Referat Akut Abdomen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT AKUT ABDOMEN



Oleh : Nita Widjaya 1102013212



Pembimbing :



dr. Johnson Manurung, Sp.PD



KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD. Dr. Slamet GARUT 2018



Kata Pengantar



Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Referat yang berjudul Akut abdomen dengan baik. Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Penyakit Dalam di RSUD Dr.Slamet Garut. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. dr Trimayu Sukandar, Sp.B, selaku dokter pembimbing. 2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Bedah RSUD Dr. Slamet Garut. 3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut. Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Garut, September 11, 2017



Penulis



2



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 AKUT ABDOMEN ........................................................................................ 3 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47



3



BAB I PENDAHULUAN



Akut abdomen merupakan suatu gejala-gejala dengan onset akut dan mengarah pada penyebab dalam abdomen. Keadaan akut abdomen merupakan keadaan darurat dan dapat mengancam nyawa bila tidak ditatalaksana dengan tepat. Gejala utama pada akut abdomen adalah nyeri perut.1 Akut abdomen biasanya memerlukan tatalaksana terapi pembedahan segera. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena infeksi, obstruksi, iskemia, atau perforasi. 2 Keadaan akut abdomen merupakan 7% gejala utama pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat. Prevalensi kasus akut abdomen pada rawat inap meliputi 20-40% dari pasien rawat inap. Pada penelitian, didapatkan penyebab akut abdomen meliputi 33% merupakan nyeri abdomen non spesifik yang banyak terdapat pada wanita muda, 23% appendisitis akut dan 8,8% disebabkan oleh kolik bilier yang biasanya diderita oleh wanita tua. Hampir separuh dari keadaan akut abdomen tersebut memerlukan terapi pembedahan.3 Akut abdomen dapat terjadi pada berbagai usia dan jenis kelamin. Gejala nyeri perut merupakan gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat. Oleh karena itu, diperlukan ketepatan dalam mendiagnosis awal keadaan akut abdomen. Dalam mendiagnosis akut abdomen diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi yang lengkap. Pada keadaan akut abdomen juga dilakukan observasi yang ketat.4



4



BAB II PEMBAHASAN



2.1. Anatomi dan Fisiologi Abdomen Regio pada abdomen dapat diklasifikasikan menjadi 9 regio maupun 4 kuadran.



Gambar 1. 9 Regio Abdomen Pembagian abdomen berdasarkan 9 regio, yaitu:5 1.



Regio hipokondria kanan



2.



Regio epigastrika



3.



Regio hipokondria kiri



4.



Regio lumbal kanan



5.



Regio umbilikus



6.



Regio lumbal kiri



7.



Regio iliaka kanan



8.



Regio hipogastrika



9.



Regio iliaka kiri



5



Gambar 2. 4 Kuadran Abdomen Sedangkan pembagian abdomen berdasarkan 4 kuadran, yaitu:5 1.



Kuadran kanan atas



2.



Kuadran kiri atas



3.



Kuadran kanan bawah



4.



Kuadran kiri bawah Perkembangan dari rongga abdomen dan anatomi organ-organ visera serta persarafan



sensoris viseral sangat penting untuk evaluasi penyakit akut abdomen. Setelah 3 minggu perkembangan janin, usus primitif terbagi menjadi foregut, midgut, dan hindgut. Arteri mesenterika superior menyuplai ke midgut (bagian keempat duodenum sampai midtransversal kolon). Foregut meliputi faring, esofagus, lambung, dan proksimal duodenum, sedangkan hindgut terdiri dari kolon distal dan rektum. Serabut aferen yang menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada usus dan terkait peritoneum viseral. Sehingga, penyakit pada proksimal duodenum (foregut) merangsang serabut aferen celiac axis menghasilkan nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks (midgut) mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri mesenterika superior menyebabkan rasa nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal menginduksi serabut saraf aferen sekitar arteri mesenterika inferior menyebabkan nyeri suprapubik. Saraf prenikus dan serabut saraf aferen setinggi C3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama dengan arteri prenikus mempersarafi otot-otot diafragma dan 6



peritoneum sekitar diafragma. Rangsangan pada diafragma menyebabkan nyeri yang menjalar ke bahu. Peritoneum parietalis, dinding abdomen, dan jaringan lunak retroperitoneal menerima persarafan somatik sesuai dengan segmen nerve roots.6 Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal yang kaya akan inervasi saraf akan menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak "peritoneal signs" yang berguna dalam diagnosis klinis dari acute abdominal pain. Inervasi dual-sensorik dari kavum abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik menghasilkan pola nyeri yang khas yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada apendisitis akut nyeri akan muncul pada area periumbilikalis dan nyeri akan semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah saat peradangan melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik.6 Rangsangan pada saraf sensorik aferen intraperitoneal pada nyeri akut abdomen menimbulkan nyeri yang tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak terlokalisasi dengan baik, dengan onset gradual/ bertahap dan durasi yang lebih lama. Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri dari usus. Sistem saraf aferen simpatik mengirimkan nyeri dari esofagus ke korda spinalis.6 Saraf aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul lien, dan perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5. Spinal cord dari T6 sampai T9 menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer, kantong empedu, pankreas, dan usus halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat pada segmen T10 sampai L1. Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Nyeri abdomen dapat berupa nyeri visceral, nyeri parietal atau nyeri alih.6



7



Gambar 3. Persarafan Organ Abdominal



2.2. Akut Abdomen 2.2.1. Definisi Akut abdomen adalah suatu kondisi abdomen yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam, biasanya menimbulkan gejala nyeri yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera.7 Keadaan klinis akut abdomen memerlukan pemeriksaan yang seksama dan cepat untuk memutuskan perlunya tindakan operasi dan dimulainya terapi yang tepat. Oleh karena itu, diagnosis awal yang tepat dapat menentukan terapi yang dipilih seperti perlunya tindakan laparoskopi atau laporotomi segera.6



8



2.2.2. Epidemiologi Kasus abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau 5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat.8 Studi lain menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat darurat mengeluh nyeri perut.9 Menurut survei World Gastroenterology Organization, diagnosis akhir pasien dengan nyeri akut abdomen adalah apendisitis (28%), kolesistitis (10%), obstruksi usus halus (4%), keadaan akut ginekologi (4%), pancreatitis akut (3%), colic renal (3%), perforasi ulkus peptic (2,5%) atau diverticulitis akut (1,5%).



2.2.3. Etiologi Penyebab akut abdomen dapat dibagi menjadi penyebab non bedah dan bedah. Penyebab non bedah dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :2 1. Gangguan metabolik dan endokrin : uremia, krisis diabetic, krisis penyakit Addison. 2. Gangguan hematologi : krisis anemia sel sabit, leukemia akut, dan penyakit darah lainnya. 3. Obat-obatan dan racun : keracunan logam berat, ketergantungan obat narkotik. Sedangkan penyebab bedah dapat dibagi menjadi 5, yaitu :2 1. Perdarahan : Trauma organ viscera, ruptur aneurisma arteri, kehamilan ektopik terganggu, ulkus intestinal, perdarahan pankreas. 2. Infeksi : appendicitis, kolesistitis, abses hati, abses diverticular. 3. Perforasi : perforasi ulkus gastrointestinal, perforasi kanker gastrointestinal, perforasi diverticulum. 4. Obstruksi : adhesi yang berhubungan dengan obstruksi usus besar, hernia incarserata, kanker gastrointestinal. 5. Iskemia : thrombosis atau emboli arteri mesenterika, colitis iskemik, torsi ovarium, hernia strangulata. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan akut abdomen dapat dibagi menjadi 6 bagian besar kategori, yaitu: 1. Inflamasi



9



Kategori inflamasi ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang disebabkan bakteri dan kimiawi. Inflamasi akibat bakterial seperti appendisitis akut divertikulitis, dan beberapa kasus Pelvic Inflammatory Disease. Inflamasi akibat kimiawi antara lain perforasi dan ulkus peptikum. 2. Mekanik Penyebab mekanis misalnya keadaan obstruksi, seperti hernia inkarserata, perlengkapan, intussusepsi, malrotasi usus dengan volvulus, atresia kongenital atau stenosis usus. Penyebab tersering obstruksi mekanik usus besar adalah Ca kolon. 3. Neoplasma 4. Vaskular Kelainan vaskular seperti trombosis atau embolisme a. mesenterika yang menyebabkan aliran darah terhenti sehingga timbul nekrosis jaringan, dengan ganggren usus. 5. Defek Kongenital Defek congenital yang dapat menyebabkan akut abdomen seperti atresia duondenum, omphalocele atau hernia diaphragmatica.



6. Trauma Penyebab traumatik dari akut abdomen bervariasi dari luka tusuk dan tembak sampai luka tumpul abdominal yang menyebabkan keadaan rusaknya organ visera seperti ruptur lien. Penyebab nyeri perut terkadang dapat diprediksi berdasarkan lokasi dan jenis rasa sakit sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis. Perkiraan penyebab berdasarkan fakta bahwa patologi struktur yang mendasari di setiap regio cenderung memberikan nyeri perut maksimal di regio tersebut.3 Tabel Etiologi Nyeri Abdomen Berdasarkan Lokasi



10



2.2.4. Tanda dan Gejala 2.2.4.1. Nyeri Perut Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen yang timbul tiba-tiba atau sudah berlangsung lama. Nyeri abdomen ini dapat berupa nyeri visceral, nyeri somatic maupun nyeri alih. 1. Jenis dan Letak Nyeri Perut a. Nyeri Viseral Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut, misalnya karena cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan, atau pemotongan. Akan tetapi, bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya tak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut nyeri sentral. Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional organ yang terlibat. Karena tidak disertai



11



rangsang peritoneum, nyeri ini tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak.6



Gambar 4. Lokasi Nyeri Viseral b. Nyeri Somatik Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang.6 Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan timbul nyeri yang terlokalisir. Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat. Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada apendisitis akut. Setiap gerakan penderita akan menambah rasa nyeri, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam.6 Tabel 2. Perbedaan Nyeri Visceral dan Nyeri Somatik



12



2. Sifat Nyeri a. Nyeri Alih Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah. Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada daerah ujung belikat. 6 b. Nyeri Proyeksi Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri phantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes zooster.6 c. Hiperestesia Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di bawahnya. Pada akut abdomen, tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya 13



peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat lokasi nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai hipersetesi kulit setempat. 6 d. Nyeri Kontinyu Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus menerus, misalnya pada reaksi radang. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meraadang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.6



e. Nyeri Kolik Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri dari serangan nyeri perut yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak paksa.6 f. Nyeri Iskemik Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.6 g. Nyeri Pindah Nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap awal apendisitis. Sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual karena apendiks termasuk usus tengah. Setelah radang terjadi di seluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini, nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu di perut kanan bawah. Jika apendiks kemudian mengalami nekrosis dan



14



gangren (apendisitis gangrenosa) nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis.6 3. Onset dan Progresifitas Nyeri Onset timbulnya nyeri dapat menunjukkan keparahan proses yang terjadi. Onset dapat digambarkan dalam bahasa mendadak (dalam detik), cepat (dalam jam), dan perlahan (dalam beberapa jam). Nyeri hebat yang terjadi mendadak pada seluruh abdomen merupakan suatu keadaan bahaya yang terjadi intra abdomen seperti perforasi viscus atau ruptur aneurisma, kehamilan ektopik, atau abses. Dengan adanya gejala sistemik (takikardi, berkeringat, takipneu dan syok) menunjukkan dibutuhkannya resusitasi dan laparotomi segera.6 4. Karakteristik Nyeri Sifat, derajat, dan lamanya nyeri sangat membantu dalam mencari penyebab utama akut abdomen. Nyeri superfisial, tajam dan menetap biasanya terjadi pada iritasi peritoneal akibat perporasi ulkus atau ruptur appendiks, ovarian abses atau kehamilan ektopik. Nyeri kolik terjadi akibat adanya kontraksi intermiten otot polos, seperti kolik ureter, dengan ciri khas adanya interval bebas nyeri. Nyeri kolik biasanya dapat reda dengan analgetik biasa. Sedangkan nyeri strangulata akibat nyeri iskemia pada strangulasi usus atau trombosis vena mesenterika biasanya hanya sedikit mereda meskipun dengan analgetik narkotik. Faktor-faktor yang memicu atau meredakan nyeri penting untuk diketahui.6



2.2.5. Penegakkan Diagnosis 1. Anamnesis Dalam anamnesis penderita akut abdomen, perlu ditanyakan dahulu permulaan nyerinya, lokasi, karakter, durasi, faktor yang mempengaruhinya serta gejala yang menyertai. Lokasi nyeri penting untuk mempertimbangkan berbagai kondisi patologis yang terjadi di daerah spesifik atau kuadran abdomen. Karakteristik nyeri dapat digambarkan sebagai "rasa terbakar" yang mungkin terjadi karena perforasi ulkus peptikum, sementara "rasa terobek-robek" biasanya mewakili rasa sakit akibat diseksi aorta. Nyeri yang intermiten atau kolik harus dibedakan dari rasa sakit yang terus menerus. Nyeri kolik biasanya terkait dengan proses obstruktif dari usus, hepatobilier, atau saluran genitourinari, sementara rasa sakit yang terus menerus biasanya merupakan hasil dari mendasari iskemia atau peritoneal peradangan.6 15



Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri yang diproyeksikan. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat, nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu kemungkinan terdapat rangsangan pada diafragma. Bagaimana bermulanya nyeri pada akut abdomen dapat menggambarkan sumber nyeri. Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat berubah menjadi hebat, tetapi dapat pula bertahap menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ berongga, rangsangan peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat dibandingkan proses inflamasi. Demikian juga intensitas nyerinya. Seseorang yang sehat dapat pula tiba-tiba langsung merasakan nyeri perut hebat yang disebabkan oleh adanya sumbatan, perforasi atau pluntiran. Nyeri yang bertahap biasanya disebabkan oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis atau pankreatitis. Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada pankreatitis akut pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum mendorong penderitanya untuk berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sehingga melemaskan otot psoas yang teriritasi. Akut abdomen yang menyebabkan diafragma teritasi akan menyebabkan pasien lebih nyaman pada posisi setengah duduk yang memudahkan bernafas. Penderita pada peritonitis lokal maupun umum tidak dapat bergerak karena nyeri, sedangkan pasien dengan kolik terpaksa bergerak karena nyerinya.6 Riwayat gejala sistemik penting dalam evaluasi akut abdomen. Nyeri abdomen biasanya disertai oleh demam tinggi dan kedinginan yang dapat menunjukkan penyakit peradangan pelvis dan infeksi traktus urinarius. Gejala sistemik lain seperti anoreksia, mual, muntah merupakan merupakan gejala penyerta yang sering pada akut abdomen terutama apendisitis akut dan kolesistitis akut. Konstipasi didapatkan pada obstruksi usus besar dan pada peritonitis umum. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi daur haid, dan gejala lain seperti keadaan sebelum serangan akut abdomen harus dimasukkan dalam anamnesis.6



2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara keseluruhan mulai dari keadaan umum, tanda-tanda vital, dan



sikap berbaring. Adanya abnormalitas pada tanda vital dapat



menunjukkan keadaaan kegawatan pada pasien. Keparahan penyakit sistemik dapat dinilai dari 16



adanya takipnea, takikardia, demam atau respon hipotermia, dan hipotensi relatif. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. Posisi berbaring pasien juga dapat menunjukkan suatu penyakit. Pasien dengan iritasi peritoneal, nyeri semakin bertambah dengan aktivitas apapun yang menggerakkan peritoneum. Pasien biasanya berbaring diam dan mempertahankan fleksi lutut dan pinggul mereka untuk mengurangi ketegangan pada dinding abdomen anterior. Kondisi penyakit yang menyebabkan rasa sakit tanpa iritasi peritoneal, seperti iskemik usus dan ureter, dan kolik bilier, biasanya menyebabkan pasien untuk terus bergeser dan gelisah di tempat tidur. Pemeriksaan yang difokuskan pada pemeriksaan abdomen yang terdiri dari : a. Inspeksi Pada inspeksi abdomen, perhatikan kontur abdomen, termasuk apakah tampak buncit atau apakah tampak terdapat massa yang memberikan kecurigaan adanya hernia inserserata atau tumor. Perhatian pula adanya bekas luka operasi sebelumnya, distensi abdomen dan gerakan peristaltik usus yang terlihat Darm-steifung. Adanya eritema atau edema kulit mungkin memperlihatkan selulitis dari dinding abdomen, sedangkan ecchymosis kadang-kadang dapat terlihat pada infeksi necrotizing yang dalam pada fasia atau struktur abdomen seperti pancreas. Adanya caput medusa dapat menunjukan penyakit hati. b. Auskultasi Suara usus biasanya dievaluasi kuantitas dan kualitasnya. Perhatikan ada atau menghilangnya suara bising usus, serta karakteristik dari bising usus. Pada ileus paralitisik bisisng usus menghilang sedangkan pada ileus obstruksi bising usus dapat menigkat. c. Perkusi Perkusi digunakan untuk menilai distensi usus yang berisi gas, udara bebas intraabdominal, tingkat asites, atau adanya peradangan peritoneum, serta adanya setiap massa yang tumpul. Padaobstruksi ileus, timpani terdengar di seluruh lapang kecuali pada kuadran kanan atas, di mana terdapat hati yang terletak di bawah dinding abdomen. Jika ditemukan adanya timpani hingga kuadran kanan atas, dicurigai adanya kemungkinan udara intraperitoneal bebas. Pekak hati yang menghilang merupakan tanda khas terjadinya perforasi (tanda pneumoperitoneum, udara menutupi pekak hati). Perkusi dapat digunakan untuk mendeteksi ascites dengan pemeriksaan shifting dullness atau gelombang cairan. 17



d. Palpasi Palpasi menunjukkan 2 gejala yaitu nyeri dan defense musculaire. Akut abdomen memberikan rangsangan pada peritoneum melalui peradangan atau iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luas daerah yang terkena iritasi. Perasaan nyeri dapat berupa nyeri tekan dan nyeri lepas. Defense musculaire timbul karena rasa nyeri pada peritonitis diffusa yang karena rangsangan palpasi nyeri bertambah sehingga secara refleks otot-otot abdomen akan berkontraksi terhadap rangsangan mekanik sebagai proteksi terhadap abdomen. Ada beberapa teknik palpasi khusus seperti, murphy sign (palpasi dalam di perut bagian kanan atas yang menyebabkan nyeri hebat dan berhentinya nafas sesaat) untuk kolesistitis, rovsing sign (nyeri di perut kanan bawah saat palpasi di daerah kiri bawah/samping kiri) pada appendicitis. Nyeri lepas di perut kanan bawah pada appendicitis dan nyeri lepas di hampir seluruh bagian perut pada kasus peritonitis. e. Rectal Toucher Penilaian rectal toucher atau colok dubur memberikan informasi yang terbatas pada kasus akut abdomen. Namun, pemeriksaan colok dubur dapat membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampulanya kolaps.



Data yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditunjang dengan pemeriksaan lainnya



seperti laboratorium dan pemeriksaan radiologi yang juga penting



dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding dan menegakkan diagnosis kerja. a. Pemeriksaan laboratorium Anemia dan hematokonsentrasi dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya perdarahan terus menerus. Lekositosis tanpa terdapatnya infeksi dapat menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak, terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan enzim



18



transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar. Pemeriksaan urine rutin dapat menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. b. Pemeriksaan Radiologi Foto rontgen thoraks dapat menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pada thoraks. Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika. Plain abdomen foto tegak akan memperlihatkan adanya udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, serta perubahan gambaran usus. Pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan berguna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan dicurigai adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.



2.2.6. Diagnosis Banding Diagnosis banding akut abdomen juga termasuk dalam kelainan ekstraabdomen seperti kelainan di toraks, misalnya penyakit jantung, paru atau pleura, kelainan neurogenik, kelainan metabolik, dan keracunan. Pada keadaan akut abdomen yang disebabkan karena kelainan ekstraabdomen didapatkan gejala nyeri perut yang cukup jelas namun pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan adanya kelainan.6 Terkadang sulit untuk membedakan kelainan akut di abdomen dan ekstra abdomen. Umumnya pada anamnesis didapatkan bila penyakit organ toraks tidak didahului atau disertai dengan mulat atau muntah. Pada pemeriksaan abdomen pun tidak ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneum.6 Tabel Kelainan Ekstraabdomen yang menyebabkan nyeri perut



19



2.2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan akut abdomen biasanya terdiri dari : 1. Tindakan penanggulangan darurat a. Berupa tindakan resusitasi untuk memperbaiki sistem pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan tindakan penyelamatan jiwa penderita. b. Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit. c. Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika. d. Pemberian analgetik harus dipertimbangkan karena dapat menghilangkan gejala akut abdomen



2. Tindakan penanggulangan definitif Tujuan: a. Penyelamatan jiwa penderita dengan menghentikan sumber perdarahan. b. Meminimalisasi cacat yang mungkin terjadi dengan cara :  Menghilangkan sumber kontaminasi.



20



 Meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi dengan membersihkan rongga peritoneum.  Mengembalikan kontinuitas passage usus dan menyelamatkan sebanyak mungkin usus yang sehat untuk meminimalisasi cacat fisiologis. Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa laparotomi yaitu operasi dengan membuka rongga abdomen, sehingga harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan yang memiliki spesialis bedah agar akut abdomen dapat ditanggulangi dengan segera.6



21



KESIMPULAN Akut abdomen menggambarkan keadaan klinis adanya kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan gejala utama adalah nyeri perut. Akut abdomen dapat disebabkan oleh adanya masalah bedah dan non bedah. Akut abdomen dapat disebabkan oleh proses inflamasi, mekanik, neoplasma, vaskular, defek kongenital, maupun trauma. Nyeri perut dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut. Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai adanya gejala nyeri perut mulai dari onset nyeri, karakteristik nyeri, durasi nyeri, lokasi dan penjalaran nyeri. Pemeriksaan fisik abdomen juga harus diperhatikan terutama palpasi dan adanya defanse musculaire yang menunjukan rangsangan peritoneum parietal, sehingga membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan diagnosis pasti. Akut abdomen merupakan suatu kumpulan gejala yang menunjukkan adanya kegawatan di rongga perut sehingga akut abdomen bukanlah diagnosis. Pasien harus segera dirujuk ke spesialis bedah apabila sudah didapatkan tanda-tanda akut abdomen agar dapat ditegakkan diagnosis dan penanganan lebih lanjut. Penatalaksanaan pasien sebelum dirujuk dapat dilakukan penstabilan kondisi hemodinamik dan ditundanya pemberian analgetik karena dapat menghilangkan gejala akut abdomen pada pasien.



22



DAFTAR PUSTAKA



[ DEPKES]. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Mei 2006. www.hukor.depkes.go.id/ [8 September 2017]. [DEPKES] Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. http://www.litbang.depkes. go.id/ [10 September 2017]. [WHO] Background document. The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization. 2003: 17-18. [WHO] Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18. Anagha K, Deepika B, Shahriar R, Sanjeev K. The Easy and Early Diagnosis of Typhoid Fever. JDCR. 2012;4058:2034. www.jcdr.net /articles/pdf/ 2034/12a-%204058.A.pdf[8 September 2017]. Drive,



Nancy



R.



2009.



A Review



Article



of Salmonella Typhi



IgM ELISA.



www.genwaybio.com. [8 September 2017]. Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam : Strickland GT, Ed. Hunter’s Textbook of Pediatrics, edisi 7. Philadelphia : WB Saunders, 1991:344-358. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Salmonellosis. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th edition. United States : Mc Graw Hill. 2015:10491052. Nelwan, R.H.H. Tatalaksana Terkini Demam Tifoid. Jakarta :Divisi Penyakit Tropik dan InfeksiDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM. 2012: 192 (39). Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2003; 347(22): 1770-82. 23



Parry M, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. A Review of Typhoid Fever. New England Journal of Medicine. 2002; 347:1770-1782. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43. Tumbelaka AR, Retnosari S. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Dalam : Kumpulan Naskah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Jakarta : BP FKUI, 2001:65-73. Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi – Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang : IDAI Jawa Timur, 2005:37-50. Wain J, Bay PVB, Vinh H, Duong NM, Diep TS, Walsh AL, et al. Quantitation of bacteria in bone marrow from patients with typhoid fever : relationship between counts and clinical features. J Clin Microbiol 2001;39(4):1571-6. Widodo D. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta : Interna Publishing. 2009:2797-2800.



24



25