Refleksi Kasus Demam Tifoid [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Sahar
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI KASUS



Juli



2016



“Demam Tifoid dengan Komplikasi Sepsis”



Nama



: Andi Nur Ardiah Rahman



No. Stambuk : N 111 15 006 Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO 1



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2016



2



HALAMAN PENGESAHAN



Nama



: Andi Nur Ardiah Rahman, S.Ked



No. Stambuk



: N 111 15 006



Fakultas



: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan



Program Studi



: Profesi Dokter



Universitas



: Tadulako



Bagian



: Ilmu Kesehatan Anak



Judul Refleksi Kasus : Demam Tifoid dengan Komplikasi Sepsis Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Undata Palu Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako Palu,



Juli 2016



Mengetahui, PEMBIMBING KLINIK



dr. Kartin Akune, Sp.A



KO-ASSISTEN



Andi Nur Ardiah Rahman N 111 15 006



3



BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu. Disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan menular melalui jalur fecal-oral. Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan masyarakat serta berkaitan erat dengan sanitasi yang buruk terutama di negara-negara berkembang.[1,2,3] Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang cenderung meningkat pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan yang rendah. Etiologi utama di Indonesia adalah 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella enterica subspecies enterica serovar typhi (S. typhi) dan sisanya disebabkan oleh Salmonella enterica subspecies enterica serovar paratyphi A (S. Partyphi A). 91 % kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan insidens demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3 per 100,000 penduduk. Penyakit demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah.[2,3,4,5] Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, mulai dari gejala yang ringan sekali hingga tidak terdiagnosis, dengan gejala yang khas (sindrom demam tifoid), sampai dengan gejala klinis berat yang disertai komplikasi. Gejala klinis demam tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak, gejala klinis demam tifoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit berlangsung dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu. Beberapa gejala klinis demam tifoid antara lain demam terus-menerus, gangguan saluran pencernaan, gangguan kesadaran, hepatosplenomegali, bradikardia relatif dan gejala lain.[6] Salmonella enterica serotipe typhi, sebagai penyebab demam tifoid merupakan basil Gram negatif. Penyebaran Salmonella ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang 4



air besar maupun setelah berkemih. Lalat bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan (oro-fecal). Masa inkubasi dalam tubuh penderita selama 7-14 hari. Selama masa inkubasi tersebut mungkin akan ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat. Kemudian, menyusul gejala klinis seperti demam, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran.[4,7] Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar, yaitu tatalaksana umum dan bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa pemberian antibiotik sebagai pengobatan kausal. Tatalaksana demam tifoid juga bukan hanya tatalaksana yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut, namun juga ditujukan kepada penderita karier Salmonella typhi. Pencegahan pada anak berupa pemberian imunisasi tifoid dan profilaksis bagi traveller dari daerah non endemik ke daerah yang endemik demam tifoid.[8] Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak, kondisi kesehatan sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus dan perforasi, sekitar 5% penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini. Komplikasi lain yang jarang antara lain, miokarditis, pneumonia, pankreatitis, infeksi ginjal atau kandung kemih, meningitis, serta timbulnya masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis. Pada Negara maju, angka kematian adalah 10%.[6,9] Berikut akan dibahas refleksi kasus mengenai pasien dengan demam tifoid dengan komplikasi sepsis yang dirawat di ruangan perawatan anak Kasuari RS Wirabuana Palu.



5



BAB II KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama



: An. M.N.Z



Jenis kelamin



: Perempuan



Tanggal lahir/Usia



: 25 Oktober 2008/7 tahun 8 bulan



Alamat



: Jl. Merpati



Agama



: Islam



Waktu Masuk



: Rabu, 20 Juli 2016, Pukul 07:07



Tempat Pemeriksaan



: Ruang Perawatan Kasuari RS Wirabuana, Palu



Identitas Orang Tua



:



Nama Ibu



: Ny. Z



Pekerjaan



: PNS



Alamat



: Jl. Merpati



B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS & ALLOANAMNESIS) a. Keluhan Utama Demam b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien anak perempuan usia 7 tahun 8 bulan masuk ke RS dengan keluhan demam. Demam dirasakan sejak ± 6 hari sebelum masuk RS, demam terus-menerus, dan biasanya memberat pada sore hingga malam hari, demam turun bila diberikan obat penurun demam, setelah itu demam timbul kembali. Keluhan disertai sakit perut terutama di area ulu hari, sakit kepala seperti terikat, pusing, badan terasa lemas, nafsu makan menurun, mual, dan muntah sebanyak >10 kali sejak demam, berisi sisa makanan, warna putih, volume sedikit, setiap makan pasien merasa mual dan terkadang muntah. Pasien juga mengeluhkan susah buang air besar, terakhir buang air besar ± 5 hari sebelum masuk RS, dengan konsistensi biasa. Pasien menyangkal 6



adanya batuk, flu, sesak, nyeri menelan, mimisan, perdarahan gusi, maupun kejang. Pasien tidak berkeringat dingin dan tidak menggigil, serta tidak ada riwayat berpergian 2 minggu terakhir. Keinginan minum pasien biasa dan buang air kecil lancar. c. Riwayat Penyakit Sebelumnya Pasien pernah menderita demam, batuk, dan buang air besar encer



± 4 minggu yang lalu, telah diperiksakan ke dokter dan



dikatakan menderita “gejala tifus”. Tidak ada riwayat kejang sebelumnya, tidak ada riwayat campak dan mengkonsumsi obat malaria dalam 2 minggu terakhir. Ibu pasien menyangkal adanya riwayat alergi pada pasien. Riwayat di rawat di RS Wirabuana bulan September 2015 dengan ISPA dan gastritis. Riwayat tonsilektomi tahun 2014. d. Riwayat Penyakit Keluarga Di lingkungan keluarga pasien, riwayat kakak pasien dirawat di RS dengan demam tifoid ± 2 bulan yang lalu. Saat ini tidak ada keluhan serupa dan mengelak adanya anggota keluarga yang menderita sakit ataupun ISPA di lingkungan keluarga pasien. Menyangkal adanya riwayat DBD, malaria, DM, asma, maupun hipertensi. e. Riwayat Sosial-Ekonomi Pasien berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi menengah. f. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan Pasien seorang anak yang aktif dan memiliki kebiasaan bermain diluar lingkungan rumah dan kurang memperhatikan kebersihan tangan sebelum makan. Pasien juga memiliki kebiasaan jajan sembarangan. Pasien tinggal di lingkungan rumah yang padat dan di dekat rumah pasien terdapat tempat pembuangan sampah. g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Pasien lahir secara spontan di Puskesmas, cukup bulan, dan dibantu oleh bidan. Berat badan lahir 2600 gram, panjang badan 45 7



cm. Selama kehamilan, ibu pasien tidak menderita sakit ataupun masalah lainnya. Ibu pasien rajin melakukan kontrol ke puskesmas sebanyak 4 kali. Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara (anak pertama, anak laki-laki usia 10 tahun) h. Kemampuan dan Kepandaian Bayi Tumbuh dan kembang anak sesuai dengan usianya, dan saat ini anak tidak mengalami keterlambatan atau gangguan tumbuh dan kembang. i. Anamnesis Makanan Pasien hanya mendapatkan ASI mulai dari usia 0 hingga 7 hari, dilanjutkan PASI (susu Lactogen selama ± 3 bulan  LLF  Bebelac), bubur saring mulai diberikan pada usia ± 5-6 bulan. Diberikan makanan keluarga dimulai usia ± 1,5 tahun. Saat ini, pasien makan-makanan olahan rumah, pasien menyukai sayur kelor. Disamping itu, pasien juga suka mengkonsumsi mie instant, dan jajan di luar rumah. j. Riwayat Imunisasi Imunisasi dasar lengkap. C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum: Sakit Sedang Kesadaran



: Compos mentis



Berat Badan



: 28 kg



Tinggi Badan



: 124 cm



Status Gizi



: CDC 116 % overweight



Tanda Vital



:



Tekanan Darah



: 100/60 mmHg



Denyut Nadi



: 88 ×/menit, kuat angkat, irama reguler



Respirasi



: 26 ×/menit, pola pernapasan reguler



Suhu axilla



: 38,5 0C



1. Kulit: 8



Warna



: Sawo matang



Efloresensi



: Tidak ditemukan



Sianosis Turgor Kelembaban Lapisan lemak Rumple leede



: Tidak ada : Segera kembali : Cukup : Cukup : (-)



2. Kepala: Bentuk



: Normocephalus



Rambut



: Warna hitam, tampak kering, tidak mudah dicabut, tebal, alopecia (-)



3. Mata: Konjungtiva



: Anemis (-/-)



Sklera Refleks cahaya Refleks kornea Pupil Exophthalmus Cekung



: : : : : :



Ikterik (-/-) RCL (+/+) / RCTL (+/+) (+/+) Bulat, isokor (-/-) (-/-)



4. Hidung: Pernafasan cuping hidung : tidak ada Epistaksis Rhinorrhea



: tidak ada : tidak ada



5. Mulut:



6.



Bau



: tidak sedap



Bibir



: Kering, sianosis (-), stomatitis (-)



Gigi Gusi



: Tidak ditemukan karies : Tidak ditemukan adanya perdarahan



Lidah: Tremor



: (-)



Kotor/Berselaput: (+) Warna



: Tepi lidah tampak hiperemis



7. Telinga: Sekret



: Tidak ditemukan



Serumen



: Minimal 9



Nyeri



: Tidak ada



8. Leher: Kelenjar getah bening : Pembesaran (- /-), nyeri tekan (-) Kelenjar Tiroid



: Pembesaran (-), nyeri tekan (-)



Trakea



: posisi central



Kaku Kuduk



: (-)



Faring



: Hiperemis (-)



Tonsil



: T0-T0 (Tonsilektomi ± tahun 2014)



9. Toraks: a. Dinding Dada/Paru: Inspeks



: Ekspansi paru simetris bilateral kanan = kiri, tampak retraksi (-), jejas (-), bentuk normochest, jenis



pernapasan



thoraco-abdominal,



pola



Palpasi



pernapasan kesan normal. : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris



Perkusi



kanan = kiri, nyeri tekan (-). : Sonor di semua lapang paru



Auskultasi : Bronchovesicular (+/+) Suara napas tambahan: Ronkhi (-/-), Whezzing (-/-) b. Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial Perkusi



linea midclavicula sinistra : Batas atas: SIC II linea midclavicularis dextra et parasternalis sinistra Batas kiri: SIC V linea midclavicularis sinistra Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra



Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-). 10. Abdomen: Inspeksi



: Tampak datar, kesan normal 10



Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal Perkusi



: Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, dullness (+) pada area hepar & lien. Asites (-)



Palpasi



: Nyeri



tekan



epigastrium



(+),



distensi



(-),



meteorismus (+). Hati



: Tidak teraba



Lien



: Tidak teraba



Ginjal



: Tidak teraba



11. Anggota Gerak: a. Ekstremitas superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-) b. Ekstremitas inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/-) 12. Genitalia: Dalam batas normal + ¿+¿ ¿ 13. Otot-Otot: Eutrofi +¿+ ¿ ¿



, kesan normal



++¿+ +¿ −¿−¿ +¿ ¿ 14. Refleks: Fisiologis ( ++¿+ ¿ ), patologis ( −¿− ¿ ) ¿ ¿



11



D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Rabu, 20/07/2016 Hasil



Rujukan



Satuan



12,1 17,1 4,9 281 37



11,5 – 15,5 4,5 – 14,5 4 – 5,2 150 – 450 35 – 45



g/dl 103/uL 106/uL 103/uL %



Hitung Jenis Leukosit: Basofil Eosinofil Neutrofil Batang Neutrofil Segmen Limfosit Monosit



0 0 0 76 17 7



0-1 2-4 3-5 50-70 25-40 2-8



% % % % % %



MCV MCH MCHC



76 24 37



80-94 27-31 35-45



fl pg %



Serologi - Widal S. typhi O S. par. A-O S. par. B-O



1/320 1/160 1/160



Titer < 1/160 Titer < 1/160 Titer < 1/160



S. par. C-O S. typhi H S. par. A-H S. par. B-H S. par. C-H



1/160 1/160 1/80 1/160 1/80



Titer < 1/160 Titer < 1/160 Titer < 1/160 Titer < 1/160 Titer < 1/160



Hematologi Rutin Hemoglobin Leukosit Eritrosit Trombosit Hematokrit



12



E.



