Referat Neuroma Akustik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



NEUROMA AKUSTIK



Oleh : IMRON ROSYADI 201420401011117



Pembimbing : dr. PURNANING W.P, Sp. THT



SMF THT RSUD JOMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016



KATA PENGANTAR



Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, referat Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorok tentang Neuroma Akustik dapat saya selesaikan. Referat ini disusun sebagai bagian dari proses belajar selama kepaniteraan klinik di bagian THT dan saya menyadari bahwa referat ini tidaklah sempurna. Untuk itu saya mohon maaf atas segala kesalahan dalam pembuatan referat ini. Saya berterima kasih kepada dokter pembimbing saya, dr. Purnaning Wahyu Purbarini atas bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan referat ini. Saya sangat menghargai segala kritik dan masukan sehingga referat ini bisa menjadi lebih baik dan dapat lebih berguna bagi pihak-pihak yang membacanya di kemudian hari.



Jombang, Maret 2016



Penulis



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL..................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3 2.1 Definisi ........................................................................................ 3 2.2 Anatomi dan Fisiologi Telinga..................................................... 3 2.2.1 Anatomi Telinga .................................................................. 3 2.2.2 Fisiologi Pendengaran ......................................................... 8 2.3 Epidemiologi ................................................................................ 8 2.4 Etiologi ......................................................................................... 9 2.5 Patofisiologi ................................................................................. 10 2.6 Gejala klinis .................................................................................. 13 2.7 Diagnosis ...................................................................................... 15 2.8 Diagnosis Banding ........................................................................ 18 2.9 Penatalaksanaan ............................................................................ 19 2.10 Prognosis .................................................................................... 24 BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 25 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27



BAB 1 PEDAHULUAN Neuroma akustik adalah tumor jinak intrakanial dan ekstraaksial yang tumbuh dengan lambat, biasanya berasal dari bagian saraf keseimbangan (vestibular) dari nervus kedelapan (Kondziolka et al., 2012). Neuroma akustik adalah tumor jinak dari nervus kranialis kedelapan yang ditemukan di cerebellopontine angle dan di kanalis auditoris interna (Shin, 2000). Prevalensi penderita neuroma akustik adalah 1:100.000 (Shin, 2000). Akan tetapi, angka kejadian neuroma akustik semakin bertambah, kemungkinan oleh karena tumor yang tidak sengaja ditemukan dari penggunaan magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT). Analisa retrospective dari 46.000 MRI menemukan setidaknya 8 tumor neuroma akustik (0,02%). Umur rata-rata dari penderta neuroma akustik adalah 50 tahun (Faraji, 2011). Menurut Tew & McMahon, neuroma akustik lebih banyak menyerang wanita daripada pria, dan pasien biasanya terdiganosis pada umur 30-60 tahun. Neuroma akustik pada umumnya diderita oleh orang dewasa, di Denmark terjadi peningkatan angka kejadian dari 7,8 menjadi 12,4 kasus per satu juta kasus tumor otak pada tahun 1976 sampai 1995 (Hughes, 2011). Penyebab dari neuroma akustik tidak diketahui, tidak ada faktor lingkungan (penggunaan telepon genggam atau diet) yang terbukti secara ilmiah dapat menyebabkan tumor ini. Neuroma akustik dapat terjadi secara sporadis sebagai penyakit yang diturunkan yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF2) (Tew & McMahon, 2013)



