Revisi Kelompok 9 - Askep Gangguan Istirahat Tidur Pada Lansia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK "ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ISTIRAHAT TIDUR"



Dosen Pembimbing : Ns. Nurhayati, SP.Kep.Kom



Disusun Oleh : 1. Riski Yatun Hasanah



(2018720094)



2. Sevina Putri Anggraeni



(2018720096)



FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA



DAFTAR ISI



BAB I.........................................................................................................................................1 PENDAHULUAN........................................................................................................................1 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4 2.



Perubahan yang Terjadi pada Lansia................................................................................4



b)



Tidur Lansia......................................................................................................................5



a)



Pengertian Tidur...............................................................................................................5



B.



Diagnosis Keperawatan..................................................................................................12



C.



Perencanaan Keperawatan............................................................................................13



2.



Terapeutik......................................................................................................................13



3.



Edukasi...........................................................................................................................14



D.



Pelaksanaan Keperawatan.............................................................................................14



E.



Evaluasi Keperawatan....................................................................................................14 2.



Keluhan Utama...........................................................................................................15



3.



Riwayat Kesehatan Sekarang.....................................................................................15



4.



Riwayat Kesehatan Masa Lalu...................................................................................12



5.



Riwayat Kesehatan Keluarga.....................................................................................12



6.



Riwayat Keadaan Psikososial.....................................................................................12



Hasil :.................................................................................................................................14 12.



Pola Kebiasaan Sehari – hari...................................................................................20



13.



Pola Eliminasi.........................................................................................................21



ANALISA DATA..............................................................................................................22 B.



Diagnosa Keperawatan...............................................................................................22



C.



RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN................................................................23



KATA PENGANTAR



Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Gerontik yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Tidur”. Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah Keperawatan Komunitas ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Tidur”, dapat bermanfaat bagi para pembaca.



Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Jakarta, 03 Oktober 2021



Penulis



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Gangguan tidur yang paling sering dijumpai saat ini yaitu Insomnia. Insomnia merupakan kesukaran dalam memulai dan mempertahankan tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas (Saputra, 2013). Biasanya seseorang yang mengalami insomnia akan lebih sulit memulai tidur, sering terbangun saat tidur hingga terbangun lebih dini dan sulit untuk tidur kembali (Atoilah & Kusnadi, 2013). Penyebabnya dikarenakan gangguan fisik maupun karena faktor mental seperti perasaan gundah maupun gelisah (Ambarwati, 2014). Pada kelompok lansia kejadian insomnia tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok 20 tahun (Vaughans, 2013). Banyak Lansia yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari lima jam sehari) dengan terbangun lebih awal dari pukul 05.00 pagi dan sering terbangun di waktu malam hari (Nugroho, 2000). Banyaknya persoalan lanjut usia seiring dengan meningkatnya jumlah lansia di Indonesia mengakibatkan munculnya beberapa fenomena seperti perubahan structural dan fisiologis salah satunya kesulitan untuk tidur atau insomnia (Sitralita, 2010). Di dunia, angka prevalensi insomnia pada lansia diperkirakan sebesar 1347% dengan proporsi sekitar 50-70% terjadi pada usia diatas 65 tahun. Sebuah penelitian Aging Multicenter melaporkan bahwa sebesar 42% dari 9.000 lansia yang berusia diatas 65 tahun mengalami gejala insomnia (Suasari,et. al. 2014). Penelitian yang dilakukan di Taipei menunjukkan bahwa sebanyak 40 % individu yang berusia diatas 60 tahun mengalami insomnia dimana mereka sering terbangun dan sulit untuk memulai tidur (Tsou, 2013). Di Indonesia, angka prevalensi insomnia pada lansia sekitar 67%. Sedangkan sebanyak 55,8 % lansia mengalami insomnia ringan dan 23,3 % lansia yang mengalami insomnia sedang di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah (Suastari,et. al, 2014). Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Tidur adalah suatu keadaan tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat di bangunkan kembali dengan indra atau ransangan yang cukup (Atoilah & Kusnadi, 2013 dikutip dalam Guyton, 1981). Sedangkan menurut Vaughans (2013) tidur yaitu keadaan gangguan kesadaran yang dapat bangun yang dikarakterisasikan dengan minimnya aktivitas. Tidur dapat dikatakan sebagai kondisi ketika seseorang tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai yang ditandai dengan aktivitas fisik yang minim, tingkat kesadaran bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Saputra,



