Radio Imaging Pada Pasien Ikterus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS Pembimbing : dr.Shofiatul.M ,Sp.Rad dr.Syarifah.S ,Sp.Rad Penulis : David E.D 406100085 Cindy Leoni 406091067 Roberta R 406100102



Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi Periode 4 Juli – 6 Agustus 2011



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



HALAMAN PENGESAHAN Nama



: David Eka Djaja Cindy Leoni Roberta Roanna



NIM



:406100085 406091067 406100102



Fakultas



:Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta



Bagian



:Kepaniteraan Klinik Radiologi, RSUD Ciawi



Diajukan



:1 Agustus 2011



Judul



:Radio Imaging Pada Pasien Ikterus



Ciawi, 1 Agustus 2011 Pembimbing bagian Radiologi RSUD Ciawi



dr. Shofiatul.M ,Sp,Rad



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



dr. Syarifah.S ,Sp.Rad



Page 2



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



KATA PENGANTAR Banyaknya jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan, seiring dengan berkembangnya teknologi, pasien dengan gejala ikterus dapat diketahui penyebab nya dan ini sangatlah penting untuk menentukan pengobatan yang harus dilakukan dan prognosa dari pasien tersebut. Puji dan syujur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya referat yang berjudul “Radio Imaging pada Pasien Ikterus“ ini dapat diselesaikan. Referat ini di susun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi periode 4 Juli - 6 Agustus 2011. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Shofiatul.M ,Sp.Rad dan dr.Syarifah.S, Sp.Rad, selaku pembimbing atas bantuan dan bimbingannya, serta kepada semua pihak yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan referat ini. Dalam penyusunan referat ini, penulis berusaha mendapatkan informasi dan referensi dari buku ajar yang berhubungan dengan tema referat ini. Tetapi seperti pepatah, “ Tiada Gading yang Tak Retak “ begitu juga dengan referat ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu jika ada kesalahan dari segi penulisan maupun segi isi, penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap referat ini dapat memberikan manfaat yang konkret bagi para pembaca. Terima Kasih.



Ciawi, Agustus 2011



Penulis



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 3



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN………………………………..……………………….. 2 KATA PENGANTAR……………………………………………..………………….. 3 DAFTAR ISI ………………..……………..…………………………..…….……….. 4 BAB I



: PENDAHULUAN…………………………………………………...…….. 5



BAB II : PENDEKATAN PADA PASIEN IKTERUS………………………….…. 7 2.1 Metabolisme Bilirubin……………..……………………………….…… 7 2.2 Penyakit Gangguang Metabolisme Bilirubin ………………………...…. 9 2.3 Manifestasi Klinis Kholestasis Intra dan Ekstrahepatik ……………...… 15 2.4 Diagnosis ………………………..…………………………………...…. 18 2.5 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………. 21 2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium …………………………………..…. 21 2.5.2 Pencitraan ………………………………………………………. 24 2.5.3 Biopsi Hati …………………………..……………….…………. 25 2.6 Pengobatan ………………………………………….………..…………. 26 BAB III : IMAGING PADA IKTERUS OBSTRUKTIF ……………………………. 28 3.1 Foto Polos Abdomen ……………………………………………………. 28 3.2 Ultrasonografi …………………………………………………..………. 28 3.3 Endoscopy Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) ………….…. 34 3.4 Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) ……..……….36 3.5 Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC) …………………..… 37 3.6 Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD) ……………….…. 38 3.7 CT Scan ………………………………………………………………… 38 BAB IV : KESIMPULAN ……………………………………………………………. 40 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 41



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 4



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



BAB I PENDAHULUAN Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata, atau jaringan lainnya (membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubun yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.1



Bilirubin adalah zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan hemoglobin (zat merah darah) pada sistem RES dalam tubuh. Selanjutnya mengalami proses konjugasi di lever dan akhirnya di-ekskresi (dikeluarkan) oleh lever ke empedu, kemudian ke usus. Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Sedangkan pada ikterus patologis,



kadar



bilirubin



darahnya



melebihi



batas,



dan



disebut



sebagai



hiperbilirubinemia.2



Ikterus sebaiknya diperiksa dalam cahaya terang siang hari, dengan melihat sclera mata. Karena ikterus yang paling ringan lebih mudah terlihat pada jaringan permukaan yang kaya jaringan elastin seperti sklera mata dan jaringan dibawah lidah, dan kalau ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl, jika ikterus sudah terlihat dengan jelas maka kadar bilirubin mungkin sekitar angka 7 mg/dl. Kadar normal serum bilirubin adalah berkisar antara 0,3-1,0 mg/dl.



Untuk pendekatan diagnosa terhadap pasien ikterik perlu dipikirkan yaitu apakah peninggian bilirubin direk atau indirek dan apabila yang meninggi bilirubin indirek (unconjugated), apakah disebabkan oleh produksi yang meningkat, pengambilan (uptake) yang berkurang atau gangguan dalam konyugasi. Apabila yang meningkat bilirubin direct (conjugated) apakah intrahepatik atau ekstrahepatik.1



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 5



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS Banyaknya pemeriksaan yang dapat dilakukan padan penderita ikterus belum tentu dapat menentukan diagnosa yang tepat. Oleh karena itu diperlukan algoritme pemeriksaan yaitu pemeriksaan yang sistimatik dan terarah dalam rangka penentuan diagnosa.



Dalam usaha menentukan diagnosa ikterus dilakukan pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran saluran empedu dan dapat menunjukan letak dari sumbatan. Banyaknya imaging yang dapat dilakukan dengan memakai alat dari konvensional sampai alat canggih maka pemilihan pemeriksaan adalah amat penting.



Pemeriksaan Radiologi/imaging untuk menentukan penyakit penyebab ikterus yang sering



digunakan



Endoscopic



adalah



Retrograde



Ultranonografi,



Computerized



Cholangiopanreografi



(ERCP),



Tomografi(CT



scan),



Magnetik Resonance



cholangiopancreotografi (MRCP), Percutaneus Transhepatic Cholangiografi (PTC), PTBD.3



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 6



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



BAB II PENDEKATAN PADA PASIEN IKTERUS Untuk melakukan pendekatan terhadap pasien dengan gejala klinik berupa ikterus, perlu diketahui mengenai metabolisme Bilirubin dalam tubuh, penyebab dari penyakit tersebut, dan yang tidak kalah pentingnya adalah mendiagnosa penyakit tersebut dengan pemeriksaan penunjang yang tepat.