Penulis membahas tentang neuroma akustik yang menjadi masalah sosial penderita sehingga diharapkan dengan pembahasan singkat ini pembaca memahami dan dapat melakukan penanganan terhadap kejadian penyakit tersebut.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Definisi Neuroma akustik adalah tumor jinak dari nervus kranial kedelapan yang ditemukan di kanalis auditoris interna dan di cerebellopontine angle (CPA) (Shin, 2000). Neuroma akustik adalah tumor jinak intrakanial dan ekstraaksial yang tumbuh dengan lambat, biasanya berasal dari bagian saraf keseimbangan (vestibular) dari nervus kedelapan (Kondziolka et al., 2012). Neuroma akustik adalah tumor non-ganas jaringan fibrosa yang berasal dari saraf keseimbangan (vestibular) atau pendengaran (koklea) yang tidak menyebar (metastasis) ke bagian lain dari tubuh (Antonelli & O’Malley, 2011). 2.2. Anatomi dan Fisiologi Telinga 2.2.1. Anatomi Telinga Telinga Luar Bagian pertama yang tampak pada telinga luar adalah daun telinga atau aurikula. Aurikula adalah tulang rawan elastis yang ditutupi oleh kulit kecuali pada bagian lobulus yang merupakan jaringan lemak areolar murni. Bagian kedua pada telinga luar adalah meatus akustikus eksterna (MAE). MAE pada orang dewasa memiliki panjang 2,5 cm, sepertiga luar dari MAE terdiri dari tulang rawan sedangkan duapertiga dalam terdiri dari tulang, hanya bagian sepertiga luar yang memiliki kelenjar dan folikel rambut. Bagian ketiga dari telinga luar adalah



membran timpani. Membran timpani adalah membran yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah, mempunyai diameter kira-kira 1 cm. Pada membran timpani yang sehat, pada bagian pars tensa akan menunjukkan reflek cahaya kecuali jika ada radang. Suplai darah untuk telinga luar berasal dari arteri temporal superfisial dan arteri post-aurikular (Flood, 2015).



Gambar 2.1 Irisan koronal vertikal bagian telinga kanan. (Brödel.) 1, meatus akustikus eksterus, bagian tulang rawan; 2, fossa media; 3, attic; 4, maleus; 5, inkus; 6, kanalis semisirkularis lateralis; 7, posisi kanalis semisirkularis posterior; 8, kanalis semisirkularis superior; 9, vestibulum; 10, nervus fasialis; 11, nervus vestibular; 12, nervus koklea; 13, koklea; 14, tuba eustachius; 15, stapes; 16, arteri karotis internal; 17, meatus akustikus eksterna bagian tulang; 18, tulang rawan. (Flood, 2016)



Telinga Tengah Telinga telinga adalah ruang yang berbentuk bikonkav tidak teratur yang berkembang sejak lahir sampai dewasa. Isi dari telinga telinga tengah adalah udara, osikula, tendon stapedius dan tensor timpani. Telinga tengah berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius dengan pembukaan auditus. Telinga tengah atau juga bisa disebut sebagai



kavum timpani terbagi menjadi 4 bagian, yaitu eitimpani, mesotimpani, protimpani, dan hipotimpani.



Gambar 2.2 Osikula (Dhingra et al., 2014)



Osikula terdiri dari tulang kecil yaitu malleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini terhubung satu sama lain oleh sendi sinovial. Tuba eustachius berukuran kira-kira 17 mm saat lahir dan 36 mm saat dewasa. Dalam keadaan isitirahat, hubungan antara tuba dan nasofaring menutup, dan membuka saat menguap dan menelan (Tuli et al., 2013). Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis, dan koklea. Vestibulum berbentuk oval berukuran 5 mm x 3 mm membentuk bagian tengah labirin tulang. Di dalam vestibulum terdapat sakula, duktus koklearis, dan utrikula. Bagian bawah dari vestibulum memiliki 5 lubang yang berhubungan dengan kanalis semisirkularis. Pada dinding bagian lateral, terdapat oval window, dan dinding bagian tengah berhubungan dengan meatus akustikus internus (Tuli et al., 2013).



Terdapat 3 kanalis semisirkularis, yaitu kanalis semisirkularis lateral, superior, dan posterior. Berukuran sekitar 0,8 mm dan masingmasing memiliki pangkal yang disebut ampula (Tuli et al., 2013).



Gambar 2. 3 (A) Left bony labyrinth. (B) Left membranous labyrinth. (C) Cut section of bony labyrinth (Dhingra et al et al., 2014)



Koklea berbentuk seperti cangkang siput berukuran 35 mm x 5 mm. Apex koklea menghadap bagian anterosuperior dari dinding medial rongga telinga tengah dan dasarannya menuju ke fundus dari meatus akustikus internus. Tulang lamina spiralis membagi koklea menjadi skala vestibuli dan skala timpani, kedua skala ini berhubungan satu sama lain melalui helichotrema di apex koklea (Tuli et al., 2013).



