prinsipnya, penguatan SDM adalah lebih dari sekadar pengembangan SDM. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis beban kerja (ABK)B ATAN tahun 2018, kebutuhan SDM BATAN agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi BATAN dengan efisien dan efektif adalah 3219 orang pegawai.Sedangkan SDM BATAN per 7 Agustus 2018, menunjukkan jumlah SDM BATAN adalah 2408 orang dengan komposisi pendidikan yang terdiri dari 101 orang lulusan S-3, 360 orang lulusan S-2,



[ 91 ]



899 orang lulusan S-1/D-4 281 dan 767 orang lulusan D-3 ke bawah. Perbandingan SDM BATAN berdasarkan kebutuhan (J1)di tahun 2019 dan kondisi saat ini per 7Agustus 2018 (J2) dapat dilihat pada Gambar 3.



Gambar 3 Perbandingan Pegawai J2 dan J2



Data pada gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah SDM BATAN kekurangan sebanyak 811 orang pegawai. Jumlah SDM yang kurang memadai tersebut akan mempengaruhi keberhasilan BATAN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sebaran usia SDM BATAN seperti yang ditunjukkan pada Tabel1 merupakan tantangan yang harus dihadapi. Usia rata-rata pegawai BATAN saat ini adalah 47 tahun 6 bulan 17 hari, dengan sebaran kelompok usia paling banyak berusia 51-55 tahun sejumlah 749 (31%). Dengan kondisi demikian, akan terjadi pengurangan SDM BATAN yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan pola regenerasi pegawai yang cukup lambat dan diperparah dengan adanya kebijakan moratorium penerimaan PNS beberapa tahun. Dengan kebijakan moratorium ini, jumlah SDM BATAN sulit untuk bertambah bahkan berkurang terus dan akan menjadi kekurangan pegawai. Sebaran SDM BATAN berdasarkan kelompok usia dan sebaran pejabat fungsional tertentu berdasarkan kelompok usia, ditunjukkan pada tabel 1.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Tabel 1 Sebaran Pegawai Berdasarkan Kelompok Usia



mendukung pelaksanaan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan iptek nuklir. Gap kompetensi pegawai fungsional tertentu dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Gap Kompetensi Jabatan Fungsional Tertentu 2018



SDM BATAN yang akan memasuki masa pensiun adalah sejumlah 224 orang, ditunjukkan pada gambar 4. Dengan demikianakan terjadi kekurangan SDM BATAN sejumlah 1035 pegawai di tahun 2019 dengan mempertimbangkan analisis beban kerja.



Gambar 4 Pegawai Pensiun 2018-2019



Banyaknya SDM BATAN senior yang akan memasuki masa purna bakti, akan juga menyebabkan hilangnya pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh SDM tersebut. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan kompetensi (competency gap) antara SDM senior dengan generasi penerusnya. Kondisi ini akan berdampak pada kelancaran dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BATAN.Jumlah SDM BATAN yang tidak memadai dengan kebutuhan organisasi BATAN akan mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi BATAN sehingga mempengaruhi keberhasilan pencapaian visi dan misi BATAN terutama kekurangan/gap pegawai di jabatan fungsional tertentu sebagai pilar utama SDM di BATAN dalam



Rumusan masalah pada penulisan makalah kebijakan ini adalah bagaimana mengetahui kondisi SDM di BATAN saat ini dan sampai pada tahun 2019 dalam dukungannyaterhadap pelaksanaan kegiatan penelitian,pengembangan dan pendayagunaan iptek nuklir di Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran dan Perpres Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional. Dengan memperhatikan hasil analisa permasalahan tersebut diatas yaitu kondisi SDM yang semakin berkurang dan sekaligus berpengaruh hilangnya potensi pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki oleh SDM yang memasuki masa pensiun tersebut dan berpengaruh terhadap terjadinya gap kompetens.Diperlukan langkahstrategis untuk mengatasi kesenjangan kompetensi (competency gap) antara SDM senior dengan generasi penerusnya,agar kondisi SDM ini tidak akan berdampak menggangguterhadap kelancaran dalam melaksanakan mandat tugas BATAN yang telah diamanatkan dalam UU 10 Tahun 1997 dan Perpres 46 Tahun 2013 yaitu melaksanakan penelitian, pengembangan dan pendayagunaaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Indonesia. Memperhatikan kebutuhan jabatan fungsional di tahun 2019 sebanyak 1927orang pegawai, sedangkan kondisi pegawai per 7 Agustus 2018 sebanyak 1494 orang pegawai, artinya masih kekurangan/membutuhkan jabatan fungsional tertentu sebanyak 433 orang pegawai. Pegawai fungsional umum masih 603orang pegawai secara bertahap dikurangi



[ 92 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



dan beralih ke jabatan fungsional tertentu untuk memenuhi kouta kebutuhan pegawai yang berjabatan fungsional tertentu di tahun 2019 sebanyak 1927 orang pegawai atau mengisi kekurangan pegawai jabatan fungsional tertentu sebanyak 433orang. Dengan memperbanyak prosentasi pegawai jabatan fungsional tertentu diharapkan dapat meningkatkan kembali selisih gap kompetensi pegawai, karena di jabatan fungsional tertentu memiliki standar kompetensi jabatan dan untuk setiap kali naik kejenjang jabatan fungsional yang lebih tinggi melalui diklat kompetensi dan uji kompetensi. Beberapa pilihan alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi SDM BATAN saat ini antara lain : 1. Merencanakan Kebutuhan Pegawai Baru. a. Mempertahankan jumlah SDM perlu mengadakan PNS baru mengganti pegawai yang diakibatkan kebijakan matotarium pengadaan pegawai baru beberapa tahun sebelumnya. b. Alih tugas pegawai antar instansi Mempertahankan kebutuhan pegawai dan menjaga kompetensi BATAN dengan menawarkan ke kementerian/ lembaga/LPNK dilingkungan Kemenristekdikti yang memiliki kelebihan pegawai untuk dapat mengalihkan pegawainya ke BATAN. Cara ini memungkinkan dan ada didalam peraturan UU-ASN 2014 dan PP Manajemen ASN 2017. c. Tenaga Outsourcing Mengadakan pegawai melalui outsourcing. Akan tetapi penggunaan tenaga outsourcing terkendala keterbatasan kompetensi karena tenaga yang dibutuhkan pengganti yang pensiun juga terkait kompetensi inti seperti peneliti, pranata nuklir dan perekayasa dalam bidang keahlian pengetahuan isotop dan radiasi, bahan galian nuklir, instrumentasi nuklir, bahan bakar nuklir, pengelolaan limbah radioaktif, keselamatan fasilitas nuklir, lingkungan. pengangkutan zat radioaktif dan bahan nuklir, keamanan nuklir, keterampilan operator reaktor dan fasilitas nuklir.



[ 93 ]



d. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja( PPPK) Pengadaan pegawai selain melalui mengadakan pegawai melalui pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Status PPPK sama dengan PNS sebagai aparatur sipil negara (ASN), perbedaannya hanya berstatus pegawai kontrak untuk jangka waktu tertentu. 2. Melalui Nuclear Knowledge Management System. Berkurangnya pegawai BATAN karena banyaknya pegawai yang memasuki purna bakti mengakibatkan organisasi kehilangan sebagian pengetahuan yang telah terakumulasi sehingga menurunkan kapasitas BATAN untuk melakukan tugas dan fungsi. Hal ini dapat mengganggu upaya BATAN untuk meningkatkan kinerja. Melaksanakan coaching dari pegawai senior kepada yang yunior, sharing knowledge dalam bidang nuklir seperti keahlian pengetahuan isotop dan radiasi, bahan galian nuklir, instrumentasi nuklir, bahan bakar nuklir, pengelolaan limbah radioaktif, keselamatan fasilitas nuklir, lingkungan, pengangkutan zat radioaktif dan bahan nuklir, keamanan nuklir, keterampilan operator reaktor dan fasilitas nuklir. Bagi operator reaktor atau fasilitas nuklir, kehilangan pengetahuan tentang operasi dan keselamatan fasilitas bisa mengancam kehandalan operasi reaktor dan fasilitas tersebut. Sebab itu, perlu dilakukan langkah antisipatif dengan melaksanakan program preservasi pengetahuan (nuclear knowledge management system) agar pengetahuan yang telah terakumulasi tetap berada di dalam organisasi BATAN, tidak hilang karena pegawai pensiun. Melalui preservasi diharapkan tidak terjadi



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



organizational memory loss, sehingga BATAN tetap mampu mempertahankan kapasitasnya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. 3) Melalui Peningkatan Kompetensi Pegawai Peningkatan kompetensi pegawai yang ada secara bertahap sesuai dengan kebutuhan kompetensi, agar pelaksanaan tugas tetap dapat dilaksanakan sebaca profisional dan berjalan lancar melaluipengembangan pegawai BATAN berbasis kompetensi melalui tahapansebagai berikut: a. Tersedianya standar kompetensi setiap jabatan b. Menyusun rencana dan mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai secara bertahap sesuai kebutuhan kompetensi jabatan. c. Melakukan assesmen pegawai sesuai dengan rencana dan kebutuhan pengembangan kompetensi secara bertahap d. Melakukan pemetaan kompetensi pegawai sesuai kompetensi hasil assesmen. e. Menyusun program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, kesesusaian diklat dengan peningkatan kompetensi yang diperlukan pegawai. 4) Meningkat kinerja pegawai dengan perjanjian kinerja yang sejalan dengan capaian kinerja organisasi. 5) Menerapkan reward dan punishment terkait kinerja yang dihasilkannya pegawai dan organisasi. 6) Membuka ruang pegawai jabatan fungsional umum untuk dapat beralih ke jenjang jabatan fungsional tertentu. Karena batas usia pensiun jabatan fungsional tertentu untuk jenjang fungsional madya dan utama batas usia pensiunnya lebih lama yaitu 60 tahun dan jenjang jabatan fungsional utama bisa sampai 65 tahun.Dengan jabatan fungsional tertentu kesenjangan gap kompetensi dapat dikuranginya, karena jabatan fungsional sebagian telah memiliki standar kompetensi, seperti Jabatan fungsional perencana, peneliti, pranata nuklir, auditor,



dosen, widyaswara, kepegawaian, dan arsiparis. KESIMPULAN Hasil Analisis Beban Kerja (ABK) 2016 pegawai BATAN 3219 orang pegawai (SK Ka.BATAN No.237 Tahun 2015Tentang Analis Beban kerja BATAN dan jumlah pegawai BATAN kondisi per 7 Agustus 2018 sebanyak 2408 pegawai. Data ini menunjukkan selisih/gap kekurangan pegawai sebanyak 811orang pegawai, dan ditambah pegawai yang akan memasuki masa purna bakti sampai tahun 2019 sebanyak 224 pegawai, Jadi total kekurangan pegawai sebanyak 1035orang pegawai pada tahun 2019, berkurangnya pegawai yang sangat signifikan ini juga akan berpengaruh terjadinya kesenjangan kompetensi (competency gap) antar generasi. Kelemahan ini kalau tidak segera diatasi dapat menjadi masalah di masa yang akan datang, terutama terkait kelancaran dan keberlanjutan pelaksanaan kegiatan penelitian,pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di di BATAN kedepan, karena berkurangnya dukungan jumlah dan kualitas kompetensi SDM yang memadai untuk mendukung pelaksanaan tugas BATAN sebagaimana yang telah diamanatkan didalam UU No.10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran dan Perpres No. 46 Tahun 2013 Tentang BATAN. Diperlukan langkah antisipatif agar kondisi berkurangnya SDM dan kesenjangan kompetensi di BATAN ini ,tidak sampai menghambat kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan di BATAN. Langkah antisipatif yaitu dengan perbaikan pola regenerasi, transfer knowledge pegawai senior ke yunior melalui nuclear knowledge management system, membuka ruang untuk pegawai untuk masuk ke jabatan fungsional tertentu, meningkatkan kompetensi pegawai disamping mengusulkan penambahan pegawai baru ke KemenPANRB, dan meningkatkan kompetensi pegawaisecara terencana dan bertahap sesuai dengan kebutuhan kompetensi BATAN. Dukungan SDM yang memadai dan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan organisasi sangatlah penting untuk mendukung kelancaran dan keberlanjutan pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan



[ 94 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



teknologi nuklirdi BATAN, agar BATANdapat menjalankan tugas dengan efektif dan efisien sebagaimana tugas yang diamanatkan dalam UU 10/1997 Tentang Ketenaganukliran dan Perpres 46 Tahun 2013 Tentang BATAN. REKOMENDASI Sumber daya manusia BATAN pada dasarnya merupakan aset yang paling penting bagi BATAN dan menjadi kunci keberhasilan BATAN dalam menghasilkan kinerja yang tinggi. Memperhatikan kondisi SDM BATAN saat ini dan kebutuhan SDM BATAN berdasarkan analis beban kerja berdasarkan Keputusan Ka.BATAN 237/KA/XII/2015 Tentang Analis Beban Kerja BATAN, terdapat adanya kesenjangan jumlah dan gap kompetensi pegawai yang signifikan berkurangpegawai sebanyak1035 orang pegawai pada tahun 2019, dan akan memberikan pengaruh yang besar bagi keberhasilan pelaksanaan mandat tugas BATAN dalam menjalankan kegiatan penelitian, pengembangan, dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir danuntuk pencapaian visi dan misi BATAN. Untuk mengatasi kesenjangan kekurangan pegawai dan gap kompetensi SDM di BATAN ini diusulkan rekomendasi tindakan sebagai berikut: 1. Mengadakan PNS baru 2. Dengan sudah ditetapkan PP manajemen ASN memungkinkan alih tugas dari instansi lain yang kelebihan pegawai dan mengadakan pegawai pegawai baru dengan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 3. Mempercepat pola regenerasi SDM melalui transfer knowledge dan penerapan sistem pengelolaan aset pengetahuan kenukliran (Nuclear Knowledge Management System/NKM) 4. Meningkatkan kompetensi pegawai, direncanakan secara bertahap dengan langkah sebagai berikut : a. Menyusun standar kompetensi untuk kompetensi yang belum memiliki standar kompetensi. b. Menyusun rencana dan mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai secara bertahap sesuai kebutuhan kompetensi.



[ 95 ]



c. Melakukan assesmen pegawai sesuai dengan rencana dan kebutuhan pengembangan kompetensi d. Melakukan pemetaan kompetensi pegawai sesuai kompetensi hasil assesmen e. Menyusun program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, kesesusaian diklat dengan peningkatan kompetensi yang diperlukan pegawai. 5. Meningkat kinerja pegawai dengan perjanjian kinerja yang sejalan dengan capaian kinerja organisasi. 6. Meningkatkan kinerja pegawai dan organisasi dengan menerapkan reward dan punishment terkait kinerja yang dihasilkannya pegawai dan organisasi. 7. Membuka ruang kesempatan alih jabatan pegawai untuk masuk ke jenjang jabatan fungsional. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepala Biro Perencanaan Bapak Ir. Ferly Hermana, MM dan Kepala Bagian Perencanaan Program Bapak M. Busthomi, S.Si yang telah mengijinkan untuk melakukan kajian ini. Selain itu kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada responden wawancara di BSDMO serta rekan-rekan di Bagian Perencanaan Program khususnya rekan-rekan Fungsional Perencana atas segala bantuan, motivasi serta dukungan, hingga selesainya makalah ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Website http//:batan.go.id Agustus 2018. 2. UPULERU, Memoar Dr. G.A. Siwabessy, 1979, Penerbit Gunung Agung, Jakarta. 3. Peraturan Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958 Tentang Lembaga Tenaga Atom (LTA). 4. Undang-Undang No. 31 Tahun 1964 tentang Badan Tenaga Atom Nasional. 5. Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 6. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional. 7. Haryanto, Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (Institusional Capasity Development, Teori dan Aplikasi), Cetakan Pertama 2014, Penerbit AP2I Pres.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



8. Wibowo, Perilaku Dalam Organisasi, Edisi Kedua, Cetakan ke-4 2016, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 9. Sobirin, Achmad, Budaya Organisasi, Cetakan Pertama 2007, Penerbit UPPSTIM YKPN 10. Geer, Charles R., Strategy and Human Resources: A General Managerial Perspective. New Jersey:Prentice Hall, 1995. 11. Sugiyono, “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”, cetakan pertama, Alfabeta, Bandung, 2011. 12. Dunn, William N. 2004 (1981), Public Policy Analysis : An Introduction, New Jersey: Pearson Education. Edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan dari edisi kedua (1994) diterbitkan sejak 1999 dengan judul Pengantar Analisis Kebijakan Publik . Yogyakarta: Gajahmada University Press. 13. Peraturan Kepala BKN nomor 37 Tahun 2011 Tanggal 28 September 2011 Tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil 14. Keputusan Kepala Badan Tenaga Nuklir nasional Nomor 237/KA/XII/2015 Tentang Analisis Beban Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional. 15. Samratulangi, Skrispi: Analisis Kebutuhan Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Makasar, Universitas Hasanudin, Jurusan Ilmu Adminstrasi, 2013. 16. Rizky Ramadhan, Muhammad dkk, Analisis Beban Kerja Dan Pengukuran Gap Kompetensi Teknisi Laboratorium Umum Dan Fakultas Z PTS XYZ, Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, Reka Integra ISSN: 2338-5081, Jurusan Teknik Industri Itenas No.03, Vol.02, Juli 2014. 17. Palan, R. Ph.D, Competency Management. PPM : 2007. 18. Keputusan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 123/KA/III/2018 Tentang Kompetensi Badan Tenaga Nuklir Nasional. 19. Nugroho, Riant, Dr, Public Policy, Edisi Keempat, revisi 2012 Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta. 20. Siagian, Sondang P, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, cetakan kesembilan, Bumi Aksara, Jakarta, 2002. 21. Widhiastuti. Hardani, Penguatan Sumberdaya Manusia, Fokus Organisasi dan Skill, Fakultas Psikologi Universitas Semarang.



PERTANYAAN DAN JAWABAN Sidang Paralel Seminar Nasional SDM dan Iptek Nuklir 20 Agustus 2018 di STTN Yogyakarta 1. Pertanyaan Bagiyono : Pada Tabel 2 Gap Kompetensi Jabatan Fungsional Tertentu 2018 diusulkan untuk diganti nama Gab Jumlah Kompetensi Jabatan Fungsional Tertentu 2018. Jawaban : Setuju untuk diganti nama pada tabel 2 menjadi Gab Jumlah Kompetensi Jabatan Fungsional Tertentu 2018. 2. Pertanyaan Harini Wahyuningrum : Pada slide tentang alternatif kebijakan butir 4. membuka ruang untuk pegawai untuk masuk ke jabatan fungsional tertentu, inikan tergantung pihak eksternal. Jawaban : Masukan alternatif kebijakan ini memungkinkan dapat dilakukannya, selama mengikuti Peraturan Kepala BKN nomor 37 tahun 2011 tanggal 28 september 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil dan dalam penyusunan peraturan Kepala BATAN tentang analis beban kerja.



[ 96 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



KAJIAN EVALUASI TINGKAT KESIAPTERAPAN TEKNOLOGI (TKT) PENELITIAN DI BATAN Harini Wahyuningrum1, Oly Desrianti1 1) Biro Perencanaan, BATAN, Jakarta, Indonesia, [email protected] ABSTRAK KAJIAN EVALUASI TINGKAT KESIAPTERAPAN TEKNOLOGI (TKT) PENELITIAN DI BATAN. Kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak dilakukan, namun hasilnya masih belum dimanfaatkan oleh industri di Indonesia. Pemanfaatan hasil invensi yang telah dilakukan oleh para peneliti dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Hal ini selaras dengan konsep Sistem Inovasi Nasional yang menekankan bahwa hasil litbang seharusnya berdasarkan kepada demand driven, tidak lagi berlandaskan kepada supply push. Kegiatan litbang di BATAN belum seluruhnya dapat diadopsi oleh industri maupun masyarakat. Hal ini terjadi karena sebagian teknologi yang dihasilkan belum siap dihilirkan. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menerbitkan Peraturan Menristekdikti Nomor 42 Tahun 2016 Tentang Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT). Peraturan tersebut dapat menjadi acuan para pelaku litbang dalam mengurangi resiko kegagalan pemanfaatan teknologi dan mengetahui kesiapterapan suatu teknologi. BATAN belum memiliki hasil evaluasi TKT yang cukup memadai, sehingga memungkinkan terjadi pengulangan TKT maupun keterlambatan pencapaian TKT. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hasil evaluasi TKT penelitian BATAN tahun 2015 2019 serta bagaimana rekomendasi kebijakan strategisnya. Tujuan Penelitian ini adalah mengevaluasi TKT penelitian BATAN tahun 2015 – 2019 serta merumuskan rekomendasi kebijakan strategisnya. Metodologi pengambilan data penelitian menggunakan data sekunder. Metodologi pengolahan data menggunakan analisis deskriptif untuk mengevaluasi TKT penelitian BATAN dan merumuskan kebijakan strategisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data TKT penelitian tahun 2015 – 2019 berada pada rentang TKT 1 – TKT 7. Jumlah penelitian yang menyatakan TKT pada dokumen perencanaan cukup bervariasi, tahun 2015 sejumlah 45 penelitian, tahun 2016 sejumlah 107 penelitian, tahun 2017 sejumlah 92 penelitian, tahun 2018 sejumlah 98 penelitian, dan tahun 2019 sejumlah 100 penelitian. Dari jumlah tersebut tidak seluruhnya merupakan TKT yang berlanjut, sebagiannya tidak dapat dilanjutkan menjadi TKT yang lebih tinggi. Langkah kebijakan strategis yang dapat diambil adalah mengawal penelitian yang telah mencapai TKT 8 atau TKT 9 agar siap dihilirkan kepada industri dan masyarakat. Kata kunci: Tingkat Kesiapterapan Teknologi, kebijakan strategis, litbang BATAN



ABSTRACT EVALUATION STUDY TECHNOLOGY READINES LEVEL (TRL) RESEARCH IN BATAN. Research and development activities of science and technology have been widely conducted, but the results are still not utilized by the industry in Indonesia. Utilization of invention results that have been done by the researchers can make a significant contribution to the national economy. This is in line with the concept of the National Innovation System which emphasizes that R & D results should be based on demand driven, no longer based on supply push, where science and technology developers are encouraged to develop an invention that can be cast into industry as a user of science and technology. R & D activities at the National Nuclear Energy Agency (BATAN) have not been entirely adopted by industry or society. This happens because some of the technology that is produced is not ready to be reduced. The Ministry of Research, Technology and Higher Education issued the Regulation of the Minister of Research and Technology Number 42 Year 2016 on Technology Readiness Level (TRL). The regulation can be a reference for R & D actors in reducing the risk of failure of technology use and knowing the readiness of a technology. BATAN has not had sufficient TRL evaluation results, allowing for repetition of TRL and delays in the achievement of TRL. The formulation of the problem in this research is how the result of BATAN's TRL research in 2015 2019 and how its strategic policy recommendation. The purpose of this research is to evaluate TRL BATAN research in 2015 - 2019 and to formulate its strategic policy recommendation. Methodology of data retrieval using secondary data. Methodology of data processing using descriptive analysis to evaluate TRL BATAN



[ 97 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



research and formulate its strategic policy. The research results show that TRL data from 2015 to 2019 are in the range of TRL1 - TRL 7. The number of studies which stated that TRL in the planning document varies considerably, by 2015 a total of 45 researches, 2016 of 107 studies, 2017 of 92 research, 2018 0f 98 research, and by 2019 a total of 100 studies. Of these, not all of them are continuing TRLs, some of which could not be continued into higher TRLs. Strategic policy steps that can be taken is to guard research that has reached TRL 8 or TRL 9 to be ready to be cast off to industry and society. Key words: Technology Readiness Level (TRL), Strategic policy, BATAN’s R&D



PENDAHULUAN Kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak dilakukan, namun hasilnya masih belum dimanfaatkan oleh industri. Pemanfaatan hasil invensi yang telah dilakukan oleh para peneliti dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Hal ini selaras dengan konsep Sistem Inovasi Nasional yang menekankan bahwa hasil litbang seharusnya berdasarkan kepada demand driven, tidak lagi [1] berlandaskan kepada supply push . Kematangan inovasi berperan besar dalam pertumbuhan dan kesuksesan sebuah industri [2] , sehingga inovasi teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengembangan diharapkan dapat dipasarkan secara efektif [3]. Kegiatan litbang di BATAN belum seluruhnya dapat diadopsi oleh industri maupun masyarakat. Hal ini terjadi karena sebagian teknologi yang dihasilkan belum siap dihilirkan sehingga hasil penelitian hanya berakhir pada laporan dan publikasi ilmiah. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menerbitkan Peraturan Menristekdikti Nomor 42 Tahun 2016 tentang Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT). Pengukuran Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) wajib dilakukan terhadap teknologi hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang didanai dengan anggaran pemerintah atau [4] dikerjasamakan dengan pemerintah . TKT dapat mengukur sejauh mana suatu teknologi sesuai untuk disebarkan pada lingkup operasi yang sesungguhnya. Hal ini sering digunakan sebagai ukuran risiko yang terkait dengan pengenalan teknologi baru ke dalam sistem yang ada dan prosedur operasi standar [5]. Hasil pengukuran TKT ini dapat memberikan informasi penting tentang status dan pencapaian kematangan (maturity) dari



teknologi yang dihasilkan lembaga litbang [6]. TKT merupakan sistem metrik/sistem pengukuran sebagai pendukung penilaian kematangan teknologi tertentu dan membandingkan kematangan antara teknologi yang berbeda [7]. Hasil dari pengukuran TKT dapat menjadi acuan para pelaku litbang dalam mengurangi resiko kegagalan pemanfaatan teknologi dan mengetahui kesiapterapan suatu teknologi. Saat ini, BATAN belum memiliki hasil evaluasi TKT yang cukup memadai, sehingga memungkinkan terjadi pengulangan TKT maupun keterlambatan pencapaian TKT. Secara basis data, BATAN telah memiliki data TKT setiap suboutput kegiatan pada aplikasi Sistem Informasi Perencanaan Litbangyasa (SIPL). Data TKT tersebut masih berupa penilaian mandiri para peneliti/penanggung jawab kegiatan saat mengusulkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatannya. Meskipun data tersebut belum terverifikasi oleh Tim Penilai TKT Lembaga namun dapat digunakan sebagai bahan kajian evaluasi penerapan dan pengukuran TKT di BATAN. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hasil evaluasi TKT penelitian BATAN tahun 2015 - 2019 serta bagaimana rekomendasi kebijakan strategisnya. Tujuan Penelitian ini adalah mengevaluasi TKT penelitian BATAN tahun 2015 – 2019 serta merumuskan rekomendasi kebijakan strategisnya. Hasil rekomendasi kebijakan tersebut diharapkan dapat berkontribusi dalam mempercepat proses hilirisasi produk penelitian kepada masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing nasional. METODE Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif



[ 98 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, kelompok tertentu, atau menentukan frekuensi penyebaran suatu gejala, atau frekuensi adanya pengaruh tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat [8]. Teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari literatur dan dokumen BATAN serta basis data TKT pada SIPL2. Pada penelitian ini, yang menjadi lokus penelitan adalah 23 unit kerja di BATAN. Periode pengambilan data dilakukan untuk tahun 2015 - 2019. Pemetaan TKT dilakukan terhadap data Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang disusun oleh Penanggung Jawab/Peneliti Suboutput BATAN. Penanggung jawab menginput data TKT pada program SIPL2 yang telah disesuaikan dengan Permenristekdikti Nomor 42 Tahun 2016 tentang Tingkat Kesiapterapan Teknologi.



HASIL DAN PEMBAHASAN



Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan menginput pada aplikasi Microsoft Excel kemudian mengolah menganalisisnya untuk menjawab penelitian. Kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut:



dengan Office dan tujuan dalam



Permenristekdikti No. 42 Tahun 2018 tentang TKT: Setiap Lembaga wajib mengukur TKT litbangnya



Peneliti melakukan penilaian mandiri TKT atas penelitiannya



Peneliti menginput data TKT pada SIPL 2 bersamaan dengan pengajuan KAK



Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, metodologi penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Mengumpulkan sumber data yang meliputi data sekunder. Sumber data sekunder dilakukan melalui inventarisir dokumen peraturan terkait TKT dan pengumpulan basis data TKT pada SIPL2. 2. Melakukan telaah peraturan terkait pengukuran TKT . 3. Mengolah data TKT kegiatan litbang BATAN tahun 2015 – 2019. 4. Melakukan analisis deskriptif berdasarkan hasil pemetaan TKT kegiatan litbang BATAN tahun 2015 – 2019. 5. Merumuskan kebijakan strategis pengelolaan litbang di BATAN dalam rangka mempercepat proses hilirisasi produk litbang BATAN.



BP menyiapkan system penilaian TKT pada SIPL2



BP merekapitulasi data TKT litbang BATAN



Menganalisis data TKT BATAN



Rekomendasi kebijakan hilirisasi litbang BATAN



[ 99 ]



Pada tahun 1980, National Aeronautics and Space Administration (NASA) menerapkan 7 level/tingkatan Technology Readiness Level (TRL) untuk menilai risiko yang terkait dengan pengembangan teknologi. Pada tahun 1990, metrik ini telah berevolusi menjadi sembilan tingkat seperti yang ada saat ini dan telah banyak digunakan sebagai sistem metrik/pengukuran sistematis dalam menilai kematangan teknologi tertentu dan untuk membandingkan kematangan antara berbagai jenis teknologi [9]. TKT yang diatur dalam Permenristekdikti No. 42 Tahun 2016 tersusun dalam 9 level/tingkatan yang masing-masing tingkatan memiliki indikator capaian sebagaimana berikut. TKT 1: Prinsip dasar dari teknologi diteliti dan dilaporkan. 1. Asumsi dan hukum dasar (sebagai contoh fisika/kimia) yang akan digunakan pada teknologi (baru) telah ditentukan, 2. Studi literatur (teori/empiris atas riset terdahulu) tentang prinsip dasar teknologi yang akan dikembangkan, 3. Formulasi hipotesis riset (bila ada). TKT 2: Formulasikonsep dan/atau aplikasi formulasi 1. Peralatan dan sistem yang akan digunakan, telah teridentifikasi,



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



2. Studi literatur (teoritis/empiris) teknologi yang akan dikembangkan memungkinkan untuk diterapkan, 3. Desain secara teoritis dan empiris telah teridentifikasi, 4. Elemen-elemen dasar dari teknologi yang akan dikembangkan telah diketahui, 5. Karakterisasi komponen teknologi yang akan dikembangkan telah dikuasai dan dipahami, 6. Kinerja dari masing-masing elemen penyusun teknologi yang akan dikembangkan telah diprediksi, 7. Analisis awal menunjukkan bahwa fungsi utama yang dibutuhkan dapat bekerja dengan baik, Model dan simulasi untuk menguji kebenaran prinsip dasar, 8. Riset analitik untuk menguji kebenaran prinsip dasarnya, 9. Komponen-komponen teknologi yang akan dikembangkan, secara terpisah dapat bekerja dengan baik, 10. Peralatan yang digunakan harus valid dan reliable, dan 11. Diketahui tahapan eksperimen yang akan dilakukan. TKT 3: Pembuktian konsep fungsi dan/atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental 1. Studi analitik mendukung prediksi kinerja elemen-elemen teknologi, 2. Karakteristik/sifat dan kapasitas unjuk kerja sistem dasar telah diidentifikasi dan diprediksi, 3. Telah dilakukan percobaan laboratorium untuk menguji kelayakan penerapan teknologi tersebut, 4. Model dan simulasi mendukung prediksi kemampuan elemen-elemen teknologi, 5. Pengembangan teknologi tsb dgn langkah awal menggunakan model matematik sangat dimungkinkan dan dapat disimulasikan, 6. Riset laboratorium untuk memprediksi kinerja tiap elemen teknologi, 7. Secara teoritis, empiris dan eksperimen telah diketahui komponenkomponen sistem teknologi tersebut dapat bekerja dengan baik,



TKT 4: Validasi komponen/subsistem dalam lingkungan laboratorium 1. Test laboratorium komponenkomponen secara terpisah telah dilakukan, 2. Persyaratan sistem untuk aplikasi menurut pengguna telah diketahui (keinginan adopter), 3. Hasil percobaan laboratorium terhadap komponen2 menunjukkan bahwa komponen tersebut dapat beroperasi, 4. Percobaan fungsi utama teknologi dalam lingkungan yang relevan, 5. Prototipe teknologi skala laboratorium telah dibuat, 6. Risetintegrasi komponen telah dimulai, 7. Proses ‘kunci’ untuk manufakturnya telah diidentifikasi dan dikaji di laboratorium, dan 8. Integrasi sistem teknologi dan rancang bangun skala laboratorium telah selesai (low fidelity). TKT 5: validasi komponen/subsistem dalam suatu lingkungan yang relevan 1. Persiapan produksi perangkat keras telah dilakukan, 2. Riset pasar (marketing research) dan riset laboratorium untuk memilih proses fabrikasi, 3. Prototipe telah dibuat, 4. Peralatan dan mesin pendukung telah diuji coba dalam laboratorium, 5. Integrasi sistem selesai dengan akurasi tinggi (high fidelity), siap diuji pada lingkungan nyata/simulasi, 6. Akurasi/ fidelity sistem prototipe meningkat, 7. Kondisi laboratorium di modifikasi sehingga mirip dengan lingkungan yang sesungguhnya, dan 8. Proses produksi telah direview oleh bagian manufaktur. TKT 6: Demonstrasi model atau prototype system/subsistem dalam suatu lingkungan yang relevan 1. Kondisi lingkungan operasi sesungguhnya telah diketahui, 2. Kebutuhan investasi untuk peralatan dan proses pabrikasi teridentifikasi, 3. M&S untuk kinerja sistem teknologi pada lingkungan operasi, 4. Bagian manufaktur/ pabrikasi menyetujui dan menerima hasil pengujian laboratorium,



[ 100 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



5. Prototipe telah teruji dengan akurasi/ fidelitas laboratorium yang tinggi pada simulasi lingkungan operasional (yang sebenarnya di luar laboratorium), dan 6. Hasil Uji membuktikan layak secara teknis (engineering feasibility). TKT 7: Demonstrasi prototype system dalam lingkungan sebenarnya 1. Peralatan, proses, metode dan desain teknik telah diidentifikasi, 2. Proses dan prosedur fabrikasi peralatan mulai diuji cobakan, 3. Perlengkapan proses dan peralatan test / inspeksi diuji cobakan didalam lingkungan produksi, 4. Draft gambar desain telah lengkap, 5. Peralatan, proses, metode dan desain teknik telah dikembangkan dan mulai diujicobakan, 6. Perhitungan perkiraan biaya telah divalidasi (design to cost), 7. Proses fabrikasi secara umum telah dipahami dengan baik, 8. Hampir semua fungsi dapat berjalan dalam lingkungan/kondisi operasi, 9. Prototipe lengkap telah didemonstrasikan pada simulasi lingkungan operasional, 10. Prototipe sistem telah teruji pada uji coba lapangan, dan 11. Siap untuk produksi awal (Low Rate Initial Production- LRIP TKT 8: Sistem telah lengkap dan handal melalui pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan sebenarnya 1. Bentuk, kesesuaian dan fungsi komponen kompatibel dengan sistem operasi, 2. Mesin dan peralatan telah diuji dalam lingkungan produksi, 3. Diagram akhir selesai dibuat, 4. Proses fabrikasi diujicobakan pada skala percontohan (pilot-line atau LRIP), 5. Uji proses fabrikasi menunjukkan hasil dan tingkat produktifitas yang dapat diterima, 6. Uji seluruh fungsi dilakukan dalam simulasi lingkungan operasi, 7. Semua bahan/ material dan peralatan tersedia untuk digunakan dalam produksi, 8. Sistem memenuhi kualifikasi melalui test dan evaluasi (DT&E selesai), dan



[ 101 ]



9. Siap untuk produksi skala penuh (kapasitas penuh). TKT 9: Sistem benar-benar teruji/terbukti melalui keberhasilan pengoperasian 1. Konsep operasional telah benar-benar dapat diterapkan, 2. Perkiraan investasi teknologi sudah dibuat, 3. Tidak ada perubahan desain yg signifikan, 4. Teknologi telah teruji pada kondisi sebenarnya, 5. Produktivitas pada tingkat stabil, 6. Semua dokumentasi telah lengkap, 7. Estimasi harga produksi dibandingkan kompetitor, dan 8. Teknologi kompetitor diketahui. Pengukuran TKT diperlukan untuk mengetahui tingkat kematangan teknologi, dengan mengetahui di tingkat mana status sebuah penelitian dan pengembangan teknologi, maka usaha untuk mendorong pengembangan teknologi ke arah teknologi yang siap diterapkan menjadi lebih fokus [10]. Berdasarkan data sekunder yang dihimpun dari SIPL2, Jumlah penelitian yang menyatakan TKT dalam dokumen KAK bervariasi. Distribusi jumlah KAK yang memiliki TKT pada rentang waktu 2015 – 2019 dapat dilihat pada Gambar 1. 120 100 80 60 40 20 0



107



92



98



100



2017



2018



2019



45 2015



2016



Gambar 1. Grafik Distribusi KAK yang menyatakan TKT Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa penelitian yang menyatakan TKT dalam dokumen KAK melonjak lebih dari 200% setelah tahun 2015. Penyebab tingginya partisipasi pengisian data TKT pada KAK salah satunya disebabkan oleh bimbingan teknis pengisian TKT yang diberikan kepada penanggung jawab kegiatan/peneliti saat dilakukan sosialisasi KAK. Jumlah penelitian yang menyatakan TKT pada dokumen perencanaan cukup bervariasi, tahun 2015



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



hanya berjumlah 45 penelitian, tahun 2016 sejumlah 107 penelitian, tahun 2017 sejumlah 92 penelitian, tahun 2018 sejumlah 98 penelitian, dan tahun 2019 sejumlah 100 penelitian. Pernyataan TKT pada dokumen KAK bervariasi dari TKT 1 – 9. Pada Gambar 2-6 berikut ini dapat kita lihat sebaran level TKT penelitian BATAN dari tahun 2015 – 2019. 20 15 10 5



PRFN PSTA PKSEN PRSG PKSENPSTBM PSTA PSTA PSTNT PRFN PTKMRPSTBM PSTA PSTBM PTKMR PTKMR



PSMN PSTNT PSMN PRSG PTKMR PTKMRPSTNT PSTNT PTBBN



0 TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Gambar 2. Grafik sebaran TKT pada tahun 2015 40 30 20 10 0



PAIR STTN PAIR BSDMO PKSEN PAIR PTBGN PRFN PUSDIKLAT PTRR PTRR PTRR PSTA PAIR PDK PTBBN…PSTA…PRFN…PSTBM PSTNT PAIR PAIR PRFN PAIR PRSG… PTLR PTRR PRFN PSTNT



TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Gambar 3. Grafik sebaran TKT pada tahun 2016 25 20 15 10 5



PAIR PAIR PAIR PAIR PAIR PPIKSNPTBGNPTBGN PTRR PKSEN PKSEN PPIKSNPPIKSN PRFN PTBBN PTLR PRFN PRFN PSTAPTKMMR PTRR PTRR PTRR PTBBNPSTNT PAIR PAIR PSTNTPSTBM… PSTB…PSTBM… PTKRNPTBGN PRFN PAIR PRFN PTRR PTBGN PSTA PTKRN PRFN PKSEN PTKMR



0 TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Gambar 4. Grafik sebaran TKT pada tahun 2017



40 30 20 10



PAIR PAIR PAIR PAIR BSDMOPKSENPPIKSN PTRR PAIR PRFN PKSEN PTBGNPTBGN PRFN PTBGN PTBBNPTBGN PTRR PTRR PSTA PTRR PTKMRPSTBMPSTA…PRFN… PTBB… PRFN PTLR PTKMR PTLR PSTBM PSMN PAIR PTKMR PAIR PTKRN



0 TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Gambar 5. Grafik sebaran TKT pada tahun 2018



30 25 20 15 10 5 0



PAIR PAIR PTBGN PAIR PAIR PTBGN PKSEN PTRR PTRR PTRR PTRR PTBGN PRFN PRFN PRFN PSTA PSTA PSTA PRFN PAIR PRFN PAIR PTBBN PTBBNPTKMR PTKMR PSTA PSTA PRFN PSTB…PSTBM… PSTNT… PSTNT… PTLR PTKMR PSTNT PAIR PSTNT PTKRN STTN PSTBM PRSG



TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT TKT 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Gambar 6. Grafik sebaran TKT pada tahun 2019



Berdasarkan data TKT tahun 2015, penelitian BATAN paling banyak berada pada TKT 1 sampai dengan TKT 4. Sebaran TKT tahun 2016 masih didominasi oleh TKT 1 sampai dengan TKT 4. Sebaran TKT tahun 2017 didominasi oleh TKT 1 sampai dengan TKT 5, sedangkan sebaran TKT tahun 2018 telah bergeser dominasinya menjadi TKT 3 sampai dengan TKT 6. Pada akhir periode renstra 2019 sebaran TKT BATAN didominasi oleh TKT 3 sampai dengan TKT 7. Berdasarkan pola sebaran TKT antar tahun dapat diketahui bahwa pergerakan penelitian BATAN mayoritas mengalami peningkatan level TKT. Untuk melihat keberlanjutan TKT penelitian BATAN antar tahun, maka perlu untuk dianalisis penelitian yang memiliki pola TKT berlanjut dan yang tidak berlanjut. Analisis dilakukan secara purposive sampling [11] terhadap judul KAK Prototipe Bahan Smart Magnet (PSTBM). Pada tahun 2016, KAK Prototipe Bahan Smart Magnet berada pada TKT 1, pada tahun 2017 meningkat menjadi TKT 2, tahun 2018 menjadi TKT 3 dan di tahun 2019 menjadi TKT 8. Namun demikian, tidak seluruh KAK mengalami peningkatan level TKT pada tahun berikutnya. Contoh KAK yang tidak mengalami peningkatan TKT yaitu KAK Prototipe Siklotron proton 13 MeV untuk produksi radioisotop tersertifikasi (PSTA). Pada tahun 2016, KAK Prototipe Siklotron proton 13 MeV untuk produksi radioisotop tersertifikasi berada pada TKT 4, tahun 2017 – 2019 kegiatan tersebut masih tetap berada pada level TKT 4. Untuk meningkatkan level TKT Prototipe Siklotron proton 13 MeV untuk produksi radioisotop tersertifikasi, tim peneliti harus mampu mencapai setidaknya 80% dari indikator yang dipersyaratkan. Meskipun setiap level TKT memiliki indikator/parameter yang



[ 102 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



jelas, namun pengisian data TKT oleh peneliti memungkinkan terjadinya unsur subyektifitas. Sebagai contoh KAK Metode pengendalian Terpadu Nyamuk Vektor Penyakit Vilariasis dan Malaria dengan Teknik Serangga Mandul/TSM (PAIR) berada pada TKT 1 di tahun 2016, meningkat menjadi TKT 5 di tahun 2017, dan menurun menjadi TKT 2 di tahun 2019. Peningkatan level TKT sangat penting untuk diketahui pimpinan/pengambil kebijakan BATAN karena terkait dengan kebijakan organisasi yang ingin memasyarakatkan produk/hasil penelitiannya. Analisis lebih lanjut adalah menginventarisir penelitian BATAN yang memiliki level TKT 8 dan level TKT 9. Hasil inventarisir penelitian dengan TKT 8 dan TKT 9 disajikan dalam Gambar 7 berikut ini.



10 3



2



2015



TKT 8



5



4



2016



2017



2



4



dapat didorong untuk meningkatkan level TKT. peningkatan level TKT suatu penelitian tidak harus dilakukan oleh kelompok peneliti yang sama, dalam hal ini peran Biro Perencanaan sangat penting karena dapat mengorganisasikan penelitian. Bentuk pengorganisasiannya dapat berupa memindahkan penelitian yang telah siap direkayasa (fase engineering) tersebut kepada kelompok peneliti yang memiliki spesialisasi perekayasaan (PRFN). Setelah dari PRFN dan telah mencapai level TKT 8 atau level TKT 9, maka produk litbang tersebut siap untuk dimitrakan dan didiseminasikan oleh Pusat Diseminasi dan Kemitraan. Siklus tersebut digambarkan dengan alur litbang BATAN berikut ini.



TKT 9 3



2018



4



2



2019



Gambar 7. Penelitian dengan TKT 8 dan TKT 9



Berdasarkan grafik pada Gambar 7, dapat diketahui bahwa penelitian BATAN tahun 2015 dengan level TKT 8 sejumlah 3 KAK dan TKT 9 sejumlah 2 KAK. Penelitian BATAN tahun 2016 dengan level TKT 8 sejumlah 5 KAK dan TKT 9 sejumlah 10 KAK. Penelitian BATAN tahun 2017 dengan level TKT 8 sejumlah 4 KAK dan TKT 9 sejumlah 2 KAK. Penelitian BATAN tahun 2018 dengan level TKT 8 sejumlah 4 KAK dan TKT 9 sejumlah 3 KAK. Penelitian BATAN tahun 2019 dengan level TKT 8 sejumlah 4 KAK dan TKT 9 sejumlah 2 KAK. Gambaran litbang BATAN dengan TKT 8 dan 9 tersebut dapat dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan strategis BATAN untuk menghilirkan hasil penelitiannya kepada masyarakat. Produk litbang/prototip yang telah siap untuk dimitrakan dengan mitra pengguna atau mitra produsen dapat dipromosikan secara intensif oleh Pusat Diseminasi dan Kemitraan. Produk litbang yang masih rendah level TKT nya



[ 103 ]



Gambar 8. Konsep hilirisasi litbang BATAN berdasarkan TKT



Berdasarkan gambar 8 diatas, dapat dijelaskan rumusan kebijakan hilirisasi hasil litbang BATAN berasal dari kebutuhan masyarakat dan peneliti melakukan litbang berdasarkan demand driver. Setelah produk litbang telah selesai fase skala laboratorium, maka unit kerja yang berperan berikutnya adalah PRFN untuk melakukan perekayasaan hasil litbang. Setelah produk litbang selesai dilakukan perekayasaan, maka produk tersebut siap untuk dicarikan mitra potensialnya oleh PDK.



KESIMPULAN Jumlah penelitian yang menyatakan TKT pada dokumen perencanaan cukup bervariasi, tahun 2015 hanya berjumlah 45 penelitian, tahun 2016 sejumlah 107 penelitian, tahun 2017 sejumlah 92 penelitian, tahun 2018



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



sejumlah 98 penelitian, dan tahun 2019 sejumlah 100 penelitian. Berdasarkan data TKT tahun 2015, penelitian BATAN paling banyak berada pada TKT 1 sampai dengan TKT 4. Sebaran TKT tahun 2016 masih didominasi oleh TKT 1 sampai dengan TKT 4. Sebaran TKT tahun 2017 didominasi oleh TKT 1 sampai dengan TKT 5, sedangkan sebaran TKT tahun 2018 telah bergeser dominasinya menjadi TKT 3 sampai dengan TKT 6. Pada akhir periode renstra 2019 sebaran TKT BATAN didominasi oleh TKT 3 sampai dengan TKT 7. Rumusan kebijakan hilirisasi hasil litbang BATAN berasal dari kebutuhan masyarakat dan peneliti melakukan litbang berdasarkan demand driver. Setelah produk litbang telah selesai fase skala laboratorium, maka unit kerja yang berperan berikutnya adalah PRFN untuk melakukan perekayasaan hasil litbang. Setelah produk litbang selesai dilakukan perekayasaan, maka produk tersebut siap untuk dicarikan mitra potensialnya oleh PDK. UCAPAN TERIMAKASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Biro Perencanaan Bapak Ir. Ferly Hermana, MM dan Kepala Bagian Perencanaan Program Bapak Muhammad Busthomi, S.Si yang telah memberikan masukan dan mengijinkan kami untuk melakukan kajian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. [2] M.C. Lee, T. Chang, W.T.C. Chien, “An Approach For Developing Concept of Inovation Readiness Levels,” International Journal of Managing Information Technology, Vol. 3, No. 2, May 2011 [3] G. S. Day, P. J. Schoemaker, R. Gunther, “Managing Emerging Technologies,” The Wharton School, John Wiley and Sons, Inc, 2000 [4] Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 42 Tahun



2016 tentang Tingkat Kesiapterapan Teknologi. [5] D. W. Engel, A.C. Dalton, K. Anderson, C. Sivaramakrishnan, C. Lansing, “Development of Technology Readiness Level (TRL) Metrics and Risk Measures”, Pacific Northwest National Laboratory for The United States Department of Energy under Contract DE-AC05-76RL01830, USA, 2012 [6] A. I. Hermanu, “Bahan Paparan Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapterapan Teknologi,” Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Jakarta, Maret 2017. [7] E. H. Conrow, “Estimating Technology Readines Level Coefficients,” Journal of Spacecraft and Rockets, Vol. 48. No. 1, January-February 2011. PP 146 – 152 [8] Indriantoro, Supomo, “Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen” Edisi Pertama: BPFE Yogyakarta,1999 [9] B. Sauser, D. Verma, J. Marquez, R. Gove, “From TRL to SRL: The Concept of Systems Readiness Levels”, In Proceedings of Conference on System Engineering Research, Los Angeles, CA, April 7-8, 2006 [10] H. M. Elmatsani, “Jurnal Rekayasa Elektrika,” Vol. 13 No. 3, Pengembangan Aplikasi Pengukuran TKT Online, Desember 2017 [11] HAIR et al., Essential of Marketing Research: the McGraw-Hill Companies, 2008



DISKUSI Pertanyaan (Pak Bagiyono – Pusdiklat) Mengapa pola TKT tidak seluruhnya naik seiring dengan bertambahnya tahun? Jawaban (Pemakalah) Data TKT merupakan data rencana kerja tahun N+1, perubahan penanggung jawab dan persepsi yang berbeda terkait tahapan TKT menyebabkan ketidakkonsistenan pengisian/input level TKT penelitiannya.



[ 104 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



STUDI KASUS: PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN NUKLIR DI BATAN Bagiyono Pusdiklat, Batan, Jakarta, Indonesia, [email protected] ABSTRAK STUDI KASUS: PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN NUKLIR DI BATAN. Pengetahuan nuklir merupakan aset penting bagi BATAN dan keberadaan BATAN sangat bergantung pada kemampuannya dalam menerapkan Manajemen Pengetahuan Nuklir (MPN). Penerapan MPN yang efektif akan memungkinkan kegiatan pemanfaatan teknologi nuklir berlangsung secara aman dan selamat. Untuk mengetahui kondisi terkini dari penerapan MPN di BATAN, telah dilakukan analisis terhadap kondisi SDM dan kegiatan penerapan MPN pada 18 unit kerja teknis di BATAN. Data yang digunakan untuk menganalisis kondisi SDM diambil dari pangkalan data kepegawaian SIM-SDM. Data tersebut dianalisis dengan metode analisis kuantitatif dan pendekatan kualitatif deskriptif sederhana untuk memperoleh gambaran kondisi SDM terkait dengan jumlah SDM dan sebaran SDM berdasarkan usia. Analisis kegiatan MPN dilakukan terhadap data yang dipresentasikan oleh para Kepala Unit kerja pada workshop NKM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap tahunnya SDM BATAN mengalami penurunan jumlah dengan laju penurunan sekitar 150 orang per tahun karena atrisi (pensiun, meninggal atau keluar). Berdasarkan identifikasi unit kritis berdasarkan usia pegawai yang akan memasuki usia pensiun dalam 10 tahun mendatang, dari 18 Unit kerja teknis yang dianalisis, teridentifikasi 3 masuk kategori superkritis, 14 kategori kritis , dan 1 kategori moderat. Dari hasil analisis program MPN teramati semua unit kerja telah melakukan pemetaan kompetensi dan identifikasi pengetahuan kritis. Dari pengetahuan kritis yang teridentifikasi, terdapat 132 pengetahuan kritis yang berpotensi hilang. Untuk mempertahankan pengetahuan kritis tersebut telah dilakukan berbagai upaya yang meliputi, antara lain: pelatihan berbasis kompetensi, berbagi pengetahuan, pengembangan portal MPN dan menumbuhkan budaya MPN. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa unit kerja teknis di BATAN telah menerapkan MPN dalam upayanya untuk mempertahankan pengetahuan kritis, akan tetapi kegiatan tersebut belum terstruktur dan belum terkoordinasi dengan baik. Untuk meningkatkan efektifitas penerapan MPN, koordinasi oleh penanggung jawab program MPN (BSDM) agar dapat dilakukan secepatnya. Katakunci: Manajemen Pengetahuan Nuklir, Pengetahuan Nuklir, Pengetahuan Kritis, Atrisi



ABSTRACT CASE STUDY: IMPLEMENTATION OF NUCLEAR KNOWLEDGE MANAGEMENT IN BATAN. Nuclear knowledge is an important asset for BATAN and the existence of BATAN depends on its ability in implementing Nuclear Knowledge Management (NKM). Effective implementation of NKM will enable the use of nuclear technology safety and safely. To find out the current condition of the implementation of NKM at BATAN, an analysis of the human resource conditions and the implementation of NKM activities in 18 technical work units at BATAN was carried out. The data used to analyze the human resource condition was taken from the Human Resource database. These data were analyzed by quantitative analysis methods and simple descriptive qualitative approaches to obtain an overview of human resource conditions related to the number of human resources and the distribution of human resources based on age. Analysis of NKM activities was carried out based on data presented by the Heads of respective Work Units at the NKM workshop. The results showed that year to year BATAN HR had decreased in number with a decrease of around 150 people per year due to attrition (retirement, death, or resign). Based on the identification of critical units based on age, employees who will enter retirement age in the next 10 years, from 18 technical work units analyzed, there are 3 works unit are categorized as supercritical, 14 works unit are critical, and 1 work unit is moderate. From the results of the NKM program analysis, it was observed that all work units have conducted competency mapping and identification of critical knowledge. From the critical knowledge identified, there are 132 potentially loss critical knowledge. To maintain the critical knowledge, various efforts have been carried out, including: competency-based training, knowledge sharing, development of the NKM portal and growing the culture of NKM. From the results of the analysis it can be concluded that the all technical work units at BATAN have implemented NKM in its efforts to maintain critical knowledge, but the activities have not been structured and have not been coordinated. To improve the



[ 105 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



effectiveness of the implementation of NKM, coordination by the unit in charge of the NKM program (BSDMO) should be done as soon as possible. Keywords: Nuclear Knowledge Management, Nuclear Knowledge, Critical Knowledge, Attrition



PENDAHULUAN Pengetahuan merupakan sumber daya sangat penting yang sangat menentukan kinerja suatu organisasi. Oleh karena itu, perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik dalam konteks peningkatan kinerja organisasi. Agar suatu organisasi tetap hidup, maka organisasi tersebut harus mampu mengoptimalkan pengetahuan yang dimiliki SDMnya. Untuk itu diperlukan suatu cara yang dapat mengintegrasikan pengetahuan dalam kerangka pengembangan SDM dalam organisasi, yaitu dengan menggunakan manajemen pengetahuan. Pengetahuan Nuklir Pengetahuan nuklir didefinisikan sebagai semua hal yang berkaitan dengan informasi teknis (yang terdokumentasi pada semua media), kemampuan dan keahlian di bidang nuklir yang dimiliki seseorang, yang meliputi, tetapi tidak terbatas, hal sebagai berikut: (1) Fasilitas nuklir, (2) Kegiatan penggunaan sumber radiasi pengion, (3) Pengelolaan limbah radioaktif, (4)Kegiatan proteksi radiasi, (5) Kegiatan lain atau keadaan di mana orang dapat terkena radiasi dari radioaktifitas alami atau sumber buatan, (6) Kegiatan regulasi fasilitas nuklir [1,2]. Pengetahuan nuklir harus dikembangkan dan dipertahankan selama jangka waktu yang lama agar suatu organisasi nuklir dapat terus beroperasi. Dengan kata lain, pengetahuan nuklir harus dikembangkan, dibagi dan ditransfer antar generasi. Manajemen Pengetahuan Nuklir Manajemen Pengetahuan Nuklir (Nuclear Knowledge Management, NKM), yang disingkat MPN, didefinisikan sebagai pendekatan sistematis dan terintegrasi yang diterapkan dalam semua tahapan siklus



pengetahuan nuklir, mulai dari penciptaan, pengumpulan, pengorganisasian, berbagi, penyebarluasan, pemanfaatan, pelestarian sampai dengan pewarisan pengetahuan nuklir untukmencapai tujuan tertentu [3]. Manajemen Pengetahuan Nuklir merupakan faktor kunci dalam upaya mengkondisikan agar seluruh rangkaian kegiatan kenukliran berlangsung secara aman, selamat, dan bermanfaat. Hal ini meliputi pengoperasian yang aman dari fasilitas nuklir dan penerapan yang efektif dan efisien dari pengetahuan yang dimiliki untuk proses desain dan pembangunan fasilitas nuklir baru, pemanfatan teknologi nuklir untuk berbagai kemanfaatan, serta pengembangan teknologi baru yang inovatif. Sebagai suatu aset penting dan bernilai strategis, pengetahuan nuklir harus selalu diciptakan, dikembangkan, dibagi ke para pihak yang berkepentingan, dan dipertahankan keberadaannya dengan suatu sistem pengelolaan yang berkualitas Pertimbangan perlunya dilakukan MPN antara lain karena pengetahuan nuklir melibatkan berbagai macam interaksi pengetahuan di bidang fisika, kimia dan teknik; memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi untuk mendapatkannya, serta yang paling penting adalah karena pengetahuan nuklir mempunyai risiko keselamatan [1] Pada awalnya MPN dilakukan di suatu organisasi nuklir karena keterpaksaan, yaitu pada saat sebagian besar sumber daya manusia (SDM) pada organisasi nuklir di berbagai negara mencapai usia pensiun, yang terjadi pada akhir tahun 1980 an. Saat itu metode dan alat bantu MPN yang diperlukan untuk mentransfer pengetahuan nuklir dari generasi yang telah berumur tersebut ke generasi penerusnya mulai serius dipikirkan. Dalam perkembangannya, penerapan MPN bukan karena keterpaksaan, akan tetapi dikarenakan faktor kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan organisasi nuklir tidak hanya harus mampu menjaga pengetahuan nuklir yang dimilikinya, akan tetapi juga harus menciptakan pengetahuan nuklir baru, sehingga organisasi



[ 106 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



tersebut mampu meningkatkan kinerjanya dan mempunyai keunggulan kompetitif. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013, tugas pokok BATAN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan hanya diarahkan untuk tujuan damai dan sebesarbesarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, BATAN harus memelihara pengetahuan nuklir agar tetap ada di dalam BATAN. Untuk keperluan tersebut, penerapan Manajemen Pengetahuan Nuklir (MPN) di BATAN menjadi suatu kebutuhan yang harus diprioritaskan. Tantangan utama dari penerapan MPN di organisasi nuklir adalah adanya atrisi SDM yaitu berkurangnya jumlah SDM akibat mengundurkan diri, sakit, meninggal, pensiun, atau pindah tugas/jabatan. BATAN, yang berdiri pada tahun 1958, juga mengalami masalah atrisi dalam mengelola pengetahuan nuklir yang ada. Selain masalah atrisi, tantangan lainnya yang dihadapi BATAN adalah adanya penuaan SDM, Brain Drain (hilangnya pengetahuan nuklir akibat persobel diangkat pada jabatan manajemen) dan kesenjangan pengetahuan antara SDM yunior dan senior. Tulisan ini membahas mengenai penerapan MPN di BATAN, yang merupakan usaha BATAN unutk mempertahankan dan mewariskan pengetahuan nuklir yang dimiliki SDMnya agar pengetahuan nuklir tersebut dapat selalu berada di BATAN. Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kegiatan penerpan MPN yang telah dilakukan oleh 18 unit kerja teknis di lingkungan BATAN.



SumberDaya Manusia dan Organisasi (BSDMO) BATAN Untuk mengetahui kondisi terkini dari penerapan MPN di BATAN, tahap pertama adalah analisis terhadap kondisi SDM di BATAN secara keseluruhan dan pada masing unit kerja, menggunakan data sekunder yang berasal dari pangkalan data kepegawaian SIMSDM milik BSDMO. Data tersebut dianalisis dengan metode analisis kuantitatif dan pendekatan kualitatif deskriptif sederhana untuk memperoleh gambaran kondisi SDM terkait dengan jumlah SDM dan sebaran SDM berdasarkan usia. Analisis kegiatan penerapan MPN dilakukan terhadap data yang dipresentasikan oleh para Pimpinan unit kerja pada workshop NKM dan portal milik unit kerja terkait. Analisis dilakukan menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif sederhana. Presentasi kegiatan unit kerja yang dijadikan acuan adalah presentasi dari unit kerja pada Workshop NKM Batan pada tahun 2017 dan presentasi pada workshop IAEA Knowledge Management Assist Visit pada 25-28 Juni 2018. .hasil dan pembahasan Kondisi SDM Berdasarkan data kepegawaian per 30 Juni 2018, BATAN mempunyai 2451 orang pegawai. Secara garis besar komposisi SDM BATAN berdasarkan tingkat usia ditunjukkan pada gambar 1



METODE Obyek dari studi kasus ini adalah penerapan MPN di 18 unit kerja teknis di BATAN. Data yang digunakan adalah data primer, yang diperoleh langsung dari responden (tim MPN unit kerja) dengan metode partisipasi pada workshop, dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen presentasi dan portal milik unit kerja serta data dari pangkalan data SDM milik Biro



[ 107 ]



Gambar. 1.



Komposisi SDM berdasarkan usia



Sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, BATAN tidak mendapat pegawai baru karena kebijakan moratorium dari Pemerintah. Setiap tahunnya SDM BATAN berkurang



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



sekitar 150 orang karena memasuki masa pensiun. Tren penurunan jumlah SDM sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2017 ditunjukkan pada gambar 2



Dari kondisi SDM saat ini, BATAN akan melakukan perancaan ulang anlisis jabatan dan analisis beban kerja yang kemudian digunakan dalam penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dan kebutuhan yang rinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan. Untuk mempertahankan kompetensi inti BATAN karena banyaknya pejabat fungsional pensiun, maka jabatan yang diprioritaskan adalah Peneliti dan Pranata Nuklir. Komitmen dan Dukungan Managemen



Gambar. 2.



Tren penurunan jumlah SDM BATAN



Berdasarkan identifikasi persentase jumlah SDM yang akan mencapai usia pensiun dalam 10 tahun mendatang, unit kerja yang dianalisis dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: Aman < 30%, Moderat 30% – 40%, Kritis 40% - 70% dan Super Kritis > 70%. Pada gambar 3 ditunjukkan sebaran unit kerja berdasarkan kategori usia kritis.



Gambar. 3.



Sebaran unit kerja berdasarkan kategori usia kritis



Unit kerja yang usia pegawainya sudah masuk kategori super kritis adalah PSTA, PTBGN dan Pusdiklat dimana > 70% SDM akan memasuki masa pensiun dalam waktu 10 tahun mendatang. Sedangkan 14 Unit Kerja yang terdiri dari PSTBM, PSTNT, PAIR, PTKMR, PTBBN, PTKRN, PKSEN, PTLR, PRFN, PTRR, PRSG, PDK, PPIKSN, dan STTN berada dalam kategori kritis karena hampir 40%-70% SDM akan memasuki masa pensiun dan PSMN masuk kategori moderat karena 37% akan memasuki masa pensiun



BATAN menyadari pentingnya mencegah hilangnya pengetahuan nuklir, unutk itu manajemen puncak BATAN telah berkomitmen untuk menerapkan MPN, yang ditandai dengan ditandatanganinya Kebijakan Penerapan Manajemen Pengetahuan Nuklir di Badan Tenaga Nuklir Nasional oleh Kepala BATAN pada Workshop dan Launching Nuclear Knowledge Management di Aula Gedung Gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN, Pasar Jumat, pada 5 April 2018. Kebijakan tersebut menegaskan bahwa BATAN berkomitmen menerapkan MPN secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dan menyatakan MPN merupakan hal penting dan wajib diterapkan pada seluruh kegiatan penelitian, pengembangan, perekayasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta proses administrasi dan layanan terkait di seluruh unit kerja. Pada workshop tersebut Manajemen BATAN menyatkaan akan berkomitmen melaksanakan MPN melalui partisipasi aktif seluruh pimpinan tinggi; alokasi sumber daya terkait; penggunaan teknologi informasi untuk mendukung proses manajemen pengetahuan nuklir; pengembangan budaya berbagi pengetahuan sebagai bagian dari kinerja individu dan organisasi; serta Insiatif dan partisipasi aktif seluruh unit kerja dengan melibatkan seluruh SDM Manajemen BATAN menyatakan bahwa Penerapan MPN di BATAN ditujukan untuk:  Mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan SDM BATAN di bidang nuklir;



[ 108 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176







Membuat pengetahuan dan know-how di bidang nuklir menjadi terlihat dan dapat dipertukarkan untuk dapat digunakan bersama-sama;  Mengembangkan SDM di bidang nuklir yang berkualitas;  Menjamin public acceptance yang lebih baik terhadap penerapan teknologi nuklir;  Mempromosikan penerapan teknologi nuklir;  Membangkitkan minat generasi muda terhadap pengetahuan nuklir;  Mewariskan pengetahuan dan know-how di bidang nuklir ke generasi berikutnya;  Menutup kesenjangan pengetahuan antar SDM di BATAN, terutama antar generasi yang menjelang pensiun dengan generasi penerusnya,  Meningkatkan kemampuan dalam asset intelektual, pengetahuan dan pengalaman yang ada di BATAN.  Meningkatkan konektivitas jaringan SDM BATAN dengan para pemangku kepentingan MPN.  Menjadikan BATAN sebagai organisasi pembelajar yang berbasis pengetahuan dan teknologi nuklir yang tangguh dan unggul Penerapan MPN diharapkan akan memberi manfaat:  Menghemat waktu, peralatan, dan biaya. Dengan adanya sumber pengetahuan nuklir yang terstruktur dengan baik, BATAN akan mudah untuk menggunakan pengetahuan tsb untuk melakukan kegiatan litbangyasa lain, sehingga BATAN akan dapat menghemat waktu, peralatan, dan biaya  Peningkatan aset pengetahuan nuklir. Sumber pengetahuan nuklir yang terstruktur dengan baik akan memberikan kemudahan kepada setiap pegawai untuk menggunakannya, sehingga proses pemanfaatan pengetahuan nuklir di BATAN akan meningkat, yang pada akhirnya akan menghasilkan kreativitas dan inovasi yang lebih luas  Kemampuan beradaptasi. BATAN akan dapat dengan mudah beradaptasi dengan tuntutan yang berubah sesuai amanat pemerintah.  Peningkatan produktifitas. Adanya pengetahuan nuklir baru dari hasil kreativitas dan inovasi dapat digunakan



[ 109 ]



untuk meningkatkan proses atau produk yang baru, sehingga produktivitas BATAN akan meningkat Identifikasi Pengetahuan kritis Dari presentasi para pimpinan unit kerja, terungkap bahwa semua unit kerja telah melakukan pemetaan pengetahuan semua SDMnya. Kompetensi SDM diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan kompetensi bidang, kelompok dan spesialisasinya dengan mengacu pada 6 kompetensi BATAN, yaitu: (1) Isotop dan Radiasi, (2) Daur Bahan Bakar Nuklir dan Bahan Maju, (3) Rekayasa Perangkat dan Fasilitas Nuklir, (4)Reaktor Nuklir, (5) Keselamatan dan Keamanan Nuklir, (6) Manajemen. Para pimpinan unit kerja teknis terkait juga telah melakukan identifikasi dan pemetaan pengetahuan kritis yang diperlukan untuk menjaga kinerja unit kerja masingmasing. Dari 18 Unit kerja teknis yang dianalisis tercatat 132 pengetahuan kritis yang harus dipertahankan agar unit kerja mampu menjaga keberlangsungan pelaksanan tugasnya. Langkah berikutnya setelah identifikasi pengetahuan kritis adalah analisis pengetahuan kritis yang berpotensi hilang. Dari 18 Unit kerja teknis, baru 2 unit kerja (Pusdiklat dan PTBBN) yang telah selesai melakukan analisis pengetahuan kritis yang berpotensi hilang. Karena keberhasilan MPN salah satunya ditentukan oleh keberhasilan dalam identifikasi pengetahuan kritis yang berpotensi hilang [4,5], maka unit kerja yang belum menyelesaikan analisis tersebut diharapkan dapat menyelesaikannya secepatnya. Dokumentasi Pengetahuan BATAN telah mendirikan sebuah organisasi pendukung Teknologi InformasiI (TI) dengan menunjuk sebuah unit kerja (Pusat Pendayagunaan Informatika dan Kawasan Strategis Nuklir, PPIKSN)) untuk mengembangkan dukungan dan alat TI yang sesuai seperti manajemen konten/dokumen, database pengetahuan, portal, dan sistem elearning. PPIKSN telah memasang portal NKM berbasis web yang berisi antara lain: direktori ahli, daftar pakar dan bidang keahlian



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



mereka; dokumentasi repositori, untuk makalah yang ditulis oleh para ahli, dikategorikan berdasarkan topik. Portal yang terkait dokumentasi pengetahuan yang telah dikembangkan antara lain:  BATAN Digital Library (http://digilib.batan.go.id/)  BATAN E-Repository (http://reponkm.batan.go.id/)  BATAN e-Journal (http://jurnal.batan.go.id/)  Pusdiklat Learning Management System (http://layanan.batan.go.id/elearning/moodl e/) Penangkapan Pengetahuan Kritis Manajemen puncak dan menengah BATAN telah berkomunikasi tentang pentingnya identifikasi pengetahuan kritis dan SDM yang memilikinya. Selanjutnya, masingmasing unit kerja tealh melaporkan upaya yang telah dilakukan untuk menangkap pengetahuan kritis. Upaya yang telah dilakukan antara lain:  Exit interview, yaitu wawancara yang dilakukan untuk menangkap pengetahuan tacit dari personel yang akan menjalani atrisi.  Video capture, yaitu pembuatan video untuk mendokumentasikan pengetahuan tacit yang sedang diperagakan oleh pemilik pengetahuan.  Coaching mentoring, yaitu kegiatan mentransfer pengetahuan tacit dengan cara pemilik pengetahuan mengajak orang lain untuk mengamati dan mengikuti apa yang dilakukannya serta memberikan petunjuk dan arahan bagaimana melakukan suatu pekerjaan.  Story telling, yaitu penyampaian suatu pengetahuan dengan cara menceritakan secara lisan teknik, strategi dan pengalaman dalam melakukan suatu pekerjaan  Knowledge Publication, yaitu pembuatan buku ilmiah di bidnag nuklir oleh pemilik pengetahuan bekerja sama denagn BATAN Press. Kegiatan ini ditindaklanjuti dengan sosialisasi pengetahuan dalam bentuk kegiatan bedah buku



Pelatihan berbasis kompetensi Kegiatan pelatihan berbasis kompetensi yang ditujukan untuk mengembangkan kompetensi SDM di BATAN dilakukan melalui antara lain: Pelatihan teknis berbasis nuklir, Pelatihan fungsional kenukliran, Onthe-Job/pelatihan magang, Coaching mentoring, Pelatihan Kepemimpinan, dan Pelatihan perilaku. Program pelatihan ditujukan untuk menjaga pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masing-masing unit kerja di BATAN. Tujuan dari program ini adalah untuk mentransfer pengetahuan dari para ahli yang bertindak sebagai pelatih kepada pegawai lainnya. Program pelatihan menekankan peningkatan kompetensi keras. Coaching/mentoring adalah pelatihan untuk mengoptimalkan potensi seseorang dengan memberikan pengetahuan, dukungan, dan bimbingan, selain memberikan kepercayaan serta kesempatan yang cukup sehingga pegawai menyadari potensi mereka. Dalam rangka perbaikan terus menerus, Pusdiklat telah menyiapkan Sistem Manajemen Pembelajaran (Learning Management System, LMS) berbasis modul untuk pembelajaran e-learning berbasis teknologi informasi. Uji coba e-learning juga telah dilakukan untuk beberapa kegiatan pelatihan. Selain itu, Pusdiklat juga telah menyiapkan modul e-learning untuk beberapa kegiatan pelatihan, meningkatkan sistem informasi pelatihan (SILAT) untuk pendaftaran online dan evaluasi pelatihan, serta pemanfaatan Blended Learning Model sebagai mode pembelajaran. Berbagi Pengetahuan Berbagi pengetahuan (knowledge Sharing) merupakan salah satu metode untuk memberikan kesempatan seorang pegawai untuk berbagi pengetahuan dimilikinya kepada lainnya. Dari semuaunit kerja teknis yang dianalisis, terungkap bahwa semua uni tkerja sudah melakukan kegiatan berbagi pengetahuan. Beberapa unit (antara lain Pusdiklat, PTBBN) bahkan menjadwalkan secara rutin kegiatan berbagi pengetahuan tersebut. Untuk pegawai yang menyelesaiakan tugas belajar atau Pelatihan, semua unit kerja



[ 110 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



mewajibkan pegawai tersebut untuk melakukan berbagi pengetahuan terkait pengetahuan yang telah diperolehnya. Percepatan Pembelajaran Pegawai Yunior Untuk memepercepat transfer pengetahuan dan ketrampilan dari pegawai senior ke yunior, sebagian besar unit kerja memberi kesempatan pegawai yunior untuk terlibat secara intensif pada kegitan yang berkaita dengan kompetensinya sedini mungkin. Pegawai senior di masing masing bidang diberikan tanggungjawab untuk membina dan mempromosikan pegawai yunior di bidangnya masing masing. Pengembangan Portal NKM BATAN telah menunjuk PPIKSN unutk menyediakan dan mengembangkan fasilitas untuk penyebaran/berbagi pengetahuan seperti teknologi portal internet dan intranet, forum diskusi elektronik, sistem catalog elektronik, dan sistem pencarian dan temu kembali (retrieval) pengetahuan serta video conference di BATAN. PPIKSN mengunggah dokumen pengetahuan hasil pendidikan, pelatihan, penelitian, pengembangan, perekayasaan, dan penerapan iptek nuklir di BATAN ke dalam website Manajemen Pengetahuan Nuklir BATAN, menyediakan dan mengatur hak akses untuk menggunakan pengetahuan dan menjaga kerahasiaannya. Unit Kerja berperan menyediakan sarana berbagi pengetahuan dan mendokumentasikan kegiatan berbagi pengetahuan di unit kerja masing-masing. Web NKM BATAN yang dikelola secara terpusat (http://223.25.97.95/nkm/) digunakan untuk menyimpan tulisan, artikel, modul, atau video untuk melakukan knowledge sharing. Selain portal NKM BATAN yang kelola secara terpusat oleh PPIKSN, ada juga portal NKM yang dikembangkan oleh salah satu unit kerja, yaitu PRSG. Portal tersebut mendokumentasikan semua kegiatan penerapan MPN yang dilakukan di PRSG. Community of Practice (CoP) Sebagian besar unit kerja sudah membentuk CoP sebagai bagian dari



[ 111 ]



pengelolaan pegnetahuan. CoP adalah kelompok/jejaring para praktisi pada bidang keilmuan tertentu yang saling menolong memperbaiki pekerjaanya dengan berbagi pengetahuan lewat suatu interaksi yang dilakukan secara rutin. Para praktisi ini menemukan isu atau permasalahan dan mencari pemecahannya lewat pandangan dari dalam kelompok itu sendiri. Pembentukan CoP dirasakan sangat bermanfaat karena dapat menambah realsi dan meningkatkan kerjsa sama antar pegawai, mempercepat proses belajar yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan kinerja individu dan unit kerja. Contoh CoP yang telah dibentu antaral lain: CoP NKM (BSDMO), CoP Budaya keselamatan (PTKRN), CoP Reaktor Daya Eksperimental (PTKRN), CoP SDM PLTN (Pusdiklat) Hambatan dalam Penerapan MPN Hambatan utama dalam penerapan MPN adalah adanya keengganan pegawai untuk berbagi pengetahuan. Ada sebagaian pegawai yang merasa bahwa unutk mendapatkan pengetahuan, telah banyak usaha yang dilakukan, sehingga pada sat diminta untuk membaginya ke orang lain tinbul keengganan. Di sisi lain, ada juga pegawai yang merasa bahwa jika pengetahuannya dibagai, maka dirinya akanmerasa terancam posisi karena aka nada saingan baru. Untuk mengatasi hambatan ini perlu diadakan pendekatan dan diberikan pengertian kepada SDM yang bersangkutan akan pentingnya MPN. Perlu dipertimbangkan penghargaan unutk SDM yang bersedia berbagi pengatahuan,s ehingga akan mendorong para pelaku untuk terus memberikan atau membagikan pengetahuan yang mereka miliki. KESIMPULAN Dari studi kasus yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa tantangan utama yang dihadapi BATAN adalah berkurangnya jumlah SDM karena Atrisi dan moratorium, oleh sebab itu perlu dilakukan perencanaan ulang analisis jabatan dan beban kerja. Dari 18 buah unit kerja terdapat 3 unit kerja dalam kondisi super kritis, karena dalam



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



10 tahun mendatang lebih dari 70% SDM nya akan mencapai usia pensiun. Oleh karena itu perlu direncanakan perekrutan SDM baru untuk unit kerja tersebut. Agar BATAN mampu mempertahankan kinerja, meningkatkan aset pengetahuan, mempunyai kemampuan adaptasi dan meningkatkan produktifitas, BATAN harus menjaga agar pengetahuan nuklir, yang terdiri dari pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman, tetap dimiliki oleh SDM BATAN dan diwariskan dari generasi ke generasi. Untuk itu, penerapan MPN secara sistematis dan terstruktur meruapakan suatu keharusan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa telah banyak kegiatan yang dilakukan unit kerja teknis di BATAN yang berkaitan dengan penerapan MPN, hanya saja belum ada koordinasi kegiatan yang dilakukan oleh BSDMO sebagai unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan MPN. Agar penerapan MPN lebih efektif maka sebaiknya semua kegitan yang berkaitan dengan MPN dilakukan koordinasi oleh BSDMO.



DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA, The Nuclear Power Industry’s Ageing Workforce: Transfer Of Knowledge To The Next Generation, IAEA-TECDOC1399, IAEA, Vienna, 2004 2. IAEA, Knowledge Management for Nuclear Industry Operating Organizations", IAEA-TECDOC-1510, IAEA , Vienna, 2006. 3. YANEV, Y, “Nuclear Knowledge Management: Role of the IAEA” in Proc. of Managing Nuclear Knowledge, IAEA, Vienna 2005. 4. IAEA, Knowledge Loss Risk Management in Nuclear Organizations, STI/PUB/1734, IAEA, Vienna, 2017 . 5. IAEA, Risk Management of Knowledge Loss in Nuclear Industry Organizations, STI/PUB/1248, IAEA, Vienna 2006.



[ 112 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PEMETAAN PENGETAHUAN BIDANG NUKLIR MELALUI KARYA TULIS ILMIAH PENELITI BATAN YANG TERINDEKS DI SCOPUS Noeraida, Iis Sustini PPIKSN-BATAN, Serpong, Tangerang Selatan, [email protected] ABSTRAK PEMETAAN PENGETAHUAN BIDANG NUKLIR MELALUI KARYA TULIS ILMIAH PENELITI BATAN YANG TERINDEKS DI SCOPUS. Pengetahuan bidang nuklir menarik untuk dianalisis untuk mengetahui kesesuaian antara publikasi ilmiah yang dihasilkan peneliti dengan sasaran kinerja BATAN. Tujuan kajian adalah mengetahui jumlah artikel peneliti, kolaborasi, trend penelitian dan kesesuaian peta pengetahuan nuklir dengan kompetensi BATAN. Pemetaan dilakukan dengan mengambil data artikel dari Scopus tahun 2009-2018 sebagai populasi, kemudian ditabulasi sesuai dengan tujuan penelitian dan divisualisasikan menggunakan aplikasi bibliometrik VOSviewer. Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 481 judul artikel, diterbitkan di jurnal 46,5%, prosiding 51,04% dan 2,46% dokumen lainnya. Artikel peneliti sebagai author 201 judul, co-author 251 judul, dan 29 judul oleh pranata nuklir, dosen dan lainnya. Tiga peneliti paling produktif adalah Adi WA dari PSTBM 31, Putra, EGR dari STTN (PSTBM) 17, Sunaryo, GR dari PTKRN dan Kartini, E. dari PSTBM masing-masing 14 judul. Tiga peneliti paling banyak menjadi author adalah Purba, JH. dari PTKRN 9, Kartini, E. dan Putra EGR dari PSTBM (STTN) masingmasing 7, dan Suseno H. dari PTKMR 6 judul. Kolaborasi peneliti paling banyak dengan luar negeri adalah dengan Jepang, Malaysia dan Australia, dengan dalam negeri adalah UI, ITB dan UGM. Tiga peneliti yang paling banyak berkolaborasi adalah Adi WA dari PSTBM, Putra, EGR dari STTN (PSTBM) dan Kartini, E. dari PSTBM. Berdasarkan pemetaan bibliometrik diperoleh sepuluh trend penelitian terbanyak yaitu x-ray diffraction, scanning electron microscopy, nuclear power plants, control, crystal structure, nanoparticles, nuclear fuels, spectroscopy, synthesis (characterization), particle size, dan radioisotopes. Terdapat kesesuaian antara peta pengetahuan nuklir dengan sasaran renstra dan kompetensi. Kata kunci: pemetaan pengetahuan, bibliometrik, VOSviewer, scopus, taksonomi



ABSTRACT NUCLEAR KNOWLEDGE MAPPING BASED ON SCIENTIFIC ARTICLES PUBLISHED IN SCOPUS BY BATAN RESEARCHER. Knowledge of the nuclear field is interesting to be analyzed to determine the suitability between scientific publications written by researchers with BATAN's performance goals. The purpose of this study is to know researchers' articles, collaboration, research trends and suitability between knowledge maps and BATAN competency specializations. Knowledge mapping is done by taking article data from Scopus in 2009-2018 as a population, then tabulated according to the research objectives, finally visualized using the VOSviewer bibliometric application. The results obtained were as many as 481 titles of articles published in journals, 46.5% proceedings 51.04% and other publications 2.46%. The number of researcher article as author was 201 titles, as co-author 251 titles, and 29 titles by ‘pranata” nuclear, lecturers and others. The three most productive researchers were Adi WA from PSTBM 31 titles, Putra, EGR from STTN (PSTBM) 17, Sunaryo, GR from PTKRN and Kartini, E. from PSTBM each with 14 titles. The three most researchers as authors are Purba, JH from PTKRN 9 titles, Kartini, E. from PSTBM and Putra EGR from PSTBM (STTN) each with 7 titles and Suseno H. from PTKMR 6 titles. Researchers and foreign collaborators are mostly with Japan, Malaysia and Australia, while domestically with UI, ITB and UGM. The three researchers who collaborated most and collaborated were Adi WA from PSTBM, Putra, EGR from STTN (PSTBM) and Kartini, E. from PSTBM. Based on bibliometric mapping, top the ten researcher trends are x-ray diffraction, scanning electron microscopy, nuclear power plant, control, crystal structure, Nanoparticle, nuclear fuels, spectroscopy, synthesis (characterization), particle size, and radioisotopes. There is a match between the nuclear knowledge map with the strategic plan and taxonomic or competency. Keywords: knowledge mapping, bibliometrics, VOSviewer, scopus, taxonomy



[ 113 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENDAHULUAN Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah Lembaga Pemerintah NonKementrian (LPNK) yang mempunyai tugas pokok sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan Pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Indonesia hanya diarahkan untuk tujuan damai dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia1. Visi, misi dan tujuan BATAN dituangkan dalam renstra atau rencana strategis, dilaksanakan oleh para peneliti dan menghasilkan pengetahuan bidang nuklir. Hasil penelitian dapat ditelusur melalui karya tulis ilmiah (artikel) yang telah dipublikasikan pada jurnal atau prosiding nasional maupun internasional. Visi dalam Renstra tahun 2015-2019 adalah BATAN ‘Unggul di tingkat regional, berperan dalam percepatan kesejahteraan menuju kemandirian bangsa’2. Untuk mencapai unggul di tingkat regional, hasil penelitian dari para peneliti harus dapat dipublikasikan pada jurnal internasional dan terindeks di lembaga pengindeks yang bereputasi internasional, sehingga dapat terdiseminasikan dan disitasi dalam lingkup internasional. Sasaran BATAN adalahmeningkatkan kualitas sumber daya iptek nuklir, dan salah satunya adalah jumlah publikasi ilmiah baik nasional maupun internasional hasil litbangyasa energi, isotop dan rekayasa yang dapat diacu oleh masyarakat ilmiah. Pada tahun 2010 sampai dengan 2014 diperoleh capaian jumlah artikel yang sangat signifikan yaitu sebanyak 718 judul artikel dari target awal 278 judul yang dipublikasikan dalam jurnal dan prosiding nasional maupun internasional3. Publikasi ilmiah yang dimaksud dalam kajian ini adalah artikel para peneliti yang terbit dalam majalah ilmiah internasional yang terindeks dalam lembaga pengindeks bereputasi tinggi seperti Scopus atau Thomson Reuters4. Hal ini sesuai dengan adanya Peraturan Kepala LIPI Nomor 04/E/2009 tentang standar kompetensi jabatan fungsional peneliti5, dan dikuatkan dengan Peraturan



Kepala LIPI Nomor 5782/K/HK/XII/2012 tentang hasil kerja minimal standard kompetensi untuk jabatan fungsional peneliti6. Dalam peraturan tersebut dijelaskan diwajibkannya bagi peneliti madya dan peneliti utama (sebagai penulis utama) untuk mempublikasikan hasil penelitiannya pada buku, prosiding atau jurnal internasional bereputasi. Jumlah peneliti BATAN saat ini adalah 303 orang yang terdiri dari 39 peneliti pertama, 90 peneliti muda, 106 peneliti madya dan 68 peneliti utama7. Bila mengacu pada peraturan kepala LIPI tentang hasil kerja minimal peneliti6, maka dalam setahun minimal sekitar 100 judul artikel yang dihasilkan peneliti utama dan peneliti madya yang akan menjadi tambahan pengetahuan bidang nuklir di BATAN. Pengelompokkan pengetahuan bidang nuklir dalam taksonomi BATAN telah ditetapkan melalui Keputusan Kepala BATAN Nomor: 123/KA/III/2018 tentang kompetensi BATAN8. Pengetahuan dikelompokkan dalam kompetensi khusus yang terdiri dari 5 (lima) bidang, 19 kelompok dan 69 spesialisasi pengetahuan, dan kompetensi umum terdiri 1 (satu) bidang, 9 kelompok dan 31 spesialisasi pengetahuan yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Idealnya sasaran pada renstra harus disesuaikan dengan taksonomi atau kompetensi BATAN, sehingga penelitian yang akan dilakukan secara otomatis akan menyesuaikan. Bila mengacu pada kompetensi yang ada, maka dapat dilakukan evaluasi pengetahuan bidang nuklir mana saja yang belum dilakukan agar dapat menghasilkan penelitian dan inovasi-inovasi baru di BATAN. Oleh karena itu pemetaan pengetahuan bidang nuklir menjadi hal yang menarik untuk dianalisis untuk mengetahui pemetaan pengetahuan yang sudah dilakukan dan kesesuaian atau keselarasan antara publikasi ilmiah yang dihasilkan peneliti. Selain itu dapat menjadi bahan evaluasi bagi pembuat kebijakan. Untuk melakukan evaluasi hasil penelitian ilmiah dapat dilakukan 9 menggunakan indikator bibliometrik . Menurut Gauthier dalam Pattah10 bibliometrika memiliki tiga fungsi yaitu (1) fungsi deskripsi merupakan sarana untuk menyediakan sejumlah kegiatan penerbitan pada tingkat negara, propinsi, kota ataupun lembaga sebagai



[ 114 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



analisis produktivitas koparatif, (2) fungsi evaluasi digunakan untuk menilai kinerja unit penelitian, dan (3) sebagai bagian dari prosedur standar untuk mengevaluasi dan memonitor ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih luas lagi indikator bibliometrik dapat digunakan untuk mengkaji interaksi antara ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan pemetaan bidang ilmu serta dapat menelusuri perkembangan pengetahuan baru dalam bidang tertentu. Sehingga dapat menjadi indikator di masa depan dalam membuat rencana strategis yang lebih kompetitif. Eck (2011) memberikan 6 (enam) langkah yang dapat dilakukan dalam proses pemetaan pengetahuan yaitu (1) melakukan seleksi terhadap obyek yang diminati, (2) melakukan perhitungan terhadap obyek yang saling berhubungan, (3) melakukan normalisasi dari nilai-nilai yang berhubungan, (4) merancang peta, (5) menyajikan peta dan (6) melakukan evaluasi terhadap peta11. Leydesdorff dan Rafols (2012) dalam Tupan12 lebih lanjut menjelaskan bahwa hasil analisis bibliometrik dapat divisualisasikan menggunakan beberapa aplikasi program seperti Bibexcel, Pajek, Gephi dan VOSviewer yang tersedia secara gratis dan dapat diunduh dari internet. Aplikasi bibliometrik dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: (1) perhitungan bibliometrik (kinerja) indikator pada tingkat perilaku yang berbeda yang terdiri dari deskriptif bibliometrik dan bibliometrik evaluatif; dan (2) analisis serta visualisasi jaringan bibliometrik (Van Leeuwen dalam Nicolai, 2010). Bibliometrik evaluatif adalah alat untuk menilai kinerja penelitian unit dengan menggunakan bootom-up yaitu dengan mengumpulkan semua publikasi yang relevan dengan unit masing-masing13. Dalam kajian ini menggunakan aplikasi bibliometrik VOSviewer yang di unduhdan diinstal dari situs resminya yaitu pada alamat http://www.vosviewer.com14. Aplikasi ini dapat menampilkan peta publikasi dengan berbagai cara dan fungsi yang lebih terperinci, dapat menyajikan dan mempresentasikan informasi khusus tentang peta grafis bibliometrik9. Melalui VOSviewer dapat ditampilkan peta bibliometrik besar dengan cara yang mudah untuk menafsirkan sebuah hubungan15. Selain itu, juga dapat memvisualisasikan serta mengeksplor peta pengetahuan



[ 115 ]



melalui basis data yang diperoleh dari Web of science, Scopus, PubMed, RIS, CrossrefJSON dan CrossresAPI. Basis data online yang digunakan dalam kajian ini adalah basis data artikel ilmiah peneliti BATAN yang terindeks di Scopus. Scopus merupakan database pengindeks internasional bereputasi tinggi yang berisi kumpulan ringkasan literatur terbesar di dunia, dengan citation (kutipan) yang menyediakan bibliografi artikel dan lebih dari 22.000 abstrak berkualitas dari literatur-literatur ilmiah dan penelitian yang telah di-review (peer-reviewed) dan diterbitkan oleh lebih dari 5.000 penerbit di seluruh dunia serta mencakup berbagai bidang pengetahuan16. Dengan kemampuan bibliometrik Scopus mampu membantu para peneliti secara efektif untuk melakukan tracking, menganalisa dan memvisualisasikan sebuah penelitian. Keunggulan Scopus lainnya adalah dapat menampilkan sistem hubungan antar artikel dan publikasi serta kolaborasi antarpenulis. Kolaborasi artinya bekerjasama antara lebih dari satu orang dari satu instusi lain dalam sebuah kegiatan penelitian atau pendidikan. Kolaborasi dalam bentuk ikut serta dalam kegiatan penelitian disebut kolaborasi teknis17. Kajian tentang pemetaan pengetahuan sudah banyak dilakukan menggunakan PAJEK dan VOSviewer. Yupi Royani dkk dari LIPI18 melakukan kajian pemetaan karya tulis ilmiah LPNK LIPI dan BPPT dengan mengambil data dari google scholar. Untuk visualisasi pengetahuan menggunakan aplikasi bibliometrik BibExcel dan PAJEK. Hasil kajian menunjukkan topik yang paling dominan adalah bidang ilmu dasar atau ilmu murni, sedangkan di BPPT ilmu lingkungan. Tupan dan Rachmawati9 dari LIPI melakukan analisis bibliometrik ilmu dan teknologi pangan dari publikasi ilmiah di negara-negara ASEAN. Data diambil dari Scopus, analisis data menggunakan Microsoft Excel, visualisasi pengetahuan menggunakan VOSviewer. Hasil kajian adalah pertumbuhan publikasi ilmiah ilmu dan teknologi pangan meningkat. Subjek yang paling banyak dikaji adalah agriculturel and biological sciences. Selanjutnya Awangga19 dari KOMINFO melakukan kajian Pemetaan riset teknologi 5G yang juga menggunakan VOSviewer. Hasil yang diperoleh melalui pengolahan kata kunci,



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Massive MIMO merupakan topik yang paling banyak dipilih dan dilakukan dalam penelitian. Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan pada pendahuluan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Berapakah jumlah artikel hasil penelitian bidang nuklir dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir? 2. Bagaimanakah peta kolaborasi antar peneliti BATAN? 3. Bagaimanakah peta pengetahuan bidang nuklir yang sudah dilakukan? 4. Bagaimanakah kesesuaian antara peta pengetahuan bidang nuklir dengan spesialisasi kompetensi BATAN? Ruang lingkup kajian adalah artikel ilmiah hasil penelitian yang dilakukan peneliti BATAN dan terindeks di Scopus periode tahun 2009 – 2018. Data diperoleh secara online pada basis data Scopus. Sedangkan tujuan kajian adalah: 1. Untuk mengetahui jumlah artikel hasil penelitian dalam kurun 10 (sepuluh) tahun terakhir. 2. Mengetahui peta kolaborasi antar peneliti. 3. Mengetahui trend atau peta pengetahuan bidang nuklir yang sudah dilakukan. 4. Mengetahui kesesuaian antara peta pengetahuan bidang nuklir dengan spesialisasi kompetensi BATAN. Adapun manfaat kajian ini adalah untuk: 1. Memberikan Informasi mengenai jumlah artikel peneliti yang terindeks di Scopus dalam sepuluh tahun terakhir. 2. Memperoleh gambaran peta kolaborasi antar peneliti. 3. Memperoleh peta pengetahuan bidang nuklir yang sudah dilakukan. 4. Memperoleh peta kesesuaian antara pengetahuan nuklir dengan spesialisasi kompetensi BATAN.



Pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran melalui affiliations search kata kunci “BATAN”, “Badan Tenaga Nuklir Nasional”, “National Nuclear Energy agency”. Pemilihan tahun publikasi 2009 – 2018. Data yang diexport dan dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yaitu “citation information”, “bibliographic information” dan “abstract keywords”, dan diperoleh jumlah artikel sebanyak 481 judul20. Untuk memperoleh data pertumbuhan artikel, dokumen per tahun, peneliti yang paling produktif, berkolaborasi dan disitasi diambil dari data scopus. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan tabel (tabulasi) sesuai dengan tujuan kajian untuk menjelaskan hasil. Untuk memvisualisasikan trend pengetahuan dilakukan dengan aplikasi bibliometrik VOSviewer, dengan memilih opsi kolaborasi pengarang (co-authorship), kata kunci yang sering muncul (keyword co-occurrence). HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Artikel Peneliti BATAN Berdasarkan hasil penelusuran pada basis data di Scopus dengan kata kunci afiliasi “BATAN”, diperoleh sebanyak 481 judul artikel pelaku litbang BATAN sejak tahun 2009-2018. Hasil ini masih lebih tinggi dari BPPT yang menghasilkan artikel 388 judul artikel. Tabel 1. Jumlah artikel peneliti BATAN yang terindeks di Scopus tahun 2009-201820



METODE Kajian ini dilakukan menggunakan metode analisis sitasi dan deskriptif evaluatif. Populasi kajian adalah data primer artikel ilmiah peneliti BATAN sejak tahun 2009-2018 yang diambil dari hasil penelusuran yang dilakukan pada bulan Juli 2018 melalui basis data Scopus (http://scopus.com).



[ 116 ]



Tahun



Jumlah



Author



Co-Author



2018



91



54



37



2017



115



62



53



2016



52



22



30



2015



41



17



24



2014



66



3



63



2013



31



20



11



2012



29



16



13



2011



14



3



11



2010



27



15



12



2009



15



8



7



Jumlah



481



220



261



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Setelah dilakukan pengelompokan, diperoleh distribusi artikel yaitu sebanyak 220 judul artikel penulis pertama (author) yang ditulis oleh 201 orang peneliti dan 19 pranata nuklir, dosen dan staf, dan sebagai penulis kedua (co-author) sebanyak 261 judul artikel seperti ditampilkan pada Tabel 1. Peringkat peneliti sebagai penulis pertama berdasarkan unit kerja sejak tahun 2009-2010 yaitu peringkat pertama PTKRN sebanyak 58 judul, diikuti PSTBM 52, PAIR 26 dan lainnya yang ditampilkan pada Gambar 1 ditampilkan.20



Artikel peneliti tersebar dalam berbagai tipe dokumen, dan paling banyak dipublikasikan dalam paper conference sebanyak 51,04%, article 46,5% dan dokumen lainnya 2,46%20. Nama publikasi yang menerbitkan artikel peneliti BATAN diperoleh sebanyak 135 judul. Lima peringkat publikasi terbanyak adalah Aip Conference Proceedings 72 judul, diikuti Journal of Physics Conference Series 51, Iop Conf. Series Mat. Scien. and Engineering 37, Advanced Materials Research 26 dan Atom Indonesia yang diterbitkan oleh BATAN 24 judul. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 3. Tabel 2. Nama Publikasi yang menerbitkan artikel peneliti BATAN di Scopus20 No.



Gambar 1. Grafik peneliti sebagai penulis pertama berdasarkan unit kerja.20 Pertumbuhan artikel dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir ditampilkan pada Gambar 2, dan terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Capaian ini sesuai dengan sasaran pada resntra yaitu meningkatkan kualitas artikel ilmiah peneliti yang terbit di jurnal internasional bereputasi. Selain itu dapat disebabkan adanya Peraturan Kepala LIPI Nomor 04/E/2009 tentang standar kompetensi jabatan fungsional peneliti, yang dikuatkan dengan Peraturan Kepala LIPI Nomor 5782/HK/XII/2012 tentang hasil kerja minimal jabatan fungsional peneliti. Dalam peraturan tersebut menjelaskan diwajibkannya peneliti madya dan peneliti utama untuk melakukan penelitian dan hasilnya dipublikasikan pada buku, prosiding atau jurnal internasional.



Nama publikasi



Jumlah



1



Aip Conference Proceedings



72



2



Journal of Physics Conference Series



51



3



Iop Conf. Series Mat. Scien. and Engineering



37



4



Advanced Materials Research



26



5



Atom Indonesia



24



6



International Journal of Technology



18



7



Indonesian Journal of Chemistry



16



8



Iop Conf. Series Earth and Envi. Scien.



11



9



Applied Radiation and Isotopes



8



10



Macromolecular Symposia



7



Gambar 3. Grafik publikasi yang menerbitkan artikel peneliti BATAN di Scopus20 Produktivitas Peneliti BATAN di Scopus



Gambar 2. Grafik pertumbuhan artikel peneliti BATAN tahun 2009-2018 di Scopus20



[ 117 ]



Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 10 (sepuluh) peringkat peneliti yang paling produktif sejak tahun 2009-2018 yaitu Adi WA dari PSTBM 31 judul, diikuti oleh



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Putra, E.G.R dari STTN (PSTBM) 17, Sunaryo, G.R. dari PTKRN dan Kartini, E. dari PSTBM masing-masing 14 judul dan lainnya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4.



7



Erizal



PAIR



Utama



4



8



Ramadhani D.



PTKMR



Pertama



4



9



Saragi E.



PPIN



Muda



4



10



Setiawan B.



PTLR



Utama



4



Tabel 3. Peneliti BATAN paling produktif tahun 2009-2018 di Scopus20 No. 1



Nama Peneliti



Unit Kerja



Jabatan



Jumlah



Adi W.A.



PSTBM



Madya



31



2



Putra, E.G. R



PSTBM



Madya



17



3



Kartini, E.



PSTBM



Utama



14



Utama



14



4



Sunaryo, G.R.



PTKRN



5



Sujitno, T.



PSTA



Madya



12



6



Untoro, P.



PSTBM



Madya



12



7



Sembiring, T.M.



PSTBM



Utama



11



8



Umar, E.



PSTNT



Utama



11



9



Purba, J.H.



PTKRN



Madya



9



10



Bakhri, S.



PTKRN



Madya



8



Gambar 5. Grafik peneliti BATAN sebagai penulis pertama tahun 2009-2018 di Scopus20 Selanjutnya dari 201 peneliti yang menjadi penulis pertama (author) yang dikelompokkan berdasarkan jenjang jabatan peneliti menunjukkan bahwa peneliti madya paling banyak yang menjadi penulis pertama yaitu sebanyak 38,81% diikuti oleh peneliti utama 38,31%, peneliti muda 16,92% dan 5,97% peneliti pertama yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 6. Tabel 5. Rekapitulasi peneliti BATAN sebagai author tahun 2009-2018 di Scopus berdasarkan jenjang jabatan peneliti20 Jenjang Peneliti



Gambar 4. Grafik peneliti BATAN yang paling produktif tahun 2009-2018 di Scopus20



Pertama



Unit Kerja



Jabatan



Purba J.H.



PTKRN



Madya



9



2



Kartini E.



PSTBM



Utama



7



3



Putra E.G.R.



PSTBM



Madya



7



4



Suseno H.



PTKMR



Utama



6



5



Susmikanti M.



PPIN



Madya



6



6



Adi W.A.,



PSTBM



Madya



4



Utama



5



4



18



24



51



5



15



21



15



56



2016



1



2



4



12



19



2015



0



3



5



8



16



2014



0



0



2



1



3



2013



1



3



7



6



17



2012



0



2



10



3



15



2011



0



0



1



2



3



2010



0



4



5



4



13



2009



0



1



5



2



8



Jumlah



12



34



78



77



201



Jumlah



1



Madya



2017



Tabel 4. Peneliti BATAN yang menjadi penulis pertama tahun 2009-2018 di Scopus20 Nama Peneliti



Muda



2018



Selain itu, diperoleh 10 (sepuluh) peringkat peneliti yang menjadi penulis pertama yaitu Purba J.H. dari PTKRN 9 judul, diikuti oleh Kartini, E. Dari PSTBM 7, Putra, E.G.R dari STTN (PSTBM) 7, dan lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 5.



No.



Jumlah



Tahun



[ 118 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



adalah dengan Unversitas Indonesia sebanyak 70 artikel, diikuti Institut Teknologi Bandung 48, Universitas Gadjah Mada 24, dan lainnya yang ditampilkan pada Gambar 8. Pemetaan pengetahuan peneliti BATAN



Gambar 6. Grafik peneliti BATAN sebagai penulis pertama tahun 2009-2018 di Scopus berdasarkan jenjang jabatan peneliti20 Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian peneliti BATAN sudah mengimplementasikan peraturan tentang kewajiban menulis artikel ke jurnal bereputasi internasional yang terindeks di Scopus. Selain itu, dalam juknis jabatan fungsional peneliti ditetapkan bahwa artikel yang terbit di jurnal ilmiah internasional yang terindeks dalam Web of Science (Thomson Reuters dan/atau Scopus akan dinilai 40. Sehingga peneliti pertama dan peneliti muda sudah ikut menyumbang capaian jumlah artikel yang terindeks di Scopus. Hal ini menunjukkan bahwa generasi milenial diharapkan dapat lebih maju daripada generasi sebelumnya yang artinya regenerasi di BATAN berhasil. Kolaborasi Peneliti BATAN Berdasarkan hasil penelusuran diketahui bahwa peneliti BATAN banyak melakukan kolaborasi dengan 58 institusi dari berbagai negara. Kolaborasi paling banyak adalah dengan negara Jepang 31 artikel, diikuti Malaysia 17, Australia seperti dapat dilihat pada Gambar 7.



Pemetaan pengetahuan dilakukan menggunakan aplikasi bibliometrik VOSviewer dengan data diambil dari basis data Scopus yang sudah diexport ke format *csv. Kemudian diinput dan dianalisis menggunakan VOSviewer.



Gambar 8. Grafik institusi yang berkolaborasi dengan peneliti BATAN di Scopus20 Pemetaan berdasarkan co-authorship Pemetaan co-authorship dilakukan untuk mengetahui peta kerjasama antara peneliti BATAN dengan peneliti lain. Pada Gambar 9 ditampilkan hasil kolaborasi dari 1.257 peneliti yang terbagi menjadi 15 kluster dan setiap kluster terdiri dari beberapa author. Peneliti yang paling banyak berkolaborasi adalah Adi WA diikuti Putra EGR dan Kartini E dan lainnya.



Gambar 9. Peta kolaborasi peneliti BATAN20 Gambar 7. Grafik negara yang berkolaborasi dengan peneliti BATAN di Scopus20 Sedangkan kolaborasi dengan institusi dalam dan luar negeri, diperoleh sebanyak 159 institusi, yang paling banyak berkolaborasi



[ 119 ]



Sedangkan kolaborasi peneliti dengan peneliti lain dengan afiliasi dari negara lain ditampilkan pada Gambar 10. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dari 58 negara, yang



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



paling banyak berkolaborasi adalah Japan, diikuti Malaysia, Australia dan negara lainnya.



thesaurus INIS21. Berdasarkan hasil pemetaan diperoleh 3.665 kata kunci yang terdiri dari 5 kluster taksonomi seperti ditampilkan pada gambar 12. Trend penelitian paling dominan ada pada kluster 1 (warna merah).



Gambar 10. Peta kolaborasi peneliti BATAN dengan negara lain20 Pemetaan berdasarkan co-words Pemetaan berdasarkan hubungan kata (co-words) atau kata kunci (keywords) yang sering muncul (co-occurence) dibuat melalui author (author keywords) dan kata kunci yang sudah baku (index-keywords). Pemetaan ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan mana yang banyak dilakukan peneliti dalam selama 10 (sepuluh) tahun terakhir. Berdasarkan hasil pemetaan dari kata kunci pengarang melalui co-occurrence pada author keywords diperoleh 1.361 kata kunci, yang paling banyak muncul adalah microstructure, nanoparticle, gamma irradiation, oxidation, crsytal structure, dan lainnya dapat dilihat pada Gambar 11.



Gambar 11. Peta pengetahuan peneliti BATAN berdasarkan co-words (author keywords)20 Untuk memperoleh kata kunci yang baku maka dilakukan pemetaan melalui co-occurrence pada index-keywords dengan minimum kata kunci 10. Kemudian diseleksi dan dipilih kata kunci yang sesuai dengan



Gambar 12. Peta pengetahuan peneliti BATAN berdasarkan co-words (index keywords)20  Kluster kesatu (warna merah) terdiri dari 43 keywords (kata kunci), lima kata kunci paling sering muncul adalah control study 20; crystal structure 19; nanoparticles 18; sintering dan synthesis 14; mechanical alloying 13;  Kluster kedua (warna hijau) terdiri dari 33 kata kunci, lima kata kunci paling sering muncul adalah radioisotopes dan neutrons 12; manganese 10; radiation dan radiation dose 8; dan radiation monitoring 7.  Kluster ketiga (warna biru) terdiri dari 31 kata kunci, lima kata kunci paling sering muncul adalah x-ray diffraction 31; scanning electron microscopy 30; microstructure 12; gamma rays 9; crsytals 8.  Kluster keempat (warna kuning) terdiri 30, kata kunci, dan lima kata kunci paling sering muncul adalah nuclear power plants 20; nuclear fuels 17; nuclear reactors 14; fuels; nuclear energy 10.  Kluster kelima (warna ungu) terdiri 11, kata kunci, dan lima kata kunci paling sering muncul adalah neutron scattering 10;



neutron diffraction 9; polymers dan ions 7; electrolytes 6; dan lithium 5. Pemetaan berdasarkan kompetensi BATAN Pemetaan berdasarkan kompetensi dilakukan dari 30 kata kunci yang sering



[ 120 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



muncul dari 5 (lima) kluster, diperoleh 27 kata kunci yang sudah sesuai dengan kata kunci pada tesaurus INIS seperti pada Tabel 6.



Tabel 6. Hasil penelaahan kata kunci dengan deskriptor tesaurus INIS20



Dari data pada Tabel 6 kemudian dilakukan penelaahan kesesuaian antara deskriptor INIS dengan kompetensi khusus yang ada di BATAN (lampiran 2). Hasil analisis menunjukkan tiga spesialisasi kompetensi yang paling banyak dilakukan adalah teknik sintesis bahan maju, pembangkitan listrik reaktor daya dan teknik sintesis bahan struktur dan lainnya dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 13. Dari data pada Tabel 7 terlihat ada 16 kompetensi, kemudian dibandingkan dengan 69 spesialisasi kompetensi khusus yang ada di BATAN, dan diperoleh kesesuaian antara peta pengetahuan bidang nuklir BATAN di Scopus dalam sepuluh tahun terakhir mencapai 23,19%. Hasil ini dapat menjadi bahan evaluasi pemangku kepentingan agar dapat membuat sasaran kinerja sesuai dengan kompetensi lain yang ada sehingga dapat memunculkan inovasi-inovasi baru. Tabel 7. Hasil penelaahan deskriptor INIS dengan Taksonomi BATAN20 No.



Taksonomi/Kompetensi



Occurrence



1



Teknik sintesis bahan maju



120



2



Pembangkitan Listrik Reaktor Daya



33



3



Teknik sintesis bahan struktur



31



4



Teknik pengolahan citra



30



[ 121 ]



5



Teknik sintesis bahan bakar nuklir



28



6



Teknologi berkas neutron



22



7



Instrumentasi dan kendali reaktor



20



8



Elektronika nuklir



17



9



Teknik karakterisasi bahan bakar nuklir



15



10



Akselerator



14



11



Sistem Reaktor



14



12



Teknik sintesis bahan struktur



14



13



Teknik produksi radioisotop



12



14



Elektromekanik



10



15



Keselamatan dan kesehatan kerja



10



16



Teknologi keselamatan dan keandalan Deterministik/probabilitas



10



Gambar 13. Grafik pemetaan pengetahuan nuklir berdasarkan taksonomi BATAN20 KESIMPULAN Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan artikel ilmiah peneliti BATAN yang terindeks di Scopus dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir mengalami peningkatan, dan hasil ini juga menunjukkan kesesuaian dengan sasaran renstra yaitu meningkatkan kualitas artikel ilmiah peneliti yang terbit di jurnal internasional bereputasi. Trend penelitian terbanyak adalah masalah x-ray diffraction, scanning electron microscopy, nuclear power plant, control, crystal structure, nanoparticles, nuclear fuels, spectroscopy, synthesis, dan particle size, radioisotopes. Terdapat kesesuaian antara peta pengetahuan nuklir dengan sasaran renstra dan kompetensi BATAN. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi unit kerja atau pemangku kepentingan untuk melakukan evaluasi sasaran kegiatan penelitian dalam rangka meningkatkan jumlah publikasi peneliti yang terindeks di Scopus.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



SARAN Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan, maka penulis menyarankan untuk dilakukan kajian lebih lanjut dengan menggunakan metode dan basis data yang berbeda misalnya dari Google Scholar atau e-repository sehingga diperoleh pemetaan pengetahuan yang yang lebih menyeluruh. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala PPIKSN Bapak Ir. Yusi Eko Yulianto dan Kepala Bidang SIMN Bapak Budi Prasetyo yang telah memberikan ijin dan masukannya untuk melakukan kajian ini. Juga kepada pustakwan dari kelompok kajian PDIILIPI yang sudah berbagi ilmu tentang penggunaan VOSviewer. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonym, Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tetang Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2. BATAN, Rencana Strategis BATAN tahun 2015-2019, BATAN, Jakarta, 2015. 3. BATAN, Rencana Strategis BATAN tahun 2010-2014, BATAN, Jakarta, 2010. 4. LIPI, Peraturan Kepala LIPI Nomor 2 Tahun 2014 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional peneliti, Jakarta 2014. 5. LIPI, Peraturan Kepala LIPI Nomor 04/E/2009 tentang standard kompetensi jabatan fungsional peneliti, Jakarta 2009. 6. LIPI, Peraturan Kepala LIPI Nomor 5782/K/HK/XII/2012 tentang hasil kerja minimal standard kompetensi untuk jabatan fungsional peneliti, Jakarta, 2012. 7. BATAN, Pangkalan data SIM-SDM BATAN, diakses tanggal 30 Juni 2018. 8. BATAN, Keputusan Kepala BATAN Nomor: 123/KA/III/2018 tentang taksonomi / kompetensi BATAN, 2018. 9. Tupan, “Peta perkembangan penelitian pemanfaatan repository institusi menuju open access: studi bibliometrik dengan VOSViewer,” Khizanah Al Hikmah Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan, vol. 4 (2) pp. 104-117, 2016. Available: DOI: 10.24252/kah.v4i2a1



10. S.H. Pattah, “Pemanfaatan kajian bibliometrika sebagai metode evaluasi dan kajian dalam Ilmu Perpustakaan dan Informasi,” Khizanah Al-Hikmah Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan, vol. 1 (1) pp. 47-57, 2013. 11. N. J. V. Eck, Methodological Advances in Bibliometric Mapping of Science, Utrecht: Erasmus University Rotterdam, 2011. 12. Tupan dan R. Rachmawati, “Analisis bibliometrik ilmu dan teknologi pangan: publikasi ilmiah di negara-negara ASEAN,” Khizanah Al Hikmah Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan, vol. 6 (1) pp. 26-40, 2018. Available: DOI: 10.24252/kah.v6i1a4 13. M. Nicolai, “A Relational database for bibliometric analysis, Fraunhofer ISI Discussion papers,” Innovation Systems and Policy Analysis”, No. 22, 2010. 14. Centre for Science and Technology Studies, Leiden University, The Netherlands, 2018, (1 Juni 2018), Download VOSviewer. Available: http://www.vosviewer.com. 15. N. J. V. Eck, and L. Waltman, “Software survet: VOSviewer, A Computer Program for bibliometric mapping,” Scientometrics, vol. 84(2) pp. 523-538, 2010. Available: https://doi.org/10.1007/s11192-009-0146-3 16. Elsevier BV, “Cara cepat dan mudah



menggunakan Scopus, “2015. 17. J. Hasugian dan Ishak, Laporan Penelitian Analisis bibliometrika terhadap publikasi hasil penelitian AIDS di Indonesia, Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, 2009. 18. Y. Royani, dkk., “Pemetaan karya tulis ilmiah LPNK: studi kasus LIPI dan BPPT (2004-2008), Jurnal BACA vol. 34 (1) 2013. diakses 20 Juli 2018. Available: doi.org/10.14203/j.baca.v34i1.171. 19. A. F. S. Admaja, “Pemetaan riset teknologi 5G,” Buletin Pos dan Telekomunikasi vol. 16 (1) pp. 27-40, 2018. 20. Noeraida, Laporan kajian analisis pengetahuan bidang nuklir peneliti BATAN melalui karya tulis ilmiah yang terindeks di Scopus, PPIKSN-BATAN, Serpong, 2018.



[ 122 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



21. IAEA-INIS, INIS Thesaurus, Available: https://inis.iaea.org/search/thesaurus.aspx DISKUSI RENO ALAMSYAH-BAPETEN Apakah penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggabungkan TKT (tingkat kesiapterapan teknologi) atau dihubungkan dengan hasil kajian yang berjudul Kajian evaluasi TKT Penelitian di BATAN? NOERAIDA Bila menggunakan aplikasi VOSviewer tidak bisa karena meta data yang digunakan harus dalam keadaan online. Tapi bisa dilakukan secara manual dengan menganalisis satu persatu artikel yang ada di Scopus dengan TKT dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.



BAGIONO - PUSDIKLAT Apa bedanya jurnal bereputasi dengan jurnal terakreditasi? NOERAIDA Jurnal bereputasi internasional adalah jurnal berbahasa PBB, memiliki editor bereputasi



[ 123 ]



internasional dari beberapa negara, dan penulis dari beberapa negara; terindeks pada pengindeks bereputasi tinggi (Thomson, Scopus, dan Microsoft Academic Search); terindeks pada pengindeks bereputasi sedang (DOAJ, Ebsco, Proquest atau sejenisnya). Jurnal ilmiah terakreditasi adalah jurnal ilmiah nasional yang diakreditasi oleh Kemristekdikti sesuai dengan Permenristekdikti No. 20 Tahun 2017 melalui Akreditasi Jurnal Nasional (Arjuna) yang telah memenuhi standard tata kelola jurnal nasional terakreditasi.



FIFI -STTN Apakah sudah sesuai dengan target research BATAN secara umum tentang material (merupakan penelitian terbesar)? NOERAIDA Sudah sesuai dengan target research BATAN, karena jumlah peneliti di Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM) peringkat kedua terbanyak setelah PTKRN, maka topik tentang material sains lebih banyak atau dominan.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Lampiran 1. Taksonomi/Kompetensi BATAN8



Sumber: Keputusan Kepala BATAN Nomor: 123/KA/III/2018 tentang taksonomi / kompetensi BATAN



[ 124 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Lampiran 2. Hasil penelaahan kata kunci ke taksonomi/kompetensi BATAN20 No.



Keywords



Deskriptor Thesaurus INIS



Taksonomi/Kompetensi



Occurrence



1



X-ray diffraction



X-RAY DIFFRACTION



Teknik sintesis bahan struktur



31



2



Scanning electron microscopy



SCANNING ELECTRON MICROSCOPY



Teknik pengolahan citra



30



3



Nuclear Power Plants



NUCLEAR POWER PLANTS



Pembangkitan Listrik Reaktor Daya



23



4



Controlled study



CONTROL



Instrumentasi dan kendali reaktor



20



5



Crystal structure



CRYSTAL STRUCTURE



Teknik sintesis bahan maju



19



6



Nanoparticles



NANOPARTICLES



Teknik sintesis bahan maju



18



7



Nuclear fuels



NUCLEAR FUELS



Teknik sintesis bahan bakar nuklir



17



8



Fourier transform infrared spectroscopy



SPECTROSCOPY



Elektronika nuklir



17



9



Synthesis and characterization



SYNTHESIS ( characterization)



Teknik karakterisasi bahan bakar nuklir



15



10



Particle Size



PARTICLE SIZE



Akselerator



14



11



Nuclear reactors



REACTORS



Sistem Reaktor



14



12



Sintering



SINTERING



Teknik sintesis bahan struktur



14



13



Synthesis (Chemical)



SYNTHESIS



Teknik sintesis bahan maju



14



14



Mechanical Alloying



Mechanical Alloying



Teknik sintesis bahan maju



13



15



Transmission electron microscopy



TRANSMISSION ELECTRON MICROSCOPY



Teknik sintesis bahan maju



13



16



Microstructure



MICROSTRUCTURE



Teknik sintesis bahan maju



12



17



Neutrons



NEUTRONS



Teknologi berkas neutron



12



18



Radioisotopes



RADIOISOTOPES



Teknik produksi radioisotop



12



19



Aluminium



ALUMINIUM



Teknik sintesis bahan maju



11



20



Fuels



NUCLEAR FUELS



11



21



Calculation results



CALCULATION METHODS



22



Magnetism



MAGNETISM



Teknik sintesis bahan bakar nuklir Teknologi keselamatan dan keandalan Deterministik/probabilitas Teknik sintesis bahan maju



23



Manganese



MANGANESE



Teknik sintesis bahan maju



10



24



Milling (machining)



MILLING MACHINES



Elektromekanik



10



25



Nuclear energy



NUCLEAR ENERGY



Pembangkitan Listrik Reaktor Daya



10



26



Safety Engineering



SAFETY ENGINEERING



Keselamatan dan kesehatan kerja



10



27



Neutron Scattering



SCATTERING



Teknologi berkas neutron



10



[ 125 ]



10 10



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENGELOLAAN PENGETAHUAN EKSPLISIT BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DI BATAN Budi Prasetyo1, Anggiana Rohandi Yusuf2 1



PPIKSN-BATAN, Serpong, Tangerang, [email protected] PPIKSN-BATAN, Serpong, Tangerang, aryusuf @batan.go.id



2



ABSTRAK PENGELOLAAN PENGETAHUAN EKSPLISIT BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DI BATAN. Pengetahuan bidang nuklir yang dihasilkan oleh para pelaku litbang BATAN yang dipublikasikan di berbagai media maupun yang tidak dipublikasikan, merupakan pengetahuan eksplisit yang harus dikelola secara efektif dan efisien. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan transfer pengetahuan dalam upaya proses penciptaan pengetahuan baru di bidang nuklir. Langkah ini juga dimaksudkan sebagai upaya mendiseminasikan iptek nuklir ke masyarakat luas. Pengelolaan pengetahuan yang baik juga dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi melalui jumlah publikasi yang dihasilkan. Metode pengelolaan pengetahuan yang digunakan adalah pemanfaatan aplikasi teknologi informasi untuk mengintegrasikan pengetahuan eksplisit yang ada di seluruh unit kerja dengan disertai prosedur pengelolaan oleh pengguna (unit kerja). Di tingkat BATAN, pengelolaan pengetahuan eksplisit ditangani dengan menyediaan portal knowledge management yang akan menjadi gerbang tunggal untuk mencari pengetahuan eksplisit bidang nuklir dengan pengelompokan pengetahuan sesuai dengan taksonomi kompetensi BATAN. Unit kerja di BATAN sebagai sumber pengetahuan, memperbaharui konten dari portal sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pengguna (pegawai BATAN) memanfaatkan portal pengetahuan untuk meningkatkan kompetensinya dalam upaya penciptaan pengetahuan baru. Kata kunci: Nuclear Knowledge Management, pengetahuan eksplisit, repository, taksonomi pengetahuan



ABSTRACT EXPLICIT KNOWLEDGE MANAGEMENT USING INFORMATION TECHNOLOGY IN BATAN. Nuclear knowledge in BATAN that published in various media and unpublished form are explicit knowledge that should be managed effectively and efficiently. The goal is to optimize the transfer of knowledge in order to creation of new knowledge in the nuclear field. This activity is also intended as an effort to disseminate nuclear science and technology to the wider community. The good knowledge management can also be used to measure organizational performance through the number of publications resulted by institution. The method of explicit knowledge management used is using of information technology applications to integrate explicit knowledge in all work units accompanied by operating procedures by the user (work unit). At the top level, explicit knowledge management is handled by providing a knowledge management portal as a gateway to seeking explicit knowledge of the nuclear field by organizing knowledge according to BATAN's competency taxonomy. The work unit at BATAN as a source of knowledge update the portal content according to the operating procedure. Users (BATAN employees) utilize knowledge portal to improve their competence for creation new knowledge. Key words: Nuclear Knowledge Management, explicit knowledge, repository, knowledge taxonomy



[ 126 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENDAHULUAN



Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang diberi amanat oleh undang-undang untuk melaksanakan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. Sebagai lembaga yang bergerak di bidang litbang, BATAN akan memperlakukan pengetahuan (khususnya pengetahuan nuklir) sebagai salah satu aset penting dari instansi. Pengetahuan nuklir merupakan suatu jenis pengetahuan dan kompetensi yang pengembangan dan penguasaannya memerlukan waktu puluhan tahun melalui penelitian dan kerja keras, sehingga untuk mempertahankan pengetahuan dan kompetensi tersebut bukan suatu hal yang mudah karena banyaknya faktor yang menjadi ancaman bagi kelangsungannya.[1] Permasalahan yang terjadi seperti kondisi SDM yang rata-rata sudah memasuki usia menjelang pensiun dan adanya perbedaan jenjang umur (gap) yang cukup jauh antara pegawai junior dan senior akan menjadi suatu ancaman yang sangat serius bagi kelangsungan pengetahuan nuklir yang ada di BATAN. Knowledge management yang sedang digalakkan di BATAN merupakan program yang sangat tepat untuk menjawab permasalahan yang terjadi di atas. BATAN menjawab dengan serius permasalahan tersebut diatas dengan membentuk tim Nuclear Knowledge Management (NKM) pada tahun 2016. Empat unit kerja ditunjuk sebagai koordinator NKM di BATAN, yakni Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi (BSDMO) yang akan mengelola NKM dari segi sumber daya manusia dan proses pengelolaan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) dan Sekolah Tinggi Teknik Nuklir (STTN) mengelola kegiatan untuk peningkatan kompetensi SDM, serta Pusat Pendayagunaan Informatika dan Kawasan Strategis Nuklir (PPIKSN) sebagai



dukungan dari segi infrastruktur teknologi informasi. Unit kerja tersebut merumuskan program dan strategi untuk penerapan NKM di seluruh unit kerja BATAN. Bagiono dalam jurnalnya juga menjelaskan bahwa kegiatan yang harus dilakukan BATAN untuk membangun NKM yang baik adalah meliputi kegiatan pengkajian dan evaluasi seperti kegiatan: kajian resiko akibat hilangnya pengetahuan (Risk Assessment of Knowledge Loss); analisis kebutuhan pengetahuan atau kompetensi; analisis elemen NKM yang diperlukan BATAN; penyusunan strategi dalam pengembangan NKM yang sesuai untuk instansi; permintaan bantuan kunjungan teknis (Expert Mission) dari lAEA, dll. Selain itu perlu juga dilakukan kegiatan yang terkait dengan pembuatan program kerja, dan juga kegiatan tentang dokumentasi dan teknologi informasi.[1] Berdasarkan sifatnya knowledge bisa dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tacit dan explicit. Tacit knowledge adalah pengetahuan personal yang sulit untuk didokumentasikan dalam bentuk formal. Explicit knowledge adalah komponen knowledge yang dapat didokumentasikan, dimodifikasi, ditransfer dalam bentuk yang sistematis berupa dokumen, database, email, website, dsb. Kedua jenis knowledge ini dapat dikonversi dengan menggunakan siklus Socialization, Externalization, Combination, dan Internalization (SECI). [2] TACIT TACIT Socialization



EXPLICIT Externalization



EXPLICIT Internalization Combination Gambar 1 Model Konversi Knowledge Nonaka[2]



Pada makalah ini penulis akan menitik beratkan pembahasan mengenai dokumentasi dan teknologi informasi yakni terkait dengan pengelolaan pengetahuan eksplisit berbasis teknologi informasi di BATAN. Kegiatan dokumentasi



[ 127 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



pengetahuan dengan bantuan teknologi informasi akan menjadi sangat penting karena dari sinilah nanti pengetahuan eksplisit para pelaku litbangyasa di BATAN akan disimpan, ditransfer ke berbagai bentuk/media, dipublikasikan, dan didiseminasikan kepada pegawai BATAN yang lain maupun masyarakat luas. Pengelolaan pengetahuan yang baik juga dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi. Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana arsitektur teknologi informasi yang ideal untuk pengelolaan eksplicit knowledge di BATAN? 2. Bagaimana prosedur pengelolaan pengetahuan eksplisit yang melibatkan pelaku litbang dari masing-masing unit kerja di BATAN? 3. Bagaimana mengorganisasikan pengetahuan eksplisit sehingga memudahkan dalam hal temu kembali informasi/pengetahuan? Sedangkan tujuan penelitian antara lain: 1. Mendapatkan arsitektur teknologi informasi yang ideal untuk pengelolaan pengetahuan eksplisit di BATAN. 2. Perancangan prosedur pengelolaan konten yang melibatkan pelaku litbang dari masing-masing unit kerja di BATAN. 3. Pengetahuan eksplisit tersusun dengan baik sehingga memudahkan dalam hal temu kembali pengetahuan. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Tersedianya sarana infrastruktur teknologi informasi yang bisa digunakan untuk mengelola pengetahuan eksplisit di BATAN. 2. Unit kerja mengetahui wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan pengetahuan eksplisit berbasis teknologi informasi. 3. Pengetahuan eksplisit di BATAN terintegrasi dalam suatu portal yang



[ 128 ]



bisa digunakan sebagai sarana dokumentasi maupun sarana transfer pengetahuan antar pegawai. METODE Metode pengembangan sistem berbasis teknologi informasi untuk pengelolaan pengetahuan eksplisit dilakukan secara incremental (bertahap) terdiri atas 4 tahapan utama yaitu: 1. Evaluasi infrastruktur teknologi informasi yang dipunyai baik dari aspek hardware, software pendukung maupun komunikasi datanya. 2. Analisis, desain dan pengembangan Portal Nuclear Knowledge Management yang didiskusikan dan dikomunikasikan dengan para stakeholder termasuk dengan Tim NKM BATAN. 3. Implementasi sistem secara incremental (gradual) dimulai dari modul utama. 4. Evaluasi penyempurnaan sistem yang ada atau untuk pengembangan modul berikutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Dua hal yang harus dipersiapkan PPIKSN sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap dukungan teknologi informasi untuk pengelolaan pengetahuan eksplisit BATAN, yaitu mengenai arsitektur teknologi dan pengelolaan konten pengetahuan. Arsitektur Teknologi Arsitektur pada dasarnya menceritakan bagaimana bentuk konstruksi sebuah sistem, bagaimana setiap komponen sistem disusun, dan bagaimana semua aturan dan interface (penghubung sistem) digunakan untuk mengintegrasikan seluruh komponen yang ada tersebut. Arsitektur juga mendefinisikan fungsi, deskripsi dari format data dan prosedur yang digunakan komunikasi diantara setiap node dan workstation.[3] Arsitektur teknologi yang diterapkan untuk pengelolaan pengetahuan eksplisit di BATAN adalah sebagaimana dijelaskan pada Gambar 2.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



a.



Portal NKM



Portal NKM BATAN dibangun dengan Content Management System (CMS) WordPress. WordPress adalah salah satu aplikasi dengan berbasis open source (terbuka) yang sangat terkenal untuk kalangan blogger maupun programmer yang digunakan sebagai mesin pembuat blog. WordPress dibangun menggunakan bahasa pemrograman PHP dan database MySQL.[4]



Gambar 2 Arsitektur teknologi



Komponen utama dalam arsitektur adalah portal NKM yang dihubungkan atau dikoneksikan dengan sub sistem lainnya seperti e-repository, e-learning, portal sistem informasi, layanan email, layanan kolaborasi dan layanan untuk forum diskusi. Sedangkan untuk arsitektur aliran (flow) database knowledge dapat digambarkan seperti Gambar 3.



Gambar 4 Pustaka Ilmu pada Portal NKM Portal NKM akan menjadi pintu utama untuk akses temu kembali pengetahuan eksplisit. Sumber pengetahuan pustaka ilmu pada portal diharvest dari aplikasi e-repository, e-learning, information system portal, forum service, dan collaboration service. Gambar 3 Arsitektur aliran knowledge Sumber pengetahuan eksplisit yang ditampilkan pada portal diambil dari berbagai sumber seperti database Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia, serta database yang tersimpan dalam e-Repository. Konsep kolaborasi antar aplikasi digunakan agar sistem bisa berjalan lebih efektif dan efisien. Record yang ada di SIMSDM difilter dengan mekanisme tertentu untuk ditampilkan dalam portal NKM dalam bentuk Direktori Pakar (Expert Directory), sedangkan record dari e-Repository difilter dan ditampilkan dalam bentuk pustaka ilmu.



b. E-Repository e-Repository berisi data, informasi, maupun knowledge dari para pegawai BATAN. Data tersebut didapatkan dari proses input data oleh pegawai BATAN ke dalam aplikasi erepository dan juga hasil dari proses harvesting database dari aplikasi digital library dan aplikasi e-jurnal BATAN. Repository di BATAN dibangun menggunakan aplikasi Eprints. Dwi Fajar dalam bukunya yang berjudul Eprints: Aplikasi Pengelolaan Repositori Institusi, dijelaskan bahwa eprints adalah perangkat lunak opensource yang dikembangkan oleh School of Electronics and Computer Science, University



[ 129 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



oleh developer tim dalam hal ini adalah Pustakawan di PPIKSN BATAN yang sudah ditugaskan. b. Editor, merupakan akun yang digunakan untuk menangani berbagai proses yang pengolahan data koleksi dan mereview artikel yang diupload oleh pengelola repository di unit kerja. Di BATAN akun ini akan diperankan oleh para pakar dan KPTF yang ada di unit-unit kerja BATAN. c. User, akun ini mempunyai wewenang untuk berkontribusi dalam memasukkan data koleksi/depositor. Di BATAN akun ini akan diperankan oleh PKDI dari masing-masing unit kerja atau bisa juga oleh peneliti yang menghasilkan karya ilmiah. d. Guest, merupakan pengguna umum yang hanya bisa melihat/mendownload data yang sifatnya open akses.



Eksplisit Knowledge Penentuan Type



Gambar 5 Tampilan jumlah publikasi ilmiah dari unit kerja BATAN pada e-Repository Pengelolaan konten e-Repository



[ 130 ]



Review Publish



EDITOR



Konten yang dikelola untuk dimasukkan dalam aplikasi e-repository dibedakan menjadi dua jenis, yaitu konten yang bersifat ilmiah dan konten yang bersifat non ilmiah. Konten ilmiah dapat berupa karya ilmiah yang diterbitkan (published) seperti jurnal dan prosiding, maupun konten yang tidak diterbitkan (unpublished) seperti technical documents, technical reports, dll. Sedangkan konten yang bersifat non-ilmiah berupa rencana strategis instansi, aturan dan perundang-undangan, kebijakan-kebijakan, standar BATAN, standar operasional prosedur, dll. Akun pengguna pada e-Repository dibedakan menjadi 4, yaitu Guest, User, Editor, dan Administrator.[7] a. Administrator, merupakan akun yang mempunyai wewenang tertinggi sehingga dapat mengakses berbagai menu dalam sistem seperti editing subjek, pembuatan user dan seting konfigurasi sistem yang lain. Di BATAN administrator diperankan



Upload Soft File/ URL Detail Meta Data Subjecting



USER / DEOSITOR



of Southampton, England United Kingdom yang berbasis web services yang digunakan untuk membangun sebuah repository.[5] Software ini memenuhi syarat OAI-PMH sehingga memungkinkan web crawler untuk harvesting dan memperbarui metadata serta mampu membuat kutipan data dan teks lengkap agar tersedia dan dapat ditelusur menggunakan mesin pencari.[6] Dari aplikasi juga dapat terlihat kinerja masing-masing unit kerja dan pegawai secara individu dalam hal publikasi ilmiahnya.



Gambar 6. Alur proses pengelolaan pengetahuan eksplisit BATAN



Pada prosesnya data yang diinput oleh User akan direview oleh Editor yang diperankan oleh manajer pengetahuan atau KPTF yang ada di unit kerja masing-masing terlebih dahulu, baru kemudian editor tersebut yang mempunyai peran untuk mempublikasikan data ke publik. Untuk itu editor harus mempunyai kompetensi untuk menentukan subjek yang tepat dan juga harus bisa mengkategorikan data tersebut open akses atau akses terbatas/ privat. Editor juga harus bisa menentukan kategori data tersebut apakah termasuk dengan kategori information saja atau termasuk knowledge. Untuk selanjutnya data



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



yang dikategorikan sebagai knowledge akan diharverst secara langsung oleh portal NKM. Ada 2 subjek yang digunakan di aplikasi yaitu subjek by division dan subjek by taksonomi. Depositor menentukan subjek division yang diterapkan mengacu pada



struktur organisasi yang ada di BATAN yaitu sebanyak 23 unit kerja. Sedangkan untuk penentuan subjek taksonomi yang digunakan mengacu pada perka BATAN nomor 123/KA/III/2018 tentang Kompetensi Badan Tenaga Nuklir Nasional.[8]



Gambar 7 Knowledge Taxonomy BATAN Taksonomi pengetahuan BATAN dikelompokkan menjadi 5 kompetensi khusus yaitu Isotop dan Radiasi, Daur Bahan Bakar Nuklir dan Bahan Maju, Rekayasa Perangkat dan Fasilitas Nuklir, Reaktor Nuklir, Keselamatan dan Keamanan Nuklir dan Radiasi, serta 1 kompetensi umum yaitu manajemen. Dengan adanya pengaturan subjek dan divison tersebut akan memudahkan user dalam menelusur data sesuai keinginan. Kinerja publikasi yang dihasilkan oleh setiap unit kerja juga bisa dipantau dan dievaluasi. Pengelompokan pengetahuan eksplisit berdasarkan taksonomi akan memudahkan pengguna dalam mempelajari pengetahuan sesuai bidang kompetensi yang diinginkan.



KESIMPULAN Pengetahuan eksplisit di BATAN dikelola dengan mengadopsi kemajuan teknologi dan informasi. Pengelolaan dilakukan dengan pengembangan Portal Nuclear Knowledge Management (NKM). Portal NKM terhubung dengan aplikasiaplikasi pendukung seperti e-Repository yang memuat data karya ilmiah maupun data non karya ilmiah. Pengelolaan e-Repository telah dilengkapi prosedur pengisiannya dan berhasil diimplementasikan untuk seluruh unit kerja di BATAN.



[ 131 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala PPIKSN Bapak Ir. Yusi Eko Yulianto yang telah memberikan ijin dan masukannya untuk melakukan penulisan makalah ini, serta Tim Nuclear Knowledge Management BATAN yang telah berbagi ilmu dan wawasan dalam pengembangan rencana kerja implementasi Nuclear Knowledge Management BATAN.



DAFTAR PUSTAKA 1. Bagiyono, “Pengelolaan Pengetahuan Nuklir: Tantangan dan Aktivitasnya di BATAN,” Widyanuklida, Vol. 9, pp. 112, 2009. 2. Nonaka I., T. H., The Knowledge Creating Company : How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation, Oxford University Press, 1995 3. T. Suryana, “Perancangan Arsitektur Teknologi Informasi dengan Pendekatan Enterprise Architecture Planning,” Majalah Ilmiah UNIKOM, Vol. 10, pp. 223-235, 2012. 4. D. Anjarkusuma P., and B. Soepeno, “Penggunaan Aplikasi CMS Wordpress untuk Merancang Website sebagai Media Promosi pada Maroon Wedding Malang’” Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol. 2, pp. 63-69, 2014. 5. D. F. Saputra, EPRINTS: Aplikasi Pengelolaan Repository Institusi: Elmarkazi Sukses Grup, 2017. 6. M. A. Buehler, Demystifying the Institutional Repository for Success, Woodhead Publishing Limited, 2013. 7. A.R.Yusuf, and R. Suhendani, Tutorial/ Juknis Input data eRepository BATAN, Perpustakaan PPIKSN: 2018. 8. K. Nento, and S. Maisaroh, Laporan Praktik Pengalaman Lapangan Perpustakaan Pusat Pendayagunaan Informatika dan Kawasan Strategis Nuklir, BATAN. Serpong. Program Studi Ilmu Perpustakaan, UIN Sunan Kalijaga: 2017.



[ 132 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



STUDI KETERSEDIAAN SDM DAN FASILITAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DI PSTA DALAM RANGKA MENYONGSONG ERA INDUSTRI 4.0 Ratmi Herlani1, Atok Suhartanto1, Munadi1 1) Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Jln. Babarsari Kotak Pos 6101 Yogyakarta 55281 (0274) 488 435 E-mail, [email protected] ABSTRAK STUDI KETERSEDIAAN SDM DAN FASILITAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DI PSTA DALAM RANGKA MENYONGSONG ERA INDUSTRI 4.0. Telah dilakukan studi ketersediaan SDM dan fasilitas Litbang di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTA-BATAN). Studi ini bertujuan untuk mengetahui ketersedian SDM dan fasilitas Litbang yang ada di PSTA berdasarkan data hasil surveilen dari Komisi Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP). PSTA telah menerapkan sistem manajemen Pranata Litbang sejak tahun 2003 hingga saat ini sesuai Pedoman KNAPPP 02: 2007 dan telah melakukan reakreditasi yang telah diperbarui berlaku dari 11 Mei 2017 hingga 10 Mei 2020. Untuk saat ini mulai tahun 2018 mengacu pada Pedoman terbaru KNAPPP 02: 2017. PSTA juga telah mendapatkan akreditasi sistem manajemen laboratorium/laboratorium uji dari KAN, sertifikasi Sistem Manajemen Mutu, sertifikasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan dan yang terbaru sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan pada 13 Juli 2018 sesuai SB 009-BATAN: 2010. Studi ini dilakukan dengan cara mempelajari data hasil surveilen KNAPPP pada 8-9 Mei 2018 terkait ketersediaan SDM dan fasilitas Litbangnya. Kesimpulan dari hasil studi ketersediaan SDM dan fasilitas Litbang di PSTA telah memenuhi persyaratan sesuai Pedoman KNAPPP 02: 2017, namun untuk menyongsong era industri 4.0 masih perlu ditingkatkan. Kata kunci: SDM, fasilitas, akreditasi, surveilen, KNAPPP.



ABSTRACT The STUDY of the AVAILABILITY of HUMAN RESOURCES and RESEARCH and DEVELOPMENT FACILITIES in the PSTA in ORDER to MEET the INDUSTRIAL AGE 4.0. A study has been made of the availability of human resources and R and D facilities in Science and Technology of the Accelerators – The National Nuclear Power Agency (BATAN-PSTA). This study aims to find out the availability of human resources and facilities existing in the PSTA surveilen results based on data from the National Commission on Accreditation Institution of research and development (KNAPPP). PSTA has implemented management systems R & D institution since the year 2003 up to now according the guidelines of KNAPPP 02: 2007 and reakreditasi have been doing has been updated is valid from May 11, 2017 until 10 may 2020. To start the year 2018 refers to latest Guidelines KNAPPP 02: 2017. PSTA has also been accredited by the management system of laboratory/laboratory test of KAN, quality management system certification, certification of management system of safety and occupational health (K3), Environmental management system certification certification of environmental management systems and the latest Security management system certification on July 13, 2018 corresponding SB 009-BATAN: 2010. The study was done by studying the data results of the surveilen KNAPPP on 8-9 May 2018 related human resources and availability of facilities Litbangnya. The conclusions of the study results is the availability of HUMAN RESOURCES and facilities for R & D in the PSTA has fulfilled requirements according the guidelines of KNAPPP 02:2017, but to meet the industrial age 4.0 still needs to be improved. Keywords: HR, facilities, accreditation, surveilen, KNAPPP.



[ 133 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 Nomor 46 Tahun 2013 yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Indonesia hanya diarahkan untuk tujuan damai dan sebesar besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia3). Pemerintah sudah meluncurkan roadmap implementasi industri 4.0 dengan nama Making Indonesia 4.0. Program ini sebagai antisipasi kecepatan perubahan industri saat ini. Namun, menurut Pakar Inovasi-Ekonom UI (Fithra Faisal) masih ada yang perlu diperhatikan pemerintah sebelum bisa mengimplementasi industri 4.0. Hal tersebut adalah Sumber Daya Manusia (SDM), disebutkan bahwa kenyataan 70% SDM kita masih SMA ke bawah, mereka tidak kompatibel dan belum siap kerja, tuturnya dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya, di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (7/7/2018). Pemerintah diharapkan bisa meningkatkan kualitas SDM yang mesti sesuai dengan kebutuhan industri. Untuk bisa merealisasikannya, maka dibutuhkan perbaikan kurikulum. "Selama ini kurikulum itu ketinggalan. Ini PR (pekerjaan rumah) pemerintah untuk menjawab tantangan industri," tuturnya. Sebenarnya, Indonesia bisa unggul dengan tenaga kerja yang lebih produktif saat ini, dibandingkan dengan Eropa yang kekurangan tenaga kerja karena usia produktif baru didapat pada 2025-2030. "Jadi ini membuat Indonesia menjadi potensi negara besar. karena SDM-nya produktif," tuturnya. Menurut Fithra, Indonesia semestinya siap menghadapi industri 4.0, karena revolusi ini sudah beberapa kali terjadi. Maka dari itu, diharapkan jangan sampai kalah dengan pendatang baru dalam mengimplementasikan revolusi industri versi 4.0 "Dalam rentang yang tidak lebih dari 100 tahun kita sudah menghadapi versi revolusi industri hingga 4.0. Maka dari itu kita jangan kalah dari pendatang baru," tuturnya4). Berdasarkan Peraturan Kepala BATAN Nomor 14 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional, PSTA-BATAN mengemban tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang Teknologi Akselerator dan Fisika Nuklir, Kimia dan Teknologi Proses Bahan Industri Nuklir, pelayanan pendayagunaan reaktor riset serta melaksanakan pelayanan pengendalian keselamatan kerja dan pelayanan kesehatan5). PSTA menempati lahan seluas 6.2 hektar (ha) dan memiliki struktur Sistem Manajemen Pranata (SM) Plitbang seperti pada gambar 1.



PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) telah membawa banyak manfaat dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia, memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan sehingga berperan besar pada kemajuan peradaban umat manusia. Di Indonesia, iptek umumnya dikembangkan oleh lembaga-lembaga strategis baik lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) maupun kementerian, universitas, dan indutri (swasta). Tetapi diakui bersama oleh stakeholders iptek bahwa capaian hasil penelitian, pengembangan, pemanfaatan iptek saat ini masih belum banyak berdampak signifikan bagi perekonomian nasional, meskipun hasil riset berupa publikasi, paten, prototip, dan rekomendasi teknologi telah banyak dihasilkan oleh lembaga litbang dan perguruan tinggi. Teknologi yang digunakan di Indonesia mayoritas masih impor. Kenyataan ini perlu menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kepentingan iptek, baik dari perekayasa/peneliti, lembaga litbang, perguruan tinggi, pemerintah dan industri1). Salah satu tugas Menteri Negara Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan secara nasional untuk memacu kemajuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam melaksanakan koordinasi tersebut, diperlukan pemantauan mutu dan efektivitas semua kegiatan penelitian dan pengembangan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Pemantauan dan pengawasan terhadap mutu dan efektivitas kegiatan, dimaksudkan juga sebagai pembinaan terhadap Pranata Penelitian dan Pengembangan (Pranata Litbang) yang dilakukan secara terus menerus dan berkala berdasarkan pedoman yang berlaku. Untuk melakukan pembinaan secara aktif terhadap kinerja Pranata Litbang dalam melayani masyarakat melalui pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, pemerintah melalui Menteri Negara Riset dan Teknologi pada masa itu, telah membentuk Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP) untuk mengembangkan dan memberikan saran kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi (yang sekarang menjadi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) perihal sistem akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan. Akreditasi diberikan kepada Pranata Litbang milik pemerintah maupun swasta yang telah memenuhi persyaratan akreditasi Pranata Litbang. Dengan demikian, kinerja Pranata Litbang diharapkan dapat meningkatkan mutu dan efektivitasnya2). Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA)BATAN merupakan salah satu Satuan Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang berada di Yogyakarta. BATAN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pokok sesuai Peraturan Presiden



[ 134 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Gambar 1. Struktur Organisasi SM P.litbang PSTA



Studi ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan fasilitas Penelitian dan Pengembangan (litbang) di PSTA bertujuan mengetahui tingkat ketersediaan SDM dan Fasilitas yang ada sesuai Pedoman KNAPPP 02: 2007 yang telah diperbaharui menjadi 02: 2017 dan Pedoman Kepakaran 03: 2017 dalam rangka menyongsong era indutri 4.0.



TEORI



Keterangan tentang jabatan Sistem Manajemen Mutu Pranata Litbang terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Jabatan SistemManajemen Mutu Pranata Litbang



Belakangan ini, kita mulai sering mendengar dan melihat cuitan di sosial media seputar revolusi Industri 4.0. Mungkin masih banyak diantara kita yang masih mempertanyakan apa itu industri 4.0 sebenarnya. Sebab, masih banyak kesalahan informasi seputar industri 4.0 yang kami perhatikan “melenceng” dari arti dan tujuannya. Untuk itu, kami berikan penjelasan disini seputar industri 4.0 tersebut agar tidak menjadi salah arti dan sasaran. Industri 4.0 adalah industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur. Ini termasuk sistem cyber-fisik, Internet of Things (IoT), komputasi awan dan komputasi kognitif. Di bawah pengertian apa itu Industri 4.0, banyak teknologi fisik dan digital yang digabungkan melalui analitik, kecerdasan buatan, teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat. Revolusi industri keempat mengubah ekonomi, pekerjaan, dan bahkan masyarakat itu sendiri. Singkatnya, revolusi ini



[ 135 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari kita6). Dalam rangka mendukung percepatan pemulihan ekonomi berarti menajamkan prioritas pada bidangbidang iptek yang sangat dibutuhkan dan hasilnya dapat dimanfaatkan dengan segera. Seiring dengan penajaman prioritas juga ditingkatkan upaya mendifusikan teknologi yang siap pakai kepada kalangan masyarakat yang membutuhkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka untuk menentukan bidang penelitian bagi suatu pranata penelitian dan pengembangan, Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP) memberikan akreditasi sesuai dengan ruang lingkup bidang kepakaran penelitian dan pengembangannya. Bidang kepakaran tersebut tertuang dalam Pedoman KNAPPP 03:2004 yang berubah menjadi Pedoman KNAPPP 03:2017 Bidang Kepakaran Pranata Penelitian dan Pengembangan. Pedoman ini disusun untuk memberikan acuan bagi sekretariat dan pihakpihak terkait dalam proses akreditasi oleh KNAPPP yang mencakup 45 (empat puluh lima) bidang kepakaran7). Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menjelaskan, berdasarkan evaluasi awal tentang kesiapan negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 Indonesia diperkirakan sebagai negara dengan potensi tinggi. Meski masih di bawah Singapura, di tingkat Asia Tenggara posisi Indonesia cukup diperhitungkan. Sedangkan terkait dengan global competitiveness index pada World Economic Forum 2017-2018, Indonesia menempati posisi ke-36, naik lima peringkat dari tahun sebelumnya posisi ke-41 dari 137 negara. Arus globalisasi sudah tidak terbendung masuk ke Indonesia. Disertai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dunia kini memasuki era revolusi industri 4.0, yakni menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. Menghadapi tantangan tersebut, pengajaran di perguruan tinggi pun dituntut untuk berubah, termasuk dalam menghasilkan dosen berkualitas bagi generasi masa depan18). Undang Undang nomor: 10 tahun 1997, tentang Ketenaganukliran Pasal 8 menyebutkan: (1) Penelitian dan pengembangan tenaga nuklir harus diselenggarakan dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir untuk keselamatan, keamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan rakyat. (2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan terutama oleh dan menjadi tanggung jawab Badan Pelaksana. (3) Penelitian dan pengembangan mengenai keselamatan nuklir perlu diperhatikan untuk mengurangi dampak



[ 136 ]



negatif pemanfaatan tenaga nuklir. (4) Dalam menyelenggarakan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pelaksana dapat bekerja sama dengan instansi dan badan lain9).



TATA KERJA Metode Penulisan Karya Tulis Ilmiah Studi Ketersediaan SDM dan Fasilitas litbang di PSTA disusun berdasarkan hasil Studi leteratur/standar, peraturan terkait Sistem Manajemen Pranata Litbang. Kemudian dilakukan identifikasi dokumen yang terkait Sistem Manajemen Pranata Litbang di PSTA. Selanjutnya dilakukan verifikasi dokumen Sistem Manajemen Pranata Litbang di PSTA. Langkah terakhir di lakukan analisis data dengan membandingkan Pedoman KNAPPP 02: 2007/2017 dan 03:2017 terhadap fakta di lapangan.



HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Ketersediaan SDM dan Fasilitas litbang di PSTA telah mendapatkan data dari mempelajari dokumen panduan mutu SM Plitbang no: 001.1/KN 09 06/STA10) untuk ketersedian SDM sesuai kepakaran di PSTA seperti pada Tabel 1 sedangkan untuk data ketersedian fasilitas pada Tabel 2. Dan contoh data hasil surveilen Tim Asesor KNAPPP tertanggal 8 -9 Mei 2018 pada Gambar 2.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Tabel 3. Ketersediaan fasilitas sesuai kepakaran di PSTA



Dalam rangka mewujudkan visi BATAN seperti tersebut pada Gambar 3.



Gambar 2. Bukti Data Surveilen Asesor KNAPPP Studi Ketersediaan SDM dan Fasilitas di PSTA bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi lembaga PSTA dalam rangka menyongsong era indutri 4.0, perkembangan teknologi yang semakin canggih, dunia kini memasuki era revolusi industri 4.0, yakni menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. PSTA telah menerapkan Sistem Manajemen Pranata litbang dengan pedoman KNAPPP 02: 2007/2017; Persyaratan Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan dan pedoman KNAPPP 03:2017; Bidang Kepakaran Pranata Penelitian dan Pengembangan. Sesuai definisi yang terdapat pedoman KNAPPP 02: 2017 disebutkan tentang Kompetensi Inti Pranata Litbang adalah kemampuan utama suatu Pranata Litbang dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang tertentu. Pranata Penelitian dan Pengembangan selanjutnya disebut Pranata Litbang adalah unit kerja yang melakukan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan serta pendayagunaan hasilnya bagi kesejahteraan masyarakat dalam bidang ilmu teknik, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial tertentu yang spesifik. PSTA memiliki ketersediaan SDM seperti Sesuai SK Ka BATAN No. 123/KA/III/2018 seperti pada Tabel 2. Untuk ketersediaan fasilitas di PSTA terlihat pada Tabel 3.



Gambar 3. Visi BATAN Dalam rangka merealisasikan visi BATAN tersebut telah disusun misi PSTA sebagai berikut: Misi Pusat Sain dan Teknologi Akselerator adalah: a. Mengembangkan Sain dan Teknologi akselerator, proses dan instrumentasi nuklir yang handal dan bermanfaat bagi masyarakat. b. Mendukung kebijakan pemerintah di bidang mineral melalui pengembangan pilot plant pemurnian Logam Tanah Jarang (LTJ) dan Zirkonium (Zr).



Tabel 2. Ketersediaan SDM Sesuai SK Ka BATAN No.123/KA/III/2018



[ 137 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 c.



Memperkuat peran reactor Kartini sebagai reaktor pendidikan dan pelatihan melalui pengembangan simulator hybrid dan IRL dan sebagai sistem fasilitas aplikasi TAN. d. Penerapan sistem manajemen terintegrasi untuk sistem manajemen mutu, laboratorium pranata litbang, laboratorium pengujian, sistem manajemen keselamatan, lingkungan dan keamanan. e. Diseminasi sains nuklir dasar (basic) di wilayah joglosumarto (Jogja, Solo, Semarang, Purwokerto). Terkait pencapaian visi BATAN dan misi PSTA maka telah disusun program dan kegiatan serta adanya pernyataan kebijakan mutu BATAN sebagai mana termuat pada Gambar 4.



Gambar 4. Kebijakan Mutu PSTA Dilihat dari berbagai berita di media elektronik tentang perkembangan industri saat ini ada hal yang menarik yaitu dari Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) yang menyampaikan strategi industrialisasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia jangka panjang hingga tahun 2045. Disebutkan bahwa sedikitnya ada 4 sektor industri prioritas yang akan dikembangkan yaitu sector industri agro, maritim, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Roadmap industrialisasi kita menemukan bahwa ada 4 sektor harus diprioritaskan atau prioritas pilihan industri dalam menumbuhkan ekonomi nasional, seperti disampaikan Ketua KEIN Soetrisno



[ 138 ]



Bachir dalam FGD Pandangan dan Solusi Komite Ekonomi dan Industri Nasional terhadap Perkembangan Perekonomian Nasional Terkini di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, pada Selasa 13/6/2017(11). Dari keempat industri ini selanjutnya diharapkan tidak hanya menyumbangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih baik namun sekaligus juga dapat menyerap tenaga kerja dalam negeri dan mengurangi pengangguran, dengan demikian ketimpangan di Indonesia bisa semakin berkurang. Komite Ekonomi dan Industri Nasional melihat keempat sektor industri memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia. Sehingga perlu didorong lebih kuat lagi untuk bisa berkembang lebih besar lagi. Keempat sektor tersebut semuanya dipunyai Indonesia, orang Indonesia juga punya talenta kreatif ini bisa menjadi sektor yang mengangkat ekonomi kita seperti dikatakan Soetrisno Bachir. Selanjutnya daya saing industri agro dalam negeri juga ditingkatkan untuk mengurangi volume impor buah dan sayur dari negara lain, sedangkan sumber daya alam dan tanah di Indonesia begitu subur. Untuk PSTA khususnya dan Kawasan Nuklir Yogyakarta secara menyeluruh kita menyelaraskan dengan perkembangan era industri 4.0 dengan mengambil bagian dengan sektor-sektor tersebut sesuai dengan bidang tugas dan fungsi satuan kerja kita, dapat dilakkan dengan membuat jejaring dan kerjasama dengan dinas pertanian, kementeriaan perindustrian, pemerintah daerah, kementerian kelautan, LIPI, lembaga swasta dan sebagainya. Saat ini PSTA telah berkembang dalam hal kerjasama dengan pihak institusi lain terlebih setelah semenjak tahun 2017 lalu masuk dalam pembinaan Pusat Unggulan Iptek oleh Ristekdikti. Bahkan saat ini telah terjalin kerjasama luar negeri/internasional dan berkompetisi dengan negara lain seperti Jepang dalam hal Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) baik in vivo dan in vitro, teknologi akselerator dengan siklotron untuk terapi medis, pemanfaatan bahan lokal untuk industri logam tanah jarang (LTJ) yang sedang menjadi tren dunia dalam hal super konduktor, baterai, magnet, laser, elektronik, glass, keramik dan lain sebagainya. Sumber Daya Manusia PSTA masih memadai untuk saat ini sesuai dengan pemenuhan persyaratan sesuai Pedoman KNAPPP 02:2007/2017. Institusi BATAN dalam rangka menyongsong perkembangan teknologi dan industri era 4.0 sebagai contoh memiliki Program Agro Techno Park (ATP) dan Science Techno Park (STP) yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 2015, hal ini merupakan sarana efektif untuk menyebarluaskan pemanfaatan teknologi nuklir kepada masyarakat luas. BATAN bekerja sama dengan pemeritah daerah mengelola tiga ATP yang berlokasi di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Dalam pelaksanaan program ATP dan STP selain dengan pemerintah daerah kita juga melibatkan para petani, swasta dan perguruan tinggi, seperti dikatakan kepala BATAN



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 Djarot Sulistio Wisnubroto(12). BATAN juga mengelola STP yang dikenal dengan nama National Science Techno Park yang berlokasi di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pada tahun 2019 sebagai tahun terakhir pembangunan jangka menengah, diharapkan ATP dan STP sudah mampu menjadi sebuah organisasi yang mandiri, yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan ketersediaan SDM dan fasilitas di PSTA sebagai lembaga Pranata Penelitian dan Pengembangan maka dalam memasuki era industri 4.0 telah melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga seperti dalam penelitian dan pengembangan Logam Tanah Jarang (LTJ) dengan pemerintah daerah di Bangka-Belitung dan lainnya. Sumber daya mineral pembawa logam tanah jarang yang sangat strategis dan jumlahnya relatif banyak adalah pasir monasit yang tersedia melimpah di Bangka-Belitung, Kalimantan dan daerah lain di Indonesia13). Logam tanah jarang merupakan kumpulan dari 17 unsur kimia pada tabel periodik, terutama 15 unsur lantanida yaitu lantanum (La), serium (Ce), neodinium (Nd) dan lain-lain. Keberadaannya cukup melimpah jumlahnya di kerak bumi, sehingga salah satu peluang besar ada di depan kita untuk mengolahnya. Dalam dunia industri 4.0 penggunaan LJT ini telah memicu berkembangnya material baru sehingga keperluan logam tanah jarang dari tahun ke tahun terus meningkat. Ketersediaan SDM dan fasilitas di PSTA masih bisa memungkinkan dalam pengembangan salah satu atau beberapa sektor industrialisasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia jangka menengah 2019. Sedangkan untuk panjang hingga tahun 2045 perlu adanya peningkatan jumlah dan strata SDM terutama SDM baru serta peningkatan sarana prasarana yang menyesuaikan dengan perkembangan era industri 4.0.



2. Pedoman KNAPPP 02:2017; Persyaratan Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan 3. Peraturan Presiden nomor: 46 Tahun 2013, tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional 4. https://economy.okezone.com/read/2018/07/07/320/ 1919210/sdm-harus-dibenahi-ri-jangan-sampaikalah-dalam-revolusi-industri-4-0 5. Peraturan Kepala BATAN nomor 14 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional 6. http://www.mobnasesemka.com/apa-itu-industri-4-0 7. Pedoman KNAPPP 03:2017; Bidang Kepakaran Pranata Penelitian dan Pengembangan 8. Undang Undang nomor: 10; Tahun 1997, tentang Ketenaganukliran 9. http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/index.php/2018/0 1/30/era-revolusi-industri-4-0 10. Panduan Sistem Manajemen Pranata Litbang nomor: Plit 001.1/KN 09 06/STA; Tahun 2015 11. https://finance.detik.com/industri/d-3529520/keinusul-pengembangan-4-sektor-industri-ri 12. Infonuklir BATAN, 27 Juli 2018 tentang agro techno part, sarana efektif sebarluaskan pemanfaatan teknologi nuklir 13. Desain Konsep Plilot Plant Pengolahan REOH menjadi CeO2, La2O3 dan Konsentrant Nd(OH)3 Kapasitas 25 kg/hari



TANYA JAWAB Pertanyaan: Berdasarkan dari pendataan dan persyaratan, untuk lima tahun ke depan apakah SDM bisa dipenuhi?



KESIMPULAN



Jawaban:



Dari hasil studi ketersediaan SDM dan fasilitas Litbang di PSTA telah memenuhi persyaratan sesuai Pedoman KNAPPP 02: 2007/2017 dan Pedoman 03: 2017 bidang kepakaran, namun untuk menyongsong era industri 4.0 masih perlu ditingkatkan baik sarana dan prasarana maupun kerjasama dengan berbagai lembaga baik nasional juga internasional.



Saat ini masih terpenuhi, tetapi untuk era nanti harus ada peningkatan kompetensi dari SDM nya dan adanya pegawai baru untuk regenerasi.



UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengukapkan terima kasih kepada bapak/ibu : Aris Bastianudin, SST; Agus Tri Purawanto, SST; Mursiti, SST; Rahmat K.Purnama,SST yang telah banyak membantu selama kegiatan Surveilen berlangsung dari Tim Asesor KNAPP dan terselesainya makalah ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Outlook Inovasi Teknologi Material, ISBN : 978-602-95555-8-5 BPPT; Tahun 2018



[ 139 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLIBATAN INDUSTRI LOKAL DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA Dharu Dewi Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir, BATAN, Jakarta, Indonesia, [email protected] ABSTRAK FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLIBATAN INDUSTRI LOKAL DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA. Keterlibatan industri lokal dalam program pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) melibatkan partisipasi sejumlah industri untuk jasa/pelayanan, pasokan material, fabrikasi dan konstruksi sebagai bagian dari rantai pasok industri yang terintegrasi dalam program pembangunan PLTN. Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) pada industri lokal dan fasilitas peralatan industri memegang peranan penting atas tingkat keberhasilan tingginya keterlibatan industri pada program pembangunan PLTN. Program penyiapan dan pengembangan SDM harus disiapkan sejak awal. Level minimum ilmu pengetahuan nuklir (know how) dan jumlah personil yang berpengalaman harus dipenuhi dan tersedia agar pembangunan PLTN dilaksanakan secera efektif dan efisien. Keterlibatan industri lokal memainkan peranan penting untuk menaikkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam proses pengadaan barang/jasa PLTN. Metodologi studi dilakukan dengan kajian literatur. Hasil studi disimpulkan bahwa faktor – faktor yang dapat mempengaruhi tingginya keterlibatan industri lokal dalam program pembangunan PLTN adalah pendekatan kontrak yang dipilih, ketersediaan industri yang memiliki potensi untuk berperan aktif mendukung pembangunan PLTN, ketersediaan SDM industri yang kompeten, keterlibatan para pemangku kepentingan, ketersediaan infrastruktur berupa fasilitas teknologi yang diperlukan, ketersediaan investasi pada industri, ketersediaan kode dan standar industri yang memenuhi persyaratan PLTN, ketersediaan regulasi dan legal framework, dan ketersediaan rantai pasok industri secara menyeluruh. Kata kunci: industri lokal, keterlibatan, SDM, PLTN



ABSTRACT FACTORS AFFECTING THE INVOLVEMENT OF LOCAL INDUSTRIES IN THE NPP DEVELOPMENT PROGRAM IN INDONESIA. The involvement of local industries in nuclear power plant (NPP) development programs involves the participation of a number of industries for services, material supplies, fabrications and constructions as part of an integrated industrial supply chain in the NPP development program. Human resources Competences in local industries and industrial equipment facilities play an important role on the success rate of high industrial involvement in the NPP development program. Human resource preparation and development programs should be prepared from the beginning time. The minimum level of know-how and the number of experienced personnel must be met and available for the development of the nuclear power plant is carried out effectively and efficiently. The involvement of local industries plays an important role for the increase of Domestic Component Level (TKDN) in the process of procurement of goods / services of NPP. The methodology of the study was conducted by literature review. The results of the study concluded that factors that could affect the high involvement of local industries in nuclear power plant development programs are the selected contractual approach, the availability of industries that have the potential to play an active role in supporting the development of NPP, the availability of industrial human resources and stakeholders, the availability of infrastructure in the form of technological facilities required, the availability of investment from industry, the availability of codes and industry standards that meet the requirements of nuclear power plants, the availability of regulatory and legal frameworks, and the availability of entire industry supply chains. Key words: local industries, involvement, human resources, NPP



[ 140 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENDAHULUAN PLTN pertama pada umumnya dibangun dengan keterlibatan industri lokal yang sangat terbatas. Keterlibatan industri lokal (partisipasi nasional) terkait dengan proyek merupakan suatu proses yang dikendalikan secara politis. [1]. Pemerintah memiliki peranan penting dalam menyusun kebijakan nasional untuk mendukung keterlibatan industri dan mengembangkan kerangka kerja legal yang diperlukan. Keterlibatan industri lokal tidak hanya dalam hal pengoperasian dan perawatan, akan tetapi juga meliputi konstruksi sipil, instalasi komponen mekanikal dan elektrikal, manufaktur peralatan dan jasa/layanan. Owner PLTN, para pemangku kepentingan, organisasi asosiasi industri dan institusi terkait lainnya perlu melakukan studi komprehensif untuk menganalisis kemampuan lokal dan potensi pasar lokal dan internasional. Industri manufaktur lokal dan industri jasa diharapkan dapat memberikan konfirmasi tentang kemungkinannya untuk dapat berpartisipasi dalam proyek pembangunan PLTN. Rekomendasi kebijakan nasional untuk keterlibatan industri lokal sebaiknya dibuat dan dilaksanakan berdasarkan pada [1] : Hasil survei industri potensial untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan PLTN dan analisis kemampuannya untuk memenuhi persyaratan program PLTN. Hasil survei pemasok lokal yang memiliki potensi untuk memasok peralatan/komponen dan jasa yang dapat mendukung pembangunan, pengoperasian dan perawatan PLTN terkait dengan peralatan workshop, laboratorium dan suku cadang asli. Rapat dengan industri ataupun pemasok lokal potensial untuk memperoleh penjelasan tentang standard dan kualifikasi yang diperlukan serta tujuan kelayakan keterlibatan industri. Ringkasan daftar industri yang mampu berpartisipasi dalam pembangunan pembangkit terkait keselamatan non nuklir maupun persyaratan pendanaan (funding requirements). Ketika menentukan target untuk keterlibatan industri lokal, sebaiknya mempertimbangkan tahapan – tahapan yang perlu dicapai yaitu tingkat kemajuan partisipasi nasional yang



dapat dicapai suatu negara. Berdasarkan tahapan yang diklasifikasikan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA), maka keterlibatan industri akan meningkat sesuai dengan tahapan berikut [2, 3]: (a) Level 1: level minimum, tenaga kerja lokal dan beberapa material konstruksi digunakan di area tapak, khususnya untuk pekerjaan sipil. (b) Level 2: perusahaan lokal mengambil tanggungjawab seluruh atau sebagian pekerjaan sipil, termasuk desain pekerjaan. (c) Level 3: komponen digunakan untuk bagian non kritis dari Balance of Plant (BOP). (d) Level 4: industri lokal mengembangkan produk sesuai dengan standar dan desain nuklir. (e) Level 5: industri khusus dibangun secara lokal untuk manufaktur komponen berat dan komponen khusus nuklir. Potensi keterlibatan industri lokal dalam proyek PLTN bervariasi antara partisipasi minimum sampai dengan partisipasi maksimum atau partisipasi optimum. Partisipasi nasional yang tidak didukung dengan adanya pengalaman yang teruji dapat menyebabkan timbulnya risiko yang terkait dengan penundaan jadwal (delays), biaya yang membengkak (cost overrun) dan unjuk kerja yang buruk (poor Performance). Pengembangan keterlibatan industri lokal melibatkan penyusunan jumlah industri untuk pelayanan, pasokan material, fabrikasi dan konstruksi yang merupakan bagian dari rantai pasok terintegrasi yang disusun untuk program. Dalam hal ini dukungan industri yang tersedia disiapkan untuk program PLTN, dan diharapkan peta potensi/kemampuan industri nasional diperoleh secara optimal. BATAN sebagai lembaga penelitian dan pengembangan PLTN pernah mengirimkan beberapa personil dari industri lokal untuk pelatihan On the Job Training (OJT) ke industri nuklir di luar negeri. Jika PLTN dibangun, keterlibatan industri dalam program pembangunan PLTN di Indonesia sangat penting khususnya dalam menaikkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada proses pengadaan barang/jasa PLTN. Oleh karena itu kompetensi dan kualifikasi SDM pada industri lokal menjadi salah satu hal penting yang mempengaruhi keterlibatan industri dalam



[ 141 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



penguasaan teknologi PLTN yang pada akhirnya menentukan keberhasilan industri lokal untuk berpartisipasi. Hal ini yang nantinya akan menentukan kenaikan TKDN. Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya keterlibatan industri lokal pada program pembangunan PLTN yang dapat mempengaruhi TKDN di Indonesia. METODE Metodologi studi yang digunakan pada makalah ini adalah melakukan kajian literatur dan pencarian data melalui website yang terkait dengan keterlibatan industri, partisipasi nasional dan Sumber Daya Manusia (SDM) nuklir. HASIL DAN PEMBAHASAN Keterlibatan industri lokal dalam program pembangunan PLTN di Indonesia sangat penting khususnya dalam menaikkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada proses pengadaan barang/jasa PLTN. Semakin tinggi prosentase TKDN yang dapat dikuasai, artinya memberikan peluang yang lebih besar bagi produk industri lokal untuk mendukung dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan PLTN. Terdapat beberapa indikator yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya keterlibatan industri. Faktor pertama yang mempengaruhi keterlibatan industri nasional adalah pendekatan kontrak (Contractual Approach) yang dipilih dalam proyek PLTN. Salah satu opsi yang umum digunakan pada beberapa negara adalah kontrak Engineering. Procurement, Construction (EPC). Pada jenis kontrak ini Kontraktor Utama mempunyai tanggungjawab keseluruhan untuk konstruksi mulai dari persiapan tapak sampai menuju komisioning PLTN dan akhirnya memindahtangankan kepada Owner/Operator setelah melakukan demontrasi pengoperasian. Owner/operator memegang tanggungjawab untuk aspek keselamatan proyek, dan memastikan bahwa konstruksi pembangkit memenuhi mutu dan standar keselamatan. Kontraktor EPC akan mengikutsertakan industri lokal dan pemasok internasional. Keterlibatan industri memainkan peranan penting untuk meningkatkan infrastruktur suatu negara. Program alih



[ 142 ]



teknologi dan lokalisasi/partisipasi nasional dari kegiatan manufaktur sebaiknya menjadi bagian dari kontrak EPC. Sehingga keterlibatan industri sudah diikat dalam suatu kontrak EPC. Program alih teknologi juga dapat dimasukkan dalam kontrak yang terpisah [2]. Spesifikasi dan jumlah komponen/ material konstruksi, daftar peralatan, kode dan standar yang diperlukan, hendaknya dikembangkan dalam dokumen penawaran (Bid) untuk mengidentifikasi area potensial, dan kesempatan untuk industri lokal [3]. Faktor kedua yang mempengaruhi keterlibatan industri lokal adalah ketersediaan industri potensial dan memiliki kemampuan berpartisipasi dalam pembangunan PLTN. Industri yang dibutuhkan terdiri dari industri konstruksi sipil, industri EPC, industri architech engineering, industri mekanikal dan elektrikal, dan industri pendukung lainnya. Kemampuan industri maupun pemasok lokal untuk memenuhi jadwal pengiriman dan persyaratan mutu yang ketat serta ketersediaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang relevan perlu dikembangkan lebih baik dan rinci. Saat ini beberapa industri lokal memiliki pengalaman dalam memasok material dan komponen dalam pembangkit listrik konvensional. Industri konstruksi sipil, industri mekanikal, industri electrikal, industri rekayasa arsitek. Sebagai gambaran umum, Industri konstruksi sipil yang tersedia antara lain PT. Hutama Karya, PT Adhi Karya,PT Waskita Karya, PT. Nindya Karya, PT. Pembangunan Perumahan dan lain-lain. Industri EPC antara lain PT Wijaya Karya, PT. Metaepsi, PT. Inti Karya Persada Teknik, PT. Tripatra Engineers, PT. Rekayasa Industri, PT. Medco Energi International, PT. Boma Bisma Indra, PT. Truba Jaya Engineering, PT. Indika Energi dan lain-lain. Industri mekanikal terdiri dari beberapa jenis industri yakni industri baja struktur, industri bejana tekan, industri generator, industri turbin, industri kondenser, industri pemipaan, industri pompa dan katup. Sedangkan industri elektrikal terdiri dari industri transformator, industri kabel dan panel listrik, industri konektor dan lain-lain. Beberapa contoh industri mekanikal antara lain PT. Nusantara Turbin dan Propulsi, PT. Barata Indonesia, PT. PAL, PT. Boma Bisma Indra, PT. PINDAD, PT. Siemens Indonesia, PT. Meco Inoxprima, PT. Krakatau Steel, PT. Krakatau Wajatama, PT. Gunung Garuda, PT. Bakrie Pipe Industries, PT. Cilegon Fabricators,



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PT. SPINDO, dan lain – lain [4]. Diharapkan potensi industri yang tersedia tersebut dapat dikembangkan dan ditingkatkan dan dilakukan pengembangan inovasi produk yang akhirnya menuju industri yang memproduksi komponen grade nuklir. Faktor ketiga yang mempengaruhi keterlibatan industri adalah ketersediaan pendanaan pada industri. Ketersediaan dana untuk perluasan fasilitas pabrik dan mesin tentunya diperlukan untuk memperoleh pengembangan teknologi baru. Investasi diperlukan untuk barang yang diproduksi lokal. Biaya total barang yang diproduksi secara lokal dibandingkan dengan pasar internasional kompetitif lebih murah dengan mutu yang sama. Agar industri lokal dapat berpartisipasi dalam proyek PLTN, maka yang paling memungkinkan bagi industri adalah memiliki dana untuk memodifikasi dan melakukan inovasi pada fasilitas industri atau metode kerjanya agar memenuhi persyaratan nuklir. Modifikasi ini juga dapat melibatkan beberapa proses alih teknologi dengan cara memberikan pelatihan bagi beberapa personil dan manajemen. Bantuan pemerintah dalam hal memberikan kemudahan dalam pemberian dana industri sangat penting diperlukan. Faktor keempat adalah ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) industri nuklir yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan PLTN di Indonesia. Pembangunan industri tidak hanya peningkatan produksi barang dan jasa tetapi juga memerlukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) [5]. Secara umum SDM nuklir harus disiapkan secara menyeluruh baik untuk personil PLTN maupun personil industri lokal yang memproduksi komponen PLTN, dimulai dari tahap pra-proyek, konstruksi, komisioning, operasi, dan perawatan PLTN. Program penyiapan dan pengembangan SDM nuklir perlu dilakukan sebagai berikut: A. Program Penyiapan SDM nuklir 1. Penyusunan struktur organisasi SDM nuklir pada fase pra proyek, konstruksi, komisioning, pengoperasian dan perawatan PLTN. 2. Penyusunan modul pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan untuk memenuhi kualifikasi personil. Pendidikan dan pelatihan dapat berupa pendidikan dan pelatihan internal dan eksternal termasuk



3.



4. 5.



6.



7.



On the Job Training (OJT) melalui vendor PLTN. Penyusunan materi dan jadwal rencana pendidikan dan pelatihan SDM baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Penyusunan kebutuhan SDM sesuai dengan tahapan proyek. Penentuan pola rekruitmen SDM untuk sumber tenaga kerja maupun tenaga ahli yang mampu memberikan pasokan tenaga kerja dan tenaga ahli dari berbagai institusi terkait maupun industri lokal. Penyusunan kualifikasi dan kompetensi SDM nuklir sesuai dengan kompetensi yang diperlukan baik melalui kompetensi teknis (hard competence) dan kompetensi perilaku (soft competence). Penyiapan sertifikasi personil SDM nuklir melalui badan sertifikasi personil atau badan sertifikasi lainnya.



B. Program Pengembangan SDM nuklir 1. Pengembangan SDM mengacu pada kompetensi personil, yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap, melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang dilanjutkan dengan proses uji kompetensi. pelatihan dasar ketenaganukliran yang dapat diselenggarakan di dalam negeri, sedangkan pelatihan tingkat lanjut atau spesialisasi untuk tahap awal akan dilakukan di luar negeri mengingat keterbatasan infrastruktur industri yang tersedia di dalam negeri. 2. Menjalin kerja sama dengan vendor asing guna melatih personel industri yang akan dilibatkan di dalam manufaktur komponen dan material PLTN. 3. Menjalin kerjasama dan koordinasi antara pemerintah, kementerian perindustrian, lembaga riset dan pengembangan, universitas/institusi pendidikan, IAEA, BATAN, BAPETEN, industri, kemenristekdikti, dan institusi lainnya yang terkait berperan penting dalam proses pengembangan SDM nuklir. Faktor ke empat adalah ketersediaan kode dan standar industri yang perlu dimiliki oleh industri lokal untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan PLTN. Perlu dilakukan pencocokan kode dan standar industri lokal



[ 143 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



dengan cara melakukan survei industri terhadap pemenuhan kode dan standar yang digunakan dalam PLTN. Secara umum, pemasok atau vendor akan mengusulkan kombinasi standar nasional dan internasional dalam desain dan spesifikasi PLTN. Penggunaan standar yang berbeda dalam area teknologi yang sama merupakan sumber potensi kesalahan dan kesalahpahaman. Dengan demikian penting untuk mengelola penggunaan standar yang dipilih. Penggunaan standar juga sebaiknya mengacu pada standar adopsi yang identik dengan standar pemasok. Faktor kelima adalah tersedianya peraturan, kerangka regulasi (regulation framework) dan kerangka legal (legal framework). Peraturan, regulasi ataupun kerangka legal dibuat dengan maksud agar memiliki pemahaman yang jelas dari regulasi yang ada dan juga memastikan kesesuaiannya dengan kode dan standar bangunan, pandauan desain bejana tekan, persyaratan praktek konstruksi, perizinan dan proteksi lingkungan. Beberapa peraturan yang tersedia untuk industri lokal antara lain: - Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah [6]. - Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah [7]. - Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 16/M-IND/PER/2/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri [8]. - Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 54/M-IND/PER/3/2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan [9]. Panduan ini berlaku pada infrastruktur ketenagalistrikan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit LIstrik Tenaga Panasbumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Saluran Transmisi, Substation , dan Saluran



[ 144 ]



Distribusi Listrik. Namun Untuk PLTN belum tercakup didalamnya. Faktor keenam adalah keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholder involvemen). Pada prinsipnya, yang dimaksud dengan para pemangku kepentingan adalah sebagai berikut: - Organisasi industri yang memiliki kemampuan yang diperlukan untuk konstruksi, manufaktur, dan pengoperasian PLTN. - Organisasi Perdagangan - Serikat Buruh (Labour Unions) - Organisasi Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan (Vocational Education and Training Organizations). - Seluruh organisasi para pemangku kepentingan yang terlibat mulai saat perencanaan program PLTN sehingga mereka dapat melihat manfaat yang potensial untuk negara dan peran mereka dalam menjamin keberhasilan program. Para pemangku kepentingan yang ada di Indonesia dapat terdiri dari berbagai institusi antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah, asosiasi industri, kementerian, badan penelitian dan pengembangan, organisasi masyarakat dan sebagainya. Faktor ketujuh adalah tersedianya infrastruktur berupa fasilitas teknologi yang diperlukan. Untuk program tenaga nuklir baru, fasilitas penelitian dan pengembangan diawali dengan datangnya organisasi dari luar negeri yang memiliki pengalaman dalam PLTN. Ketika program PLTN dimulai, status penelitian dan pengembangan akan ditinjau bagaimana mereka dapat mendukung program PLTN. Terkait dengan penelitian dan pengembangan yang telah diaplikasikan dalam bentuk penelitian dasar (basic research), maka Technical Organization Supporting (TSO) dapat menyediakan bantuan teknis khusus. Tergantung pada ukuran program PLTN dan norma nasional, maka TSO dapat berupa kombinasi antara organisasi lokal dan organisasi internasional. Faktor kedelapan adalah tersedianya rantai pasok secara menyeluruh. Rantai pasok mencakup fasilitas, peralatan industri, layanan/jasa, ,manajemen proyek dan pengoperasian. Daftar komponen, produk, material, dan jasa akan digunakan sangat rinci dan masing – masing melibatkan suatu rantai pasok yang baru. Rantai pasok harus memenuhi



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



standar komunitas nuklir internasional dan secara khusus harus memenuhi standar tehnologi dan pemasok yang terpilih. Rantai pasok harus dalam kondisi stabil dan terus menerus berkelanjutan. Rantai pasok pada pembangunan PLTN pertama akan disiapkan oleh kontraktor EPC tetapi atas dasar masukan dan dukungan dari Owner/Operator. Setelah konstruksi maka Owner/Operator akan mengambil alih beberapa aspek rantai pasok dari kontraktor EPC. Di dalam kontrak dengan kontraktor EPC harus menyebutkan proses pengambilalihan tersebut. Secara garis besar, pemasok pada proses pembangunan PLTN baru mencakup: - Tier 1: Owner/Operator, arsitek enjineering - Tier 2 : Vendor - Tier 3: Pemasok perlengkapan utama (reaktor, generator uap, turbin) - Tier 4 : pemasok perlengkapan sekunder, jasa dan system (katup, pompa) - Tier 5 : pemasok komponen - Tier 6 : bahan baku, komponen primer, dan jasa primer (baja, beton, rebar, transport, crane). Secara umum, kunci keberhasilan dari keterlibatan industri lokal tergantung pada [10]: Adanya komitmen nasional yang kuat dari pemerintah terhadap program PLTN, Investasi yang terus menerus yang dijamin oleh pemerintah, Adanya sinergi antara program pemerintah dengan program pengembangan nasional lainnya, Strategi untuk keamanan SDM dan sistem pendidikan nasional yang handal. Definisi yang jelas terhadap tanggungjawab dan hak hak dalam kontrak PLTN, Keterlibatan industri/partisipasi nasional melalui alih teknologi Penyusunan kerjasama antara pemberi dan penerima teknologi Kesiapan sebagai penerima teknologi Berdasarkan pengalaman berharga dari program PLTN di Korea, manfaat yang diperoleh dari keterlibatan industri lokal adalah dapat menaikkan kompetensi dan mutu industri yang lebih tinggi, meningkatkan keseimbangan perdagangan, mendapatkan kompetensi keahlian SDM yang lebih tinggi, meningkatkan mutu pasokan dan jasa, membangun dan



menjaga hubungan kerjasama dimasa mendatang, mempunyai dampak terhadap pertumbuhan GDP, mendukung pekerjaan yang memerlukan keahlian yang tinggi [10]. Dari awal program PLTN, pentingnya keterlibatan industri lokal atau partisipasi nasional harus dihargai secara penuh dan kemampuan potensi industri harus secara jelas diidentifikasi. Hal ini memerlukan survei yang komprehensif dari infrastruktur nasional sehingga mengurangi ketergantungan dari luarnegeri [11]. KESIMPULAN Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi tingginya keterlibatan industri lokal dalam program pembangunan PLTN adalah pendekatan kontrak yang dipilih, ketersediaan industri yang memiliki potensi untuk berperan aktif mendukung pembangunan PLTN, ketersediaan SDM industri yang kompeten, keterlibatan para pemangku kepentingan, ketersediaan infrastruktur berupa fasilitas teknologi yang diperlukan, ketersediaan investasi pada industri, ketersediaan kode dan standar industri yang memenuhi persyaratan PLTN, ketersediaan regulasi dan legal framework, ketersediaan rantai pasok industri secara menyeluruh. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Kepala Bidang Kajian Infrastruktur, serta teman teman Bidang Kajian Infrastruktur dan teman teman PKSEN yang telah membantu kelancaran sampai penyelesaian makalah ini untuk dipresentasikan. DAFTAR PUSTAKA 1. Herkko Plit, “Industrial Involvement and Procurement”, IAEA Consultant, International Atomic Energi Agency, 2010. 2. IAEA, “Industrial involvement to support a national nuclear power programme”, IAEA nuclear energy series No. NG-T-3.4, 2016. 3. Dr. Kamal J. Araj, Vice Chairman, “Localization and Industrial Involvement for the Construction of Jordan Nuclear Power



[ 145 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Plant”, Global Supply Chain and Localization Conference, 7 November 2017 Paris, France.] 4. Dharu Dewi, “Local Participation for the NPP Development Program in Indonesia“ , Technical meeting on optimizing local industrial involvement with nuclear power programme , KHNP Korea, Hotel Hyundai Gyeongju, Korea, 12 – 15 December 2017. 5. Aziz Jakfar, Moch Nasrullah, Sriyana, Moch Djoko Birmano, “Studi Sumber Daya Manusia Terhadap Industrialisasi di Madura”, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, Volume 9, No.2, (2007), http://dx.doi.org/10.17146/jpen.2007.9.2.19 61. 6. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 8. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 16/M-IND/PER/2/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri. 9. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 54/M-IND/PER/3/2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. 10. K In Han, “Localization and Industrial Involvement in Korea”, Technical Meeting on Optimizing Local Industrial Involvement with Nuclear Power Programme, December 12-15, 2017, Gyeongju, Korea. 11. Bora Sekip Güray, “nuclear technology and national participation”, http://kurumsalarsiv. taek.gov.tr/bitstream/1/693/1/k80029.pdf, diakses pada tanggal 12 Agustus 2018.



[ 146 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM IPTEK NUKLIR UPAYA PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS MENUJU GOOD GOVERNANCE Dwi Irwanti 1 dan Falikul Fikri 2 1) Biro Perencanaan – Badan Tenaga Nuklir Nasional, Indonesia, [email protected] 2) Biro Perencanaan – Badan Tenaga Nuklir Nasional, Indonesia, [email protected]



ABSTRAK PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM IPTEK NUKLIR UPAYA PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS MENUJU GOOD GOVERNANCE. BATAN sebagai lembaga pemerintah non kementerian melaksanakan tugas sesuai Peraturan Presiden nomor 46 tahun 2013 Tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional yaitu melakukan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir, pada era globalisasi akan menghadapi berbagai tantangan terutama dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Tantangan tersebut diantaranya adalah dalam hal tingkat efisiensi, efektifitas dan produktivitas yang masih kurang, tingkat disiplin dan etos kerja pegawai di mata masyarakat yang masih rendah serta kualitas pelayanan publik yang belum professional. Menghadapi permasalahan tersebut BATAN harus segera melakukan penataan sistem manajemen SDM yang handal dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di BATAN. Tata kelola pemerintahan yang baik dapat diwujudkan dengan penguatan 7 unsur pokok yaitu melalui penguatan kelembagaan, tatalaksana (business process), sistem manajemen SDM, peraturan perundangan, akuntabilitas kinerja, pengawasan dan pelayanan publik. Ruang lingkup pembahasan makalah ini dibatasi pada penataan sistem manajemen SDM yang bertujuan meningkatkan profesionalisme SDM dalam memberikan pelayanan publik berkualitas di BATAN. Metodologi pengambilan data penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Metodologi pengukuran menggunakan analisis deskriptif kualitatif untuk memberikan rekomendasi penataan sistem manajemen SDM iptek nuklir. Hasil penelitian menunjukkan perlunya assesmen pegawai, perencanaan kebutuhan peningkatan kompetensi pegawai, diklat berbasis kompetensi. Diharapkan pengembangan kompetensi lembaga sejalan dengan perubahan lingkungan strategis dan perubahan harapan masyarakat serta didukung oleh SDM yang profesional melalui penataan sistem manajemen SDM Iptek Nuklir Kata kunci : Manajemen SDM, tata kelola pemerintahan, penataan SDM, asesmen



ABSTRACT ADMINISTRATION OF NUCLEAR TECHNOLOGY HUMAN RESOURCES MANAGEMENT SYSTEM QUALITY PUBLIC SERVICE TOWARDS GOOD GOVERNANCE. BATAN as a non-ministerial government agency carries out duties in accordance with Presidential Regulation number 46 of 2013 concerning the National Nuclear Energy Agency, namely conducting research, development and utilization of nuclear science and technology, in the era of globalization will face various challenges, especially in the effort to realize good and clean governance ( good and clean governance). These challenges include in terms of the level of efficiency, effectiveness and productivity that are still lacking, the level of discipline and work ethic of employees in the eyes of the people who are still low and the quality of public services that are not yet professional. Facing these problems BATAN must immediately arrange a reliable HR management system in order to realize good governance in BATAN. Good governance can be realized by strengthening 7 key elements, namely through strengthening institutions, business processes, HR management systems, legislation, performance accountability, supervision and public services. The scope of the discussion of this paper is limited to structuring the HR management system which aims to improve HR professionalism in providing quality public services at BATAN. Research data collection methodology uses primary and secondary data. Measurement methodology uses qualitative descriptive analysis to provide recommendations for structuring the HR technology management system for nuclear technology. The results of the study indicate the need for employee assessments, planning needs of improving employee competencies, competency-based training. It is expected that the development of institutional competencies is in line with the changing strategic environment and changes in public expectations and supported by professional human resources through structuring the Nuclear Science and Technology HR management system. Keywords: HR management, governance, HR arrangement, assessment



[ 147 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENDAHULUAN Pada era globalisasi, BATAN sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian melaksanakan tugas sesuai Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran1 dan Peraturan Presiden nomor 46 tahun 2013 Tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional2 yang melakukan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir akan menghadapi berbagai tantangan terutama dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance)3 serta meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik4. Good Governance as the process of decision-making and the process by a which decisions are implemented (or not implemented 5 . Tantangan lainnya adalah dalam hal tingkat efisiensi, efektifitas dan produktivitas yang masih kurang, tingkat disiplin dan etos kerja pegawai di mata masyarakat yang masih rendah serta kualitas pelayanan publik yang belum profesional6. BATAN harus segera melakukan penataan sistem manajemen sumber daya manusia (SDM) yang handal dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di BATAN. Tata kelola pemerintahan yang baik dapat diwujudkan dengan penguatan 7 unsur pokok yaitu melalui penguatan kelembagaan, tatalaksana (business process), sistem manajemen SDM, peraturan perundangan, akuntabilitas kinerja, pengawasan dan pelayanan publik7.



Gambar 1 Pilar Pendukung Pencapaian Reformasi Birokrasi



Pada gambar 1 Ashari8 menyampaikan sedikitnya terdapat 3 (tiga) hal utama dalam melakukan pengelolaan atau penyelenggaraan pemerintahan birokrasi yang efektif dan efisien yaitu melakukan suatu langkah, upaya, perlakuan yang optimal dan merujuk kepada prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) terhadap kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), dan yang paling utama adalah sumberdaya manusia aparatur. Oleh karenanya, program reformasi birokrasi yang saat ini tengah gencar dilakukan, harus melibatkan atau mendasarkan prosesnya pada ketiga komponen utama tersebut diatas disamping faktor-faktor pendukung lainnya. Rusaw9 menjelaskan pengembangan SDM adalah pusat dari reformasi organisasi sebab tanpa SDM yang kreatif, memiliki keahlian dan ketrampilan, pengalaman berbasis pengetahuan, dan komitmen profesional terhadap perubahan, perbaikan organisasi tidak dapat berhasil. Berdasarkan evaluasi reformasi birokrasi di BATAN tahun 201210. menunjukkan bahwa dalam hal pengembangan karir pada aspek manajemen SDM yang mendapat nilai paling rendah yaitu 55% dari aspek lainnya 11. Oleh karena itu penelitian ini fokus pada pembahasan penataan sistem manajemen SDM yang bertujuan meningkatkan profesionalisme SDM dalam memberikan pelayanan publik berkualitas di BATAN. Metodologi pengukuran pada makalah ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif untuk memberikan rekomendasi penataan sistem manajemen SDM iptek nuklir. Metode pengambilan data penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan perlunya asesmen pegawai, perencanaan kebutuhan peningkatan kompetensi pegawai, diklat berbasis kompetensi. Diharapkan pengembangan kompetensi lembaga sejalan dengan perubahan lingkungan strategis dan perubahan harapan masyarakat serta didukung oleh SDM yang profesional melalui penataan sistem manajemen SDM Iptek Nuklir. Selaras pula dengan harapan reformasi birokrasi terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja yang mencerminkan integritas dan kinerja semakin tinggi, kapasitas dan kinerja yang baik, SDM yang profesional, pelayanan prima, bersih dan bebas korupsi serta etos kerja yang tinggi.



[ 148 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif12, metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yaitu rangkaian kegiatan untuk memperoleh data yang bersifat apa adanya (alamiah) yang hasilnya lebih menekankan makna. Teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini menggunakan dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara Tim Reformasi Birokrasi BATAN 2018. Data sekunder diperoleh dari literatur dan dokumen BATAN. Kerangka logik pemikiran dalam penelitian dijabarkan pada bagan alir gambar 2.



dengan cara kompoarasi, dengan pilihanpilihan: 1) Komparasi dengan tujuan, 2) Komparasi dengan historikal, 3) Komparasi dengan best practices. Evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi dilaksanakan di BATAN sesuai Permen PAN RB Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi RB Instansi Pemerintah, Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB (PMPRB) digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kemajuan pelaksanaan RB secara mandiri (selfassessment). BATAN telah melakukan PMPRB sejak tahun 2012 dalam rangka meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja, mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN dan meningkatkan kualitas pelayanan Publik 14. Rekomendasi Rekomendasi menurut Dunn 15 dalam tahapan analisis kebijakan adalah memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternative dan merekomendasikan alternatif kebijakan yang memberikan manfaat bersih paling tinggi. Penataan SDM Iptek Nuklir



Gambar 2 Bagan Alir Kerangka Pemikiran



Evaluasi Eksternal Nugroho 13 daripada menggunakan frase evaluasi kebijakan memilih menggunakan istilah pengendalian kebijakan yang terdiri dari 3 dimensi yaitu monitoring yaitu 1) Monitoring atau pengawasan kebijakan, 2) Evaluasi kebijakan, 3) Pengganjaran kebijakan. Evaluasi kebijakan disarankan untuk dilaksanakan



[ 149 ]



Penataan Sistem Manajemen SDM Iptek Nuklir dilaksanakan setelah proses identifikasi dan pemetaan SDM Iptek Nuklir yang memiliki kompetensi spesifik yang hanya dimiliki di BATAN seperti peneliti, pranata nuklir dan perekayasa dalam bidang keahlian pengetahuan isotop dan radiasi, bahan galian nuklir, instrumentasi nuklir, bahan bakar nuklir, pengelolaan limbah radioaktif, keselamatan fasilitas nuklir lingkungan, pengangkutan zat radioaktif dan bahan nuklir, keamanan nuklir, keterampilan operator reaktor dan fasilitas nuklir. Program penataan system manajemen SDM iptek nuklir harus selaras dengan Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur yang tercantum di dalam Road Map Reformasi Birokrasi PermenPAN dan RB No: 20 Tahun 2010 16, yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM Aparatur yang didukung oleh sistem rekruitmen dan promosi, serta pengembangan kualitas aparatur yang berbasis kompetensi dan transparan. Selain itu, program ini juga diharapkan mampu mendorong



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



mobilitas antar aparatur daerah, antar aparatur pusat, dan antara aparatur pusat dan daerah, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah: a) meningkatnya ketaatan terhadap pengeloaan SDM Aparatur; b) meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM Aparatur; c) meningkatnya disiplin SDM Aparatur; d) meningkatnya efektivitas manajemen SDM Aparatur; e) meningkatnya profesionalisme SDM Aparatur. Penyempurnaan Kebijakan Nugroho13 merumuskan definisi kebijakan publik secara sederhana yakni kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengatur masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyakat yang dicita-citakan. Dengan demikian, kebijakan publik 17 adalah sebuah fakta stategis daripada fakta politis ataupun teknis. Penyempurnaan kebijakan dilaksanakan setelah penataan manajemen SDM yang merupakan rekomendasi hasil evaluasi dari pihak eksternal yaitu dari KemenpanRB.



a. Hasil evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi dinilai belum di internalisasi secara merata kepada seluruh unit kerja di lingkungan BATAN; b. Sistem pengendalian penyusunan perundangan belum dievaluasi secara berkala untuk menilai efektivitas dan efisiensi dalam menjamin bahwa aturan yang ditetapkan oleh instansi telah harmonis dengan peraturan perundangundangan yang ada; c. Penataan manajemen kinerja individu belum berjalan sebagai syarat dalam menerapkan manajemen sumber daya manusia yang berbasis merit. Disamping itu ukuran kinerja individu pegawai, sebagian belum berorientasi hasil dan menggambarkan secara jelas keterkaitan kinerja individu antar level jabatan dalam mewujudkan kinerja organisasi. d. Peningkatan integritas organisasi masih belum optimal karena keandalan sistem pengendalian internal yang masih belum maksimal sebagai salah satu upaya dalam pencegahan terjadinya korupsi; e. Belum seluruh jenis pelayanan dilaksanakan secara online dan terintegrasi serta menerapkan kebijakan kompensasi kepada pelanggan yang tidak menerima layanan sesuai standar yang ditetapkan.



Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan menrut Nugroho 13 adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi strategi18 adalah sebuah proses dimana strategi dan kebijakan dijabarkan menjadi tindakan melalui perumusan program, anggaran, dan prosedur.



Rekomendasi yang terkait sistem penataan SDM dan kebijakan publik pada rekomendasi poin c dan poin e yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini.



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi eksternal dari KemenpanRB Nomor B/63/M.RB.05/2018 tanggal 26 Februari 2018 bahwa Indeks Reformasi Birokrasi BATAN tahun 2017 adalah 76.10 dengan kategori BB menunjukkan bahwa terdapat perbaikan terhadap indeks reformasi birokrasi BATAN tahun 2017 dibandingkan dengan tahun 2016. Namun demikian masih terdapat beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti agar perbaikan dapat dilakukan secara terus-menerus sebagaimana diuraikan dalam catatan berikut ini:



Gambar 3 Indeks RB 2010-2016



Pada gambar 3 nilai Indeks Reformasi Birokrasi tahun 2010-2016 adalah akumulasi



[ 150 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



penilaian daripada nilai-nilai pengungkit berisi komponen 8 area perubahan reformasi birokrasi dan nilai hasil. Dari kedua nilai tersebut terlihat kenaikan signifikan dari tahun 2014 ke tahun 2015 sebesar 14,01 poin menunjukan keseriusan perubahan di 8 area peraubahan. Kenaikan tahun 2015 ketahun 2016 sebesar 6,74 poin menunjukan perbaikan dan perubahan lebih baik, dari tahun 2016 ke tahun 2017 sebesar 1.6 poin menunjukan kemajuan penyempurnaan hanya di beberapa area perubahan.



2. Memperbaiki rumusan perjanjian kinerja individu dapat mendukung capaian kinerja atasan dan organisasi; 3. Mendorong tumbuhnya budaya kinerja dalam organisasi dengan cara mengaitkan pemberian tunjangan kinerja dengan hasil kinerja unit kerja maupun kinerja individu pegawai; 4. Meningkatkan pembangunan integritas organisasi melalui peningkatan kapabilitas APIP dalam mengembangkan sistem pengendalian internal di lingkungan unit kerja; 5. Mengefektifkan penerapan manajemen kinerja instansi dengan memperbaiki strategi pencapaian tujuan dan sasaran strategis organisasi secara konsisten; 6. Meningkatkan kualitas layanan kepada publik melalui pengintegrasian seluruh sistem layanan yang ada agar lebih sederhana, mudah, terjangkau dan cepat serta menginiasasi penerapan kebijakan pemberian kompensasi kepada penguna layanan apabila layanan yang diberikan tidak sesuai standar yang diterapkan.



Gambar 4 target Indeks RB 2018-2020



Tahun 2018 target 79,1 dibutuhkan 3 poin kenaikan dari tahun 2017 sehingga perubahan dipacu di area SDM sebagai komponen utama dalam melakukan reformasi birokrasi dan di area pelayanan publik yang mengalami nilai kurang karena belum terintegrasinya aplikasi SILABA (Sistem Informasi Layanan BATAN) dengan 16 pusat layanan di BATAN. Beberapa rekomendasi KemenpanRB yang harus segera ditindaklanjuti untuk meningkatkan kualitas birokrasi serta mampu lebih memperbaiki pola pikir dan menumbuhkan budaya kinerja di lingkungan BATAN yang masih perlu disempurnakan terkait penataan sistem SDM dan pelayan public yaitu : 1. Menerapkan manajemen sumber daya manusia yang berbasis merit melalui penerapan manajemen kinerja individu yang selaras dengan kinerja organisasi dan memanfaatkannya untuk pengembangan kompetensi dan pembinaan karier pegawai;



[ 151 ]



Gambar 5 Perkembangan Capaian Program 2014-2017



Pada gambar 5 menjadi penelitian penulis pada area perubahan sistem manajemen SDM dan area pelayanan publik sejak tahun 2014 hingga tahun 2017. Keberlanjutan penataan SDM memiliki peran penting dalam mewujudkan peningkatan kapasitas organisasi yang baik. Hasil-hasil yang telah diperoleh dari penataan SDM BATAN pada periode 2010 – 2014 menjadi dasar bagi pelaksanaan pengelolaan SDM BATAN pada tahapan selanjutnya (2015 – 2019). Karena itu, pelaksanaan pengelolaan BATAN 2015 – 2019



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



merupakan penguatan dari pelaksanaan penataan SDM tahapan sebelumnya Sistem manajemen SDM di tahun 2014 sejak dilaksanakan reformasi birokrasi mengalami kemajuan yang cukup signifikan 27,53 poin dari nilai 40.80 ditahun 2014 menjadi 68.33 ditahun 2015. Beberapa perubahan yang telah dilakukan BATAN diantaranya dalam penyusunan rencangan pengembangan kompetensi pegawai sesuai kebutuhan, melakukan assessmen pegawai serta melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan aturan disiplin/kode etik/kode perilaku pegawai secara berkala. Perubahan penataan manajemen SDM di BATAN terus berlanjut hingga tahun 2016 dengan adanya pencapaian nilai 89,80 kenaikan sebesar 21,47 poin dari nilai 68,33 di tahun 2015. Berbagai upaya telah dilakukan demi kemajuan reformasi birokrasi di lingkungan BATAN selama tahun 2016, terlihat dari adanya dukungan pimpinan dan komitmen yang tinggi untuk melakukan berbagai perubahan serta program untuk memperbaiki kondisi yang ada, seperti: a. Perencanaan kebutuhan pegawai telah dilakukan berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. b. Telah dilaksanakan asesmen individu terhadap 4 (empat) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, 23 (dua puluh tiga) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, dan 29 (dua puluh sembilan) pejabat administrasi. c. Telah disusun standar kompetensi bagi Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, dan pejabat administrasi. d. Telah dilakukan identifikasi kebutuhan diklat dan pelatihan pengembangan kompetensi pegawai secara bertahap. e. Telah dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap hasil diklat melalui survei untuk menilai keefektifan diklat yang telah dilaksanakan. f. Telah dilakukan rekrutmen secara terbuka (open recruitment) terhadap Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, dan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama. g. Perjanjian kinerja individu telah disusun secara berjenjang sesuai hirarki jabatan sampai pada level pelaksana dan hasil penilaian kinerja dijadikan salah satu pertimbangan untuk pengembangan karier pegawai dan pemberian tunjangan kinerja.



h. Sistem Informasi Manajemen SDM (SIM SDM) telah dimutakhirkan dan data telah dikaitkan dengan Sistem Aplikasi Program Kepegawaian (SAPK) yang ada di BKN untuk mendukung dalam pengambilan keputusan di bidang kepegawaian. i. Manajemen kinerja individu telah menggunakan aplikasi Sistem Informasi Kinerja Pegawai (SIKAP), Sistem Informasi Administrasi Presensi Pegawai (SIAPP) dan Sistem Informasi Manajemen SDM (SIM SDM). Hal-hal tersebut diatas yang sudah baik, yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan, namun demikian masih terdapat beberapa hal yang perlu ditindak lanjuti agar perbaikan dapat dilakukan terus menerus sebagaimana rekomendasi dari KemenPANRB untuk menerapkan manajemen sumber daya manusia yang berbasis merit diantaranya: a. Untuk meningkatkan kualitas evaluasi diklat, akan selalu dilakukan monev terhadap hasil diklat melalui survei untuk menilai keefektifan diklat yang dilaksanakan. b. Perjanjian kinerja individu akan selalu disusun secara berjenjang sesuai hirarki jabatan sampai pada level eselon IV dan berorientasi pada hasil. c. Manajemen kinerja individu menggunakan Sistem Informasi Kinerja Pegawai (SIKAP), Sistem Informasi Administrasi Presensi Pegawai (SIAPP) dan Sistem Informasi Manajemen SDM (SIM SDM). d. Aplikasi terkait manajemen kinerja individu tersebut akan dikembangkan sesuai dengan PP 11 tahun 2017. e. Aplikasi SIKAP, SIAPP dan SIM SDM akan di integrasikan dengan tunjangan kinerja. f. Sistem informasi kepegawaian telah dikelola dengan baik dengan data yang selalu dimutakhirkan dan telah dikaitkan dengan SAPK yang ada di BKN namun memang belum tersambung secara langsung. Untuk selanjutnya akan dilakukan koordinasi dengan BKN. Pelayanan publik telah pula di evaluasi oleh KemenPANRB dari tahun 2014-2017. Kenaikan signifikan sangat pesat dari tahun 2014 hingga tahun 2015 sebesar 18,5 dari nilai



[ 152 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



52,33 di tahun 2014 naik 70,83 di tahun 2015. Kenaikan tersebut dikarenakan: a. Telah menetapkan standar pelayanan, unit pengelola layanan publik, unit pengelola pengaduan layanan dan pengembangan egovernment. b. BATAN telah mendukung program pemerintah dalam usaha mencapai swasembada pangan dan peningkatan mutu kesehatan melalui penciptaan produk unggulan dan rekayasa genetika. Di tahun 2016 terjadi penurunan nilai peningkatan kualitas pelayanan publik 0,43 poin dari 4,25 menjadi 3,82. Akan tetapi hasil survei eksternal pelayanan publik menunjukkan kenaikan 0,06 poin dari 8.36 menjadi 8.41. Beberapa catatan dari survei eksternal terhadap masyarakat yang telah merasakan pelayanan BATAN menunjukan hasil: a. Hasil survei persepsi pelayanan menunjukkan indeks 3,37 dengan skala 4. Hasil survei menunjukkan masih terdapat selisih atau gap antara harapan penerima layanan dengan realitas kondisi layanan yang diterima. Berdasarkan analisa gap atau kesenjangan antara harapan dengan kinerja, sebagian besar unsur layanan berada dibawah gap 1,0 poin. Artinya kesenjangan antara harapan dengan dengan penilaian kinerja BATAN masih dalam tingkat yang wajar. Semua unsur layanan yang diterapkan oleh BATAN berada gap memiliki gap kurang dari 0,5 yang berarti mendekati harapan dari masyarakat pengguna. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan memiliki gap terbesar sehingga merupakan unsur dengan tingkat kepuasan terendah. b. Hasil survei persepsi korupsi yang merupakan gambaran atas integritas pemberi layanan menunjukan indeks 3.29 dalam skala 4. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki persepsi bahwa integritas aparatur pemberi layanan masih perlu ditingkatkan.



di tahun 2017 belum seluruh jenis pelayanan dilaksanakan secara online dan terintegrasi serta menerapkan kebijakan kompensasi kepada pelanggan yang tidak menerima layanan sesuai standar yang



[ 153 ]



ditetapkan. Dalam rangka lebih meningkatkan kualitas birokrasi terkait pelayanan publik yang perlu disempurnakan adalah meningkatkan kualitas layanan kepada publik melalui pengintegrasian seluruh sistem layanan yang ada agar lebih sederhana, mudah, terjangkau dan cepat. Selanjutnya menginisiasi penerapan kebijakan pemberian kompensasi kepada pengguna layanan apabila layanan yang diberikan tidak sesuai standar yang ditetapkan. Penataan SDM iptek nuklir di BATAN untuk tetap mempertahankan nilai yang telah dicapai dan menyempurnakan kualitas pelaksanaan program dalam rangka pencapaian target RB tahun 2018 dengan beberapa strategi yaitu: 1. Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi yang difokuskan pada penyelesain Anjab, ABK, peta jabatan, dan formasi kebutuhan pegawai litbang dan non litbang. 2. Pengembangan pegawai berbasis kompetensi iptek nuklir yang difokuskan pada Penerapan Talent Management System yang meliputi Asesmen terhadap kompetensi pegawai, identifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi, Penyusunan rencana pengembangan kompetensi, pelaksanaan pengembangan pegawai berbasis kompetensi, monev pengembangan pegawai secara berkala. 3. Penetapan kinerja indvidu yang diarahkan pada pengukuran kinerja individu; monev capaian kinerja individu; penilaian kinerja individu yang dijadikan sebagai bahan dasar untuk pengembangan karir dan pemberian tunjangan kinerja manajemen perubahan. Implementasi strategi penataan sistem manajemen SDM iptek nulir dalam rangka penyempurnaan kebijakan untuk meningkatkan kualitas SDM yang professional yang harus dipersiapkan adalah: 1. Tersedianya Anjab, ABK, peta jabatan, dan formasi kebutuhan pegawai litbang dan non litbang sesuai dengan kebutuhan organisasi; 2. Tersedianya Talent Management System, dengan termutakhirnya Database Standar Kompetensi Jabatan;



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



3. Terlaksananya asesmen individu pegawai berbasis kompetensi pegawai iptek nuklir litbang dan non litbang; 4. Tersedianya sistem pengembangan kompetensi Pegawai melalui diklat pegawai berbasis kompetensi yang efektif; 5. Tersedianya penilaian kinerja individu, dan tersedianya data pengukuran kinerja Pegawai yang obyektif; 6. Tersedianya data hasil monev capaian kinerja individu; 7. Tersedianya Dokumen Pola Karir berbasis kinerja individu; 8. Tersedianya Peraturan Pemberian Tunjangan Kinerja berdasarkan Prestasi Kerja.



KESIMPULAN Perilaku aparatur sangat dipengaruhi oleh bagaimana setiap instansi pemerintah menerapkan sistem manajemen SDM di instansinya masing-masing dan bagaimana Sistem Manajemen SDM diterapkan secara nasional. Sistem manajemen SDM yang tidak diterapkan dengan baik mulai dari perencanaan pegawai, pengadaan hingga pemberhentian akan memberikan pengaruh pada penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan. Karena itu, perubahan harus selalu dilakukan untuk memperoleh sistem manajemen SDM yang mampu menghasilkan pegawai-pegawai yang profesional. Penguatan perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi, pengembangan pegawai berbasis kompetensi, dan pengukuran kinerja individu menjadi fokus perubahan kedepan. Penataan sistem manajemen SDM di BATAN terus meningkat secara signifikan sejak tahun 2014 hingga tahun 2017 berbagai upaya kemajuan pelaksanaan dan terlihat adanya dukungan pimpinan dan komitmen yang tinggi untuk melakukan berbagai perubahan diantaranya telah menyelesaikan penyusunan pedoman rekrutmen pegawai, Peraturan Kepala BATAN tentang Nama, Syarat dan Formasi Jabatan, Peraturan Kepala BATAN tentang Nama, Nilai dan Kelas Jabatan di BATAN, Standar Kompetensi BATAN, SOP tentang rekrutmen terbuka, Peraturan Kepala BATAN tentang Kode Etik Pegawai serta Pedoman Penyusunan dan Penilaian SKP BATAN. Selain itu BATAN



telah melaksanakan Asesmen individu berdasarkan kompetensi bagi pegawai BATAN, pendidikan dan pelatihan pegawai berbasis kompetensi, promosi terbuka pengisian jabatan pimpinan tinggi dengan panitia seleksi yang independen, penetapan kinerja individu yang diukur dengan menggunakan sistem aplikasi elektronik, dan pengembangan sistem informasi manajemen sumber daya manusia berbasis web. Beberapa strategi untuk pertahankan penyempurnaan pelaksanaan program penataan sistem manajemen SDM diantaranya adalah: a) Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi yang komprehensif. b) Pengembangan pegawai berbasis kompetensi melalui penerapan Talent Management System yang terpadu dan diklat yang memadai.. c) Penerapan pengukuran kinerja individu pegawai berbasis sistem merit yang transparan, objektif, selektif, akuntabel, dan bebas KKN. Strategi-strategi untuk meningkatkan penyempurnaan pelaksanaan program pelayanan publik diantaranya adalah: a) Seluruh jenis pelayanan dilaksanan secara online dan terintegrasi serta menerapkan kebijakan kompensasi kepada pelanggan yang tidak menerima layanan sesuai standar yang ditetapkan b) Meningkatkan kualitas layanan publik melalui pengintegrasian seluruh sistem layanan yang ada agar lebih sederhana, mudah, terjangkau dan cepat.



REKOMENDASI 1.



2.



[ 154 ]



Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan Anjab, ABK, peta jabatan, dan formasi kebutuhan pegawai litbang dan non litbang sesuai dengan kebutuhan organisasi; Pengembangan pegawai berbasis kompetensi dengan penerapan Talent Management System dan termutahirnya Database Standar Kompetensi Jabatan, serta diklat yang memadai;



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



3.



4.



5.



6.



7.



Assesmen terhadap kompetensi pegawai khususnya kompetensi spesifik iptek nuklir; Perjanjian kinerja individu disusun berjenjang sesuai hirarki jabatan sampai level pelaksana dan berorintasi pada hasil; Penerapan pengukuran kinerja individu pegawai berbasis sistem merit yang transparan, objektif, selektif, akuntabel, bebas KKN serta berdasarkan prestasi kerja. Tersedianya Peraturan Pemberian Tunjangan Kinerja berdasarkan Prestasi Kerja Monitoring dan evaluasi capaian kinerja individu;



Diharapkan pengembangan kompetensi lembaga sejalan dengan perubahan lingkungan strategis dan perubahan harapan masyarakat serta didukung oleh SDM yang profesional yang terus menerus berupaya melakukan perubahan dan perbaikan melalui penataan sistem manajemen SDM Iptek Nuklir sehingga terus menerus melaksanakan perubahan memberikan pelayanan publik berkualitas memberikan citra good governance pemerintahan yang bersih, akuntabel dan berkinerja tinggi. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepala Biro Perencanaan Bapak Ir. Ferly Hermana, MM dan Kepala Bagian Perencanaan Program Bapak M. Busthomi, S.Si yang telah mengijinkan untuk melakukan kajian ini. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada responden wawancara di Tim Reformasi Birokrasi BATAN serta rekan-rekan di Bagian Perencanaan Program khususnya rekan-rekan Fungsional Perencana atas segala bantuan, motivasi serta dukungan, hingga selesainya makalah ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran 2. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional



[ 155 ]



3. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. 4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). 5. Hermana, Dody, The Role of Public Administration Ethics in Achieving Good Governance in Indonesia, The Social Sciences, Vol 12 (12), pp. 2365-2369, 2017 6. Laporan Akhir Pelaksanaan Reformasi Birokrasi BATAN Tahun 2010 – 2014, BATAN, 2015. 7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019. 8. Ashari M.Si, Edy Topo, Dr, Reformasi Pengelolaan SDM Aparatur Prasyarat Tata Kelola Birokrasi yang Baik, 2010. https://media.neliti.com/media/publications /52370-ID-reformasi-pengelolaan-sdmaparatur-prasy.pdf 9. Carol Rusaw, Professionalism under the Performance Based Pay" Reform: A Critical Assessment and Alternative Development Model, Public Personnel Management 38. 4 (Winter 2009).P,35 10. BATAN, Laporan Evaluasi Kinerja Organisasi BATAN Tahun 2012. 11. Irwanti, Dwi, Analisis Perencanaan Strategis dengan Prespektif SWOT dalam Rangka Implementasi Reformasi Birokrasi di Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jurnal Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, 2014. 12. Sugiyono, “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”, cetakan pertama, Alfabeta, Bandung, 2011. 13. Nugroho, Riant, Dr, Public Policy, Edisi Keempat, revisi 2012 Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta. 14. Harini, Wahyuningrum, dkk, Analisis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BATAN, Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Manusia Teknologi Nuklir, STTN-BATAN 25 Agustus 2016. 15. Dunn, William N. 2004 (1981), Public Policy Analysis : An Introduction, New Jersey: Pearson Education. Edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan dari edisi kedua (1994) diterbitkan sejak 1999 dengan judul



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajahmada University Press. 16. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. 17. Asmara, Qiqi, Tesis Pascasarjana : Evaluasi Implementasi Kebijakan Penyediaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Sebagai Energi Alternatif., FISIP UI, 2009. 18. Wheelen, T.L. and Hunger, D.J.,



(2010). Strategic management and business policy: Achieving sustainability,12th Edition, New Jersey: Prentice – Hall.



[ 156 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENERAPAN PROGRAM KEANDALAN MANUSIA PADA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS) BATAN Endang Kristuti BSDMO-BATAN, Jakarta, Indonesia [email protected] ABSTRAK PENERAPAN PROGRAM KEANDALAN MANUSIA PADA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BATAN. Human Reliability Program (HRP) atau Program Keandalan Manusia merupakan program yang dilaksanakan oleh lembaga yang memiliki sumber radioaktif dan memiliki kerawanan terhadap penyalahgunaan fasilitas nuklir dan diterapkan kepada pegawai yang memiliki posisi penting (critical position). HRP dilaksanakan di BATAN karena BATAN memiliki Reaktor Riset, Bahan Bakar Nuklir, dan Sumber Radioaktif. Tujuan dari program ini adalah untuk mencegah terjadinya ancaman dari dalam (insider). Beberapa tahun terakhir Pemerintah menengarai ada beberapa simpatisan anggota organisasi terlarang. Untuk mencegah ancaman dari dalam (insider) tersebut dan mengurangi potensi yang dapat mengganggu program kegiatan BATAN maka perlu menerapkan HRP pada CPNS. Penerapan HRP dimaksud dilaksanakan oleh Biro Sumber Daya Manusia (BSDMO) sebagai Biro yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk juga CPNS agar menjadi SDM yang profesional. SDM yang profesional tidak hanya berkompeten saja namun juga harus memiliki SDM yang andal dan terpercaya, agar pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud berjalan sebagaimana mestinya, yaitu aman dan selamat. Makalah ini sebuah usulan untuk menerapkan program HRP pada CPNS BATAN. Metode yang diusulkan dengan menggunakan check latar belakang, angket dan wawancara. HRP ini telah diterapkan kepada CPNS Tahun Anggaran 2017 dengan jumlah peserta 93. Hasilnya adalah ditemukan 48 peserta berada pada kategori kuning dengan nilai diantara 78 – 85 dan sisanya 45 peserta berada pada kategori hijau dengan nilai ≥ 86. Dari 48 peserta diidentifikasi lagi menjadi kategori kuning I ada 3 peserta, kuning II ada 16 peserta, dan kuning III ada 29 peserta. Hasilnya disimpulkan bahwa 3 peserta perlu mendapatkan pemantauan tertutup, 16 peserta perlu diberikan pembinaan dan konseling, dan 29 peserta perlu melakukan check kesehatan dan konsultasi dokter. Sedangkan 45 peserta berada pada kategori hijau yang artinya aman. Kata kunci: Kata kunci: Program Keandalan Manusia, CPNS, ancaman dalam.



ABSTRACT IMPLEMENTATION OF HUMAN RELIABILITY PROGRAMS FOR BATAN’s CIVIL SERVANTS CANDIDATES. Human Reliability Program (HRP) is a program implemented by an institution that has radioactive resources and has a vulnerability to misuse of nuclear facilities and is applied to employees who have critical positions. HRP is carried out in BATAN because BATAN has Nuclear Research Reactors, Nuclear Fuels, and Radioactive Sources. The aim of this program is to prevent the occurrence of insider threats. In recent years the Government has suspected there are some sympathizers of members of prohibited organizations. To prevent such insider threats and reduce the potential that can interfere to BATAN activity program, it is necessary to apply HRP to CPNS. The HRP implementation is carried out by the Human Resources Bureau (BSDMO) as a Bureau which has the main duties and functions of managing Human Resources (HR) including CPNS so that become professionals Human Resources. Professional human resources are not only competent but must also have reliable and trusted so that the activities as intended are running properly, that is secure and safe. This paper is a proposal to implement the HRP



program on BATAN employee recruitment. The method proposed using questionnaires and interviews. The HRP has been applied to The Government Civil Service Recruitment for Fiscal Year 2017 with 93 participants. The result was that 48 participants were in the “yellow category” with a value between 78 - 85 and the remaining 45 participants were in the “green category” with a value of ≥ 86. From those 48 participants were identified again as “first yellow” has 3 participants, “second yellow” has 16 participants, and “third yellow” has 29 participants. The results concluded that 3 participants needed to get private or classified monitoring, 16 participants needed to be given guidance and counseling, and 29 participants needed to check health and consult a doctor. While 45 participants are in the green category, which means in good condition



[ 157 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Keywords: Human Reliability Program, CPNS, insider threats



PENDAHULUAN Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah Lembaga Pemerintah NonKementerian (LPNK) yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BATAN yang dibentuk berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 merupakan Badan pelaksana dibidang ketenaganukliran, yang dipertegas di dalam Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Tugas pokok BATAN sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir (litbangyasa nuklir) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BATAN yang diberi tugas menjalankan kegiatan litbangyasa nuklir dalam menggunakan fasilitas nuklir dan sumber radioaktif wajib menerapkan program keamanan nuklir untuk memenuhi persyaratan nasional maupun internasional. Persyaratan nasional tertulis dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir, Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 01 Tahun 2009 tentang Ketentuan Sistem Proteksi Fisik Instalasi dan Bahan Nuklir, dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 6 Tahun 2015 tentang Keamanan Sumber Radioaktif. BATAN sebagai lembaga yang melakukan Litbangyasa Nuklir tidak hanya perlu memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten namun juga harus memiliki SDM yang andal dan terpercaya, agar pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud berjalan sebagaimana mestinya, yaitu aman dan selamat. Beberapa tahun terakhir Pemerintah menengarai ada beberapa simpatisan anggota organisasi terlarang yang sudah masuk ke Perguruan Tinggi. Beberapa kasus menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan dan kasus hilangnya bahan material nuklir disebabkan ancaman dari orang luar maupun orang dalam. Ancaman dari luar bisa dimitigsi dengan proteksi fisik. Program Keandalan



Manusia (HRP) merupakan salah satu pendekatan dalam keamanan nuklir dan sumber radioaktif untuk mengurangi potensi ancaman orang dalam yang dapat mengganggu program kegiatan BATAN. Kekecewaan, frustasi, ketidakpuasan, merasa diabaikan, tidak dihargai, dan dendam yang tidak ditangani dapat memotivasi menjadi insider. HRP diterapkan pada saat awal mulai orang direkrut dengan melakukan pemeriksaan latar belakang calon pegawai. Makalah ini akan membahas hal-hal yang harus dipersiapkan dalam penerapan program keandalan manusia pada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) BATAN. Ruang lingkup dalam makalah ini meliputi: Pendahuluan, Penerapan HRP pada CPNS BATAN berupa berupa proses dalam penerapan HRP, dan Kesimpulan. PENERAPAN HRP PADA CPNS BATAN Pemanfaatan reaktor nuklir dan sumber radioaktif selain memiliki keuntungan namun juga memiliki risiko yang tinggi yaitu terjadi kecelakaan yang melibatkan lepasan zat radioaktif, adanya sabotase fasilitas, pencurian dan pengalihan bahan, teknologi dan informasi terkait nuklir, penyalahgunaan bahan nuklir dan zat radioaktif untuk pembuatan senjata. Oleh karena itu, pelaksanaan HRP sangat penting karena fasilitas nuklir memiliki beberapa ancaman, berupa ancaman dari luar dan ancaman dari dalam yang sulit dilakukan mitigasi. Saat ini BATAN telah memiliki 3 (tiga) reaktor riset, 7 (tujuh) Material Balance Area dan 8 (delapan) sumber radioaktif. Program ini berawal dari asumsi bahwa selama ini BATAN lebih fokus kepada budaya keselamatan dan belum menyentuh ke budaya keamanan. Ketika budaya keamanan mulai digerakkan dan beberapa Unit kerja mendapat sosialisasi mengenai budaya keamanan terutama budaya keamanan nuklir, ternyata disadari bahwa pencegahan keamanan nuklir tidak hanya dengan proteksi fisik saja, namun faktor manusia memegang aspek penting keamanan nuklir itu sendiri. BATAN sudah mulai menerapkan budaya keamanan nuklir sejak tahun 2013 tepatnya HRP telah diperkenalkan pada awalnya di Yogyakarta, 18-23 November 2013. Program ini



[ 158 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



diimplementasikan pada 1-3 Oktober 2014 dengan dilaksanakannya workshop di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) BATAN. Namun, pelaksanaannya baru dimulai tahun 2015 dengan pilot project di Pusdiklat. A. PENGERTIAN Program keandalan manusia adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjamin suatu fasilitas nuklir dapat dioperasikan dengan aman, selamat dan andal sesuai dengan persyaratan yang berlaku dengan menjamin bahwa pegawai yang bekerja dan memiliki akses terhadap bahan nuklir, sumber radioaktif, fasilitas nuklir atau program yang sensitive memenuhi persyaratan standar yang tinggi pada keandalan, kebenaran, kejujuran dan terpercaya serta secara fisik dan mental stabil. Program keandalan manusia merupakan program yang dilakukan untuk menjamin bahwa semua individu yang memiliki akses ke fasilitas nuklir, reaktor dan sensitif lainnya harus mengerjakan dengan cara yang benar, dan menghasilkan karya yang terbaik, memiliki karakter yang jujur, bisa dipercaya dan bertangggung jawab serta secara fisik dan mental sehat dan tidak mengganggu kinerja keamanan dan keselamatan. Ancaman Dalam (insider threat) adalah setiap individu yang memiliki kewenangan akses kedalam fasilitas atau transportasi nuklir yang mungkin berusaha untuk melakukan pemindahan tanpa izin atau sabotase atau membantu orang luar untuk melakukan hal tersebut (IAEA - Nuclear Security Series 8, 2008). Insider adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki otorisasi akses (dengan atau tanpa Pengawalan) ke daerah atau informasi terlindungi, yaitu bisa manager atau pegawai, penyedia jasa, pengunjung, dan inspektur. Mereka memiliki motivasi yang beragam, mulai dari ideologi (terorisme), masalah finansial (memiliki hutang atau kebutuhan hidup), balas dendam disebabkan rasa tidak puas, karena ego (merasa pintar), dan gangguan emosi (tidak stabil secara mental namun memiliki kemampuan). Program keandalan manusia menjamin bahwa setiap pegawai yang bekerja dan memiliki akses terhadap bahan nuklir, sumber radioaktif, fasilitas nuklir atau informasi sensitif memenuhi persyaratan standar yang tinggi pada reliability dan trustworthiness serta



[ 159 ]



kesesuaian secara fisik dan mental. Reliability maksudnya setiap pegawai mampu memenuhi peraturan terkait keselamatan dan keamanan, melakukan pekerjaan yang benar , secara benar dalam waktu yang benar. Dalam bekerja pegawai harus mentaati peraturan dan prosedur. Sedangkan trustworthiness maksudnya adalah kepercayaan pada pegawai berdasarkan karakter, kemampuan dan kejujuran. Pegawai dalam menjalankan tugasnya dapat dipercaya, memiliki integritas yang tinggi serta andal dalam melakukan tugas.



B. METODE (PROSES) PENERAPAN HRP PADA CPNS BATAN Untuk mengurangi potensi ancaman orang dalam, idealnya sebelum menjadi pegawai, yaitu saat penerimaan pegawai baru sudah dilaksanakan program keandalan manusia. Pada saat proses lamaran penerimaan CPNS diperiksa latar belakannya, riwayat pekerjaan sebelumnya, kewajiban finansialnya, terlibat pelanggaran hukum atau tidak, minumminuman beralkohol atau tidak, dan sebagainya. BSDMO berperan dalam seleksi proses lamaran tersebut. Program ini dilaksanakan oleh BSDMO yang mempunyai tugas dan fungsi mengelola sumber daya manusia. Para CPNS tersebut sebagian besar menempati posisi penting (kristis), posisi yang memiliki kerawanan terhadap penyalahgunaan fasilitas dan sumber radioaktif. Program keandalan manusia dilaksanakan pada pegawai yang baru masuk BATAN karena pegawai tersebut baru lulus dari Perguruan Tinggi dan baru masuk ke lingkungan yang berbeda, dari lingkungan sekolah ke lingkungan kerja. Pegawai tersebut direkrut dari berbagai Universitas ternama yang ada di Indonesia dan memiliki kompetensi yang bagus. Usia pegawai dikisaran 23 tahun. Usia yang menandakan awal kedewasaan individu. Masa peralihan dari lingkungan pendidikan formal ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya semakin menjadi renggang, hal ini menuntut penyesuaian tersendiri dari pegawai tersebut. Pegawai ini perlu diberi pembinaan dan pengarahan termasuk masalah keselamatan dan keamanan nuklir di BATAN, terutama pada pegawai yang menempati posisi kritis.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Penerapan program keandalan manusia pada CPNS BATAN bertujuan untuk mengurangi kemungkinan pelamar yang tidak andal ditempatkan di posisi kristis dan melakukan evaluasi status keamanan pegawai. Selain hal tersebut, penerapan HRP juga bertujuan untuk memberikan rasa tanggung jawab keamanan yang tinggi, mendorong perilaku pegawai untuk taat prosedur, menumbuhkan ownership pegawai terhadap fasilitas nuklir, dan meningkatkan kinerja pegawai di masa mendatang. Manfaat penerapan HRP pada CPNS adalah terpenuhi pegawai yang andal dan terpercaya sesuai tuntutan industri nuklir, menjamin pegawai bekerja secara selamat, aman dan andal karena dilakukan validasi pelatihan kompetensi, dan dapat memantau kinerja, sehat fisik dan mental dan validasi prosedur dan praktek manajemen, serta mengidentifikasi potensi permasalahan sebelum terjadi, sehingga dapat di tanggulangi sebelum kejadian. Metode yang digunakan adalah check latar belakang, menyusun angket berupa pertanyaan yang harus diisi oleh peserta, dan setelah angket diisi/dijawab peserta kemudian dengan metode selanjutnya yaitu wawancara. Gambar 1 adalah metode/proses penerapan program keandalan manusia pada CPNS BATAN. Selanjutnya akan dijelaskan setiap tahap dari proses tersebut. Penyerahan laporan dan rencana tindak



Evaluasi hasil dan penyusunan laporan



Keputusan pimpinan Perencanaan puncak & persiapan,



Angket



Analisis hasil Wawancara



Gambar 1. Metode/Proses Penerapan HRP CPNS BATAN Tahap 0 . Keputusan Pimpinan Puncak Sebelum memulai Tahap Pertama, Pimpinan Puncak dalam hal ini Kepala



BATAN memberikan komitment dan kebijakan untuk melaksanakan program keandalan manusia. Komitmen pimpinan puncak diperlukan guna memunculkan kesadaran seluruh Unit Kerja BATAN agar program ini berjalan lancar. Kebijakan diperlukan untuk mempermudah dalam penerbitan Surat Keputusan Kepala BATAN tentang Pembentukan Tim Program Keandalan Manusia secara nasional. BATAN (Tim HRP Pusat) dan Pembentukan Tim Program Keandalan Manusia CPNS BATAN. Surat Keputusan ini akan dipergunakan oleh anggota Tim untuk memulai bekerja. Anggota Tim berasal dari Tim Pengadaan CPNS Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi (BSDMO), Kepala SubBagian Pengamanan, dan Tim Program Keandalan Manusia CPNS BATAN. Pelaksanaan selanjutnya dilaksanakan oleh BSDMO sebagai Unit Kerja yang mengelola dan membina SDM. Tahap 1. Perencanaan dan Persiapan Pada tahap Pertama ini BSDMO mulai menyusun term of reference (TOR) dan struktur organisasi program keandalan manusia CPNS BATAN dengan melibatkan Unit Kerja terkait yaitu Biro Hukum Humas dan Kerjasama (BHHK) dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) BATAN. BSDMO sebagai Biro penyelenggara membuat surat undangan untuk mengadakan beberapa kali rapat perencanaan dan persiapan dengan anggota Tim. Secara paralel BSDMO menyusun konsep Surat Keputusan Kepala BATAN tentang Pembentukan Tim Program Keandalan Manusia CPNS BATAN dan memantau sampai Surat Keputusan tersebut ditandatangani Kepala BATAN dan dibagikan ke seluruh anggota Tim. Untuk mempersamakan persepsi BSDMO mengundang anggota Tim HRP pusat untuk melakukan sosialisasi terkait program keandalan manusia karena belum semua anggota Tim HRP CPNS memahami arti, tujuan dan manfaat HRP. Sebelumnya BSDMO sendiri perlu menyelenggarakan knowledge sharing tentang HRP kepada seluruh pejabat struktural BSDMO. Selain itu, BSDMO juga mulai menyusun dan menyiapkan: jadwal dan tempat pelaksanaan, anggaran yang dibutuhkan, dan menyusun pembagian pewawancara dan yang diwawancarai, menggandakan dokumen



[ 160 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



pegawai baru berupa DRH, Surat Keterangan Sehat, Surat Keterangan tidak menggunakan narkoba, Surat Kelakuan baik. Penyusunan jadwal harus disesuaikan dengan waktu kelonggaran anggota Tim. Penyusunan anggaran diperlukan untuk menyiapkan buku tulis untuk mencatat hasil wawancara, alat tulis dan kertas hvs, snack dan makan siang, menggandakan dokumen pegawai baru dan angket yang akan diisi pegawai serta menggandakan angket sebagai alat bantu wawancara.  Tahap 2. Angket Pada tahap kedua ini BSDMO mengundang rapat Tim untuk melakukan identifikasi indikator-indikator yang akan digali. Badan Tenaga Atom Internasional menuliskan ada 6 (enam) indikator penerapan HRP untuk seleksi awal pegawai baru seperti yang terlihat pada gambar 2. 



Gambar 2. Evaluasi awal untuk pegawai baru Pusdiklat BATAN sebagai pilot project pelaksanaan HRP menggunakan 7 (tujuh) indikator yaitu: 1. Masalah Keamanan 2.Penggunaan Narkoba dan alkohol 3. Tanggung jawab Keuangan 4. Kejujuran 5.Perbuatan Kriminal atau melawan hukum 6. Tanggung jawab sosial 7. Kestabilan mental dan sosial Untuk pelaksanaan HRP CPNS BATAN Tahun anggaran 2017 dikarenakan pegawai tersebut sudah lulus masuk BATAN maka Tim melakukan modifikasi menjadi 11 indikator yaitu: 1.Loyalitas, 2.Ideologi terkait Pancasila, UUD’45, Wawasan kebangsaan, dan Nasionalisme 3.Kegiatan Keagamaan 4.Keamanan dan keselamatan nuklir, 5.Kesehatan, Penggunaan Narkoba, dan Minuman Keras 6.Tanggung jawab Keuangan 7.Perilaku Kejujuran 8.Perbuatan Kriminal Melawan Hukum/Prosedur



[ 161 ]



9.Tanggung Jawab Sosial: Keluarga, Lingkungan, Kemahasiswaan 10.Kestabilan Emosi/ sosial 11.Kelebihan dan kelemahan Setelah indikator ditetapkan dan disetujui kemudian Tim mulai menyusun angket. Dalam penyusunan angket ini semua anggota Tim boleh menyumbang penyusunan angket yang dikumpulkan kepada salah satu anggota. BSDMO mengundang rapat anggota Tim untuk melakukan validasi angket dan sosialisasi terkait HRP kepada seluruh anggota Tim. Validasi angket dilakukan berulang agar semua anggota Tim memahami betul setiap indikator yang akan digali. Tim perlu menyusun 2 (dua) yaitu angket yang harus diisi, dan diuraikan oleh CPNS dengan jawaban minimal 200 kata serta dalam satu minggu angket harus sudah diserahkan kembali ke BSDMO. Angket yang kedua adalah daftar pertanyaan sebagai alat bantu bagi pewawancara dalam melakukan wawancara. Tim menyusun formulir penilaian wawancara yang sudah diberikan kriteria dan prosentase bobot penilaian, misalnya seperti yang terlihat pada tabel 3. Baik Sekali



91- 100



Baik



81 - 90



Cukup



71 - 80



Rendah



60 - 70



Sangat Rendah



< 60



probabilitas insider sangat rendah atau tanggung jawab bagus (andal, sehat, kinerja tinggi, terpercaya) probabilitas insider rendah atau tanggung jawab bagus monitoring dan evaluasi secara berkala, ada potensi kecenderungan perlu pengendalian dan pembatasan akses (Patut diduga) tidak boleh bekerja didaerah pengendalian dan



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



teridentifikasi



Tabel 3. Kriteria penilaian hasil wawancara Tahap 3. Wawancara  Pada tahap ketiga ini, BSDMO membuat surat undangan/permintaan kepada Unit Kerja terkait anggota Tim yang akan melakukan wawancara dan CPNS yang akan diwawancarai. BSDMO menyusun daftar tabel berupa tanggal/bulan/tahun, nama pewancara dan pegawai yang akan diwawancarai. BSDMO juga menyiapkan bahan dan dokumen wawancara berupa buku tulis, bollpoint, kertas hvs kosong, DRH dan dokumen lainnya yang sudah digandakan, angket yang telah diisi CPNS, angket alat bantu wawancara, Audio Recorder dan Formulir penilaian hasil wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan masing-masing oleh dua pewawancara. BSDMO menyusun meja dan kursi sedemikian rupa sehingga pelaksanaan wawancara berjalan lancer. 



Tahap 4. Analisis Hasil Pada tahap keempat ini pewawancara menyerahkan hasil wawancara disertai nilai hasil wawancara. BSDMO mengolah hasil nilai wawancara dengan menghitung mean dan standar deviasi. BSDMO mengundang sebagian anggota Tim untuk melakukan analisis hasil. Analisa kuantitatif dengan mengolah nilai-nilai yang diberikan pewawancara. Sedang analisa kualitatif dengan menganalisis satu persatu hasil tulisan pewawancara. Analisa kualitatif dilakukan oleh anggota yang memang memahami hasil kualitatif dan hasil analisa direkap dan dipilahpilah sesuai indikator. IAEA memberikan 3 (tiga) kategori yaitu merah, kuning dan hijau. Kategori merah apabila hasil nilai sangat rendah dengan probabilitas insider sangat tinggi atau tanggung jawab rendah (tidak/kurang: andal, terpercaya dan sehat serta kinerja rendah) . Kategori kuning apabila hasil nilai rendah, dan kategori hijau apabila hasil nilai bagus dengan probabilitas insider sangat rendah atau tanggung jawab bagus (andal, sehat, kinerja tinggi, terpercaya). Kategori



kuning bisa dibedakan lagi dengan kategori kuning I, Kuning II dan Kuning III sesuai dengan keputusan rapat Tim. Jika diperlukan BSDMO mengundang pakar ahli dari Universitas atau konsultan luar dalam mengolah dan menganalisis hasil wawancara agar hasil analisis lebih bagus. Tahap 5. Evaluasi hasil dan penyusunan laporan Evaluasi hasil dilakukan untuk mendapatkan persetujuan sebelum seseorang dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan sertifikasi, pemantauan, pengamanan tertutup, pembinaan dan perlu konsultasi kesehatan atau konsultasi psikologi. BSDMO mengundang Tim Pusat untuk melakukan evaluasi hasil. Evaluasi harus didasarkan pada pemeriksaan yang seksama terhadap hasil analisis, penilaian medis, dan obat-obatan dan pengujian alkohol, kesehatan dan psikologi. Jika diidentifikasi masalah terkait ideologi, maka BSDMO dan BHHK meminta Unit Kerja terkait untuk memindahkan sementara untuk tugas yang tidak terkait posisi kritis dan perlu berkoordinasi ke pihak Unit Pengamanan Nuklir (UPN) untuk melakukan pengamanan tertutup. Jika evaluasi mengungkapkan adanya masalah terkait kesehatan fisik dan emosi, pejabat manajemen HRP harus memberitahukan Unit terkait untuk dilakukan konsultasi medis/konsultasi psikologi; dan sebagainya. Setelah hasil wawancara selesai diolah, dianalisis dan dievaluasi maka Sekretaris Tim HRP CPNS menyusun laporan. Laporan yang disusun oleh Tim Sekretaris BSDMO masih dalam bentuk konsep kemudian diperiksa ulang oleh anggota Tim lain dari BSDMO. BSDMO mengundang rapat anggota Tim pusat untuk melakukan validasi hasil laporan. Tahap 6. Penyerahan laporan dan rencana tindak Tahap keenam adalah setelah laporan selesai disusun dan diserahkan oleh Kepala BSDMO untuk mendapatkan persetujuan. BSDMO mengundang Sekretaris Utama dan Unit Kerja terkait dalam struktur organisasi (Pusdiklat dan BHHK) untuk mempresentasikan hasilnya dan membahas hasil laporan dan rencana tindak



[ 162 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



selanjutnya. Laporan diserahkan ke Kepala BATAN dan BHHK sebagai Unit Kerja yang menangani masalah keamanan. BHHK menyerahkan hasilnya ke masing-masing Unit Kerja untuk ditindaklanjuti. TANTANGAN YANG DIHADAPI



Tantangan yang di hadapi untuk kedepannya adalah komitmen pimpinan puncak dan konsistensinya, Roadmap keberlanjutan program HRP itu sendiri karena setiap tahun para pegawai di posisi kritis harus disertifikasi HRP, tersedianya SDM dan anggaran, dibutuhkan tempat penyimpanan dokumen pegawai, tim hrp perlu mengikuti perkembangan (termasuk dalam analisa data, penyusunan pedoman, dan sosialisasi), komitmen dan kesadaran dari pegawai itu sendiri (termasuk pelaporan sendiri dan pelaporan adanya perilaku tak wajar). Kunci sukses yang paling penting dari HRP sendiri adalah komitmen dan dukungan Pegawai KESIMPULAN Penerapan program keandalan manusia pada CPNS BATAN dapat memitigasi ancaman dalam dan memunculkan kesadaran pegawai akan adanya ancaman dalam. Motivasi CPNS bekerja BATAN dapat diketahui sedini mungkin melalui indikator yang digali dalam wawancara dan hal-hal yang tidak diinginkan oleh organisasi bisa dicegah. Sumber daya manusia merupakan aset suatu organisasi sehingga aset tersebut harus tetap dirawat dan dioptimalkan. Dari hasil analisa wawancara, manajemen dapat meminimalkan penyebab ancaman dalam dan melakukan pembinaan terhadap pegawai dengan pemahaman ideologi yang kurang tepat, rasa tidak puas dan merasa diabaikan dari pegawai dapat dihindari dengan mengetahui harapan dan cita-cita pegawai tersebut, kesehatan fisik dan emosi pegawai dapat dipantau, pemahaman pegawai terhadap budaya keselamatan dan keamanan bisa diketahui. Sistem manajemen dapat melakukan komunikasi, pembinaan dan pemantauan terus menerus dengan menyusun berbagai program sebagai tindak lanjut, misalkan adanya sistem



[ 163 ]



pengembangan karier yang baik, tersedianya beberapa program pendidikan dan pelatihan, pemeriksaan kesehatan, konsultasi psikologi serta sosialisasi budaya keamanan secara berkala. Penanganan dalam Program Keandalan Manusia membutuhkan pengetahuan dan keterampilan memadai sehingga membutuhkan kordinasi dari BSDMO, BHHK, Pusdiklat, dan personil khusus, serta para pimpinan. SARAN Berdasarkan tulisan di atas maka penulis menyarankan untuk segera disusun pedoman dan prosedurnya, roadmap keberlanjutan program HRP sehingga penerapan HRP bisa berjalan lancar. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala BSDMO Bapak Ir. Hadi Susilo, yang telah memberikan ijin untuk menyusun dan menghadiri seminar sebagai pemakalah. Juga kepada Drs. Alvano Yulian, M.Si., Dr. Suntoro, Ir. Fatmuanis Basuki, M.Si. dan Drs. Yaziz Hasan yang telah membantu revisi, memberikan referensi, dan dukungan dalam penyusunan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 1997 2. Anonym, Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tetang Badan Tenaga Nuklir Nasional. 3. BATAN, Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Tahun 2015-2019 Nomor 5 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis BATAN, 2015. 4. Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nomor 01 Tahun 2009 tentang Ketentuan Sistem Proteksi Fisik Instalasi dan Bahan Nuklir, 2009. 5. IAEA. INFCIRC/225: Physical Protection of Nuclear Material and Facilities. Recommendations. Vienna, Austria. 2009. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir. 2012.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



7. Department of Energy and Oak Ridge Associated Universities ORISE 07-NSEM0870, “Human Reliability Program Orientation for Employees”, Tennessee. 2007. 8. Partnership for Nuclear Security-BATAN, “Procedings of Roadmap to a suistainable Human Reliability Program”. 2014. 9. Cameron W. Coates dan Gerhard R. Eisele, “Guide Human Reliability Implementation”, Oak Ridge National Laboratory. Tennessee. 2014. 10. Yustina Tri Handayani. “Program Keandalan Manusia”,Widyanuklida, Vol. 14 No. 1, hal 28 – 31, 2014. 11. Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 6 Tahun 2015 tentang Keamanan Sumber Radioaktif. 2015. 12. Fatmuanis Basuki,”Bahan tayangan Program Keandalan Manusia”, Workshop Pusdiklat BATAN. 26 April 2016.



Makanya saya sarankan untuk menyusun pedoman atau SOP agar komitmen itu datang dengan sendirinya, sehingga tidak perlu lagi meminta komitment pimpinan! Endang Kristuti Baik. Akan saya usulkan nanti untuk mneyusun pedoman atau SOP pada Bagian yang menangani HRP ini.



DISKUSI program HRP? Endang Kristuti Belum. Justru karena HRP ini adalah program baru maka saya menuliskan tantangantantangan yang dihadapi. Dan HRP ini baru sekali diterapkan kepada CPNS Tahun Anggaran 2017. Ratri W. – BP Bagaimana apabila dalam perekrutan CPNS ditempatkan pada suatu tempat, tetapi ternyata YBS tidak handal (dalam menduduki posisi penting). Apa tindakan BSDMO Endang Kristuti Tidak handalnya CPNS harus diidentifikasi dahulu, dengan metode check latar belakang, mengisi angket dan melakukan wawancara. Apabila hasilnya masih dalam kategori kuning maka perlu dipantau. Namun apabila hasilnya YBS masuk dalam kategori merah maka YBS (CPNS) tersebut harus dikeluarkan dari posisi penting Hesty Rimadianny-BAPETEN



[ 164 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN INTERVENSI TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY OCCURRING RADIOACTIVE MATERIAL (TENORM) DI INDONESIA Hesty Rimadianny1, Anri A. Ridwan2 1) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif (DP2FRZR), DKI Jakarta, Indonesia, [email protected]. 2) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Biro Perencanaan2, DKI Jakarta, Indonesia, [email protected]. ABSTRAK ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN INTERVENSI TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY OCCURRING RADIOACTIVE MATERIAL (TENORM) DI INDONESIA. Hal ini berhubungan dengan tingkat keselamatan dan keamanan radiasi bagi kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Peraturan mengenai intervensi Tenorm dituangkan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 9 Tahun 2009 tentang Intervensi terhadap Paparan yang berasal dari Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material. Akan tetapi dalam implementasinya mengalami suatu kendala dikarenakan banyaknya kegiatan industri di Indonesia baik dalam skala besar maupun kecil. Menurut International Atomic Energy Agency (IAEA) yang menyatakan bahwa radiasi yang disebabkan oleh Tenorm tidak boleh melebihi nilai batas lebih besar dari 1 Bq/g, hal ini juga berlaku untuk radisi yang berada di lingkungan masyarakat tidak boleh melebihi nilai lebih besar dari 0,5 Sv/jam atau 1 mSv/tahun. Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai beberapa industri yang memiliki kandungan paparan radiasi yang berada diatas nilai 1 Bq/g. Makalah ini bertujuan agar dalam implementasi peraturan Tenorm mampu terap dan mampu laksana, pada akhirnya dapat menjamin keselamatan dan keamanan radiasi. Oleh sebab itu perlu adanya batasan kegiatan industri yang harus melakukan intervensi Tenorm, sehingga dapat memungkinkan adanya perbaikan atau tinjauan dari peraturan Tenorm yang sudah ada saat ini. Kata kunci: Tenorm, Keselamatan Radiasi, Industri, Peraturan, Paparan Radiasi.



ABSTRACT THE ANALYSIS IMPLEMENTATION OF THE INTERVENTION ON TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY OCCURRING RADIOACTIVE MATERIAL (TENORM) IN INDONESIA. This relates to the level of safety and security of radiation for the health of workers, communities and the environment. Regulations on Tenorm intervention are set forth in the Regulation of the Head of the Nuclear Power Supervisory Agency No. 9 of 2009 on Intervention of Exposure derived from Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive Materials. However, in its implementation experience an obstacle due to the many industrial activities in Indonesia both in large and small scale. According to the International Atomic Energy Agency (IAEA) which states that the radiation caused by Tenorm should not exceed the limit value greater than 1 Bq/g, this also applies to radicals within the community should not exceed values greater than 0.5 Sv/hour or 1 mSv/ year. In this paper, the author will discuss about some industries that have radiation exposure content that is above the value of 1 Bq / g. This paper aims to enable the implementation of Tenorm regulation to be capable and effective, in the end to ensure the safe and security of radiation. Therefore, it is necessary to limit the industrial activities that must intervention Tenorm, so that it can allow any improvement or review of Tenorm regulations that already exist today. Key words: Tenorm, Radiation Safety, Industry, Regulation, Radiation Exposure.



[ 165 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENDAHULUAN Pada tahun 1904 di negara Kanada untuk pertama kalinya ditemukan adanya limbah Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material (TENORM). Limbah Tenorm tersebut ditemukan pada kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi. Limbah Tenorm ditemukan pada proses kegiatan seperti flowback water dan cairan lainnya yang dihasilkan dari sumur minyak dan gas. Residu yang dihasilkan dari fasilitas pengolahan, scale, sedimen, lumpur, bahan dan peralatan yang terkontaminasi dan pelepasan cairan. Ada kemungkinan minyak dan gas bumi tersebut mengandung kadar randon yang merupakan bagian dari limbah Tenorm itu sendiri. Limbah Tenorm ini, di Indonesia dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif [2]. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sebagai badan pegawas yang ditunjuk oleh pemerintah RI mengeluarkan Perka BAPETEN No. 9 Tahun 2009 tentang Intervensi Tenorm yang mengatur mengenai limbah Tenorm yang berada di Indonesia [3]. Akan tetapi dalam impelementasinya dilapangan mengalami beberapa kendala, hal ini disebabkan industri dan pertambangan di Indonesia terdiri dari industri skala besar sampai skala kecil. Selain itu, berapa kadar radiasi Tenorm yang diwajibkan untuk melakukan perizinan intervensi Tenorm tersebut. Dalam menerapkan tingkat intervensi Tenorm di Indonesia. BAPETEN sebagai pengawas keselamatan radiasi yang ditunjuk oleh pemerintah sudah mengacu dan mengunakan standar Internasional. Menurut International Commission on Radiological Protection (ICRP) merekomendasikan tingkat intervensi pada tempat kerja, perlu dilakukan tindakan adalah pada dosis efektif dan harus berada dalam kisaran 3-10 mSv/tahun. Hal ini menunjukan bahwa intervensi Tenorm memerlukan suatu standar yang diizinkan. IAEA GS-R-3 memberikan standar bahwa dosis efektif pada setiap anggota masyarakat tidak lebih dari 10



Sv/tahun [4]. Nilai untuk thorium atau uranium alam dipilih menjadi 1 Bq/g dan untuk 40 K adalah 100 Bq/g. Nilai-nilai dipilih berdasarkan pertimbangan dari seluruh dunia dan dilaporkan dalam United Nations Scientific Committee on Effects of Atomic Radiation (UNSCEAR). Nilai untuk 40K dipilih menjadi 10 Bq/g dan untuk semua nuklida lain seperti 238 U dan 232Th adalah 1Bq/g. Paparan dari radiasi alam secara umum dianggap sebagai situasi paparan kronik. Oleh karena itu, harus diterapkan persyaratan intervensi. Atas dasar tersebut, tujuan dari makalah ini untuk menganalisis implementasi peraturan intervensi technologically enhanced naturally occurring radioactive material (Tenorm) di Indonesia. METODE PENELITIAN Dalam penyusunan makalah mengenai analisis implementsi peraturan tentang intervensi terhadap paparan yang berasal dari Tenorm, penulis melakukan metode deskriptif melalui studi pustaka dengan tahapan meliputi mengumpulkan dan memahami berbagai literatur tersebut disertai dengan pengumpulan informasi-informasi dan data-data pendukung seperti dari peraturan terkait lainnya, baik peraturan yang bersifat nasional maupun publikasi internasional, analisa, diskusi, pembahasan dan penyusunan laporan. Ruang lingkup pembahasan ini dititikberatkan analisis implimentasi peraturan intervensi Tenorm pada kegiatan industri/pertambangan di Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada makalah ini, penulis akan membahas mengenai lingkup dari kegiatan industri/pertambangan terkait Tenorm pada Pasal 3 Perka No. 9 tahun 2009 [3]. Hal ini dikarenakan pada Pasal 3 merupakan hal yang terpenting dalam lingkup kegiatan terkait Tenorm. Berdasarkan workshop IAEA pada Tahun 2016 diperoleh data bahwa kandungan paparan radiasi diatas 1 Bq/g wajib untuk dilakukan paparan radiasi Tenorm [5], peraturan di negara Malaysia juga mengadopsi dan mengikuti peraturan IAEA menyatakan untuk radisi yang berada di lingkungan masyarakat tidak boleh melebihi nilai lebih besar dari 0,5 Sv/jam atau 1 mSv/tahun. Gambar 1 merupakan batas kandungan paparan radiasi Tenorm.



[ 166 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Selain itu, Perka BAPETEN tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi mengenai paparan kronik sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah No. 33/2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif. Implementasi peraturan intervensi Tenorm berdasarkan Perka nomor 9 tahun 2009. Sangat sulit untuk diterapkan di Indonesia karena begitu banyak industri yang bersekala besar dan kecil. Oleh sebab itu penulis perlu membuat batasanbatasan industri mana saja yang perlu dilakukan intervensi Tenorm berdasarkan peraturan Internasional baik itu aturan dari UNSCEAR dan IAEA.



Di dalam gas alam banyak ditemukan gas radon yang merupakan anak luruh dari 226Ra. Pengendapan pada fasilitas produksi gas alam dalam bentuk lapisan tipis endapan kadar 210PO berupa film. 210Pb sebesar 120 Bq/g dalam lumpur yang terdapat pada bagian pipa minyak dan gas bumi, akan tetapi nilai konsentrasi tergantumg pada umur pipanya itu sendiri. Pengendapan dalam bentuk scale/sludge ditunjukkan pada Gambar 2.



Gambar 2. Scale/slugde pada pipa minyak & gas bumi.



Gambar 1. Batas paparan radiasi Tenorm. Pada makalah ini, penulis akan membahas mengenai analisis implementasi peraturan intervensi paparan radiasi Tenorm, yang juga memerlukan perizinan intervensi Tenorm. Beberapa jenis kegiatan industri/pertambangan yang akan dijadikan bahan pertimbangan untuk implementasi adalah sebagai berikut: a. Eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi Pembentukan Tenorm pada eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi diawali terlarutnya isotop radium batu-batuan seperti 226 Ra 224Ra 228Ra didalam air yang terdapat bersama minyak dan gas bumi. Radium mengendap bersama barium kemudian mengganti beberapa atom barium ini dalam struktur kristal barium sulfat. Konsentrat 226Ra sangatlah tinggi sekitar 15.000 Kbq/kg atau 400.000 Psi/g akibatnya akan menghasilkan sinar gamma-ray pada pekerja yamg bekerja pada proses produksi minyak dan gas bumi.



[ 167 ]



Frekuensi pembersihan berkala dari beberapa literatur dapat ditemukan tingginya nilai konsentrat yang terkandung didalamnya, misalnya untuk lumpur 226Ra sekitar 800 Bq/g, 210 Pb sekitar 1300 Bq/g dan 228Ra Bq/g. Pada scale konsentrat 210Pb sekitar 75 Bq/g dan konsentrat 226Ra sekitar 2800 Bq/g. Pengendapan tersebut dalam waktu yang lama dengan orde tahunan dapat menurunkan bahkan menghentikan aliran fluida yang dapat mengakibatkan sistem operasi tidak aman. Pada Tabel 1 disajikan NORM pada produksi minyak dan gas bumi yang secara khusus memperlihatkan keberadaan NORM. Tabel 1. NORM pada produksi minyak dan gas bumi [6] Jenis Industri Kerak Ra



Radionuklida dominan 226 224Ra



228 Ra Ra dan



hasil luruhnya Lumpur Ra



Endapan Pb



226 224Ra



228 Ra Ra dan hasil luruhnya 210 Pb dan hasil luruhnya



Karakteristik



Lokasi



Endapan keras Ca, Sr Ba Sulfat dan karbonat



Bagian basah dari instalasi produksi, Pipa bor Separator, tangki skimmer



Pasir, tanah liat, parafin, logam berat Endapan Pb stabil



Bagian basah dari instalasi produksi, Pipa bor



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Film Pb



210



Pb dan hasil luruhnya



Lapisan tipis film



Film Po



210



Lapisan tipis film



Kondensat



210



Gas alam



222



Po



Unsupported



Po Rn P0



210



Pb



210



Air produksi



228



226



224



210



Rn Ra



Ra Pb



Gas mulia menempel pada permukaan Sebagai saline, volume besar dalam produksi minyak



Treatment oil dan gas transport Fasilitas treatment kondensat Produksi gas Pemakaian utama, treatment gas dan sistem transport Setiap fasilitas produksi



b. Penambangan timah Kegiatan penambangan timah telah dilakukan lebih dari 200 tahun yang lalu di Indonesia. Cadangan terbesar timah yang ada di Indonesia berasal dari Pulau Karimun, Pulau Kundur, Pulau Singkep, dan sebagian di daratan Pulau Sumatera (Bangkinang) sedangkan arah selatan meliputi Pulau Bangka, Pulau Belitung, dan Pulau Karimata hingga ke daerah sebelah barat Pulau Kalimantan. Penambangan di Bangka dan Belitung telah dilakukan sejak tahun 1711, sedangkan di Singkep dan Belitung sudah dilakukan sejak tahun 1812 dan 1852. Kegiatan penambangan timah di pulau-pulau tersebut telah berlangsung semenjak jaman kolonial Belanda hingga saat ini. Konsentrasi kandungan radiasi dari hasil pertambangan timah yang dilakukan pada industri timah di negara Amerika, dengan melakukan pengukuran pada smelter diperoleh bahwa nilai konsentrat kandungan 238U berada diatas 1,59 Bq/g atau 43 pCi/g, sedangkan nilai konsentrat 232Th mengandung konsentrat diatas 0,7 Bq/g atau 19 pCi/g. Dengan melakukan pengukuran sinar gamma-ray pada smelter timah yang berada dilokasi penyimpanan lumpur diperoleh bahwa kandungan radiasi berkisar 0,87 – 4,35 µSp/jam dengan rata-rata tingkat radiasi lebih dari 0,522 µSp/jam. Gambar 3. Merupakan hasil penambangan dari kegiatan pertambangan timah.



Gambar 3. Timah hasil pertambangan timah c. Penambangan zirkon Mineral utama yang mengandung unsur zirkonium adalah zirkon. Zirkon adalah mineral yang memiliki kelompok nesosilicate. Warna alami dari zirkon bervariasi antara berwarna hijau, kuning keemasan, merah, coklat, biru dan tak berwarna. Gambar 4. Zirkon hasil pertambangan zirkon. Zirkon mengandung konsentrasi aktivitas radionuklida seri 238U dan 232Th dalam zirkon komersial umumnya jatuh dalam konsentrat kisaran 55 - 107 pCi/g dan 1-27 pCi/g masingmasing (2-4 dan 0,4-1 becquerel per gram (Bq/g)). Sedangkan koefisien emulsi radon untuk zirkon sangat rendah karena struktur kristal (0,0016-0,014 Bq/g). Tingkat keterpaparan gamma dekat persediaan massal zirkon rata-rata ~ 190 microroentgens perjam (1,9 µ/hr)2[8].



Gambar 4. Zirkon hasil pertambangan zirkon d. Industri fosfat Fosfat adalah sebuah ion poliatmik atau suatu radikal yang terdiri dari satu atom fosforus dan empat oksigen. Fosfat sendiri adalah suatu unsur dalam suatu batuan beku apatif atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis, oleh sebab itu keberadaan industri fosfat berada di daerah yang banyak mengandung batuan kapur. Gambar 5. Merupakan hasil pertambangan dari kegiatan industri fosfat.



[ 168 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Gambar 5. Merupakan hasil pertambangan dari industri fospat. Pada industri fosfat, di Amerika ditemukan bahwa konsentrat uranium yang terdapat pada fosfat berkisar antara 20-300 ppm atau sekitar 7-1000 pCi/g, dimana ini berkisar 0,259 -3,7 Bq/g, sedangkan thorium yang dihasilkan sekitar 0,0037-0,0222 Bq/g. Selain itu bijih fosfat mengandung radium alami (226Ra), dimana konsentrasi 226Ra bervariasi dari sekitar 5-30 pCi/g (0,185 - 1,11 Bq/g), tergantung pada jenis campuran pupuk dan asal-usul batuan fosfat [9]. Produksi fosfat alam yang diproduksi oleh 23 negara berkisar antara < 0,1 – 0,8% dunia, sedangkan di Indonesia memproduksi fosfat alam 1.000 t atau 22,1 MPa) pada SCWR belum sepenuhnya diketahui. Prinsip dasar keselamatan reaktor SCWR adalah menjaga aliran pendingin di dalam teras reaktor [3]. Dengan demikian, kecelakaan kehilangan total aliran pendingin merupakan kecelakaan yang paling penting pada reaktor ini [4]. Saat kecelakaan ini terjadi, sistem Scram akan diaktuasi sehingga reaktor shutdown ke level panas sisa (decay heat) yang besarnya antara 5%-10% dari kapasitas dayanya [5]. Pada tekanan superkritis, adanya perbedaan densitas pada suhu rendah dan tinggi berpotensi membangkitkan aliran natural yang dapat dipakai untuk mengambil panas sisa tersebut. Sistem kondenser tanpa katup sudah diaplikasikan pada reaktor KERENA (tipe BWR) [6]. Sistem kondenser tersebut memiliki kelebihan tidak membutuhkan sinyal aktuasi dalam operasinya. Pada penelitian ini, aplikasi sistem kondenser tanpa katup pada SCWR dipelajari dengan menggukanan kode SPRAT. Kode ini sudah divalidasi pada penelitian sebelumnya [5, 7, 8, 9, 10]. METODE Langkah-langkah penelitian ditunjukkan pada diagram Gambar 1. Kecelakaan kehilangan total aliran pendingin disumulasikan dengan SPRAT pada kondisi tanpa dan dengan sistem keselamatan aktif AFS (Auxiliary Feedwater System) [4, 5]. Kemudian model sistem kondenser dibuat dan diaplikasikan pada kode SPRAT. Validasi perhitungan termal hidrolik pada sistem kondenser dilakukan dengan membandingkan dengan hasil perhitungan pada bagian upper plenum, baik pada kondisi normal maupun dengan gangguan. Selanjutnya mitigasi kecelakaan tersebut dengan sistem kondenser tanpa katup dianalisis. Model perhitungan aliran natural ditunjukkan pada Gambar 2. Perhitungan aliran natural didasarkan pada persamaan (1) [7].



(ρ drainline − ρ steamline )gH = ∆Ptotal



(1)



Simulasi kecelakaan kehilangan total aliran pendingin tanpa dan dengan AFS



Membuat model kalkulasi sistem kondenser Memodifikasi kode berdasarkan model kalkulasi



Validasi Perhitungan



Simulasi kecelakaan kehilangan total aliran pendingin tanpa AFS dan dengan sistem kondenser



Gambar 1 Langkah-langkah penelitian



Gambar 2 Model kalkulasi emergency condenser



dengan ρ , g , H , dan ∆Ptotal menunjukkan densita, gaya gravitasi, tinggi kondenser dari teras reaktor dan total pressure drop. Perhitungan pressure drop berdasarkan pada persamaan (2)-(5) [1], yang terdiri dari pressure akibat gesekan, percepatan, ketinggian dan orifice.



 ∆z  ∆Pfri = ∑i 2  ρi vi2 f i  Dh   ρ v2 ρ v2  ∆Pacc = ∑i  i i − i −1 i −1  2   2



∆Pelev = ρ 0 g∆zN − ∑i ρi g∆z ∆Pori = ∑i K ori



ρi vi2 2



(2)



(3) (4)



(5)



dengan v , ∆z , N , f , ∆P , K , dan Dh secara berurutan menunjukkan kecepatan pendingin (m s ) , ukuran mesh, nomor mesh, koefisien friksi pressure drop, pressure drop, koefisien hambatan dan diameter hidrolik. Sistem kondenser terdiri dari pipa uap (steam line), pipa-pipa kondenser, dan pipa kondensat (drain line). Perhitungan termal-



[ 456 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



hidrolik pada sistem kondenser didasarkan pada persamaan konservasi massa dan energi seperti ditunjukkan pada persamaan (6) dan (7) [10].



∂ρ (z , t ) ∂G (z , t ) + =0 ∂t ∂z



∂[ρ (z , t )h( z, t )] ∂[G ( z, t )h(z , t )] + ∂t ∂z 1 ''  A l f Qn ( z ,t ); untuk kanal dengan bahan bakar = f 0 ; untuk kanal tanpa bahan bakar 



(6)



aktuasi sistem scram. Tanpa mitigasi lebih lanjut, kenaikan suhu kelongsong bahan bakar dapat menyebabkan pelelehan teras reaktor akibat panas sisa (decay heat) yang pada gilirannya dapat juga melelehkan bejana reaktor.



(7)



dengan G , t , z , h , l f , A f , k , dan Q " secara berurutan menunjukkan fluks massa, waktu, posisi, entapi, tinggi mesh, luas permukaan pin bahan bakar, time step, dan fluks panas. Perhitungan perpindahan panas di sepanjang pipa kondenser berdasarkan pada persamaan konveksi dan konduksi seperti ditunjukkan pada persamaan (8) [11].



T − Tb 2π (a + b )Hk c h(Tm − Tb ) q= m = (12) R bH + k c 1 b ,a,b , H , dengan q , Tm , Tb , h , A , , k c A hA dan k c secara berurutan menunjukkan panas yang diambil oleh pendingin, suhu pusat pipa, suhu pendingin di kondenser, koefisien perpindahan panas pada tekanan superkritis, luas penampang pipa emergency condenser, resistensi termal secara konduksi, resistensi termal secara koveksi, jari-jari dalam pipa, ketebalan pipa, tinggi per mesh dari pipa, konduktivitas termal bahan.



Gambar 3 Respon reaktor terhadap kecelakaan kehilangan aliran pendingin total tanpa recovery aliran pendingin



Sistem Kondenser Tanpa Katup Sistem kondenser terdiri dari bagian pipa uap (steam line), pipa-pipa kondenser, dan pipa kondensat (drain line). Gambar 4 dan 5 menunjukkan hasil perhitungan entalpi dan suhu pada pipa uap yang dibandingkan dengan hasil perhitungan pada upper plenum saat kondisi normal dan dengan gangguan. Dalam kedua kondisi, hasil perhitungan suhu dan entalpi di pipa uap diharapkan sama dengan hasil perhitungan di upper plenum. Gambar tersebut menunjukkan hasil perhitungan yang benar (valid) pada pipa uap.



HASIL DAN PEMBAHASAN Kecelakaan Pendingin



Kehilangan



Total



Aliran



Saat kecelakaan kehilangan total aliran pendingin terjadi, kedua pompa pendingin masukan mati sehingga pendingin kehilangan kemampuan mengambil panas yang dihasilkan di teras reaktor. Pada penelitian ini kedua pompa diasumsikan berhenti total dalam 5 detik mengacu pada penelitian sebelumnya [5]. Kecelakaan tersebut mengakibatkan kenaikan suhu kelongsong bahan bakar. Gambar 3 menunjukkan respon reaktor saat kecelakaan kehilangan total aliran pendingin dengan



[ 457 ]



Gambar 4 Validasi perhitungan entalpi dan suhu di steam line pada kondisi normal



Perhitungan termal hidrolik pada pipapipa kondenser juga mempertimbangkan besarnya perpindahan panas dari pendingin (uap) ke air kondenser (kolam tangki kondenser). Gambar 6 dan 7 menunjukkan



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



hasil perhitungann perpindahan panas untuk besar panas yang diketahui (ditetapkan). Hasil perhitungan kode menunjukkan bahwa semakin besar panas yang dibuang, maka semakin besar penurunan suhu dan entalpi sepanjang pipa kondenser.



8 menunjukkan pengaruh panjang pipa kondenser terhadap besarnya panas yang dibuang. Semakin panjang pipa panas kondenser, maka semakin banyak panas yang dibuang ke kolam kondenser.



Gambar 8 Pengaruh panjang pipa kondenser terhadap besarnya panas yang dibuang Gambar 5 Validasi perhitungan entalpi dan suhu di steam line pada kondisi gangguan penurunan flow sebesar 5 %.



Gambar 6 Pengaruh besarnya panas yang dibuang terhadap suhu pendingin (uap)



Gambar 9 menunjukkan pengaruh ketebalan pipa kondenser terhadap besarnya panas yang dibuang. Semakin tebal pipa, semakin kecil panas yang dibuang.



Gambar 9 Pengaruh tebal pipa terhadap besarnya panas yang dibuang



Gambar 10 menunjukkan pengaruh jumlah pipa terhadap besarnya panas yang dibuang. Semakin banyak pipa, maka semakin efektif perpindahan panas dan semakin banyak panas yang dibuang.



Gambar 7 Pengaruh besarnya panas yang dibuang terhadap entalpi pendingin



Parameter Desain Kondenser Parameter desain kondenser meliputi panjang pipa kondenser, tebal pipa kondenser, diameter pipa kondenser, banyaknya pipa-pipa kondenser dan ketinggian kondenser. Gambar



Gambar 10 Pengaruh jumlah pipa terhadap besarnya panas yang dibuang



[ 458 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Mitigasi Kecelakaan Mitigasi kecelakaan kehilangan secara total aliran pendingin dilakukan dengan membangkitkan aliran natural. Gambar 11 menunjukkan pengaruh besarnya aliran natural terhadap perubahan suhu kelongsong bahan bakar saat kecelakaan tersebut terjadi. Aliran natural sebesar 2% dari aliran normal tidak cukup untuk mitigasi kenaikan suhu kelongsong, sehingga suhu kelongsong akan naik terus. Aliran natural sebesar 3% mampu mitigasi kenaikan suhu kelongsong bahan bakar sehingga memenuhi kriteria keselamatan.



natural 5% mulai dari saat kecelakaan terjadi. Untuk asumsi konservatif 25 s waktu tunggu, suhu kelongsong bahan bakar masih bisa dimitigasi dan kriteria keselamatan (1260 oC) dipenuhi.



Gambar 12 Pressure drop total dan gaya penggerak sirkulasi natural



Gambar 11 Pengaruh besarnya aliran natural terhadap kemampuan mitigasi suhu kelongsong



Gambar 12 menunjukkan pengaruh ketinggian kondenser terhadap besarnya gaya penggerak dalam bar dan pressure drop (bar) total yang muncul dengan asumsi aliran natural konstan 5%. Dimensi panjang, ketebalan dan diameter pipa dibuat tetap, yaitu masingmasing 10 m, 10 mm, dan 4,5 cm. Untuk jumlah pipa (N) 500 dan 1000 dengan ketinggian pipa kondenser 1 m, gaya penggerak yang dihasilkan jauh lebih kecil daripada pressure drop, yang berarti nilai aliran natural sebenarnya adalah jauh lebih kecil dari 5%. Hal tersebut disebabkan oleh gaya hidrostatik air kondensat terlalu kecil untuk membangkitkan aliran natural. Jika ketinggian diperbesar menjadi 3 m, maka besar gaya penggerak hidrostatik akan naik secara signifikan lebih besar dari pressure drop. Hal tersebut berarti besarnya aliran natural sebenarnya yang dihasilkan lebih besar dari 5%. Gambar 13 menunjukkan mitigasi kenaikan suhu kelongsong bahan bakar untuk variasi waktu tunggu pembangkitan aliran



[ 459 ]



Gambar 13 Pengaruh waktu tunggu pembangkitan aliran natural terhadap kemampuan mitigasi



KESIMPULAN Sistem kondenser tanpa katup pada SCWR telah dipelajari dan memiliki kemampuan memitigasi kecelakaan kehilangan secara total aliran pendingin. Desain kondenser dengan dimensi panjang pipa 10 m, tebal pipa 10 mm, diameter pipa 4,5 cm dan ketinggian 4 m dapat membangkitkan aliran natural sebesar 5% dari aliran normal sehingga kenaikan suhu kelongsong bahan bakar dapat dimitigasi. Kriteria keselamatan suhu kelongsong (1260 o C) dapat dipenuhi. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis pertama berterimakasih kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat untuk dukungan beasiswa dan Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Yogyakarta yang telah mengizinkan pemakalah pertama untuk melakukan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Oka Y., Koshizuka S,, Ishiwatari Y, Yamaji A., Super Light Water Reactor and Super Fast Reactors : Springer, 2010. 2. Rosyidi A., dan Sagino. “Eksperimen Awal Aliran Sirkulasi Alamiah Pada Simulasi Sistem Keselamatan Pasif”, Sigma Epsilon ISSN 0853-9103, Vol. 18 No. 2, hal. 58-63, 2014. 3. Ishiwatari Y., Oka Y., Koshizuka S., Yamaji A., dan Liu J., “Safety of Super LWR, (I) Safety System Design”, Journal of Nuclear Science and Technology, Vol. 42 No. 11, hal.927–934, 2005. 4. Sutanto, Oka Y., “Accidents and transients analyses of a super fast reactor with single flow pass core”, Journal of Nuclear Engineering and Design, Vol. 273, hal.165174, 2014. 5. Ikejiri S., Ishiwatari Y., Oka Y., “Safety Analysis of Supercritical-Pressure WaterCooled Fast Reactor Under Supercritical Pressure”, Journal of Nuclear Engineering and Design, Vol. 240, hal.1218-1228, 2010. 6. Zacharias T., Christian N., dan Bielor E., “KERENA Safety Concept in The Context of The Fukushima Accident”, Proceedings of ICAPP’12, Chicago USA, 2012, hal. 2529. 7. Sutanto, Oka Y., “Passive Safety System of A Super Fast Reactor”, Journal of Nuclear Engineering and Design, Vol. 289, hal.117– 125, 2015. 8. Liu Q., Oka Y., “Core Design for Super Fast Reactor with All Upward Flow Core Cooling”, Journal of Annals of Nuclear Energy, Vol. 57, hal. 221-229, 2013a. 9. Liu Q., Oka Y., “One-Pass Core Design of A Super Fast Reator”, pada GLOBAL 2013: International Nuclear Fuel Cycle Conference, United States, 2013b. 10. Sutanto, Start-up and Safety Analyses of Super Fast Reactors, Doctoral Thesis, The University of Tokyo, 2014. 11. Lamarsh RJ., dan Barata JA., Introduction to Nuclear Engineering, 3rd edition: Prentice Hall Inc, 2001.



TANYA-JAWAB 1. Pertanyaan : RSG sedang mengalami permasalahan pada pembuangan panas, apakah kode yang ada bisa dipakai untuk desain kondenser di RSG? Jawaban : Secara prinsip bisa karena kode yang dipakai di sini juga mensimulasikan reaktor berpendingin air seperti halnya RSG. Namun demikian, perlu downgrade terlebih dahulu dari kode tersebut menjadi kode yang mampu mensimulasikan RSG.. 2. Pertanyaan : Pada tampilan presentasi tersaji kata mesh ke. Apa maksud dari kata tersebut ? Jawaban : Secara numerik, bagian-bagian dari sistem reaktor dibagi menjadi beberapa mesh dimana perhitungan akan dilakukan. Dalam sebuah mesh, diasumsikan properti pendingin adalah homogen.



[ 460 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



EVALUASI PERAWATAN FILTER MEKANIK (PA-01/02/03 BT001) PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS Pranto Busono1), Santosa Pujiarta2), Aji Nur Said3) 1) PRSG-BATAN Serpong, Indonesia, [email protected]. 2) PRSG-BATAN Serpong, Indonesia, [email protected]. 3) PRSG-BATAN Serpong, Indonesia, [email protected].



ABSTRAK EVALUASI PERAWATAN FILTER MEKANIK (PA-01/02/03 BT001) PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS. Filter mekanik sangat penting untuk menjamin kelancaran dalam pengoperasian sistem pendingin sekunder. Kondisi sekarang durasi perawatan filter mekanik PA-02 BT001 semakin meningkat dibandingkan filter mekanik yang lainnya (PA-01 BT001, dan PA-03 BT001). Melihat kondisi tersebut maka sangat penting dilakukan evaluasi/kajian untuk mencari penyebab dan penyelesaiannya melalui data pengoperasian filter mekanik mulai tahun 2010 – 2017, pengumpulan data perawatan mulai tahun 2010 – 2017. Setelah dilakukan evaluasi dan kajian dapat disimpulkan bahwa penyebab filter mekanik (PA-02 BT001) paling sering dilakukan perawatan dibandingkan filter mekanik lainnya, hal tersebut disebabkan lokasi filter mekanik (PA-02 BT001) terletak pada sisi pipa lurus paling ujung sehingga kotoran dan lumut akan terbawa ke bagian tersebut. Disamping hal tersebut PA-02 BT001 juga melayani cooling tower pada sisi luar sehingga pertumbuhan lumut lebih banyak dibanding yang lain. Berdasarkan hasil tersebut maka sangat penting untuk dilakukan peninjauan jadwal pengoperasian filter mekanik, pola perawatan dan pemakaian anti lumut pada air sistem pendingin sekunder.



Kata kunci : filter mekanik, sistem pendingin sekunder, perawatan



ABSTRACT EVALUATION OF MECHANICAL FILTER TREATMENT (PA-01/02/03 BT001) IN RSG-GAS SECONDARY COOLING SYSTEM. Mechanical filters are very important to ensure smooth operation of the secondary cooling system. The present condition of the mechanical filter treatment duration of PA-02 BT001 is increasing compared to other mechanical filters (PA-01 BT001 and PA-03 BT001). Seeing these conditions, it is very important to conduct an evaluation / study to find the cause and resolution through operating data starting in 2010 - 2017, collection of maintenance data starting from 2010 - 2017. After evaluation and review it can be concluded that the mechanical filter causes (PA-02 BT001) maintenance is most often compared to other mechanical filters, this is due to the location of the mechanical filter (PA-02 BT001) located on the side of the pipe straight at the far end so that dirt and lichen will be carried to the section. Besides this, PA-02 BT001 also serves cooling towers on the outside so that the growth of moss is more than the others. Based on these results, it is very important to review the mechanical filter operating schedule, maintenance scheme and the use of anti-moss in secondary cooling system water.



Keywords: mechanical filter, secondary cooling system, maintenance



[ 461 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



PENDAHULUAN Panas hasil reaksi fisi di teras reaktor perlu dibuang ke lingkungan melalui sistem pendingin primer, alat penukar panas (heat exchanger), sistem pendingin sekunder dan cooling tower. Sistem pendingin primer merupakan siklus tertutup sehingga kebersihan airnya dapat dijaga, untuk itu sistem pendingin primer tidak dilengkapi penyaring air (filter mekanik). Kemudian panas dari pendingin primer dipindahkan ke sistem pendingin sekunder melalui heat exchanger. Sistem pendingin sekunder merupakan sistem terbuka, dimana panas akan dibuang ke lingkungan lewat menara pendingin (cooling tower). Sistem pendingin sekunder dilengkapi dengan 3 buah pompa yang terletak di basement gedung bantu (level – 6,50 m), dan melalui pipa-pipa isap utama paralel PA-01 BR-01 dan PA-02 BR-01 (DN 800) yang dilengkapi filter mekanik (PA-01 BT001, PA-02 BT001 dan PA-03 BT001). Filter ini mempunyai fungsi untuk mencegah kotoran mekanik masuk ke pompa sekunder. Kotoran mekanik di sistem pendingin sekunder dapat berupa lumut, lumpur maupun benda-benda lainnya. Jika filter kotor akan terjadi penurunan tekanan isap pompa sekunder. Sesuai desain pompa apabila tekanan isap pompa turun sampai 0,12 bar timbul alarm (Operation Limit Condtion) dan apabila tekanan terus turun sampai 0,11 bar maka pompa secara otomatis mati. Hal tersebut berfungsi untuk mencegah terjadinya kavitasi pada pompa sekunder. Agar filter tersebut dapat berfungsi dengan baik maka filter harus dibersihkan maksimal 3 bulan sekali atau 4 kali dalam setahun sesuai dengan ketentuan yang terdapat di MRM (Maintenance and repair manual). Kenyataannya masing-masing filter mekanik tersebut telah dilakukan perawatan dengan perioda waktu perawatan yang tidak menentu dalam satu tahun. Dalam setiap pengoperasian pompa, maka masing-masing pompa beroperasi secara bergantian, yaitu 2 pompa beroperasi dan satu pompa stand by sehingga masing-masing filter akan mendapat beban operasi yang hampir sama dalam satu tahun yaitu sekitar 2426 jam pertahun.



Perawatan filter mekanik pada sistem pendingin sekunder merupakan implementasi dari:  Program Manajemen Penuaan RSG-GAS Nomor: 002.001/RN 00 02/RSG 3, tertanggal 1 April 2015.  Program Manajemen Perawatan RSGGAS Nomor: 001.001/RN 00 02/RSG 3, tertanggal, 21 Desember 2015.  Penilaian Keselamatan Berkala (PKB) bab V tentang Aspek Penuaan.  Laporan Analisis Keselamatan (LAK) No. Ident RSG.KK.01.01.63.11, Rev. 10.1, Bab VI tentang Sistem Pendingin Reaktor dan Sistem yang berkaitan. Tujuan penulisan ini adalah mencari penyebab PA-02 BT001 paling sering kotor dibanding filter mekanik lainnya, padahal paling sedikit dioperasikan. Ruang lingkup dari penulisan adalah :  Pengumpulan data pengoperasian filter mekanik selama terakhir mulai tahun 2010 – 2017.  Pengumpulan data perawatan filter mekanik sistem pendingin sekunder selama 8 tahun terakhir mulai tahun 2010 – 2017.  Melakukan analisa penyebab filter sering kotor berdasarkan posisi filter.



DISKRIPSI SISTEM Filter mekanik mempunyai ukuran 100 x 100 cm terbuat dari bahan stainless steel rangkap dua (gambar 1). Filter mekanik di tempatkan pada tabung berukuran diameter 110 cm dan tinggi 150 cm, tutup tabung terbuat dari bahan stainless steel ukuran diameter 110 cm dan tebal 10 cm (gambar 2). Untuk menjaga agar tidak terjadi kebocoran air pendingin sekunder maka antara tutup dan tabung diberi seal dan dipasang dengan menggunakan 48 buah baut ukuran M41 dan dikencangkan dengan kunci momen.



[ 462 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Gambar. 1.



Filter mekanik pendingin sekunder



Posisi filter mekanik



Gambar. 2.



Tabung wadah filter mekanik pendingin sekunder PA-01/02/03 BT001



[ 463 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data perawatan filter mekanik yang diperoleh mulai tahun 2010 sampai 2017 dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel. 1.



Data perawatan filter mekanik dari tahun 2010 sampai 2017



Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 rata-rata



Jumlah perawatan filter mekanik (kali) PA-01 BT001 PA-02 BT001 PA-03 BT001 6,00 7,00 5,00 6,00 7,00 6,00 4,00 6,00 6,00 5,00 6,00 5,00 4,00 5,00 5,00 6,00 6,00 5,00 5,00 7,00 6,00 6,00 7,00 5,00 5,250 6,375 5,375



Data perawatan tersebut dapat ditampilkan seperti gambar 3 berikut ini. Pencucian filter mekanik pertahun 8.00



Jumlah pencucian (kali)



7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



2017



Tahun PA-01 BT001



Gambar. 3.



PA-02 BT001



PA-03 BT001



Grafik perawatan filter mekanik setiap tahunnya dari tahun 2010 sampai 2017



[ 464 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Sedangkan pengoperasian filter mekanik dari tahun 2010 sampai tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 2, berikut ini: Tabel. 2. Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 rata-rata



Data pengoperasian filter mekanik dari tahun 2010 sampai 2017. Jumlah jam pengoperasian filter mekanik PA-01 BT001 PA-02 BT001 PA-03 BT001 2400 2760 2664 2232 2664 2736 2760 2520 3288 2688 1704 3024 1560 1800 1680 2400 2160 2640 2206 2187 2060 2096 1890 1975 2292,750 2210,625 2508,375



Data pengoperasian filter mekanik dari tahun 2010 sampai tahun 2017 ditampilkan pada gambar 4, berikut ini:



Lama operasi filter mekanik pertahun Lama operasi (Jam)



3500 3000 2500 2000 1500 1000 2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



2017



Tahun PA-01 BT001



Gambar. 4.



PA-02 BT001



PA-03 BT001



Grafik waktu pengoperasian filter mekanik dari tahun 2010 sampai 2017



Banyaknya pengoperasian filter mekanik pertahunnya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel. 3. Banyaknya pengoperasian filter mekanik pertahun Tahun PA-01 BT001 PA-02 BT001 PA-03 BT001 2010 19 20 19 2011 18 19 17 2012 20 21 21 2013 21 17 21 2014 13 15 14 2015 20 18 22 2016 20 20 19 2017 19 18 20 rata-rata 18,750 18,500 19,125



[ 465 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Banyaknya pengoperasian filter mekanik dapat dilihat pada gambar 5.



Jumlah operasi filter mekanik pertahun Jumlah operasi (kali)



24 22 20 18 16 14 12 10 2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



2017



Tahun PA-01 BT001



Gambar. 5.



PA-02 BT001



PA-03 BT001



Grafik jumlah pengoperasian filter mekanik dari tahun 2010 sampai 2017



Skema posisi filter mekanik pada sistem pendingin sekunder dapat dilihat pada gambar 6.



Arah aliran air Gambar. 6.



Gambar skema lokasi filter mekanik berdasarkan aliran air pendingin sekunder.



[ 466 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Pembahasan Berdasarkan data perawatan filter mekanik yang ada di tabel 1, diketahui rata-rata setiap tahun filter mekanik (PA-02 BT001) paling sering dilakukan perawatan dibandingkan filter mekanik lainnya. Sedangkan data rata-rata pengoperasian filter mekanik baik dilihat dari lama pengoperasian (tabel 2) maupun jumlah pengoperasian (tabel 3) bahwa PA-02 BT001 paling sedikit dioperasikan. Seperti yang terlihat pada gambar 6 menunjukkan skema lokasi filter mekanik posisi PA-02 BT001 terletak pada sisi paling ujung sehingga paling memungkinkan kotoran dan lumut akan terbawa ke bagian tersebut. Selain itu jalur pipa PA-02 melayani cooling tower pada sisi luar, yang memungkinkan lebih banyak terjadinya pertumbuhan lumut pada musim penghujan. Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu dilakukan peninjauan terhadap jadwal operasi terhadap pemakaian filter mekanik, jadwal perawatan dan pola pemakaian anti lumut pada air pendingin sekunder.



KESIMPULAN Dari pembahasan di atas diperoleh kesimpulan bahwa filter mekanik (PA-02 BT001) paling sering dilakukan perawatan dibandingkan filter mekanik lainnya. Filter mekanik (PA-02 BT001) rata-rata paling sedikit dioperasikan. Filter mekanik (PA-02 BT001) berada pada posisi paling ujung sehingga lebih banyak kotoran yang mengalir ke posisi PA-02 BT001.



DAFTAR PUSTAKA 1. Log book operasi reaktor tahun 2010 – 2017. 2. Data perawatan filter mekanik tahun 2010 – 2017. 3. Lembar data operasi reaktor tahun 2010 – 2017.



[ 467 ]



4. Instruksi operasi reaktor tahun 2010 – 2017. 5. Program Manajemen Penuaan RSG-GAS, Nomor: 002.001/RN 00 02/RSG 3, tertanggal 1 April 2015. 6. Program Manajemen Perawatan RSGGAS, Nomor: 001.001/RN 00 02/RSG 3, tertanggal, 21 Desember 2015. 7. Laporan Penilaian Keselamatan Berkala Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy, Nomor: 001/RN 00 00/RSG, bab V tentang Aspek Penuaan. 8. Laporan Analisis Keselamatan (LAK) No. Ident RSG.KK.01.01.63.11, Rev. 10.1, Bab VI tentang Sistem Pendingin Reaktor dan Sistem yang berkaitan.



DISKUSI: Pertanyaan : 1. Bagaimana cara mengatasi/mitigasi sehingga untuk mencegah kotoran masuk ke cooling tower sehingga mengurangi kotoran yang sampai ke filter mekanik? 2. Bagaimana cara mengetahui bahwa tekanan isap telah turun yang mengindikasikan filter telah kotor? Jawab: 1. Untuk mencegah kotoran masuk ke sistem sekunder maka pada bagian samping cooling tower telah dipasng sirip-sirip dan kawat kasa untuk mencegah kotoran masuk ke cooling tower. 2. Pada setiap pompa sekunder telah dipasang sensor untuk mengetahui penurunan tekanan, dimana sensor tersebut terhubung dengan alat ukur tekanan CP001 di ruang kendali utama (RKU) sehingga jika terjadi penurunan tekanan maka akan diketahui oleh operator reaktor.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



RADIOGRAPH QUALITY OF METALLIC COMPOSITE MATERIAL USING FLUOROSCOPY: A PRELIMINARY STUDY Sugiharto1* 1) Center for Isotopes and Radiation Application (CIRA), National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN), Jl. Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarata 12440, Indonesia Corresponding author: [email protected]



ABSTRACT RADIOGRAPH QUALITY OF METALLIC COMPOSITE MATERIAL USING FLUOROSCOPY: A PRELIMINARY STUDY. Experimantal study using digital fluoroscopy has been carried out to generate a radiograph of exposed specimen made of metallic composite materials. Determination of experimental parameters was based on the thickness of the speciment. As the shape of the specimen is irregular, it’s representative thicknes has been chosen at dominant part of the specimen. The ASTM radiographic standard for metallic casting has been referred to follow for this examination. To fulfill the requirement of radiograph’s unsharpness geometry, the distance of the object to the radiation source (s.o.d) has been determined at 1 m. The purpose of the current research is to compare the quatlity of radiographs of the specimen exposed by x-ray generated the x-ray machine whic was set up at voltages of 130, 150 and 180 kV respectively. The electric current of the machine was set at constant value of 5 mA for the three varied voltages. From visual observation, either by naked eyes or on computer monitor, it found that the best radiograph, in terms of it’s ability to show detailed image, was that produced with voltage of 180 kV. Keywords: fluoroscopy, radiograph, x-ray, image



ABSTRAK KUALITAS RADIOGRAF MATERIAL KOMPOSIT LOGAM MENGGUNAKAN FLUOROSCOPI: SUATU STUDI PENDAHULUAN. Studi secara eksperimen menggunakan fluoroskopi digital telah dilakukan untuk menghasilkan radiograf spesimen yang terbuat dari material komposit logam. Penentuan parameter eksperimen didasarkan pada tebal spesimen. Karena bentuk spesimen tidak beraturan, representasi ketebalan spesimen dipilih pada bagian yang dominan. Standar radiografi ASTM untuk coran logam telah diacu untuk diikuti dalam eksperimen ini. Untuk memenuhi persyaratan ketidaktajaman geometri radiograf, jarak objek ke sumber radiasi (s.o.d – source to object distance) ditetapkan sejauh 1 m. Tujuan dari riset sekarang ini adalah membandingkan kualitas radiograf spesimen yang disinari oleh sinar-x yang dihasilkan dari mesin sinar-x yang telah diset masing-masing pada tegangan 130, 150 dan 180 kV. Arus listrik mesin di set pada nilai konstan sebesar 5 mA untuk ketiga tegangan yang bervariasi. Dari pengamatan visual, baik menggunakan mata atau pada monitor komputer, diperoleh bahwa radiograf, dalam arti yang dapat memperlihatkan detil bayangan, dihasilkan dengan teganan sebesar 180 kV. Kata kunci: fluoroskopi, radiograf, sinar-x, bayangan



INTRODUCTION In the year 2015, National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN) has been awarded as one of collaborating center (CC) of the International Atomic Energy Agency (IAEA) in



[ 468 ]



the field of non-destructive testing (NDT). This designation means that the man-power and the NDT facilities there in including it’s supporting infrastructures and equipment are considered appropriate for BATAN to conduct the IAEA mandate in the NDT field. In this respect, after



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



working with the conventional NDT methods for long time, BATAN put it’s interest to engage with advanced NDT technologies, especially in imaging modalities. One of the challenging and demanding interests of today’s technology is digital fluoroscopy. Fluoroscopy is one of imaging modalities that use x-ray photon to observe interior of exposing object radiographically [1]. The digital versions of fluoroscopic imaging systems are now available. Although it has similarity with filmscreen radiography, the digital fluoroscopy offers several advantages compared to film-screen radiography. Among the advantages of fluoroscopy imaging system are: wide dynamic range of exposure, faster processing – even at real time is possible, image can be stored in digital format and economic benefit [2,3]. Fluoroscopy was developed short after Roentgen invented x-ray in 1895 [4,5]. He used fluroscent screen to produce an image of an object when it exposed to the x-ray. Since then, various x-ray generators were produced for imaging purposes, especially for fluoroscopic imaging in medicine [6]. Early fluoroscopic system was simple, just like a funnel made of cardboard goggle at one end and fluroscent screen at the other end. Fluoroscopic images must be observed directly in darkroom and radiologist is potential to receive excessive unwanted radiation exposure [6]. Recent fluoroscopic system design is far different compared with it’s earlier. X-ray image intensifier (XRII) which developed in 1950s was revolutionized fluoroscopic system. XRII was able to amplify the light produced by the fluorescent screen that make the image can be viewed even in a lighted room. A subsequent development in fluoroscopy was digital camera that enabled radiologist to view image on a monitor screen from separate room. This design make the radiologist is away from the risk of radiation exposure [7]. Digital fluoroscopic equipment in the NDT facilities was set up at the middle of 2017. This equipment is dedicated as a tool for examination of industrial products in form of casting, welding and forging [8-10]. Unfortunately, human resources and experiences of using this equipment are very limited or almost none. It is therefore the purpose of the current study is to familiarize on know-how of digital fluoroscopic equipment



through a series of experiments. The experiments were carried out of using available radiographic examination standards for metallic casting that are commonly referred in film-screen radiography [11,12]. Some basic principles of image qualitity analysis are highlighted, in addition to current and voltage of x-ray tube. METHOD Materials and equipment. The materials and the essential equipment components that are used in current expereiment were: metallic composite material, as shown in Figure 1, portable x-ray machine (Rigaku RF-300 EGM2, Japan), x-ray image intensifier (XRII) screen, digital fluoroscopic system and desktop computer.



Figure 1. Specimen is a pistol souvenier made of composit metallic materials.



Experiment The schematic of digital fluoroscopic system for the experiment is shown in Figure 2, whereas the set up of experiment is represented in Figure 3. In this experiment, the specimen was exposed by x-ray photon generated from x-ray machine. To meet the geometrical unsharpness, 𝑈𝑔 , requirement the source to object distance (s.o.d) was calculated using following equation [13] 𝑈𝑔 =



𝐹.𝑡 𝑑0



(1)



where 𝐹 is the size of radiation sourece or focal spot (mm), 𝑡 is material thickness (mm) and 𝑑0 is source to object distance (mm).



[ 469 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



generator was set at voltages of 130 kV, 150 kV and 180 kV respectively. The electric current of the x-ray tube was set at fixed value of 5 mA. The detaild exposure parameters is summarized in Table. 1. Table 1. Setting parameters of fluoroscopic experiment Exposure parameters Material Thickness Amperage voltage Recording medium



Figure 2. Scematic digital fluoroscopic system



S.0.D IQI Exposure time Processing:



Figure 3. Set up of digital fluoroscopic expemeriment



Equation (1) is used to calculate the minimum source to object distance (𝑑0,𝑚𝑖𝑛 ). The corresponding values of maximum unsharpness geoumetry (𝑈𝑔,𝑚𝑎𝑥 ) for various material thicknesses are listed in the standard [13]. The standard mentioned that for material thickness under 50 mm, it’s corresponding 𝑈𝑔,𝑚𝑎𝑥 value is 0.51 mm [14]. For specimen thickness of 27 mm and the focal spot size of 3 mm, the required minimum souce to object distance (𝑑0,𝑚𝑖𝑛 ) according to Eqn. (1) is less than 160 mm. In this experiment, placement of specimen at the distance of 1000 mm from the focal spot of x-ray machine produces unsharpness geometry 𝑈𝑔 of 0.081 mm which far less than required 𝑈𝑔,𝑚𝑎𝑥 . It is therefore that exposure the specimen with the source to object distance at 1000 mm fulfilled the standard requirement for unsharpness geometry. The x-ray



[ 470 ]



Screen-Film Radiography Metallic composite 27 mm 5 mA 170 Agfa D7, medium speed 1510 mm 10 ISO 16 300 s Chemical



Fluoroscopy Metallic composite 27 mm 5 mA 130, 150 and 170 kV Image Intensifier 1200 mm 10 ISO 16, Duplex 300 s Electronic, CCTV



Image formation in digital fluoroscopic system is resulted from interaction of incoming xray photon with the specimen and subsequent process as illustrated in Figure 2. During interaction photon is attenuated through three interaction processes: photoelectric, Compton scattering and pair production. After passing through the specimen, the transmitted x-ray photon hit the input fluorescence screen to produce light photon. Fluorosence screen is image intensifier which release light photon when it is hit by x-ray photon. After being reflected by a mirror, the light photons is detected by digital camera which containing photochatode tube to convert the light photon into electron. In the tube, electrons are accelerated from cathode to anode by a potential difference. When these high-energy electron strike the output phosphor, more amount of light is produced due to amplification. These light photon is analogue fluoroscopic image that is subsequently converted into digital image using analogue-to-digital converter (ADC) interface. The digital image is able to be viewed on for further image analysis [15,16]. RESULT AND DISCUSSION Fluoroscopic images produced form this experiment is represented in Figure 4-6. The examined specimen consists of soft metallic casting and wood materials. As can be seen from the figures that increasing high voltage setting from 130 kV to 180 kV gives better image quality of the metallic casting part. However, increasing



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



high voltage of x-ray machine reduces the image quality of wood part. This phenomenon is due to different ability of materials to absorb radiation and it shows dependence of image quality on photon energy. Dependence of image quality on radiation energy is expressed by a famous BeerLamber equation which is simplified as [17] 𝐼 = 𝐼0 𝑒 −𝜇𝑥



Figure 5. Fluoroscopic image produced from x-ray machne which is operated at 150 kV, 5 mA, 60s.



(2)



where 𝐼 and 𝐼0 are transmitted and incoming radiation intensity respectively. µ is linear absorbtion coefficient, whereas 𝑥 is material thicknes. It is worth to note that Eqn. (2) is not always applicable universally for each imaging modality because they are limited by dynamic range or latitude of respective recording madia such as film-screen and fluorescence screen [18].



Figure 6. Fluoroscopic image produced from x-ray machne which is operated at 180 kV, 5 mA, 60s.



Figure 7. Analog image on film-screen radiograph.



Figure 4. Fluoroscopic image produced from x-ray machne which is operated at 130 kV, 5 mA, 60s.



Those who are familiar with screen-film radiography will immediately recognize that appearance of images in terms of darkness or brightness in film-screen radiography is completely opposite to the fluoroscopic images. The differences are due to different recording materials used in respective these image modalities. In film screen radioagraphy, when the film receive more photo electron the film is getting darker. In contrast, when the fluorescence screen receives more photo electron, the image produced is brighter. One can see the difference of images appearance when he or she compares the images produced from different imaging modalities. For example, compare any images in Fig. 4-6 with film-screen image shown in Fig. 7.



Image in film-screen radiograph is analogue, whereas fluoroscopic image is digital. Once it is produced, the analog image is permanent on the film sheet and is almost no chance to manipulate this analogue image. Fluoroscopic image on the other hand, is a result of conversion of analog image into digital image by analog to digital converter (ADC) device. Any digital image is possible to be manipulated using image software for further analysis. Although it can be converted into digital format using digilalizer such as digital scanner, conversion in this way is not recommended because the film digitizers often introduce additional noise in the digitized image. It is therefore, film should not be digitized although it is intended as an effort to improve poor film image quality [18]. Quality of fluoroscopic images By image quality it means the quality of fluoroscopic image that can be clearly visualized by naked eyes of observer on computer monitor. Although a digital image is seen on computer monitor as a collection of brighter and darker (gray-scale) area which is very much resembles the traditional film-screen image, however the nature of a digital image is completely different



[ 471 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



compared to analogue one. A conventional radiographic image is composed of radiolucent of dark areas in combination with radiopaque of bright areas due to distribution of silver grain in the film emulsion after being washed out during the film processing. A digital image, on the other hand, is composed of a set of cells that are ordered in rows and columns . The rows and columns form a matrix which represent the size of digital image. Each cell is characterized by three numbers: the xray coordinate, the y-coordinate and the gray value. The gray value is a number that corresponds with the x-ray intensity at that location during image formation. Individual cells are called picture element or pixel for short [19]..



Figure 8. An illustration of gray-scale of digital image and its corresponding pixel value []. A is x-ray shadow. B is image as detected by digital sensor. C is numerical representation of pixel values. D is digital image on computer monitor [20]



The gray-scale of an image is strongly depend on the imaging system used. For the fluoroscopic system that is used in this experiment, the 8-bit ADC device is used to sample the analogue video signal and converts its value of the signal into a digital binary number. Digital binary number or binary digits (bits) is used to represent 2n shade levels, where n is number of digit. The maximum and minimum analogue video signal values are scaled to the maximum and minimum digital values according to the bith depth (gray-scale or pixel value) of the ADC. An 8-bit ADC converts the video signal to a maximum of 256 (calculated from 28) different values of shade level, from 0 to 255. As a convention, the lowest value of gray-scale, e.g., 0, represents black color (the darkest), whereas the



[ 472 ]



higest value of grey-scale represent white color (the brightes). Figure 8 shown an example of representation of gray-scale of digital image that is corresponding to its pixel value. In general, increases bit depth of the ADC increases the image quality which in turn increases the ability of imaging system to resolve image in detail [19,20]. There ara many factors that influence quality of conventional and digital images. All parts of imaging system from radiation source, exposure setting, specimen thickness, materials of recording media, image processing, viewing tools and environment are contributed to image quality. For film-based radiography and digital fluoroscopy, the kV, mAs and exposure time are selected simultaneously to produce proper film darkening with maximum image contrast. These factors are controlled through x-ray machine. Theoretically, miliamperage (mA) controls the number of electric current at the cathode filament. In practice, however, miliamperage and the time of exposure always work together as a single parameter. It controls the amount of current flowing for a given period of time and thus controls film density [21,22]. The electric current of the x-ray machine used in this experiment is fixed at 5 mA, that was based on the manufacture setting. Density is the overall darkness of the radiograph. Although the adequate density is a matter of personal choice, however, the background around the image should be clearly distinguished. The next variable that controls the images quality is the electrical potential applied across the x-ray tube, which measured in kV. Adjusting the kV setting on the x-ray machine changes the speed of electrons that travel from the cathode to the anode. The kV controls the quality of the x-ray beam. Higher voltage applied to the x-ray machine higher penetrating power. Unlike the fixed miliamperage, the elctric voltage in x-ray machine used in this experiment is a variable [21,22]. Unsharpness geometry may probably be the most important factor that shall be taken into account for fulfilling the criteria of acceptable radiograph. Unsharpness geometry is related to source to object distance (s.o.d), focal spot size and material thickness. In practice the source to object distance shall be calculated in such a way that the unsparpness geometry of image is far less than prerequisite the maximum unsharpness



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



geometry for respecting material thickness as listed in radiographic standard [13] Once the image, analog or digital, has been produced, the image can be evaluated to obtain its quality. There are some physical parameters to analyze quality of an image, among of them are resolution, modulation transfer function (MTF), dynamic range, detective quantum efficiency (DQE) and noise. Unavailability of appropriate tools for image analysis make these parameters are highlited conceptually. Resolution is general term that is used to describe the abillity of imaging system to distinguish adjacent structure of the object being examined. Ideally, the recorded signal from detected x-ray photon should be able to produce digital image with sufficient resolution in space. Resolution falls into three main categories, namely spatial resolution, contrast resolution and temporal resolution [18]. The temporal resolution, however, is more convenient for exposing of moving object and it is not included in this discussion. Spatial resolution is defined as the ability of imaging system to detect and to discriminate small object that are close together. Spatial resolution is determined by the pixel size, the space between adjacent pixels (pitch) and blur. Smaller the pixel size gives higher the spatial resolution. According to the Nyquist theorem, for pixel size 𝑎, the maximum achievable spatial resolution is 𝑎/2. Increasing the radiation applied to detector will not improve the maximum spatial resolution [18]. Contrast resolution expalins how well the image system is able to show substle structure of an object being imaged, so contras resolution refers to the ability of imaging system to distinguish small density difference of an object or small attenuation variety of the image. In this regards, if there are two small objects wiht large different densities, the areas between them is considered as high frequency or high contrast region. Conversely, if the areas have small difference in densities, the area between them is considered as low cotrast region. Contrast resolution is affected by number factors such as the tube collimation, number of photons received by recording media, noise, scatter radiation, beam filtratiion, detector properties and algorithmic resconstruction used [18].



Modulation transfer function (MTF) is the measure of capability of the detecor or imaging system to transfer the modulation of the input signal of x-ray at given spatial frequancy to its output. In radiography, objects of different size and opacity have to able to displayed in form of an image with different gray scale value. In other words, the MTF is responsible to convert object contrast into image contrast in term of intensity levels [23]. Dynamic range is a measure capability of detector or imaging system to response the minimal and the maximum number of x-ray photon exposed to it. In conventional film radiography, the dynamic range of the film is called latitude and is shown as S – shaped curve with narrow exposure range for optimal film blackening. As it has narrow range, the film has a low tolerance in the sense that when it receive too low or too high x-ray photon exposure, the resulted image produced is too bright (underexposed) or too dark (over-exposed). When these two extreme is occur, retake should be performed because the under and over exposed film is fixed and no chance to be modified or manipulated. Unlike the film radiography, the dynamic range of digital radiography-including fluoroscopy is wider and linear. By wider and linear dynamic range, digital imaging system is more tolerance in responding the x-ray photon exposed to the system. This is one of the most advantages of digital imaging system compared to conventional film radiography. Another positive effect of wide dynamic range is that the exposed object with different materials’ type, size and thickness can be displayaed on one image without additional images. Moreover, with wider dynamic range the possibility to retake due to under or over exposure could be minimized [18]. Detective quantum efficiency (DQE) is one of the fundamental physical parameters for image quality analysis in radiography. DQE refers to the efficiency of a recording media in converting of incident x-ray energy into an image signal. DQE is calculated by comparing the signal-to-noise (SNR) ratio at the detector output to the SNR at the detector input as function of spatial frequency. DQE is dependent on radiation exposure, spatial frequency, MTF, and detector material. The applied voltage (kV) and the current (mAs) of the x-ray machine is also important factors that influence DQE. High DQE values indicate the capability of recording media to transfer less



[ 473 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



incident x-ray radiation to achieve identical image quality. Racording media with low DQE value needs more incident x-ray to achieve identical image quality. Increasing the DQE and keeping radiation exposure constant will improve image quality. The ideal detector would have a DQE value equal to 1, meaning that all the absorbed radiation energy is 100 % converted into image. In practice, however the DQE of digital detector is around to 0.45 at 0.5 cycles/mm. During the past few years, various methods of measuring DQE have been proposed by various scientists without referred standard. Consequence of this situation, the comparison of DQE values were difficult to be realized. Fortunately, in 2003, the IEC62220-1 standard was published to standardize DQE measurements and make them comparable [24,25]. In radiographic imaging, noise is unwanted signal both in film image an in digital image. Noise produces undesirable effect such as artifact, unrealistic edges, unseen lines, blurred object and an disturbs background image. Radiographic noise is related directly to resolution because it affects the ability of imaging system to resolve distinct features of an image. Although it is often quantified in term of variance or standar deviation, radiographic noise is best characterized by its Noise Power Spectrum (NPS). The NPS is the variance of noise within image divided among various spatial frequancy component of the image [24, 25]. The noise level is explained by the standard deviation, a measure of how the pixel’s value are spread out. The lower standard deviation, the higher the accuracy of the average pixel value. Noise image is also related to the number of x-ray photons that are logged in each pixel. Noise is also produced by scatter radiation which reduces subject contrast and decrease signal-to-noise ratio (SNR) and consequently degrades image quality [26]. Form above discussion, three fluoroscopic images produced from the current experiment, show considerable good image quality based on observation on computer monitor. Increasing voltage of x-ray tube from 130 kV to 180 kV has improved image quality in term of image visibility. The detailed parts of the exposed specimen are more clearly observed especially for the soft metallic casting parts. On the other hand, increasing tube voltages reduce image quality of



[ 474 ]



specimen’s wood part. This experiment showed the dependence of image quality on x-ray photon energy. CONCLUSION Digital fluoroscopic imaging system has been used radiographically to produce digital images with considerable good quality. The experiment was conducted based on the reference standard for radiographic casting examination. From observation on computer monitor, it found that the quality of fluoroscopic images, in term of its visibility, is better produced when the x-ray machine was operated at 180 kV compared to two other voltage settings. This experiment showed dependence of digital image quality on the x-ray photon energy. From this experiment, it is also showed that the quality of analogue image in filmsceen radiography is superior compared with quality of fluoroscopic image. ACKNOWLEDGEMENT This research activity was funded by the Government of Indonesia under the annual CIRA’ research and development programm for the year 2017. REFERENCES 1. M.A. Fowler Eds, Webb’s Physics of Meicald Imaging, Series in Medical Physics and Biomedical Engineering, New York: CRC Press, 2012. 2. J. Seco, B. Clasie and M. Partridge, Review on characteristics of radiation detectors for dosimetry and imaging, Phys. Medi. Biol., vol.59, pp. Re303-R347, 2014. 3. P. Allisy-Roberts and J. Williams, “Farr’s Physics for Medical Imaging,” 2nd edition, printed in Europe: Elsevier Limited, 2008. 4. IAEA, Diagnostic radiology physisc: a handbook for teacher and students, Vienna, 2014. 5. E. A. Krupinski and Y.Jiang, Anniversary paper: Evaluation of medical imaging systems, Med. Phys., vol.35, no. 2, pp. 645659, 2008.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



6. P. Cattin, Fluoroscopy: Principles of medical imaging, University of Basel, 2016. 7. S. Sharma et al, Comparison of fluoroscopic and radiographic imaging of long bones in healthy dogs, Journal of Applied Animal Research., vol. 41, no. 3, pp. 339-346, 2013. 8. C.M. Schaefer-Prokop et al, DR and CR: Recent advances in technology, European Journal of Radiology., vol. 72, pp. 194-201, 2009. 9. K. Bavendiek et al, New measurement methods for focal spot size and shape of x-ray tubes in digital radiological application in comparison to current standards, 18th World Conference on Nondestructive Tesing, 16-20 April 2012, Durban, South Africa, 10. S. Pai et al, TG-69: Radiographic film for megavoltage beam dosimetry, Med. Phys, vol.34, no. 6, pp. 2228-2258. 2007. 11. ASTM E 1030-00, Standard test method for radiographic examination of metallic casting, Ohio, 2000.



18. H. Alsleem and R. Davidson, “Quality parameters and assessment methods of digital radiography images, The Radiographer, vol. 59, no.2, pp.46-55, 2012. 19. R.A. Pooley, J.M. McKinney and D.A. Milller, The AAPM/RSNA physics tutorial for residents: Digital Fluoroscopy, RadioGraphics, vol.21, pp. 521-534, 2001. 20. P. Dhir, C.M. David, G. Kerthi, V. Sharma, V. Girdhar, Digital imaging in dentistry: An overview, Int. J Med and Dent Sci, 3(2), pp. 524-532, 2014. 21. U. Ewert, U. Zscherpel and M. Jechow, Essential parameters and conditions for optimum image quality in digital radiology, 18th World conference on nondestructive testing, Duran, South Africa, 16-20 April 2012. 22. W. Huda and R.B. Abrahams, Radiographic technique, contrast, and noise in x-ray imaging, AJR, vol. 204, pp. W126-W131, 2015.



for



23. D. Williams, What is an MTF…and why you should care?, RLG Diginews, 15 Feb. 1998.



13. ASME Standard: ASME Boiler and Pressure Vessel Code Section V, Article 2, American Society of Mechanical Engineers, 2007.



24. M. Bath, Evaluating imaging system: Practical applications, Radiation Protection Dosimetry, vol. 39, no. 1, pp. 26-36, 2010.



14. Rigaku, Manual of RF-300EGM2 X-ray machine, Tokyo-Japan, 2008.



25. R. Korner et al, Advances in digital radiography: Physical principles and system overview, RadioGraphics, vol. 27, pp. 675686, 2007.



12. ASTM E 94-00, Standard guide radiographic examination, Ohio, 2000.



15. C. Young, Fluoroscopy: Mobile unit operation and safety, American Society of Radiologic Technologists, 2010. 16. IAEA, Design, development and optimization of a low cost system for digital industrial radiology, IAEA Radiation Technology Report No. 2, Vienna, 2013.



26. A.K. Boyat and B.K. Joshi, A Review paper: Noise models in digital image processing, Signal & Image Processing Journal (SIPIJ), vol 6, no.2, pp. 63-75, 2015.



17. Q.B. Carrol, Radiography in the digital age: Physic-exposure-radiation biology, Charles C. Thomas-Publishe LTd, Illinois, 2011.



[ 475 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



NON-DESTRUCTIVE VERIFICATION OF MIXER SHAFT POSITION IN THE PROCESSING UNIT USING GAMMA RAY SCANNING Sugiharto1*, Wibisono1 1) Center for Isotopes and Radiation Application (CIRA), National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN), Jl. Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta 12440, Indonesia *) Corresponding author: [email protected]



ABSTRACT NON-DESTRUCTIVEVERIFICATION OF MIXER SHAFT POSITION IN THE INDUSTRIAL PROCESSING UNIT USING GAMMA RAY SCANNING TECHNIQUE. Gamma ray scanning is probably the most superior available non-destructive techniques to be used when the process units of industry is in operation as reported in this paper. One of textile industries employed various processing units which most of them are equipped with mixers inside. Rotation of mixer is forced by current of electric motor connected to it. The problem to the mixer was identified when the electric current of the load due to electric motor was too low than it’s normal. Two possibilities were suspected, first was due unconnected the shaft of the mixer to th electric motor and second was other problem source, including improper work of electronic measuring tools. To verify the first problem non-destructively, three orientations of scanning work using gamma rays of Co-60 with activity of 60 mCi was performed to the processing unit. The scanning work was carried out from the platform until top the unit. Conclusion taken from the scanning work was that there was no indication that the mixer was unconnected from the electric motor. Additional information obtained from scanning was that the top fluid level in the processing unit was at elevation of 270 cm, measured from platform. Keywords: mixer, scanning, gamma ray, level



ABSTRAK VERIFIKASI TAK-MERUSAK POSISI BATANG MIXER DI DALAM UNIT PENGOLAHAN INDUSTR MENGGUNAKAN TEKNIK GAMMA SCANNING. Penindaian menggunakan sinar gamma barangkali merupakan teknik tak-merusak yang paling unggul diterapkan ketika unit proses industri sedang dioperasikan seperti yang dilaporkan dalam makalah ini. Salah satu industri tekstil menggunakan bebagai unis proses yang kebanyakan darinya dilengkapi dengan pengaduk di dalamnya. Putaran pengaduk digerakkan oleh arus pada motor listrik yang tersambung ke pengaduk. Masalah pada pengaduk teridentifikasi ketika diketahui bahwa arus listrik pada beban yang disebabkan oleh motor listrik terlalu rendah dari normalnya. Ada dua kemungkinan sebab yang dicurigai, pertama terlepasnya sambungan batang pengaduk ke motor listrik dan kedua adalah sumber persoalan lain, termasuk elektronika alat ukur yang tidak berfungsi baik. Untuk memverifikasi kecurigaan pertama secara tak merusak, dilakukan penindaian menggunakan sumber Co-60, aktivitas 70 mCi pada tiga orientasi. Pekerjaan penindaian dimulai dari platform sampai ujung atas unit proses. Kesimpulan dari pekerjaan penindaian ini adalah tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa batang pengaduk terlepas dari motor listrik. Informasi tambahan yang diperoleh dari penindaian adalah level atas fluida di dalam unit proses adalah pada elevasi 270 cm, diukur dari platform. Kata kunci: mixer, penindaian, sinar gamma, level



[ 476 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



INTRODUCTION For plant engineers, big five class of conventional non-destructive testing (NDT): radiography, dye penetrant, magnetic particles, ultrasonic and eddy current techniques are very familiar as they are frequently used for routine inspection during the stages of fabrication, construction, services and maintenance of various components in industrial process plants [1,2]. To be able applied, these techniques require that the plant is not in operation or it should be shutdown. Each component of the plants should be inspected thoroughly to find any discontinuities or defects in it. Time required for inspection of one unit of plant using conventional NDT techniques is in the range of 2 – 4 weeks in average. Although it is not so similar in the inspection way, a nuclear based technology, called gamma scanning technique, offer a non-invasive, straighforward, shorter time of inspection, unambiguous, cost effective and safe. The gamma scanning technique uses one gamma radiation source and one radiation detector. The strength of gamma sources used in the gamma scanning is commonly in the range of 10 – 400 mCi which is 100 - 1000 times lower compared ones that is usually used in industrial radiography. From radiological point of view, therefore, the gamma scanning is safer compared industrial radiography. As the gamma ray is capable of penetrating any materials it passed, an on-line inspection mode could be conducted, therefore, the operation of the inspected plant is not necessarily be stopped. With these capabilities, the gamma scanning technique is superior and shows its state of the art of nuclear techniques for on-line application to industrial plants [3-5]. The gamma scanning technique is usually used for troubleshooting and diagnosing industrial process plant. Chemical, petrochemical, petroleum and gas industries are the main users and beneficiaries of the use of the gamma scanning technology. These industries employ various processing units such as distillations, fractionations, boilers, heat exchangers etc. Typical problems that can be identified using the gamma scanning technique are damaged or missing trays in trayed column type, damage or missing supports in packed bed column type, flooding,



blocking and liquid levels. Other problems that is more difficult to be examined is entrainment and weeping doe to these problems absorb small part of radiation intensity [6-8]. In engineering applications, the gamma scanning technique has been used for inspection of various processing units in industrial plants and has been reviewed and documented [3,5,6,8-10]. The gamma scanning technique with one source and one detector is used to investigate the multiphase flow regime of hydrocarbon in horizontal pipeline transport [3], debutanizer of fluidized catalytic cracking unit (FCCU) in petroleum plant [11] and indistillation column [12,13]. In the current study, a gamma scanning technique was applied to inspect the problem in a process stirred tank containing continuous flow of polymeric solution. The problem to the mixer was identified when the electric current of the load due to electric motor was too low than it’s normal. Two possibilities were suspected, first was due unconnected the shaft of the mixer to the electric motor and second was other problem source, including improper work of electronic measuring tools. It is the purpose of the paper to verify the first problem non-destructively. Three orientations of scanning work using gamma rays of Co-60 with activity of 60 mCi was performed to the processing unit



METHOD Theory of gamma scanning. Implementation of gamma scanning technique for internal inspection of materials in process column, is carried out by moving concurrently a small suitable sealed gamma radiation source and scintillation detector, (NaI(Tl)) along the exterior side of the column. The background theory of the gamma scanning techniques is based on interaction of gamma radiation with the material its passed in the mode of transmission. During the period of investigation, the radiation source is encapsulated and placed permanently in a special housing and make no contact with a radiation detector or with the process materials in the column. A source holder with an appropriate panoramic collimator is designed to expose the column. Scintillation detector on the other side of the column is employed to record the radiation intensity emitted by the radiation source. Interaction of the gamma radiation with medium of interest in the



[ 477 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



column will produce change intensity of the beam which correlated to the properties of the medium [3,7]. The theory of gamma scanning technique is based fundamental relation [4,6,9,14]



I = I0 exp(−μl x)



(1)



where μl is linear constant and apply for each medium. x is material thickness. It is worth to note that gamma radiation for column investigation should be capable of penetrating the wall thickness of the column and all materials inside the column. From the scanning work a density profile of the internal content of the column is obtained. Material. The technical drawing of process stirred tank is shown in Figure 1. Materials used in this experiment is C0-60 gamma source with activity of 60 mCi, wincher with steel slink cable for hanging radiation source and scintillation detector, rope for setting up the scan, laptop computer and stationery and personnel’s radiation protection.



Figure 1. Technical drawing of the stirred tank. It is medium size of pressured vessel with outer diameter of 442 cm (including insulation) and height of 642 cm.



Experiment The radiation measurement of using gamma scanning technique to the stirred tank



[ 478 ]



has been carried out in the following order. First, he circumference of the tank is measured first for determination of area of measurement. At the outer wall of the tank was marked by letter C, C+25CM and C-25CM as scan positions. C was scan line along and parallel to the axle position. C+25CM and C-25M were the scan lines at position 25 cm away in the right and left from centerline. Both radiation source and scintillation detector are placed at the same level in opposite direction. Starting point of measurement was assigned at elevation of 245 cm above the floor of 342.85 cm from the bottom of the tank. By utilizing wincher, the detector and the source were lifted for every 5 cm incremental step. The movement is stopped immediately when the detector and the source almost reached the end point of measurement – just at the point below the ‘platform’. During the scan, data captured radiation intensity by detector are monitored on laptop computer and then the data is saved for further data analysis.



RESULT AND DISCUSSION The stirred tank is a medium size of processing vessel with diameter, including insulation, of 442 cm and height of 642 cm. The tank is equipped with 9.95 cm thick of mixer axel which rotates at speed of 88 rotations per minute (rpm). Scan on the stirred tank has been carried out for three scan positions or orientations. The first scan was carried out at the position of tank center and it was marked as scan C. The second and the third scans were conducted at the positions of 25 cm away in left side and right side from the centerline of the tank respectively. The second scan at left position of the center is marked as scan C-25M, whereas the third scan at right position of the tank center was noted as C+25M. The scan data is presented in Figure 2. As a thumb of rule the fluid level is determined by curve deflection of the scan data and the axel position is determined on how the scan data can be differentiated from each other. The area of measurement is divided into three regions based on elevation: region 1 is elevation from level 245 cm to 270 cm, region 2 is from 270 cm to 365 cm and region 3 is from 365 cm and above. Note that all level of



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



elevation is measured from the floor level. In order to avoid error in data interpretation consultation to the vessel drawing and plant personnel is strongly recommended.



confirm that the axle of the mixer is still in its position – not felt as suspected. The other scan curves (C+25CM) and (C-25CM) are identical because they are at the positions in which the geometrical structures of the tank in these line scans are identical too. In region 2, gamma rays interact with the following materials: the wall of the vessel (including insulation and the vapor space of the fluid – not interact with the axle of the mixer). This is why these curves shows higher intensity compared with the red curve (C). Region 3 at elevated of 365 and above.



Figure 2. radiation intensity obtained form three scan orientations. Region 1, at elevation of 245 cm-270 cm All scan data in region 1 are almost in superimpose each others in a line band. According to the vessel technical drawing, in the region 1, radiation rays are passing through the following materials: vessel wall (including insulation), polymeric fluid and the axle of the mixer. In depth searching, region 1 shows that all scan data (C-25CM, C and C+25CM) are unable to be distinguished each other. As a consequence, determination of the axle of the mixer in the region 1 is impossible. Region 2, at elevated of 270 cm – 365 cm Each scan data in region 2 can be distinguished each other. Two data (blue curve, C+25CM, and green curve, C-25CM) are closed each other, while the other data (red curve, C) is separated from them. According to the vessel drawing, in region 2 there are the following materials: the vessel wall (including tank insulation), the axle of the mixer and the vapor of the fluid. The red curve in Figure 2,



The patterns of the scan data in region 3 shows a different feature compared to the scan data in region 1 and region 2. The red curve (C) is closer to the vertical axis whereas the other two curves (C+25CM) and C-25CM) are little bit far from the vertical axis. According to the drawing of the vessel, the gamma rays in region 3 were passing through the following materials: the wall of the vessel (including insulation), the lifting lug of the vessel, empty space and the axle of the mixer. The red curve (C) was produced as a result of interaction of gamma rays with the wall of the vessel (including insulation), the lifting lug of the vessel, the empty space and the axle of the mixer. The blue curve (C+25CM) and the green curve (C-25CM) were produced from interaction of gamma rays with the wall of the vessel (including insulation), the lifting lug of the vessel and the empty space. Due to interaction of gamma rays with the axle of the mixer, therefore the curve of the scan data (red curve, C) shows closer to the vertical axis. An intensive discussion among the scan team, plant supervisor and plant engineers have been made in order to determine the fluid level and the axle position as conclusion of this work. From the scan data presented in Figure 2, it was proved that the axle (presented by red curve, C curve) is still in position and not lost. The fluid level was identified at level of 270 cm above floor. Above fluid level was empty space contained fluid vapor. CONSLUSION The gamma scanning has been applied to verify the position of the axle of mixer in a stirred tank. Conclusion taken from the



[ 479 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



scanning work was that there was no indication that the mixer was unconnected from the electric motor. Additional information obtained from scanning was that the top fluid level in the tank was at elevation of 270 cm, measured from floor.



8. G.A. Johansen and P. Jackson, Radioisotope gauges for industrial process measurements, John Wiley & Sons Ltd, 2004. 9. J. Bowman, Monitoring performance, CEP, vol. 1, 2001.



process



ACKNOWLEDGEMENT All authors tank to director and plant supervisor of PT. Tifico for allowing us to publish this report. This publication is intended as one of possible ways to disseminate utilization of nuclear techniques for industrial troubleshooting. REFERENCES 1. Overview of Nondestructive Testing, Advanced Material & Process, pp 41, June 2008



10. K. Laraki, T. Alami, R. Cherkaoui El Moursli, A. Bensitel and L. El Badri, Nucl. Instrum. Methods Physs. Res. A,vol. 578, pp. 340 -346 , 2007. 11. H.Z. Kister, D.E. Grich and R. Yeley, Better feed entry ups debutanizer capacity, PTQ Revamp & Operation, vol 31, 2003. 12. S.A. Tjugum, B.T. Hjeetaker and G.A. Johansen, Meas. Sci. Technol, vol.12, pp. 1319, 2002.



2. M. Willcox and G. Downes., A Brief description of NDT Techniques, Insight NDT Equipment Ltd, pp. 2000-2003, Harefordshire.



13. N.F. Urbanski, M.R. Resetarits, M.S.M. Shakur and D.R. Monkelbaan, Gamma scanning a column containing closely spaced trays, Annual Meeting, AIChE, Dallas, Taxas, USA, November, 1999.



3. A.E. Hills, Practical guidebook for radioisotope-based technology in industry, Technical Report, IAEA/RCA/8/078, 2001.



14. Sugiharto., On-line Diagnosing on Trayed Column of Ethylene Plant Using Gamma Ray Scanning, Atom Indonesia, Vol 38 No. 3, pp. 138-146, 2012.



4. J.S. Charlton., Radioisotope techniques for problem solving in industrial process plants, Leonard Hill, 1986. 5. IAEA., Radioisotope Application for Torubleshooting and Optimizing Industrial Process, IAEA, 2000. 6. J. Abdullah, Gamma ray scanning for troubleshooting, optimization and predictive maintenance of distillation column in petroleum refineries and chemical plants, Proceeding of the International Nuclear Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, 2002. 7. RCA, Protocol for gamma scanning of industrial process columns, IAEA, Vienna, 2010.



[ 480 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



RANCANG BANGUN PROTOTYPE KONTROL DAMPER BERBASIS PLC PADA BLOWER REAKTOR KARTINI Muhammad Fadlan Bahar1, Totok Dermawan1, Muhamad Subchan2 1)STTN-BATAN, Yogyakarta, Indonesia, [email protected] , [email protected] 2)BATAN, Yogyakarta, Indonesia, [email protected] ABSTRAK RANCANG BANGUN PROTOTYPE KONTROL DAMPER BERBASIS PLC PADA BLOWER REAKTOR KARTINI. Telah dirancang suatu alat untuk mengoperasikan damper pada blower reaktor Kartini dengan sistem interlock. Kontrol ini dibuat karena damper yang terdapat pada reaktor Kartini sampai dengan saat ini masih beroperasi secara manual. Penelitian dengan membuat 2 buah ducting, yaitu sebuah saluran ventilasi untuk mengalirkan udara dari dalam ke luar ruangan reaktor. Didalam ducting terdapat suatu damper sebagai katup untuk membuka dan menutup saluran udara. Ukuran ducting dibuat dengan perbandingan 1:1 seperti yang ada pada reaktor Kartini. Damper ini bekerja dengan sistem interlock yang dikontrol dengan menggunakan sebuah PLC. Hasil menunjukkan bahwa dua buah damper pada ducting A dan Ducting B dapat bekerja dengan baik, dimana saat damper A membuka maka damper B menutup begitu juga sebaliknya. Pada saat salah satu damper beroperasi maka damper yang lain tidak dapat dioperasikan. Hal ini menunjukkan sistem interlock dapat bekerja dengan sempurna. Kata kunci : Kontol damper, PLC, ducting



ABSTRACT DESIGN OF DAMPER CONTROL PROTOTYPE BASED ON PLC AT BLOWER REACTOR KARTINI. A device has been designed to operate the damper on the Kartini reactor’s blower with an interlock system. This control is made because the Kartini reactor’s damper still operates manually until now. This research done by making 2 pieces of ducting, which is a ventilation channel to drain the air from the inside out of the reactor room. In the ducting there is a damper as a valve to open and close the air passages. Ducting size is made with a ratio of 1: 1 as in Kartini reactor. The damper works with an interlock system and controlled by using PLC. The results show that two dampers on ducting A and Ducting B can work well, in other hand when damper A opens then damper B closes and vice versa. when one of the damper is on operation the other damper can not be operated. It shows the interlock system can work perfectly. Keyword : Damper control, PLC, ducting



PENDAHULUAN Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi inti. Contoh reaksi inti antara lain: reaksi pembelahan inti (reaksi fisi) dan reaksi penggabungan inti (reaksi fusi). Bagian utama dari reaktor nuklir yaitu: elemen bahan bakar, perisai, moderator dan elemen kendali. Reaksi fisi berantai terjadi apabila inti dari suatu unsur dapat belah (Uranium-235, Uranium-233, Plutonium-239) bereaksi dengan neutron thermal/ lambat yang akan menghasilkan unsur-



[ 481 ]



unsur lain dengan cepat serta menimbulkan energi panas[1]. Reaktor Kartini adalah reaktor penelitian yang dirancang oleh BATAN dengan daya 250 kW yang beroperasi pada daya 100 kW untuk tujuan penelitian, pelatihan dan pendidikan. Reaktor Kartini merupakan reaktor bertipe Triga Mark II dengan kolam terbuka, berpendingin air ringan. Pembangunan Reaktor Kartini dimulai akhir tahun 1974, dan mencapai kondisi kritis untuk pertama kalinya pada 25 Januari 1979, diresmikan pada 1 Maret 1979 serta masih dioperasikan hingga dengan sekarang[2]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Untuk memenuhi pendidikan dan pelatihan yang semakin modern, Reaktor Kartini akan dikembangkan sebagai Nuclear Training Center (NTC) yaitu lembaga pelatihan pada bidang nuklir menggunakan reaktor, bertujuan sebagai institusi pendidikan dan pelatihan personil pada bidang radiasi dan teknologi reaktor (Stanescu, 2016). Program NTC yang dapat diterapkan pada Reaktor Kartini antara lain pelatihan kalibrasi daya, kalibrasi batang kendali, pengukuran fluks neutron dan pengukuran koefisien negatif temperature[3]. Pada pengoperasian Reaktor Kartini telah dijamin keamanannya dengan pengamanan berlapis yaitu: dengan pengungkungan hasil belah dalam selongsong bahan bakar, pengungkungan hasil belah dalam air pendingin bila terjadi kerusakan selongsong bahan bakar, pengungkungan dalam sungkup reaktor (gedung dan atap) bila terjadi lepasan hasil belah yang lepas dengan pengungkungan air pendingin Namun demikian pada setiap kegiatan operasi reaktor perlu pengawasan baik yang bersifat rutin maupun berkala untuk mendeteksi dini terhadap gejala kemungkinan terjadi kecelakaan sehingga dapat dihindari kecelakaan yang lebih besar[1]. Gedung Reaktor Kartini memiliki saluran ventilasi yang berfungsi untuk mengalirkan udara dari dalam gedung reaktor menuju keluar gedung. Saluran ventilasi dilengkapi dengan 2 buah blower dan setiap blower dilengkapi dengan sebuah damper. Blower berfungsi untuk menghisap udara yang berada di dalam gedung menuju keluar dan menjaga tekanan udara di dalam gedung Reaktor. Tekanan udara di dalam gedung Reaktor harus lebih rendah dibandingkan di luar gedung Reaktor, agar zat radioaktif yang berada di dalam gedung reaktor tetap terkungkung di dalamnya. Damper yang terdapat pada saluran ventilasi Gedung Reaktor Kartini sampai saat ini masih dioperasikan secara manual. Manual damper yang digunakan untuk mengatur debit udara yang masuk dan keluar ruangan yang bukaanya dilakukan secara manual tanpa adanya actuator[4] Pada penelitian yang akan, dirancang sebuah kontrol buka tutup damper dengan sistem interlock. Damper dan blower akan beroprasi secara bergantian, apabila damper A yang akan dibuka maka blower A yang akan beroperasi dan damper B akan tertutup maka



blower B tidak akan beropersasi. Damper yang digunakan adalah sebuah damper yang dirancang untuk mengatur aliran udara pada saluran ventilasi. METODE Penelitian dilaksanakan di Bengkel Mekanik Sekolah Tinggi Teknologi NuklirBadan Tenaga Nuklir Nasional (STTNBATAN) dan di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA).



Gambar 1 Diagram Alir Penelitian



Perancangan Desain Alat Perancangan ducting sebagai tempat melekatnya semua perancangan mekanik, memiliki dimensi yang disesuaikan dengan yang terdapat pada reaktor Kartini, desain rancangan ducting ditunjukkan Gambar 2 sebanyak dua buah.



[ 482 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Gambar 2 Ducting



Gambar 5 Pully Kecil



Adapun komponen-komponen ducting terdiri dari damper, dudukan bearing, dan pulley. Dari studi lapangan yang dilakukan di PSTA BATAN diketahui damper yang digunakan berjenis single blade, maka pada perancangan damper sesuai dengan yang terdapat di PSTA BATAN yaitu single blade damper. Desain single blade damper ditunjukkan pada Gambar 3.3 sebanyak 2 buah:



Gambar 6 Pully Besar



komponen selesai didesain selanjutnya dilanjutkan dengan penggabungan seperti pada Gambar 7.



Gambar 3 Single Blade Damper



Perancangan dudukan bearing berfungsi sebagai tempat melekatnya bearing. Desain dudukan bearing ditunjukkan pada Gambar 4 sebanyak 4 buah:



Gambar 7 Ducting dan Komponen-komponen



Perancangan kontrol diawali dengan pembuatan program pada software CXProgrammer version 9.3, program tersebut sebagai gambaran untuk perakitan komponenkomponen kontrol damper. Diagram perancangan kontrol dapat dilihat pada Gambar 8.



Gambar 4 Dudukan Bearing



Perancangan pulley . Desain pully kecil ditunjukkan pada Gambar 5 dan besar ditunjukkan pada Gambar 6, masing-masing sebanyak 2 buah.



Gambar 8 Diagram Perancangan Kontrol



[ 483 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Pembuatan Perakitan Alat Pembuatan kerangka ducting dimulai dengan pemotongan besi siku untuk, ukuran yang dibutuhkan adalah 50 cm sebanyak 16 batang dan 100 cm sebanyak 16 batang dengan menggunakan mesin gergaji. Besi siku yang telah dipotong dibentuk sesuai desain kerangka terdapat pada lampiran 1, dengan menggunakan mesin las listrik. Setelah kerangka selesai dilanjutkan dengan memotong plat besi yang memiliki tebal 2 mm dan ukuran yang dibutuhkan adalah 100 cm × 50 cm sebanyak 4 lembar dan 50 cm × 50 cm sebanyak 2 lembar. Potongan plat besi disatukan dengan rangka menggunakan mesin las listrik penyatuan rangka dengan plat besi dimaksudkan sebagai casing dari rangka ducting. Penyatuan casing dengan rangka ducting terdapat pada Gambar 9.



Gambar 10 Dudukan Bearing



Pada pembuatan damper dibuat sebanyak 2 buah menggunakan bahan yaitu besi pejal dengan diameter 19 mm dan plat besi dengan tebal 2 mm, besi pejal digunakan sebagi poros dari damper dan plat besi digunakan sebagai sirip damper. Besi pejal terlebih dahulu dipotong dengan menggunakan mesin gergaji dengan panjang 1150 mm sebanyak 2 biji, sedangan untuk plat besi dipotong menggunakan mesin pemotong plat dengan ukuran 895 mm × 200 mm sebanyak 4 buah. Diameter setiap ujung dari besi pejal diperkecil sesuai dengan diameter dalam bearing yaitu 15 mm menggunakan mesin bubut. Besi pejal yang telah diperkecil ukuran di setiap ujungnya selanjutnya disatukan dengan plat besi menggunakan mesin las listrik. Damper dapat dilihat pada Gambar 11.



Gambar 9 Casing dengan Rangka Ducting



Dudukan bearing dibuat menggunakan bahan plat besi dengan tebal 8 mm. Plat besi terlebih dahulu dipotong dengan ukuran 100 mm × 100 mm menggunkan mesin gergaji sebanyak 4 buah. Menentukan titik center dari plat besi yang telah dipotong menggunakan penggaris untuk selanjutnya dilubangi menggunakan mesin bor duduk dengan ukuran lubang sebesar 26 mm. Agar lubang yang dibuat presisi terlebih dahulu menggunakan mata bor 8 mm kemudian 10 mm, 18 mm dan yang terakhir 26 mm. Plat besi yang telah dilubangi dengan ukuran 26 mm kemudian diperbesar sesuai dengan diameter luar dari bearing yaitu 28 mm menggunakan mesin bubut. Setelah lubang yang dibuat sesuai dilanjutkan dengan pemodelan plat besi dengan bentuk persegi 6 dengan mesin scrub. Dudukan bearing terdapat pada Gambar 10.



Gambar 11 Damper



Pembuatan pully menggunakan bahan aluminium berbentuk silinder dengan diameter 120 mm dan 60 mm, komponen ini dibuat sebanyak 2 buah yang masing-masing berukuran 100 mm dan berukuran 50 mm. Pembuatan diawali dengan pemotongan menggunakan mesin gergaji selanjutnya diteruskan menggunakan mesin bubut untuk membentuk diameter yang dibutuhkan. Bentuk pulley besar dan kecil terdapat pada Gambar 12.



[ 484 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Gambar 12 Pully Kecil dan Pully Besar



Setelah semua komponen selesai dibuat yaitu yang terdiri dari ducting, damper, dudukan bearing dan pully selanjutnya dirakit sehingga membentuk suatu sistem ventilasi seperti pada Gambar 13.



Gambar 13 Perakitan Ducting



Perakitan rangkaian kontrol terlebih dahulu dimulai dengan pembuatan program pada CXProgrammer. Program yang dibuat harus sesuai dengan prinsip kerja damper yang akan digerakkan, prinsip kerja damper bekerja dengan sistem interlock dimana ketika damper A terbuka dan blower A aktif maka damper B tertutup dan blower B tidak aktif. Program dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Program yang telah dibuat kemudian disimulasikan pada PLC untuk mengetahui prinsip kerja alat yang akan dioperasikan. Selanjutnya program di download kedalam PLC. Program yang sudah benar kemudian menjadi gambaran untuk perakitan rangkain kontrol. Komponen rangkaian kontrol terdiri dari relay, limit switch, push botton, power supley, dan motor penggerak yang dirakit dengan menggunakan kabel seperti Gambar 16 dan Gambar 17.



Gambar 14 Diagram ladder kontrol damper



Gambar 15 Rangkaian Kontrol input



Keterangan Gambar: 1.Input pada PLC 2.Power Supply 3.Push button (PB) dan Limit switch (LS)



[ 485 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kontrol Damper Telah dibuat sebuah kontrol damper dengan sistem interlock untuk Reaktor Kartini. Kontrol tersebut dapat mengotrol buka tutup 2 buah damper dan mengaktifkan 2 buah Blower. Kontrol damper dapat dilihat pada Gambar 18.



Gambar 17 Kontrol Damper



Gambar 16 Rangkaian Kontrol output



Keterangan Gambar:



Metode Pengujian Pengujian torsi motor dilakukan dengan cara mengukur rpm menggunakan tacometer dan mengukur I max menggunakan multimeter, untuk mengukur I max motor dengan cara mengeblok putaran motor sehingga tidak dapat berputar. Pengujian sistem kontrol, pengujian ini untuk mengetahui program yang telah dibuat sesuai dengan prinsip kerja alat yang akan dioperasikan.



Hasil Ducting Telah dibuat sebuah ducting. ducting tersebut telah dirangkai dengan sebuah damper untuk dikontrol buka tutup menggunakan PLC. Ducting dapat dilihat pada Gambar 19.



[ 486 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



menggunakan multimeter diperoleh arus (I) maksimum sebesar 5 A dan hasil putaran motor sebesar 36 rpm. Perhitungan daya maksimum motor 𝑷=𝑽 × 𝑰 𝑷 = 𝟏𝟐 𝐕 × 𝟓 𝐀 𝑷 = 𝟔𝟎 𝐰𝐚𝐭𝐭 Perhitungan Torsi Maksimum Motor



Gambar 18 Ducting



𝑻 × 𝒏 𝟗, 𝟓𝟓 𝑻 × 𝟑𝟔 𝐑𝐏𝐌 𝟔𝟎 𝐖 = 𝟗, 𝟓𝟓 𝟏 𝟑𝟔 𝐑𝐏𝐌 = 𝑻 𝟔𝟎 𝐰𝐚𝐭𝐭 × 𝟗, 𝟓𝟓 𝑻 = 𝟏𝟔, 𝟏𝟐 𝐍𝐦 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝟏, 𝟔𝟒 𝐤𝐠𝐦 𝑷=



Perakitan Kontrol dan Ducting Perakitan dilakukan dengan menghubungkan antara komponen kontrol damper dengan motor penggerak damper dan limit switch menggunakan kabel dapat dilihat pada Gambar 20.



Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa torsi maksimum motor wiper kijang 5K MEC04192 ML adalah 16,12 Nm atau 1,64 Kgm. Sedangkan arus nominal motor wiper dilakukan 5 kali pengekuran dengan selang waktu 1 menit dan didapatkkan hasil seperti Tabel 1. Table 1 Hasil Pengukuran Arus Nominal



Arus nominal tanpa beban waktu ( Arus menit) (A) 1 0,73 2 0,75 3 0,75 4 0,74 5 0,75 Rata-rata 0,74



Gambar 19



Perhitungan daya nominal motor 𝑷=𝑽 × 𝑰 𝑷 = 𝟏𝟐 𝐕 × 𝟎. 𝟕𝟒 𝐀 𝑷 = 𝟖, 𝟖𝟖 𝐰𝐚𝐭𝐭 Hasil Pengujian Torsi



Perhitungan Torsi



Hasil dari pengukuran torsi damper menggunakan kurci torsi didapatkan hasil pengukuran 240C dapat menyebabkan penurunan sensitivitas. Dengan annealing pada suhu 220C selama 10 menit, diharapkan sensitivitas TLD-100H tidak mengalami perubahan. Proses annealing untuk OSLD nanoDot menggunakan cahaya dengan intensitas 5.400 lumens. Waktu yang dibutuhkan, bergantung pada nilai dosis yang diberikan sebelumnya. Makin besar dosisnya, maka dibutuhkan waktu annealing yang lebih lama. Karena OSLD dapat



[ 514 ]



(b) Gambar 2. Perbandingan respon pada TLD100H dan OSLD nanoDot (a) saat disinari gamma (b) saat disinari sinar-X Pada saat TLD-100H dan OSLD nanoDot terkena paparan radiasi, terdapat beberapa TLD100H dan OSL nanoDot yang menerima dosis lebih kecil ataupun lebih besar dari dosis yang diberikan. Hal tersebut dapat disebabkan karena kepekaan setiap TLD-100H terhadap radiasi yang berbeda sehingga dosis yang diterima TLD-100H berbeda. Serta dapat disebabkan karena penurunan sensitivitas TLD-100H yang berubah setiap kali proses annealing atau pembacaan [14]. Dalam Selain itu, berkurangnya kepekaan terhadap radiasi dapat



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



disebabkan karena jumlah fosfor pada TLD terlepas dari ikatan kristal. Sedangkan pada OSLD nanoDot penyimpangan dosis yang diterima terhadap dosis yang diberikan relatif kecil, sedangkan pada dosis yang cukup besar penyimpangan cukup besar. Ketidakstabilan dosis yang diterima bisa saja disebabkan karena elektron berada pada level energi yang lebih dalam dan membutuhkan energi atau intensitas cahaya yang lebih tinggi, sedangkan pada proses pembacaan digunakan metode CW-OSL dimana intensitas cahaya yang dikeluarkan konstan. Ketidakstabilan respon atau dosis yang diterima OSLD nanoDot juga dapat disebabkan karena sensitivitas nya terhadap cahaya [15] seperti cahaya matahari (UV), cahaya lampu ataupun laser. Sehingga informasi dosis dapat berubah jika OSLD nanoDot menerima cahaya yang sesuai untuk mengeluarkan elektron dalam trap. Dalam penelitian Pinto, dkk [16] disebutkan bahwa saat OSLD nanoDot terbungkus dapat menurunkan sinyal atau informasi, saat kerkena sinar matahari selama 2 jam penurunan sinyal ±14%. Dari hasil pengukuran rata-rata dosis yang diterima OSLD nanoDot baik itu saat disinari sinar-X ataupun gamma lebih baik dari TLD-100H pada dosis yang lebih rendah dari ±2mSv sedangkan pada dosis di atas ±2mSv respon TLD-100H lebih baik dari OSLD nanoDot seperti pada Gambar 2. Hal ini menunjukkan kestabilan respon OSLD nanoDot lebih baik pada dosis rendah, sedangkan kestabilan respon TLD-100H lebih baik pada dosis yang lebih tinggi. Hasil penelitian Edwards dkk [17] juga menyebutkan bahwa respon TLD-100H terhadap energi sinar-X untuk energi rendah < 20 keV menunjukkan ketidakseragaman respon. Sedangkan untuk rentang energi antara 35 keV – 80 keV menunjukkan respon yang relatif stabil. Sedangkan dalam penelitian Kawanguchi dkk [18] menyebutkan OSLD nanoDot tidak memperlihatkan ketergantungan nya pada rentang energi therapeutic (pengobatan medis). Salah satu keunggulan dari OSLD nanoDot adalah dapat dibaca berulang, dalam penelitian ini telah dilakukan pembacaan berulang pada OSLD nanoDot dan TLD-100H. Hasil pembacaan respon kedua TLD-100H pada dosis ±2,110mSv menurun ±98,496%, pada dosis ±0,676mSv menurun ±98,724% dan pada dosis ±6,450mSv menurun ±99,202% sehingga



rata-rata respon kedua pada TLD-100H menurun berkisar 98,807%. Hasil pembacaan berulang pada TLD-100H dapat dilihat dalam Tabel 1. Sedangkan respon hasil pembacaan ke2 OSLD nanoDot menurun berkisar 4,78% ± 2% dan pada pembacaan ke-20 menurun berkisar 13% ± 2,5%. Ini menunjukkan TLD100H telah kehilangan informasi dosis pada pembacaan pertama sedangkan OSLD nanoDot tidak. Tabel 1. Hasil pembacaan TLD-100H Pembacaan Ke1 2



Respon TLD-100H ke1 2 3 367,1 nC 117,2 nC 855,1 nC 5,520 nC 1,496 nC 6,826 nC



Gambar 3. Hasil pembacaan OSLD nanoDot KESIMPULAN Sensitivitas OSLD nanoDot untuk dosis rendah baik radiasi gamma ataupun sinar-X lebih baik dari TLD-100H, sehingga untuk pengukuran dosis rendah pada pasien, khususnya pasien anak lebih baik untuk menggunakan dosimeter OSL nanoDot. Hal ini, karena jaringan anak masih dalam tumbuh kembang dan sangat sensitif terhadap radiasi pengion. Sedangkan TLD-100H lebih baik digunakan untuk mengukur dosis yang lebih tinggi dari ±2mSv. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih yang tulus kami sampaikan kepada Ka. PTKMR, Kabid KKD dan Kabid MR yang telah memberikan izin dan kesempatan dalam menggunakan fasilitas untuk penelitian. Juga kepada dosen dan staf Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.



[ 515 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



DAFTAR PUSTAKA 1. Bhatt. B. C. "Thermoluminescence, Optically Stimulated Luminescence and Radiophotoluminescence Dosimetry: An Overall Perspective," Radiation Protection and Environment, vol. 34, no. 1, pp. 6-16, 2011. 2. Sofyan, H, ”Kajian Respon Al2O3:C sebagai Dosimeter TL dan OSL dalam Dosimetri Medan Radiasi Partikel Bermuatan,” Prosiding Semnas Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan – VI, PTKMR BATAN – FKM UI, 2010, pp. 35–44. 3. McKeever, W., & Moscovitch, M, “On The Advantages and Disadvantages of Optically Stimulated Luminescence Dosimetry and ThermoLuminescence Dosimetry,” Radiation Protection Dosimerty, vol. 104, pp. 263-270, 2003. 4. Pradhan. A, Lee. J, and Kim. J, “Recent Depelopments of Optically Stimutated Luminiscence Materials and Tekniques for Radiation Dosimetry and Clinical Application,” Medical Physics, vol. 33, np. 3, pp85-99, 2008. 5. Romanyukha, A, M.D. Grypp, G.R. Fairchild, and A.S. Williams, “Performance comparison of OSLD (Al2O3:C) and TLD (LiF:Mg,Cu,P) in accreditation proficiency testing,” Radiat, Meas, vol. 93, pp. 7–12, 2016. 6. McKeever. S.W.S, Moscovitch. M, and Townsend. P.D, “Thermoluminescence Dosimetry Materials Property and Uses,´Nuclear Technology Publishing, Ashford, UK 1994. 7. Noname (2 Juli 2018, 21:33), Materials and Assemblies for Thermoluminescence Dosimetry, Thermo Scientific, https://www.admnucleartechnologies.com. au/ files/product/pdf/TLD_powders.pdf 8. CAI, Gangang. Thermoluminescence of LiF:Mg,Cu,P. LiF:Mg,Cu,P TL material, pp. 1-9, 2009. 9. Matusiak. K, A. Patora and A. Jung, “The influence of pre- and post-irradiation annealing on LiF:Mg,Cu,P stability,” Radiat. Prot. Dosim, vol. 171, pp 346–350, 2016. 10. Hu. B, "Optically Stimulated Luminescence (OSL) and its Applications in Radiation Therapy Dosimetry," University of Wollongong, Australia , 2010.



[ 516 ]



11. Yukihara. E. G, and McKeever. S. W. S,



12.



13.



14.



15.



16.



17.



18.



“Optically Stimulated Luminescence (OSL) Dosimetry in Medicine,” Physics in Mediciene and Biology, vol. 53, no. 20, pp. 351-379, 2008. Romanyukha. A, Delzer. J. A, Grypp. M. D and Williams. A. S, “Effect of short-term sensitivity loss in LiF:Mg,Cu,P thermoluminescent dosemeter and its implications on personnel dosimetry operations,” radiat. Prot. Dosim, vol. 168, pp. 204-11, 2016. Shannon P.V., A. Sucheta, A. Romanyukha, et al. Effect of TLD-700H (LiF:Mg,Cu,P) sensitivity loss at multiple read-irradiation cycles on TLD reader calibration, Radiat. Meas, vol. 46, pp. 1590-1594, 2011. Tang. K, Zhao, J, Shen. W, Zhu. H, Wang. Y and Liu. B, “Influence of readout parameters on TL response, re-usability and residual signal in LiF:Mg,Cu,P.” Radiat. Prot. Dosim, vol. 100, no. 35, pp. 3– 6, 2002. Gronchi. C.C, Cecatti. S.G.P, Pinto, T.C.N.O and Caldas. L.V.E, “Optical decay of OSL signal of Al2O3: C detectors exposed to different light sources,” Nucl. Instr. Meth. Phys. Res. Sect. B 266 (12e13), 2008, pp. 2915-2917 Pinto. T. C, Antonio. P. L and Gronchi. C. C, “Light Induced Fading Associated with The Application of OSL to Personal Dosimetry,” Radiat. Meas, vol. 71, pp. 425429, 2014. Edwards. C. R, Mountford. P. J, Green. S, dkk, “The low energy X-ray response of the LiF:Mg:Cu:P thermoluminescent dosemeter: a comparison with LiF:Mg:Ti,” Br. J. Radiol, vol.78, pp. 543-547, 2005. Kawaguchi. A, Matsunaga. Y. S and Suzuki. K. Chida, “Energy dependence and angular dependence of an optically stimulated luminescence dosimeter in the mammography energy range,” J. Appl. Clin. Med. Phys, vol. 18, pp. 191–196, 2017.



TANYA JAWAB 1 Penanya : Nazaroh – PTKMR BATAN Pertanyaan : 1. Apakah TLD yang diamati sudah diidentifikasi keseragamannya? 2. Apakah OSLD harus ditutupi setiap akan digunakan?



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



3. Dalam merekomendasikan perhatikan dengan teliti kekurangan dan kelebihannya.



Jawaban



:



1. Sudah diidentifikasi keseragamannya dalam kelompok dengan deviasi < 3%. 2. Tidak, karena OSLD nanoDots sudah dikemas menggunakan plastik yang berwarna hitam, sehingga pengaruh cahaya bias diabaikan. 3. Setuju, dalam penelitian ini sudah dilakukan beberapa variasi dosis yang digunakan dalam dunia medis, sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihan OSLD nanoDots dan TLD100H.



2



Penanya : Subiharto – Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG) – BATAN Petanyaan : Rekomendasi untuk yang menerima dosis dengan rentang rendah sampai tinggi. Jawalan : Bisa menggunakan OSLD nanoDots, karena ketidakstabilannya terhadap dosis tinggi tidak terlalu signifikan.



[ 517 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 Jurnal Forum Nuklir (JFN) Volume X, Nomor X, Bulan Terbit XXXX (JFN Header)



RANCANG BANGUN BALL MILL DARI BAJA DIAMETER 20 CM UNTUK PENGHANCUR MINERAL CHALCOPYRITE SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PENGOLAHAN AWAL URANIUM Feno Mahendra1, Totok Dermawan1, Suroso 1, Pandu Dwi Cahya Perkasa 2 1) Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN, Jalan Babarsari PO BOX 6101 YKBB Yogyakarta, [email protected], [email protected], [email protected] 1) CV. Inotek Yogyakarta, Jalan Magelang KM 8 Yogyakarta, [email protected] ABSTRAK RANCANG BANGUN BALL MILL DARI BAJA DIAMETER 20 CM UNTUK PENGHANCUR MINERAL CHALCOPYRITE SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PENGOLAHAN AWAL URANIUM. Dalam proses pengolahan awal uranium dari tambang sampai dalam proses kimia, batuan hasil dibutuhkan proses secara fisika, yaitu reduksi dimensi batuan menjadi serbuk ukuran 40 mesh. Dalam pembuatan ball mill, dengan diameter tabung 20 cm, didapatkan kecepatan operasi alat dan loading charge sehingga dapat diketahui interval operasi. Hasil dari penelitian ini diperoleh ball mill diameter tabung 20 cm dengan ukuran kerangka panjang 50 cm, lebar 50cm, tinggi 70 cm dan berat alat 30 kg, dengan kecepatan 90 rpm, loading charge 100 gram dan interval operasi 10 menit menghasilkan serbuk seberat 77,71 gram ukuran 40 mesh. Kata kunci: prototipe ball mill, screening, grinding, tambang, proses mineral, uranium.



ABSTRACT BUILDING BALL MILL DESIGN FROM 20 CM DIAMETER STEEL FOR CHALCOPYRITE MINERAL DESTRUCTION AS A LEARNING PROCESSING MEDIA OF URANIUM PROCESSING. In the process of initial processing of uranium from the mine to the chemical process, the resulting rock is needed in a physical process, namely the reduction of the dimensions of the rock into a powder size of 40 mesh. In making ball mill, with a tube diameter of 20 cm, the operating speed of the tool and loading charge are obtained so that the operating interval can be known. The results of this study obtained ball mill diameter of 20 cm with a frame size of 50 cm long, 50 cm wide, 70 cm high and 30 kg tool weight, with a speed of 90 rpm, loading charge of 100 grams and 10 minutes operating interval to produce 77.71 powder gram size 40 mesh.. Key words: ball mill prototipe design, screening, grinding, mining, mineral process, uranium



PENDAHULUAN Pemanfaatan energi nuklir di dunia saat ini mempunyai peranan yang sangat signifikan. Pemanfaatan energi nuklir untuk sumber energi listrik menjadi salah satu alternatif yang sangat menjanjikan di dunia. Saat ini banyak negaranegara maju bahkan negara berkembang yang mulai berlomba-lomba untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir[1] Pengolahan mineral Uranium memerlukan teknologi khusus. Hal tersebut



[ 518 ]



terkait dengan kecilnya konsentrasi Uranium yang berkisar antara 0,3-3,8 ppm memerlukan teknologi proses dengan efisiensi yang memadai untuk mengolah bahan galian nuklir[2]. Dalam pengolahan mineral uranium, salah satu rekayasa yang dapat dilakukan adalah pada tahap pemisahan secara fisika yang meliputi proses sizzing. Pada tahap sizzing, batuan yang berukuran besar dipecah menggunakan crusser menjadi ukuran yang lebih kecil, setelah dari unit crusser batuan akan dihaluskan menjadi ukuran yang lebih kecil



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 Jurnal Forum Nuklir (JFN), Volume 7, Nomor 2, November 2013



pada unit ballmill dan selanjutnya masuk ke unit screening untuk di pisahkan antara material yang ukurannya sudah memenuhi spesifikasi untuk proses leaching. Pada penelitian yang akan dilakukan, rekayasa unit proses dilakukan dengan menggabungkan unit ballmill dengan unit screening. Penggabungan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses pada tahap pemisahan secara fisika. Rekayasa dilakukan dengan mendesain dan membuat prototipe ballmill yang menggunakan screen. Dari desain baru yang dibuat, diharapkan output produk dari unit ball mill memenuhi spesifikasi untuk proses leaching tanpa melalui unit screening. Bahan Galian Uranium Uranium adalah salah satu mineral logam yang bersifat radioaktif dan terbentuk akibat peristiwa alam dan proses geologi. Untuk mendapatkan mineral ini, harus melalui proses penggalian dalam tambang, sehingga uranium dikenal juga sebagai bahan galian nuklir. Mineral uranium terdapat dalam kerak bumi pada hampir semua jenis batuan, terutama batuan asam seperti granit dengan kadar 3-4 gram dalam satu ton batuan. Di alam dapat ditemukan lebih dari 100 jenis mineral uranium, antara lain uraninite, pitchblende, coffinite, brannerite, carnatite dan tyuyamunite. Kandungan uranium dalam mineral dan banyaknya cadangan batuan uranium sangat menentukan nilai ekonomi mineral tersebut. Ada tiga jenis isotop uranium yang diperoleh dari hasil penambangan, yaitu U235 dengan kadar 0,715%, U238 dengan kadar 99,825% dan U234 dengan kadar yang sangat kecil. Dari ketiga isotop uranium tersebut, hanya U235 yang dapat digunakan sebagai bahan bakar fisi. Pengolahan Bijih Uranium Ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan bahan bakar uranium, dari kegiatan penambangan sampai dengan proses pembakarannya di dalam teras reaktor nuklir hingga ke pengelolaan limbah radioaktif. Proses pada masing-masing tahapan cukup komplek, rumit dan beberapa di antaranya memerlukan teknologi tinggi. Daur bahan bakar nuklir mencakup semua proses baik fisika maupun kimia yang dilalui oleh bahan galian nuklir agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar di



reaktor nuklir. Kadar uranium dalam bijih umumnya sangat rendah, yaitu berkisar antara 0,1 – 0,3 % atau 1-3 kg uranium tiap ton bijih. Untuk mempermudah dan menekan biaya transportasi, maka uranium dalam bijih ini perlu diolah terlebih dahulu. Tujuan utama dari pengolahan adalah untuk pemekatan dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bahan lain yang ada dalam bijih sehingga dapat menyederhanakan proses transportasi ke tempat pemrosesan berikutnya. Pengolahan bijih uranium dapat dilakukan dengan cara penggerusan, pelindihan maupun ekstraksi kimia dan pengendapan. Hasil akhir dari proses pengolahan uranium ini adalah diperolehnya endapan kering berwarna kuning yang disebut pekatan (konsentrat) berkadar uranium sekitar 70 %. Karena berwarna kuning maka endapan ini disebut juga yellowcake. Dari 1000 ton bijih rata-rata dapat dihasilkan 1,5 ton yellowcake [3]



METODE Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan landasan teori dalam perancangan dan pembuatan sistem serta membantu dalam penulisan laporan. Penulis mendapat informasi dari pakar, jurnal dan website yang mendukung dalam ball mill. Penentuan spesifikasi Perancangan awal untuk membuat ball mill antara lain menentukan kapasitas ball mill, dimensi alat, pemilihan motor penggerak dan pemilihan material Data awal spesifikasi dengan ukuran diameter tabung 20 cm dan panjang tabung 30 cm, diameter terkecil ball mill adalah 182 cm jadi skala prototipe yang dibuat adalah 1: 10. Sedangkan untuk ukuran screen 40 mesh ditentukan dari standar pengolahan bahan galian nuklir pada proses resin in pulp adalah 25-35 mesh [4].



[ 519 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 Jurnal Forum Nuklir (JFN) Volume X, Nomor X, Bulan Terbit XXXX (JFN Header) 𝑛1



Desain dan Perhitungan



𝑛2



𝑑2



= 𝑑1











dengan : n1= putaran pulley 1 (rpm) n2= putaran pulley 2 (rpm) d2= diameter pulley 2 (cm) d1= diameter pulley 1 (cm) Machining Process



Gambar. 1.



Desain alat







Critical Speed Kecepatan kritis adalah kecepatan optimum agar ball mill dapat menghaluskan batuan, perhitungan kecepatan kritis dituliskan dalam Persamaan 3.1 berikut [5]:  



 𝑟𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑆𝑝 =



76 . 63



















 



dengan : D = diameter tabung (feet)  Menghitung Ukuran Bola Penghancur (size mill) Untuk menentukan diameter bola penghancur dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.2 berikut [6]: 𝑊𝑖



𝑃𝑥 𝑏



=√



𝑆 1,102311



𝑥√











𝑥 𝑉𝑐 dengan : √ Db = diameter bola (cm) 𝑃𝑓 = ukuran produk C = 200 untuk ball mills dan 300 untuk rod mills Wi = indeks kerja Vcr = persentase kecepatan kritis (%) Sgs = specific gravity of feed D = diameter dalam (cm)







Menentukan Perbandingan Transmisi Dari kecepatan kritis maka dapat menetukan, kisaran rpm yang akan digunakan menggunakan Persamaan 3.3 berikut:[7]



[ 520 ]



Pada bagian machining, beberapa bagian alat diproses antara lain tabung, poros dan kerangka. Untuk membuat tabung digunakan plat baja tebal 7 mm dengan ukuran 63 cm × 30 cm sebagai selimut tabung dan untuk kedua alas tabung dengan plat tebal 7 mm dibuat lingkaran 20 cm. Untuk poros dengan panjang 15 cm sebanyak dua buah, salah satu sisi poros dilas dengan plat diameter 10 cm untuk disambungkan ke tabung. Perakitan Alat Tahap perakitan dilakukan dengan memasang poros yang telah disambungkan dengan tabung pada bearing yang sebelumnya telah terpasang pada kerangka. Kemudian salah satu poros dipasang pulley untuk dihubungkan ke motor dengan belt. Selanjutnya kerangka ditutup dengan bahan plastik polycarbonate sebagai casing, dibuat dua buah pintu sebagai pintu masuk dan keluar bahan. Pengujian Pengujian dilakukan dengan melihat efisiensi produk keluaran yang dihasilkan. Produk hasil keluaran yang melewati screen diharapkan lebih besar dari 50% dari 100% produk yang masuk proses grinding. Bahan yang akan diuji adalah batuan kalkopirit dengan tingkat kekerasan 3.5 – 4 skala Mohs Untuk memastikan batuan dapat dihancurkan oleh bola maka dilakukan pengujian kekerasan bola baja. Dari hasil pengujian kekerasan bola baja adalah 780 VHN atau setara 6 skala Mohs. Selanjutnya batuan kalkopirit yang akan diuji dihaluskan hingga ukurannya menjadi sekitar 2-4 cm. Selanjutnya masuk dalam proses ball milling. Setelah dilakukan penghancuran batuan kalkopirit dibagi dalam 7 sampel, dimana berat tiap sampel ditimbang sebanyak 100 gram tiap



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 Jurnal Forum Nuklir (JFN), Volume 7, Nomor 2, November 2013 Berat tabung



sampel. Tujuannya untuk melihat berapa berat sebelum dan sesudah proses ball milling. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan apabila alat dapat berfungsi|. Data yang diambil adalah pengaruh kecepatan pada waktu yang ditentukan terhadap hasil proses grinding. Penulisan Laporan



Skala



1:10



Kecepatan minimum



80 rpm



Pengujian dilakukan dengan melakukan grinding batuan kalkopirit sebanyak 5 sampel dengan masing-masing berat 100 gram selama 10 menit dengan hasil pengujian seperti Tabel 2. dibawah:



Pembuatan laporan membahas tentang proses pembuatan alat serta data yang dihasilkan.



Tabel. 2.



Hasil dari penelitian ini adalah sebuah alat penggerus batuan ball mill yang ditunjukkan pada Gambar 2. berikut ini :



Gambar. 2.



Lolos screenin g (gr)



Tidak lolos screenin g (gr)



Batua n tidak masuk tampu ngan (gr)



100



77,71



13,91



8,38



100



100



63,18



28,9



7,92



3



120



100



50,58



46,07



3,35



4



140



100



49,29



47,01



3,7



5



150



100



30,66



66,25



3,09



No



Berat awal batua n (gr)



1



90



2



Mesin ball mill



Ball mill digerakkan dengan motor AC 1 fasa dengan daya 0,5 HP dimana dalam tabungnya terdapat bola baja berjumlah 40 buah dengan diameter 20 mm dan sistem transmisi daya menggunakan pulley dan belt. Modifikasi ball mill ini terletak pada inlet/outlet tabung yang dipasang screen berukuran 40 mesh. Spesifikasi dari mesin ball mill dapat dilihat pada Tabel 1. berikut: Tabel. 1.



Spesifikasi Mesin Ball Mill Data Spesifikasi



Penggerak Kecepatan Kritis Dimensi tabung



Motor AC 1 fasa , 0,5 HP, 1400 rpm 100 rpm



Jumlah bola baja



Diameter 20 cm, panjang 30 cm 40 buah, diameter 20 mm



Ukuran screen



40 mesh



Tebal tabung



6 mm



Hasil Data Pengujian



Kecepata n motor (rpm)



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil



8 kg



Kapasitas



[ 521 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 Jurnal Forum Nuklir (JFN) Volume X, Nomor X, Bulan Terbit XXXX (JFN Header)



Batuan yang hilang terdapat pada proses grinding yang lebih berat. Hal ini disebabkan karena sisa batuan yang tidak hancur telah menjadi serbuk namun tidak lolos dari screen yang berukuran 40 mesh. Karena hasil screening serbuknya halus, ada serbuk yang tidak masuk ke dalam tampungan sehingga



Pembahasa 100 77,71 63,18



berat (gram)



80 60



50,58



49,29



40



30,66



20



yang ditunjukkan pada Gambar 5 dibawah ini:



0 90



110



130



150



170



kecepatan motor (rpm)



Gambar. 3. Kecepatan Motor dan Berat batuan lolos screening Dari Gambar 3. hasil lolos screening paling besar nilai timbangannya pada saat kecepatan motor 90 rpm. Semakin tinggi kecepatan motor maka semakin menurun jumlah berat batuan yang lolos screening menjadi serbuk. Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan kritis dari desain tabung. Dalam perhitungan menggunakan Persamaan (1) didapatkan kecepatan kritisnya adalah 95 rpm dengan diameter tabung 20 cm. Pada proses machining, pembuatan tabung diroll sehingga tidak bisa tepat 20 cm dan diameter tabung



Gambar. 5.



Sisa batuan yang tidak masuk tampungan



Gambar 6. dibawah ini adalah grafik antara berat batuan rejection dan kecepatan motor, semakin sedikit jumlah batuan yang lolos dari screening maka semakin sedikit jumlah batuan yang hilang karena batuan nya belum hancur menjadi serbuk sehingga tidak lolos dari screen serta tidak menempel ke casing dan rangka.



bertambah sekitar 2-3 cm. Kecepatan optimal untuk proses grinding ada pada kecepatan 70 % dan 95 % dari kecepatan kritis [8]. Dalam pengujian, pengaturan variasi kecepatan motor menggunakan modul rangkaian SCR Voltage Regulator AC 220 V 4000 W. Rangkaian ini bekerja dengan mengatur tegangan untuk memvariasi pengaturan kecepatan motor AC 1 fasa. Kelemahan komponen ini mengakibatkan sebagian torsinya bekurang, sehingga ball mill hanya bisa stabil pada kecepatan 90 rpm. Bentuk serbuk yang keluar dari mesh dapat dilihat pada Gambar 4. : Gambar. 4. Serbuk hasil grinding



[ 522 ]



berat (gram)



10 88,38 7,92 6 4



3,7



3,35



3,09



2 0 90



110



130



150



170



kecepatan motor (rpm)



Gambar. 6. Grafik kecepatan dan berat batuan tidak lolos screening Hasil batuan yang tidak lolos screening berbanding lurus dengan kecepatan motor. Semakin cepat atau semakin tinggi dari nilai kecepatan kritis maka batuan semakin banyak yang tidak lolos. Saat kecepatan motor pada rpm rendah tabung berputar pelan sehingga bola baja bergerak pelan dan meggerus batuan dengan



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176 Jurnal Forum Nuklir (JFN), Volume 7, Nomor 2, November 2013



tekanan dari bola baja tersebut. Gambar 4.7. berikut ini menunjukkan grafik antara kecepatan motor dan batuan yang tidak lolos screening. Gambar 4.8 berikut ini menunjukkan gambar batuan yang tidak lolos screening



2.



3. 70



66,25



60 berat (gram)



50



46,07



40



4.



47,01



30 8,9 2 20 13,91 10



5.



0 90



110



130



150



170



kecepatan motor (rpm)



Gambar. 7. Grafik kecepatan dan berat batuan tidak lolos screening



6. 7.



KESIMPULAN (JFN-HEADING1) Berdasarkan dari perancangan, pembuatan dan pengujian dapat ditarik kesimpulan bahwa telah dibuat sebuah alat untuk proses grinding batuan uranium mesin ball milling dengan skala 1:10, kapasitas 24,64 kg serta dilengkapi screen dan casing. Mesin ball mill bekerja optimal pada kecepatan 90% dari kecepatan kritis yaitu 90 rpm dengan persentase hasil screening yang lolos adalah 70% dengan waktu pengujian selama 10 menit. Mesin ball mill memenuhi efisiensi alat karena mampu menghasilkan serbuk batuan yang lolos screening lebih dari 50%.



8.



UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar, seluruh civitas akademika Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Yogyakarta, CV. Inotek Yogyakarta sera pihak lain yang tidak disebutkan, atas bantuannya dalam melaksanankan dan menyelesaikan Tugas Akhir ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Shant Krikorian, ‘IAEA Releases Country Nuclear Power Profiles 2017’, 2018 [accessed 27 March 2018]. Steven H. Brown, CHP, ‘Uranium Fact Sheet’ (Health Physics Society Specialists in Radiation Safety, 2011). Aflan Zufadli and Evy Maria Ati, ‘Pemanfaatan-Uranium-Sebagai-BahanBakar-Nuklir.’, 2009. L. D. Michaud, ‘Uranium Ore Processing Methods’, Mineral Processing & Metallurgy, 2016 [accessed 26 July 2018]. Inc Rexnord and Process Machinery Division, Nordberg Process Machinery Reference Manual. (Milwaukee: Rexnord Process Machinery Division, 1976). Fred C Bond, Crushing-and-GrindingCalculations, 1961. Jack Stolk and C Kros, ELEMENMESIN|ELEMEN KONSTRUKSI DARI BANGUNAN MESIN, 21st edn (Jakarta: Erlangga, 1984). Nordberg Group Company, Nordberg-RedReference-Book-4th-Edition.pdf, Fourth Edition, 1993.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



INVESTIGATION ON PIPE CONNECTION USING GAMMA RAY AND MCNPX SIMULATION Wibisono Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Batan ABSTRACT INVESTIGATION ON PIPE CONNECTION USING GAMMA RAY AND MCNPX SIMULATION. An investigation on December 2014 reported 350 m3 pall ring on bed #1 gasoline fractionation column moved to other position. An investigation should be performed to identify them on the production facility imediately. New position where pall ring moved to could not not work properly and lead new problem. The engineers could not control production process when they know it. They suspected pall ring stay inside the pipe connection between the gasoline fractionation and quench tower. An experiment performed to the pipe which has a diameter 193 cm. A pipe scanning technique project proposed on February 2015 to get scan profile at six sampling points at quench tower inlet. A gamma source has an activity 200 mCi, gamma retemeter and a number of mechanical system installed to get pipe scan profile. Scan profile veryfied by MCNPX simulation program to compare between experment and simulation profile. Scan measurement result have not observed abnormal scan profile at any scan point. Plant management planned to perform new investigation project at new position. Kata kunci: Petrochemical, gamma, radiastion, industri. Nuclear.



ABSTRAK INVESTIGASI PIPA KONEKSI MENGGUNAKAN SINAR GAMMA DAN SIMULASI MCNPX. Investigasi bulan Desember 2014 melaporkan 350 m3 pall ring pada bed #1 kolom gasoline fraksinasi telah pindah ke posisi yang baru. Investigasi perlu segera dilakukan untuk mengidentifikasi posisi tumpukan pall ring tersebut di dalam sistem produksi. Internal struktur yang ditempati tumpukan pall ring akan berfungsi tidak normal dan menimbulkan masalah baru. Para teknisi dapat mengendalikan proses produksi apabila posisi pall ring diketahui. Team produksi menduga pall ring berada di dalam pipa koneksi tower gasoline fraksinasi dengan Quench tower. Pengukuran dengan teknik scanning diusulkan bulan Pebruari 2017 pada pipe diameter 193 cm untuk mendapatkan scan profile pipa tersebut. Pengukuran ditentukan sebanyak enam titik pada inlet quench tower. Sumber gamma C0-60 dengan aktivitas 200 mCi, gamma ratemeter dan seperangkat sistem mekanik dipasang untuk pengukuran. Profile scan di verifikasi dengan program simulasi MCNPX untuk membandingkan hasil anatara profile scan experimen dengan simulasi. Investigasi tidak menemukan adanya scan profile yang tidak normal pada 6 titik lokasi tersebut. Managemen pabrik segera merencanakan investigasi pada lokasi yang baru Kata kunci: petrokimia, gama, radiasi, industri, nuklir



ring while #3 and #4 flexi ring and flexi grid respectively. Figure 1. [1]



INTRODUCTION Gasoline fractination unit has a shell diameter 9 m and a high 52 m. Main construction are bed #1 and bed #2 consist of two inch pall ring. A Craking gas process in this unit and flowed to quench tower. A segmen below the bed #2 is 19 trays structure. Quench tower has an inside dimeter 8.75m an four Bed. Bed #1 and #2 filled pall



[ 524 ]



Productivity this plan was very low becouse of a problem in the gasoline fractionation unit. Investigtion result on December 2014 reported pall ring on bed #1 could not be obeserved there. The experiment scaned this unit using a gamma ray 200 mCi and a scintillation detector.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Scan profile recorded high intensity at 900 and 1600 cm indicate less absorption gamma ray. This reason compared to bed #2 position. Figure 2. Low intensity observed at stiffene ring. Figure 2.



gas from gasoline fractination to quench tower unit. This condition can be compare to laboratorium study or montecarlo MCNPX simulation program. Basic princip the experiment based on interaction between gamma ray dan material. Gamma ray intensity (Io) absorped when pass trough material (x) decreaed exponentially become (I) related to linear attenuation coefician (). In practial experimen intensity as describe equation (1). [2] I = Io e -µx



(1)



Figure 1. Pipe connection



Figure 3 interaction gamma-ray and material Gamma-ray diagnosing techniqus have been used widely in industrial application [3]. The non destruction test can be use to identify liquid level and solve other problems[4]. This technique performed to identification mechanical problem such as flooding, collapse tray, blockage, weeping. Drawing the pipe analize and input in MCNPX code [5]. Montecarlo simulation code set to experiment pipe has a diameter 195cm and thickness 13.5mm. Intensity profile presented lowest at position 50 cm was 10.000 count/5 sec and increased to 35.000 at the center. Lowest intensity also show at 245 cm. intensity at the both position were at the wall pipe where geometrically maximum thickness compare to other. Surface card the MCNP code presented on figure 4. and 5. [6]



Figure 2. Scan profile



METHOD Basic principal Scan method performed to investigate this problem. Pipe connection normaly was flowed



378 [ 525 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Figure 4. surface card MCNP kode



Figure 6. scan measurement A gamma ray 200 mCi Co-60 injected to source collimator to expose to the pipe at 0 cm horizontal position. The source vertical position was 50 cm below the bottom of the pipe. This scan position named SH-0. A scintillation detector ludlum® 2200 put in side the detector collimator set opposite side. This material produce foton when gamma ray passed thrue it.[8]. Crystal inside the ludlum model 44-10 detektor has range 20 keV to 1.5 MeV [9]. Operated voltage set 1000 V and time sampling 5 seconds [10]. Radiation intesity measured in 5 seconds and recorded. Both source and detector move to 5 cm and repeated until 275 cm. Scan SH-150 to SH-450 performed in the same procedure.



Figure 5. Intensity profile



Measurement Plant management conducted investigation in order to ensure new pall ring position when they could not observe on bed #1 segment. Pall ring was suspected flow and move to new position. They might be stay along the horizontal pipe connection. Invesigation team set an experiment to scan the pipe form bottom to top at six horizontal position. The six horizontal positions were 0, 150, 250, 350, and 450 cm. Figure 6. This work should be safely for any people public and operator team. Radiation sign and survey meter, pendose provide to ensure safety, healthy and evirontment. [7]



Radiation intensity plotted on X-Y graph where X-axis and Y-axis were intensity and vertical position respectively. Experiment curve compare to simullation curve to interpret the data according to pall ring position. [11]



DATA INTERPRETATION Figure 7. present scan curve SH-0 and others. All scan curves identic and fit where lowest intensity at wall pipe and highest at the center. Any curve simetry at the center to wall pipe indicate there was not unknown material. These measurement data could be interpret there was not unknown material. Scan SH-0 represent of the experiment data compared to simulation MCNPX curve. They were also identic each other. This comparation confirmed there was not pall ring on experiment point. Figure 8.



[ 526 ]



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



ACKNOWLEDGE The experiment intensity curve lower than simulation especially presented at the bottom and the top. This profilewas suspected a scaling in side wall pipa. The diagnosing verified the pipe used more than 25 year time operation. .



Ucknowledge to PAIR management who supported the team to apply nuclear technique experiment in industry. The field work has been well done to solve the problem. REFERENCE [1] [2]



[3]



[4] Figure 7. Scan profile



[5]



[6] [7]



[8] Figure 8. Scan experiment and MCNPX



CONCLUSION



[9]



The experiment data above can be concluded as follow.    



[10]



Pall ring was not observe at experiment point. Scaling suspected inside the wall pipe due to time operation. New investigation scheduled to other location. Pall ring new position observed inside quench tower later.



[11]



380 [ 527 ]



“Zulkifli Lubis Personal comunication.pdf.” . S. Sugiharto, “On-line Diagnosing on Trayed Column of Etylene Plant Using Gamma Ray Scanning,” Atom Indones., vol. 38, no. 3, pp. 138–146, 2012. G. A. Johansen, “Radioisotope Gauges for Industrial Process Measurements,” Energy, no. January, p. 313, 2004. Meeting Report of an Advisory Group, “Emerging new applications of nucleonic control systems in industry,” no. May 1998, pp. 5–8, 2000. M. Khorsandi and S. A. H. Feghhi, “Gamma-ray CT as a complementary technique for structural inspection of tray-type distillation columns,” Meas. J. Int. Meas. Confed., vol. 78, pp. 1–8, 2016. D. B. Pelowitz, “TM USER ’ S MANUAL,” 2008. BAPETEN, “Perka BAPETEN No.4 Tahun 2013: Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir,” Bapeten, pp. 1–29, 2013. U. Parasu Veera, “Gamma ray tomography design for the measurement of hold-up profiles in two-phase bubble columns,” Chem. Eng. J., vol. 81, no. 1–3, pp. 251–260, 2001. Ludlum Measurements Inc., “Ludlum Model 44-2 Gamma Scintillator,” no. March, 2014. Ludlum Measurements, “Ludlum Model 2200 Scaler Ratemeter.” 2005. IAEA, “Protocol for gamma scanning of Industrial Process Columns,” no. 83, 2010.



SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYARTA, 20 AGUSTUS 2018 ISSN 1978-0176



Pertanyaan: 1. Bagaimanakah cara menentukan bahwa ternyata pall ring ada di bagian bawah dari quench tower? 2. Sumber radiasi yang dibunakan apa? 3. Mengapa dipilih sumber tersebut? Jawaban: 1. Investigasi pada quench tower dilakukan pada waktu yang berbeda dengan cara men-scan dengan sumber co-60. 2. Sumber radiasi yang digunakan 200 mCi Co-60. 3. Digunakan sumber ini karena memiliki daya tembus besar untuk mengidentifikasi pall ring dari bahan stainless steel



[ 528 ]