Referat Induksi Persalinan New [PDF]

  • Author / Uploaded
  • tito
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi Induksi Persalinan Induksi persalinan ialah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. Induksi persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis maupun bedah sebelum terjadinya partus spontan.6 Induksi persalinan merupakan suatu tindakan buatan atau memberikan perlakuan untuk merangsang kontraksi uterus yang dilanjutkan oleh dilatasi progresif dan pendataran dari serviks kemudian diakhiri dengan kelahiran bayi.1 Pengertian induksi persalinan menurut Cuningham (2001) yaitu terjadinya kontraksi uterus



disebabkan oleh pengaruh hormon-hormon (adenosine



triphospate, estrogen dan progesterone) dan meningkatnya kadar beberapa elektrolit seperti kalsium, sodium dan potasiium, kontraksi protein yang spesifik (actin



dan



myosin),



ephinephrine



dan



norephinephrin,



oxytocin



dan



prostaglandin.4 B. Tujuan Induksi Persalinan Tujuan melakukan induksi persalinan antara lain: 1. Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan



1



2. Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin 3. Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan kepuasan ibu C. Indikasi Induksi Persalinan3,7 Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya atau kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan mungkin diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang potensial berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan kehamilan membahayakan ibu. Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain: 1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat). 2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes. 3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin. 4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan. 5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi. Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam-macam indikasi, dapat karena indikasi dari ibu maupun janin.



2



1. Indikasi ibu: a. Kehamilan dengan hipertensi b. Kehamilan dengan diabetes mellitus c. Perdarahan antepartum tanpa kontraindikasi persalinan pervaginam 2. Indikasi janin: a. Kehamilan lewat bulan b. Ketuban pecah dini c. Kematian janin dalam rahin d. Pertumbuhan janin terhambat e. Isoimmunisasi-Rhesus f. Kelainan kongenital mayor



Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan, antara lain: 1. Indikasi darurat: a. Hipertensi gestasional yang berat b. Diduga komplikasi janin yang akut c. PJT (IUGR) yang berat d. Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan e. APH yang bermakna dan Korioamnionitis 2. Indikasi segera (Urgent) a. b. c. d.



KPD saat aterm atau dekat aterm PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut DM yang tidak terkontrol Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm



3. Indikasi tidak segera (Non urgent) a. b. c. d. e.



Kehamilan ‘post-term’ DM terkontrol baik Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya Kematian janin Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit)



3



D. Kontraindikasi Induksi Persalinan Sejumlah kondisi di uterus, janin, atau ibu merupakan kontraindikasi induksi persalinan. Kontraindikasi ini serupa dengan yang meniadakan kemungkinan persalinan spontan. Kontraindikasi pada uterus terutama berkaitan dengan riwayat cidera uterus misalnya insisi seksio sesarea klasik atau bedah uterus.4 Kontra indikasi induksi antara lain:8 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Disproporsi sefalopelvik Insufisiensi plasenta Malposisi dan malpresentasi Plasenta previa Gemelli Distensi rahim yang berlebihan Grandemultipara Cacat rahim



E. Persyaratan Induksi Persalinan Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi di bawah ini, yaitu:7 1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks mengarah ke depan. 2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD). 3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan. 4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.



4



Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Bila skor ≥ 6, induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Sedangkan bila skor ≤ 5, perlu dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu dengan pemberian prostaglandin atau pemasangan foley kateter.



Tabel 2.1. Skor Pelvik menurut Bishop



F. Proses Induksi Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi. Keberhasilan induksi persalinan tergantung kondisi serviks yang matang. Yang dimaksud serviks yang matang yaitu lembut, anterior, penipisannya lebih dari 50% dan dilatasi 2 cm atau lebih. Metode farmakologis/ kimia diantaranya yaitu pemberian prostaglandin E2 (dinoprostone, cervidil, dan prepidil), prostaglandin E1 (Misoprostol atau



5



cytotec), dan donor nitrit oksida. Sedangkan ynag termasuk kedalam metode mekanis yakni kateter transservikal (kateter foley), ekstra amnionik salin infusion (EASI), dilator servikal higroskopik, dan stripping membrane.4 1. Kimia atau medicinal/ farmakologis a. Prostaglandin Ada 2 unsur prostaglandin yang sejak lama merupakan fokus utama yang digunakan pada induksi persalinan yaitu prostaglandin E1 dan prostaglandin E2. Prostaglandin E1 dikenal dengan nama Misoprostol atau Cytotec. Sedangkan prostaglandin E2 terdiri dari Cervidil dan Prepidil. Respon terkait dosis pada pemberian prostaglandin mencakup pematangan serviks, distress janin, hiperstimulasi uterus, seksio sesarea untuk penanganan distress janin, ikterik pada neonatus. Kontraindikasi untuk agen prostaglansin secara umum meliputi asma, glaukoma, atau peningatan tekanan intraokular. Mengingat resiko yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin, maka sebelum pemberian prostaglandin dilakukan pemantauan denyut nadi, tekanan darah, kontraksi uterus, pemeriksaan denyut jantung janin. Pemantauan dilakukan dengan pengamatan partograf.



1) Prostaglandin E1 (PGE1) Misoprostol merupakan prostaglandin sintetik, analog dari PGE1, yang dibuat dan dipasarkan sebagai gastroprotektor diakui



6



sebagai tablet 100 atau 200 μg. Misoprostol dapat diberikan peroral, sublingual atau pervaginam.



Indikasi Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada kasus-kasus tertentu, misalnya: a) Preeklamsia berat atau eklamsia dan serviks belum matang sedangkan seksio sesarea belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu prematur untuk bisa hidup b) Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum inpartu, dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah.



Penggunaan Efek misoprostol pada saluran reproduksi meningkat dan efek pada gastrointestinal menurun bila misoprostol diberikan secara pervaginam. Ketika tablet misoprostol ditempatkan pada forniks posterior dari vagina, konsentrasi plasma dari asam misoprostol mencapai puncaknya dalan satu sampai dua jam dan kemudian menurun secara perlahan. Misoprostol yang diberikan pervaginam atau secara oral dapat memberikan efek pematangan serviks sebelum induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin. Dosis



7



Misoprostol pervaginam diberikan dengan dosis 25 mcg, diberikan dosis ulang setelah 6 jam tidak ada his. Apabila tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, maka dosis dinaikkan menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Misoprostol tidak dianjurkan melebihi 50 mcg dan melebihi 4 dosis atau 200 mcg dan tidak boleh memberikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol.



Efek Samping Efek samping yang paling sering terjadi pada penggunaan misoprostol diantaranya: a) b) c) d) e) f) g)



Nausea & vomitus Nyeri pada perut Demam & menggigil Korioamnionitis-endometritis Retensio plasenta Perdarahan postpartum Pada janin ditemukan pola denyut jantung janin (DJJ) abnormal dan pengeluaran mekonium



2) Prostaglandin E2 (PGE2) PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat dimasukkan intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang digunakan secara lokal akan menyebabkan pelonggaran kolagen



8



serviks dan peningkatan kandungan air di dalam jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan merelaksasikan serabut otot serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2 ini pada umumnya digunakan untuk mematangkan serviks pada wanita dengan nilai bishop 40 detik) dan







pertahankan sampai terjadi kelairan. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik) atau > 4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi dengan: - Terbutalin 250 mcg IN pelan-pelan selama 5 menit, ATAU - Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologis atau ringer







laktat) 10 tetes per menit. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama > 40 detik) setelah infuse oksitosin mencapai 60 tetes per menit:



13



-



Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dextrose (atau garam fisiologis) dan sesuaikan kecepatan infuse



-



sampai 30 tetes per menit (15 mlU/ menit); Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama > 40 detik)







atau setelah infuse oksitosin mencapai 60 tetes per menit. Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi: - Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan sectio cesarea - Pada primigravida, infuse oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu: o 10 unit dalam 500 ml dextrose (atau garam fisiologis) 30 tetes per menit. o Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat. o Jika konsentrasi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60 mlU/ menit), lakukan sectio cesarea. Catatan: Jangan berikan oksitosin 10 unit dalam 500 cc pada multigravida dan pada bekas sectio cesarea. Tabel 2.3. Kecepatan infuse oksitosin untuk induksi persalinan



2. Mekanis a. Kateter transservikal (kateter foley)



14



Kateter foley merupakan alternatif yang efektif disamping pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan. Akan tetapi tindakan ini tidak boleh digunakan pada ibu yang mengalami servisitis, vaginitis, pecah ketuban, dan terdapat riwayat perdarahan. Teknik ini telah dilaporkan memberikan perbaikan yang signifikan pada skor bishop dan mengurangi waktu induksi ke persalinan.4 Penggunaan Kateter foley diletakkan atau dipasang melalui kanalis servikalis (os seviks interna) di dalam segmen bawah uterus (dapat diisi sampai 100 ml). Tekanan kearah bawah yang diciptakan dengan menempelkan kateter pada paha dapat menyebabkan pematangan serviks. Modifikasi cara ini disebut dengan extra-amnionic saline infusion (EASI), cara ini terdiri dari infuse salin kontinu melalui kateter ke dalam ruang antara os serviks interna dan membran plasenta.4 Adapun teknik pemasangan kateter foley yaitu sebagai berikut: 1) Pasang speculum pada vagina 2) Masukkan kateter foley pelan-pelan 3) 4) 5) 6)



melalui



servik



dengan



menggunakan cunam tampon Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam



15



7) Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan dengan infuse oksitosin. b. Pemecahan ketuban (amniotomi) Pemecahan ketuban dengan disengaja merupakan salah satu bentuk induksi maupun akselerasi persalinan. Dengan keluarnya sebagian air ketuban, terjadi pembentukan prostaglandin yang akan merangsang persalinan dengan meningkatkan kontraksi uterus, dan terjadi pemendekan otot rahim sehingga otot rahim lebih efektif berkontraksi. Amniotomi dapat dilakukan sejak awal sebagai tindakan induksi, dengan atau tanpa oksitosin. Induksi persalinan secara bedah (amniotomi) lebih efektif jika keadaan serviks baik (skor Bishop > 5). Amniotomi pada dilatasi serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan spontan selama 1 sampai 2 jam.



Kontraindikasi & komplikasi Pemecahan ketuban harus dilakukan dengan mempertimbangkan banyak hal, diantaranya adalah ada tidaknya polihidramnion, presentasi muka, tali pusat terkemuka, vasa previa, adanya presentasi selain kepala. Kepala janin yang belum masuk ke pintu atas panggul atau janin kecil juga merupakan kontraindikasi pemecahan ketuban, karena kedua kondisi tersebut menjadi faktor pemicu terjadinya prolaps tali pusat sehingga



16



menimbulkan asfiksia intrauterine akibat terjepitnya tali pusat antara panggul dan kepala janin. Komplikasi atau resiko lain yang dapat timbul setelah dilakukan amniotomi yaitu infeksi intrauterine (korioamnionitis) yang sering terjadi akibat pecahnya ketuban yang lama (> 24 jam), perdarahan ringan, perdarahan post partum (resiko relatif 2 kali dibandingkan dengan tanpa induksi persalinan), dan hiperbilirubinemia neonatus (bilirubin > 250 µmol/l).



c. Dilator servikal higroskopik (batang laminaria) Dilatasi serviks dapat juga di timbulkan menggunakan dilator serviks osmotic higroskopik. Teknik yang dilakukan yakni dengan batang laminaria dan pada keadaan dimana serviks masih belum membuka. Dilator mekanik ini telah lama berhasil digunakan jika dimasukkan sebelum terminasi kehamilan, tetapi kini alat ini juga digunakan untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan. Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis dan dibiarkan selama 12-18 jam, kemudian jika perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin.4 d. Stripping membrane Stripping membrane yaitu cara atau teknik melepaskan atau memisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi



17



persalinan dengan “stripping” membrane merupakan praktik yang umum dan aman serta mengurangi insiden kehamilan lebih bulan. Stripping dapat dilakukan dengan cara manual yakni dengan jari tengah atau telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis.4 G. Komplikasi Induksi Persalinan Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan maupun setelah bayi lahir. Pada penggunaan infuse oksitosin dianjurkan untuk meneruskan pemberian hingga 4 jam setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan adalah: 1. Hiponatremia 2. Atonia uteri 3. Hiperstimulasi/ adanya kontraksi rahim yang berlebihan 4. Fetal distress 5. Prolaps tali pusat 6. Solusio plasenta 7. Rupture uteri 8. Hiperbilirubinemia 9. Perdarahan post partum 10. Kelelahan ibu dan krisis emosional 11. Infeksi intrauterine 12. Emboli Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.



18



DAFTAR PUSTAKA



1. Wannmacher, Lenita. 2005. Misoprostol low Dose For Induction Labour http://www.archives.who.int/.../misoprostollowdose_ECM_review_10f



eb05.pdf



(28 Agustus 2009). 2. Asl Z.A., Farrokhi M., Rajaee M. 2007. Comparative Efficacy Of Misoprostol And Oxytocin As Labor Preinduction Agents: A Prospective Randomized Trial. Acta Medica Iranica. 45 : 4433. 3. Arias, fernando. 1993. Practical Guide to high risk pregnancy and delivery. Mosby. Westline Industrial drive. 4. Cunningham F.G., Gant N.F., Leveno K.J., Gilstrap L.C., Hauth J.C., Wenstrom K.D. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC. 5. Tenore J.L. 2003. Methods For Cervical Ripening and Induction of Labor. AAFP. 67: 2123-26. 6. Prawirohardjo S. 2007. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 7. Angsar MD, Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Cetakan Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991: 73-9. 8. Arias, fernando. 1993. Practical Guide to high risk pregnancy and delivery. Mosby. Westline Industrial drive.



19