Gambar 2.4 Skala media dengan organ cortii. 1, tulang spiral lamina; 2, ganglion spiral; 3, spiral limbus; 4, bibir vestibular dari limbus spiral; 5, sulkus bagian dalam; 6, membran tectorial; 7, membran Reissner’s; 8, stria vaskularis; 9, ruang Nuel; 10, sel-sel Hensen; 11, sulkus bagian luar; 12, sel-sel Claudius; 13, ligamen spiral; 14, membran basilar; 15, sel-sel rambut luar; 16, pilar luar terowongan Corti; 17, serabut saraf; 18, terowongan Corti; 19, sel-sel rambut bagian dalam; 20, lip timpani dari limbus spiral (Flood, 2015)



Nervus VIII terbagi menjadi 2 yaitu bagian nervus koklearis anterior dan nervus vestibularis posterior di dalam meatus akustikus internus. Nervus koklearis terbagi menjadi banyak filamen yang akan berakhir pada sel rambut dalam (95%) dan sel rambut luar (5%). Nervus vestibularis



mensarafi



makula,



utrikula



dan



ampula



kanalis



semisirkularis (Tuli et al., 2013).



Gambar 2.5 Nervus vestibulokoklearis didalam meatus akustikus internus (Dhingra et al., 2014)



2.2.2. Fisiologi Pendengaran



Sebuah sinyal suara di lingkungan dikumpulkan oleh pinna (aurikula),



melewati



meatus



akustikus



eksterna



(MAE)



dan



menggetarkan membran timpani. Getaran dari membran timpani ditransmisikan tulang pendengaran (stapes), stapes melalui rantai ossicles digabungkan dengan membran timpani. Gerakan ossikula ini menyebabkan



perubahan



tekanan



dalam



cairan



labirin,



yang



menggerakkan membran basilar. Hal ini merangsang sel-sel rambut organ corti. Sel-sel rambut ini yang bertindak sebagai transduser dan mengubah energi mekanik menjadi impuls listrik, yang akan diteruskan ke sepanjang saraf pendengaran (Dhingra et al., 2014). 2.3. Epidemiologi Menurut Iranian Journal of Otorhinolaringology prevalensi penderita neuroma akustik adalah 1:100.000 orang pertahun. Akan tetapi, angka kejadian neuroma akustik tampaknya akan semakin bertambah, kemungkinan oleh karena penggunaan magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT) yang secara tidak sengaja menemukan tumor neuroma akustik. Analisa retrospective dari 46.000 MRI menemukan setidaknya 8 tumor neuroma akustik (0,02%). Umur rata-rata dari penderita adalah 50 tahun (Faraji, 2011). Tew & McMahon menerangkan, neuroma akustik lebih banyak menyerang wanita daripada pria, dan pasien biasanya terdiagnosis pada umur 30-60 tahun. Neuroma akustik pada umumnya diderita oleh orang dewasa, di Denmark terjadi peningkatan angka kejadian dari 7,8 menjadi 12,4 kasus per satu juta kasus tumor otak pada tahun 1976 sampai 1995.



Menurut International Radiosurgery Associations (IRSA) sekitar 8% dari semua tumor otak adalah neuroma akustik, kira-kira 1 dari 100.000 orang per tahun menderita neuroma akustik (Lunsford et al., 2006). 2.4. Etiologi Etiologi dari neuroma akustik sebagian besar tidak dapat diketahui (idiopatik). Tidak ada faktor lingkungan (seperti penggunaan telepon genggam atau diet) yang telah dibuktikan secara ilmiah dapat menyebabkan tumor ini. Tumor ini bisa timbul secara idiopatik atau bisa disebabkan oleh kelainan yang diturunkan yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF-2). Tumor yang muncul secara idiopatik timbul sebanyak 95% dan yang disebabkan oleh NF-2 sebanyak 5% (Tew & McMahon, 2013)



Gambar 2.5 Neuroma akustik (Faraji, 2011)