RESUME Pasien anak perempuan usia 7 tahun 8 bulan, berat badan 28 kg masuk ke RS dengan keluhan febris, dirasakan sejak ± 6 hari sebelum masuk RS, febris continuous/remittent, memberat pada sore hingga malam hari. Disertai epigastric pain, cephalgia, vertigo, malaise, anorexia, nausea, dan vomiting 10 kali. Konstipasi sejak ± 4 hari sebelum masuk RS. Pasien menyangkal adanya batuk, flu, sesak, nyeri menelan, mimisan, perdarahan gusi, maupun kejang. Pasien tidak berkeringat dingin dan tidak menggigil, serta tidak ada riwayat berpergian 2 minggu terakhir. Keinginan minum pasien biasa dan buang air kecil lancar. Riwayat “gejala tifus” ± 4 minggu yang lalu dan riwayat demam tifoid pada kakak pasien ± 2 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi 88×/menit kuat angkat, 26 ×/menit, suhu axilla 38,50C, mulut berbau tidak sedap, bibir kering, rambut kering, coated tongue dengan tepi lidah tampak hiperemis, thorax: dbn, abdomen: nyeri tekan epigastrium (+), meteorismus (+). Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi rutin menunjukkan leukosit 17,1×103/uL, trombosit 281×103/uL, dan hematocrit 37 %. Hasil serologi – tes Widal S. typhi O 1/320.



13



F. DIAGNOSIS a. Diagnosis kerja



: Demam tifoid dengan komplikasi sepsis



b. Diagnosis banding : - Sepsis - Gastritis G. TERAPI Non-Medikamentosa -



Tirah baring



-



Diet yang cukup dan bergizi serta terjaga higienitasnya



-



Menjaga higienitas personal



Medikamentosa -



IVFD Ringer Lactat 20 gtt/m atau IVFD Dextrose 5% 20 gtt/m : NaCl 0,9 % (1:1) 20 gtt/m



-



Chloramphenicol 4×250 mg



-



Paracetamol 4×250 mg



-



Ranitidine 2×1/2 tab (75mg)



H. ALTERNATIF PEMERIKSAAN -



Kultur Salmonella



14



I. FOLLOW UP Hari/Tanggal: Kamis, 21 Juli 2016 S Demam hari ke-8, naik turun Muntah (+) 1 kali, warna putih tadi malam Sakit perut (-), sakit kepala (-), batuk (-), flu (-) BAB biasa, 1 × BAK lancar O Keadaan Umum: Sakit Sedang Kesadaran: Compos Mentis Denyut Nadi : 100 x/menit, kuat angkat Respirasi : 22 x/menit Suhu Tubuh : 36,8 C Berat Badan : 26 kg Tinggi Badan : 124 cm Status Gizi : CDC 116 % overweight Paru - Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral - Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri - Perkusi : Sonor +/+ - Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Jantung - Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak - Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial linea midclavicula sinistra - Perkusi : Batas atas: SIC II linea midclavicularis dextra et parasternalis sinistra. Batas kiri: SIC V linea midclavicularis sinistra. Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra. - Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-). Abdomen - Inspeksi : Tampak datar, kesan normal - Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal - Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, dullness (+) pada area hepar & lien. - Palpasi: Nyeri tekan epigastrium (+) 15



, meteorismus (+). Organomegaly (-) Pemeriksaan Lain - Lidah kotor : (+) - Ekstremitas : Akral hangat - Turgor : Kembali segera



