Resensi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESENSI BUKU “POLITIK IDENTITAS DAN MASA DEPAN PLURALISME KITA”



Tugas Mata Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan



Disusun oleh : Syifa Af Ida Haffiz (181610101111)



UNIVERSITAS JEMBER 2019/2020



Resensi Buku Politik Identitas dan Mada Depan Pluralisme Kita



A. Identitas Buku  Judul Buku



: Politik Identitas dan Mada Depan Pluralisme Kita



 Pengarang



: Ahmad Syafii Maarif, dkk.



 Penerbit



: Redaksi Democrasy Project Jakarta



 Tahun Terbit



: 2012



 Tebal Halamn



: 135



B. Sinopsis Buku Buku yang diterbitkan oleh Redaksi Democrasy Project pada tahun 2012 ini berjudul Politik Identitas dan Mada Depan Pluralisme Kita. Buku ini merupakan edisi digital yang terdiri dari 135 halaman dan memiliki delapan penulis yaitu Ahmad Syafii Maarif, Martin Lukito Sinaga, Siti Musdah Mulia, Eric Hiariej, Asfinawati, Budiman Sudjatmiko, Yayah Khisbiyah, dan Tonny D.Pariela. Dalam buku ini, dibagi menjadi 3 bagian, dimana untuk tiap bagian masih diklasifikasikan ke dalam bab-bab. Buku ini menjelaskan mengenai dasardasar dari politik identitas dan tangapan-tanggapannya oleh beberapa penulis maupun politikus untuk menyesuaikain politik ini terhadap pluralisme yang ada di Indonesia. C. Isi Resensi Dalam buku ini, pada bagian ke-1 yang berjudul Orasi Ilmiah, hanya terdiri dari 1 bab yang berjudul Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Indonesia oleh Ahmad Syafii Maarif. Sedangkan pada bagian ke-2, terdiri dari 7 bab, yakni Melangkaui Politik Identitas,Menghidupi Dinamika Identitas oleh Martin Lukito Sinaga; Politik Identitas: Ancaman Terhadap Masa Depan Pluralisme di Indonesia oleh Siti Musdah Mulia; Pluralisme, Politik Identitas dan Krisis Identitas oleh Eric Hiariej; HAM, Dialog dan Masa Depan Pluralisme di



2



Indonesia oleh Asfinawati; Politik Aliran dalam Pancasila: Keniscayaan Sejarah dan Antitesis Fundamentalisme oleh Budiman Sudjatmiko; Membangun Harmoni di Masyarakat Plural: Pandangan Psikologi dan Pedagogi Perdamaian oleh Yayah Khisbiyah; dan Menjadi “Orang Indonesia” oleh Tonny D.Pariela. Untuk bagian ke-3, terdiri dari Tanggapan Atas Tanggapan yang berjudul Politik Identitas Pluralisme Kita: Menanggapi Para Penanggap oleh Ahmad Syafii Maarif. Pada bagian ke-1, mengenai Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme, dijelaskan bahwasannya politik identitas di Indonesia lebih menitikberatkan pada permasalahan mengenail ideologi, agama, maupun etnis. Politik identitas memiliki berbagai macam teori di berbagai belahan dunia ini. L.A. Kauffman adalah pencetus pertama hakikat politik identitas pada tahun 1960-an lewat sebuah gerakan SNCC di Amerika. Politik identitas, memiliki suatu bentukan ekstrem mengenai separatisme, salah satu contoh kasusnya adalah Quebeck ingin memisahkan diri dari Kanada karena perbedaan bahasa.Gelombang politik Identitas terjadi sekitar pasca perang dingin pada tahun 1945-1980an. Sehingga bisa disimpulkan, bahwasannya politik identitas setelah masa perang dunia ke-2, memiliki dampak yang positif terhadap Indonesia terhadap gerakan-gerakan untuk meraih kemerdekaan, hal ini sesuai dalam pembukaan UUD 1945. Pada bagian ke-2, dalam bab yang berjudul Melangkaui Politik Identitas,Menghidupi Dinamika Identitas dijelaskan bahwasannya politik identitas itu berkaitan erat dengan dinamika identitas, karena politik identitas muncul saat suatu politik meminta perlindungan kekuasaan karena pengaruh keras dunia modern yang menyebabkan pengerasan suatu identitas. Dinamika identitas merupakan suatu persoalan lama yang tidak mudah, misalkan pada negara yang mengalami penjajahan kolonialisme seperti Indonesia, memiliki dinamika yang rumit namun mampu menghasilkan produk-produk kultural dari penjajahan tadi. Dalam proses dinamika identitas terdapat distortion dan disabling dalam suatu pluralisme. Strategi terbaik dalam menjalani dinamika identitas di tengah era globalisasi ini adalah dengan membentuk komunitas etis, dimana menghadapi problematika sosial pada arah yang lebih etis di lingkungannya.