2013). Aktivitas tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu medulla spinalis (Batang Otak) tepatnya di RAS (Retikular activating system) dan BSR (Bulbar Synchronizing Region) yang terlibat dalam mempertahankan status bangun dan mempermudah beberapa tahap untuk tidur (Atoilah & Kusnadi, 2013). Terjadinya Bangun dan tidur merupakan peran dari RAS dan BSR, dimana RAS akan melepaskan katekolamin untuk mempertahakan kewaspadaan dan agar tetap terjaga. Namun ketika RAS di otak mengalami kelelahan sehingga mengaktifkan BSR untuk merangsang pengeluaran serotonin yang menimbulkan rasa kantuk dan tidur (Saputra, 2013). Proses tidur terbagi menjadi dua fase REM (Rapid Eyes Movement/ Gerakan Mata Cepat) Dan NREM (Non Rapid Eyes Movement/gerakan mata tidak cepat). Tidur NREM dikatakan tidur Gelombang lambat (Slow Wave Sleep), terjadi karena aktivtas gelombang otak bergerak sangat lambat yang ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologi maupun metabolisme. kerja otot. dan tanda-tanda vital seperti tekanan darah dan frekuensi nafas (Saputra, 2013). Tidur NREM terjadi sekitar 75% sampai 80% dari waktu tidur, sisanya sekitar 20% sampai 25 % dari tidur adalah fase tidur REM (Syara, 2015 dikutip dalam Meiner, 2011). Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM yang biasanya berlangsung ratarata setiap 90 menit (5-20 menit) disertai dengan mimpi (Saputra, 2013). Tidur malam di mulai dengan empat tahap tidur NREM, berlanjut dengan fase tidur REM, kemudian dilanjutkan dengan pergantian siklus antara NREM dan REM selama sisa tidur hingga pagi sekitar 4-6 siklus (Syara, 2015 dikutip dalam Meiner, 2011). Lamanya tidur pada fase 3-4 berkontribusi dalam menentukan istirahat dan kesegaran individu pada esoknya (Touhy, 2010). Dari Tahap 1 sampai 4 kualitas tidur akan bertambah dalam sehingga pada tahap 3 dan tahap 4 seseorang akan sulit terbangun (Potter & Perry, 2006). Perubahan-perubahan yang dialami lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit, gangguan pada endokrin, obat-obatan, lingkungan, gaya hidup/kebiasaan, stress psikologi, diet dan nutrisi (Atoilah & Kusnadi, 2013). Sedangkan menurut Saputra (2013) yang mempengaruhi kebutuhan tidur yaitu Penyakit, Kelelahan, Lingkungan, Stres Psikologis, Gaya Hidup, Motivasi, Stimulan, Alkohol, obat-obatan, diet dan nutrisi. Pada lansia faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal, faktor internal meliputi fisiologis dan psikologi terdiri dari penyakit, nyeri, gangguan suhu tubuh, gangguan pernafasan saat tidur, pergerakan kaki secara teratur saat tidur, gejala monopouse, demensia, depresi, Parkinson, stress, dan kecemasan (Maas,et. al. 2011). Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan yang asing, peningkatan stimulus sensori, disorientasi waktu, perubahan kebiasaan, tidur siang yang berlebihan, merokok, penyalahgunaan alkohol, olah raga yang kurang, konsumsi hipnotik dan sedatif (Maas,et.al 2013)