2.1 METABOLISME BILIRUBIN Pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase yaitu: 1) Pembentukan bilirubin (fase pra hepatik), 2) Transpor plasma (Fase prehepatik), 3) Liver uptake (fase intra hepatik), 4) Konyugasi (fase intrahepatik), 5) Ekskresi bilirubin (fase pasca hepatik). Fase prahepatik 1. Pembentukan bilirubin: Sekitar 80%-85% bilirubin diproduksi dari pemecahan sel darah merah yang matang dalam monosit-makrofag sistem. Sedangkan 20% sisanya dihasikkan dari protein heme yang berasal dari sumsum tulang dan hati. Rata-rata masa hidup sel darah merah adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 ml darah dipecah, dan sekitar 250-350 mg bilirubin dihasilkan. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase, enzim lain biliverdin reduktase merubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama pada sel sistem retikuloendotelial. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. 2. Transpor plasma: Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran glomerulus , karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan dengan albumin ini dapat melemah pada keadaan asidosis dan dengan beberapa obat seperti sulfonamid dan salisilat. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 7



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS dengan mudah mencapai jaringan seperti susunan saraf pusat, fenomena ini menjelaskan efek neurotoksik yang ditimbulkan oleh hiperbilirubinemia neonatal. Fase intrahepatik 3. Liver uptake : Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat pada albumin akan dibawa ke sel hepar tempat sel tersebut berdosiasi dan bilirubin memasuki sel hepar (hepatosit) melalui difusi atau transport melalui membran plasma. Proses ambilan dan penyimpanan bilirubin selanjutnya dalam hepatosit meliputi pengikatan bilirubin dengan protein protein pengikat anion sitoplasmik, khususnya ligandin yang mencegah aliran bilirubin kembali kedalam plasma. 4. Konjugasi: Bilirubin tak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air, kecuali bila jenis bilirubin terikat dengan dengan molekul albumin, karena albumin tidak terdapat dalam empedu, maka bilirubin harus dikonversi menjadi derivat yang larut air sebelum diekskresikan



oleh sistem bilier. Proses ini



terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukoronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi konjugasi terjadi dalam retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronil transferase. Fase pascahepatik 5. Ekskresi bilirubin: Bilirubin konjugasi dikeluarkan kedalam empedu, setelah dikeluarkan kedalam empedu , bilirubin terkonjugasi akan diangkat lewat saluransaluran bilier kedalam duodenum. Bilirubin terkonjugasi tidak diabsorpsi kembali oleh mukosa usus. Jenis bilirubin ini akan diekskresikan tanpa perubahan kedalam tinja atau dimetabolis oleh bakteri ileum dan kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diserap kembali dari usus halus serta kolon dan memasuki sirkulasi portal. Sebagian urobilinogen portal



diambil oleh hepar dan



dieksresikan kembali kedalam empedu, dan sisanya akan memasuki hepar serta diekskresikan oleh ginjal. Mekanisme ini disebut fase intestinal metabolisme bilirubin. Dalam kondisi normal , ekskresi urobilinogen ke dalam urin tidak lebih dari 4 mg. Kalau ambilan hepatik dan dan ekskresi urobilinogen terganggu (misalnya pada penyakit hepatoseluler),



atau produksi bilirubin



mengalami



peningkatan yang sangat besar (misal pada hemolisis), ekskresi urobilinogen tiap hari kedalam air kemih



dapat meningkat secara bermakna. Berbeda dengan



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 8



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS kolestasis atau obstruksi bilier ekstra hepatik akan menggangu fase intestinal metabolisme bilirubin dan menimbulkan penurunan secara nyata produksi serta ekskresi



urobilinogen kedalam urin. Dengan demikian, pengukuran kadar



urobilinogen dalam urin dapat dijadikan alat yang berguna untuk membedakan keadaan yang mungkin merupakan penyebab hiperbilirubinemia. Urin dalam keadaan normal tidak mengandung bilirubin yang terdeteksi lewat pengukuran kadar yang biasa dilakukan di klinik, karena bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin tidak akan tersaring oleh glomerulus ginjal. Karena tidak terdapat proses sekresi bilirubin dalam tubulus ginjal, bilirubin tak terkonjugasi



tidak



diekskresi



kedalam



urin.



Berbeda



dengan



bilirubin



terkonjugasi, dimana merupakan molekul polar yang tidak terikat albumin, fraksi ini dengan jumlah yang signifikan akan akan beredar dalam bentuk tidak terikat, kemudian akan disaring oleh glomerulus renal dan muncul dalam urin. Adanya bilirubin dalam urin menunjukkan bukti adanya hiperbilirubinemia terkonjugasi dan dapat dijadikan sarana yang berguna untuk perbedaan secara dini dalam mengevaluasi gejala ikterus. Garam-garam empedu akan meningkatkan filtrasi bilirubin konjugasi, dan dengan keadaan yang berkaitan pada peningkatan garamgaram empedu yang beredar (misalnya kolestasis, obstruksi bilier ekstrahepatik), ekskresi bilirubin lewat ginjal memperlihatkan kenaikan yang bermakna.1



2.2 PENYAKIT GANGGUAN METABOLISME BILIRUBIN Kita harus bisa menentukan apakah keadaan ikterus pada pasien disebabkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi atau tidak terkonjugasi. Tanpa adanya pengukuran kimiawi yang tersedia, cara pendekatan yang sederhana adalah dengan menentukan apakah terdapat bilirubin dalam urin. Tidak adanya bilirubin dalam urin menunjukkan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi karena pigmen ini tidak akan tersaring oleh glomerulus renal, sebaliknya, keberadaan bilirubin dalam urin menunjukkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Pendekatan dalam penyusunan klasifikasi ikterus dapat dilihat dibawah ini



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 9



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi A. Overproduksi 1. Hemolisis Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan menimbulkan peningkatan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering terjadi akibat hemolisis intravaskuler (misalnya yang berkaitan dengan kelainan autoimun, mikroangiopati, atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Produksi bilirubin yang berlebihan dicerminkan dalam bentuk peningkatan kadar bilirubin yang mencapai 3mg/dl – 4mg/dl dengan dominasi oleh bilirubin tidak terkonjugasi. 2. Eritropoiesis Inefektif B. Penurunan ambilan hepatik 1. Puasa yang Lama 2. Sepsis C. Penurunan konjugasi bilirubin (penurunan aktivitas enzim hepatik glukoronil tranferase) 1. Defisiensi herediter enzim transferase a. Sindrom Gilbert (defisiensi transferase ringan) Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang menjadi penting secara klinis karena kedaan ini sering disalahartikan penyakit hepatitis kronis. Penyakit ini menetap, sepanjang hidup dan mengenai sejumlah 3% -5% penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa muda dengan keluhan tidak spesifik secara tidak sengaja. Patogenesisnya adalah gangguan ambilan bilirubin oleh hepar. Dimana ambilan bilirubin oleh hepatosit memerlukan disosiasi molekul pigmen non polar dari albumin, transportasi memintasi membran sel, dan npengikatan pada ligandin. Pada sirosis hepatis mekanisme ini tidak terjadi, Sindroma gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan test faal hati yang normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin dan fraksi bilirubin Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 10



