Regita Cahyani 20-026 K3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA YANG DIJALANKAN DISUATU RUMAH SAKIT



DI SUSUN OLEH : REGITA CAHYANI 2010070140026 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA



PROGRAM STUDI DIII RADIOLOGI FAKULTAS VOKASI UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG 2023



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi



tersebut mencerminkan kesiapan daya saing rumah sakit



Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan rumah sakit sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada rumah sakit. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan yang akan semakin meningkatkan kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 dan visi indonesia mencapai MDGS 2014 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan



perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses penyembuhan dan pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alatalat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan



penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu : 1. Bagaimana peran tenaga kesehatan di rumah sakit dalam menangani korban dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja? 2. Bagaimana penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di suatu rumah sakit? 3. Bagaimana bentuk penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di instalasi radiologi? 1.3 Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah 1. untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dan peran dari sisi rumah sakit tersebut dalam menangani pasien/orang yang sakit dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja. 2. Untuk mengetahui bentuk upaya keselamatan dan kesehatan kerja di suatu rumah sakit. 3. Untuk mengetahui bentuk penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di instalasi radiologi



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Peran Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit Dalam Menangani Korban Dan Mencegah Kecelakaan Kerja Guna Meningkatkan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang



mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat



memberikan



penyuluhan



kepada



masyarakat



untuk



menyadari



pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS. B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :



1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan). 2. Bahan beracun, korosif dan kaustik . 3. Bahaya radiasi . 4. Luka bakar . 5. Syok akibat aliran listrik. 6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam . 7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan. Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983). Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahayabahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.



Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae. Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS. C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Manajemen



adalah



pencapaian



tujuan



yang



sudah



ditentukan



sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut menjadi : a. Planning /(perencanaan) b. Organizing/ (organisasi) c. Actuating /(pelaksanaan) d. Controlling /(pengawasan)



1. Planning/ (Perencanaan) Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah



ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi: a. Hal apa yang dikerjakan b. Bagaiman cara mengerjakannya c. Mengapa mengerjakan d. Siapa yang mengerjakan e. Kapan harus dikerjakan f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan g. hubungan timbal balik ( sebab akibat) Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu usahausaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan. 2. Organizing/ (Organisasi) Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional)



perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa : 1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan . 2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan . 3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan . 4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit / instansi kesehatan. 5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi kesehatan. 6. Dan lain-lain. Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan. 3. Actuating/ (Pelaksanaan) Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu



yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya. 4. Controlling/ (Pengawasan) Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu : a. Adanya rencana b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan. Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain : 1.4 Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman. 1.5 Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.



1.6 Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan. 1.7 mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan . 1.8 Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut. 1.9 Dan lain-lain.



2.2 Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di suatu rumah sakit. Sebagai sebuah lembaga publik, rumah sakit punya peran penting dalam upaya pemberian layanan kesehatan masyarakat. Layanan kesehatan di sebuah rumah sakit dilakukan secara paripurna, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pemberian layanan kesehatan tersebut harus memenuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) rumah sakit. Standar K3 rumah sakit telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Di situ, terdapat standar pelaksanaan K3 dalam lingkup rumah sakit, berkaitan dengan cakupan serta bagaimana pelaksanaannya. Standar Penerapan K3 Rumah Sakit Pelatihan K3 untuk para karyawan dalam setiap rumah sakit merupakan hal yang wajib. Melalui keikutsertaannya dalam pelatihan tersebut, para pekerja rumah sakit bisa mengetahui 8 standar K3 rumah sakit sesuai peraturan pemerintah. Delapan standar K3 rumah sakit yang dimaksud adalah: 1. Manajemen Risiko K3 Rumah Sakit Manajemen risiko dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan risiko semua aspek yang berkaitan dengan keberadaan rumah sakit. Di dalamnya, pengelolaan risiko tidak hanya mencakup pasien, tenaga medis, dan



tenaga nonmedis. Tetapi juga berkaitan risiko keuangan rumah sakit, penggunaan sarana dan prasarana, ataupun lingkungan. 2. Keselamatan dan Keamanan Rumah Sakit Selanjutnya, ada pula standar terkait keselamatan dan keamanan rumah sakit. Penerapan ini dilakukan untuk meminimalkan adanya cedera serta kecelakaan yang dapat menimpa pasien, pengunjung, pendamping pasien, ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. 3. Pelayanan Kesehatan Kerja Standar pelayanan kesehatan kerja mencakup upaya pengelolaan kesehatan bagi SDM yang bekerja di lingkup rumah sakit. 4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Rumah sakit juga perlu menyediakan metode pengelolaan secara khusus untuk limbah B3. Apalagi, pengelolaan B3 yang tidak tepat bisa menimbulkan gangguan kesehatan dan lingkungan. 5. Pencegahan serta Pengendalian Kebakaran Keikutsertaan dalam pelatihan K3 rumah sakit juga memberi pengetahuan terkait pencegahan dan pengendalian kebakaran. Apalagi, bahaya kebakaran bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, termasuk di lingkup rumah sakit. 6. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Standar K3 rumah sakit yang selanjutnya adalah berkaitan dengan upaya pengelolaan sarana dan prasarana. Tanpa adanya pengelolaan yang baik, sarana dan prasarana milik rumah sakit bisa menimbulkan potensi kekeliruan



pemakaian,



potensi



kecelakaan



tak



diharapkan,



ataupun



kemungkinan lainnya yang berkaitan dengan pemakaian oleh pasien, pengunjung, karyawan serta masyarakat di lingkungan rumah sakit.



7. Pengelolaan Peralatan Medis Memperhatikan pengelolaan medis dari aspek K3 juga memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam standar K3 rumah sakit. Pengelolaan ini menjadi bagian untuk memastikan bahwa peralatan medis rumah sakit aman untuk digunakan dan tidak menimbulkan dampak berbahaya bagi pasien, pendamping pasien, pengunjung, dan masyarakat di lingkungan rumah sakit. 8. Kesiapan menghadapi situasi darurat dan bencana Terakhir, standar K3 rumah sakit juga mempertimbangkan kesiapan para karyawan dalam menghadapi kondisi darurat atau bencana. Dengan begitu, para karyawan punya standar tindakan yang jelas ketika menghadapi situasi darurat atau bencana. Melalui penerapan K3 rumah sakit, pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh masyarakat bisa berjalan dengan baik. Para karyawan pun harus memiliki pengetahuan secara menyeluruh terkait penerapan K3 tersebut. Oleh karena itu, pengelola rumah sakit perlu mengikutsertakan karyawan pada pelatihan K3 khusus rumah sakit. Solusi pelatihan K3 rumah sakit bisa Anda temukan lewat layanan Mutu Institute. Di sini, pelatihan dilakukan secara menyeluruh dengan biaya terjangkau. Tidak hanya itu, materi pelatihan juga dipaparkan secara jelas oleh tenaga instruktur yang profesional dan berpengalaman luas. 2.3 Contoh Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Instalasi Radiologi Persyaratan Manajemen Kepala Rumah Sakit yang bertugas sebagai penanggung jawab keselamatan radiasi di instalasi radiologi serta Kepala Instalasi Radiologi dimana memiliki tanggung jawab : a. menyediakan, melaksanakan, mendokumentasikan program proteksi keselamatan radiasi.



b. Memverifikasi secara sistematis bahwa hanya personil yang sesuai dengan kompetensi yang bekerja dalam penggunaan pesawat sinar-X/ c. Menyelenggarakan pelatihan Proteksi Radiasi. d. Menyelenggarakan pemantauan kesehatan bagi Pekerja Radiasi. e. Menyediakan perlengkapan Proteksi Radiasi. f. Melaporkan kepada Kepala BAPETEN mengenai pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan. Kewajiban dan tanggung jawab Petugas Proteksi Radiasi antara lain : a. Memberi instruksi kepada pekerja radiasi. b. Mengambil tindakan untuk menjamin tingkat penyinaran serendah mungkin dan tidak akan pernah mencapai batas tertinggi yang berlaku serta pelaksanaan pengelolaan limbah radioaktif sesuai ketentuan. c. Mencegah perubahan yang dapat menimbulkan kecelakaan. d. Mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke daerah radiasi. e. Menyarankan pemeriksaan kesehatan. f. Memberi penjelasan dan menyediakan perlengkapan proteksi radiasi kepada pengunjung atau tamu bila diperlukan Sedangkan kewajiban dan tanggung jawab pekerja radiasi yaitu : a. Mengetahui, memahami, melaksanakan ketentuan keselamatan radiasi. b. Memanfaatkan peralatan keselamatan radiasi yang tersedia, bertindak hatihati dan bekerja secara aman untuk melindungi dirinya maupun pekerja lain. c. Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilnya kepada PPR. d. Melapor gangguan kesehatan yang dirasakan, yang diduga akibat penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuhnya.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Peran Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit Dalam Menangani Korban Dan Mencegah Kecelakaan Kerja Guna Meningkatkan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja.



g. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.



h. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam : a) Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan). b) Bahan beracun, korosif dan kaustik . c) Bahaya radiasi . d) Luka bakar . e) Syok akibat aliran listrik. f) Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam . g) Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.



i. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut menjadi :



e. Planning /(perencanaan) f. Organizing/ (organisasi) g. Actuating /(pelaksanaan) h. Controlling /(pengawasan) 2. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di suatu rumah sakit. Delapan standar K3 rumah sakit yang dimaksud adalah: 1. Manajemen Risiko K3 Rumah Sakit 2. Keselamatan dan Keamanan Rumah Sakit 3. Pelayanan Kesehatan Kerja 4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 5. Pencegahan serta Pengendalian Kebakaran 6. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 7. Pengelolaan Peralatan Medis 8. Kesiapan menghadapi situasi darurat dan bencana 3. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di instalasi radiologi a. Kewajiban kepala instalasi radiologi b. Kewajiban dan tanggung jawab Petugas Proteksi Radiasi c. kewajiban dan tanggung jawab pekerja radiasi



3.2 Saran Sebaiknya disuatu rumah sakit lebih memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja agar semua pelayan dan prosedur dapat berjalan dengan baik tanpa resiko yaang diterima oleh semua masyarakat yang berada di lingkungan rumah sakit.