Perawat sebagai tenaga kesehatan menurut Asmadi, (2008) perawat memiliki sejumlah peran di dalam menjalankan tugasnya, sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada. Peran perawat yang utama adalah sebagai pelaksana (care provider), pengelola (manager), pendidik (educator), serta sebagai peneliti (research). Dalam praktik keperawatan yang dilakukan di rumah sakit, puskesmas, individu maupun komunitas peran perawat sebagai pelaksana atau care provider merupakan peran yang sangat besar dalam pemberian asuhan keperawatan. Pelaksanaan layanan keperawatan (care provider) dalam peranya bertugas untuk memberi kenyamanan dan keamanan bagi klien, melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap terlaksana dan seimbang, memfasilitasi klien dengan anggota tim kesehatan lain agar tetap terlaksana dengan baik, berusaha untuk mengembalikan dan mendapatkan kesehatan klien meliputi biologis, psikologis, sosial, serta spiritual klien. Peran perawat sebagai care provider, diharapkan klien dapat mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses keperawatan yang dilakukan perawat secara sistematis dan komprehensif. Pada kasus yang dikelola penulis, perawat memberikan asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur dengan melakukan intervensi yang sudah direncanakan. Peran perawat sebagai pendidik atau educator adalah dengan mengajarkan dan memberikan pendidikan kesehatan kepada klien mengenai pentingnya istirahat dan tidur yang cukup bagi kesehatan.



B. Rumusan Masalah 1. Apa saja teori konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan istirahat tidur ? 2. Bagaimana asuhan keperawatan dengan kasus gangguan istirahat tidur pada lansia? C. Tujuan Masalah 1. Tujuan Umum Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur. 2. Tujuan Khusus a. Memaparkan ketepatan pengkajian dalam pengelolaan lansia dengan masalah gangguan kebutuhan istirahat dan tidur. b. Teridentifikasinya diagnosa keperawatan gerontik yang tepat dalam pengelolaan lansia dengan masalah gangguan kebutuhan istirahat dan tidur. c. Menjelaskan hasil upaya keperawatan gerontik dalam pengelolaan lansia dengan masalah gangguan kebutuhan istirahat dan tidur.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A.



Lanjut Usia (lansia) 1. Pengertian Lansia Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012). Sedangkan, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan dalam hidup. Proses menua merupakan proses yang terus- menerus (berlanjut) secara alamiah (Priyoto, 2015). Batasan usia lanjut menurut World Health Organitation (1999), adalah(1) usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan menurut UndangUndang No 13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. 2. Perubahan yang Terjadi pada Lansia



Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Kholifah (2016) yaitu: a) Perubahan Fisik  Sistem Pendengaran Probiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan atau daya pendengaran pada telingadalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.  Sistem Integumen Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Selain itu, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit yang dikenal dengan liver spot.  Sistem Muskuloskeletal Perubahan sistem musculoskeletal pada lansia terjadi pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.  Sistem Kardiovaskuler Perubahan sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang.  Sistem Respirasi Kapasitas total paru tetap, namun volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang paru. Udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi toraks mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.



2







Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, kemampuan indera pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun).







Sistem Perkemihan Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.







Sistem Saraf Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.







Sistem Reproduksi Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovarium dan uterus serta atropi payudara pada wanita. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur.







Perubahan Psikososial Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia antara lain mengalami kesepian, duka cita karena kehilangan seseorang yang berarti dalam hidup, depresi, cemas, parafrenia, serta dapat terjadi sindrom Diogenes yaitu menampakkan penampilan dan perilaku yang mengganggu.







Perubahan Spiritual Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dari cara berpikir dan bertindak sehari-hari.