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS indirect yang dominan. Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia retikulositosis. Histologi hati normal, namun biopsi hati tidak diperlukan untuk diagnosis. b. Sindrom Crigler-najjar Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh kekurangan glukoroniltransferase dan terdapat dalam dua bentuk. Pasien dengan otosom resesif tipe I (lengkap=komplit) mempunyai hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya meninggal pada umur 1 tahun. Pasien dengan otosom resesif tipe II (sebagian=parsial) mempunyai kadar bilirubinemia yang kurang berat ( 50%) diakibatkan oleh satu dari 3 kelompok ganguan, termasuk penyakit hepatoseluler, obstruksi biliaris intrahepatik (kolestasis) dan obstruksi biliaris ekstrahepatik. Tujuan awal adalah penentuan kategori mana dari penyakit yang menjelaskan ikterus pasien. Pusat dari penentuan ini adalah evaluasi klinis yang cermat, yang termasuk riwayat, pemeriksaan fisik, tes fungsi hati dasar dan hitung darah lengkap. Dengan menggunakan alat yang sederhana, dokter yang berpengalaman dapat menentukan semua sifat ikterus pada kebanyakan kasus. Lebih penting lagi, hasil evaluasi klinis mengarahkan dokter pada kemajuan logis mengenai uji pencitraan, tes serologis dan evaluasi patologik. Evaluasi klinis awal harus terfokus pada gambaran penyakit pasien yang membedakan antara penyakit hepatoseluler, kolestasis intrahepatik dan obstruksi biliaris ekstrahepatik.



Riwayat penyakit rinci dan pemeriksaan jasmani sangat penting, karena kesalahan diagnosis terutama dikarenakan penilaian klinis kurang atau gangguan laboratorium yang berlebihan. Anamnesa yang dibuat juga harus berisi lamanya gejala berlangsung Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 18



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS ada dan sifat nyeri abdomen, demam atau gejala peradangan lainnya, perubahan selera makan, berat badan, kebiasaan buang air besar. Perhatikan juga adanya riwayat transfusi darah, penggunaan obat-obat intravena, hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti, dan pengunaan alkohol. Riwayat pengobatan juga harus dicermati, obat-obat tertentu yang dapat menyebabkan baik kolestasis, seperti anabolik steroid dan klorpromazin, maupun nekrosis sel hati, seperti asetaminofen atau isoniazid. Riwayat antralgia merujuk pada hepatitis virus akut. Penyakit virus juga harus diperhatikan pada pasien yang pernah bepergian ke negara-negara berkembang endemik hepatitis E, yang ditularkan secara enteral atau negara asia timur yang penyebaran hepatitis B dan C secara parenteralnya luas. Pruritus seringkali dikaitkan dengan kolestasis kronik berasal baik dari obstruksi ekstrahepatik ataupun penyakit kolestatik hati seperti kolangitis sklerosing atau sirosis kandung empedu primer. Sebaliknya, tinja yang akolik sering terjadi pada pasien obstruksi kandung empedu ekstrahepatik akibat tumor, koledokolitiasis, atau secara sekunder akibat kelainan kandung empedu kongenital seperti peradangan kista koledukus. Adanya tinja akolik dan heme-positif (tinja perak) merujuk pada tumor traktus biliaris distal seperti ampula, periampula atau kolangiokarsinoma. Gabungan ini juga terdapat pada pasien karsinoma pankreas yang menyebar pada traktus biliaris atau duodenum. Ikterus, dalam kaitannya dengan operasi kandung empedu dimasa lalu, mengarahkan pada penyakit batu yang kambuh atau masih tersisa, striktur biliaris, atau obstruksi berulang yang akibat tumor membesar. Akhirnya, keadaan yang telah ada sebelumnya atau yang telah mendasari terjadinya penyakit hepatobilier harus dihilangkan. Misalnya, penyakit radang usus, terutama kolitis ulseratif, berkaitan dengan kolangitis sklerotikan. Kehamilan merupakan faktor predisposisi kolestasis, steatosis, dan gagal hati akut. Gagal jantung kanan dapat mengakibatkan kongesti hepatik dan kolesatasis, sepsis dapat mengakibatkan ganguan transpor bilirubin tertentu atau kolestasis intrahepatik luas.



Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan (bagian kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut (painless jaundice). Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 19



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi sering warna kuning sklera mata memberi kesan berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan pada kolestasis intrahepatik.



Pemeriksaan fisik



Pemeriksaan fisik juga penting untuk mengarahkan evaluasi selanjutnya. Ekskoriasi menunjukkan adanya kolestasis lama atau obstruksi bilier berat, dan ikterik yang berwarna kehijauan mengarahkan pada penyakit hati tertentu yang berat atau kronik, seperti sirosis biliaris, kolangitis sklerotikans, hepatitis kronik berat, atau obstruksi akibat keganasan yang lama. Demam dan nyari di epigastrium atau kuadran kanan atas seringkali berkaitan dengan koledokolitiasis dan kolangitis atau kolesistitis. Sebaliknya, obstruksi biliaris akibat keganasan menampakkan ikterik yang tidak sakit. Hati yang membesar dan lunak mengarahkan pada peradangan hati akut atau tumor hati yang cepat membesar, sedangkan kandung empedu yang teraba merujuk pada obstruksi biliaris akibat tumor ganas. Adanya splenomegali dapat merupakan petunjuk adanya hpertensi portal, dari hepatitis kronik aktif, alkoholik berat atau hepatitis virus akut, atau sirosis. Sirosis juga berkaitan dengan keadaan hiperestrogen yang memberikan gejala ginekomastia, atrifi testis, atau angioma laba-laba. Atrofi testis dapat nyata pada sirosis akibat penyakit hati alkohol atau hemokromatosis. Eritema palmaris, telangiektasis wajah, dan kontraktur dupueytren juga dihubungkan dengan sirosis, terutama akibat menkonsumsi alkohol secara kronik. Pengurusan atau limphadenopati merujuk pada keganasan, bila splenomegali tanda-tanda ini mengarah pada tumor pankreas yang menyumbat pembuluh darah splannikus atau limphoma yang bermetastasis. Pada pasien dengan riwayat yang mengarah pada keganasan, perhatikan terutama pada temuan yang menyokong tumor primer, yaitu tinja heme-positif, massa pada payudara atau abdomen, benjolan tiroid, dan limphadenopati supraklavikular. Temuan fisis yang dikaitkan dengan penyakit hati spesifik adalah pelebaran pembuluh darah leher dan refluks hepatojuguler (gagal Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 20



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS jantung kanan), Xantoma (sirosis biliaris primer), dan cincin kaiser-fleisccher (penyakit wilson)1



2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG 2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium awal harus ditujukkan pada pembagian bilirubin serum. Bila terjadi hiperbilirubinemia yang didominasi oleh bilirubin tak terkonjugasi (indirek), maka pikirkanlah gangguan hemolisis seperti autoimun atau anemia hemolitik, mikroangiopati, kegagalan sumsum tulang, atau resorpsi hematom yang besar. Penyebab paling sering peningkatan bilirubin tak terkonjuasi adalah sindroma gillbert, suatu keadaan yang diwariskan akibat defisiensi ringan glukoronil transferase hepar. Penderita sindroma gillbert mengalami berbagai peningkatan bilirubin tak terkonjugasi didalam sirkulasi, terutama dalam hubungannya dengan stres fisis, demam, infeksi atau bedah yang sedang berlangsung, puasa, atau peminum alkohol berat. Kelainan metabolisme ringan ini tidak mengeluarkan gejala selain ikterik, dan tidak berkaitan dengan kelainan enzim hati, atau pengaruh jangka panjang lainnya.



