Referat Tumor Paru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Tumor (neoplasia) adalah massa / jaringan baru-abnormal yang terbentuk dalam tubuh, mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda dari sel / jaringan asalnya / sesungguhnya. Tumor paru adalah salah satu jenis tumor yang sulit disembuhkan. Sesuai namanya, tumor paru tumbuh di organ paruparu. Tumor ini diakibatkan oleh sel yang membelah dan tumbuh tak terkendali pada organ paru. Tumor paru jika dibiarkan dapat berkembang menjadi kanker paru. Biasanya tumor ini berkembang di saluran napas atau bagian alveolus. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan tumor ini menyebar ke seluruh tubuh jika sudah menjadi kanker paru stadium akut. 1 Pada abad ke-19, tumor paru merupakan kasus tumor yang jarang ditemukan; tapi sekarang banyak dipublikasikan kasus tumor paru. Dibandingkan dengan tumor kulit, tumor paru merupakan tumor yang paling banyak diderita wanita dan pria dan merupakan penyebab kematian terbanyak oleh karena kanker. 2 Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2007 dilaporkan terdapat 213.380 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis) dengan 160,390 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker), sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Setiap tahun, terdapat lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di seluruh dunia dengan angka kematian 1,1 juta setiap tahunnya. 2 Dugaan meningkat pada mereka yang merupakan bagian dari kelompok resiko tinggi yaitu, apakah pasien merokok, apakah pasien telah terpapar dengan suatu bahan berbahaya dalam pekerjaannya, dan pernakah



1



pasien menderita fibrosis paru kronis. Kebanyakan kasus kanker paru dapat dicegah jika merokok dihilangkan. Diagnosis sering



terlambat atau



“Inoperable Stage“, maka



prognosanya jelek dan survival rate rendah. Keluhan dan gejala hampir sama dengan penyakit paru lain, sehingga sering tidak terpikirkan. Meningkatnya ilmu, ketrampilan dokter, alat diagnostik dan perhatian penderita diagnosis semakin cepat. Penatalaksanaan baik penderitaan berkurang, kualitas hidup meningkat dan ketahanan hidup lebih baik. Deteksi dini sangat penting dan perlu di usahakan. 3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU 2.1.1 Anatomi Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Paru-paru terdiri dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas terutama digerakkan oleh otot diafragma (otot yang terletak antara dada dan perut). Saat menghirup udara, otot diafragma akan mendatar, ruang yang menampung paru-paru akan meluas. Begitu pula sebaliknya, saat menghembuskan udara, diafragma akan mengerut dan paru-paru akan mengempis mengeluarkan udara. 4, 5 Akibatnya, udara terhirup masuk dan terdorong keluar paru-paru melalui trakea dan tube bronchial atau bronchi, yang bercabang-cabang dan ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang dikelilingi kapiler yang berisi darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi ke dalam darah, dan kemudian dibawa oleh hemoglobin. 4, 5



2



Selama hidup paru kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti spons dan sangat elastic. Jika rongga thorax dibuka volume paru akan segera mengecil sampai 1/3 atau kurang. Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum. Masingmasing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralis masing-masing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonalis. 4, 5



Setiap paru-paru memiliki 5,6 : a. Apex Apeks atau puncak dari pulmo terletak di superior yg merupakan bagian pulmo yg tumpul dan menjulang hingga collum costae I. Apeks pulmo difiksasi oleh adanya fascia Sibson, collum costae I, proc. Transverses Vertebrae thoracal I, cupula pleura dan mm. scalene b. Basis Merupakan dasar dari pulmo yg berbentuk konkaf dan merupakan tempat menempelnya diafragma. c. Facies Pulmo  Facies costalis Dataran pulmo yang menghadap ke costa berbentuk konveks dan 



dilapisi oleh pleura parietalis pars costalis. Facies medialis Bagian pulmo yang menghadap ke mediastinum dan dilapisi oleh pleura parietalis pars mediatinalis. Facies ini terdiri atas 2 pars, yakni pars vertebralis (menghadap vertebrae) dan pars mediastinalis (menghadap mediastinum). Pada pars mediastinalis terdapat hilus pulmonis yg merupakan tempat keluar masuknya radix pulmo/



pediculus pulmonis. d. Margo pulmo • Margo anterior 3



Tepi pulmo yang terjepit antara corpus sterni dengan pericardium. Pada margo anterior pulmo sinistra terdapat adanya cekungan akibat adanya jantung yang disebut dengan incisura cardiac pulmonis. 