Perubahan Pola Tidur Menurut Maas (2011), lansia sering kali melaporkan mengalami kesulitan tidur, sehingga menimbulkan gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya dan dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu, pendekatan keperawatan di perlukan untuk mencegah kehilangan fungsi lebih lanjut dan meningkatkan kualitas perawatan diri (Dewi, 2014).



b) Tidur Lansia a) Pengertian Tidur Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup (Aspiani, 2014). Tidur memiliki dua faktor penting yang harus diperhatikan agar memperoleh tidur



3



yang cukup yaitu kualitas dan kuantitas tidur.Kualitas tidur adalah suatu kondisi yang dijalani oleh seseorang sehingga mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun dari tidurnya, sedangkan kuantitas tidur adalah jumlah jam tidur normal yang diperlukan seseorang sesuai dengan kebutuhan tidurnya. b) Fisiologi Tidur Menurut Aspiani (2014), fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Aktivitas tidur diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan system yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur.Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mensefalon dan bagian atas pons. Reticular Activating System (RAS), dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulus dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepeneprin sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulber Syncrhonozing Region (BSR), sedangkan bangun tergantung Jenis-jenis Tidur Tidur diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM) (Aspiani, 2014). 



Tidur REM Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif.Tidur REM sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif.Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot- otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), gerakan otot tidak kendur, kecepatan jantung, dan pernafasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.  Tidur NREM Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain : Mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun, metabolism turun, dan gerakan bola mata lambat. c) Tahap - Tahap Tidur Menurut Maas (2011), tidur dimulai dari status NREM, yang terjadi melalui empat tahap. Tahap NREM merupakan periode transisi menuju saatnya tidur, saat seseorang dapat dengan mudah terbangun.Tahap 2 NREM dianggap sebagai periode tidur ringan dengan fase relaksasi yang sangat besar.Tahap 3 NREM merupakan fase pertama tidur dalam. Tahap 4 NREM merupakan periode tidur paling dalam dan pada tahap tersebut merupakan saat terbesar terjadinya proses pemulihan. Pada tahap ini terjadi penurunan frekuensi nadi, tekanan darah, dan metabolisme.



4



Keempat tahap dari fase tidur NREM diikuti oleh fase tidur REM. Tingkat terdalam relaksasi tubuh terjadi selama fase tidur REM. Fase tidur REM diikuti oleh adanya rapideye movement yang tiba-tiba dan munculnya mimpi.Frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan tekanan darah menjadi sangat bervariasi, tidak teratur, dan meningkat secara berkala selama fase tidur REM. d) Siklus Tidur Siklus tidur yang umum terjadi pada lansia terdiri atas tahap 1 NREM, diikuti oleh tahap 2,3, dan 4 NREM dengan kemungkinan kembali lagi ke tahap sebelumnya, yakni tahap 3 dan 2 NREM, sebelum fase REM dimulai. Fase NREM dari siklus tidur terjadi pada sekitar 75% sampai 80% dari waktur tidur total.Tidur REM terjadi selama 20% sampai 25% waktu tidur dalam.Siklus REM dimulai kurang lebih 60 menit dalam siklus tidur (Maas, 2011). Tidur Rapid Eye Movement (REM) lansia mulai memendek. Penurunan progresif pada tahap Non Rapid Eye Movement (NREM) 3 dan 4 hampir tidak memiliki tahap 4 karena terjadinya perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur (Ernawati, 2016). e) Kebutuhan Tidur Lansia Menurut Potter & Perry (2010) mengatakan bahwa keluhan kesulitan tidur meningkat dengan seiring dengan bertambahnyausia. Lansia juga sering terbangun pada malam haridan memerlukan waktu agar dapat tidur kembali. Kebutuhan tidur lansia yaitu 6 jam dalam sehari, 20 – 25% tidur REM, tidur tahap IV berkurang dan kadang-kadang tidak ada dikarenakan mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari(Aspiani,2014). Faktor-faktor yang Memengaruhi Tidur Lansia Potter & Perry (2010) menjelaskan bahwa sejumlah faktor dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas tidur lansia. Sering kali faktor fisiologis, psikologis dan faktor lingkungan mengubah kualitas dan kuantitas tidur lansia. Adapun faktor-faktor yang dapat memengaruhi tidur lansia antara lain : 1. Obat dan substansi. Kantuk, insomnia dan kelelahan sering terjadi sebagai akibat langsung dari obat yang diresepkan. Lansia mengonsumsi berbagai obat untuk mengontrol atau mengobati penyakit kronis,dan efek sampingnya bisa sangat mengganggu tidur. 2. Gaya hidup Lansia yang masih bekerja dengan sistem rotasi (shift) sering mengalami kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Kesulitan mempertahankan kewaspadaan selama waktu kerja menghasilkan penurunan dan bahkan kinerja yang berbahaya. 3. Pola tidur yang lazim Kantuk patologis terjadi ketika seseorang perlu atau ingin terjaga. Hal ini dapat menyebabkan perubahan serius pada kemampuan untuk melakukan fungsi sehari-hari. 4. Stres emosional Khawatir atas masalah-masalah pribadi atau situasi tertentu sering



