Referat Tonsilitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT TONSILITIS



Pembimbing : dr. Erwinantyo, Sp.THT-KL



Disusun Oleh: Yakin Arung Padang (112019220)



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR.CIPTO SEMARANG PERIODE 9 AGUSTUS s/d 11 SEPTEMBER 2021



BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Tonsilitis merupakan peradangan dari tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang berada dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (gerlach’s tonsil). Berdasarkan durasi waktu tonsilitis diklasifikasikan menjadi tonsilitis akut dan kronik.1 Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif serta sebagai tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang berasal dari diferensiasi limfosit B.2 Tindakan yang sering dilakukan pada tonsilitis kronis adalah operasi pengangkatan tonsil atau tonsilektomi. Tonsilektomi dilaksanakan dalam kondisi anastesi umum dan dilakukan untuk mengangkat tonsil palatina.3 Tonsilektomi sendiri didefinisikan sebagai prosedur bedah untuk menyingkirkan tonsil secara keseluruhan, termasuk kapsulnya dengan cara diseksi ruang peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskuler.4 Namun sampai saat ini masih terdapat banyak kontroversi dikalangan para ahli dibandingkan prosedur operasi pada bidang lain sehingga dibutuhkan penilaian kasus demi kasus untuk setiap keadaan. 5 Di Indonesia belum ada data yang bersifat nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi yang dilakukan. Data dari RSUD Raden Mattaher Jambi menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi pada tahun 2010‐2011 dengan rincian berupa pada tahun 2010 penderita tonsilitis kronis berjumlah 978 orang dari 1365 jumlah kunjungan dan 44 orang diantaranya dilakukan tonsilektomi. Sedangkan pada tahun 2011 penderita tonsilitis kronis berjumlah 789 orang dari 1114 jumlah kunjungan dan 58 orang diantaranya dilakukan tonsilektomi.6 Sementara itu pada RSUP M Djamil padang penderita tonsilitis pada tahun 2010 berjumlah 465 orang dari 1110 kunjungan dan 163 orang diantaranya dilakukan tonsilektomi. 7 Pilihan terapi dengan tonsilektomi semestinya dikerjakan dengan indikasi yang tepat sehingga didapatkan keuntungan yang nyata, mengingat tonsil sebagai bagian sistem pertahanan tubuh.5 Walaupun tonsilektomi sudah sering dikerjakan dan meningkatkan kualitas hidup pasien namun tetap saja masih ada resiko didalam tindakan tonsilektomi.8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi



Gambar 1. Letak anatomi tonsil yang membentuk cincin Waldeyer. Anatomi, Embriologi Dan Fisiologi Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Tonsil terdiri dari 3 macam yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine. Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari:7  Tonsil faringeal (adenoid)  Tonsil palatina (tonsil faucial)  Tonsil lingual (tosil pangkal lidah) Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’stonsil). Embriologi Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di



dekat epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil. Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjarkelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius. Secara histologis, lapisan pada tonsil terbagi atas tiga zona. Ketiga zona tersebut adalah sebagai berikut : 



Reticular cell epithelium Lapisan squamous, di dalamnya terdapat antigen presenting cell (Sel M) yang mentransfer antigen ke dalam organ limfoid.6,8







Extrafolicular area Terdiri atas sel sel T (Limfosit T)







Limphoid follicle Terdiri atas mantle zone (sel-B matur) dan germinal center (sel-B aktif) Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil



pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil ini terletak di lateral orofaring dengan dibatasi oleh: 



Lateral → muskulus konstriktor faring superior







Anterior → muskulus palatoglosus







Posterior → muskulus palatofaringeus







Superior → palatum mole







Inferior → tonsil lingual Tonsil palatina memiliki 2 lapisan (lateral dan medial) serta memiliki 2 kutub (kutub atas



dan kutub bawah. Berikut ini penjelasan dari bagian bagian 5 : 



Lapisan medial Lapisan ini ditutupi oleh epitel squamous bertingkat non-keratinizing yang berlekuk



masuk ke dalam substansi tonsil dan membentuk kripta. Pintu masuk dari 12 – 15 kripta dapat terlihat pada lapisan medial ini. Salah satu dari kripta tadi, yang terletak dekat dengan kutub atas merupakan kripta dengan ukuran paling besar dan dalam yang dikenal dengan crypta magna atau intratonsillar cleft. Kripta dapat diisi oleh material seperti sel epitel, bakteri, atau debris makanan.8,9 . 