Neuroma akustik unilateral dan bilateral dapat disebabkan oleh karena kelainan fungsi dari kromosom 22. Kromosom 22 memproduksi protein (schamnamine/merlin) yang mengontrol pertumbuhan sel schwann. Pada pasien NF-2 kelainan kromosom 22 ini diturunkan dan ada pada sebagian besar



sel somatis. Orang dengan NF-2 biasanya mengalami neuroma akustik pada kedua sisi (bilateral). Akan tetapi, seseorang dengan neuroma akustik unilateral tanpa sebab yang jelas mengalami gangguan pada fungsi kromosom 22 dan hanya ada pada sel schwann nervus kedelapan saja (Lunsford et al., 2006; Faraji, 2011). Beberapa faktor resiko disebutkan dalam beberapa jurnal tentang neuroma akustik seperti terpajan suara bising dari tempat kerja ataupun dari suara musik yang keras, dan riwayat terpajan radiasi dosis rendah saat anakanak (Faraji, 2011). 2.5. Patofisiologi Mayoritas neuroma akustik berkembang dari sel schwann yang menyelubungi sel nervus vestibulokoklearis (VIII) cabang vestibular. Sangat jarang tumor ini (kurang dari 5%) muncul dari sel nervus vestibulkoklearis (VIII) cabang koklea. Karena neuroma akustik berasal dari sel schwann, tumor pada umumnya akan semakin membesar dan menekan saraf vestibular. Secara lambat dan bertahap saraf vestibular akan mengalami destruksi, sehingga terjadi penurunan fungsi. (Lunsford et al., 2006). Karena perkembangan tumor yang lambat maka kemungkinan terjadi kompensasi sentral, sehingga sebagian besar pasien tidak merasa mengalami gangguan keseimbangan (Skillbeck & Saeed, 2016)



Gambar 2.6 Neuroma akustik dalam kanalis auditoris interna (Faraji, 2011)



Neuroma akustik muncul dari kanalis auditoris interna bagian medial dimana perkembangan tumor dibatasi oleh tulang kanalis auditoris interna. Ketika ukuran tumor semakin besar, tumor tersebut akan meluas keluar dari kanalis auditoris interna menuju ke cerebellopontine angle (CPA). Pada keadaan ini, maka tumor akan menekan, nervus fasialis (VII), batang otak, pembuluh darah dan ruang serebrospinal (Skillbeck & Saeed, 2015).



Gambar 2.8 Neuroma akustik keluar ke CPA tetapi belum menekan otak & batang otak (Faraji, 2011)



Nervus fasialis (VII) cukup tahan terhadap penekanan yang disebabkan oleh ukuran tumor tanpa mengalami gangguan fungsi sampai tumor



telah mencapai ukuran yang sangat besar. Di sisi lain, nervus vestibularis dan koklearis (VIII) sangat sensitif terhadap tekanan. Sehingga meskipun tumor masih berukuran kecil dan terbatas pada kanalis auditoris interna, gejala awal berupa gangguan pendengaran dan keseimbangan dapat terjadi (Lunsford et al., 2006).



Gambar 2.9 Neuroma akustik keluar ke CPA sudah menekan otak & batang otak (Faraji, 2011)



Saat ukuran tumor mendekati 1,5 cm maka batang otak akan mulai terganggu, semakin lama batang otak akan tertekan dan terdorong kearah kontralateral dari tumor. Nervus fasialis (VII) akan terganggu jika ukuran tumor sudah mencapai 2 cm, maka akan terjadi manifestasi hipoestesi pada wajah (penurunan sensitifitas). Ukuran tumor lebih dari 4 cm akan menyebabkan penekanan pada akuaduktus otak dan ventrikel ke empat sehingga meyebabkan hidrosefalus (Lunsford et al., 2006) 2.6. Gejala Klinis