5



mengganggu tidur. Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan frustasi ketika tidak dapat tidur. Stres juga menyebabkan seseorang berusaha terlalu keras untuk dapat tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau tidur terlalu lama. Stres yang berkelanjutan menyebabkan kebiasaan tidur yang tidak baik. 5. Lingkungan Lingkungan fisik secara signifikan memengaruhi kemampuan untuk memulai dan tetap tidur. Ventilasi yang baik, kenyamanan dan posisi tempat tidur yang tepat, pasangan tidur, kebisingan serta tingkat cahaya dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk tidur. Beberapa klien memilih kamar yang gelap, sedangkan lansia biasanya lebih menyukai cahaya lembut selama tidur. 6. Latihan dan kelelahan Seseorang yang cukup lelah biasanya dapat tidur dengan nyenyak, terutama jika kelelahan tersebut merupakan hasil kerja atau kegiatan yang menyenangkan. Latihan rutin setiap hari atau olahraga merupakan cara terbaik untuk meningkatkan tidur (Aspiani, 2014). Kegiatan yang dilakukan sehari-hari juga akan memberi manfaat karena kegiatan fisik sangat diperlukan untuk kebugaran (Nugroho, 2012). 7. Makanan dan asupan kalori Mengikuti kebiasaan makan yang baik penting untuk menciptakan tidur yang baik. Makan besar, berat dan/ atau makanan pedas pada malam hari sering mengakibatkan gangguan pencernaan yang kemudian mengganggu tidur. Kafein, alkohol dan nikotin yang dikonsumsi pada malam hari menyebabkan insomnia. 8. Stres psikologis Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM (Aspiani, 2014). Depresi juga dapat menunda seseorang untuk tidur (Maas, 2011). Faktor predisposisi cemas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu jenis kelamin atau gender, wanita lebih cemas kan ketidakmmpuannya dibanding dengan pria, pria lebih aktif, eksploratif, sedangkan wanita lebih sensitive. Penelitian lain menunjukkan bahwa pria lebih rileks dibanding wanita (Priyoto, 2015). Gangguan Tidur pada Lansia Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologis karena faktor usia dan ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan pada lansia. Ada beberapa gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia menurut Aspiani (2014) :  Insomnia Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan insomnia diantaranya adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur.



6







Enuresis Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan enuresis yaitu gangguan pada bladder, stress dan minum terlalu banyak sebelum tidur. 