Margo inferior Merupakan tepi pulmo yang memisahkan basis pulmo dengan



facies costalis pulmo. e. Lobus dan fissure • Pulmo dextra Terdapat 3 lobus (lobus superior, medius et inferior) yang 



dipisahkan oleh adanya 2 fissure (fissure horizontalis et obliqua). Pulmo sinistra Terdapat 2 lobus (lobus superior, et inferior) yang dipisahkan oleh



adanya 2 fissure (fissure obliqua). f. Lingula Lingula merupakan bagian dari lobus inferior pulmo sinistra yang terletak di anteroinferior yg merupakan rudimentas atau pendesakan dari jantung pada pulmo sinistra. g. Hilus Pulmo dan Radix Pulmo/ Pediculus pulmo Hilus pulmonis berarti pintu masuk ke dalam pulmo yg terletak di facies medialis pulmo. Dimana hilus pulmo ini merupakan tempat keluar masuknya radix pulmo. Radix pulmo ini terletak setinggi Vertebrae Thoracal V-VII. Urutan radix pulmo dari ventral ke dorsal untuk pulmo sinistra dan dextra sama, yakni: v. pulmonalis, a. pulmonalis, bronchus, v. bronchialis. Sedangkan urutan radix pulmo dextra dari cranial ke caudal, yakni : bronchus, a. pulmonalis, bronchus hiparterial dan v. pulmonalis. Sedangkan untuk urutan radix pulmo sinistra dari cranial ke caudal, yakni: a. pulmonalis, bronchus dan v. pulmonalis.



4



h. Segmentasi pulmo Untuk pembagian segmentasi dari pulmo sama seperti pembagian segmentasi dari bronchus.



Gambar 1. Segmental pulmo



i. Vaskularisasi Pulmo Untuk bronchi, jaringan ikat paru dan pleura visceralis divaskularisasi oleh Aa. Bronchiales. Untuk Aa. Bronchiales sinistra cabang dari aorta thoracalis, sedangkan Aa. Bronchiales dextra cabang dari a.intercostales atau Aa. Bronchiales sinistra. Untuk vena melalui Vv. Bronchiales yang terdiri atas vv. Bronchiales superficial dan profunda.Vv. Bronchiales Superficial mendapatkan aliran darah dari bronchi extrapulmonar, pleura visceralis, limponodi sekitar hilus pulmo.Vv. Bronchiales dextra bermuara ke v. azygos, sedangkan Vv. Bronchiales sinistranya bermuara ke v. hemiazygos accessoria atau v. intercostales supreme. Sedangkan untuk alveoli mendapatkan vaskularisasi dari ujung terminal dari a. pulmonales.12 j. Innervasi Pulmo Pulmo diinnervasi oleh plexus pulmonalis pada radix pulmo dextra dan sinistra. Dimana plexus ini terdiri atas saraf simpatis oleh truncus



5



sympaticus menuju ganglia sympatis 1-5 dan parasimpatis oleh cabangcabang dari nervus vagus. k. Batas-batas pulmo : 6  Apeks : atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula  Atas : dari clavicula sampai dengan costae II depan  Tengah : dari costae II sampai dengan costae IV  Bawah : dari costae IV sampai dengan diafragma



Gambar 2. Proyeksi batas – batas paru dan pleura



Gambar 3 Gambaran radiologi Paru Normal



2.1.2



Fisiologi paru Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial



6



ke alveoli, dan dapat erat dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen. Di dalam paru-paru, karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan metabolismes, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.8 Pengambilan udara pernapasan dikenal dengan inspirasi dan pengeluaran udara pernapasan disebut dengan ekspirasi. Mekanisme pertukaran udara pernapasan berlangsung di alveolus disebut pernapasan eksternal. Udara pernapasan selanjutnya diangkut oleh hemoglobin dalam eritrosit untuk dipertukarkan ke dalam sel. Peristiwa pertukaran udara pernapasan dari darah menuju sel disebut pernapasan internal. Aktivitas inspirasi dan ekspirasi pada saat bernapas selain melibatkan alat-alat pernapasan juga melibatkan beberapa otot yang ada pada tulang rusuk dan otot diafragma (selaput pembatas rongga dada dengan rongga perut). Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan. 1. Penapasan Dada



