Referat OMA OMSK-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT OTITIS MEDIA AKUT DAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS



Disusun Oleh: Nina Namira Putri Amiria 1102017169



Pembimbing: dr. Jon Prijadi, Sp.THT-KL



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU THT-KL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI PERIODE 26 SEPTEMBER – 29 OKTOBER 2022



1



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum.Wr.Wb. Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan referat dengan judul “OTITIS MEDIA AKUT DAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS” sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu THT di RSUD Kabupaten Bekasi. Tidak lupa shalawat serta salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya untuk menyelesaikan makalah referat, terima kasih kepada dr. Erlina Juliati, Sp.THT-KL, M.Kes selaku ketua SMF dan dosen pembimbing Kepaniteraan dr. Jon Prijadi, Sp.THT-KL di RSUD Kabupaten Bekasi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun dalam referat ini untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bekasi, 04 Oktober 2022



Nina Namira Putri Amiria



2



TINJAUAN PUSTAKA



1. Anatomi Telinga1,2,3 1.1



Telinga Luar



Gambar 1 Anatomi Telinga Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira- kira 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1.2



Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :







Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran 3



timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin. •



Tulang pendengaran terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran ini dengan telinga tengah saling berhubungan.







Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.



1.3



Telinga Dalam



Gambar 2 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.



Ujung



atau



puncak



koklea



disebut



helikotrema,



menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani 4



berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalum, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis.



Pada



membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. 2. Otitis Media Akut 2.1 Definisi Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.5 2.2 Epidemiologi Otitis media adalah masalah global dan ditemukan sedikit lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Jumlah spesifik kasus per tahun sulit ditentukan karena kurangnya pelaporan dan insiden yang berbeda di banyak wilayah geografis yang berbeda. Insiden puncak otitis media terjadi antara 5



enam dan dua belas bulan kehidupan dan menurun setelah usia lima tahun. Sekitar 80% dari semua anak akan mengalami kasus otitis media selama hidup mereka, dan antara 80% dan 90% dari semua anak akan mengalami otitis media dengan efusi sebelum usia sekolah. Otitis media kurang umum pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak, meskipun lebih sering terjadi pada sub-populasi tertentu seperti mereka dengan riwayat masa kanak-kanak OM berulang, langit-langit mulut sumbing, imunodefisiensi atau status immunocompromised, dan lain-lain.7 2.3 Etiologi Faktor pedisposisinya adalah infeksi saluran napas atas yang berulang (flu, rinitis, rinofaringitis), infeksi tonsil dan adenoid, rinosinusitis kronis, alergi hidung, tumor nasofaring, atau pemasanan tampon hidung/nasofaring pada epistaksis, serta adanya celah palatum. Bakteri penyebab yang paling sering adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Bakteri lainnya adalah Streprococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Banyak kuman H. Influenzae dan M. Catarrhalis yang memproduksi B-lactamase.13



2.4 Patofisiologi 9,10 Insiden otitis media akut yang tinggi pada anak mungkin mrupakan kombinasi beberapa faktor penyebab dengan disfungsi tuba Eustachius. Tuba Eustachius menghubungkan antara nasofaring dengan telinga tengah anterior. Tuba Eustachius dilapisi oleh epitel lapisan saluran pernapasan dan dikelilingi oleh tulang dan sebagian besar tulang kartilago. Tuba Eustachius anak berbeda dengan orang dewasa. Tuba Eustachius pada anak lebih horizontal dan terdapat banyak folikel limfoid yang mengengelilingi lubang pembukaan tuba dan torus tubarius. Tuba Eustachius secara normal tertutup pada saat istirahat dan membuka pada saat menelan, mengunyah, dan menguap. Hal ini disebabkan karena kerja otot tensor veli palatini. Tuba Eustachius melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring yang memberikan drainase ke dalam nasofaring dan memberikan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfir yang 6



terdapat pada telinga tengah. Patogenesis otitis media akut sebagian besar anak-anak dimulai dengan infeksi saluran nafas atas (ISPA) atau alergi sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran nafas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius.Tuba Eustachius menjadi sempit sehingga terjadi tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama, akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus dan bakteri dari nasofaring ke dalam tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses yang kompleks dari reaksi inflamasi dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, sehingga terjadi infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran nafas atas, sitokin dan mediator- mediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri sehingga mengganggu pertahanan imun pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi. Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA dimana proses inflamasi terjadi lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius sehingga mekanisme pembukaan terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor dan hipertrofi adenoid. Penyebab anak-anak mudah terserang otitis media akut : a.



Pada bayi atau anak-anak tuba lebih pendek, lebih lebar, dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. 7



b.



Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak-anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm sehingga meningkatkan risiko refluks dari nasofaring yang mengganggu drainase melalui tuba Eustachius.



c.



Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua lebih berkurang. Hal ini terjadi karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustachius meningkat sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba.



d.



Sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA laluterinfeksi ke telinga tengah



e.



Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius menyebabkan adenoid yang besar mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA dan dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba eustachius.



Gambar 3 Perbedaan tuba eustachius anak-anak dengan orang dewasa



8



Gambar 4. Patofisiologi otitis media



9



2.5 Klasifikasi Perubahan mukosa telinga tengah sebagaiakibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium: (1) stadium oklusi tuba Eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi dan (5) stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati, melalui liang telinga luar. 



STADIUM OKLUSI TUBA EUSTACHIUS



Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.5 Gejalanya berupa gangguan pendet atau nyeri telinga ringan. Pada pemeriksaan dapat ditemukan membran timpani yang terlihat keruh atau retraksi serta refleks cahaya yang berkurang atau tidak terlihat.13 



STADIUM HIPEREMIS (STADIUM PRE-SUPURASI)



Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.5 Gejalanya berupa nyeri telinga, terasa berdenyut-denyut. Biasanya pada anak disertai demam, gelisah, sukar tidur, yang dapat menyebabkan anak rewel. Pada pemeriksaan dapat ditemukan membran timpani pembuluh darah yang melebar atau seluruh membran timpani tampak hiperemis.13



Gambar 5 Membran timpani stadium Hiperemis 10







STADIUM SUPURASI



Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.



Gambar 6. Tampak membran timpanl hiperemis dan bulging (menonjol). Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri ditelinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul trombeflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali. 5 Gejalanya berupa nyeri telinga hebat disertai gangguan pendengaran. Pada anak mungkin demam tinggi dan dapat disertai muntah, diare, atau kejang. Pada pemeriksaan dapat ditemukan membran timpani merah dan menonjol keluar (buldging). Akubat tekanan pus di dalam cavum timpani terjadi iskemia, serta nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis pada membrean timpani terlihat sebagai daerah yang berwarna kekuningan dan lebih lembek, di tempat ini akan terjadi ruptur. Jika dilakukan miringotomi (insisi membran timpani), pus dapat keluar dan membran timpani dapat menutup kembali. Jika tidak dilakukan insisi, akan terjadi ruptur membran timpani yang tidak mudah menutup kembali.13 11







STADIUM PERFORASI



Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.5 Gejalanya berupa keluarnya pus, tekanan di telinga tengah berkurang, nyeri hilang. Anak yang tadinya gelisah dapat menjadi tenang, dapat tidur dengan nyenyak, dan suhu badan turun. Pada pemeriksaan liang telinga didapati sekret yang awalnya mukoid, mungkin bercampur darah, yang kemudian berubah menjadi mukopurulen. Setelah dibersihkan, tampak membran timpani mengalami perforasi. Membran timpani dapat tampak hiperemis atau sudah putih kembali. Apabila tidak diobati atau daya tahan tubuh kurang baik, dapat berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK).13



Gambar 7. Membran timpani stadium perforasi 



STADIUM RESOLUSI



Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahanlahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.5 12



Gambar 8. Membran timpani yang utuh 2.6 Manifestasi Klinis Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5ºC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.5



2.7 Diagnosis Diagnosis OMA cukup ditegakkan secara klinik, yaitu meliputi anamnesis dan pemeriksaan telinga (otoskop) yang berdasarkan pada stadiumnya.8 Stadium 1. Hiperemis



Anamnesis



Otoskopi Diawali dengan ISPA dan - Membran timpani: diikuti dengan gejala di Retrkasi, warna mulai hiperemia telinga: - Terasa penuh



- Kadang-kadang tampak



- Grebeg-grebeg



adanya air fluid level



- Gangguan pendengaran 13



2. Supurasi



- Otalgia hebat



- Membran timpani:



- Gangguan pendengaran



Bombans dan



- Febris, batuk, pilek



hiperemia



- Pada bayi dan anak - Belum ada sekret di kadang disertai dengan:



MAE



gelisah, rewel, kejang, gastroenteritis - Belum terjadi otorea 3. Perforasi



- Otorea, mukopurulen - Otalgia



dan



febris



mereda



- Membran timpani: Perforasi, sentral, kecil di



- Gangguan pendengaran - Masih ada batuk dan pilek



kuadran



antero-



inferior - Sekret:



mukopurulen



kadang tampak pulsasi - Warna



membran



timpani hiperemia 4. Resolusi



Gejala-gejala stadium



pada - Membran timpani: Sudah pulih menjadi sebelumnya



sudah banyak mereda kadang masih ada gejala



- Masih dijumpai lubang perforasi



sisa: Tinitus



normal kembali



dan



pendengaran



gangguan



- Tidak dijumpai sekret lagi



2.8 Tatalaksana Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCI efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCI efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi. 14



Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa,



dan



kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kg BB/hari. Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. lstilah miringotomi



sering



dikacaukan



dengan parasentesis: Timpanosintesis



sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus). Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai, (sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik). Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril.