Narkolepsi Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang tak terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula narkolepsi adalah serangan mengantuk yang mendadak sehingga dapat tidur pada setiap saat dimana kantuk tersebut datang. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian asuhan keperawatan gerontik pada lansia dengan gangguan tidur menurut Aspiani (2014) : a. Identitas Klien Identitas klien yang biasa dikaji pada klien adalah usia karena banyak klien lansia yang mengalami masalah istirahat tidur. b. Keluhan Utama Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan tidur adalah mengeluh kesulitan untuk memulai tidur atau sering terbangun pada waktu tidur. c. Riwayat Kesehatan Sekarang Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai keadaan klien saat ini mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat dilakukan pengkajian. d. Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat adanya masalah gangguan tidur sebelumnya dan bagaimana penanganannya. e. Riwayat Kesehatan Keluarga Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang mengalami gangguan tidur seperti yang dialami oleh klien, atau adanya penyakit genetik yang mempengaruhi tidur. f. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan tidur biasanya lemah 2. Kesadaran Kesadaran klien biasanya composmentis. 3. Tanda-Tanda Vital  Suhu dalam batas normal (37ºC)  Nadi meningkat atau normal (N : 70-82X/menit)  Tekanan darah biasanya menurun  Pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat 4. Pemeriksaan Review Of System (ROS)  Sistem pernafasan (B1: Breathing) Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal.



7







Sistem sirkulasi (B2: Bleeding) Dapat ditemukan adanya perubahan frekuensi nadi (meningkat) atau masih dalam batas normal, tekanan darah biasanya menurun.







Sistem persarafan (B3: Brain) Klien apatis, gangguan konsentrasi, kurang perhatian, gangguan persepsi sensori, insomnia.







Sistem perkemihan (B4: Bleder) Tidak ada gangguan dalam pola berkemih, tidak ada disuria atau poliura.







Sistem pencernaan (B5: Bowel) Tidak ada gangguan pada system pencernaan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada makan berlebihan, klien mengalami penurunan nafsu makan, perubahan berat badan.







Sistem Muskuluskeletal (B6: Bone) Klien mengeluh nyeri otot, nyeri pada seluruh badan.



g. Pola Fungsi Kesehatan Yang perlu dikaji adalah aktifitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan dengan adanya masalah psikososial menarik diri : 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan dalam memelihara dan menangani masalah kesehatannya. 2. Pola nutrisi Klien dapat mengalami penurunan nafsu makan 3. Pola eliminasi Klien tidak mengalami poliura atau disuria, dan juga tidak mengalami konstipasi. 4. Pola tidur dan istirahat Klien mengalami kesulitan memulai tidur, terbangun waktu yang lama. 5. Pola aktifitas dan istirahat Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari- hari karena kelemahan akibat gangguan tidur.Pengkajian kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat menggunakan indeks KATZ. 6. Pola hubungan dan peran Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.Pengkajian APGAR keluarga. 7. Pola sensori dan kognitif Klien mengalami ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi.Untuk mengetahui status mental klien dapat dilakukan pengkajian menggunakan Tabel Short Portable Mental Status Quesionare



8



(SPMSQ). 8. Pola persepsi dan konsep diri Klien tidak mengalami gangguan konsep diri. Untuk mengkaji depresi klien dapat menggunakan table Inventaris Depresi Beck (IDB) atau Geriatric Depresion Scale (GDS). 9. Pola seksual dan reproduksi Klien mengalami penurunan minat terhadap pemenuhan kebutuhan seksual. 10.Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam menangani stress yang dialaminya. 11.Pola tata nilai dan kepercayaan Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual. B. Diagnosis Keperawatan Menurut SDKI (2017), diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan gangguan tidur adalah gangguan pola tidur dan kesiapan peningkatan tidur. Adapun penjelasan masing - masing diagnosis keperawatan menurut SDKI (2017) adalah sebagai berikut: 1. Gangguan pola tidur 



Definisi Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.







Penyebab Hambatan lingkungan (mis.Kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan), kurang kontrol tidur, kurang privasi, restraint fisik, ketiadaan teman tidur, tidak familiar dengan peralatan tidur.







Gejala dan tanda mayor a. Subjektif : Mengeluh sulit tidur, sering terjaga, tidak puas tidur, pola tidur berubah dan istirahat tidak cukup.







Gejala dan tanda minor a. Subjektif : Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun







Kondisi klinis terkait Nyeri, hipertiroidisme, kecemasan, penyakit paru obstruktif kronis, kehamilan, periode pasca partum dan kondsi pasca operasi.



