Putusnya Pernikahan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PUTUSNYA PERNIKAHAN MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih III



Dosen Pengampu: Muh. Mahmud Fathoni M.Pd



Disusun oleh: Ida Varidhotun Navida



( 202107501011309)



Nabilatul Afifah



(202107501011255)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF MAGETAN 2022 1



KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesikan tugas penulisan makalah mata kuliah “FIQIH III”. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak. Penulisan makalah berjudul “PUTUSNYA PERNIKAHAN” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.



Magetan, 15 November 2022



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................................i DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1 A. Latar Belakang ........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................................1 C. Tujuan .....................................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................2 A. Pengertian Putusnya Pernikahan .............................................................................2 B. Talak .......................................................................................................................2 C. Khulu’ .....................................................................................................................5 D. Fasakh .....................................................................................................................8 BAB III PENUTUP ............................................................................................................11 A. Kesimpulan .............................................................................................................11 B. Saran .......................................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................12



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan suatu permasalahan yang mendapat kajian mendalam pada fiqih khususnya pada fiqih munakahat. Dalam kajian tersebut permasalah perceraian mendapat porsi yang cukup besar, sebabselain tentang tata cara perceraian juga mengatur tentang akibat dari putusnya perkawinan tersebut. Akibat hukum yang timbul dari perceraian merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suami istri yang bersepakat untuk memutuskan ikatan mereka. Dalam makalah sederhana ini akan dijelaskan secara singkattentang putusnya perkawinan menurut perspektif fiqih dan hukum positifyang berlaku di beberapa negara Islam dan tentunya di Indonesia sendiri.Akan nampak perbandingan tentang ketentuan perceraian tersebut oleh masingmasing negara, baik negara yang memberlakukan syari’at Islam maupun negara yang memberlakukan hukum Islam terkhusus kepada peraturan perkawinan di negara tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu talak dan ada berapa macam talak? 2. Apa Hukum talak? 3. Apa saja rukun dan syarat talak, dan apa sighat talak? 4. Apa itu khulu’ dan apa hukumnya? 5. Bagaimana cara menjatuhkan khulu’ 6. Apa itu Fasakh dan bagaimana cara menjatuhkan fasakah? 7. Apa saja bentuk bentuk dan akibat dari fasakh? C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui Pengertian talak berserta macamnya. 2. Untuk mengetahui hukum talak, beserta rukun, syarat dan sighatnya. 3. Untuk mengetahui apa itu khulu’ beserta hukumnya. 4. Untuk mengetahui cara menjatuhkan kkhulu’ 5. Untuk mengetahui pengetian fasakh beserta cara menjatuhkannya. 6. Untuk mengetahui bentuk dan akibat dari fasakh.



1



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Putusnya Pernihakan Perceraian merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suamiistri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suamiistri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal serumah bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi. Secara etimologi perceraian berasal dari kata “cerai”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “cerai” merupakan kata kerja yang berarti pisah; putus hubungan sebagai suami isteri; talak. Sedangkan perceraian berarti perpisahan; perihal bercerai (antara suami isteri); perpecahan. Menurut Subekti perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu. Perceraian dalam istilah fiqh juga sering disebut “furqah” yang artinya “bercerai”, yaitu“lawan dari berkumpul.



B. Thalak Menurut pengertian bahasa talak memiliki arti melepaskan ikatan dan membebaskan, Adapun secara istilah talak memiliki pengertian memutuskan atau membatalkan ikatan pernikahan, baik pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak ba’in) maupun pada masa mendatang, yakni setelah iddah (jika talak berupa talak raj’i) dengan menggunakan lafad tertentu. Hukum Talak Hukum-hukum talak adalah sebagai berikut: 1. Wajib, talak menjadi wajib hukumnya ketika terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai. 2. Sunnah, talak menjadi sunnah ketika suami sudah tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafakahnya) atau si istri tidak menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat.



2



3. Haram, talak dihukumi haram ketika seorang suami menceraikan istrinya dalam keadaan haid, dan menjatuhkan talak sewaktu istri suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu. 4. Makruh, dalam selain keadaan selain semua yang disebutkan diatas. Berdasarkan hadits sahih yang berbunyi “perbuatan halal yang dibenci oleh Allah adalah talak”. Rukun Talak 1. Suami Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya, selain suami tidak berhak menjatuhkannya. 2. Isteri Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap isteri sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan pada isteri orang lain. 3. Sighat Talak Sighat talak adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menjatuhkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran), baik berupa ucapan atau lisan, tulisan, dan isyarat.



