REFERAT-xeroftalmia Muhammad Husnul Ikhsan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT XEROFTALMIA



MUHAMMAD HUSNUL IKHSAN



1



DAFTAR ISI Kata Pengantar ......................................................................................................................... i Daftar Isi .................................................................................................................................. ii BAB I Pendahuluan ................................................................................................................. .1 BAB II Tinjauan Pustaka ......................................................................................................... 2 I.



Anatomi mata ....................................................................................................2



II.



Definisi xeroftalmia ......................................................................................... 2



III.



Epidemiologi ................................................................................................... 2



IV.



Etiologi .......................................................................................................... .. 4



V.



Patofisiologi ..................................................................................................... 7



VI.



Kriteria Diagnosis ...........................................................................................10



VII.



Tanda dan gejala klinis .................................................................................. 10



VIII.



Diagnosis ........................................................................................................15



IX.



Penatalaksanaan .............................................................................................18



X.



Pencegahan ....................................................................................................21



XI.



Prognosis ........................................................................................................22



BAB III Kesimpulan ..............................................................................................................24 Daftar Pustaka ........................................................................................................................25



2



BAB I PENDAHULUAN Kurang vitamin A (KVA) merupakan suatu gangguan nutrisi yang memberikan kelainan pada mata dan merupakan penyebab utama kebutaan di negara berkembang selain infeksi mata luar. Dan untuk gejala sistemik berupa retardasi mental, terhambatnya perkembangan tubuh, apatia, kulit kering dan keratinisasi mukosa. Di seluruh dunia, sekitar 350.000 kasus baru kerusakan mata yang parah muncul setiap tahunnya pada anak-anak usia prasekolah, dan diperkirakan 60% dari anak-anak ini meninggal dalam waktu 1 tahun setelah menjadi buta. Teknik baru yang diterapkan pada survey untuk menilai defisiensi vitaminA (respon relative terhadap dosis dan gambaran sitologi konjungtiva) menunjukkan bahwa pada beberapa negara berkembang, terdapat 4060% populasi anak prasekolah yang mengalami defisiensi vitamin A secara subklinis. Dalam kurun waktu 1964-1965 dan pada tahun 1970-an, Indonesia pernah dijuluki sebagai “home of xerophthalmia” karena insiden xeroftalmia pada balita yang cukup tinggi. Menurut Survei Nasional Xeroftalmia tahun 1978-1980, tidak banyak menemukan kasus tersebut, bahkan pada tahun 1994, pemerintah Indonesia memperoleh piagam Helen Keller Award karena dinilai berhasil menurunkan angka xeroftalmia dari 1,34% atau sekitar tiga kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1978 menjadi 0,33% pada tahun 1992. Hasil penelitian yang dilakukan Survei Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan (Nutrition and Health Surveilance System) selama tahun 1998-2002 menunjukkan, sekitar 10 juta anak balita yang berusia 6 bulan hingga 5 tahun (setengah dari populasi anak balita di Indonesia) menderita KVA, sehingga ini menjadi masalah utama karena akibat dari KVA adalah terganggunya kesehatan mata, kemampuan penglihatan, maupun kekebalan tubuhnya. Dan yang memprihatinkan, kebutaan yang disebabkan KVA tidak dapat disembuhkan.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.



Anatomi Mata



Gambar 1 Anatomi mata



4



Gambar 2 Anatomi Mata II.



Definisi Xeroftalmia Kata Xeroftalmia ( bahasa latin ) berarti “mata kering”, karena terjadi kekeringan pada selaput lendir ( konjungtiva) dan selaput bening ( kornea) mata. Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan.



III.



Epidemiologi Sampai dengan tahun 1950, terdapat banyak laporan endemik xeroftalmia terutama di negara berkembang seperti India dan Indonesia. Berdasarkan hasil survey WHO tahun 1994 jumlah penderita xeroftalmia di seluruh dunia pada anak-anak usia 0-4 tahun sebesar 2,8 juta dan angka kejadian subklinis mencapai 251 juta. Angka kejadian xeroftalmia akibat defisiensi vitamin A diperkirakan sekitar 20.000 – 100.000 kasus baru di seluruh dunia per tahunnya. Menurut survey nasional xeroftalmia tahun 1992, prevalensi xeroftalmia nasional adalah 0,33%. Di samping