2. Kesiapan peningkatkan tidur



9







Definisi Pola penurunan kesadaran alamiah dan periodik yang memungkinkan istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup yang diinginkan dan dapat ditingkatkan.







Gejala dan tanda mayor a. Subjektif : Mengekspresikan keingana untuk meningkatkantidur, mengekspresikan perasaan cukup istirahat setelah tidur b. Objektif : Jumlah waktu tidak sesuai dengan pertumbuhan perkembangan







Gejala dan tanda minor a. Subjektif : Tidak menggunakan obat tidur. b. Objektif : Menerapkan rutinitas tidur yang meningkatkan kebiasaan tidur.







Kondisi klinis terkait Pemulihan pasca operasi, nyeri kronis, kehamilan, sleep apnea.



C. Perencanaan Keperawatan Perencanaan Keperawatan Lansia dengan Gangguan Pola Tidur dan Kesiapan Peningkatan Tidur T ujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien menunjukkan pola tidur membaik dengan kriteria: 1. Keluhan sulit tidur menurun 2. Keluhan sering terjaga menurun 3. Keluhan tidak puas tidur menurun 4. Keluhan pola tidur berubah menurun 5. Keluhan istirahat tidak cukup menurun 6. Kemampuan beraktivitas meningkat



Int ervensi Intervensi : Dukungan Tidur Tindakan 1. Observasi a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur b. Identifikasi factor penganggu tidur(fisik/psikologis) c. Identifikasi makanan atau minuman yang mengganggu tidur (mis. Kopi, teh dan alkohol) d. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi 2. Terapeutik



10



a. Modifikasi lingkungan (mis: cahaya, suhu, tempat tidur, dll) b. Batasi tidur siang, bila perlu c. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur d. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis: pijat, pengaturan posisi, latihan Chair Based Exercise e. Sesuaikan jadwal pemberian obat 3. Edukasi a. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur b. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur c. Ajarkan faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap gangguan pola tidur (mis: gangguan psikologis, gaya hidup)



(SLKI, 2019)



D. Pelaksanaan Keperawatan Tindakan keperawatan merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dan pelaksanaan intervensi yang telah ditentukan, mencakup tindakan yang mandiri dan kolaboratif (Priyono, 2015). Sedangkan tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Kholifah, 2016). Pada tahap ini harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada lansia, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari lansia dan memahami tingkat perkembangan lansia. E. Evaluasi Keperawatan Tahap evaluasi atau tahap penilaian adalah tahap akhir dari proses keperawatan gerontik. Penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan kondisi lansia dengan tujuan yang ditetapkan pada rencana (Kholifah, 2016). Beberapa kegiatan yang harus diperhatikan dalam evaluasi keperawatan : a. b. c. d. e.



Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan Mengukur pencapaian tujuan Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.



11



BAB III ASKEP KASUS GANGGUAN TIDUR Kasus : Seorang laki-laki usia 65 tahun di panti Werdha, mengeluh sejak 3 hari tidak nyenyak tidur, mudah terbangun pada malam hari. Selain itu pasien pun mengeluh terkadang sedikit nyeri pada bagian lutut dan dirasakan pada saat bangun tidur, ketika berdiri dan duduk. Petugas panti mengatakan beberapa hari ini Klien terlihat tidur sambil berjalan. Hasil pemeriksaan ditemukan Klien tampak ngantuk, tatatapan kosong, dan kadang-kadang menguap, area sekitar mata terlihat gelap. TD 140/70 mmHg, Nadi 78x/menit, frekuensi nafas 18x/menit, Suhu 36.8°C skala nyeri 3. A. PENGKAJIAN 1. Biodata a. Identitas Diri Klien b. Nama