Syarat Sah Talak a. Syarat yang berkenaan dengan suami 1. Berakal Suami yang menjatuhkan talak atau yang menceraikan isterinya harus dalam keadaan yang sehat dan berakal, artinya seorang suami yang dalam keadaan hilang akal sperti gila, mabuk, dan sebagainya tidak boleh (tidak sah) menjatuhkan talak. 2. Baligh Tidak dipandang jatuh talak apabila yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa. 3. Atas kemauan sendiri



3



Yang dimaksud atas kemauan sendiri di sini adalah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan paksaan orang lain.



b. Syarat yang berhubungan dengan istri 1. Isteri masih tetap dalam perlindungan suami 2. Kedudukan istri yang dicerai harus dalam pernikahan yang sah.



c. Syarat yang berhubungan dengan sighat 1. Sighat yang diucapkan oleh suami terhadap isteri menunjukkan talak, baik secara jelas atau sindiran 2. Ucapan talak yang dilakukan oleh suami memang bertujuan untuk talak. Macam-Macam Talak Ditinjau dari Keadaan Isteri 1. Talak Sunni Yaitu talak yang dijatuhkan kepada isteri dalam keadaan : a. Suci dan saat itu ia belum dicampuri b. Ketika hamil dan jelas kehamilannya. 2. Talak Bid’ah Yaitu talak yang dijatuhkan kepada isteri, ketika isteri dalam keadaan : a. Haid b. Dalam keadaan suci yang pada saat itu ia sudah dicampuri oleh suami. Hukum talak ini adalah haram.



Ditinjau dari segi boleh tidaknya rujuk 1. Talak Raj’i Yaitu Talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya dimana istri boleh dirujuk kembali sebelum masa iddahnya habis. 2. Talak Ba’in 4



Yaitu talak yang menghalangi suami untuk rujuk kembali kepada istri. Talak ba’in dibagi menjadi dua, a. Ba’in Sughra, Yaitu talak yang menyebabkan isteri tidak boleh dirujuk, tetapi boleh dinikahi kembali dengan akad nikah dan mas kawin yang baru. b. Ba’in Kubro, Yaitu talak yang menghalangi suami rujuk dengan isterinya bahkan dengan akad nikah baru, kecuali istrinya nikah dengan laki-laki lain, melakukan hubungan suami isteri dengan suami barunya, dan bercerai dengan normal tanpa adanya suruhan dari suami pertamanya. C. KHULU’ Khulu’ adalah permintaan perceraian yang timbul atas kemauan istri. Khulu’ disebut juga dengan talak tebus, karena istri akan membayarkan sejumlah harta, yang jumlahnya telah disepakati bersama, kepada suami. Rukun Khulu’ 1. Suami, yang baligh dan berakal 2. Istri, yang masih dalam ikatan yang sah 3. Ucapan yang menunjukkan Khulu’ 4. Iwadh (bayaran/ tebusan) Hukum Khulu’ Al-Khulu disyariatkan dalam syari’at Islam berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukumhukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim’ [Al-Baqarah : 229]



Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma. 5



“Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata ; “Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah kamu mengembalikan kepadanya kebunnya?”. Ia menjawab, “Ya”, maka ia mengembalikan kepadanya dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya, dan Tsabit pun menceraikannya” [HR Al-Bukhari]



Ketentuan Hukum Khulu’ 1. Mubah Isteri boleh-boleh saja untuk mengajukan Khulu' manakala ia merasa tidak nyaman apabila tetap hidup bersama suaminya, baik karena sifat-sifat buruk suaminya, atau dikhawatirkan tidak memberikan hak-haknya kembali atau karena ia takut ketaatan kepada suaminya tidak menyebabkan berdiri dan terjaganya ketentuan-ketentuan Allah. Dalam kondisi seperti ini, Khulu' bagi si isteri boleh dan sah-sah saja, sebagaimana firman Allah: “Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukumhukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” [Al-Baqarah : 229] Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah Al-Khulu ini dengan pernyataannya, bahwasanya Al-Khulu, ialah seorang suami menceraikan isterinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan penceraian, karena khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra (Perceraian besar atau Talak Tiga) Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Al-Khulu (gugat cerai) bagi wanita, apabila sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian. 2. Diharamkan Khulu’, hal ini karena dua keadaan



6



a. Dari Sisi Suami Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka Al-Khulu itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika Al-Khulu tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata” [An-Nisa : 19] Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan Al-Khulu, maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas” b. Dari Sisi Isteri Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut. Serta tidak ada alasan syar’i yang membenarkan adanya Al-Khulu, maka ini dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad] c. Sunnah Sunnah wanita minta cerai, apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah, maka sang isteri disunnahkan khulu’. d. Wajib Terkadang Al-Khulu hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan. Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya 7



murtad dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut Al-Khulu walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur .



Cara Menjatuhkan Khulu’ Secara umum khulu dapat dilakukan denghan tiga cara: pertama menggunakan kata khulu’, kedua menggunakan kata cerai (thalak), dan ketiga dengan kiasan yang di sertaio dengan niat. Dalam qaul qodim imam syafi’I berpendapat bahwa khulu yang dilakukan denghan menggunakan kata-kata kiasan mengakibatkan fasakh perkawinan. Yaitu perkawinan itu batal dengan sendirinya. Dan akad pernikahan tidak berlaku. Sedangkan dalam qaul jadid beliau berpendapat bahwa khulu yang dilakukan dengan menggunakan kata kiasan tidak mengakibatkan fasakh perkawinan karena kata-kata kinayah dalam talak tidak memerlukan niat begitu pula khulu.



D. FASAKH Menurut bahasa kata “fasakh” berasal dari bahasa arab yang berarti batal atau rusak. Sedangkan menurut istilah dapat diartikan sebagai berikut: Menurut DR.Ahmad al Ghundur Fasakh adalah batal akad (pernikahan) dan hilangnya keadaan



yang



menguatkan



kepadanya.



Menurut



Syyid



Sabiq



Menasakh



adalah



membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara suami-istri. Menurut Ensiklopedi Islam fasakh ialah pemutusan hubungan pernikhan oleh hakim atas permintaan suami atau isteri atau keduanya akibat timbulmya hal-hal yang dirasa berat oleh masing-masing atau salah satu pihak suami-isteri secara wajar dan tidak dapat mencapai tujuan dari sebuah pernikahan yang di inginkan oleh suami dan istri. Dari uraian diatas dapat disimpulkan jikalau pengertian fasakh nikah adalah suatu bentuk perceraian yang diputuskan oleh hakim karena dianggap pernikahan itu memberatkan salah satu pihak baik istri atau laki-laki atau bahkan kedua belah pihak.



8



Yang Menyebabkan Fasakh Fasakh adakalanya disebabkan terjadinya kerusakan atau cacat pada akad nikah itu sendiri dan adakalnya disebabkan hal-hal yang datang kemudian yang menyebabkan akad nikah tersebut tidak dapat dilanjutkan. 1. Fasakh yang disebabkan rusaknya atau terdapatnya cacat dalam akad nikah, antara lain sebagai berikut : a. Setelah pernikahan berlangsung, di kemudian hari diketahui bahwa suami isteri adalah saudara sekandung, seayah seibu atau saudara sepersusuan. b. Apabila ayah atau kakek menikahkan anak laki-laki atau perempuan dibawah umur dengan orang yang juga di bawah umur dengan orang yang juga dibawah umur. Maka setelah kedua anak ini dewasa mereka berhak untuk memilih melanjutkan pernikahan tersebut atau menghentikan pernikahan itu. Apabila anak itu menghentikan pernikahan tersebut, maka dinamakan fasakh. 2. Fasakh yang disebabkan ada penghalang (mani’ al-huruf) setelah berlangsungnya pernikahan misalnya antara lain sebagai berikut : a. Salah seorang di antara suami isteri itu murtad b. Apabila pasangan suami isteri tersebut dulunya menganut agama non islam. Kemudian isterinya memeluk agama islam maka dengan sendirinya akad pernikahan itu batal. Apabila suaminya yang masuk islam sedangkan wanita tersebut kitabiyah maka pernikahan tersebut tidak batal. Bentuk-Bentuk Fasakh Bentuk-bentuk fasakh yang terjadi dengan sendirinya di antaranya sebagai berikut: 1. Fasakh terjadi karena rusaknya akad pernikahan yang diketahui setelah pernikahan berlangsung, seperti pernikahan tanpa saksi dan menikahi mahram 2. Fasakh terjadi karena isteri dimerdekakan dari status budak. Sedangkan suaminya tetap berstatus budak. 3. Fasakh terjadi karena pernikahan yang dilakukan adalah nikah mut’ah. 4. Fasakh terjadi karena menikahi wanita dalam masa iddah. Adapun fasakh yang memerlukan campur tangan hakim adalah sebagai berikut:



9



1. Fasakh disebabkan isteri merasa tidak kafaah dengan suaminya. 2. Fasakh disebabkan mahar isteri tidak dibayar penuh sesuai dengan yang dijanjikan. 3. Fasakh akibat salah seorang suami isteri menderita penyakit gila. 4. Fasakh terjadi karena isteri yang musrik tidak mau masuk islam setelah suaminya masuk islam, sedangkan wanita tersebut menuntut perceraian dari suaminya. 5. Fasakh disebabkan salah seorang suami/isteri murtad dan menjadi musyrik/musyrikah. 6. Fasakh terjadi karena li’an 7. Faskah disebabkan adanya cacat baik pada suami maupun pada isteri. 8. Menurut jumhur ulama, hakim juga harus campur tangan dalam fasakh yang disebabkan suami tidak mampu memberi nafkah, baik pangan, sandang, maupun papan. 9. Fasakh karena suami dipenjara. Akibat Fasakh Fasakh yang semula dapat membatalkan akad, maka di sini timbul beberapa ketentuan hukum, misalnya : tidak ada kewajiban mahar, haram kawin untuk selamalamanya, bila fasakh itu terjadi dengan mahar, disarming itu tidak mesti menunggu keputusan hakim. Namun dalam kasus-kasus lain biasanya lebih banyak harus diputuskan oleh hakim. Disini juga, perceraian tidak dihubungkan dengan masa iddah. Akan tetapi, pada fasakh karena sebab yang datang setelah akad, maka jika itu dari isteri sebelum ditentukan mahar, maka mahar itu gugur seluruhnya. Akan tetapi, jika fasakh itu dari suami ia wajib membayar setengah dari mahar itu. Disini perceraian itu sifatnya sementara dan dihubungkan dengan masa iddah. Adapun masa iddahnya berlaku seperti iddah talak. Disamping itu, baik bentuk fasakh yang pertama atau kedua, meyebabkan perceraian, umumnya terjadi pada saat itu juga. Ketentuan hukum yang lain ialah bahwa perceraian denga jalan fasakh tidak mengurangi jumlah talak. Dan mantan isteri tidak boleh dirujuk oleh mantan suami. Jika suami mau mengambil isterinya itu kembali, ia harus nikah lagi.



10



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Talak menurut pengertian bahasa talak memiliki arti melepaskan ikatan dan membebaskan, Adapun secara istilah talak memiliki pengertian memutuskan atau membatalkan ikatan pernikahan, baik pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak ba’in) maupun pada masa mendatang, yakni setelah iddah (jika talak berupa talak raj’i) dengan menggunakan lafad tertentu. Khulu’ adalah permintaan perceraian yang timbul atas kemauan istri. Khulu’ disebut juga dengan talak tebus, karena istri akan membayarkan sejumlah harta, yang jumlahnya telah disepakati bersama, kepada suami. Dari uraian diatas dapat disimpulkan jikalau pengertian fasakh nikah adalah suatu bentuk perceraian yang diputuskan oleh hakim karena dianggap pernikahan itu memberatkan salah satu pihak baik istri atau laki-laki atau bahkan kedua belah pihak.



B. Saran Demikianlah makalah yang kami susun dengan judul “Thalaq, khulu' dan fasakh. Dalam Penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penyusunan, maupun pada materi. Mengingatakan kemampuan yang kami miliki, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah yang akan datang. Semoga Makalah ini memberikan manfaat dan faedah untuk dunia ilmu dan pengembangannya. Terutama bagi penyusun dan semua pihak yang membacanya, baik dalam lingkup lembaga pendidikan maupun selainnya.



11



DAFTAR PUSTAKA Sa’id Abdul Aziz Al-Jandul, Wanita Diantara Fitrah, Hak Dan Kewajiban, Pustaka Dariul Haq, Jakarta; 2003 Rahmat Hakim Hokum Perkawinan Islam, Pustaka Setia, Bandung; 2000 Abdurrahman Ghazali, Fiqih Munakhat, Kencana, Jakarta: 2006 Jalih Mubarok, Modifikasi Hokum Islam, Rajawali Pres, Jakarta: 2002



12