Gejala klinis neuroma akustik dapat dibagi menjadi : 1. Gejala Kokleovestibular (VIII) Gejala awal yang timbul adalah gejala nervus kokleovestibular (VIII), gejala ini timbul ketika tumor masih berada di kanalis auditoris interna yang menyebabkan penekanan pada nervus koklearis atau vestibularis dan arteri auditus internus (Tuli et al., 2013). Gangguan pendengaran progresif unilateral tipe sensorineural yang sering disertai dengan tinnitus adalah gejala yang muncul pada sebagian besar kasus. Terdapat kesulitan dalam memahami pembicaraan, yang tidak sesuai dengan kelainan pada gangguan pendengaran murni. Kedua gejala tersebut adalah ciri khas dari neuroma akustik. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan pendengaran mendadak. Gejala vestibular yaitu gangguan keseimbangan, gejala vertigo jarang terjadi. (Dhingra et al., 2014). 2. Gejala Nervus Kranial Nervus trigeminus (V) adalah nervus paling awal mengalami gangguan seperti menurunnya sensitifitas kornea, numbness,



dan



parasetesia pada wajah. Gangguan nervus trigeminus menunjukkan ukuran tumor sudah mencapai



ukuran



2,5 cm dan sudah mendesak



cerebellopontine angle (CPA) (Dhingra et al., 2014). Adanya (Hitzelberger’s



hipoaestesia Sign),



pada



hilangnya



meatus indra



dinding



perasa



posterior



(diuji



oleh



electrogustometry) dan berkurangnya lakrimasi pada tes Schirmer adalah gejala adanya gangguan dari nervus fasialis (VII). Terlambatnya reflek berkedip mungkin menjadi gejala awal pada ganggaun nervus ini (Tuli et al., 2013).



Gambar 2.10 Neuroma akustik dan ekspansinya. (A) Intrakanalikular. (B) Tumor meluas ke cerebellopontine angle. (C) Tumor menekan nervus V. (D) Tumor yang sangat besar menekan bervus V, IX, X, XI, batang otak dan otak kecil (Dhingra et al., 2014).



Pada gangguan nervus glossofaringeus (IX) dan vagus (X) terdapat gejala disfagia dan suara serak karena kelumpuham lidah, faring dan laring. Sedangkan untuk nervus kranial lainnya, seperti nervus XI dan XII, III, IV dan VI akan terpengaruh ketika ukuran tumor sangat besar (Tuli et al., 2013). 3. Gejala Batang Otak



Kelemahan, mati rasa dari lengan dan kaki dan peningkatan refleks tendon menunjukkan keterlibatan batang otak (Tuli et al., 2013). Ukuran tumor lebih dari 4 cm akan menyebabkan penekanan pada akuaduktus otak dan ventrikel ke empat sehingga meyebabkan hidrocephalus (Lunsford et al., 2006), 4. Gejala Serebelum (Otak Kecil) Gejala serebelum ditunjukkan dengan adanya gait ataxic, nistagmus, dysdiadochokinesia dan ketidakmampuan untuk berjalan di sepanjang garis lurus dengan kecenderungan untuk jatuh ke sisi yang terkena (inkoordinasi). Hal ini dapat dibuktikan dengan tes jari hidung (fingernose test), uji lutut-tumit (knee-heel test), dan ketidakmampuan untuk berjalan di sepanjang garis lurus dengan kecenderungan untuk jatuh ke sisi yang terkena (Tuli et al., 2013; Dhingra et al., 2014) 2.7. Diagnosis 1. Anamnesis Dalam anamnesis gejala yang paling umum didapatkan adalah gangguan pendengaran unilateral dan tinitus. Mayoritas pasien juga akan mengalami vertigo, meskipun gejalanya tidak terus-menerus. Gejala lanjut yang dirasakan pasien seperti gejala nervus kranialis hanya akan dirasakan bila ukuran tumor sudah bisa menekan saraf kranialis (Tuli et al., 2013).