Lapisan lateral Lapisan ini ditutupi oleh kapsul berupa jaringan fibrosa. Diantara kapsul dan bagian dalam tonsil terdapat jaringan ikat longgar yang menjadi batas saat dilakukan tonsilektomi. Tempat ini juga merupakan tempat pengambilan sampel nanah pada penderita



peritolsillar



abscess.



Beberapa



serat



otot



palatoglossus



dan



otot



palatopharingeal juga melekat pada kapsul tonsil 



Kutub atas Bagian ini memanjang sampai pallatum mole. Lapisan medialnya ditutupi oleh lipatan semilunar, yang memanjang diantara pilar anterior dan posterior, dan menutupi fossa supratonsilar.







Kutub bawah Bagian ini melekat pada pangkal lidah. Lipatan triangular dari membran mukosa memanjang dari pilar anterior sampai bagian anteroinferior dari tonsil dan menutupi anterior pillar space. Tonsil dipisahkan dari lidah oleh tonsillolingual sulcus yang sering menjadi tempat terjadinya keganasan. Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri



maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal. Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian



superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.7 Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira- kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.2 Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu : a) Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif b) Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.6



Gambar 2. Anatomi faring dan tonsil. Definisi Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang diakibatkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tosil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil).10



Sedangkan menurut Reeves (2001) tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif serta sebagai tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang berasal dari diferensiasi limfosit B.10 Tonsilitis paling sering dijumpai pada anak-anak kurang dari 2 tahun. Tonsilitis disebabkan oleh spesies streptococcus, biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun. Infeksi berulang dan kronis serta hiperplasi obstruktif adalah penyakit yang paling umum yang mempengaruhi tonsil dan adenoid pada populasi pediatrik. Mengetahui adanya gangguan pernafasan saat tidur, seperti obstrutive sleep apnoe sindrome (OSAS) yang sangat penting karena berhubungan dengan kondisi fisik, psikologis dan kemampuan kognitif pada anak-anak dan orang dewasa.Tonsil ini terpapar oleh berbagai antigen (virus, bakteri dan partikel makanan) sehingga parenkim tonsil berisi sel M, limfosit B, limfosit T dan sel plasma sebagai kompleks imun. Tonsilitis kronis diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsil palatina yang menetap. Tonsilitis kronis ini disebabkan oleh beberapa serangan ulangan dari tonsilitis per tahunnya.11 Epidemiologi Tonsilitis dapat terjadi pada semua usia terutama pada anak (jarang pada anak muda diatas 2 tahun). Cara penyebaran infeksi melalui udara (airborne dan droplets), tangan dan ciuman. Tonsilitis akibat spesies Streptococcus biasaya pada anak-anak usia 5-15 tahun, ketika tonsilitis viral lebih sering pada anak-anak yang lebih muda. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda 15-25 tahun.12 Etiologi a) Tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus group A, Misalnya, Pneumococcus, Staphylococcus, Hemofilus influenza, Streptoccoccus non hemoliticus atau Streptoccus viridens. b) Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain Streptococcus B hemoliticus grup A, Streptococcus, Pneumoccoccus, Virus, Adenovirus, Virus influenza serta herpes.



c) Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsilitis. Faktor presdiposisi: Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu: 10 



Rangsangan kronis (rokok, makanan)







Higiene mulut yang buruk







Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)







Alergi (iritasi kronis dari allergen)







Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)



Patofisiologi Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya tersebut. Sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis. Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil sehingga menjadi terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil. Infeksi tonsil jarang menampilkan gejala tetapi dalam kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat menimbulkan gejala menelan. Infeksi tonsil yang ini adalah peradangan ditenggorokan terutama dengan tonsil yang abses (abses peritonsiler). Abses besar yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit yang intens dan demam tinggi (39C-40C). Abses secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ketengah tenggorokan. Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi parah, pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah submandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.



Klasifikasi Tonsilitis akut Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus β hemolitikus, pneumokokus, streptokokus viridan, dan streptokokus pyogenes. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif.6,15 Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.6 Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla palatina, yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi maupun virus. Tonsilitis akut dapat dibagi menjadi : 



Acute superficial tonsilitis, biasanya disebabkan oleh infeksi virus dan biasanya merupakan perluasan dari faringitis serta hanya mengenai lapisan lateral.







Acute folicular tonsilitis, infeksi menyebar sampai ke kripta sehingga terisi denganmaterial purulen, ditandai dengan bintik – bintik kuning pada tonsil







Acute parenchymatous tonsilitis, infeksi mengenai hampir seluruh bagian tonsil sehingga tonsil terlihat hiperemis dan membesar.







Acute membranous tonsilitis, merupakan stase lanjut dari tonsilitis folikular dimana eksudat dari kripta menyatu membentuk membran di permukaan tonsil



A. Tonsilitis Viral Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenza merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien. Terapi yang bisa diberikan yaitu istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan bila gejala berat.



B. Tonsilitis Bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokolus B hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.glosofaringeus (n.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat dentritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibular membengkak dan nyeri tekan. Terapi yang bisa diberikan yaitu antibiotika spectrum luas penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung disinfektan. Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronchitis, glomerulonephritis akut, miokarditis, arthritis serta septicemia akibat infeksi v.jugularis interna (sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai obstructice sleep apnea syndrome (OSAS). C. Tonsilitis Rekuren Dikatakan tonsillitis streptokokal berulang apabila seseorang memiliki 7 episode kultur positif dalam 1 tahun, 5 infeksi dalam 2 tahun berturut-turut atau 3 infeksi tiap tahunnya selama 3 tahun berturut-turut. Tonsilitis Membranosa Penyakit yang termasuk dalam golongan membranosa ialah (a) tonsillitis difteri, (b) tonsillitis septik (septic sore throat), (c) Angina Plaut Vincent, (d) penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia pernisiosa, neutropenia maligna serta infeksi mono-nukleosis, (e) proses spesifik lues dan tuberculosis, (f) infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, (g) infeksi virus morbili, pertussis dan skarlatina. A. Tonsilitis Difteri Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak.



Penyebab tonsillitis difteri ialah kuman Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif, yang ditransmisikan melalui droplet udara atau kontak kulit. Tidak semua individu yang terinfeksi akan menjadi sakit, terkandung titer anti toksin dalam darah seseorang (minimal 0,03 IU per ml darah). Paling sering ditemukan pada anak-anak berusia 10 tahun (khususnya anak berusia 2-5 tahun) walaupun masih mungkin ditemukan pada orang dewasa. Bakteri yang ada menghasilkan endotoksin khusus yang menyebabkan nekrosis sel epithelial dan ulserasi. Gambaran klinis Masa inkubasi penyakit ini 1-5 hari. Gejala klinis dapat dibagi menjadi beberapa bagian seperti berikut: 



Gejala umum. Berupa demam subfebris, sakit kepala, penurunan nafsu makan, tubuh melemah, nadi lambat dan nyeri menelan. Dalam 24 jam gejala dapat memberat sehingga malaise dan sakit kepala berat, dan mual. Bila sejumlah banyak toksin masuk ke aliran darah, pasien dapat menjadi pucat, nadi cepat, koma hingga kematian.







Gejala lokal. Tonsil membengkak tertutup bercak putih keabu-abuan kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat jalan nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeester’s hals.







Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albunimia.



Diagnosis tonsillitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan dengan cermin terlihat pseudomembran berwarna kuning keabuan yang menempel erat ke tonsil dan ketika diangkat menimbulkan pendarahan. Diagnosis pasti didapatkan dari preparat kuman yang diambil dari apusan di bawah membrane semu.



Penatalaksanaan 



Awasi tanda-tanda obstruksi jalan nafas atas







Tanpa menunggu hasil kultur, dapat diberikan antitoksin (APS) difteria 20,000-100,000 IU/KgBB injeksi intravena atau intramuskular (lakukan skin test terlebih dahulu)







Antibiotik peninsilin 300,00 IU/hari IM untuk BB 10 kg (selama 14 hari) atau eritromisin 25-50 mg/KgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari







Kortikosteroid 1,2 mg/KgBB per hari







Obat simptomatik lainnya seperti antipiretik







Trakeostomi bila sudah ada sumbatan jalan nafas



Komplikasi Perluasan ke laring dan menyumbat jalan nafas atas sehingga diperlukan trakeostomi. Makin muda usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini. Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio cordis. Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomadasi, otot faring serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan otot-otot pernafasan. Nefritis interstitial dengan gambaran albuminuria pada urinalisis. B. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa) Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Tanda dan Gejala Demam hingga 39OC, sakit kepala, kelemahan, nyeri di mulut, hipersaliva, gigi dan gusi mudah berdarah hingga gangguan pencernaan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mulut berbau, kelenjar getah bening submandibular yang membesar, mukosa mulut dan faring yang hiperemis dengan ulkus pada tonsil palatinan, unilateral dan tertutup membrane putih keabuan. Dapat menyebar ke uvula, dinding faring, gusi dan proteus alveolaris. Penatalaksanaan Antibiotic spectrum luas (Penisilin) selama 1 minggu. Kauter local dengan 10% AgNO3



atau asam kromik 5% juga dapat dilakukan. Disertai obat kumur untuk membaiki higienitas mulut, vitamin C dan vitamin B kompleks. C. Tonsilitis Septik Penyebab dari tonsillitis septik ialah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak terlebih dahulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan. D. Penyakit Kelainan Darah Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononucleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membrane semua. Kadang-kadang terdapat pendarahan di selaput lender mulut dan faring serta pembesaran kelenjar submandibular. 



Leukemia akut Gejala pertama sering berupa epitaksis, pendarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membran semu tapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.







Angina agranulositosis Penyebabnya adalah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna.







Infeksi mononucleosis Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral. Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul pendarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher, ketiak dan regioinguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah yang besar. Tanda khas yang lain ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (rekasi Paul Bunnel).



Tonsilitis Kronik Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut



yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan. Etiologi dan Faktor resiko Tonsilitis kronis Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan tonsilitis akut yaitu kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokus, streptokokus viridian, streptokokus piogens, stafilokokus, dan hemophilus influenza, namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis yaitu rangsangan yang menahun dari asap rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Patofisiologi Tonsilitis kronis Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat. Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat yang berwarna kekuningkuningan). Proses ini terus meluas hingga menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula. Tanda dan Gejala Tonsilitis kronis Tanda - tanda dari tonsilitis kronis yaitu adanya kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus, kadang disertai pembesaran tonsil serta permukaan tonsil tidak rata, warna kemerahan pada plika anterior dan apa bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material seperti keju. Gejala klinisnya yaitu sangkut menelan, bau mulut (halitosis) yang disebabkan adanya pus pada kripta tonsil, sengau atau sering tersedak pada malam hari (bila tonsil membesar dan menyumbat jalan nafas), nafsu makan menurun, badan terasa lesu, kadang



disertai demam, serta sakit kepala. Komplikasi Tonsilitis kronis 



Abses peritonsil Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.







Abses parafaring Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.







Abses intratonsilar Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan tonsilektomi.8







Tonsilolith (kalkulus tonsil) Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan.



Penatalaksanaan Tonsilitis kronis 



Medikamentosa Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10 hari.Jika



anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan. -



Penisilin 500 mg 3 x sehari.



-



Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg 3 x sehari yang diberikan selama 5 hari. Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 – 50 mg/kgBB/hari.



Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 – 3 hari tidak meningkatkan komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit. Antibiotik hanya sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko demam rematik. Bila suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan untuk banyak minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri menelan. Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih efektif daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan dapat diterapi dengan spray lidokain. Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri, penderita harus segera diberi serum anti difteri (ADS), tetapi bila ada gejala sumbatan nafas, segera rujuk ke rumah sakit. Pada tonsilitis kronik, penting untuk memberikan edukasi agar menjauhi rangsangan yang dapat menimbulkan serangan tonsilitis akut, misalnya rokok, minuman/makanan yang merangsang, higiene mulut yang buruk, atau penggunaan obat kumur yang mengandung desinfektan. Diagnosis Diagnosis tonsilitis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menentukan tipe tonsilitis dan kemungkinan etiologi penyebabnya. Pemeriksaan penunjang seperti kultur bakteri, Rapid Antigen Detection Test (RADT) dari usap tenggorok serta antibodi antistreptokokus dan pemeriksaan radiologi dapat dilakukan apabila menyebar ke struktur leher bagian dalam. Anamnesis Anamnesis diperlukan untuk menentukan tipe tonsilitis (akut, berulang atau kronik) atau akibat infeksi virus atau bakteri. Umumnya gejala tipikal dari tonsilitis, seperti nyeri tenggorokan, disfagia, odinofagia, limfadenopati servikal, suara serak, demam, halitosis, sakit kepala dan hilangnya napsu makan. Namun, dapat terdapat gejala atipikal pada anak berupa nyeri perut, mual dan muntah.



Berdasarkan tipe tonsilitis, pada tonsilitis akut memiliki gejala tipikal dan dapat disertai obstruksi jalan napas seperti mendengkur, gangguan tidur dan sleep apnea. Pada tonsilitis berulang, memiliki gejala tipikal dan ditegakkan jika terjadi 7 episode tonsilitis dalam 1 tahun yang terbukti dengan pemeriksaan kultur, 5 infeksi dalam 2 tahun berturut-turut atau 3 infeksi setiap tahun selama 3 tahun berturut-turut. Sedangkan, gejala pada tonsilitis kronik seperti nyeri tenggorokan kronik, halitosis, dan limfadenopati servikal persisten. Berdasarkan penyebabnya, pada tonsilitis virus didapatkan gejala tipikal tonsilitis disertai gejala infeksi saluran pernapasan seperti batuk, pilek, hidung tersumbat, dan sinusitis. Sedangkan, pada tonsilitis bakteri, biasanya disertai dengan nyeri tenggorokan mendadak, eksudat tonsil, demam, limfadenopati servikal, tidak ada batuk, serta disertai gejala obstruksi jalan napas. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang diperlukan pada tonsilitis adalah sebagai berikut : 



Tanda vital dan tanda dehidrasi







Pemeriksaan jalan napas dan fungsi menelan







Inspeksi rongga mulut untuk menilai trismus







Pemeriksaan faring: hiperemis, edema, deviasi uvula







Penilaian tonsil







Pemeriksaan kelenjar getah bening







Pemeriksaan telinga dan pergerakan leher







Penilaian tonsil dilakukan mencakup aspek berikut: 



Ukuran







Warna







Permukaan: adanya membran berwarna abu-abu tidak mudah berdarah mengarah kepada infeksi virus Epstein Barr sedangkan adanya pseudomembran berwarna putih dan mudah berdarah mengarah pada diagnosis banding difteri







Eksudat







Detritus







Ulkus







Kripta melebar/tidak



Menurut Brodsky, ukuran tonsil dapat dikelompokkan, sebagai berikut : 



T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior – uvula







T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior – uvula







T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar anterior - uvula







T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih



Modified Centor Score Modified Centor score dapat digunakan untuk menilai apakah tonsilitis disebabkan oleh infeksi group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS). Kriteria skor ini adalah sebagai berikut : 



Tidak ada batuk (1 poin)







Adenopati servikal anterior (1 poin)







Demam (1 poin)







Bengkak atau terdapat eksudat pada tonsil (1 poin)







Usia 3-14 tahun (1 poin)







