6 0 451 KB
PUSAT REHABILITASI ANAK JALANAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU DI KOTA MAKASSAR
Disusun Oleh :
NUR ALFINAH 03420160052
\
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019/2020
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam kondisi kita sekarang, sebagian besar penduduk hidup di bawah tingkat kemiskinan. Anak jalanan adalah bagian dari masyarakat kita dan bagian anak-anak ini selalu dirampas. Anak jalanan adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya
di
jalanan
dengan
melakukan
kegiatan-kegiatan
guna
mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya (Shalahuddin, 2000). Tidak jauh berbeda, Departemen Sosial RI mendefenisikan anak jalan sebagai anak yang sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalana atau di tempat umum lainnya. Fenomena anak jalanan merupakan hal yang umum dijumpai hampir di setiap kota di Indonesia. Saat ini jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai angka 300.000. Berdasarkan hasil Susenas yang diselenggarakan pada tahun 2002 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusdatin Kementrian Sosial, tercatat ada 94.647 anak jalanan di Indonesia. Sedangkan pada tahun 2006 jumlah anak jalanan meningkat menjadi 154.681. Jumlah ini meningkat sebanyak 64% dibandingkan pada tahun 2002. Dengan metode konservatif, terdapat kenaikan jumlah anak jalanan sebesar 10.6% setiap tahunnya sehingga pada tahun 2015 jumlah anak jalanan mencapai 313.403 anak. Dari jumlah tersebut Badan Pusat Statistik menyatakan sebagian besar berada di Jakarta, sisanya tersebar di kota-kota besar seperti Medan, Palembang, Batam, Serang, Bandung, Jogja, Surabaya, Malang, Semarang, dan Makasar. Makassar adalah ibu kota dari provinsi Sulawesi selatan dimana merupakan salah satu kota besar di Indonesia, Makassar memiliki wilayah seluas 199,3 km2 dan jumlah penduduk sebesar kurang lebih 1,5 juta dengan beberapa masalah kesejahteraan sosial, salah satunya merupakan permasalahan anak jalanan. Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar
mengklaim, jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), khususnya anak jalanan dan gepeng megalami penurunan drastis pada tahun 2018 lalu. Berdasarkan data yang dihimpun, sejak januari hingga agustus 2018, jumlah anak jalanan dan gepeng yang terjaring melalui razia TIm Reaksi Cepat (TRC) Saribattang, yaitu 235 orang. Terdiri atas 163 anak jalanan dan 72 gepeng. Sedangkan sepanjang 2017 lalu, jumlah anak jalanan dan gepeng yang terjaring sebanyak 576 orang. Antara lain 332 anak jalanan dan 247 orang gepeng (2018, RAKYATKU.COM). Dari pendataan yang dilakukan dinas sosial kota Makassar, umumnya anak jalanan berasal dari luar daerah. Usulan pusat rehabilitasi muncul untuk tujuan mewujudkan kebanggaan dan harapan pada generasi masa depan, pengakuan bahwa anak jalanan dengan potensi besar dianggap sebagai bagian besar dari kekayaan nasional kita. Dan tujuannya adalah (a) untuk memenuhi kebutuhan organisasi untuk membimbing, memberi nasihat, mengoordinasi, dan mendorong kegiatan berbagai organisasi anak, baik pemerintah maupun non-pemerintah; (b) untuk merehabilitasi dan memberikan pelatihan filosofis, pendidikan dan kejuruan untuk anak-anak jalanan agar mereka menjadi individu yang mandiri sebaik mungkin. Tujuan proyek adalah untuk menyediakan lingkungan tempat mereka berada. Jalanan itu berbahaya bagi mereka karena polusi, racun, kurangnya keamanan, banyak eksploitasi