Tabel 2.1 Tanda dan gejala neuroma akustik :



Dalam diagnosis, selain anamnesis yang rinci dan pemeriksaan fisik, diperlukan pemeriksaan audiologi lengkap dengan tes vestibular, untuk menilai saraf trigeminal, dan melakukan MRI dengan kontras gadolinium (Marques et al., 2007). 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan pendengaran hasilnya akan abnormal oleh karena terdapat gangguan pada nervus akustikus/kokleovestibularis (VIII). Tes Weber dan Rinne akan sangat membantu untuk mengetahui apakah ada gangguan pendengaran yang asimetris (unilateral). Penurunan atau tidak adanya refleks kornea ipsilateral dan paresthesia mungkin terjadi sebagai manifestasi gangguan pada nervus V dan VII. Defisit nervus kranialis lainnya jarang terjadi kecuali pada ukuran tumor yang besar. Pemeriksaan Romberg, Hall-Pike, dan tes keseimbangan umum lainnya biasanya normal (Faraji, 2011). Tes kalori akan menunjukkan respon yang berkurang atau tidak ada di 96% pasien, akan tetapi jika tumor sangat kecil, tes kalori mungkin normal. Pemeriksaan funduskopi mungkin perlu diperiksa untuk mengetahui apakah terdapat edema papil (Dhingra et al., 2014) 3. Pemeriksaan Penunjang



Tes audiometri adalah tes screening awal yang paling bagus untuk mendiagnosis neuroma akustik, oleh karena hanya 5% pasien yang akan mendapatkan hasil yang normal. Hasil tes biasanya menunjukkan gangguan pendengaran sensorineural asimetris, biasanya lebih menonjol di frekuensi yang lebih tinggi. Gangguan pendengaran tidak selalu berkorelasi dengan ukuran tumor (Faraji, 2011). Recruitment test positif, SISI (short increment sensitivity index) score rendah (0–20% score), dan tone decay positif. (Tuli et al,. 2013) Pemeriksaan speech audiometry menunjukkan adanya kelainan pada speech discrimination, hal ini akan bertambah jika suara ditingkatkan melampaui batas tertentu (Roll-over phenomenon) (Dhingra et al., 2014). Evoked Response Audiometry (BERA) sangat berguna dalam mendiagnosis lesi retrocochlear. Tumor pada nervus



VIII, akan



memberikan hasil perlambatan signifikan >0,2 ms di gelombang V antara kedua telinga (Dhingra et al., 2014). Plain X-Rays dapat memberikan temuan positif pada tumor neuroma akustik, akan tetapi tumor yang masih berada pada kanalis auditori interna tidak dapat terdeteksi. CT scan mampu mendeteksi tumor berukuran 0,5 cm di dalam fossa posterior (Dhingra et al., 2014)



Gambar 2.11 CT Scan neuroma akustik (Tuli et al., 2013)



Tes diagnostik definitif (gold standar) untuk pasien dengan neuroma akustik adalah adalah MRI dengan resolusi tinggi, thin slices, dengan kontras gadolinium pada kanalis auditori interna (Lunsford et al., 2006)



Gambar 2.12 Contrast enhanced axial T1-weighted MRI scan of acoustic neuroma (Tuli et al., 2013)



2.8. Diagnosis Banding Neuroma akustik harus dibedakan dari patologi koklea (Ménière disease) dan tumor cerebellopontine lainnya (Dhingra et al., 2014).



Tabel 2.2 Diagnosis banding neuroma akustik :



2.9. Penatalaksanaan Pengobatan pada neuroma akustik rinitis sangat bervariasi, tujuan terapi pada neuroma aksutik adalah memperpanjang harapan hidup dan menjaga fungsi organ tubuh. Secara garis besar dibagi dalam: 1. Observasi (Wait and Scan) Beberapa studi menunjukkan bahwa 50% dari neuroma akustik berhenti tumbuh pada saat diagnosis. Oleh karena itu, pada pasien tertentu observasi pertumbuhan tumor dengan scan (MRI) berulang dapat menjadi pilihan, terutama jika tumor tersebut tidak menekan otak, dan jika belum ditetapkan bahwa tumor tersebut dapat tumbuh bertambah besar. Pasien dievaluasi secara periodik untuk mengetahui perkembangan gejala, dan diikuti dengan MRI untuk memantau tanda-tanda pertumbuhan (Antonelli & O’Malley, 2011; Kondziolka et al., 2012)



Tabel 2.3 Indikasi Wait and Scan :