Usia 15-44 tahun (0 poin)







Usia >45 tahun (-1 poin)



Skor < 1: tidak dibutuhkan pemeriksaan penunjang tambahan dan tidak ada indikasi diberikannya antibiotik Skor 2 atau 3: perlu dilakukan pemeriksaan penunjang Skor Skor >4: dapat langsung diberikan antibiotik secara empiris Walau hasil skor < 1, infeksi GABHS tetap dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gejala >3 hari Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang diperlukan ketika infeksi bakteri group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS) dicurigai sebagai penyebab tonsilitis atau ketika tonsilitis menyebar sampai ke struktur leher bagian dalam. Kultur tenggorok merupakan pemeriksaan standar pada tonsilitis



bakteri. Kultur Tenggorok Pemeriksaan baku emas pada infeksi bakteri GABHS. Uji resistensi perlu dilakukan bersamaan dengan kultur tenggorok untuk menentukan antibiotik yang tepat untuk menangani infeksi GABHS pada pasien. Rapid Antigen Detection Test (RADT) Pemerikssan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya karbohidrat dari dinding sel GABHS. RADT memiliki sensitivitas 90-95% dan spesifisitas 98-99% sehingga apabila hasil positif berarti mengalami infeksi GABHS, sedangkan hasil negatif perlu dilakukan pemeriksaan kultur tenggorok untuk eksklusi GABHS. Antibodi Antistreptokokus Antibodi antistreptolysin-O dan antibodi antideoksiribonuklease (anti-DNAse) B berguna untuk mengetahui infeksi sebelumnya pada individu yang didiagnosis dengan demam reumatik akut, glomerulonephritis atau komplikasi lain dari GABHS. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi seperti foto polos servikal, USG atau CT Scan diperlukan pada tonsilitis yang menyebar ke struktur leher bagian dalam dan komplikasi tonsilitis lainnya. CT Scan juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis abses peritonsilar dan membantu tindakan drainase abses pada abses peritonsilar dengan lokasi yang tidak umum atau jika terdapat risiko tinggi untuk tindakan drainase, misalnya koagulopati atau risiko anestesi. Penatalaksanaan Penatalaksanaan tonsilitis secara umum adalah terapi suportif dengan pemberian cairan dan nutrisi adekuat serta penggunaan analgesik sesuai derajat keparahan. a) Terapi Suportif Prinsip terapi suportif tonsilitis adalah menjaga patensi jalan napas, menjaga hidrasi dan



asupan nutrisi yang adekuat serta kontrol demam dan nyeri 



Patensi Jalan Napas Pasien tonsilitis dengan obstruksi jalan napas memerlukan pemberian oksigen terhumidifikasi dan pemasangan nasopharyngeal airway. Jika terdapat edema faring, kortikosteroid intravena dapat dipertimbangkan. Monitor pasien hingga obstruksi jalan napas teratasi.







Hindari dan Status Nutrisi Pastikan pasien memiliki asupan cairan dan nutrisi yang adekuat. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan jika hidrasi buruk.







Kontrol Demam dan Nyeri Berikan analgesik seperti paracetamol atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti ibuprofen atau diklofenak.



b) Medikamentosa Kortikosteroid dulu tidak disarankan untuk tonsilitis tetapi studi terbaru menunjukkan manfaat pemberian steroid. Antibiotik hanya diberikan jika kondisi pasien mendukung etiologi bakterial. 



Kortikosteroid Penelitian randomised controlled trial (RCT) tahun 2017 menunjukkan rekomendasi lemah penggunaan kortikosteroid karena dapat mempercepat hilangnya gejala dalam 24-48 jam dan mengurangi tingkat keparahan nyeri. Namun, tidak menurunkan tingkat rekurensi tonsilitis, penggunaan antibiotik serta



efek



samping



penggunaan



jangka



panjang.



Kortikosteroid



yang



direkomendasikan berupa dexamethasone dengan dosis dewasa 10 mg atau anak sesuai dengan berat badan 0,6 mg/kgBB dengan dosis maksimum 10 mg. Dexamethasone umumnya diberikan sebagai dosis tunggal, dapat dikonsumsi secara oral atau injeksi intramuskular. 



Antibiotik Antibiotik diberikan jika kondisi pasien mendukung etiologi bakterial, misalnya terdapat eksudat tonsilar, demam, leukositosis, atau kontak dengan orang yang mengalami



infeksi



group



A



beta-hemolytic



streptococcus



(GABHS).



Pertimbangan untuk memberikan antibiotik dapat dibantu menggunakan modified Centor score. Infeksi GABHS wajib menggunakan terapi antibiotik untuk mengurangi durasi dan tingkat keparahan dari gejala klinis termasuk komplikasi supuratif jika diberikan dalam 2 hari pertama gejala, mengurangi terjadinya komplikasi nonsupuratif dan meminimalkan transmisi penularan melalui kontak langsung. Pilihan terapi antibiotik lini pertama adalah penisilin oral seperti ampicillin dan amoxicillin selama 10 hari atau penicillin injeksi (Benzathine Penicillin G) jika tidak patuh penicillin oral selama 10 hari atau memiliki risiko tinggi demam reumatik akut seperti adanya riwayat penyakit jantung reumatik. Pilihan antibiotik lainnya, yakni cephalosporin. Dalam suatu penelitian menunjukkan cephalosporin memiliki angka kesembuhan secara mikrobiologis dan klinis yang lebih baik daripada penicillin untuk anak daripada dewasa, namun tetap direkomendasikan penicillin sebagai terapi lini pertama kecuali alergi penicillin. Terapi antibiotik alternatif lainnya adalah makrolida dan clindamycin. Umumnya terjadi perbaikan klinis dalam 3-4 hari dengan penggunaan antibiotik yang sesuai. Apabila tidak terjadi perbaikan, perlu dipikirkan diagnosis banding lainnya atau terjadinya komplikasi supuratif. c) Pembedahan Tonsilektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan dengan mengangkat tonsil dan kapsulnya serta menyayat ruang peritonsil antara kapsul tonsil dan dinding otot. Tindakan ini dapat dilakukan dengan dengan atau tanpa adenoidektomi. Beberapa indikasi absolut tindakan tonsilektomi, sebagai berikut : 



Obstruksi saluran napas baik nasofaring maupun orofaring oleh tonsil, adenoid dan keduanya menyebabkan sleep apnea







Gangguan menelan karena obstruksi orofaring oleh tonsil







Tumor ganas pada tonsil







Pendarahan yang tidak terkendali pada tonsil



Sedangkan, terdapat beberapa indikasi elektif tindakan tonsilektomi, sebagai berikut :







Infeksi tenggorokan akut berulang sesuai kriteria “Paradise”, yakni terdapat ≥3 episode/tahun dalam 3 tahun terakhir, ≥5 episode/ tahun dalam 2 tahun terakhir atau ≥ 7 episode dalam 1 tahun







Tonsilitis kronik yang tidak responsif terhadap terapi antimikroba







Obstruksi tonsil yang mengubah kualitas suara







Halitosis yang refrakter terhadap tindakan lainnya







Terdapat >1 episode abses peritonsilar atau abses peritonsilar pada anak dengan riwayat infeksi tenggorokan berulang







Penderita karier infeksi Group A Beta-Hemolytic Streptococci yang kontak langsung dengan individu penderita demam reumatik atau tinggal di rumah dengan infeksi yang sering terjadi dan pemberantasan sulit dilakukan







Syndrome of periodic fever, aphthous stomatitis, pharyngitis, and cervical adenitis (PFAPA syndrome) yang tidak responsif terhadap terapi konservatif



Secara umum, terdapat tiga kondisi kontraindikasi tindakan tonsilektomi, antara lain : 



Velopharyngeal Insufficiency







Gangguan



hematologi:



Anemia



dan



kelainan



hemostasis



merupakan



kontraindikasi tonsilektomi. Pembedahan tidak dilakukan apabila Hb