7



Pada pernapasan dada, otot yang berperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. a. Inspirasi Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga rongga dada mengembang. Pengembangan rongga dada menyebabkan volume paru-paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk. b. Ekspirasi Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antar tulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan volume paru-paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar. 2. Pernapasan Perut Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. a. Inspirasi Pada saat pengambilan udara (inspirasi) tahap-tahap yang terjadi dan dapat dirasakan adalah diafragma berkontraksi sehingga diafragma menjadi datar dan otot antar tulang rusuk sebelah luar juga berkontraksi yang diikuti dengan terangkatnya tulang rusuk yang menyebabkan rongga dada membesar. Membesarnya rongga dada ini menyebabkan tekanan di dalam rongga dada mengecil sehingga



8



memungkinkan paru-paru dapat mengembang. Mengembangnya paru-paru memungkinkan tekanan di dalam ruang paru-paru mengecil bahkan lebih kecil dari udara luar sehingga udara dapat masuk secara berurutan ke lubang hidung-rongga hidung-faring trakea



(melalui



glottis)-bronkus



(kanan-kiri)-bercabang



22x



(bronkiolus-bronkiolus) alveolus (kantong-kantong kecil). b. Ekspirasi Pada saat pengeluaran udara (ekspirasi) tahap-tahap yang dapat dirasakan adalah diafragma relaksasi sehingga kembali ke posisi semula dan otot antar rusuk dalam kontraksi menyebabkan tulang rusuk kembali ke posisi semula sehingga rongga dada mengecil. Rongga dada mengecil sehingga menyebabkan tekanan di dalam rongga dada meningkat yang menyebabkan ruang paru-paru mengecil. Mengecilnya ruang paru-paru menyebabkan membesarnya tekanan di dalam paru-paru sehingga udara akan mengalir keluar dari alveolus melalui bronkiolus-bronkus-trakea glotis-faring-rongga hidung dan lubang hidung. 2.2 TUMOR PARU 2.2.1 Definisi Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar). 3 Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh diparu, sebagian besar kanker paru berasal dari sel-sel didalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain yang terkena kanker. 3 Tumor paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru. Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru.



9



Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari 2.2.2



saluran napas. 3 Etiologi dan Faktor Resiko Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru : a. Merokok Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok. 3,7 b. Paparan zat karsinogen Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok. 3,7 c. Polusi udara Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas



10



tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren. d. Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :  Proton oncogen.  Tumor suppressor gene.  Gene encoding enzyme. Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan



(insersi/inS)



sebagian



susunan



pasangan



basanya,



tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya. e. Diet Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru.



11



2.2.3



Klasifikasi 5 A. Tumor Jinak Paru Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru, biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor jinak jarang memberikan keluhan dan tumbuh lambat sekali. Tumor jinak paru yang sering dijumpai adalah hamartoma. Jenis tumor jinak lain yang lebih jarang dijumpai adalah fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma, tumor neurogenik, papiloma, leiomiofibroma, dan lain-lain. 1 Hamartoma Hamartoma merupakan tumor jinak paru yang pertambahan besarnya berlangsung dengan sangat lambat. Tumor ini jarang didapati pada anak-anak, biasanya di atas umur 40 tahun. Sebagian besar (90%) ditemukan di perifer paru dan sebagian lagi di sentral (endobronkial) dan sering terdapat di beberapa bagian paru (multiple). 5 Bentuk tumor bulat atau bergelombang (globulated) dengan batas yang tegas. Biasanya ukuran kurang dari 4 cm dan sering mengandung



kalsifikasi



berbentuk



bercak-bercak



garis



atau



gambaran pop corn. Kalsifikasi ini akan bertambah dengan bertambah besarnya tumor. Pembentukan kavitas tidak pernah terjadi. 5