Hiperbilirubinemia terkonjugasi (direk) biasanya berasal dari gangguan sel hepar dan penyakit kolestatik hati, atau obstruksi bilier ekstrahepatik. Karena kerja glukuronil tranferase hati kebanyakan normal, pembentukan bilirubin glukuronida yang adekuat dapat terjadi bersamaan dengan penyakit hati berat. Pada pasien hiperbilirubinemia terkonjugasi primer, adanya dan sifat enzim hati abnormal merupakan petunjuk penting mengenai sifat proses yang sedang berlangsung. Hiperbilirubinemia terkonjugasi tanpa kelainan enzim hati jarang terjadi, tetapi dapat dijumpai pada kehamilan, sepsis, atau setelah dioperasi. Naiknya bilirubin terkonjugasi saja merupakan manifestasi utama dua kelainan yang diturunkan, yaitu sindroma rotor dan dubin-johnson, dan dapat juga dijumpai pasien kolestasis intrahepatik benigna yang kambuh. Peningkatan Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 21



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS aminotransferase yang tidak sebanding dengan enzim hati lainnya, merujuk pada perusakan sel-sel hati, terutama hepatitis toksik, virus, atau iskemi, sedangkan peningkatan alkalin posfatase, 5’1-nukleo-tidase dan atau gamaglutamil transpeptidase lebih mengarah pada kolestasis intrahepatik atau obstruksi ekstra hepatik. Walaupun pola ini tidak dapat dipakai sebagai patokan diagnostik, hal-hal tersebut penting sebagai petunjuk pemeriksan.



Hiperbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan alkali fosfatase yang normal menunjukan kemungkinan proses hemolisis atau penyakit gilbert syndrome, ini dipastikan dengan fraksionas bilirubin. Sebaiknya beratnya ikterus danfraksionas bilirubin tidak membantu untuk membedakanikterus hepatoselular dari ikterus kolestatik. Peninggian aminotransferase >500U lebih mengarah ke hepatitis atau keadaan hipoksia akut, peninggian fosfatase alkali yang tidak proporsional lebih mengarah kepada kolestatik atau kelainan infiltratif. Pada keadaan yang disebut belakangan bilirubin biasanya normal atau hanya naik sedikit saja. Bilirubin diatas 25 sampai 30 mg/dl (428513umol/L) seringkali disebabkan hemolisis atau disfungsi ginjal menyertai pada keadaan penyakit hepatobilier yang berat. Penyakit yang disebut terakhir saja jarang mengakibatkan keadaan ikterus yang berat.



Kadar albumin yang rendah dan globulin yang tinggi menunjukan adanya penyakit yang kronis. Peningkatan waktu protrombin yang membaik setelah pemberian vitamin K (5-10mg IM selama 2-3hari) lebih mengarah kepada keadaan kolestatik daripada proses hepatoseluler. Namun hal ini tidak bisa terlalu dipastikan karena pada pasien dengan penyakit hepatoselulerpun pemberian vitamin K bisa juga memberikan perbaikan.



Pasien yang pemeriksaan klinis dan anamnesisnya mengarah kepada sel hepar harus menjalani pemeriksaan hepatitis virus, keracunan obat, kongesti hepar, dengan gejala seperti gagal ventrikel kiri atau obstruksi akut vena hepatika, atau hepatitis iskemia. Pada keadan klinis, pemeriksaan serologis amat penting Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 22



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS dalam menegakkan diagnosis, atau menyingkirkan diagnosis hepatitis A, Hepatitis B akut dan kronik, hepatitis C dan D. Penyebab umum hepatitis toksis adalah asetaminofen, isoniazid, dan obat anestesi halogen . penyakit hati alkohol terutama rentan terhadap keracunan asetaminofen, yang mungkin timbul dalam dosis terapeutik pada orang tertentu. Pasien yang sel hatinya dicurigai rusak, biopsi hati dapat memberikan keterangan diagnostik dan prognostik yang penting. Hasil biopsi perkutan, transjugular, atau laparoskopi juga memberikan informasi penting bagi terapi yang optimal. Peranan pencitraan hepatobilier pada pasien ini tidak jelas.6



2.5.2 Pencitraan Pada beberapa kasus, identifikasi lesi fokal menggunakan tomografi terkomputasi (CT Scan), Ultrasonografi (USG), atau pencitraan magnetik (MRI) dapat meningkatkan ketepatan diagnostik. Teknik pencitraan ini juga dapat membantu menegakkan diagnosis adanya deposisi lemak hati, sirosis, atau penumpukan besi hepar yang berlebihan pada hemokromatosis. Ultrasonografi merupakan cara yang sangat sensitif untuk mendeteksi adanya asites. Berdasarkan adanya analisis doppler, cara ini mengungkapkan keutuhan dan arah aliran vena porta dan vena hepatika, kadang-kadang dapat berfungsi sebagai alat diagnostik non-invasif untuk trombosis vena porta dan sindroma butt-chiari.



Pencitraan hepatobiliaris. Untuk pasien yang menjalani evaluasi klinis dan kimiawi hati menunjukkan kolestasis atau obstruksi biliaris ekstrahepatik, pencitraan biliaris merupakan alat diagnostik dini yang penting untuk membedakan penyabab intrahepatik dengan obstruksi ekstra hepatik. USG dan pemindaian CT



mendeteksi duktus biliaris ekstrahepatik yang berdilatasi



dengan sensitivitas yang besar. Pada keadaan tidak ada riwayat pembedahan hepatobiliaris sebelumnya, spsifisitas tes ini untuk mengidentifikasi duktus ekstrahepatik yang berdilatasi adalah diatas 90 %. Kedua tekhnik merupakan indikator massa pankreas, portal dan intrahepatik yang sensitif dan juga efektif Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 23



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS didalam mendiagnosis obstruksi biliaris



dari batu terimpaksi atau tumor.



Selain itu, USG mempunyai arti yang sangat efektif dalam mendeteksi batu dalam kandung empedu dan sedikit lebih sensitif dibandingkan CT Scan. Teknik pencitraan diangap kurang snsitif dalam mendeteksi koledokolitiasis. Kedua teknik ini gagal mendeteksi sekitar 40% batu dalam duktus, maskipun uji yang terseleksi mendukung bahwa CT Scan sedikit lebih baik saat mendeteksi batu dalam duktus yang tidak berdilatasi.



Pada pasien dengan tanda klinis dan radiografik obstruksi biliaris ekstrahepatik, evaluasi



selanjutnya



haru ditunjukkan langsung



untuk



menentukkan penyebab obstruksi dan menunjukkan kesembuhan yang cepat. Massa yang diidentifikasi dengan USG, CT Scan atau MRI, biasanya dapat diperoleh dengan biopsi perkutaneus langsung secara radiografi. Definisi dan kesembuhan selanjutnya dari obstruksi biliaris ekstrahepatik sering dapat dileengkapi dengan kolangiografi endoskopik atau perkutaneus. Ditangan dokter yang berpengalam, duktus biliaris yang berdilatasi dapat dinilai secara perkutan pada lebih dari 90% pasien, duktus tidak berdilatasi pada 70%. Kolangiografi transhepatik perkutan (PTC) terutama berguna untuk pencitraan dan drainase pasien dengan pasien obstruksi biliaris diatas bifurcatio duktus empedu dan pada pasien yang mengalami obstruksi tidak dapat sembuh selama kolangiografi endoskopik. Pengumpulan empedu untuk analisis sitologi juga dapat memberikan identifikasi lesi yang mengalami obstruksi. Endoskopi kolangio pankkreatografi retrograde (ERCP) sering merupakan teknik yang lebih disukai untuk mendiagnosis dan mengobati obstruksi biliaris distal. Selain kolangiografi, ERCP memberikan kesemopatan untuk inspeksi dan biopsi ampula vater dan duodenum yang mengelilingi (daerah yang sering dari tumor yang menyumbat duktus biliaris), visualisasi duktus pankreas untuk mendeteksi tanda batu duktus pankreas atau tumor pankreas kecil, dan biopsi langsung epitel duktus empedu dan caput pankreas. PTC dan ERCP dapat menghilangkan obstruksi maligna dan disolusi atau membuat fragmen batu duktus. ERCP juga memberikan kesempatan untuk kesembuhan jangka Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 24



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS panjang penyakit batu melalui papilotomi endoskopik, dan merupakan pendekatan yang lebih disukai terhadap batu intraduktur yang tetap ada setelah pembedahan atau kolesistektomi laparoskopik.



Untuk pasien dengan tanda klinis kolestasis yang mempunyai duktus dengan kaliber normal, perhatian harus terfokus pada kolestasis intrahepatik yang disebabkan oleh sirosis biliaris primer, obat-obat atau toksin (termasuk etanol) dan obstruksi ekstrahepatik tanpa dilatasi duktus, yang dapat disebabkan oleh kolangitis sklerosing primer atau kemoterapi arteri intrahepatik dan kadangkadang terlihat pada pasien dengan AIDS, dan kolangiokarsinoma. Jika gambaran klinis lebih mendukung kkolestasis atau sirosis biliaris, biopsi hati dapat meberikan arah diagnosis langsung. Sebaliknya kolangiografi dengan analisis sitologik empedu dan atau biopsi epitel duktus merupakan indikasi pada pasien yang mempunyai gejala mendukung obstruksi ekstra hepatik, seperti pasien dengan ikterus dan duktus yang tidak berdilatasi pada keadaan berat badan turun, lifadenopati atau penyakit usus inflamasi.3



2.5.3 Biopsi hati



Pemeriksaan biopsi hati perkutan mempunyai arti yang sangat penting, namun jarang dibutuhkan pada pasien ikterus. Pemeriksaan peritonoskop (laparoskopi) memunkinkan untuk memeriksa langsung hati dan kandung empedu dan bermanfaat untuk pasien tertentu. Laparotomi diagnostik jarang diperlukan pada pasien dengan kolestasis atau hepatosplenomegali yang belum bisa diterangkan penyebabnya.



Biopsi hati akan menjelaskan diagnosis pada kolestasis intrahepatik, walaupun demikian, bisa timbul juga kesalahan, terutama jika penilaian dilakukan oleh yang kurang berpengalaman. Biopsi aman pada umumnya pada kasus dengan kolestasis, namun yang berbahaya pada keadaan obstruksi ekstrahepatik yang Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 25



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS berkepanjangan, karenanya harus disingkirkan dulu dengan pemeriksaan pencitraan sebelum dilakukan biopsi.



Kecuali pasien dalam keadaan kolangitis supurativa, kolangitis bukan keadaan emergensi. Diagnosis sebaiknya ditegakkan melalui penilaian klinis, dengan bantuan alat penunjang khusus jika ada. Jika diagnosis tidak pasti, ultrasonografi atau CT akan sangat membantu. Obstruksi mekanis dapat ditegakan jika jika ditemukan tanda pelebaran saluran bilier., terutama pada pasien dengan kolestasis yang progresif. Pemeriksaan lebih lanjut dengan kolangiogafi langsung (ERCP, PTC, MRCP) dapat dipertimbangkan. Jika pada pemeriksaan ultrasonografi tidak ditemukan pelebaran saluran empedu, sangat mungkin lebih cenderung ke masalah intrahepati, dan biopsi sangat dianjurkan.



Jika alat penunjang tersebut diatas tidak terdapat, maka laparoskopi diagnosis harus dipertimbangkan, jika pertimbangan klinis lebih menjurus ke sumbatan ekstrahepatik dan kolestasis memburuk progresif.5



2.6 PENGOBATAN Pengobatan ikterus sangat bergantuing pada penyakit penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversible (seperti pada keadaan sirosis billier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16g/hari PO dalam dosis terbagi dan yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin K1) 5-10mg/hari SK untuk 2-3 hari.



Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 26



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini dan steatorhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain trigliceride.



Sumbatan bilier ekstrahepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu duktus, atau insersi stent dan drainase via kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non operable, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan laparotomi pada pasien dengan batu di duktus koledokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran empedu.7



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 27



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



BAB III IMAGING PADA IKTERUS OBSTRUKSI Banyak



pemeriksaan Radiologi/Imaging yang dapat dilakukan untuk diagnosa :



3.1 Foto polos abdomen . Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di duktus kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen. 3.2 Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis. meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.



Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double vessel, dan imajing ini disebut “double barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel sign”.



Pada potongan melintang



pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda membentuk “shot gun sign”. Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 28



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok.



Gambaran Ultrasonografi pada beberapa penyakit yang menyebabkan onstruksi duktus biliaris :



a. Kista duktus kholedekus : Kista duktus kholesdekhus adalah pelebaran kistik dari duktus biliaris yang biasanya didapat secara kengenital. Kelainan ini bisa disertai oleh pelebaran duktus biliaris intra hepatal.



Pada USG akan terlihat banyangan masa kistik yang berhubungan dengan duktus biliaris dan kenmungkinan akan terlihat bayangan batu atau infeksi kandung empedu. Pada caroli disease yang meruipakan tipe V dari kista duktus kholesderkhus disini akan terlihat pelebaran duktus bikkiaris intra hepatal saja yang berbentuk kistik, disini juga kemungkinan akan terlihat batu atau proses peradangan.



b. Karsinoma pada saluran empedu intra hepatik. Karsinoma saluran



empedu intra hepatik yang biasanya disebut kholangio



karsinoma intra hepatik adalah tumor kedua terbanyak sesudah hepatoseluler karsinoma. Kholangio karsinoma intra hepatik dikelompokan atas 2 jenis yaitu : ° Periferal kholangiokarsinoma ° Hilar kholangiokarsinoma atau biasa disebut tumor klatskin



Periferal



kholangiokarsinoma



berasal



dari



duktus



biliaris



intra



lobuler,



sedangkan Hilar kholangiokarsinoma berasal dari duktus hepatikus utama (duktus hepatikus komunis) atau percabangan dari duktus hepatikus utama. Secara USG perferal kholangiokarsinoma biasanya terlihat sebagai massa hipoekhoik yang tun ggal dan homogen, dan kadang-kadang terlihat nodul. Jika terlihat banyangan



hiperekhoik



dengan



banyangan



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



akustik



ini



biasanya



karena Page 29



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS kalsifikasi. Pada periferal kholangiokarsinoma tidak terlihat trombus pada vena porta. Hilar kholangio karsinoma yang sering disebut tumor klatskin atau sentral kholangio karsinoma biasanya lebih sering dibandingkan dengan periferal kholangio karsinoma.



Pada USG terlihat dujktus biliaris intra hepatal berdilatasi sedangkan duktus biliaris ekstra hepatal normal. Massa terlihat hipekhoik/ekhogenik dengan batas tidak tegas, ireguler dan biasanya menginfiltrasi kedaerah sekitarnya.



c. Karsinoma primer saluran empedu ekstra hepatic Karsinoma duktus biliaris ini biasanya neoplasma yang jarang terjadi. Pertumbuhan tumor ini sering tersembunyi sampai timbulnya obstruksi aliran empedu yang menyebabkan ikterus obstruktif. Gambaran umum dari tumor ini mempunyai 3 type : 1. Tipe papiller tumbuh kedalam lumen dari duktud biliaris. 2. Tipe Noduler membentuk suatu massa lobulated dan tumbuh pada porstio dari duktus. 3. Tipe difus pada dinding duktud biliaris yang menebal Pada ultrasonografi, tumor saluran empedu ini akan terlihat sebagai suatu massa bergema tinggi atau hampir sama dengan hati serta tidak mempunyai bentuk yang khas, permukaannya dapat reguler maupun ireguler. Struktur gema dapat homogeny maupun heterogen.



d. Sklerosing Kholangitis Sklerosing kholangitis dibedakan antara : a. Primer kholangitis b. Sekunder kholangitis Primer kholangitis adalah penyakit autoimun sedangkan sekunder kholangitis adalah akibat penyakit kronis yang menimbulkan komplikasi pada traktur biliaris misalnya pada infeksi kronis, infeksi parasit dan AIDS. Pada USG : akan terlihat penyempitan ireguler dari duktus biliaris dengan dinding yang menebal dan Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 30



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS ireguler.



e. Batu empedu Batu dalam empedu mungkin tunggal



maupun multipel. Kadang-kadang akan



didapatkan batu yang bertindak sebagai katup sehingga akan timbul fluktuasi dalam intensitas ikterusnya. Batu akan tampak sebagai struktur hiper ekhoik dengan bayangan akustik dibelakangnya.



Batu dibagian distal saluran empedu ekstra



hepatic lebih sukar ditegakkan



diagnosisnya dibandingkan dengan batu dibagian proksimal saluran empedu ekstra hepatik. Bahkan kadang-kadang tidak mungkin ditentukan secara USG dan memerlukan pemeriksaan konfirmatif missal ERCP. Penghalang utama adalah gas pencernaan dan jalan anatomis saluran empedu ini.



Batu bias timbul di saluran intra hepatic maupun di ekstra (duktus choledochus). Kholedokkholitiasis adalah batu di dalam duktus choledocchus. Batu ini bisa single maupun multiple. Batu yang tertanam biasanya terjadi di bagian bawah duktus diatas ampula



vateri. Intensitas ikterus biasanya fluktuasi/hilang timbul dimana batu



bertindak sebagai katup (“ball valve”). Obstruksi partial masih mengeluarkan cairan empedu ke dalam duadenum.



Secara sonografi terlihat Common Bile Duct (CBD) berdilatasi, tampak bayangan hiperekhoik dengan bayangan akustik. Batu akan mudah terlihat karena dikelilingi oleh cairan empedu, diagnosis akan lebih sulit ketika seluruh saluran empedu tertutup/terisi oleh batu, dimana kontras antara cairan empedu dan batu menghilang. Serta tampak hanya sebagai akustik shadow yang mungkin diduga sebagai gas ech dar duodenum. Hepatolitiasi adalah batu didalam duktus intra hepatik. Batu ini lebih jarang dibandingkan batu didalam duktus ekstra hepatik. Menurut beberapa pengamat batu saluran empedu intra hepatik dijumpai kira-kira 2-3% kasus batu empedu. Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 31



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS Secara sonografi hepatolitiasis ini terlihat sebagai massa bergema tinggi dengan batas tegas dan bayangan akustik dibelakangnya di jaringan parenkim hati. Tampak pelebaran duktus biliaris intra hepatal sedangkan ekstra hepatal normal. Kandung empedu terlihat normal, dan hepar biasanya normal.



f. Hepatitis akuta Pada USG terlihat hepar yang membesar atau normal dengan densitas yang menurun disertai peninggian akhogenitas periportal. Kasang-kadang disertai penebalan dinding kandung empedu akibat inflamasi dan udema.



g. Tumor hepar Pada USG tumor hepar dapat dengan mudah didetesi, dan USG dapat membedakan tumor kistik atau solid yang sering ditemukan adalah Hepato seluler karsinoma. Hepato seluler karsinoma bisa terjadi pada hati yang normal, tetapi paling sering adalah bersama penyakit hati kronis terutama hepatitis B dan sirosis hepatis. Dia Asia Hepato seluler karsinma merupakan problem kesehatan yang cukup berat karena tinggi angka kejadian hepatitis B.



Pada USG : Gambaran hepato seluler karsinoma bervariasi bisa terlihat soliter, multifocal atau difius dan infiltrating. Ekhogenitas juga bervariasi dan gambaran secara umum pada USG tidak spesifik,



umumnya



hepato seluler karsinoma



hipervaskularisasi.



Pada USG : Gambaran hepato seluler karsinoma bervariasi flow didalam masa tumor (internal flow). Sering terlihat



trombus pada vena porta atau vena hepatika. Pada



fibrolameter hepato seluler karsinoma yang merupakan variasi dari hepato seluler karsinoma yang terjadi pada pasien yang lebih muda. Biasanya tidak disertai oleh penyakit hati kronis dan prognosa lebih baik dari hepato seluler karsinoma. Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 32



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS Pada USG : biasanya masa solid yang soliter dengan kalsifikasi didalamnya.



h. Karsinoma papila Vateri Tumor ini akan menimbulkan obstruksi pada saluran empedu ekstras hepatic maupun duktus pankreatikus, sehingga menimbulkan ikterus obstruktif. Karsinoma papila Vateri ini kadang tampak sebagai massa echogenik dengan batas yang tidak tegas, ireguler, tidak terlihat adanya bayangan akustik dibelakangnya. Namun kelainan papila Vateri ini sulit dinilai secara sonografi akibat adanya gas dalam duodenum. Pemeriksaan



Hypotonic



Maagduodenografi



dan



ERCP



merupakan pemeriksaan yang dianjurkan.



i. Pankreatitis kronis Pada pankreatitis kronis perubahan yang tampak dapat bervariasi. Pada kebanyakan kasus



tampak



batas



dari



pankreas



menjadi



ireguler



dan



ekhogenitasnya bertambah bila terdapat proses fibrosis. Ukuran pankreas juga bervariasi tergantung proses penyakit yang terjadi. Secara ringkas tanda-tanda pankreatitis kronis : ° Ukuran : mengecil, atau sedikit membesar ° Densitas gema meninggi, tekstur ekho parenkim : noduler, heterogen ° Kontour ireguler ° Pelebaran duktus pankreatikus Wirsungi yang ireguler (Zipperlike duct) khas untuk pankreatitis konis. Duktus dapat pula mengalami stenosis atau sering terdapat batu, bila banyak : multinoduler. ° Kalsifikasi pankreas.



j. Karsinoma kaput pankreas Karsinoma pancreas dapat dideteksi melalui sonografi dari tanda-tanda langsung maupun tidak langsung.



Tanda-tanda langsung, yaitu : ° Pembesaran pankreas lokal maupun menyeluruh Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 33



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS ° Perubahan kontour pankreas ° Penurunan ekhogenitas ° Pelebaran duktus pankreatikus



Tanda-tanda tidak langsung : ° Dilatasi duktus kholedokus dabn atau duktus pankreatikus utama ° Pergeseran atau penekanan vena cava inferior dan vena mesenterika superior ° Dilatasi kandung empedu ° Kemungkinan adanya metastase ke hati ° Kadang-kadang disertai ascites



Karsinoma kaput pankreas akan terlihat sebagai massa yang menonjol keluar dari batas parenkin normal, penonjolan ini akan merubah contour pankreas. Karsiona kaput pankreas harus dicurigai bila ketebalan pankreas lebih dari 3cm. Karsinoma pankreas



akan



terlihat berupa daerah dengan penurunan akhogeniotas, hanya



sebagian kecil saja yang memperlihatkan peningkatan ekhogenitas. Dilatasi duktus pankreatikus di distal tumor sering terliha bersamaan, dipercayai adanya tumor kaput pankreas. Karsinoma kaput pankreas akan menggeser dan menekan vena cava inferior dan vena mesenterika superior, serta pergeseran pembuluh darah sekitar pankreas. Dilatasi kandung empedu (Courvoiser’s sign) merupakan tanda terjadi penekanan atau infiltrasi ke ke duktus kholedokus.



3.3 Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) ERCP merupkan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai



keberhasilan



yang cukup tinggi



dan tingkat keakuratan atau



ketepatan kurang lebih 90%. Indikasi pemeriksaan ERCP yaitu : A. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatik seperti : Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 34



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS ° Kelainan di kandung empedu ° Batu saluran empedu ° Striktur saluran empedu ° Sclerosing cholangitis ° Kista duktus kholedokhus B. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kelainan pankreas serta untuk menentukan klainan baik yang jinak maupun ganas sperti : ° Keganasan pada sistem hepatobilier dan pankreas ° Pankreatitis kronis ° Tumor pankreas ° Metastase tumor ke sistem biliaris atau pankreas.



Kelainan saluran empedu baik yang intra hepatik maupun ekstra hepatik memberikan gambaran misalnya fibrosis menyebabkan gambaran kontour ireguler dengan bagianbagian striktur dan melebar. Gambaran ini terlihat pada daerah sclerosing cholangitis. Penyempitan lokal karena infiltra tumor menyebabkan dilatasi pada daerah proksimal obstruksi.



Salah satu penyebab tersering dari tersumbatnya duktus biliaris ekstra hepatal adalah kholedokolitiasis, tampak gambaran defect pengisian yang radioluscen. Penyakit yang dapat menyebabkan penyumbatan di daerah distal duktus biliaris adalah berbagai jenis tumor primer seperti : ° Karsinoma primer saluran empedu ° Metastase karsinoma ° Karsinoma kaput pankreas ° Pankreatitis kronis ° Karsinoma papila vateri



Bila terdapat striktur duktus biliaris dan permukaan mukosa duktus biliaris ireguler, kemungkinan suatu infilrasi tumor. Karsinoma pankreas dan pankreatitis kronis selalu menyebabkan striktur kedua saluran. Pada pankreatitis kronis terjadi Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 35



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS atrofi parenkin pankreas, duktus pankreatikus utama dan cabang-cabangnya dapat berdilatasi dan ireguler serta kadang-kadang dapat terlihat gambaran striktur. Sering juga diketemukan kalsifikasi dan batu di dalam duktus pankreatikus.



Gambaran pada karsinoma pankreas adalah striktur dan penyumbatan duktus pankreatikus dengan terputusnya cabang ke lateral serta duktus biliaris. Tumor dapat mengalami nekrotik dan kontran mungkin dapat masuk kedalam



tumor.



Striktur karena keganasan dapat menyerupai striktur karena proses jinak. Biasanya dilakukan aspirasi yang diambil



melalui kanul untuk kemudian



dilakukan pemeriksaan sitologi. Akurasi deteksi karsinoma pankrea dengan ERCP cukup tinggi sampai 97%.



3.4 Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat MRI. Dengan



memakai heavily



T2W



acquisition untuk



memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.



Perbandingan MRCP dengan ERCP : ° Kelainan duktus pankreatikus utama dapat dilihat dengan MRCP ° Sensitivitas untuk dilatasi cukup tinggi, tapi harus hati-hati dalam menilai adanya striktur dengan kaliber duktus yang normal ° Sensitivitas dalam mendeteksi filling defek juga tinggi ° Perubahan dari percabangan duktus pankreatikus kurang baik dengan MRCP.



Kelebihan MRCP dibandingkan dengan ERCP : ° MRCP non invasif, tanpa radiasi, dilakukan pada pasien rawat jalan tanpa analgesik atau premedikasi dan tidak menyebabkan resiko terjadinya akut pankreatitis. ° Resolusi MR CP untuk duktus utama mendekati ERCP ° MRCP dapat dilakukan pada pasien yang endoskopi tidak berhasil seperti dengan operasi



gaster/pankreas



sebelumnya,



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



obstruksi



jalan



keluar



gaster



atau



Page 36



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS transplantasi pankreas. ° MRCP dapat dikombinasikan dengan konvensional MR abdomen atas untuk penelitian yang menyeluruh dari hati, pankreas dan struktur vaskular yang berdekatan. ° Pasien dengan oklusi total duktus



pankreatikus



utama, MRCP



menunjukkan



proksimal anatominya. ° MRCP dapat menunjukkan kista atau koleksi cairan yang berdekatan dengan pancreas yang tidak berhubungan dengan duktus pankreatikus dan tidak tampak sebagai bayangan opak pada ERCP.