Gambar 9. Timpanosintesis dan miringotomi. Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan 15



adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari. Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).5 2.9 Komplikasi Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Sekarang setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.5 Karena susunan struktur yang kompleks di dalam dan di sekitar telinga tengah, komplikasi yang telah berkembang menjadi sulit untuk diobati. Komplikasi dapat dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial.7 Berikut ini adalah komplikasi intratemporal; 



Gangguan pendengaran (konduktif dan sensorineural)







Perforasi TM (akut dan kronis)







Otitis media supuratif kronis (dengan atau tanpa kolesteatoma)







Kolesteatoma







Timpanosklerosis







mastoiditis







Petrositis







Labirinitis







Kelumpuhan wajah







Granuloma kolesterol







Dermatitis eksematoid menular 16



Selain itu, penting untuk membahas pengaruh otitis media pada pendengaran, terutama pada rentang usia 6-24 bulan, karena ini adalah waktu yang penting untuk perkembangan bahasa, yang terkait dengan pendengaran. Gangguan pendengaran konduktif akibat otitis media kronis atau berulang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan mengakibatkan masalah bicara berkepanjangan yang membutuhkan terapi wicara. Inilah salah satu alasan American Academy of Pediatrics dan American Academy of Otolaryngology-Head & Neck Surgery merekomendasikan pengobatan dini yang agresif untuk OMA berulang. Berikut ini adalah komplikasi intrakranial; 



Meningitis







Empiema subdural







Abses otak







Abses ekstradural







Trombosis sinus lateral







Hidrosefalus otitis



2.10 Prognosis Prognosis untuk sebagian besar pasien dengan otitis media sangat baik. Kematian akibat AOM adalah kejadian langka di zaman modern. Karena akses yang lebih baik ke perawatan kesehatan di negara maju, diagnosis dan pengobatan dini telah menghasilkan prognosis yang lebih baik dari penyakit ini. Terapi antibiotik yang efektif adalah pengobatan utama. Beberapa faktor prognostik mempengaruhi perjalanan penyakit. Anak-anak yang mengalami kurang dari tiga episode OMA tiga kali lebih mungkin untuk mengatasi gejalanya dengan antibiotik tunggal dibandingkan dengan anak-anak yang mengembangkan kondisi ini di musim selain musim dingin. Anak-anak yang mengalami komplikasi bisa sulit diobati dan cenderung memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Komplikasi intratemporal dan intrakranial, meskipun sangat jarang, memiliki angka



kematian



yang



signifikan. Anak-anak dengan riwayat otitis media prelingual berisiko mengalami gangguan pendengaran konduktif ringan hingga sedang. Anak-anak dengan otitis media dalam 24 bulan pertama kehidupan sering mengalami kesulitan 17



memahami konsonan yang melengking atau berfrekuensi tinggi, seperti desisan.7 3. Otitis Media Supuratif Kronik 3.1 Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) tersebut lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening attau berupa nanah.6 3.2 Epidemiologi Otitis media supuratif kronis biasanya berkembang pada anak usia dini, paling sering sekitar usia dua tahun. Anak-anak yang paling berisiko adalah anakanak dengan status berpenghasilan rendah. Penyakit ini juga paling sering terjadi pada anak-anak dengan kelainan kraniofasial seperti langit-langit mulut sumbing dan mereka yang lahir dengan sindrom Down. Meskipun sangat jarang, otitis media hadir pada sindrom Gradenigo, yang disertai dengan nyeri orbito-fasial dan kelumpuhan saraf kranial keenam. Sindrom ini dapat terjadi sebagai komplikasi otitis media supuratif kronis. Gambaran umum pada kelainan kongenital ini adalah defisiensi fungsi tuba Eustachius, yang merupakan predisposisi penyakit telinga tengah pada anak-anak ini. Faktor risiko utama yang terkait dengan otitis media supuratif kronis adalah a) episode otitis media akut yang sering, b) infeksi saluran pernapasan atas, c) trauma yang mempengaruhi membran timpani, dan d) nutrisi dan kondisi hidup yang buruk.11 Survei prevalensi di seluruh dunia yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit dan metode sampling serta mutu metodologi menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan otorea, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. OMSK sebagai penyebab pada 28000 kematian. Prevalensi OMSK di Indonesia secara umum adalah 3.9%. Pasien OMSK Merupakan 5% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 18



Di negara lain prevalensinya bervariasi dari negara ke negara, WHO mengklasifikasinya menjadi negara berprevalensi paling tinggi (>4%), tinggi (24%), rendah (1-2%), paling rendah (