: Tn, W



c. Tempat, Tanggal Lahir



: Jakarta, 24 Desember 1956



d. Jenis Kelamin



: Laki – laki



e. Status Perkawinan



: Menikah



f. Agama



: Kristen Protestan



2. Keluhan Utama Tn. W mengatakan sejak 3 hari tidak nyenyak tidur, mudah terbangun pada malam hari. 3. Riwayat Kesehatan Sekarang a. Provocative/Palliative 1) Apa penyebabnya Tn. W mengatakan bahwa gangguan pola tidur yang terjadi saat ini dikarenakan klien lelah dan terkadang sedikit nyeri pada sendi. 2) Hal-hal yang memperbaiki Keadaan Istirahat dengan cukup dan mencoba untuk tidur. b. Quantity/ Quality 1) Bagaimana dirasakan Klien merasa kurang istirahat, mata terlihat lesu. 2) Bagaimana dilihat Klien tampak ngantuk, tatatapan kosong, dan kadangkadang menguap, area sekitar mata terlihat gelap. c. Region 1) Dimana Lokasinya



: Sendi Kaki



12



2) Apakah Menyebar



4.



: Tidak



d. Severity



: Skla nyeri 3



e. Time



: Berdiri > 10 menit



Riwayat Kesehatan Masa Lalu



a. Penyakit yang pernah dialami Klien mengatakan dahulu pernah mengalami konstipasi. Tapi sekarang sudah tidak kambuh lagi. b. Pengobatan/ Tindakan yang dilakukan Klien mengatakan sering mengkonsumsi daun daun tradisional untuk pengobatan dengan cara direbus dan mengkonsumsi buah-buahan. c. Pernah dirawat/ di operasi Klien mengatakan belum pernah dirawat dirumah sakit dan belum pernah dioperasi. d. Lama Dirawat Tidak pernah dirawat dirumah sakit. e. Alergi Klien mengatakan tidak ada alergi apapun terhadap dirinya f. Imunisasi Klien mengatakan tidak mendapat imunisasi pada waktu beliau masih kecil. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan keluarganya tidak pernah mengalami penyakit yang sama. 6. Riwayat Keadaan Psikososial a. Persepsi Klien Tentang penyakitnya Klien mengatakan bahwa dia ingin selalu sehat. b. Konsep Diri 1) Gambaran Diri Klien mengatakan senang dengan kondisi tubuhnya, tidak gemuk. 2) Ideal Diri Klien mengatakan semoga saja dia tidak mengalami penyakit serius sehingga dapat tetap beraktifitas seperti biasa nya. 3) Harga Diri Klien merasa senang dengan dirinya, karena



13



anaknya patuh terhadap dia dan klien merasa dihargai. 4) Peran Diri Berperan sebagai kepala Keluarga. 5) Identitas Diri Seorang suami dengan pensiunan guru. c. Keadaan Emosi Baik , dapat mengontrol emosi. d. Hubungan Sosial Hubungan social Klien dengan lingkungan social terjalin dengan baik. -



Orang yang berarti



: Istri dan Anak



-



Hubungan dengan Keluarga



: Kandung



-



Hubungan dengan Orang Lain baik



: Terjalin dengan



-



Hambatan dalam berhubungan dengan



: Tidak ada



-



Orang Lain



e. Spritual 1) Nilai dan Keyakinan Klien percaya dengan keyakinan Agama yang dianutnya 2)



Kegiatan Ibadah Klien melakukan sholat 5 waktu dengan rajin.



f. Istirahat Tidur -



Lama Tidur malam



: 21.00-05.00 Wib



-



Lama Tidur siang



: 13.00 – 14.00 Wib



-



Setelah mengalami gangguan : 23.00-03.00 Wib



-



Keluhan dengan Tidur :Tidur terganggu, sering terbangun. Petugas panti mengatakan beberapa hari ini Klien terlihat tidur sambil berjalan



7. Pengkajian Status Fungsional PENGKAJIAN KATZ INDEKS Indeks Kemandirian Pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari. Nama Klien : Tn. W SKORE



KRITERIA Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar



A kecil, berpakaian dan mandi.



14



Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali satu dari B fungsi tersebut. Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali mandi dan C satu fungsi tambahan. