Refarat Ileus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



REFARAT ILEUS



Pembimbing: dr. Tarmizi, Sp.B. FINACS



Disusun Oleh : Novrizal Muhammad Fadillah (21360015)



KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN MEDAN 2022



2



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan refarat ini dengan judul “Ileus”. Penyelesaian refarat ini banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Tarmizi, Sp.B FINACS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan memberi kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan refarat ini. Penulis menyadari bahwa refarat ini tentu tidak lepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga paper ini dapat memberikan manfaat.



Medan, 07 Februari 2022



Penulis



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL.................................................................................................i KATA PENGANTAR...............................................................................................ii DAFTAR ISI..............................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3 2.1 Ileus.............................................................................................................3 2.1.1 Anatomi Usus...................................................................................3 2.1.2 Histologi Usus..................................................................................6 2.1.3 Fisiologi Usus...................................................................................8 2.1.4 Definisi Ileus.................................................................................. 12



A. Ileus Obstruktif........................................................................ 12 B. Ileus Paralitik........................................................................... 30 BAB III KESIMPULAN..........................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN Ileus berasal dari bahasa Yunani eileos yang berarti sumbatan pada usus. Ileus merupakan salah satu kegawatan abdominalis yang sering dijumpai dimana terjadi hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltik usus. Gerak peristaltik seperti gerakan kontraksi bergelombang merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keadaan otot polos usus, system saraf simpatis, system saraf parasimpatis, keseimbangan elektrolit, dan sebagainya.



Ileus diklasifikasikan menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Baik ileus obstruktif maupun ileus paralitik mempunyai gambaran khas yang berbeda. Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif. Operasi juga sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu, ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, keterampilan dokter, dan kemampuan ekonomi pasien. Faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus. Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%). Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi intraabdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan obstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-75%.



1



2



1.1. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan refarat ini untuk mengatahui dan memahami tentang Ileus dan sebagai salah satu pemenuhan tugas Kepaniteraan Bedah di Rumah Sakit Umum Haji Medan Sumatera Utara. 1.2. Manfaat Pada paper ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut : 1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai Ileus. 2. Sebagai bahan referensi dan dijadikan informasi berkaitan Ileus.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Ileus



2.1.1 Anatomi Usus Sistem pencernaan manusia terdiri atas dua bagian, yaitu traktus gastrointestinal dan organ aksesoris pencernaan. Traktus gastrointestinal merupakan saluran yang menyambung dari mulut ke anus melewati rongga toraks dan abdominopelvis. Organ traktus gastrointestinal terdiri atas mulut, sebagian besar faring, esophagus, lambung, usus kecil, dan usus besar. Organ aksesoris pencernaan yaitu gigi, lidah, kelenjar ludah, hati, kantung empedu, dan pankreas.(1) 1. Usus Halus Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal, yang mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga per lima terminalnya adalah ileum.(1) 



Duodenum Duodenum merupakan bagian paling pendek dan terletak retroperitoneal. Pendarahan duodenum berasal dari arteri celiac dan superior mesenterik. Arteri celiac memberi cabang ke arteri gastroduodenal dan arteri pancreaticoduodenal ke bagian descenden duodenum. Arteri superior mesenterik melalui cabangnya arteri inferior pancreaticoduodenal memperdarahi duodenum distal. Pendarahan balik melalui vena mesenterik superior dan vena splenik ke vena porta hepatik. Duodenum dipersyarafi oleh saraf vagus dan saraf celiac dan pleksus mesenterik superior. Duodenum dan jejenum dibatasi oleh ligamentum treitz, yang merupakan pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum.(1)







Jejenum dan ileum Terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan 3



4



jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantara lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang- cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk messenterium. (1) Perdarahan jejunum dan ileum berasal dari arteri superior mesenterik (SMA). SMA berasal dari aorta abdominal kemudian menyebar diantara lapisan mesenteri dan bercabang ke jejunum dan ileum. Arteri tersebut bersatu membentuk busur dan membetuk arteri yang lurus yaitu vasa recta. Pembuluh darah balik jejunum dan ileum melalui vena superior mesenterik. Vena superior mesenterik akan menyatu dengan vena splenik membetuk vena porta hepatika. Serat saraf simpatis jejunum dan ileum berasal dari segmen T8-T10 saraf tulang belakang dan mencapai pleksus saraf mesenterik superior. Serat saraf parasimpatis berasal dari trunk vagus posterior.(2) Stimulasi simpatis menyebabkan berkurangnya peristalsis dan aktivitas sekresi, vasokonstriksi, mengurangi atau memberhentikan pencernaan dan mengalihkan darah serta energi untuk lari (fleeing) atau fighting. Stimulasi parasimpatis memiliki sifat yang terbalik dengan simpatis yaitu meningkatkan proses pencernaan. Usus kecil memiliki serat saraf sensori, hampir secara garis besar usus tidak sensitif terhadap stimulasi nyeri termasuk sayatan atau panas (burning) akan tetapi usus sensitif terhadap distensi yang di kenal sebagai kolik (nyeri abdomen secara spamodik atau keram usus).(2)



5



Gambar 1. Perdarahan usus halus 1. Usus besar Usus besar merupakan bagian akhir dari traktus pencernaan. Fungsi secara umum usus besar adalah penuntasan absorpsi, menghasilkan vitamin, membetuk feses, dan mengeluarkannya. Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) terbentang dari sekum sampai kanalis ani dan memiliki diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi semakin dekat anus semakin kecil ukurannya. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Sistem saluran pencernaan Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura kolisinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung kebawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis.



6 Disini rektum melanjutkan sebagai anus dalam perineum. (1,2) Kolon asenden dan transverse diperdarahi oleh arteri superior mesenterik dan Perdarahan balik kolon asenden ke vena meseterik superior, ileokolik, dan vena kolon kanan, sedangkan vena kolon transversus melalui superior mesenterik. Kolon desenden dan sigmoid diperdarahi oleh arteri inferior mesenterik, pembuluh darah balik melalui vena mesenteric inferior ke vena splenik dan vena porta hepatika. (2) Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut saraf nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Kolon



descendens



dipersarafi



serabut-serabut



simpatis



dari



pleksus



saraf



mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.



2.1.2



Histologi



a. Usus Halus Dinding usus halus memiliki empat lapisan (3): 



Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tidak lengkap di atas duodenum dan hampir lengkap di dalam mesenterica usus halus.



7







Tunica Muscularis. Merupakan dua selubung otot polos tak bergaris dan selubung otot ini membentuk tunica muscularis usus halus. Merupakan lapisan paling tebal dalam duodenum dan semakin ke distal, ketebalannya berkurang. Lapisan luarnya adalah stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara dua lapisan otot.







Tela Submucosa. Tela submucosa merupakan jaringan ikat longgar yang terletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang berada di bawah mukosa. Dalam ruangan ini merupakan tempat berjalannya pembuluh darah halus dan pembuluh limfe, juga ditemukan neuroplexus meissner.







Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus (kecuali pars superior duodenum) tersusun di dalam lipatan sirkular, saling tumpang tindih dan berinterdigitasi secara transversa. Tiap lipatan ini ditutupi oleh tonjolan, villi.



Gambar 2. Histologi usus halus Terdapat tiga struktur yang menambah luas permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utama usus halus : 



Lapisan mukosa dan submukosa berbentuk lipatan sirkular yang atau disebut valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan mulai



8



menghilang pada pertengahan ileum. Lipatan ini menyerupai bulu pada pemeriksaan radiogram. 



Vili merupakan tonjolan seperti jari di mukosa yang memiliki jumlah sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang), gambaran mukosa menyerupai beludru.







Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari dengan panjang sekitar 1 μ pada permukaan luar setiap villus, terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar 2.00 cm². Luas permukaan absorbsi bertambah sampai 2 juta cm² merupakan peran dari valvula koniventes, vili dan mikrovili.



b. Usus besar Memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya tetapi juga memiliki beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja, seperti lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal , tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet, lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia akan menyatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia.(2) 2.1.3



Fisiologi Fungsi pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air merupakan dua



fungsi utama usus halus. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih



9



luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinyu isi lambung. Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi. Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif.



10



Gambar 4. Gerakan motilitas Terdapat empat proses pencernaan dasar: motilitas, sekresi, pencernaan, dan penyerapan. 



Motilitas Merupakan kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran cerna, otot polos di saluran cerna mempertahankan suatu kontraksi (tonus). Tonus penting untuk mempertahankan tekanan tetap pada isi saluran cerna untuk mencegah dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi. Pada aktivitas tonus yang tetap ini terdapat 2 tipe dasar motilitas saluran cerna: gerakan mendorong (propulsive) mendorong maju isi saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna. Sebagai contoh, transit makanan melalui esophagus berlangsung cepat, yang sesuai karena struktur ini hanya berfungsi sebagai saluran dari mulut ke lambung. Sebagai perbandingan, di usus halus, tempat utama pencernaan dan penyerapan, isi bergerak maju dengan lambat, menyediakan waktu untuk penguraian dan penyerapan makanan. Gerakan mencampur mempunyai fungsi ganda, yaitu dengan tercampurnya makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini mempermudah penyerapan dengan memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna. Pergerakan bahan melalui sebagian besar saluran cerna terjadi akibat kontraksi otot polos di dinding organ pencernaan. Pada ujung saluran mulut di bagian pangkal esophagus dan sfringter ani eksternus di akhir motilitas lebih melibatkan otot rangka daripada aktivitas otot polos. Karena itu, tindakan mengunyah, menelan, dan defekasi merupakan komponen volunteer karena otot rangka berada dibawah kontrol sadar. Sebaliknya, motilitas di seluruh saluran lainnya dilaksanakan oleh otot polos yang dikontrol oleh mekanisme involunter.







Sekresi Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran cerna oleh kelenjar eksokrin di sepanjang perjalanan, masing-masing dengan produk sekretorik spesifik. Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit , dan konstituen organic



11



spesifik yang penting dalam proses pencernaan, misalnya enzim, garam empedu, atau mucus. Sel-sel sekretorik mengekstraksi dari plasma sejumlah besar air dan bahan mentah yang diperlukan untuk menghasilkan sekresi tertentu tersebut. Sekresi semua getah pencernaan memerlukan energy, baik untuk transport aktif sebagian bahan mentah ke dalam sel (yang lain berdifusi secara pasif) maupun sintesis produk sekretorik oleh reticulum endoplasma. Pada rangsangan saraf atau hormon yang sesuai, sekresi dibebaskan ke dalam lumen saluran cerna. Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan direabsorbsi dalam suatu bentuk kembali ke darah setelah ikut serta dalam proses pencernaan. Kegagalan reabsorbsi ini (misalnya karena muntah atau diare) menyebabkan hilang cairan yang “dipinjam” dari plasma ini. Selain itu, sel-sel endokrin yang terletak di dinding saluran cerna mensekresikan hormone pencernaan ke dalam darah yang membantu pengontrolan motilitas pencernaan dan sekresi kelenjar eksokrin. 



Pencernaan Manusia mengkonsumsi tiga kategori biokimiawi bahan makanan kaya energy: karbohidrat, protein, lemak. Molekul molekul besar ini tidak dapat melewati membrane plasma utuh untuk dierap dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe. Kata pencernaan (digestion) merujuk kepada penguraian biokimiawi struktur kompleks makanan menjadi satuan yang lebih kecil dan dapat diserap, oleh enzim enzim yang diproduksi di dalam sistem pencernaan. Sewaktu bergerak melalui saluran cerna, makanan menjadi subjek berbagai enzim, yang masing-masing menguraikan molekul makanan lebih besar diubah menjadi nit-unit kecil yang dapat diserap melalui proses bertahap progresif, seperti jalur perakitan yang berjalan terbalik, seiring dengan terdorong majunya isi saluran cerna.







Penyerapan Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar penyerapan. Melalui proses penyerapan, unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitamin dan elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe.(4)



12



2.1.4



Definisi Ileus Ileus adalah gangguan atau hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda



adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus terdiri dari 2 macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. A. Ileus Obstruktif 1.



Definisi Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi lumen



usus. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka kejadian tersering. 2.