5



itu, juga dijumpai 50% dari anak balita memiliki kadar vitamin A yang rendah (< 20 µg/dL). Angka kejadian ini semakin meningkat sejalan dengan ditemukannya berbagai faktor yang dapat mencetuskan terjadinya xeroftalmia. Faktor-faktor tersebut diantaranya: 1. Umur Xeroftalmia paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah, hal ini berhubungan dengan kebutuhan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan. Di samping itu, anak-anak usia ini sangat rentan oleh infeksi parasit dan bakteri usus yang dapat mengganggu penyerapan vitamin A di usus. 2. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki 1,2 – 10 kali lebih rentan untuk menderita xeroftalmia. 3. Status Fisiologis Wanita hamil dan wanita menyusui cenderung menderita buta senja atau Bitot’s Spots karena meningkatnya kebutuhan akan vitamin A. Anak-anak usia sekolah juga memiliki kecenderungan ini karena tingginya kebutuhan vitamin A untuk pertumbuhan (adolescent growth spurt). 4. Status Gizi Xeroftalmia sering kali berhubungan atau didapatkan bersama-sama dengan kondisi malnutrisi (Kurang Energi Protein). 5. Penyakit Infeksi Penyakit-penyakit yang mengganggu pencernaan, pengangkutan, penyimpanan, pengikatan metabolisme vitamin A, dapat menimbulkan manifestasi defisiensi vitamin A. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk menerangkan penurunan kadar vitamin A selama demam dan infeksi, yaitu: -



Asupan yang rendah karena sakit (anoreksia)



-



Gangguan absorpsi karena infeksi pada usus



-



Supresi síntesis albumin dan RBP (retinol binding protein) oleh hepatosit



-



Peningkatan katabolisma protein, termasuk RBP



6. Faktor-faktor yang lain 6



Keadaan yang kurang menguntungkan adalah jumlah keluarga yang besar, rendahnya pendidikan kepala keluarga, sanitasi yang buruk, serta sosial ekonomi yang rendah.



IV.



Etiologi



Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi seharihari kekurangan vitamin A disebabkan oleh : 1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A untuk jangka waktu yang lama 2. Bayi tidak diberkan ASI eksklusif 3. Menu tidak seimbang ( kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi lainnya ) yang dioerlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh. 4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakitpenyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang energi protein ( KEP ) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat. 5. Adanya kerusakan hati, seperti pda kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan gangguan pembentukan RBP ( retiinol Binding Protein ) dan pre albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.



V.



Patofisiologi 1. Metabolisme Vitamin A Vitamin A dalam bentuk aktif berupa asam retinoat. Sedangkan secara alami sumber vitamin A didapatkan dari hewani dalam bentuk pro-vitamin A dan dari tumbuhan dalam bentuk beta karoten. Dikenal tiga macam karoten yaitu α, β, dan γ-karoten. βkaroten memilki aktivitas yang paling tinggi. Proses pembentukan vitamin A dari sumber hewani dan tumbuhan menjadi bentuk aktif (asam retinoat) dapat diuraikan sebagai berikut : 



Absorbsi pro-vitamin A dan karoten di dinding usus halus, kemudian diubah menjadi retinol



7







Retinol diangkut ke dalam hepar oleh kilomikron, kemudian di dalam parenkim hati sebagian dari retinol akan diesterifikasi menjadi retinil-palmitat dan disimpan dalam sel stelat. Sebagian lagi akan berikatan dengan Retinol Binding Protein (RBP) dan protein lain yang disebut trasthyretin untuk dibawa ke target sel







Pada target sel, retinol akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada membran sel (RBP receptor) kemudian di dalam sel berikatan dengan retinol binding protein intraseluler, yang akan diubah menjadi asam retinoat oleh enzim spesifik







Asam retinoat selanjutnya akan memasuki inti sel dan berikatan dengan reseptor pada inti. Asam retinoat ini berperan dalam transkripsi gen.