Kecuali tumor telah berukuran besar pada saat diagnosis, biasanya pasien dijadwalkan MRI pada 6 bulan pertama. Jika pada pemantauan tumor tidak bertambah besar dianjurkan untuk melanjutkan observasi dengan scanning tahunan dan perkembangan gejala. Skilbeeck & Saeed merekomendasikan scan 5 tahun berikutnya, diikuti oleh scan setiap 2 tahun sampai 10 tahun dari diagnosis. Kemudian pasien disarankan untuk melakukan scan setiap 5 tahun. Jika tingkat pertumbuhan sangat cepat, maka tatalaksana pengobatan/operasi dapat dilakukan (Skilbeeck & Saeed, 2015). 2. Medikamentosa Pasien dengan tumor di kedua telinga atau dengan masalah medis lainnya mungkin dapat diberikan pengobatan yang dapat memperlambat atau menghentikan pertumbuhan tumor. Obat yang saat ini tersedia adalah bevacizumab (Avastin), tetapi obat memiliki efek samping yang serius (Antonelli & O’Malley, 2011).



3. Radiotherapy Tumor berukuran sedang (1-3 cm) atau tumor yang timbul berulang dapat diobati dengan radiasi jenis khusus seperti radiosurgery stereotactic dan gamma knife surgery. Pengobatan menggunakan radiasi ini melibatkan penggunaan bimbingan komputer untuk memberikan dosis kecil radiasi



yang difokuskan pada tumor di dalam otak. Perawatan ini tidak menghapus atau sepenuhnya menghilangkan tumor akustik, tetapi hal ini melukai tumor sehingga tidak lagi tumbuh (Antonelli & O’Malley, 2011). 4. Microsurgery Di era microsurgery ini, terdapat tiga pendekatan bedah yang berbeda untuk neuroma akustik, yaitu retrosigmoid (RS), translabyrinthine (TL) dan middle cranial fossa (MCF) yang umum digunakan. Tujuan dari operasi adalah pengangkatan tumor total untuk meminimalkan dampak neurologis untuk pasien (Antonelli & O’Malley, 2011; Skilbeeck & Saeed, 2015).



Gambar 2.13 Tiga pendekatan microsurgery (Faraji, 2011; Tuli et al., 2013)



Tumor akustik yang berukuran kecil (3 cm) memanjang dari kanalis auditori interna ke dalam rongga otak dan cukup besar untuk menghasilkan tekanan pada otak. Operasi untuk tumor akustik ukuran besar mungkin memerlukan pengangkatan yang lebih luas dari tulang tengkorak untuk mengekspos tumor dan mengendalikan pembuluh darah besar yang menghalangi akses ke tumor ini dilakukan di bawah anestesi umum



menggunakan mikroskop operasi. Pendekatan bedah (translabyrinthine) melalui sayatan di belakang telinga yang dilapisi tulang mastoid. Mastoid, telinga bagian dalam dan tengkorak diangkat untuk mengekspos tumor. Pengangkatan tumor ukuran besar mengorbankan pendengaran dan saraf keseimbangan, akibatnya telinga dibuat tuli permanen(Antonelli & O’Malley, 2011).



2.10. Prognosis Prognosis dari neuroma akustik bervariasi tergantung dari besarnya tumor. Tingkat kematian hampir 10-15% dan kematian terbanyak ketika tumor sedang dipotong (Tuli et al., 2013).



BAB 3 KESIMPULAN Neuroma akustik adalah tumor non-ganas jaringan fibrosa yang berasal dari saraf keseimbangan (vestibular) atau pendengaran (koklea) yang tidak menyebar (metastasis) ke bagian lain dari tubuh. Menurut Iranian Journal of Otorhinolaringology prevalensi penderita neuroma akustik adalah 1:100.000 orang pertahun. Umur rata-rata dari penderita adalah 50 tahun (Faraji, 2011). Di Denmark terjadi peningkatan angka kejadian dari 7,8 menjadi 12,4 kasus per satu juta kasus tumor otak pada tahun 1976 sampai 1995. Etiologi dari neuroma akustik sebagian besar tidak dapat diketahui (idiopatik). Tidak ada faktor lingkungan (seperti penggunaan telepon genggam atau diet) yang telah dibuktikan secara ilmiah dapat menyebabkan tumor ini. Tumor ini bisa timbul secara sporadis atau bisa disebabkan oleh kelainan yang diturunkan yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF-2).



Tumor yang muncul secara



sporadis/idiopatik timbul sebanyak 95% dan yang disebabkan oleh NF-2 sebanyak 5%. Pada neuroma akustik gejala dicetuskan karena penekanan sekitar oleh ukuran tumor yang semakin membesar. Gejala awal yang timbul adalah gejala nervus kokleovestibular (VIII), gejala ini timbul ketika tumor masih berada di kanalis auditoris interna yang menyebabkan penekanan pada nervus koklearis atau vestibularis dan arteri auditus internus. Saat ukuran tumor mendekati 1,5 cm maka batang otak akan mulai terganggu, semakin lama batang otak akan tertekan dan terdorong kearah kontralateral dari tumor. Nervus fasialis (VII) akan terganggu jika ukuran tumor



sudah mencapai 2 cm, maka akan terjadi manifestasi hipoestesi pada wajah (penurunan sensitifitas). Ukuran tumor lebih dari 4 cm akan menyebabkan penekanan pada akuaduktus otak dan ventrikel ke empat sehingga meyebabkan hidrocefalus. Pengobatan pada neuroma akustik sangat bervariasi, tujuan terapi pada neuroma aksutik adalah memperpanjang harapan hidup dan menjaga fungsi organ tubuh. Secara garis besar dibagi dalam: 1, Observasi (Wait and Scan), 2, Medikamentosa, 3, Radiotherapy dan 4, Microsurgery.



DAFTAR PUSTAKA



Antonelly, PJ, O’Malley, MR 2011, Acoustic Neuromas, University of Florida ENT Clinic, Florida. Faraji, MR 2011, Acoustic Neuromas, Iranian Journal of Otorhinolaryngology Vol.23, Mashhad. Flood, LM 2016, ‘Anatomy and Physiology’ dalam Logan Turner’s : Disease of The Nose, Throat and Ear, Head and Neck Surgery 11th ed. S. Musheer Hussain, CRC Press, Boca Raton, hh: 361-374. Hughes, M, Skilbeck, C, Saeed, S 2011, Expectant Management of Vestibular Schwannoma: A Retrospective Multivariate Analysis of Tumor Growth and Outcome, Skull Base Vol.21, London. Kondziolka, D, Mousavi, S, Kano, et al 2012, The newly diagnosed vestibular schwannoma: radiosurgery, resection, or observation?, Neurosurg Focus Vol. 3, Pensylvania Lunsford, LD, Niranjan, A, Loeffler, J, et al 2006, Stereotactic Radiosurgery for Patients with Vestibular Schwannomas. International RadioSurgery Association, Harrisburg. Nascentes, SM, de Oliveira, A, de Andrade, AC, et al 2007, Sudden Deafness as a Presenting Symptom of Acoustic Neuroma : Case Report, Rev Bras Otorrinolaringol, Rio de Janeiro.



Shin, YJ, Fraysse, B, Cognard, C, et al 2000, Effectiveness of Conservative Management of Acoustic Neuromas, The American Journal of Otology, Tolouse Skilbeck, CJ, Saeed, SR 2013, ‘Cerebellopontine angle tumours’ dalam Textbook of Ear, Nose and Throat 2nd ed. Lt Col BS Tuli, Jaypee Brothers Medical Publisher, Darayaganj, hh. 471-478. Tew, J, McMahon, N 2013, Acoustic Neuroma (Vestibular Schwannoma), Mayfield Clinic University of Cincinnati Department of Neurosurgery, Ohio Tuli, BS, Tuli, IP, Singh, A, et al 2013, ‘Surgical Anatomy of Ear’ dalam Textbook of Ear, Nose and Throat 2nd ed. Lt Col BS Tuli, Jaypee Brothers Medical Publisher, Darayaganj, hh. 3-18; 108-110.