A P



Hasil Laboratorium: DR: 20/07/2016 HB : 12,1 g/dL WBC: 17,1 ×103/uL RBC : 4,9 ×106/uL PLT : 281 ×103/uL HCT : 37 % WIDAL: 20/07/2016 S. typhi O : 1/320 S. typhi H : 1/160 Demam Tifoid -IVFD Dextrose 5% 20 gtt/m : NaCl 0,9 % (1:1) 20 gtt/m -Chloramphenicol 4×250 mg -Paracetamol 4×250 mg -Ranitidine 2×1/2 tab (75mg) Observasi



Hari/Tanggal: Jumat, 22 Juli 2016 S Demam hari ke-9, naik turun Muntah (+) 3 kali, warna putih, tadi malam hingga tadi subuh Sakit perut (+), sakit kepala (-), batuk (-), flu (-) BAB biasa BAK lancar O Keadaan Umum: Sakit Sedang Kesadaran: Compos Mentis Denyut Nadi : 104 x/menit, kuat angkat Respirasi : 36 x/menit Suhu Tubuh : 37,5 C Berat Badan : 26 kg Tinggi Badan : 124 cm Status Gizi : CDC 116 % overweight Paru - Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri - Perkusi : Sonor +/+ - Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/16



Jantung - Inspeksi



A P



: Ictus cordis tidak tampak - Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial linea midclavicula sinistra - Perkusi : Batas atas: SIC II linea midclavicularis dextra et parasternalis sinistra. Batas kiri: SIC V linea midclavicularis sinistra. Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra. - Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).



Abdomen - Inspeksi : Tampak datar, kesan normal - Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal - Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, dullness (+) pada area hepar & lie - Palpasi: Nyeri tekan (+), meteorismus (-). Organomegaly (-) Pemeriksaan Lain - Lidah kotor : (+) - Ekstremitas : Akral hangat - Turgor : Kembali segera Hasil Laboratorium: DR: 20/07/2016 HB : 12,1 g/dL WBC: 17,1 ×103/uL RBC : 4,9 ×106/uL PLT : 281 ×103/uL HCT : 37 % WIDAL: 20/07/2016 S. typhi O : 1/320 S. typhi H : 1/160 Demam Tifoid + Sepsis -IVFD Dextrose 5% 20 gtt/m : NaCl 0,9 % (1:1) 20 gtt/m -Paracetamol 4×250 mg -Ranitidine 2×1/2 tab (75mg) -Injeksi ceftriaxone 2×1gr/iv -Injeksi Dexamethasone 3×5mg/iv -Paracetamol drips 20 mL (kalau perlu) Paracetamol 4×Cth.I 17



Observasi Hari/Tanggal: Sabtu, 23 Juli 2016 S Demam hari ke-10, Bebas demam hari ke-1 mual (+), sakit kepala (+), Muntah (-), Sakit perut (-), sakit kepala (-), batuk (-), flu (-) BAB biasa BAK lancar O Keadaan Umum: Sakit Sedang Kesadaran: Compos Mentis Denyut Nadi : 84 x/menit, kuat angkat Respirasi : 28 x/menit Suhu Tubuh : 35,6 C Berat Badan : 26 kg Tinggi Badan : 124 cm Status Gizi : CDC 116 % overweight Paru - Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral - Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri - Perkusi : Sonor +/+ - Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Jantung - Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak - Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial linea midclavicula sinistra - Perkusi : Batas atas: SIC II linea midclavicularis dextra et parasternalis sinistra. Batas kiri: SIC V linea midclavicularis sinistra. Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra. - Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-). Abdomen - Inspeksi : Tampak datar, kesan normal - Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal - Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, dullness (+) pada 18