Klasifikasi (LOKASI, STADIUM, ONSET) LSO Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan atas:



• Letak tinggi: duodenum sampai jejunum => LT.DJ • Letak Tengah : Ileum Terminal => L.TENG. ILTER • Letak rendah: kolon – sigmoid – rectum => L.REN. KSR Obstruksi letak tinggi dan letak rendah di batasi oleh iliocecal junction



Gambar 5. Klasifikasi ileus



13



Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibedakan atas: • Parsial: terjadi sumbatan pada sebagian lumen => (Sumbatan Sebagian) • Simple/komplit: terjadi sumbatan total seluruh lumen yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Biasanya sumbatan disebabkan oleh askaris atau tumor. => (Sumbatan Total tdk diikuti dengan terjepitnya pemb. Darah) • Strangulasi: Terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus. => (Terjepitnya pemb. Darah > iskemia dan dapat terjadi nekrosis) Berdasarkan



kecepatan



timbul



(speed



of



onset):



=>



(A(JAM).K(MINGGU).K(AKUT)) •



Akut : dalam hitungan jam







Kronik : dalam hitungan minggu







Kronik dengan serangan akut Tabel 1. Klasifikasi ileus berdasarkan etiologi



3.



Etiologi Ekstramural



Intramural



Intraluminal



Adhesi



Intususepsi



Batu empedu



Hernia inkarserata



Penyakit Crohn



Benda asing



Neoplasma



Kongenital (volvulus)



Impaksi fekal



Abses, hematoma



Striktur



Volvulus



Ileus paralitik



a. Adhesi Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat adanya peritonitis setempat atau umum. Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, mungkin setempat maupun luas.



14



b. Hernia Kelemahan atau defek pada dinding rongga peritoneum memungkinkan penonjolan keluar suatu kantong peritoneal (kantong hernia) sehingga segmen suatu dalaman dapat terjepit. c. Askariasis (Benda asing/Corpus alienum) Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana pada bagian usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal, tempat lumen paling sempit. Cacing tersebut menyebabkan kontraksi lokal dinding usus yang disertai reaksi radang setempat. d. Invaginasi Umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektrum, dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Pada bayi dan anak-anak biasanya spontan dan irreversible, sedangkan pada dewasa jarang terjadi. e. Volvulus (terjadi pada saat bayi/balita) Pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus. Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Biasanya volvulus didapatkan di bagian ileum. f. Kelainan kongenital Gangguan passase usus dapat berupa stenosis maupun atresia. g. Radang kronik h. Tumor i. Fecolith 4.



Patofisiologi Pada ileus obstruksi gerakan peristaltik awalnya meningkat (saraf parasimpatis),



kemudian gerak peristaltik akan menjadi lebih lambat (saraf simpatis) sampai akhirnya hilang. Pada proses awal terjadinya terdapat perbedaan mekanisme dari kejadian ileus obstruksi dan ileus paralitik. Pada ileus obstruksi awalnya terjadi suatu sumbatan pada lumen usus, yang dapat diakibatkan oleh etiologi intraluminal ataupun ekstraluminal. Hal tersebut menyebabkan gerak peristaltik meningkat. Semakin lama gerak peristaltik menurun sehingga terjadi sekuestrasi gas dan cairan di bagian proksimal dari obstruksi



15



usus. Pada proses yang lebih lanjut, akan terjadi distensi usus. Distensi pada usus halus dan kolon berbeda dari kualitas distensinya mengetahui dari lapisan anatominya, bahwa lapisan kolon lebih tipis daripada lapisan di usus halus. Distensi usus menyebabkan nyeri kolik abdomen, mual, muntah akibat dari gerak peristaltic usus yang meningkat dan penumpukan gas-gas dan bakteri dalam usus. Bila distensi berlanjut maka akan menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang dan terjadi iskemik, nekrosis, dan perforasi usus. Usus yang mengalami nekrosis akan mengeluarkan toxin. Bila hal- hal di atas sudah terjadi, maka menjadi komplikasi gawat darurat yaitu peritonitis dan sepsis. Selain itu air, elektrolit, dan nutrisi juga tidak diabsorpsi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi , bahkan terjadi syok hipovolemik.(5) Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyerapan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah pengurangan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat di proksimal dan menyebabkan refleks muntah. Setelah mereda, peristaltik melawan obstruksi dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan



16



mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia ↑ Kadar Kreatinin serum (Peningkatan konsentrasi BUN (Blood Urea Nitrogen), penurunan curah jantung, hipotensi dan syok. Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat) bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi yang memanjang maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan kematian.(5,6) Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar ke vena. Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena



17



obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya di sekum. Hal didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter kolon melebar di dalam sekum, maka area ini yang biasanya pecah pertama.(6) 5.



Penegakkan Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan : a. Anamnesis Keluhan pasien berupa (Nyeri Kolik, Muntah, Distensi, Konstipasi)  Nyeri (Kolik) Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.  Muntah Stenosis Pilorus : Encer dan asam Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan Obstruksi kolon : onset muntah lama.  Perut Kembung (distensi)  Konstipasi Tidak ada defekasi Tidak ada flatus Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah. Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila



18



obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. (7) Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal di dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi. (1) Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus. Macam ileus Obstruksi simple tinggi Obstruksi simple rendah



Nyeri Usus ++ (kolik) +++ (Kolik)



Obstruksi strangulasi



Distensi



Muntah borborigmi



Bising usus



Ketegangan abdomen



+



+++



Meningkat



-



Meningkat



-



+ +++



++++



Paralitik Oklusi vaskuler



Lambat, fekal



Tak tentu



(terusmenerus, terlokalisir) +



++



+++



++++



+



Menurun



-



+++++



+++



+++



Menurun



+



biasanya meningkat



+



b. Pada pemeriksaan fisik : 



Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti : 



19



Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness (nyeri tekan lepas), nyeri lokal, hilangnya suara usus local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.  



Adanya obstruksi ditandai dengan :



 Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.  Auskultasi Hiperperistaltik,



berlanjut



dengan



Borborygmus



(bunyi



usus



mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. (7,8)  Perkusi Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.  Palpasi Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites. Rectal Toucher Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan tonus sfingter ani biasanya baik namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama bila terjadi perforasi yang disebabkan obstruksi. Mukosa rectum



licin dan apabila



obstruksi disebabkan oleh massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan



teraba



benjolan.



Pada



benjolan



yang



harus



kita



nilai



(LOKOPERMOBILEBANYU) ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan, dapat ditemukan darah



20



apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus. Berikut ialah beberapa interpretasi hasil pemeriksaan rectal toucher : -



Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease



-



Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma, adhesi



-



Feses yang mengeras : skibala



-



Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi



-



Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi



-



Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis c. Pemeriksaan penunjang Laboratorium Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis. Pemeriksaan Radiologi a.



Foto polos abdomen Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus



(diameter > 3 cm), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi



adanya obstruksi usus halus mencapai



70-80% namun



spesifisitasnya rendah. Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di



21



proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara sehingga menghalangi, tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.(9) Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain: 1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi 2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi 3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels 4) Posisi supine dapat ditemukan : a) distensi usus b) step-ladder sign 5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet 6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem. 7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.



22 Gambar 6. Dilatasi usus



Gambar 7. Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign



Gambar 8. Herring bone appearance



23



Gambar 9. Coffee bean appearance



Gambar 10. Step ledder sign



b.



CT-Scan



24



CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.(9) CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diameter usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. c.



MRI Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi



adanya obstruksi, juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan yaitu, kurang terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. d.



USG Ultrasonografi dapat memberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi



dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan



25



USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%.(9)



6.



Diagnosis Banding Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu: 1. Ileus paralitik 2. Appensicitis akut 3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier 4. Konstipasi 5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium 6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease 7. Pancreatitis akut Pada ileus paralitik, nyeri yang timbul lebih ringan tapi konstan dan difus serta



terdapat distensi abdomen. Bila ileus disebabkan proses inflamasi akut akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut , pankreatitis akut dapat menimbulkan keluhan yang serupa. 7.



Tatalaksana Apabila dicurigai adanya ileus obstruktif dapat segera dirujuk ke dokter spesialis



bedah, setelah sebelumnya diberikan tatalaksana persiapan dibawah ini : a. Persiapan 1. Pemasangan pipa lambung untuk mengurangi muntah dan dekompresi (NGT&ETT) 2. Resusitasi cairan dan elektrolit dengan cairan isotonik dilakukan untuk perbaikan keadaan umum 3. Dilakukan pemasangan kateter urin untuk pemantauan produksi urin 4. Antibiotik spektrum luas dapat diberikan bila ditemukan tanda-tanda infeksi. Dekompresi Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena



26



muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial. b. Operasi Laparotomi dan eksplorasi untuk menentukan viabilitas usus setelah pelepasan strangulasi. Laparoskopi dapat dipertimbangkan pada keadaan distensi minimal, sumbatan proksimal dan sumbatan parsial. c. Pasca-bedah Cairan, elektrolit dan nutrisi perlu diperhatikan karena usus masih paralisis. Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl (Kalium Clorida) harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.



27



Gambar 11 . Skema Penatalaksanaan Ileus



Terapi Operatif Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi. Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk



28



menghindari enterotomi (tindakan operasi yaitu membuat sayatan oada usus untuk memperbaiki usus yang di akibatkan oleh adanya adhesi pada ileus obstruksi) yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek. Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus. Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus. Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus. 1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan. 2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya. 3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut. 4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus



untuk



mempertahankan



kontinuitas



lumen



usus,



misalnya



pada



carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif



29



bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik. Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.(7) 8.



Komplikasi Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan



elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian. 9.



Prognosis Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi



dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.



30



B. Ileus Paralitik 1. Definisi Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik.(1) 2. Etiologi Ileus Paralitik disebabkan oleh : a. Pasca operasi abdomen. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 2472 jam. Beratnya ileus paraltik pasca operasi bergantung pada lamanya operasi, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan dunia luar. b. Selain itu, bisa juga dari inflamasi intraperitoneal atau retroperitoneal (apendisitis, diverticulitis, dan sebagainya) c. Gangguan metabolik (hipokalemia), d. Obat-obatan (antikolinergik, opioid, dan sebagainya).(7) Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang tercantum dibawah ini : 



Neurogenik – Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi abdominal. – Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter asetilkolin.







Hormonal Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung



31



empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas. Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino. 



Inflamasi Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO). - prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.







Farmakologi Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.



- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang



mempersarafi otot polos usus.(6) 3.



Patofisiologi Pada ileus paralitik fungsi peristaltik usus dihambat atau sudah menurun dari awal permulaan penyakit. Sedangkan ileus paralitik diakibatkan oleh gangguan non-mekanik seperti gangguan elektrolit maupun obat-obatan, seperti narkotik dan opioid, yang merangsang saraf simpatis dengan kuat sehingga aktivitas traktus gastrointestinal dihambat dengan menyebabkan penurunan gerak peristaltic usus. Semakin lama feses, cairan , gas, dan bakteri pun akan terjebak dalam usus sama seperti mekanisme terjadinya ileus obstruksi. Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan



oleh



sistem



parasimpatis.



Sistem



simpatis



menghasilkan



pengaruhnya melalui dua cara : (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot



32



polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya) (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem



simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui



traktus gastrointestinal.



33



Gambar 12. Patofisiologi Ileus Paralitik



Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya. Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus. 4.



Penegakkan Diagnosis Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar. Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.(7) 



Pemeriksaan fisik



o



Inspeksi Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup



kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik. o



Palpasi Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau



nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.



34



o



Perkusi Hipertimpani



o



Auskultasi Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan



borborigmi. 



Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa



penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan mempergunakan kontras.(1) E. Tatalaksana Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat. Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi



berulang.



Beberapa



obat-obatan



jenis



penyekat



simpatik



(simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsipprinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.(7)



35















Konservatif 



Penderita dirawat di rumah sakit.







Penderita dipuasakan







Kontrol status airway, breathing and circulation.







Dekompresi dengan nasogastric tube.







Intravenous fluids and electrolyte







Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.



Farmakologis 



Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.







Analgesik apabila nyeri.







Prokinetik: Metaklopromide, cisapride







Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin







Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis



Operatif Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan



peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi. -



Pintas usus : ileostomi, kolostomi.



-



Reseksi usus dengan anastomosis



-



Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.



F.



Prognosis Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri.



Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk membuang jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.



BAB III KESIMPULAN



Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik dan ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus. Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi perut. Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus adalah pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran heering bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level. Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik. Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.



36



DAFTAR PUSTAKA



1. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994. 2. Ansari P. Intestinal Obstruction [Internet]. Merck Manuals Professional Edition. 2014 [cited 30 November 2016]. Available from: http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal-disorders/acuteabdomen-and-surgical-gastroenterology/intestinal-obstruction. Accessed on 2nd February 2016. 3. Bickle IC, Kelly B. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs. studentBMJ April 2014;10:102-3. 4. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC. 5. Guyton A.C, Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005. 6. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta. EGC. 7. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31. 8. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York. 9. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya, Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.