REFERAT Kardiomiopati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



KARDIOMIOPATI



Oleh : Bayu Rahmadin



0910312025



Darayani Okta Safda



1110312135



Femmy Maysara



1110312146



Mutiarawati



1110311018



Hidayatul Ilma



1210312032



Novdian Siska



1210313075



Diflayzer



1210313028



Fajar Satria Pratama



1210312092 Preseptor:



Dr. Didik Haryanto, Sp.A (K)



BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR M.DJAMIL PADANG 2016



DAFTAR ISTILAH



MVO2



: Myocardial Oxygen Consumption



LV



: Left Ventricle



LVH



: Left Ventricle Hypertrophy



LVEDP



: Left Ventricle End Diastolic Pressure



CO



: Cardiac Output



JVD



: Jugular Vein Distention



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Kardiomiopati adalah sebuah kelompok penyakit dengan berbagai macam kelainan



pada



otot



jantung.



Klasifikasi



sebelumnya



menetapkan



kardiomiopati sebagai penyakit miokardium dengan penyebab yang tidak diketahui (myocardial diseases of unknown cause), namun dengan peningkatnya pemahaman terkait etiologi dan patogenesis membuat perubahan definisi dari kardiomiopati yaitu“ kelainan atau gangguan dimana otot jantung secara sturuktural dan fungsional abnormal, dan tidak adanya penyakit arteri koroner, hipertensi, penyakit katup dan penyakit jantung bawaan yang menjadi penyebab dari abnormalitas otot jantung tersebut.1 Istilah “kardiomiopati spesifik (specific cardiomyopathy)” digunakan untuk menggambarkan gangguan otot jantung akibat dari penyakit jantung atau sistemik seperti penyakit arteri koroner, penyakit katup jantung, atau hipertensi.6 Klasifikasi



kardiomiopati



ditetapkan



berdasarkan



anatomi



(morfologi ventrikel) dan patofisiologi. Kardiomiopati dilatasi, bentuk yang paling umum dari kardiomipati, dicirikan terutama dengan dilatasi ventrikel kiri dan penurunan fungsi sistolik ventrikel. Pada kardiomiopati hipertrofi terdapat peningkatan ketebalan miokardium ventrikel, normal atau peningkatan fungsi sistolik dan seringkali disertai abnormalitas diastolik (relaksasi). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan ukuran ruang dan dinding ventrikel yang normal atau nyaris normal tanpa gangguan 3



fungsi sitolik, namun disertai dengan fungsi diastolik yang terganggu sehingga menyebabkan peningkatan tekanan pengisian dan pembesaran atrium. Bentuk lain dari kardiomiopati adalah kardiomiopati ventrikel kanan aritmogenik dan left ventricular non compaction.2 Selain itu, WHO (world health organization), AHA (American heart association), dan ESC (European Cardiology Association) mempunyai cara yang berbeda dalam mengkasifikasikan kardiomiopati primer.4 WHO mengklasifikasikan kardiomiopati menjadi (1) kardiomiopati dilatasi, (2) kardiomiopati hipertrofi, (3) kardiomiopati restriktif, dan (4) kardiomiopati displasia ventrikel kanan aritmogenik. Sebagian besar pasien mempunyai bentuk murni dari kelainan ini yang memenuhi kriteria diagnostik yang sesuai untuk masing-masing jenis, walaupun beberapa mempunyai kelainan yang tumpang tindih dengan bentuk campuran dari penyakit ini.5 Klasifikasi AHA membagi kardiomiopati menjadi kardiomiopati primer yang hanya mempengaruhi jantung dan kardiomiopati sekunder, yaitu akibat dari penyakit sistemik yang mempengaruhi banyak bagian tubuh yang lain sedangkan ESC membagi kardiomiopati hampir sama dengan WHO, namun menambahkan unclassified cardiomyopathy ke dalam klasifikasi.6 Prevalensi kardiomiopati pada masa neonatus adalah 10 dalam 100.000 kelahiran hidup, sedang untuk semua anak prevalensinya 36,5 per 100.000 kelahiran untuk kardiomiopati dilatasi dan 2,5 per 100.000 kelahiran untuk kardiomiopati hipertrofi.3 Di Asia, laporan kejadian kardiomiopati primer pada anak-anak sangat jarang, karena itu, penelitian lebih lanjut dibutuhkan di daerah ini.4



4



Kardiomiopati dilatasi adalah bentuk yang paling umum dari kardiomiopati diseluruh dunia dan mempunyai banyak penyebab. Pada 30 sampai 48 % pasien, kardiomiopati dilatasi diturunkan secara genetik. Selain itu, gangguan inflamasi seperti miokarditis atau agen toksik seperti obat-obatan dan alkohol dapat mengakibatkan kardiomiopati dilatasi. Dari semua kasus kardiomiopati dilatasi, 20% sampai 48% mempunyai riwayat keluarga untuk penyakit ini.4 Kardiomiopati pada anak meliputi penyakit dengan rentang yang luas, baik genetik ataupun didapat, yang dapat bermanifestasi



sebagai



gangguan



jantung



primer



atau



sebagai



kardiomiopati sekunder pada penyakti sistemik. Beban dari penyakit ini sangat bermakna, dan berkembang secara mendunia, namun ketersediaan dari pengobatan penyakit ini sangat terbatas.7 Pada referat ini pembahasan dibatasi terutama hanya pada kardiomiopati



primer,



dengan



pembagian



kardiomiopati



restriktif dan kardiomiopati



kardiomiopati hipertrofi.



dilatasi,



Referat



ini



diharapkan dapat membantu mahasiswa klinik kedokteran untuk lebih memahami kardiomiopati sebagai suatu kompleks penyakit. 1.2



Batasan Masalah Referat ini dibatasi pada pembahasan definisi, epidemiologi, klasifikasi, patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis kardiomiopati.



5



1.3



Tujuan Penulisan Referat ini bertujuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi, klasifikasi, patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis kardiomiopati.



1.4



Metode Penulisan Metode yang dipakai dalam penulisan referat ini berupa tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.



6



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Defenisi Kardiomiopati merupakan spektrum luas dari suatu penyakit yang mengenai otot jantung. Menurut WHO tahun 2006, kardiomiopati adalah suatu kelompok penyakit otot jantung yang heterogen dikaitkan dengan disfungsi mekanik dan atau elektrik yang biasanya menunjukkan hipertrofi atau dilatasi yang tidak tepat dan disebabkan berbagai penyebab yang umumnya genetik. Kardiomiopati dapat berkaitan dengan jantung sendiri ataupun bagian dari penyakit sistemik lain, dimana dapat menyebabkan kematian jantung atau kegagalan jantung yang progresif. 8 European Society of Cardiology (ESC) pada tahun 2008 telah mendefenisikan kardiomiopati sebagai suatu kelainan yang mengenai otot jantung yang secara struktur dan fungsi abnormal dan tidak berhubungan dengan kelainan kongenital, katup, hipertensi ataupun penyakit jantung koroner.9



2.2



Epidemiologi Pada berbagai negara yang berbeda, angka kejadian kardiomiopati tidak konsisten karena metode penelitian yang bervariasi digunakan untuk penellitian dengan kelompok umur dan durasi penelitian yang berbeda. Menurut registrasi kardiomiopati anak-anak di amerika serikat, kejadian tahunan kardiomiopati adalah 0.28 per 100.000 pada anak-anak 18 tahun kebawah, dengan kardiomiopati dilatasi merupakan yang paling banyak



7



(58%), diikuti dengan kardiomiopati hipertrofi (30%). Kasus lebih sedikit pada kardiomiopati restriktif (5%) dan kardiomiopati ventrikel kanan aritmogenik (5%). Angka kejadian kardiomiopati adalah 1.24 per 100.000 pada anak kurang dari 10 tahun di Australia dan 0,65 per 100.000 pada anak umur 20 tahun atau kurang di Finlandia.14 Kardiomiopati dilatasi, bentuk yang paling umum dari kardiomiopati pada anak-anak, adalah penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting dan juga indikasi tersering untuk transplantasi jantung.2 Kardiomiopati dilatasi merupakan kardiomiopati tersering pada anak-anak, mencakup 3 per 5 kasus. Angka kejadian tahunan antara 0.58 dan 0.73 kasus per 100.000 populasi. Secara keseluruhan, pria dan wanita kurang lebih terkena secara rata, namun pada kardiomiopati dilatasi yang terkait dengan kelainan neuromuskular atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism), pria lebih banyak terkena, dimana terkait dengan pewarisan terpaut kromosom X (X-Linked).



Mayoritas anak dengan



kardiomiopati dilatasi berumur satu tahun, dengan pengecualian pada kelompok dengan penyakit neuromuskular yang mendasari, yaitu terjadi lebih sering pada remaja.1 Epidemiologi di Amerika Serikat, kardiomiopati dilatasi menunjukkan angka kejadian tahunan pada anak-anak kurang dari 18 tahun sekitar 0,57 kasus per 100.000 orang per tahun. Ras, kelamin, umur, lingkungan, dan faktor genetik mempengaruhi perkembangan dan hasil dari penyakit ini. Anak-anak Afrika-Amerika mempunyai angka kejadian yang lebih tinggi dan hasil yang lebih buruk dibandingkan dengan anak berkulit putih di Amerika Serikat. Sebagai tambahan, anak-anak



8



penderita kanker yang bertahan hidup cenderung untuk mendapatkan kardiomiopati dilatasi dini yang tampaknya berkembang menjadi kardiomiopati dilatasi setelah pengobatan antrasiklin atau terapi radiasi.27 Hipertrofi ventrikel kiri yang tidak dapat dijelaskan (Unexplained) terjadi pada kurang lebih 1 dalam setiap 500 orang dewasa. Frekuensi hipertrofi ventrikel kiri pada anak-anak tidak diketahui, namun penelitian berdasarkan populasi dari Australia dan Amerika Serikat melaporkan angka kejadian antara 0,3 dan 0,5 kasus per 100.000, termasuk kardiomiopati terkait dengan kelainan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism), penyakit neuromuskular, dan sindrom malformasi. Kekerapan kejadiannya lebih sering pada pria, dan paling sering pada umur satu tahun, dengan salah satu penelitian mendapatkan puncak kedua terjadi saat remaja.1 Pada anak-anak dengan kardiomiopati hipertrofi yang bertahan hidup setelah masa bayi, kematian jantung mendadak (sudden cardiac death) merupakan komplikasi yang paling terkenal. Angka kejadian kematian jantung mendadak pada anak dan remaja diperkirakan sampai 6.2 kasus per 100.000 populasi. Secara keseluruhan, 36 % kasus kematian jantung mendadak pada anak-anak dianggap disebabkan oleh kardiomiopati hipertrofi dibandingkan dengan 3% pada anak-anak dengan kardiomiopati dilatasi.1 Kardiomiopati restriktif merupakan jenis yang paling jarang, mencakup kurang dari 3% kardiomiopati yang ditemukan pada anak. Jumlah total anak dengan kardiomiopati restriktif dilaporkan pada sejumlah kepustakaan adalah kurang dari 150. Umur anak-anak yang



9



memiliki kelainan ini berkisar antara 0 sampai 19 tahun, namun mayoritas berumur 2 dan 11 tahun, dengan median 4,7 tahun. Beberapa laporan memberi kesan bahwa penderita wanita sedikit lebih dominan, namun ini belum dikonfirmasi oleh penelitian-penelitian lain.1



2.3



Klasifikasi Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan kardiomiopati. Dahulu, suatu kardiomiopati diartikan sebagai suatu penyakit otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya.10 Kemudian ini dipatahkan dengan berdasarkan pada fenotip patofisiologi kelainan menjadi kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati restriksi. Akhir-akhir ini dua klasifikasi baru telah ditambahkan yaitu kardiomiopati aritmogenik dan left ventricular noncompaction cardiomyopathy.



2.3.1



Kardiomiopati Hipertrofi Kardiomiopati hipertrofi didefenisikan dengan adanya hipertrofi miokardium yang tidak sesuai dengan stres hemodinamik yang dibutuhkan untuk derajat hipertrofi serta tidak berkaitan dengan penyakit infiltratif seperti amiliodosis.12



2.3.2



Kardiomiopati Dilatasi Kardiomiopati dilatasi adalah suatu kelainan kelainan miokardium yaitu berupa dilatasi dan disfungsi sistolik ventrikel kiri atau kedua ventrikel tanpa adanya kelainan kongenital, katup, penyakit arteri koroner, atau penyakit perikardial.10



2.3.3



Kardiomiopati Restriksi



10



Kardiomiopati



restriktif



secara



umum



didefenisikan



sebagai



tampakan ventrikel yang normal (tidak dilatasi dan tidak hipertrofi) dengan fungsi hemodinamik terganggu, peningkatan tekanan pengisian, dan disfungsi diastolik, serta pada kebanyakan kasus ditemukan fungsi sistolik yang normal.9



Gambar 2.1. Gambaran berbeda dari masing-masing jenis kardiomiopati pada saat sistolik akhir dan saat diastolik akhir. Kongestif dapat disamakan dengan kardiomiopati dilatasi. 2.4



Etiologi



2.4.1 Kardiomiopati Hipertrofi (Hypertrophy Cardiomyopathy, HCM) Biasanya disebabkan oleh kelainan otot jantung yang diturunkan. Sekitar 50% kasus kelainan HCM diwariskan secara autosomal dominan dan disebabkan oleh karena terjadinya mutasi pada salah satu dari 10 gen yang mengkode protein komponen sarkomer jantung (seperti β-miosin



11



rantai besar, miosin pengikat protein-C, dan troponin-T jantung). Penyebab lain dari HCM ini terjadi secara sporadis.12 2.4.2 Kardiopati Dilatasi (DCM) Kardiomiopati dilatasi merupakan bentuk paling umum dari kardiomiopati. Penyebab terbanyak dari kardiomiopati dilatasi bersifat idiopatik (> 60%), diikuti oleh kardiomiopati yang diturunkan, miokarditis aktif, dan penyebab lainnya. Banyak kasus dari kardiomiopati dilatasi yang tidak dapat dijelaskan secara pasti penyebabnya, tetapi dapat dilihat dari penyakit miokarditis subklinis. Diantara jenis penyakit jantung yang diturunkan pola pewarisan yang paling sering terjadi diturunkan secara autosomal dominan. Meskipun X-linked, autosomal resesif, dan pola pewarisan kelainan pada mitokondrium juga dilaporkan.12 Penyebab lain dari kardiomiopati dilatasi dapat disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, jamur, protozoa, dan riketsia). Gangguan endokrin dan metabolik (hipertiroi dan hipotiroid, peningkatan katekolamin, diabetes, hipokalsemia, hipoposfatemia, gangguan penyimpanan glikogen, mukopolisakarida) dan gangguan pada gizi (kwashiorkor, beri-beri, dan defisiensi karnitin). Agen kardiotoksik seperti doksorubisin dan penyakit sistemik seperti penyakit gangguan jaringan ikat juga dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi.12



2.4.3 Kardiomiopati Restriksi (RCM)



12



Kardiomiopati restriksi merupakan bentuk yang sangat langka dari kardiomiopati, hanya 5% dari kasus kardiomiopati yang terjadi pada anakanak. Penyebabnya mungkin bisa bersifat idiopatik atau mungkin juga berhubungan dengan penyakit sistemik seperti skleroderma, amiloidosis, sarkoidosis, atau kelainan metabolisme bawaan (mucopolisakaridosis). Keganasan atau terapi radiasi dapat juga menyebabkan kardiomiopati restriksi. 12



2.5



Patogenesis



2.5.1



Kardiomiopati Hipertrofi Terjadi akibat adanya mutasi gen. Gen-gen yang mengalami mutasi tersebut adalah gen yang bertanggung jawab menghasilkan protein kompleks sarkomer antara lain seperti protein beta miosin rantai besar, tropinin, dan miosin pengikat protein C yang akan mengakibatkan gangguan fungsi kontraksi otot jantung. Gangguan fungsi kontraksi yang terjadi akan dikompensasi oleh otot jantung dengan terjadinya hipertrofi otot jantung dan proliferasi dari fibroblas.13 HCM ditandai dengan adanya peningkatan penebalan dinding ventrikel kiri tanpa adanya penyakit dari struktur jantung atau hipertensi. Meskipun ventrikel kiri paling berpengaruh, ventrikel kanan kemungkinan juga ikut terlibat, khususnya di masa bayi. Katup mitral dapat menunjukkan gerak anterior sistolik dan insufisiensi mitral. Obstruksi saluran ventrikel kiri terjadi pada 25% pasien, bersifat dinamis, dan



13



sebagian mungkin dapat menjadi sekunder pada keadaan katup mitral yang abnormal serta obstruksi hipertrofi dari otot jantung.14 Biasanya fungsi pompa sistolik dapat dipertahankan atau bersifat hiperdinamik, walaupun akhirnya dapat terjadi disfungsi sistolik. Obstruksi dari saluran keluar dengan atau tanpa adanya insufisiensi mitral dapat dipicu oleh manipulasi fisiologis seperti manuver Valsava, posisi perubahan, dan aktivitas fisik. Sering pada hipertrofi dan fibrosis otot jantung menunjukkan adanya kelainan dari relaksasi dan pengisian ventrikel kiri mungkin akan menjadi terganggu (disfungsi diastolik). 14 2.5.2



Kardiomiopati Dilatasi Patogenesis dari pelebaran ventrikel dan perubahan kontraktilitas yang terlihat pada DCM bervariasi tergantung dari etiologi yang mendasari (disfungsi sistolik dan kerusakan miosit otot jantung). kelainan genetik terjadi pada beberapa komponen otot jantung termasuk protein sarkomer, sitoskeleton, dan protein yang memperantarai sitoskeleton untuk proses kontraktilitas, diturunkan secara autosomal dominan dan X-linked. DCM dapat terjadi setelah infeksi dari virus dan menyebabkan miokarditis, meskipun patogenesis primer bervariasi mulai dari cedera langsung miokard, proses inflamasi, sampai terjadi kerusakan miokard, pembesaran ventrikel, dan berkurangnya fungsi jantung yang kejadiannya mirip dengan yang terjadi akibat kelainan genetik. Dalam 20-50% kasus penyakit DCM merupakan kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal dominan. Penyakit distrofi otot seperti Duchenne dan Becker merupakan kardiomiopati tipe X-linked yang terjadi pada 5-10% dari kasus.



14



Distrofinopati ini menyebabkan koneksi sarkomer dan sitoskeleton menjadi abnormal, sehingga terjadi gangguan kekuatan dari otot jantung, kerusakan miosit atau terbentuknya jaringan parut, pembesaran ruang, dan disfungsi otot jantung. 14 Miopati mitokondrium (seperti pada kelainan distrofi otot) kemungkinan ditemukannya



klinis dari ekstrakardial yang diturunkan



secara autosomal resesif. Kelainan oksidasi asam lemak pada gangguan sistemik dari metabolisme (Hipoketosis, hipoglikemia, asidosis, dan disfungsi hati), beberapa dengan miopati perifer dan neuropati, dan lainlain akan menyebabkan kematian mendadak atau keadaan yang mengancam kehidupan akibat terjadinya aritmia jantung.14 Kardiotoksisitas



antrasiklin



atau



doxorubicin



(adriamycin)



merupakan keadaan yang jarang untuk menyebabkan kerusakan otot jantung akibat inflamasi akut. Namun pada 30% pasien yang mengalami DCM akibat pemberian dosis kumulatif dari doxorubicin yang diberikan melebihi 550 mg/m2. Risiko Toksisitas dapat diperburuk oleh terapi radiasi yang dilakukan secara bersamaan.14 2.5.3



Kardiomiopati Restriksi Kelainan RCM ditandai dengan ruang ventrikel yang normal, ketebalan dinding miokardium yang normal, dan fungsi sistolik dapat normal. Keadaan dilatasi atrium dapat terjadi sebagai akibat dari miokardium yang abnormal dan tekanan diastolik ventrikel yang tinggi. Penurunan sifat secara autosomal dominan dapat terjadi pada keluarga yang mengalami mutasi dari gen sarkomer dan sitoskeletal.14



15



2.6



Patofisiologi dan Gejala Klinis



2.6.1



Kardiomiopati hipertrofi Gejala klinis pada kardiomiopati hipertrofi disebabkan oleh karena adanya penurunan fungsi diastolik dan juga karena ada atau tidaknya sumbatan intermiten aliran keluar saat sistolik. Jadi patofisiologi kardiomiopati hipertrofi dalam hal ini dibagi dua berdasarkan ada atau tidaknya sumbatan intermiten keluarnya darah saat sistolik.17



Gambar 4. Patofisiologi Kardiomiopati hipertrofik. 17 2.6.1.1 Kardiomiopati hipertrofi tanpa sumbatan aliran sistolik Pada kardiomiopati hipertrofi jenis ini selain terjadi hipertrofi juga terjadi kekakuan dan gangguan relaksasi pada ventrikel kiri. Gangguan relaksasi yang menurun pada ventrikel kiri menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel kiri, yang akan dialirkan ke arah belakang, sehingga



16



mengakibatkan peningkatan tekanan atrium, vena pulmonal dan kapiler pulmonal. Peningkatan tekanan pada vena pulmonal dan kapiler pulmonal inilah yang menyebabkan gejala dispnea pada penderita kardiomiopati jenis ini. Jantung yang hipertrofi juga dapat menimbulkan gejala angina akibat peningkatan kebutuhan oksigen oleh miokardium. Jantung yang hipertrofi serta adanya miosit disarray sehingga rentan terhadap timbulnya aritmia yang fatal. 17 2.6.1.2 Kardiomiopati dengan sumbatan aliran sistolik Diperkirakan sepertiga pasien dengan kardiomiopati hipertrofi mengalami sumbatan intermiten aliran sistolik. Mekanisme sumbatan intermiten aliran sistolik ini disebabkan oleh gerakan abnormal dari katup mitral anterior yang lokasinya dekat dengan posisi penebalan septum ventrikel. Mekanisme terjadinya sumbatan aliran sistolik adalah sebagai berikut: pada saat ventrikel berkontraksi, ejeksi darah ke katup aorta menjadi lebih cepat dari biasanya karena harus mengalir melalui jalur yang sudah menyempit, aliran darah yang cepat ini mengakibatkan tekanan pada katup mitral sehingga secara abnormal mendorong katup mitral ke arah septum, akibatnya katup mitral mendekat septum ventrikel kiri yang hipertrofi dan menutup sementara aliran darah ke aorta. Selain itu karena katup mitral terdorong dan menutup jalur keluar darah melalui katup aorta, katup mitral bagian anterior tidak dapat menutup dengan sempurna saat sistolik sehingga terjadi regurgitasi katup mitral.17 Pada pasien dengan obstruksi aliran sistolik, gejala-gejala yang timbul selain sama dengan kardiomiopati hipertrofi tanpa sumbatan aliran



17



sistolik juga ditambah oleh gejala-gejala akibat sumbatan aliran sistolik, yaitu: angina (yang disebabkan oleh hipertrofi otot jantung ditambah dengan peningkatan kerja ventrikel kiri karena harus melawan sumbatan saat sistolik), dispnea oleh karena adanya regurgitasi mitral, yang terakhir adalah adanya kegagalan meningkatkan curah jantung saat berolahraga.17 2.6.2



Kardiomiopati dilatasi Penyebab dari gejala klinis yang tampak pada kardiomiopati dilatasi adalah adanya penurunan fungsi kontraksi miokardium diikuti oleh adanya dilatasi



pada



ruang



ventrikel.15,16,17



Penurunan



fungsi



kontraksi



miokardium disebabkan karena adanya kerusakan pada kardiomiosit, kerusakan ini akan mengakibatkan kontraksi ventrikel menurun, dan diikuti dengan penurunan volume sekuncup serta curah jantung. Penurunan kontraksi ventrikel jika sudah tidak dapat diatasi lagi oleh mekanisme kompensasi (baik oleh peningkatan simpatis, mekanisme Frank-Starling, sistem reninangiotensin- aldosteron/RAA dan vasopresin), maka akan menyebabkan ventrikel hanya dapat memompa sejumlah kecil darah ke sirkulasi, sehingga nantinya darah tersebut akan lebih banyak tertimbun di ventrikel, timbunan darah inilah yang akan menyebabkan dilatasi ruang ventrikel yang bersifat progresif.16,18



18



Gambar A: Gambaran mikroskopis potongan melintang serat otot jantung yang normal. Gambar B : Kardiomiopati dilatasi, terlihat serat otot yang dipenuhi rongga kosong karena terjadi atrofi dan dipenuhi oleh fibrosis (warna unggu).13



Dilatasi ruang yang progresif nantinya akan menyebabkan disfungsi katup mitral (katup mitral tidak dapat tertutup sempurna), kelainan pada katup mitral ini akan menyebabkan terjadinya regurgitasi darah ke atrium kiri. Regurgitasi darah ke atrium kiri memiliki tiga dampak yang buruk, yaitu peningkatan tekanan dan volume yang berlebihan di atrium kiri sehingga atrium kiri membesar yang akan meningkatkan resiko, dampak buruk berikutnya adalah regurgitasi ke atrium kiri menyebabkan darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri lebih sedikit sehingga memperparah penurunan stroke volume yang telah terjadi, dampak buruk yang terakhir adalah pada saat diastolik volume darah yang masuk ke atrium kiri menjadi lebih besar karena mendapat tambah darah yang disebabkan oleh regurgitasi ventrikel kiri yang pada akhirnya akan menambah jumah darah di ventrikel kiri, sehingga memperparah dilatasi yang telah terjadi.15,16,17



19



Gambar: Patofisiologi Kardiomiopati dilatasi.17 Penurunan volume sekuncup karena menurunnya kontraktilitas miokardium dan ditambah dengan adanya regurgitasi katup mitral akan menimbulkan gejala kelelahan dan kelemahan pada otot rangka karena kurangnya suplai darah ke otot rangka.17 Pada kardiomiopati dilatasi juga terjadi peningkatan tekanan pengisian ventrikel yang akan menimbulkan gejalagejala kongesti paru seperti dispnea, ortopnea, ronki basah dan juga gejala-gejala kongesti sistemik seperti peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edema perifer.17 2.6.3



Kardiomiopati restriktif Berkurangnya kemampuan regang dari ventrikel menjadi dasar dari kelainan yang terjadi, yang berupa gangguan pada saat pengisian ventrikel. Gangguan pengisian ventrikel menyebabkan dua jenis kelainan, yaitu: meningkatnya tekanan vena sistemik dan paru dengan cirri kongesti vaskular kiri dan kanan. Kedua adalah berkurangnya ukuran ruang ventrikel dengan penurunan volume sekuncup dan curah jantung. Sama seperti pada kardiomiopati dilatasi, kongesti vena akan menyebabkan 20



peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edema perifer sedangkan penurunan curah jantung akan menyebabkan kelemahan dan kelelahan pada otot rangka.17



Patofisiologi Kardiomiopati restriktif. 17



2.7



Diagnosis



2.7.1



Kardiomiopati Hipertrofi Kardiomiopati hipertrofi merupakan penyakit autosomal dominan yang mengakibatkan penebalan dari dinding septum, sehingga terjadi obstruksi aliran keluar dari ventrikel kiri. Penebalan dinding septum mengakibatkan



terjadinya



keadaan



hiperdinamik



terutama



saat



beraktivitas. Relaksasi diastolik juga terganggu dan kemampuan ventrikel untuk mengembang menurun. Obstruksi aliran ventrikel kiri dapat muncul apabila detak jantung meningkat dan volume intravaskular menurun. Gejala yang dapat muncul seperti angina, sinkop, palpitasi, dan tandatanda infark miokard serta gagal jantung kiri.19 Meskipun pada umumnya pasien dapat asimtomatis, namun dispneu merupakan keluhan yang sering didapatkan, hampir pada 90% pasien yang simtomatis. Dispneu muncul sebagai akibat kekakuan ventrikel yang tak



21



mampu mengembang, sehingga mengakibatkan meningkatnya tekanan akhir diastolik ventrikel kiri serta relaksasi abnormal ventrikel.19,20 HCM jenis kedua akan muncul apabila terjadi peningkatan resistensi ejeksi ventrikel yang biasanya ditemukan pada keadaan hipertensi atau stenosis katup (biasanya aorta). Dalam hal ini, hipertrofi dari miosit merupakan kompensasi untuk meningkatkan pompa jantung, sehingga apabila terjadi disfungsi miosit yang berkepanjangan dapat mengakibatkan disfungsi diastolik dan akhirnya dapat menyebabkan disfungsi sistolik dari ventrikel.19 Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba getaran sistolik jantung yang kuat angkat. Pada auskultasi ditemukan S1 dapat normal atau mengeras, S2 fisiologis atau adanya split`paradoksal bila ada hipertrofi ventrikel kiri yang berat, Left Bundle- Branch Block, atau obstruksi aliran ventrikel kiri. Terdapat S4, Murmur pada kardiomiopati hipertrofik ini bersifat crescendo-decrescendo yang terdengar di sepanjang LSB (lower Sternal Border) dan di apeks. Bunyi bising berkurang dengan manuver yang meningkatkan volume ventrikel kiri seperti merangkak, mengangkat kaki, jongkok. Bising ini menjalar ke basal, apeks atau aksila namun jarang menjalar ke leher.19-22 Pada foto rontgen dada tampak gambaran normal pada pasien yang asimtomatik20,21. Dapat pula ditemukan pembesaran jantung ringan sampai sedang, terutama pembesaran atrium kiri. Pada pemeriksaan EKG ditemukan hipertrofi ventrikel kiri (80%), LBBB, Left Axis Deviation



22



(LAD), kelainan segmen ST dan gelombang T, gelombang Q yang abnormal dan aritmia atrial dan ventrikular. Pada pemeriksaan echokardiografi menemukan tiga jenis hipertrofi ventrikel kiri yaitu22: 



Hipertrofi septal saja (41%)







Hipertropi septal disertai hipertrofi dinding lateral (53%)







Hipertrofi apikal distal (6%) ( septum dan dinding lateral, kedua-duanya.



2.7.2



Kardiomiopati Dilatasi Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan. Gambaran kelainan yang ditemukan diantaranya dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering kali disertai gejala gagal jantung kongestif (Congestive Heart Feilure, CHF). Satu dari tiga kasus gagal jantung kongestif terjadi pada kardiomiopati dilatasi, dan yang lainnya merupakan konsekuensi dari penyakit jantung koroner. Kardiomiopati dilatasi menyebabkan penurunan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir diastolik, dan volume residual, penurunan volume sekuncup ventrikel, serta gagal biventrikel.19



Gejala klinis yang menonjol adalah dispneu dan fatigue. Kongesti pulmonal sering didapati namun edema pulmonal jarang ada. Palpitasi, disritmia, sinkop merupakan gejala yang biasa. Tanda-tanda gagal jantung kongestif timbul secara bertahap pada sebagian besar pasien. Beberapa pasien mengalami dilatasi ventrikel kiri dalam beberapa bulan bahkan



23



sampai beberapa tahun sebelum timbul gejala. Pada beberapa kasus sering ditemukan gejala nyeri dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada yang tipikal kardiak tidak lazim ditemukan. Bila terdapat keluhan nyeri dada yang tipikal, dipikirkan kemungkinan terdapat penyakit jantung iskemia secara bersamaan. Selain aritmia dan emboli sistemik, kejadian sinkop cukup sering ditemukan. Keluhan nyeri dada akibat sekunder dari emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif.19,22 Keluhan seringkali timbul secara gradual, bahkan sebagian besar awalnya asimptomatik walaupun telah terjadi dilatasi ventrikel kiri selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dilatasi ini kadangkala diketahui bila telah timbul gejala atau secara kebetulan bila dilakukan pemeriksaan radiologi dada yang rutin. Pembesaran jantung dengan derajat yang bervariasi dapat ditemukan, begitupula dengan gejala-gejala yang menyokong diagnosis gagal jantung kongestif. Pada penyakit yang lanjut dapat pula ditemukan tekanan nadi yang sempit akibat gangguan pada isi sekuncup. Pulsus Alternans dapat terjadi bila terdapat gagal ventrikel kiri yang berat. Tekanan darah dapat normal atau rendah. Jenis pernapasan Cheyne-stokes menunjukkan prognosis yang buruk. Peningkatan tekanan vena jugularis bila terdapat gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga dan keempat dapat pula terdengar, serta dapat ditemukan regurgutasi mitral ataupun trikuspid. Hepar akan membesar dan seringkali teraba pulsasi, edema perifer serta asites akan timbul pada gagal jantung kanan yang lanjut.19



24



Pada pemeriksaan fisis jantung dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 



Prekordium bergeser ke arah kiri







Impuls pada ventrikel kanan







Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi ventrikel kiri







Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar presistolik gallop (S4)







Split pada bunyi jantung kedua







Gallop ventrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung



Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran jantung akibat dilatasi ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi pembesaran pada seluruh ruang jantung. Pada lapang paru akan terlihat gambaran hipertensi pulmonal serta edema alveolar dan interstitial.19



Elektrokardiografi akan menunjukkan gambaran sinus takarkadi atau fibrilasi atrial,



aritmia ventrikel, abnormalitas atrium kiri,



abnormalitas segmen ST yang tidak spesifik dan kadang-kadang tampak gambaran gangguan konduksi intraventrikular dan low voltage.22



2.7.3



Kardiomiopati Restriktif Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya pun tidak diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya gangguan



25



pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel.19



Manifestasi klinis berdasarkan kepada kelainan hemodinamik yang mengakibatkan adanya gejala-gejala gagal jantung kongestif. Gejala yang sering meskipun tidak spesifik antara lain dispneu, paroxysmal nocturnal dyspnoe, orthopnoe, edem perifer, asites, dan gejala umum lainnya seperti lemah, dan lemas.23



Pemeriksaan fisik pada kardiomiopati restriktif tergantung berat penyakitnya. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan dalam batas normal sampai didapatkan gejala gagal jantung kongestif yang berat, antara lain edema perifer, asites, dan volume cardiac output yang rendah dengan manifestasi berupa ekstremitas yang dingin, hipotensi, dan letargi.23 Pada rontgen thorax ditemukan kongesti vena pulmonalis dan efusi pleura. Pada pemeriksaan EKG ditemukan low voltage. Terlihat juga gangguan



konduksi



intra-ventrikular



dan



gangguan



konduksi



atrioventrikular. Pada pemeriksaan Ekokardiografi tampak dinding ventrikel kiri menebal serta penambahan massa di dalam ventrikel. Ruangan ventrikel normal atau mengecil dan fungsi sistolik yang masih normal.23



26



Pada tabel berikut ditampilkan ketiga jenis kardiomiopati secara klinisnya12: Tabel 1. Karakteristik klinis Kardiomiopati Klinis Penyebab



Disfungsi hemodinamik



Echo (morfologi)



Doppler



Hipertrofi - Didapat (autosomal dominan pada 30-60%) - Sporadik (mutasi gen ±) Disfungsi diastolik (dengan fungsi sistolik yang normal) (kekakuan abnormal LV dengan gangguan pengisisan ventrikel) - Penebalan dinding LV (dan kadang dinding RV) - Ruang LV bisa normal atau mengecil - Kontraktilitas LV normal - HOCM dan/atau ASH



Pola relaksasi berkurang



Restriksi Fibrosis miokardial, hipertrofi atau infiltrasi (amyloid, hemokromatosis)



Disfungsi kontraktilitas sistolik (penurunan cardiac output, penurunan stroke volume, peningkatan LVEDP) - Dilatasi biventrikular (peningkatan LVDD, peningkatan LVSD) - Pembesaran atrium diakibatkan pembesaran ventrikel) - Kontraktilitas LV menurun - Trombus apikal (±) Pola relaksasi berkurang



Disfungsi diastolik (kekakuan dinding ventrikel mempengaruhi pengisian ventrikel) -



-



Pembesaran biatrium Volum LV dan RV normal Fungsi sistolik LV normal hingga stadium lanjut Trombus atrial (±)



Pola “restriktif”



ß- Vasodilator - diuretik Adrenoreceptor - Digitalis dan - antikoagulan (±) blockers diuretik - kortikosteroid (±) - Calcium - ß-Adrenoceptor - pacemaker antagonists blockers (±) permanen untuk (digitalis/katekol dan - antikoagulan blok jantung (±) nitrat merupakan - antiaritmia (±) - transplantasi kontraindikasi) jantung (±) - transplantasi (diuretik bisa jantung (±) memperburuk gejala) AD= autosomal dominant, ASH=asymmetrical septal hypertrophy, HOCM=hypertrophic obstructive cardiomyopathy, LV,=eft ventricle, LVDD=left ventricular diastolic Dimension, LVEDP=left ventricular end-diastolic pressure, LVSD=left ventricular systolic dimension, RV=right ventricle. Tatalaksana



-



Dilatasi Plurikausal (toksik, metabolik, infeksi, alkohol, doxorubicin)



27



2.8



Pemeriksaan Penunjang10



2.8.1



Elektrokardiografi Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) pada kardiomiopati dilatasi dapat normal, namun dapat menunjukkan gambaran sinus takikardi dan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak spesifik, terutama di sadapan inferior dan lateral. Pada penderita dengan fibrosis ventrikel kiri yang luas dapat ditemukan gelombang Q abnormal di sadapan bagian septum. Selain itu sering ditemukan tanda-tanda pembesaran atrium dan hipertrofi ventrikel kiri dan terkadang biventrikel. Semua derajat blok atrioventrikular juga dapat ditemukan, dan hal ini meningkatkan dugaan adanya kemungkinan mutasi gen A/C. Aritmia supraventrikuler dan ventrikuler juga sering ditemukan. Pada anak-anak, aritmia muncul hingga setengah kasus dan setengahnya adalah atrial. Sedangkan ventrikular takikardi pada anak-anak hanya muncul sepersepuluh kasus.



2.8.2



Foto polos dada Pemeriksaan foto polos dada biasanya menunjukkan kelainan. Adanya peningkatan cardiothoracic ratio (CTR) menggambarkan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri. Pada penderita dengan edema paru dapat terlihat adanya peningkatan corakan vaskuler paru. Selain itu juga bisa didapatkan efusi paru.



2.8.3



Ekokardiografi Secara umum, adanya dimensi akhir diastolik ventrikel (ventricular end-diastolic dimensions) lebih dari dua standar deviasi diatas rata-rata luas permukaan tubuh terkoreksi, atau lebih besar 112% dari dimensi yang



28



diprediksi, dan adanya pemendekan fraksi (fractional shortening) kurang dari 25%, cukup untuk menegakkan diagnosis kardiomiopati dilatasi. Namun kriteria ini memiliki beberapa keterbatasan, sehingga parameter fungsi ventrikel kiri biasanya juga diukur, seperti ejeksi fraksi, myocardial performance index, dan penilaian curah jantung dengan menggunakan kecepatan aorta dan outflow tract ventrikel kiri dengan menggunakan Doppler. Ekokardiografi secara cross sectional juga digunakan untuk menilai adanya trombus intrakavitas di ventrikel atau atrium seperti ditunjukkan pada Colour flow. Doppler digunakan untuk menentukan adanya dan beratnya regurgitari mitral dan trikuspid. Selain itu pulsed dan continuous wave Doppler dapat digunakan untuk menilai tekanan arteri pulmonal. Penderita bisanya memiliki kelainan fungsi diastolik ventrikel kiri. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan kelainan relaksasi atau pseudonormal pattern dari inflow mitral dan aliran vena pulmonalis. Suatu penelitian menunjukkan kecepatan annular sistolik dan diastolik pada tissue Doppler lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, namun penelitian selanjutnya diperlukan untuk menentukan apakah parameterparameter ini memiliki nilai prognostik. 2.8.4



Biomarker jantung Kadar kreatinin kinase harus diukur pada semua penderita kardiomiopati dilatasi karena hal ini merupakan petunjuk penting dalam menentukan etiologi. Biomarker jantung lain seperti troponin I dan troponin T juga dapat meningkat dan diduga menunjukkan kemungkinan



29



penyebabnya adalah inflamasi atau iskemia. Kadar B-type natriuretic peptide meningkat pada anak dengan gagal jantung kronik, dan hal ini dapat memprediksi angka harapan hidup, perawatan di rumah sakit, dan kandidat transplantasi jantung. 2.8.5



Uji latihan Penggunaan treadmil atau sepeda dikombinasi dengan analisis gasgas pernapasan bermanfaat untuk menilai keterbatasan fungsional dan progresifitas penyakit pada kondisi yang stabil. Anak-anak ini memiliki durasi latihan yang lebih rendah, mengkonsumsi oksigen lebih sedikit, dan tekanan sistolik pada saat puncak latihan yang lebih rendah dibandingkan teman



seusianya.



Uji



latihan



tetap



bermanfaat



terutama



dalam



mengevaluasi anak-anak yang akan dilakukan transplantasi. Adanya laktat asidemia yang berat pada saat pemeriksaan marker pernapasan saat uji latihan metabolik dapat disebabkan oleh kelainan mitokondrial atau metabolik. 2.8.6



Kateterisasi jantung Kateterisasi jantung dengan biopsi endomiokardium dapat berguna pada beberapa anak, namun penggunaannya saat ini menurun karena munculnya teknik non invasif. Biopsi endomiokardium dapat bermanfaat dalam mendiagnostik miokarditis. Selain itu juga dapat mengidentifikasi kelainan metabolik atau mitokondrial. Penilaian hemodinamik diastolik akhir ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis dapat dinilai dengan kateter, namun hal ini dapat juga dinilai dengan ekokardiografi yang lebih non invasif dan tidak akan terpapar oleh radiasi atau pemakaian anestesi.



30



2.8.7



Magnetic Resonance Imaging (MRI) jantung Pemeriksaan ini berguna sebagai alternatif jika pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan gambaran yang tidak jelas. Sebagai tambahan, deteksi fibrosis dengan penyengatan kontras dapat menjadi imaging-guided method untuk meningkatkan diagnostik dari biopsi endomiokardium.



2.9



Tatalaksana



2.9.1



Kardiomiopati Dilatasi Tidak ada pengobatan yang spesifik pada sebagian besar kasus kardiomiopati dilatasi. Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki gejala dan mencegah progresifitas dan komplikasi, seperti gagal jantung, kematian mendadak, dan tromboemboli.24



Pasien dengan DCM dapat



diberikan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau obat-obatan antikongestif seperti captopril, enalapril, dan spironolakton.4 a. Diuretik Tidak ada penelitian yang mengevaluasi efek diuretik dalam mengurangi mortalitas atau memperbaiki gejala pada anak-anak. Namun, diuretik tiazid dan loop diuretics harus diberikan pada semua penderita yang menunjukkan adanya retensi cairan karena gagal jantung. Namun, penggunaannya tidak boleh sebagai monoterapi, karena



dapat



memicu



aktivasi



menyebabkan progresifitas penyakit.4



31



neurohormonal



yang



dapat



Spironolakton yang merupakan antagonis aldosteron, dapat menurunkan mortalitas hingga hampir sepertiga kasus di dewasa dengan gagal jantung berat dan ejeksi fraksi kurang dari 35%. Efek samping yang dapat terjadi adalah hiperkalemia (jarang ditemukan pada penderita dengan fungsi ginjal yang normal) dan ginekomastia.4 b. Inhibitor



Angiotensin-converting



Enzyme



dan



penghambat



(blocker) reseptor angiotensin Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron termasuk dalam patofisiologi pada gagal jantung. Telah banyak penelitian uji klinis yang memperlihatkan bahwa inhibisi enzim yang mengubah angiotensin ini dapat memperbaiki gejala, mengurangi hari perawatan, dan menurunkan mortalitas pada penderita gagal jantung dewasa. Lebih jauh lagi, efek inhibisi ini dapat menurunkan progresifitas pada penderita yang asimptomatis. Sejumlah kecil penelitian observasional melaporkan efektifitas obat ini pada anak dengan gagal jantung. Hanya ada satu laporan retrospektif pada anak yang menggambarkan efek inhibisi ini terhadap mortalitas yaitu menunjukkan adanya perbaikan angka harapan hidup selama satu tahun pengobatan. Pada kebanyakan kasus, inhibitor ini dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang tersering adalah hipotensi simptomatik yang dapat dicegah dengan pemberian dosis secara titrasi.4 Penghambat reseptor angiotensin memiliki efek hemodinamik yang mirip dengan inhibitor Angiotensin-converting Enzyme, namun dengan efek samping yang lebih sedikit. Penelitian akhir-akhir ini



32



menunjukkan bahwa kombinasi antara inhibitor dengan penghambat ini lebih bermanfaat dalam mencegah remodeling ventrikel, namun tidak berdampak terhadap angka harapan hidup.24 Rekomendasi saat ini pada anak dengan kardiomiopati dilatasi adalah penggunaan inhibitor Angiotensin-converting Enzyme harus digunakan secara rutin pada semua anak dengan disfungsi ventrikel kiri sedang atau berat tanpa melihat ada atau tidaknya gejala. 4 Penderita yang tidak dapat toleransi terhadap golongan ini dapat dipertimbangkan penggunaan penghambat reseptor angiotensin. Penggunaan



inhibitor



Angiotensin-converting



Enzyme



tidak



direkomendasikan sebagai terapi awal pada penderita dengan disfungsi ventrikel kiri yang sudah dekompensata. 4 c. Beta-Blocker Laporan mengenai penggunaan obat ini pada anak-anak dengan gagal jantung sangat terbatas. Beberapa penelitian observasional menggunakan carvedilol dan metoprolol menunjukkan perbaikan secara klinis dari sistolik ventrikel kiri dan kelompok fungsional. Hasil dari uji klinis secara acak pertama pada anak dengan kardiomiopati, yang dilakukan secara multisenter oleh Paediatric Carvedilol Study Group, telah dipublikasikan. Walaupun terlihat manfaat dari carvedilol yang berhubungan dengan mortalitas dan lama perawatan, namun hal ini secara statistik tidak signifikan. Tampaknya carvedilol dan ß-blocker lainnya dapat memperbaiki keluaran beberapa anak dengan gagal jantung, namun masih diperlukan



33



penelitian yang lebih besar dan follow up yang lebih panjang. Pada saat ini belum ada rekomendasi khusus mengenai penggunaan ßblocker pada anak dengan gagal jantung terkompensasi, namun penggunaannya secara rutin menunjukkan peningkatan.24 d. Digitalis Digoksin dapat memperbaiki gejala gagal jantung pada dewasa, namun tidak dalam hal harapan hidup. Kadar digoksin yang tinggi dalam serum berhubungan dengan meningkatnya mortalitas pada beberapa penderita. Obat ini masih digunakan secara luas pada bayi dan anak dengan gagal jantung, namun masih sedikit data yang menunjukkan



efikasinya.



Pedoman



terbaru



merekomendasikan



penggunaannya dalam dosis kecil untuk memperbaiki gejala pada anak dengan gagal jantung yang bergejala, termasuk penderita dengan kardiomiopati dilatasi. Digoksin tidak direkomendasikan pada anak dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis.4 e. Antikoagulan Kejadian tromboemboli pada anak dengan kardiomiopati dilatasi tidak diketahui, tetapi tampaknya rendah. Namun resiko kumulatif terjadinya embolisasi sistemik pada pasien yang didiagnosis pada usia muda merupakan hal yang penting. Antikoagulan dengan warfarin dianjurkan pada penderita yang diketahui adanya trombus intrakardiak yang diidentifikasi dengan ekokardiografi dan pada penderita yang memiliki riwayat tromboemboli sebelumnya.4



34



Tidak ada data yang dapat dijadikan pedoman dalam pemberian profilaksis antikoagulan pada penderita kardiomiopati dilatasi, namun penggunaan antikoagulan dengan warfarin mungkin bermanfaat pada penderita dengan dilatasi ventrikel berat dan kelainan fungsi sistolik sedang hingga berat.4 f. Obat-obatan baru Nesiritide, yaitu suatu rekombinan B-type natriuretic peptide dengan efek diuretik, natriuretik, dan vasodilator dan digunakan pada penderita dewasa dengan gagal jantung dekompensata, menunjukkan penggunaannya yang aman pada anak-anak dan menunjukkan perbaikan pada keluaran urin dan keadaan fungsional.24 g. Pengobatan aritmia Amiodaron tampak aman digunakan pada penderita kardiomiopati dilatasi, dan mungkin efektif dalam mencegah dan mengobati aritmia atrial, tetapi tidak mencegah kematian mendadak. Penggunaan implantable



cardioverter-defibrillator



direkomendasikan



pada



penderita dewasa dengan aritmia ventrikular yang simptomatis dan penderita aritmia ventrikular dengan ejelsi fraksi kurang dari 35%. Hal ini dapat mencegah kematian mendadak dan sebagai jembatan untuk dilakukannya transplantasi. Penggunaan alat ini sebagai profilaksis primer pada anak-anak belum disepakati.24 2.9.2



Kardiomiopati hipertrofi Kematian mendadak sering terjadi pada pasien dengan HCM selama atau segera setelah latihan, namun juga dapat terjadi sewaktu istirahat.11



35



Beberapa hal yang penting pada terapi kardiomiopati hipertrofi adalah modifikasi gaya hidup, seperti menghindari olahraga yang berat dan menggunakan



obat-obatan



seperti



calcium



channel



blockers,



beta-blockers, dan antidiuretik.4 Dual-chamber



pacing,



septal



myotomy-myectomy,



dan



transcoronary alcohol septal ablation pada miokardium dilakukan pada individu dengan obstruksi signifikan aliran ventrikel kiri



yang tidak



respon dengan farmakoterapi.4 Hal yang paling penting dalam penatalaksanaan kardiomiopati hipertrofi adalah penggunaan implantable cardioverter defibrillator (ICD) untuk mencegah kematian mendadak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ICD merupakan terapi definitif terbanyak yang dilakukan pada pasien yang memiliki risiko tinggi kematian mendadak.4 Penggunaan beta blocker pada pasien yang asimptomatis belum menunjukkan keuntungan yang jelas. Calcium channel blockers sering digunakan sebagai terapi adjuvant pada penderita HCM dewasa yang simptomatis. Digoksin dan diuretik tidak biasa digunakan untuk HCM dengan obstruksi ventrikel karena obat ini dapat memperburuk obstruksi aliran darah keluar dari jantung. Beta-blockers dan CCB sering digunakan pada pasien dengan obstruksi sedang sampai berat. Obat-obatan seperti propanolol dan verapamil dapat diberikan untuk mengurangi hambatan aliran darah dengan menurunkan denyut jantung dan relaksasi otot jantung. Antiaritmia seperti amiodaron dan disopiramid mungkin dibutuhkan untuk mengurangi risiko kematian jantung mendadak.4



36



2.9.3



Kardiomiopati restriktif Penggunaan diuretik bermanfaat pada pasien dengan gejala dan tanda kongesti vena pulmonal maupun sistemik. Diuresis yang berlebihan harus dihindari karena dapat menyebabkan penurunan preload yang ekstrim dan kolaps hemodinamik. Pemberian antikoagulan profilaksis dengan warfarin atau



antiplatelet



direkomendasikan



karena



adanya



kecenderungan



terjadinya aritmia pada pembesaran atrium. Pemberian beta bloker dan amiodaron dapat dipertimbangkan untuk mempertahankan irama sinus. Terapi dengan ACEI, CCB, dan nitrat jarang memperbaiki gejala dan dapat menyebabkan perburukan. Transplantasi merupakan satu-satunya terapi definitif pada kardiomiopati restriktif.1 Cardiac resynchronization therapy Penggunaan cardiac resynchronization therapy merupakan salah satu pilihan terapi pada anak dan dewasa dengan gagal jantung lanjut dan perlambatan konduksi ventrikel. Terapi ini dapat memperbaiki mechanical synchrony, dimana terjadi peningkatan waktu pengisian ventrikel kiri, menurunkan regurgitasi mitral, dan mengurangi diskinesis septum, yang sering dilaporkan pada pasien dewasa.4 Device implantation Pacu jantung atau defibrilator digunakan jika terapi dengan obatobatan tidak efektif mengurangi obstruksi atau saat terjadi aritmia serius yang perlu tatalaksana segera. Kematian mendadak terhitung sebanyak 50% dari semua anak dengan kardiomiopati hipertrofi. Oleh karena itu, defibrilator sering direkomendasikan untuk anak dengan kardiomiopati



37



hipertrofi, kardiomiopati restriktif, dan ARVC yang menunjukkan bukti aritmia.4 Terapi bedah dapat menjadi pilihan pada kardiomiopati yang tidak respon dengan farmakoterapi. Beberapat terapi bedah diantaranya: a.



Miektomi Tidak ada satupun bukti penggunaan terapi bedah pada anak dengan



kardiomiopati



dilatasi.



Miektomi



septum



kadang



direkomendasikan untuk anak yang menunjukkan gejala obstruksi yang berhubungan dengan kardiomiopati hipertrofi. Tujuan dari operasi ini adalah untuk mengurangi gejala gagal jantung yang berhubungan dengan hambatan aliran darah dari ventrikel atau regurgitasi mitral yang berat. Teknik operasi lain berupa penggunaan ventricular assist devices. Penggunaan alat ini menunjukkan perbaikan signifikan terhadap ketahanan hidup dewasa dan anak dengan end-stage DCM yang sedang menunggu transplantasi jantung.4 b.



Transplantasi jantung Transplantasi jantung dibutuhkan pada beberapa kasus berat. Saat ini transplantasi dilakukan pada pasien yang berada dalam kondisi kritis, seperti membutuhkan inotropik, dan yang paling sering adalah pada pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik dan dukungan alat-alat mekanik lainnya. Kardiomiopati merupakan indikasi utama transplantasi jantung pada anak. Transplantasi dapat



38



mengeliminasi semua gejala gagal jantung dan meningkatkan ketahanan hidup pasien.4



2.10



Komplikasi Kematian jantung mendadak merupakan akibat yang dapat dialami oleh anak yang menderita kardiomiopati. Hal ini merupakan kejadian yang banyak dialami oleh pasien-pasien dengan kardiomiopati dilatasi terutama anak-anak dengan cacat gen LMNA dan cacat gen SCN5A. Implantasi awal ICD (Implantable Cardioverter-Defibrilator) dapat dipertimbangkan, terutama dalam keluarga yang memiliki riwayat kematian jantung mendadak atau pemakaian implan defibrillator jantung.26 Kardiomiopati hipertrofi adalah sekelompok gangguan heterogen yang ditandai dengan pembesaran pada ruang ventrikel kiri dan seringkali dikaitkan dengan munculnya gejala gagal jantung, aritmia dan kematian jantung mendadak. Kematian jantung mendadak juga dapat dijumpai pada kardiomiopati restriktif yang memiliki prognosis yang paling buruk dan biasanya terkait dengan amiloidosis, kelainan metabolisme bawaan, sarkoidosis, skleroderma dan penyakit lainnya.27



2.11



Prognosis Penelitian terbaru melaporkan tingkat ketahanan hidup selama 5 tahun untuk anak yang mengalami kardiomiopati dengan persentase 64%-84%. Pada anak yang dilakukan transplantasi jantung prognosis kehidupan dari anak tidak dapat dijelaskan dalam semua penelitian yang



39



telah dilakukan. Anak-anak dengan kardiomiopati yang gagal untuk merespon pengobatan konservatif, dan terutama mereka dengan kebutuhan pengobatan inotropik intravena, dukungan ventilasi, atau dukungan sirkulasi mekanik dan anak-anak dengan aritmia berulang adalah kandidat untuk dilakukannya transplantasi jantung awal, dengan hasil akhir mungkin dalam pemulihan fungsi ventrikel. Prognosis untuk kardiomiopati karena miokarditis pada anak-anak tampaknya berbeda dengan orang dewasa, dengan kelangsungan hidup hingga 80% di antara anak-anak yang mencapai rumah sakit dalam kondisi hidup.25 Jenis dan stadium kardiomiopati harus dipertimbangkan untuk menentukan keseluruhan prognosis jangka panjang pada anak. Tingkat kelangsungan hidup hingga 9 tahun diperkirakan 69,8% pada anak dengan kardiomiopati dilatasi, 90,3% pada kardiomiopati hipertrofi, 47,2%



pada



kardiomiopati



restriktif,



dan



42.0%



pada



pasien



kardiomiopati lain berdasarkan atas data yang ada di Korea Selatan. Ekokardiografi merupakan sebuah pemeriksaan yang sangat menentukan prognosis dari kardiomiopati. Apabila ditemukan LVH pada pemeriksaan ekokardiografi, dapat mengindikasikan prognosis yang buruk pada penderita kardiomiopati. 14 Prognosis pada pasien kardiomiopati restriktif yang sudah bergejala sangat buruk, tergantung pada etiologi yang menyertainya. Dibandingkan dengan bentuk lain dari kardiomiopati, kardiomiopati restriktif relatif jarang, meskipun masih menunjukkan angka kejadian yang cukup sering



40



dalam beberapa kelompok populasi, yaitu Asia Selatan dan Amerika Tengah. 26 Kardiomiopati dilatasi merupakan salah satu dari beberapa klasifikasi kardiomiopati, dengan perkembangan yang biasanya progresif dan memiliki indikasi untuk transplantasi jantung pada orang dewasa dan anak-anak. Pada 40% dari anak-anak yang didiagnosis kardiomiopati restriktif harus menjalani transplantasi jantung atau akibatnya akan meninggal dalam waktu 5 tahun.24 Anak-anak dengan kardiomiopati dilatasi berbeda dari orang dewasa dalam hal penyebab, farmakodinamik, durasi, pengobatan yang diharapkan dan tujuan terapi, dalam hal harapan hidup dan kualitas hidup.5 Pada kardiomiopati dilatasi, faktor resiko untuk terjadinya kematian atau transplantasi adalah usia yang lebih tua pada saat didiagnosis, pemendekan fraksi, gagal jantung kongestif pada saat pemeriksaan, dan adanya penyakit familial. Penderita dengan kelainan idiopatik dan kelainan neuromuskular memiliki prognosis yang kurang baik.24 Disarankan kepada semua kerabat tingkat pertama pada pasien kardiomiopati untuk dapat melakukan skrinning apakah ia juga menderita kardiomiopati atau tidak, karena kardiomiopati dapat diwariskan dan dapat muncul tanpa tanda-tanda atau gejala yang khas. Hal ini sangat dianjurkan jika ada riwayat keluarga dengan kematian bayi mendadak atau henti jantung mendadak. Anak-anak dengan anggota keluarga yang



41



pernah terkena kardiomiopati, tetapi tanpa gejala harus menjalani ekokardiografi dan EKG dengan intensitas 1 sampai 3 kali dalam satu tahun sebelum usia 12 tahun dan kemudian dengan intensitas lebih sering pada usia 12 sampai 21 tahun. Mereka yang memiliki riwayat keluarga kardiomiopati, mungkin disarankan untuk terus skrining setidaknya setiap 5 tahun sekali pada kehidupan dewasa.14 Pada pasien yang memiliki keluarga dengan riwayat Kardiomiopati Hipertrofi haruslah melakukan pemeriksaan secara berkala, termasuk ekokardiografi, EKG, penelusuran riwayat klinis, dan pemeriksaan fisik.2 Dalam pedoman Bethesda, merekomendasikan bahwa haruslah dilakukan skrining universal, termasuk anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama sebelum anak berpartisipasi dalam kegiatan atletik, karena sifat dari penyakit kardiomiopati yang terlambat muncul, gejala klinis yang beragam, dan potensi kematian mendadak yang tak terduga selama kegiatan latihan yang memuncak.14



42



BAB 3 KESIMPULAN



1. Terminologi



kardiomiopati



telah



mengalami



beberapa



kali



perkembangan. Berdasarkan hasil konsensus panel ahli dinyatakan bahwa definisi kardiomiopati yaitu suatu kelompok heterogen dari penyakit miokardium yang terkait dengan disfungsi mekanik dan/atau elektrik yang biasanya (tidak selalu) menunjukkan adanya hipertrofi atau dilatasi ventrikular yang tidak sesuai dan karena adanya berbagai penyebab yang biasanya adalah faktor genetik. 2. Klasifikasi



kardiomiopati



juga



mengalami



perubahan.



Dulu



kardiomiopati dibagi atas tiga bagian, yaitu kardiomiopati hipertrofi, dilatasi, dan restriktif. Namun sesuai dengan perkembangan teknologi dan bidang kardiologi molekuler, maka kardiomiopati dibagi atas dua bagian



besar,



yaitu;



kardiomiopati



primer



dan



sekunder.



• Kardiomiopati primer dibagi lagi atas tiga bagian berdasarkan penyebabnya, yaitu; kardiomiopati genetik, campuran dan yang didapat. • Kardiomiopati sekunder dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, defisiensi nutrisi, agen biokimia, yang menyebabkan kelainan berupa penebalan miokardium, atau dilatasi tergantung kepada jenis kardiomiopatinya. 3. Dari seluruh etiologi yang diketahui, pada dasarnya kardiomiopati ini bermanifestasi klinis berupa penyakit gagal jantung kongestif seperti;



43



sesak, gangguan konduksi, gangguan workload, gangguan kontraksi, dan lain-lain.



44



DAFTAR PUSTAKA



1. Anderson, RH., Baker, EJ., Daniel redington, A., Rigby, ML., penny D., wernovsky G.. Paediatric cardiology third edition. Philadelphia : Churchill livingstone Elsevier ; 2010 2. Kliegman, RM, Stanton, BF, Geme, JWSG, Schor, NF. Nelson textbook of pediatrics edition 20. Philadelphia : Elsevier ; p2271. 2016 3. Behrman., kliegman. & Arvin. Nelson ilmu kesehatan anak (Edisi 15, vol 2). Jakarta : EGC. P 1651. 2000 4. Hong, YM. Cardiomiyopathy in children. Review article; 56 (2); 52-59. 2013 5. Towbin, JA. Lowe, AM.,Colan, SD. Sleeper, LA. Orav, EJ. Clunie S. et al. incidence, cause, and outcomes of dilated cardiomyopathy in children. JAMA. 2006;296: 1867-1876 6. McCartan, C. Mason, R. jayasinghe, SR., Griffiths, LR. Cardiomyopathy classification : ongoing debate in the genomic era.review article.2012 7. Kantor, PF., Kleinman, JA,. Ryan, TD., Wilmot, I.,Zuckerman, WA., addonizio, LJ.,et al. preventing pediatric cardiomyopathy : a 2015 outlook. Expert review of cardiovascular theraphy. 2015 8. B.J.Maron, J.A.Towbin, G.Thieneetal., “Contemporary definitions and classification of the cardiomyopathies. An American Heart Association Scientific Statement from the Councilon Clinical Cardiology, Heart Failure and Transplantation Committee; Quality of Care and Outcomes Research and Functional Genomics and Translational Biology Interdisciplinary Working Groups; and Councilon Epidemiology and Prevention,” Circulation, vol.113, no.14, pp.1807–1816, 2006. 9. P.Elliott, B.Andersson, E.Arbustinietal., “Classification of the cardiomyopathies:aposition statement from the european society of cardiology working group on myocardial and pericardial diseases, ” European Heart Journal, vol.29, no.2, pp.270–276, 2008. 10. Kaski JP, Aelliott P. Cardiomyopathies. Dalam Anderson RH, Baker EJ, Penny D, Redington AN, Rigby ML, Wernovsky G (penyunting). Pediatric cardiology. Edisi ke-3. 2010. 11. P. Elliott and W.J. McKenna, “Hypertrophic cardiomyopathy,” Lancet, vol.363, no.9424, pp.1881–1891, 2004. 12. Park, Myung K. Pediatric Cardiology for Practiitioners 5th edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2008 13. Davies MJ. The cardiomyopathies: an Overview;pp.83:469-74.. 2000 14. Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab. Jakarta: EGC, 2000 15. Rosendorff C. Essential cardiology principle and practice. 2ed. New Jersey: Humana Press; 2005. 16. Abraham WT, Ackerhon MA, Ackerman MJ, Ades PA, Antman EM, Anversa P, et al. Braunwald Heart Disease. 9ed.Philadelphia: Elsevier;2012. 17. Lilly LS. Patophysiology of heart disease. 5ed. Philadelphia: Lippincott William&Wilkins;2011. 45



18. Kumar, Abbas, Fausto, Aster. Robbins and Cotran Pathologic basis of disease. 8ed. Philadelphia: Saunders;2010. 19. McCane KL, Huether SE, 2006, Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 5th edition, Canada: Alsevier Mosby. 20. Shah PM, 2009, “Hypertrophic Cardiomyopathies”, dalam Crawford MH (ed.), Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, 164-171, London: Prentice Hall International. 21. Shaw LR, O’Rourke RA, 2009, “Hypertrophic Cardiomyopathies”, dalam Fuster V, O’Rourke RA, Walsh RA dkk (ed.), Hurst’s The Heart 12th edition, 490-505, New York: McGraw-Hill. 22. Nasution SA, 2007, Kardiomiopati, dalam Sudoyo AW dkk (ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 1600-1603, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 23. Carrol JD, Crawford MH, 2009, “Restrictive Cardiomyopathies”, dalam Crawford MH (ed.), Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, 172178, London: Prentice Hall International. 24. Rahayuningsih SE. Miokarditis sebagai penyebab kardiomiopati dilatasi. Dipresentasikan pada Pendidikan Ilmu Kesehatan Anak Berkelanjutan (PIKAB) IX Hotel Grand Royal Panghergar Bandung 1-2 oktober 2011. 25. Duncan M.. Acquired and Congenital Heart Disease in Children Hypertension and Stroke. Dalam: Vincent JL, Edward A, Frederick AM, Patrick MK,Mitchell PF, editor. Textbook of Critical Care. Edisi ke-6. California: El Sevier; 2011. 26. McCartan C,Robert M, Jayasinghe SR, Griffiths LR. Cardiomyopathy Classification: Ongoing Debate in the Genomics Era. Biochemistry Research International 2012 27. Lipshultz SE, Thomas RC, David AB, Stefanie RB, Peter JS, Tracie LM, Adriana AC, et.al. Pediatric cardiomyopathies: causes, epidemiology, clinical course, preventive strategies and therapies. Future Cardiol 2013



46