A P



area hepar & lien. - Palpasi: Nyeri tekan (-), meteorismus (-). Organomegaly (-) Pemeriksaan Lain - Lidah kotor :( ) - Ekstremitas : Akral hangat - Turgor : Kembali segera Hasil Laboratorium: DR: 20/07/2016 HB : 12,1 g/dL WBC: 17,1 ×103/uL RBC : 4,9 ×106/uL PLT : 281 ×103/uL HCT : 37 % WIDAL: 20/07/2016 S. typhi O : 1/320 S. typhi H : 1/160 Demam Tifoid -IVFD Dextrose 5% 20 gtt/m : NaCl 0,9 % (1:1) 20 gtt/m -Paracetamol 4×250 mg -Ranitidine 2×1/2 tab (75mg) -Injeksi ceftriaxone 2×1gr/iv -Injeksi Dexamethasone 3×5mg/iv -Paracetamol drips 20 mL (kalau perlu) Paracetamol 4×Cth.I



Observasi Hari/Tanggal: Minggu, 24 Juli 2016 S Demam hari ke-11, Bebas demam hari ke-2 mual (-), sakit kepala (-), Muntah (-), Sakit perut (-), sakit kepala (-), batuk (-), flu (-) BAB biasa BAK lancar O Keadaan Umum: Sakit Sedang Kesadaran: Compos Mentis Denyut Nadi : 110 x/menit, kuat angkat Respirasi : 30 x/menit Suhu Tubuh : 36,6 C Berat Badan : 26 kg Tinggi Badan : 124 cm Status Gizi : CDC 116 % overweight Paru - Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral 19



- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri - Perkusi : Sonor +/+ - Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Jantung - Inspeksi



A P



: Ictus cordis tidak tampak - Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial linea midclavicula sinistra - Perkusi : Batas atas: SIC II linea midclavicularis dextra et parasternalis sinistra. Batas kiri: SIC V linea midclavicularis sinistra. Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra. - Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).



Abdomen - Inspeksi : Tampak datar, kesan normal - Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal - Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, dullness (+) pada area hepar & lien. - Palpasi: Nyeri tekan (-), meteorismus (-). Organomegaly (-) Pemeriksaan Lain - Lidah kotor : (-) - Ekstremitas : Akral hangat - Turgor : Kembali segera Hasil Laboratorium: DR: 20/07/2016 HB : 12,1 g/dL WBC: 17,1 ×103/uL RBC : 4,9 ×106/uL PLT : 281 ×103/uL HCT : 37 % WIDAL: 20/07/2016 S. typhi O : 1/320 S. typhi H : 1/160 Demam Tifoid -Paracetamol 4×250 mg -Ranitidine 2×1/2 tab (75mg) 20



-Chloramphenicol 4×250 mg Boleh pulang



21



BAB III DISKUSI KASUS Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever, Eberth disease) adalah penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosecal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.[1] Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C. Jika penyebabnya adalah Salmonella paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif yang memiliki flagel, tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul, dan bersifat fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O, H, dan Vi. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan bakteri untuk konfirmasi.[5,10]



Gambar 3.1 Salmonella enterica serovar typhi[11] Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin penderita demam tifoid dan mereka yang diketahui sebagai carrier (pembawa) demam tifoid. Pada beberapa Negara berkembang yang masih menjadi daerah endemik demam tifoid, kasus yang terjadi umumnya disebabkan oleh pencemaran air 22



minum dan sanitasi yang buruk. Setelah bakteri sampai ke lambung, maka mulamula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu, adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah bakteri dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah bakteri yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.[5,6]



Gambar 3.2 Patofisiologi Demam Tifoid[12] Masa inkubasi demam tifoid bervariasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi dan kekebalan/daya tahan tubuh penderita. Menurut J. Chin masa inkubasi berlangsung antara 3 hari sampai 1 bulan, dengan rata-rata 814 hari. Sedangkan menurut Jenkins dan Gillespie menyebutkan sejak masuknya 23



S. typhi sampai menunjukkan gejala penyakit antara 3 sampai 56 hari dengan ratarata 10 sampai 20 hari. Cammie F Laser menyebutkan masa inkubasi berlangsung antara 3 sampai dengan 21 hari. Sedangkan pada anak periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari.[2,10] Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 103109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung (pH 1/40 dengan nilai prediksi positif sebesar 34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%. Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%. Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang 28



dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan.[14] Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya



melakukan



interpretasi



hasil



membatasi



penggunaannya



dalam



penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Penelitian oleh Darmowandowo di RSU Dr.Soetomo Surabaya (1998) mendapatkan hasil uji Widal dengan titer >1/200 pada 89% penderita.[14] Penatalaksaan penderita dengan demam tifoid yang secara garis besar ada 3 bagian yaitu:[5] a)



Perawatan



b)



Diet



c)



Medikamentosa Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring sempurna. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita. Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komplikasi demam tifoid yang lain termasuk buang air kecil dan buang air besar perlu mendapat perhatian.[1,4] Dahulu penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kekambuhan penderita. Banyak penderita tidak senang diet demikian, karena tidak sesuai



29



dengan selera dan ini mengakibatkan keadaan umum dan gizi penderita semakin mundur dan masa penyembuhan ini menjadi makin lama.[1,5] Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun kuantitas ternyata dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas selulose, menghindari makan iritatif sifatnya. Pada penderita dengan gangguan kesadaran maka pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.[1,5] Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain, Kloramfenikol, Tiamfenikol, Cotrimoxazol, Ampisilin, Amoksisilin, Seftriakson, Sefiksim. Berikut pilihan terapi antibiotic yang diberikan untuk demam tifoid: [1,8]



3



30



Komplikasi



demam



tifoid



dikelompokkan



adalah



komplikasi



neuropsikiatrik; gastrointestinal (perdarahan dan perforasi usus); sepsis dan syok sepsis; kelainan hematologik seperti anemia hemolitik dan koagulopati intravaskular diseminata (KID); kelainan jantung seperti miokarditis dan endokarditis; serta infeksi lain seperti meningitis, pneumonia, hepatitis, nefritis, kolesistitis, artritis septik dan sebagainya. Komplikasi dapat terjadi baik pada saat pertama dirawat atau terjadi selama perawatan. Komplikasi yang secara nyata ditimbulkan oleh sebab lain seperti alergi obat dan akibat prosedur tindakan yang diberikan tidak dicatat sebagai komplikasi demam tifoid. [15] Pada kasus ini, hasil laboratorium hematologi rutin, menunjukkan leukositosis yaitu 17,1×103/uL, yang mana menunjukkan bakteremia atau adanya invasi bakteri di dalam sirkulasi, walaupun kenaikan ini tidak memberikan gambaran klinik yang bermakna. Penyulit pada demam tifoid, dapat dibagi menjadi:[16] -



Intraintestinal: perforasi usus atau perdarahan saluran cerna: suhu menurun, nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising usus menurun sampai menghilang, defance musculaire positif, dan pekak hati menghilang.



-



Ekstraintestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia, syok septik, pielonefritis, endocarditis, osteomyelitis, dll. Pemantauan terapi dapat dilakukan dengan mengevaluasi demam melalui



monitor suhu, apabila pada hari ke-4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi S. typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis. Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.[16] Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas 10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan kemungkinan komplikasi dan waktu pemulihan.[1,5] 31



32



BAB IV KESIMPULAN 1. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typhi. 2. Prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, meningkat setelah umur 5 tahun. 3. Etiologi demam tifoid 96% disebabkan oleh S. typhi dan sisanya disebabkan oleh S. paratyphi. 4. Patogenesis



demam



tifoid,



dimulai



saat



bakteri



masuk



melalui



makanan/minuman, setelah melewati lambung bakteri mencapai ileum dan setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque Peyeri). Bakteri ikut aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bakteremia primer) mencapai jaringan RES (hepar, lien, sumsum tulang-untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakteremia sekunder, bakteri mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal). Masa inkubasi 10-14 hari. 5. Diagnosis demam tifoid: Anamnesis: -



Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus-menerus tinggi.



-



Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.



-



Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus.



Pemeriksaan Fisik: -



Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegaly lebih sering dijumpai dari



33



pada splenomegali. Terkadang terdengar ronkhi pada pemeriksaan paru. Pemeriksaan Penunjang: -



Darah tepi perifer:







Anemia  supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus.







Leukopenia, jarang