Fungsi vitamin A antara lain : a. Penglihatan b. Integritas sel c. Respon imun d. Hemopoiesis e. Fertilitas f. Embriogenesis



Kadar vitamin A dan retina binding protein (RBP) dalam darah dapat ditentukan dengan menggunakan metode kromatografi cair tekanan tinggi (high pressure liquid chromatography/ HLPC). Metode ini cukup akurat dan cepat. Nilai Vitamin A dalam plasma adalah 0,7 μmol/l (50 μg/l) sering didapatkan pada orang dewasa yang sehat, tidak ada batasan yang jelas tentang berapa nilai yang mengidentifikasikan seseorang mengalami hipervitaminosis, tetapi kemungkinan diatas 3,5 μmol/l (100 μg/l). Pembagian tingkat status vitamin A berdasarkan kadar vitamin A darah adalah : - < 10 μg/l



indikasi kekurangan vitamin A



- 10-19 μg/l



disebut rendah



- 20-50 μg/l



disebut cukup



- > 50 μg/l



disebut tinggi 8



2. Fisiologi penglihatan yang berhubungan dengan vitamin A Salah satu fungsi dari vitamin A adalah berperan dalam proses penglihatan, dimana retina merupakan salah satu target sel dari retinol. Retinol yang telah berikatan dengan RBP akan ditangkap oleh reseptor pada sel pigmen epitel retina, yang akan dibawa ke sel-sel fotoreseptor untuk pembentukan rodopsin. Rodopsin ini sangat berperan terutama untuk penglihatan pada cahaya redup. Karena itu tanda dini dari defisiensi vitamin A adalah rabun senja. 3. Fungsi vitamin A yang berhubungan dengan integritas sel dan respon imun



Sejak tahun 1920an, telah diketahui adanya hubungan antara defisiensi vitamin A dengan perubahan fungsi sistem imun. Perubahan-perubahan ini termasuk gangguan fungsi barrier seperti metaplasia sel gepeng dan keratinisasi jaringan epitel yang biasanya mensekresi mukus yang terdapat di konjungtiva dan di sistem respirasi dan genitourinari. Selain itu, defisiensi vitamin A juga berkaitan dengan gangguan pembentukan respons antibodi terhadap sebagian antigen. Secara khusus, defisiensi vitamin A berkaitan dengan penurunan dalam respons antibodi yang sel T dependen dan sel T independen tipe 2. Defisiensi vitamin A juga mengganggu berbagai subkelas respons imun seluler yang lain, seperti sitotoksisitas yang dimediasi sel NK (natural killer) dan trasnformasi blastogenik limfosit. 4. Beberapa kelainan yang menyebabkan defisiensi vitamin A 1. Gangguan absorbsi karoten karena defisiensi Zn, α dan β lipoproteinemia 2. Beberapa penyakit salurtan cerna yang mempengaruhi absorbsi lemak juga akan mempengaruhi absorbsi vitamin A, karena vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, contoh : a. Insufisiensi pankreas b. Cholestasis c. Operasi bypass usus kecil d. Inflamatory Bowel Disease, dll



9



3. Pecandu alkohol akan terjadi gangguan dalam metabolisme vitamin A. Pada pencandu alkohol ini afinitas alcohol dehidrogenase pada etanol akan menghalangi konversi retinol menjadi asam retinoat 4. Penyakit hati yang kronis, terutama sirosis akan menyebabkan defisiensi vitamin A karena adanya gangguan pada proses transportasi dan penyimpanan



VI.



Tanda dan Gejala Klinis Kurang vitamin A ( KVA ) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan



epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata. Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau kurang energi protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. Gejala klinis pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.



Tanda-tanda



dan



gejala



klinis



KVA



pada



mata



menurut



WHO/USAID



UNICEF/HKI/IVACG, 1996 sebagai berikut : XN



: buta senja ( hemeralopia, nyctalopia )



XIA



: xerosis konjungtiva



XIB



: xerosis konjungtiva disertai bercak bitot



X2



: xerosis kornea



X3A



: keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea



X3B



: keratomalasia atau ulserasi kornea sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea



XS



: jaringan parut kornea ( sikatriks/scar)



XF



: fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.



10



XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan ) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea ( optic zone kornea ). 1. Buta Senja



Gambar 3. Buta Senja Buta senja merupakan gejala awal dan tersering pada defisiensi vitamin A, merupakan akibat dari disfungsi fotoreseptor sel batang pada retina, dengan gejala kesulitan melihat pada sinar redup. Penilaian dilakukan dengan adanya riwayat kesulitan melihat pada sore hari. Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara : 



Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/menabrak benda didepannya, karena tidak dapat melihat.







Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila didudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya. Kelompok risiko tinggi buta senja adalah usia prasekolah (>1 tahun) dan wanita



hamil. Riwayat buta senja pada ibu hamil didapatkan pada akhir masa kehamilan sampai 3 tahun setelah melahirkan. Prevalensi xeroftalmi ditemukan sebesar 1% pada anak