3



Pada bagian ke-2, dalam bab yang berjudul Politik Identitas: Ancaman Terhadap Masa Depan Pluralisme di Indonesia dijelaskan Politik identitas di negri barat berbeda sistemnya dengan politik identitas yang ada di Indonesia. Indonesia merupakan negara pluralisme dengan berbagai macam budaya, etnis, dan agama. Dalam masa orde baru, kita dapat menjumpai kekerasan politik yang berlatar belakang agama. Hal ini dipengaruhi oleh menguatnya fundamentalisme agama pada arus politik. Politik identitas memiliki dampak positif maupun negatif terhadap pluralisme yang ada di Indonesia. Pada hakikatnya, pluralisme memiliki arti solidaritas persaudaraan antar sesama warga negara. Tantangan di masa depan yang harus kita hadapi adalah, bagaimana kita dapat menjalani Identitas politik beriringan dengan pluralisme di Indonesia dimana negara ini masih belum sepenuhnya menerapkan sistem demokrasi yang baik. Pada bagian ke-2, dalam bab yang berjudul Politik Identitas dan Krisis Identitas dijelaskan bahwa pada saat ini, terdapat gerakan-gerakan yang berlatar belakang politik identitas namun tidak menyetujui adanya nasionalisme maupun pluralisme. Misalkan pada suatu tindakan radikal yang ingin menjadikan Indonesia sebagai suatu negara Islam. Seharusnya, politik identitas merupakan suatu politik yang dapat digunakan untuk memperjuangkan suatu kelompok ataupun kaum yang tertindas, tetapi hal ini tidak merujuk pada sifat perjuangan radikalisme. Sehingga kita perlu memahamin ulang, makna sebenarnya dibalik politik identitas. Pada bagian ke-2, dalam bab yang berjudul HAM, Dialog dan Masa Depan Pluralisme di Indonesia dijelaskan bahwa politik identitas sangat berkaitan dengan pluralisme yang ada di Indonesia. HAM merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa diganggu gugat. Posisi HAM disamping politik identitas adalah, apakah kita sebagai suatu individu maupun kelompok memiliki hak utnuk mengutarakan pendapat mengenai politik identitas berbasis Negara Islam di tengah-tengah pluralisme Indonesia? Memasukkan HAM dalam politik identitas sangat penting, karena dapat menghasilkan suatu kesimpulan dari perbedaan pemikiran-pemikiran masyarakat dari segala sudut pandang. Pluralisme maupun



4



HAM sangat berkaitan dengan dunia barat, sehingga masih banyak kelompokkelompok radikal agama di Indonesia yang menolak adanya HAM ini. Pada bagian ke-2, dalam bab yang berjudul Politik Aliran dalam Pancasila: Keniscayaan Sejarah dan Antitesis Fundamentalisme dijelaskan bahwa era otoritarianisme merupakan suatu era dimana terjadi transisi demokrasi. Pada era ini, terjadi demokrasi liberal di Indonesia. Dalam demokrasi liberal, terdapat politik pencitraan dan politik kuantitatif.Pada masa orde baru, politik identitas merupakan politik yang antitesis, dimana sistemnya tidak jauh dari politik di Amerika. Pancasila merupakan suatu landasan negara yang dapat merekatkan pluralisme yang ada di Indonesia. Pada masa orde baru, Pancasila menjadi simbol kekuasaan. Pada bagian ke-2, dalam bab yang berjudul Membangun Harmoni di Masyarakat Plural: Pandangan Psikologi dan Pedagogi Perdamaian dijelaskan bahwa manusia merupakan suatu spesies yang dapat berkembang biak menjadi ratusan ribu jiwa kemudian akan membentuk suatu kelompok-kelompok tersendiri dalam kehidupan pluralisme atau bisa juga disebut pembentukan spesiasi semu. Terbentuknya kelompok-kelompok inilah menimbulkan sifat maupun ciri khas yang berbeda, juga dapat menimbulkan adanya rasa bahwa kelompoknya adalah yang paling benar. Spesiasi semu memiliki dampak positif maupun negatif. Semakin majunya peradapan sisi negatif spesiasi semu mulai ditinggalkan seiring adanya kemajuan pola pemikiran. Pada bagian ke-2, dalam bab yang berjudul Menjadi “Orang Indonesia”, dijelaskan bahwa politik identitas dan pluralisme penting dipelajari untuk menyesuaikan idup di negara Indonesia. Salah satu contoh politik dalam upaya kebersamaan pluralitas di Indonesia adalah deklarasi Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Kita sebagai warga negara Indonesia penting sekali menerapkan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai identitas negara. Nasionalisme harusnya dikembangkan atas dasara karena adanya pluralisme di Indonesia, sehingga harus bersatu untuk memperkuat suatu bangsa. Saat “Menjadi Orang Indonesia”, kita harus memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan dengan pluralisme saat ini.



5



Pada bagian ke-3, yang berjudul Politik Identitas Pluralisme Kita: Menanggapi Para Penanggap dijelaskan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan beragam budaya. Saat ini, kita sulit menemukan manusia yang hidup di lingkungan yang homogen. Dalam kehidupan pluralisme, masih ditemukan orang-orang yang dengan mudahnya memperkenalkan ideologi maupun paham agama mereka kepada orang lain dan merasa yang paling benar. Namun, hal ini tidak baik dicontoh. Untuk menjadi warga negara Indonesia yang baik, kita perlu mengimplementasikan Pancasila maupun Sumpah Pedmuda 1928 dengan baik dan benar, juga tidak lupa menerapkan HAM dalam kehidupan pluralisme.



D. Kelebihan Buku  Pembahasan masalah mengenai politik identitas yang diungkapkan sangat luas, melibatkan para penulis dan politikus yang teliti dan berwawasan luas.  Dapat dengan mudah membandingkan suatu permasalahan politik identitas di Indonesia dengan politik identitas di negri barat maupun negara-negara Arab.  Dalam buku ini, topik yang dibahas dibagi kedalam bab-bab, sehingga pembaca tinggal memilih topik mana yang akan dibaca terlebih dahulu. E. Kelemahan Buku  Bahasa yang digunakan kurang sederhana dan terlalu sulit untuk dipahami.



6