seksual dan penyakit berbahaya. Jadi saya ingin membuat ulang lingkungan jalanan dalam proyek ini di mana masalah jalan ditinggalkan. Ada banyak LSM dan organisasi yang ingin membantu anak-anak jalanan untuk pendidikan dan tempat tinggal mereka di Makassar sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan. Tetapi sebagian besar anak jalanan tidak tertarik untuk melibatkan organisasi atau lembaga tersebut. Ada dua alasan utama untuk tidak menanggapi organisasi-organisasi itu. Karena jalanan adalah sumber penghasilan mereka. Banyak dari mereka harus membantu keluarga atau kerabat mereka
jadi mereka harus mendapatkan uang. Ketika mereka tetap berada di jalan, mereka
harus
melakukan
sesuatu
seperti
mengemis,
berjualan,
mengumpulkan kertas dan sampah, tukang parkir, dan banyak pekerjaan berbahaya lainnya. Alasan lain yang paling penting adalah bahwa mereka terbiasa dengan gaya hidup jalanan. Mereka terbiasa dalam kebebasan jalan, suka tinggal dalam kelompok dengan teman mereka, keterbukaan ruang dan sangat dekat dengan alam. Komunikasi dan interaksi mereka semua terjadi di jalan. Semua aktivitas anak jalanan terikat dengan jalan. Mereka belajar di jalan dari teman mereka dan kegiatan jalan secara informal. Saya ingin menyediakan lingkungan tempat tinggal mereka. Jalanan itu berbahaya bagi mereka karena polusi, racun, kurangnya keamanan dan keselamatan, dan banyak eksploitasi seksual dan penyakit berbahaya. Jadi saya ingin membuat ulang lingkungan jalan dalam proyek ini di mana masalah jalan ditinggalkan tetapi ruang jalan dibuat ulang. Untuk pertumbuhan psikologis dan mental mereka, ruang rekreasi diciptakan seperti area bermain indoor dan outdoor, amfiteater terbuka, aula serbaguna, dll. Untuk menghibur anak-anak. Untuk pertumbuhan fisik mereka dan pusat kebugaran dan pusat kesehatan disediakan. Pusat yang diusulkan menampung semua kegiatan yang berkaitan dengan perkembangan anak seperti fisik, emosi, kognitif, dan sosial budaya yang jelas dibutuhkan untuk perkembangan mereka di masa depan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan semua upaya kreatif anak-anak yang menginspirasi orang lain untuk mengeksplorasi diri mereka sebaik mungkin. Oleh karena itu, pusat penampungan anak jalanan akan berfungsi sebagai lembaga di mana mereka akan berkembang dengan kapasitas penuh mereka. Memberi mereka kesempatan untuk mempertahankan & kembali ke kehidupan yang berkualitas sehingga memiliki nilai & potensi yang besar dari perspektif nasional juga.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Permasalahan Umum Bagaimana mewujudkan rancangan pusat rehabilitasi yang dapat mengajarkan norma bermasyarakat kepada anak Jalanan dan menghidupkan kawasan?
1.2.2
Permasalahan Arsitektural a. Bagaimana mengadakan suatu wadah yang bisa memberikan pembinaan sarana pendidikan dengan proses pelatihan dengan fasilitas yang memenuhi pelayanan secara professional. b. Bagaimana merancang wadah pendidikan dan pelatihan yang dapat mewadahi dan menampung anak jalanan, gelandangan, remaja yang putus sekolah. c. Bagaimana mentukan lokasi dan site yang mendukung pengadaan Pusat Rehabilitasi Anak Jalanan di Kota Makassar. d. Bagaimana mewujudkan kondisi bagunan yang nyaman bagi penghuni dan lingkungan sekitarnya baik saat penggunaan bangunan maupundalam pemeliharaan. e. Bagaimana menentukan struktur, material dan utulitas yang di perlukan sehingga mencerminkan fungsi banunan itu sendiri sebagai wadah pembinaan.