ERCP mempunyai kelebihan dibandingkan MRCP : ° Untuk melihat anatomi duktus dan dengan ERCP dapat melihat perubahan dini percabangan duktus. ° ERCP dapat melihat secara langsung dari papilla dan struktur anatomi berdekatan ° Sampel diagnostik cairan pankreas atau pengerokan untuk sitologi dapat diperoleh selama ERCP ° ERCP dapat digunakan untuk tindakan terapi seperti insersi stenting atau papiloomi



3.5 Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC) PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra dan intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus etiologi daripada obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC tidak hanya memberikan informasi mengenai saluran empedu tetapi



juga



mempermudah



menduga penyebabnya,



sehingga



dapat



menjadi



pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan operasinya. Jadi indikasi pemeriksaan PTC yaitu : ° Untuk membedakan ikterus obstruktif intra hepatik atau ekstra hepatik ° Untuk menentukan letak dan penyebab sumbatan (batu, karsinoma, striktur, dsb) ° Untuk menentukan penyebab sindroma postkholeksistektomi misalnya batu yang berulang, hepatolitiasis, striktur pasca bedah pada saluran empedu. Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 37



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS Gambaran yang didapat pada PTC yaitu : ° Batu



biasanya memperlihatkan filling defect serta obstruksi dengan berbentuk



cembung ° Penyempitan yang halus dengan segmen yang pendek mengindikasikan adanya struktur ° Duktus yang kaku (rigid) dan ireguler mengindikasikan suatu karsinoma ° Gambaran duktus yang berbelit-belit berkelok-kelok dan berdilatasi serta adanya obstruksi bagian distas mengindikasikan karsinoma pankreas ° Gambaran duktus yang melengkung dan menebal mengindikasikan sclerosing cholangitis



3.6 Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD) ° Tehnik sama dengan PTC hanya disini kateter masuk sampai melampaui obstruksi dan bisa sampai duodenum ° Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk kedalam “side hole” dari kateter.



3.7 CT-Scan Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan dilakukan guna menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada saluran emkpedu. Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstriktif, apakah intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris. Kunci untuk menetapkan tingkat atau penyebab dilatasi duktus biliaris adalah evaluasi yang cermat mengenai zona transisi pada tingkat dimana terjadi duktus yang melebar/dilatasi kemudian terjadi penyempitan-penyempitan duktus buliaris dan kemudian duktus yang tidak terlihat.



Dilatasi duktus biliaris dideteksi sebagai garis atenuasi yang rendah atau struktur sirkuler yang tidak memberikan penyengatan dengan pemberian kontras melalui Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 38



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS intravena. Dilatasi CBD dideteksi sebagai suatu bulatan atau struktur tubuler dekat vena porta atau dekat daerah kaput pankreas. Kandung empedu sering berdilatasi bila ada obstruksi duktus biliatis ekstra hepatik. Adanya gambaran dilatasi CBD bagian caudal dari potongan yang berdampingan dengan vena porta diduga adanya obstruksi bagian distas. Untuk mengoptimalkan deteksi



CT Scan terhadap massa pankreas



yang



menyumbat saluran empedu/duktus biliaris ekstra hepatik, maka digunakan tehnik penyengatan kontras yang dinamis. CT Scan dapat mendeteksu secara jelas apakah obstruksi saluran empedu ini disebebkan oleh karsinoma kaput pankreas.



Pemeriksaan CT Scan tanpa



kontrras



pada karsinoma



kaput pankreas terlihat



sebagai massa dengan densitas yang sama dengan jaringan perenkim yang normal, dan pada pemberian kontras secara intra vena terlihat berupa suatu daerah dengan atenuasi yang menurun dibandingkan jaringan parenkim normal.; Pemeriksaan CT Scan dapat juga memperlihatkan dilatasi duktus pankreatikus serta invasi tumor ke organ-organ sekitarnya seperti gaster, duodenum, hepar dan kelenjar getah bening. Pemeriksaan CT Scan juga lebih unggul dalam menentukan tumor saluran empedu seperti cholangiokarsinoma,



dimana



CT



Scan



dapat



memperlihatkan jika sudah terjadi inf iltrasi ke organ-organ yang berdekatan atau sudah metastase. Meskipun gambaran saluran empedu oleh CT Scan sudah sangat baik, namun dalam mendeteksi batu saluran empedu hanya 20 sampai 40 % saja dapat terdeteksi. 3



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 39



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



BAB IV KESIMPULAN Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata, atau jaringan lainnya (membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubun yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.



Secara singkat mekanisme umum yamg menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus adalah: 1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan 2. gangguan pengambilan bilirubin tak terjonjugasi oleh hati 3. gangguan konjugasi bilirubin 4. penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis



Untuk pendekatan diagnosa terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Selain itu dilakukan anamnesa



yang terinci,



pemeriksaan jasmani,



pemeriksaan laboratorium, dan



pemeriksaan radiologi. Banyak pemeriksaan untuk mendiagnosa ikterus kholastasis, karena itu diperlukan sistimatis pemeriksaan sdan pemilihan pemeriksaan yang tepat untuk dioagnosa yang akurat. Ultrasonografi dapat merupakan pemeriksaan awal sebelum melangkah ke pemeriksaan yang lebih lanjut apabila diperlukan.



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 40



RADIO IMAGING PADA PASIEN IKTERUS



DAFTAR PUSTAKA 1. Sulaiman Ali. PENDEKATAN KLINIS PADA PASIEN IKTERUS . Dalam: Aru W (Ed). Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. Jilid Satu. Edisi keempat. Balai Penerbit FKUI. Jakarta,2006: 422-425.. 2. http://bundaananda.blogspot.com/2010/07/bayi-kuning.html 3. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/04/imaging_pada_ikterus_obstruksi.pdf 4. Lindseth GN. DISORDER OF THE LIVER, GALLBLADDER, AND PANCREAS. In: Price SA and Wilson LM (Ed). Pathophysiology CLINICAL CONCEPTS OF DISEASE PROCESSES. 6th Edition. Mosby. St. Louis, Missouri. 2003: 368-401. 5. Sherlock S, Dooley. Jaundice. . In : DISEASES OF THE LIVER AND BILIARY SYSTEM. 9th Edition, Blackwell Scientific Publication. London, Edinburgh, Boston, Melbourne, Paris, Berlin, Vienna. 1993;199-213. 6. Halfman CJ. Laboratory Diagnosis of Jaundice. www.medicineNet.com, 2002. 7. Kaplan LM. Jaundice. In: Isselbacher KJ and Braunwald E (Ed). HARRISON’S PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE . 13th Edition. McGraw-Hill Book Singapore. 2003: 263-269.



Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi 4 Juli – 6 Agustus 2011



Page 41