12



Gambar 4. Hamartoma 2



Kista Paru Terbentuknya kista paru merupakan hiperinflasi udara ke dalam parenkim paru melalui suatu celah berupa klep akibat suatu peradangan kronis. Kista paru dapat pula disebabkan kelainan kongenital yang secara radiologik tidak dapat dibedakan dengan kista paru didapat (akibat peradangan). Gambaran radiologik memberi bayangan bulat berdinding tipis dengan ukuran bervariasi. Bila kista paru lebih dari satu dan tersebar di kedua paru dikenal sebagai paru polikistik.5



Gambar 5. Kista Paru



13



B. Tumor Ganas Paru Semua keganasan mengenai paru, baik berasal dari paru sendiri maupun dari tempat lain yang bermetastasis ke paru. Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cel Lung Cancer (SCLC) dan Non Small Cel Lung Cancer (NCLC). a. Small Cell Lung Cancer (SCLC) Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20 % dari total kejadian kanker paru. Namun jenis ini berkembang sangat cepat dan agresif. Apabila tidak segera mendapat perlakuan maka hanya dapat bertahan 2 sampai 4 bulan. gambaran histologinya yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nukleoli. Disebut juga “oat cell carcinoma” karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum, se kecil ini cenderung berkumpul sekeliling pembuluh darah halus menyerupai pseudoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis. DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap sekitar pembuluh darah. b. NSCLC (non small cell lung cancer) Sebanyak 80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah adenokarsinoma, karsinoma bronkoalveolar, dan karsinoma sel besar. 



Adenokarsinoma, khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan



ke arah pembentukan



konfigurasi papilari.



Biasanya membentuk musin, sering tumbuh dari bekas kerusakan jaringan paru (scar). Dengan penanda tumor CEA (Carcinoma Embrionic



Antigen)



karsinoma



ini



bisa



dibedakan



dari



mesotelioma.



14







Karsinoma



Bronkoalveolar,



merupakan



subtipe



dari



adenokarsinoma, dia mengikuti/meliputi permukaan alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan paru. 



Karsinoma Sel Besar, ini suatu subtipe yang gambaran histologisnya dibuat secara ekslusion. Dia termasuk NSCLC tapi tidak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau glandular, sel bersifat anaplastik, tak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh infiltrasi sel netrofil. 8



Staging Sistem TNM Stadium Karsinoma tersembunyi Stadium 0 Stadium IA Stadium IB Stadium IIA Stadium IIB



TNM Tx, N0, M0 Tis, N0, M0 T1, N0, M0 T2, N0, M0 T1, N1, M0 T2, N1, M0



Stadium IIIA



T3, N0, M0 T3, N1, M0



Stadium IIIB



T1-3, N2, M0 T berapa pun, N3, M0



Stadium IV



T4, N berapa pun, M0 T berapa pun, N berapa pun, M1



Keterangan :  Status Tumor Primer (T) -



T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.



-



Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.



-



Tis : Karsinoma in situ.



15



-



T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.



-



T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.



-



T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama



yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak



melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra. -



T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.



 Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N) -



N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.



-



N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.



-



N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.



-



N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.



 Metastasis Jauh (M)



2.2.4



-



M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.



-



M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak 9



Patofisiologi



16



Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka. Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Intiation agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama mingguan sampai tahunan. Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa). Karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar 17



(tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat. 2.2.5 Penegakan Diagnostik Tumor Paru 2.2.5.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti merupakan kunci dalam diagnosis yang tepat. Pada fase awal kebanyakkan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat: a. Lokal (tumor tumbuh setempat) : -



Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis



-



Hemoptisis



-



Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas



-



Kadang terdapat kavitas seperti abses paru



-



Ateletaksis



b. Gejala invasi lokal -



Nyeri dada



-



Dispnea karena efusi pleura



-



Invasi ke perikardium  terjadi tamponade atau aritmia



18



-



Sindrom obstruksi vena kava superior: ini akibat dari karsinoma paru berlangsung menginvasi atau metastasis kelenjar limfe mediastinum



-



superior kanan mendesak vena kava superior Sindrom horner: disebabkan karsinoma paru atau metastase kelenjar limfe mengenai saraf simpatis paravertebra servikal VII hingga torakal



-



I Sindrom pancoast: tumor lebih lanjut mendistruksi iga I, II dan saraf



-



pleksus brakialis Gejala lain invasi dan metastase yang sering ditemukan adalah mengenai nervus rekuren laringeus timbul suara serak, sebagian pasien datang dengan keluhan awal ini, metastase otal timbul sefalgia, muntah, hemiplegia, metastase tulang timbul nyeri menetap daerah



tersebut. c. Sindrom paraneoplastik: terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala: - Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam - Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi - Hipertrofi osteoartropati - Neurologik: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer - Neuromiopati - Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia) - Dermatologik: eritema multiform, hiperkeratoisis, jari tabuh - Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH) d. Asimtomatik dengan kelainan radiologik - Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi -



secara radiologic Kelainan berupa nodul soliter 9



2.2.5.2 Pemeriksaan diagnostik A. Radiologi. 1. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.



19



Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. 2. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus. 3. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura. 4. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum. B. Laboratorium. 1. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma. 2. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi. 3. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru). C. Histopatologi 1. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui). 2. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %. 3. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi. 4. Mediastinoskopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat. 5. Torakotomi. Totakotomi untuk diagnostik kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor. 2.2.5.3 Gambaran Radiologik Pemeriksaan radiologik untuk mencari tumor ganas bermacam-macam antara lain bronkografi invasif, CT-Scan dengan pesawat yang canggih, tetapi



20



pemeriksaan radiologik konvesional (toraks PA, lateral, fluoroskopi) masih tetap mempunyai nilai diagnostik yang tinggi, meskipun kadang-kadang tumor itu sendiri tidak terlihat tetapi kelainan sebagai akibat adanya tumor akan sangat dicurigai ke arah keganasan, misalnya kelainan emfisema setempat, atelektasis, peradangan sebagai komplikasi tumor atau akibat bronkus terjepit dan pembesaran kelenjar hilus yang unilateral. Efusi pleura yang progresif dan elevasi diafragma (paralisis nervus frenikus) juga perlu dipertimbangkan sebagai akibat tumor ganas paru). 8 1. Atelektasis Gambaran perselubungan padat akibat hilangnya aerasi yang disebabkan sumbatan bronkus oleh tumor, dapat terjadi secara segmental, lobaris, atau seluruh hemitoraks. Gambaran atelektasis yang disebabkan oleh penyumpatan bronkus lainnya. 8



Gambar 6. Atelektasis



2. Pembesaran hilus unilateral



21



Suatu perbedaan besar hilus antara kedua hilus atau perbedaan besar hilus dengan foto-foto sebelumnya perlu dicurigai adanya suatu tumor dan perlu penelitian bronkus dengan tomografi atau bronkoskopi. 8



Gambar 7. Pembesaran hilus unilateral



3. Emfisema lokal (setempat) Penyumbatan sebagian lumen bronkus oleh tumor akan menghambat pengeluaran udara sewaktu ekspirasi sehingga terjadi densitas yang rendah atau emfisema setempat dibandingkan daerah lain. Karsinoma bronkogen jenis anaplastik sering mengenai bronkus utama yang mengakibatkan pelebaran mediastinum. Keadaan ini sukar dibedakan dengan limfoma maligna. 8



22



Gambar 8. Emfisema lokal (setempat)



4. Kavitas atau abses yang soliter Suatu kavitas soliter dengan tanda infeksi yang tidak berarti terutama pada orang berusia lanjut, perlu dipikirkan suatu karsinoma bronkogen jenis epidermoid. Biasanya dinding kavitas tebal dan irregular. 3



Gambar 9. Foto Thorax Posisi Lateral, tampak adanya cavitas dengan air-fluid level yang merupakan karakteristik dari abses paru.



5. Pneumonitis yang sukar sembuh Peradangan paru sering disebabkan aerasi tidak sempurna akibat sumbatan sebagian bronkus dan pengobatan dengan antibiotik umumnya tidak memberikan hasil yang sempurna atau berulang kembali



23



peradangannya. Sering setelah peradangan berkurang, di daerah peradangan berkurang, di daerah peradangan terlihat gambaran massa yang sangat dicurigai sebagai keganasan paru. 8 6. Nodul soliter pada paru Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm atau lebih dan tidak mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen terutama pada usia di atas 40 tahun. Bayangan nodul sering menjadi masalah perdebatan dalam hal menentukan keganasan. Ada pendapat mengatakan bahwa sifat nodul yang ganas batasnya tidak jelas, apalagi berbenjol-benjol atau adanya nodul-nodul kecil sekitarnya sebagai gambaran satelit atau adanya gambaran kaki-kaki infiltrasi yang berasal dari nodul tersebut (pseudopodi). 8



Gambar 10. Bentuk nodul dengan kaki (pseudopodi)



Bercak kalsifikasi dalam nodul sering dinyatakan sebagai proses jinak. Bila suatu nodul tidak terlihat adanya kalsifikasi, maka perlu dilakukan 24



pemeriksaan tomografi untuk memastikan adanya kalsifikasi di dalamnya; tetapi nodul yang ganas bisa berkalsifikasi di dalamnya. Keadaan ini dapat terjadi bila tumor ganas tumbuh sekitar sisa proses peradangan lama atau sisa efek primer (Ghon tubercle). Dapat pula terjadi pada tumor ganas yang memang mengalami kalsifikasi, meskipun keadaan ini jarang terjadi.10 7. Efusi pleura Adanya gambaran cairan dalam rongga pleura yang cepat bertambah (progresif) atau bersamaan ditemukan bayangan massa dalam paru, perlu dipertimbangkan suatu keganasan paru yang sudah bermetastasis ke pleura. Biasanya cairan pleura tersebut terdiri atas cairan darah. 8



Gambar 11. Efusi pleura



8. Elevasi diafragma Letak tinggi diafragma sesisi dengan bayangan massa tumor yang diakibatkan kelumpuhan nervus frenikus dapat diperlihatkan pada pemeriksaan fluoroskopi di mana pergerakan diafragma berkurang atau tak ada sama sekali.8



25



Gambar 12. Elevasi diafragma



9. Perselubungan dengan destruksi tulang sekitarnya Suatu perselubungan padat terutama dipuncak paru dengan gambaran destruksi tulang iga atau korpus vertebra sekitarnya merupakan tumor ganas primer pada paru (sulkus superior) yang lanjut yang dikenal sebagai tumor Pancoast, klinis disertai dengan sindroma Horner.8



Gambar 13. Tumor pancoast, perselubungan padat di paru kanan atas dengan destruksi tulang iga I-II kanan.



10. Metastasis paru Paru merupakan salah satu alat tubuh yang sering dihinggapi penyebaran tumor ganas asal tempat lain. Penyebaran dapat melalui hematogen dan limfogen. 8 26



a) Metastasis hematogen Tumor ganas anak yang sering bermetastasis ke paru adalah tumor Wilms,



neuroblastoma,



sarkoma



osteogenik,



sarkoma



Ewing;



sedangkan tumor ganas dewasa adalah karsinoma payudara, tumortumor ganas alat cerna, ginjal, dan testis. Gambaran radiologik dapat bersifat tunggal (soliter) atau ganda (multiple) dengan bayangan bulat berukuran beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, batas tegas. Bayangan tersebut dapat mengandung bercak kalsifikasi, misalnya pada penyebaran sarkoma osteogenik dan kavitas dapat terbentuk meskipun jarang (5%) yang disebabkan nekrosis iskemik.8 b) Metastasis limfogen Penyebaran melalui saluran limfogen sering menyebabkan pembesaran



kelenjar



mediastium



yang



dapat



mengakibatkan



penekanan pada trakea, esofagus, dan vena kava superior, dengan keluhan-keluhannya.8 Penyebaran juga bisa menetap di saluran limfe peribronkial atau perivaskular



yang



secara



radiologik



memberi



gambaran



bronkovaskular yang kasar secara dua sisi atau satu sisi hemitoraks atau gambaran garis-garis berdensitas tinggi yang halus seperti rambut. Beberapa penyebaran tumor ganas misalnya karsinoma tiroid, silidroma dan kelenjar air liur dapat menetap di paru bertahun-tahun dengan keadaan umum yang baik.



27



Gambar 14 a. Metastasis Paru Hematogen b. Metastasis Paru Limfogen 2.2.5.4 Penatalaksanaan 11 Setelah selesai dilakukan diagnosis histologik dan prosedur penentuan stadium anatomis dan fisiologis, dibuat rencana pengobatan keseluruhan. Regimen pengobatan yang paling sering adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. Pembedahan adalah pengobatan terpilih bagi pasien NSCLC stadium I, II, dan beberapa kasus stadium IIIa, kecuali jika tumor tidak dapat direseksi atau terdapat keadaan-keadaan yang tidak memungkinkan pembedahan (misalnya, penyakit jantung). Pembedahan dapat berupa pengangkatan paruparu parsial atau total. Sekitar 30% pasien NSCLC dianggap dapat direseksi untuk penyembuhan. Kelangsungan hidup 5 tahun untuk kelompok yang dapat direseksi ini adalah sekitar 30%. Dengan demikian, sebagian besar pasien yang mula-mula diperkirakan dapat direseksi untuk kesembuhan akan meninggal karena penyakit metastasis (biasanya dalam 2 tahun). Prognosis yang lebih buruk terjadi pada 70% pasien NSCLC yang tersisa dan tidak dapat direseksi. Terapi radiasi umumnya dianjurkan untuk lesi-lesi stadium I dan II jika terdapat kontraindikasi pembedahan, dan untuk lesi-lesi stadium III jika penyakit terbatas pada hemitoraks dan kelenjar getah bening supraklavikular ipsilateral. Jika NSCLC tersebar, terapi radiasi dapat diberikan pada daerahdaerah lokal untuk tujuan paliatif (misal, kompresi medula spinalis akibat



28



metastasis ke vertebrata). Kombinasi kemoterapi dapat diberikan pada beberapa pasien NSCLC. Jumlah median kelangsungan hidup bagi pasienpasien NSCLC yang tidak dapat direseksi adalah kurang dari satu tahun, sekalipun dengan radiasi dan/atau kemoterapi. Sebagian kecil (6%) akan bertahan selama 5 tahun. Dasar terapi bagi pasien SCLC adalah kemoterapi, dengan atau tanpa terapi radiasi. Kemoterapi dan radioterapi dada dapat diberikan pada pasienpasien dengan stadium penyakit yang terbatas, jika secara fisiologis mereka mampu menjalani pengobatan itu. Pasien-pasien dengan stadium penyakit yang ekstensif (luas) ditangani dengan kemoterapi yang sering digunakan terdiri dari siklofosfamid, doksorubisin, dan vinkristin, serta siklofosfamid, doksorubisin, dan etoposid. Kombinasi kemoterapi meningkatkan median kelangsungan hidup pasien yang tidak diobati dari 6 hingga 17 minggu menjadi 40 sampai 70 minggu. Terapi radiasi juga digunakan untuk profilaksis metastasis ke otak, dan untuk penanganan paliatif terhadap nyeri, hemoptisis berulang, efusi, atau obstruksi saluran napas atau vena kava superior 10



2.2.5.5 Komplikasi 11 A. Intratorakal : - Obstruksi jalan nafas - Gagal nafas - Perdarahan/ hemoptysis - Abses - Atelektasis - Efusi pleura B. Ekstratorakal: - Aritmia - Sindrom vena cava superior - Syndrome horner - Dysphonia - Syndrome pancoast - Metastasis ke organ: otak, tulang, hepar, limfatik - Syndrome paraneoplastik: penurunan berat badan, anoreksia, demam



29



-



Leukositosis, anemia Demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer



2.2.5.6 Prognosis a. Small Cell Lung Cancer (SCLC)  Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan hidup rata-rata (median survival time) yang tadinya < 3 



bulan meningkat menjadi 1 tahun. Pada kelompok Limited Disease kemungkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2 tahun, sedangkan 20% daripadanya tetap hidup dalam 2



tahun.  30% meninggal karena komplikasi lokal dari tumor  70% meninggal karena karsinomatosis  50% bermetastasis ke otak (autopsi) b. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)  Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan 



stadium dari penyakit. Dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah seburuk yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan







bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30%. Survival setelah tindakan bedah, 70% pada occult carcinoma; 35-40% pada stadium 1 ; 10-15% pada stadium II dan kurang dari 10% pada







stadium III. 75% karsinoma skuamosa meninggal akibat komplikasi torakal, 25% karena ekstra torakal, 2% diantaranya meninggal karena gangguan







sistem sarah sentral. 40% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat







komplikasi torakal, 55% karena ekstra torakal. 15% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke otak







dan 8-9% meninggal karena kelainan sistem saraf sentral. Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun, dimana hal ini sangat tergantung



30



pada : 1. Performance status (skala Karnofsky), 2. Luasnya penyakit, 3. Adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir 9 2.2.5.7 Pencegahan Tidak ada cara pasti untuk mencegah kanker paru-paru, tetapi Anda dapat mengurangi risiko jika Anda:  Tidak merokok. Jika Anda belum pernah merokok, jangan mulai. Bicaralah dengan anak-anak Anda untuk tidak merokok sehingga mereka bisa memahami bagaimana untuk menghindari faktor risiko utama kanker paru-paru.  Berhenti merokok. Berhenti merokok sekarang. Berhenti merokok mengurangi risiko kanker paru-paru, bahkan jika anda telah merokok selama bertahun-tahun. Pilihan meliputi produk pengganti nikotin, obatobatan dan kelompok-kelompok pendukung.  Hindari asap rokok. Jika Anda tinggal atau bekerja dengan perokok, dorong dia untuk berhenti.  Tes radon rumah Anda. Periksa kadar radon di rumah Anda, terutama jika Anda tinggal di daerah di mana radon diketahui menjadi masalah. Kadar radon yang tinggi dapat diperbaiki untuk membuat rumah Anda lebih aman. Untuk informasi mengenai tes radon, hubungi departemen kesehatan.  Hindari karsinogen di tempat kerja. Tindakan pencegahan untuk melindungi diri dari paparan bahan kimia beracun di tempat kerja. Resiko kerusakan paru-paru dari karsinogen ini meningkat jika Anda merokok.  Makan makanan yang mengandung buah-buahan dan sayuran. Pilih diet sehat dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin dan nutrisi yang terbaik. Hindari mengambil dosis besar vitamin dalam bentuk pil, karena mungkin akan berbahaya.  Olah raga. Capai minimal 30 menit olah raga pada setiap hari dalam seminggu. Periksa dengan dokter Anda terlebih dahulu jika Anda belum berolahraga secara teratur.



31



BAB III KESIMPULAN Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5%) dan tumor ganas (90%). Kanker paru atau Karsinoma bronkus, tumor primer paru yang paling sering hampir 95%. Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam jaringan paru. Dugaan meningkat pada mereka yang merupakan bagian dari kelompok resiko tinggi yaitu perokok, pasien yang terpapar dengan suatu bahan berbahaya dalam pekerjaannya, dan pasien dengan riwayat penyakit paru kronis. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Diagnosis tumor sering terlambat atau “Inoperable Stage“ karena keluhan dan gejala hampir sama dengan penyakit paru lain, sehingga sering tidak terpikirkan., maka prognosanya jelek dan survival rate rendah. Maka dari itu deteksi dini sangat penting dan perlu di usahakan.



32



DAFTAR PUSTAKA 1. Suyono, Slamet, (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2. Gray J,et al. Lung Cancer Chemoprevention. ACCA Evidence-Based Clinical Practice Guidelines Chest. 2007 3. Fauci, Braundwald, Kasper, Hauser, Longo, Jemeson, Loscalzo. Harrison’s Principal Of Internal Medicine. 18th ed. New York : Mc Graw Hill ; 2012 4. Mason RJ, Broaddus VC, Martin TR, King Jr TE, Schraufnagel DE, Muray JF, Nadel JA. Murray & Nadel’s. Textbook Of Respiratory Medicine. 5th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier ; 2010 5. Sjamsuhidajat, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah.3rd ed. Jakarta : EGC ; 2010 6. R. Putz, R. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 23 Jilid 2. Jakarta: EGC. 2006. 7. Mason RJ, Broaddus VC, Martin TR, King Jr TE, Schraufnagel DE, Muray JF, Nadel JA. Murray & Nadel’s. Textbook Of Respiratory Medicine. 5th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier ; 2010 8. Sjahriar Rasad. 2011. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. 9. Amin, Zulkifli. Bahar, Asril. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 10. Price, S. A., Wilson, Lorraine M., 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 11. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. 12. Ganong, W. F., 2000. Fisiologi Kedokteran, terjemahan Adrianto, P., Buku Kedokteran EGC, Jakarta.



33