1.3 Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mewujudkan rancangan pusat rehabilitasi yang dapat mengajarkan norma
bermasyarakat kepada anak Jalanan dan
menghidupkan kawasan. 1.3.2
Tujuan Arsitektural a. Mengadakan suatu wadah yang bisa memberikan pembinaan sarana pendidikan dengan proses pelatihan dengan fasilitas yang memenuhi pelayanan secara professional.
b. Merancang wadah pendidikan dan pelatihan yang dapat mewadahi dan menampung anak jalanan, gelandangan, remaja yang putus sekolah. c. Mentukan lokasi dan site yang mendukung pengadaan Pusat Rehabilitasi Anak Jalanan di Kota Makassar. d. Mewujudkan kondisi bagunan yang nyaman bagi penghuni dan lingkungan sekitarnya baik saat penggunaan bangunan maupundalam pemeliharaan. e. Menentukan struktur, material dan utulitas yang di perlukan sehingga mencerminkan fungsi banunan itu sendiri sebagai wadah pembinaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pusat Rehabilitasi Berdasarkan pasal 1 ayat 23 KUHAP, “Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Rehabilitasi merupakan salah satu bentuk dari pemidanaan yang bertujuan sebagai pemulihan atau pengobatan. Menurut Soeparman rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang-orang tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini (Soeparman, 2000:37).
2.2 Anak Jalanan Menurut Kementerian Sosial RI anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-harinya dijalanan. Sedangkan, Menurut UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 anak jalanan adalah anak yang menggunakan sebagian besar waktunya di jalanan. Anak jalanan adalah anak yang usianya masih dibawah 18 tahun serta sebagian waktu mereka di habiskan di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 3-24 jam untuk melakukan aktivitas ekonomi. Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Menurut Bagong Suyanto (2010:204) menyampaikan bahwa anak jalanan pada hakikatnya adalah korban dan fenomena yang timbul sebagai
efek samping dari kekeliruan atau ketidak tepatan pemelihan model pembangunan yang selama ini terlalu menekangkan pada aspek pertumbuhan dan bias pembangunan wilayah yang terlalu memusat di berbagai kota besar. Memperlakukan anak jalanan sebagai bagian dari kehidupan dunia kriminal kota dan orang-orang yang berperilaku menyimpang akibat ketidakmampuan mereka merespon perkembangan kota yang terlalu cepat, untuk sebagian mungkin akan membuat kita merasa telah selesai berbuat sesuatu, karena dari sana dapat dihindari kesulitan untuk membuat program intervensi yang rumit dan bertele-tele. Anak jalanan menurut Arifin (2007;26) bahwa pengertian secara baku tentang anak jalanan belum ada, tetapi apabila dilihat dari cara kerjanya dan sasaran perbuatannya serta usia, perilkau, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan anak jalanan adalah sekelompok orang yang cenderung memiliki warna kehidupan status dan terkadang diorganisir oleh tokoh yang mempunyai kharisma di lingkungannya serta pelaku sehari-hari yang cenderung menyimpang dari aturan/ketentuan yang berlaku. Dari definisi di atas bisa disimpulkan bawa anak jalanan adalah anak yang berumur di bawah 18 tahun dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di jalanan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak yang turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak dari keluarga yang ada di jalanan. Pengertian untuk kategori pertama adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
Kategori kedua adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orang tua atau keluarganya. Kategori ketiga adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan. Kategori keempat adalah anak berusia 5-17 tahun yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja dijalanan, dan/atau yang bekerja dan hidup dijalanan yang menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab anak-anak turun ke jalanan yaitu pertama karena faktor ekonomi atau kemiskinan. Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Akibat kemiskinan atau faktor ekonomi tersebut, anak terpaksa mencari nafkah untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya atau untuk kebutuhan pribadinya, sehingga banyak anak yang putus sekolah dan turun kejalanan untuk bekerja sebagai pengamen, pengemis, dan lain-lain. Faktor ekonomi orang tua sangat berdampak terhadap kelangsungan hidup anakanaknya, yang pada akhirnya merelakan anak-anaknya terjun langsung ke jalanan untuk mencari nafkah. Padahal seusia mereka belum sepatutnya untuk mencari nafkah melainkan menikmati masa-masa sekolah sesuai dengan hak mereka yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni hak mendapatkan pendidikan. Selain faktor ekonomi atau kemiskinan yang mendorong anak turun kejalanan, faktor penyebab lainnya yang kedua adalah karena masalah disorganisasi keuarga atau perpecahan keluarga, yaitu faktor yang berpengaruh langsung antara anak dan keluarganya. Soerdjono Soekanto menyatakan, bahwa “ Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-
kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya”. Disorganisasi keluarga merupakan salah satu faktor penyebab anak-anak turun ke jalanan sehingga memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan jumlah anak jalanan. Anak sering dijadikan pelampiasan atas masalah yang tengah dihadapi orang tua, sehingga anak stress dan tidak betah di rumah, maka anak akan melarikan diri dan mencari kehidupan lain kemudian terjebak dalam kehidupan jalanan yang keras. Faktor yang ketiga adalah urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota, kebanyakan orang berharap bisa merubah taraf hidupnya dengan hijrah ke kota, namun hanya segelintir orang yang beruntung dan sisanya mereka terjebak di kota besar dengan di hadapkan pada situasi yang sulit dan mendorong mereka untuk terjun kejalanan yakni menjadi anak jalanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Latar belakang penyebab turunnya anak jalanan tersebut merupakan landasan bagi mereka untuk selalu ada di jalanan, sulitnya memenuhi segala kebutuhan hidup, keadaan keluarga yang tidak kondusif dan korban urbanisasi yang pada akhirnya menyeret mereka pada situasi yang sulit seperti itu yakni menjadi anak jalanan. Masalah perlindungan anak adalah sesuatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai macam permaslahan lebih lanjut, yang tidak selalu dapat dibatasi secara perorangan tetapi harus secara bersama-sama begitu juga penyelesaiannya menjadi tanggung jawab bersama. Dalam Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”. Negara memberikan perlindungan kepada anak jalanan yang tertuang dalam Pasal 34 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu “fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh Negara. Kemudian Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa: (1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan
dasar pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan keatakwaaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan
dan
belanja
daerah
untuk
memenuhi
kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Perlindungan hukum untuk anak juga tertuang dalam undangundang perlindungan anak, yaitu; (1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaran perlindungan anak (Pasal 20). (2) Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakannya melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan prerlindungan anak (Pasal 25). (3) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga (Pasal 55) Perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-hak agar tetap hidup, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan perlindungan, anak jalanan merupakan bagian dari warga Negara Indonesia maka anak jalanan punya hak yang sama sebagai warga Negara untuk mendapat perlindungan, karena keberadaan anak jalanan bukan karena keinginannya tetapi disebabkan oleh kondisi baik dari segi ekonomi, keluarga maupun lingkungannya. Hak anak jalanan untuk memperoleh perlindungan yang sama dengan anak-anak lainnya mendapat hak atas pendidikan dan kesejahteraan untuk hidup layak sebagai warga Negara.
Menurut Ramli (2000:15) menyatakan bahwa perlindungan anak jalanan merupakan tolak ukur kesejahteraan dan kemakmuran suatu masyarakat, bangsa dan Negara, oleh karenanya merupakan kewajiban bagi pemerintah dan setiap anggota masyarakat mengusahakan perlindungan sesuai kemampuannya untuk kepentingan bersama dan nasional. Dari uraian tersebut di atas dapatlah kita katakan banwa kegiatan perlindungan anak jalanan mrupakan suatu tindakan hukum
yang
membawa akibat hukum, oleh sebab itu perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan hukum anak jalanan tersebut yang dapat diwujudkan dalam bentuk aturan hukum. Kepastian hukumnya perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negative yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan anak jalanan. Menurut Tata Sudrajat (1996) dalam Bagong Suyanto (2010: 2002011) menyatakan bahwa dalam penanganan anak jalanan ada beberapa pendekatan yang biasa dikukan yaitu: (1) Steet Based,
yakni model
penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal atau tinggal, kemudian para Street Educator datang kepada mereka untuk mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, lalu diberikan materi pendidikan dan keterampilan. (2) Centered Based, yakni pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan di lembaga atau panti seperti pelayanan pendidikan, keterampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian dan pekerjaan bagi anak jalanan. (3) Community Based, yakni model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masayarakat, terutma keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat prefentif , yakni mencegah agar anak tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan.
2.3 Arsitektur Perilaku Desain arsitektur perilaku pada perancangan bangunan arsitektur memiliki beberapa konsep penting dalam kajiannya;(1)pengaturan perilaku (behavior setting) merupakan unsur-unsur fisik atau spasial yang menjadi sistem tempat atau ruang sebagai terciptanya suatu kegiatan tertentu; (2) kognisi spasial (spatial cognition) atau disebut sebagai peta mental yang merupakan kumpulan pengalaman mental seseorang terhadap fisik;(3)
persepsi
lingkungan
(environment
lingkungan
perception)
yang
mengungkapkan berbagai fenomena visual terhadap pengaturan persepsi seseorang (Laurens, 2004). Konsep desain tersebut digunakan dengan penyesuaian terhadap sasaran perancangan redesain Pasar Panggungrejo sehingga didapat peruntukan tiga konsep sebagai penyelesaian desain yaitu konsep behavior setting pada penyelesaian desain peruangan, konsep spatial cognition pada penyelesaian sirkulasi, dan konsep environment perception ada penyelesaian citra atau tampilan bangunan. 2.3.1
Pengertian Arsitektur Arsitektur merupakan seni dan ilmu merancang bangunan yang selalu memperhatikan tiga hal dalam merancang bangunan yaitu fungsi, estetika, dan teknologi. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang semakin
kompleks
maka
perilaku
manusia semakin diperhitungkan dalam proses perancangan yang sering disebut sebagai pengkajian lingkungan perilaku dalam arsitektur.
2.3.2
Pengertian Perilaku Kata perilaku menunjukan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya (Tandal dan Egam, 2011). Perilaku manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
• Perilaku tertutup, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain. • Perilaku terbuka, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek. 2.3.3
Pengertian Arsitektur Perilaku Arsitektur perilaku adalah arsitektur yang penerapannya selalu menyertakan pertimbangan-pertimbangan perilaku dalam perancangan. Arsitektur perilaku adalah arsitektur yang membahas tentang hubungan
antara
tingkah
laku
manusia
dengan
lingkungannya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pembahasan psikologis yang secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dengan lingkungannya. Berikut merupakan penjelasan mengenai teori Behavior Architecture menurut beberapa ahli:
Menurut Y.B Mangun Wijaya dalam buku Wastu Citra: Arsitektur berwawasan perilaku adalah arsitektur yang manusiawi, yang mampu memahami dan mewadahi perilakuJ perilaku manusia yang ditangkap dari berbagai macam perilaku,
baik itu perilaku pencipta, pemakai,
pengamat juga perilaku alam sekitarnya. Disebutkan pula bahwa Arsitektur adalah penciptaan suasana, perkawinan guna
dan
ditimbulkan
citra.
Guna
merujuk
dari
hasil
rancangan.
pada
manfaat yang
Manfaat
tersebut
diperoleh dari pengaturan fisik bangunan yang sesuai dengan fungsinya. Namun begitu guna tidak hanya berarti
manfaat saja, tetapi
juga
menghasilkan
suatu
daya
yang menyebabkan kualitas hidup kita semakin meningkat. Cita merujuk pada image& yang karya
Arsitektur.
Citra
ditampilkan
oleh
suatu
lebih berkesan spiritual karena
hanya dapat dirasakan oleh jiwa kita.
Citra
adalah
lambang yang membahasakan segala yang manusiawi, indah dan agung dari yang menciptakan. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa untuk mencapai guna dan citra yang sesuai tidak lepas dari berbagai
perilaku yang berpengaruh dalam sebuah
karya, baik itu perilaku pencipta, perilaku pemakai, perilaku pengamat juga menyangkut perilaku alam dan sekitarnya. Pembahasan perilaku dalam buku wastu satu
persatu
menurut
citra
dilakukan
beragamnya pengertian
Arsitektur,sebagai berikut:
a. Perilaku budaya
manusia
didasari
oleh
pengaruh
sosial
yang juga mempengaruhi terjadinya proses
Arsitektur. b. Perilaku manusia yang dipengaruhi oleh kekuatan religi dari pengaruh nilaiJnilai kosmologi.
Menurut Clovis Heimsath, AIA dalam buku Behavioral Architecture,
towards an accountable design process,
menjelaskan kata “perilaku” menyatakan suatu kesadaran akan
struktur sosial dari orang-orang, suatu gerakan
bersama secara
dinamik dalam waktu. Hanya dengan
memikirkan suatu perilaku seseorang dalam ruang maka akan dapat membuat suatu rancangan Arsitektur adalah lingkungan (enclosure) di mana orangJorang hidup tinggal. Sedangkan arsitektur memiliki dua arti pengertian :
a. OrangJorang yang tengah bergerak, dengan sesuatu yang dikerjakan, dengan orangJorang untuk mengobrol dan berhubungan satu sama lain. b. Suatu kesadaran akan akan struktur sosial dari orangorang, suatu gerakan bersama secara dinamik dalam waktu Dalam
merancang
bangunan
terutama
dalam
Behavioral Architecture hal yang harus diperhatikan supaya peran bangunan dapat
berfungsi sebagai suatu pelayanan
sosial dalam arti yang luas maka elemenJelemen yang harus dipertimbangkan yakni : a. Kegiatan sosial yang ditampung di dalam bangunan b. Fleksibilitas yang dibutuhkan pada tiap kegiatan c. “KegiatanJkegiatan” yang mempengaruhi atau dipengaruhi d. Latar
Belakang
dan
sasaran
dari
pengguna
ruang
(partisipan) Berdasarkan disimpulkan
penjelasan
bahwa
tersebut,
Arsitektur
(Behavioral&Architecture) adalah
maka,
Berwawasan
dapat Perilaku
ilmu merancang bangunan
yang mengacu kepada aspekJaspek yang mendasar dan terkait dengan sikap dan tanggapan manusia terhadap lingkungannya, bertujuan untuk menciptakan ruang dan suasana tertentu yang sesuai dengan perilaku manusia beserta lingkungan dan budaya masyarakat. Fenomena antropometri,
perilakuJlingkungan proksemiks,
ruang
tersebut
mencakup
personal,
teritorial,
privacy,&persepsi, kognisi, makna. Proxcemics& adalah antara
orang
yang
jarak
memungkinkan kenyamanan untuk
berinteraksi, Privasi adalah mekanisme kontrol yang mengatur interaksi antar individu. Kelompok pengguna yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda pula dan menggunakan pola yang juga berbeda dalam menata lingkungan fisiknya,
yang mencakup anakJ anak, dewasa, kelompok sosioJekonomi, kelompok masyarakat yang berbeda cara pandang hidup. Tempat (setting) mempengaruhi skala
perancangan
kota
hingga perancangan interior sehingga menuntut spesifikasi perancang. 2.3.4
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perilaku manusia dan
hubungannya
dengan suatu
setting fisik sebenarnya tedapat keterkaitan yang erat dan pengaruh
timbal
balik
perilaku
manusia.
diantara
Dengan
kata
setting
tersebut
lain,
apabila
dengan terdapat
perubahan setting yang disesuaikan dengan suatu kegiatan, maka akan ada imbas atau pengaruh terhadap perilaku manusia. Variabel – variabel yang berpengaruh terhadap perilaku manusia (Setiawan, 1995), antara lain : a. Ruang. Hal terpenting dari pengaruh ruang terhadap perilaku manusia adalah fungsi dan pemakaian ruang tersebut.
Perancangan
fisik
ruang
memiliki
variable
yang berpengaruh terhadpa perilaku pemakainya. b. Ukuran dan Bentuk. Ukuran
dan
bentuk
ruang
harus disesuaikan dengan fungsi yang akan diwadahi, ukuran yang terlalu besar atau kecil akan mempengaruhi psikologis pemakainya. c. Perabot dan Penataannya.
Bentuk
penataan
perabot
harus disesuaikan dengan sifat dari kegiatan yang ada di
ruang tersebut. Penataan
kesan
kaku,
dan
resmi.
yang
simetris
Sedangkan
memberi
penataan
yang
asimetris lebih berkesan dinamis dan kurang resmi. d. Warna.
Warna
mewujudkan
memiliki
suasana
ruang,
peranan
penting
pengaruh
warna
dalam tidak
hanya menimbulkan suasana panas atau dingin, tetapi warna juga dapat mempengaruhi kualitas ruang tersebut.
e. Suara, Temperatur dam pencahayaan. dengan
decibel, akan berpengaruh
keras.
Demikian
pencahayaan
pula
yang
buruk bila terlalu
dengan
dapat
Suara diukur
temperature
dan
mempengaruhi psikologis
seseorang. 2.3.5
Prinsip-prinsip Arsitektur Perilaku Manusia terlepas
dari
sebagai
makhluk
sosial
tidak
pernah
lingkungan yang membentuk diri mereka.
Bangunan yang didesain oleh manusia akan mempengaruhi pola perilaku manusia yang hidup di dalam
arsitektur
dan lingkungannya tersebut. Arsitektur ada untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
Begitu
sebaliknya,
dari
arsitektur
tersebut muncul suatu kebutuhan manusia yang baru. Dari beberapa tersebut
penjabaran maka
yang harus
mengenai
Behavioral& Architecture&
dapat ditemukan
beberapa
prinsipJprinsip
diperhatikan dalam Arsitektur Perilaku, antara
lain adalah : a. Mampu Berkomunikasi Dengan Manusia dan Lingkungan Rancangan
hendaknya
dapat
dipahami
oleh
pemakainya melalui penginderaan ataupun pengimajinasian pengguna
bangunan.
Bentuk
yang
disajikan
oleh
perancang dapat dimengerti sepenuhnya oleh pengguna bangunan, dan pada umunya bentuk adalah yang paling banyak
digunakan
sebagai
media
komunikasi
karena
bentuk yang paling mudah ditangkap dan dimengerti oleh manusia. Dari bangunan
yang di amati oleh manusia
syaratJsyarat yang harus dipenuhi adalah: 1. Pencerminan fungsi bangunan. Simbol-simbol yang menggambarkan tentang rupa bangunan yang nantinya akan dibandingkan dengan pengalaman ada,
yang
sudah
dan disimpan kembali sebagai pengalaman baru.
2. Menunjukan skala dan poporsi yang tepat serta dapat dinikmati. 3. Menunjukkan
bahan
dan
struktur
yang
akan
digunakan dalam bangunan.
b. Mewadahi aktivitas penghuninya dengan
nyaman dan
menyenangkan 1. Nyaman berarti nyaman secara fisik dan psikis. Nyaman
secara
fisik
berarti
kenyamanan
berpengaruh pada keadaan tubuh manusia
yang secara
langsung seperti kenyamanan termal. Nyaman secara psikis
pada
dasarnya
sulit
dicapai
kerena
masingJmasing individu memiliki standar kenyamanan yang berbeda beda secara psikis. Dengan tercapainya kenyamanan secara psikis akan tercipta rasa senang dan tenang untuk berperilaku. 2. Menyenangkan dapat dijabarkan dalam beberapa aspek. Yang pertama yaitu menyenangkan secara fisik, bisa timbul dengan adanya pengolahan-pengolahan pada bentuk atau ruangan yang ada di sekitar. Menyenangkan secara fisiologis bisa timbul dengan adanya kenyamanan termal yang diciptakan lingkungan sekitar terhadap manusia. Menyenangkan secara psikologis bisa timbul dengan adanya pemenuhan kebutuhan berkaitan dengan jiwa manusia seperti adanya ruang terbuka yang merupakan tuntutan atau keinginan manusia untuk bisa bersosialisasi.
Menyenangkan secara kultural bisa
timbul dengan adanya penciptaan karya Arsitektur dengan gaya yang sudah dikenal oleh masyarakat yang berada di tempat tersebut. c. Memenuhi nilai estetika, komposisi, dan estetika bentuk
Keindahan
dalam
Arsitektur
harus
memiliki
beberapa unsur, antara lain : 1. Keterpaduan (unity) Yang
berarti
tersusunnya
beberapa
unsur
menjadi satu kesatuan yang utuh dan serasi. 2. Keseimbangan Yaitu suatu nilai yang ada pada setiap obyek yang daya tarik visualnya haruslah seimbang. 3. Proporsi Merupakan hubungan tertentu antara ukuran bagian terkecil dengan ukuran keseluruhan. 4. Skala Kesan yang ditimbulkan bangunan itu mengenai ukuran besarnya. Skala biasanya diperoleh dengan besarnya bangunan dibandingkan dengan unsur-unsur manusiawi yang ada di sekitarnya. 5. Irama Yaitu
pengulangan
perancangan
bangunan.
unsurJunsur Seperti
dalam
pengulangan
garisJgaris lurus, lengkung, bentuk masif, perbedaan warna yang akan sangat mempengaruhi kesan yang ditimbulkan 2.3.6
dari
perilaku pengguna bangunan.
Beaviorisme dalam kajian arsitektur Manusia
sebagai
makhluk
sosial
tidak
pernah
lepas dari lingkungan yang membentuk diri mereka. Diantara sosial dan arsitektur dimana bangunan yang didesain manusia, secara sadar atau tidak sadar, mempengaruhi pola perilaku manusia yang hidup didalam arsitektur dan lingkungannya tersebut. Sebuah
arsitektur
dibangun
untuk
memenuhi
kebutuhan manusia. Dan sebaliknya, dari arsitektur itulah
muncul kebutuhan manusia yang baru kembali (Tandal dan Egam, 2011). a. Arsitektur Membentuk Perilaku Manusia Manusia kebutuhan membentuk
membangun pengguna, perilaku
bangunan
yang
demi
kemudian
pengguna
yang
pemenuhan
bangunan hidup
itu
dalam
bangunan tersebut dan mulai membatasi manusia untuk bergerak, berperilaku, dan cara manusia dalam menjalani kehidupan antara
sosialnya.
arsitektur
dan
Hal
ini
sosial
menyangkut dimana
kestabilan
keduanya hidup
berdampingan dalam keselarasan lingkungan.
Skema ini
menjelaskan mengenai “Arsitektur membentuk
Perilaku
Manusia”, dimana hanya terjadi hubungan satu arah yaitu desain arsitektur yang dibangun mempengaruhi perilaku manusia sehingga membentuk perilaku manusia dari desain arsitektur tersebut. b. Perilaku Manusia membentuk Arsitektur Setelah perilaku manusia terbentuk akibat arsitektur yang telah dibuat, manusia kembali membentuk arsitektur yang telah
dibangun atas
dasar
perilaku yang telah
terbentuk, dan seterusnya. Pada skema ini dijelaskan mengenai “Perilaku Manusia membentuk Arsitektur” dimana desain arsitektur yang telah terbentuk mempengaruhi perilaku manusia sebagai pengguna yang desain
kemudian
arsitektur
manusia
mengkaji
kembali
tersebut sehingga perilaku manusia
membentuk kembali desain arsitektur yang baru.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2002. tentang Perlindungan Anak. Yogyakarta: Cemerlang Soeparman, Herman (2000). Narkoba telah merubah rumah kami menjadi neraka, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional-Dirjen Dikti Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Arifin. 2007. Pendidikan Anak Berkonflik Hukum. Bandung: Alfabeta
Armai
Arif
.
----------
(Online)
http:/anjal.
Blogdrive.com/archive/11.html Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Ramli, L, 2000, Perlindungan Anak. Yudha: Surabaya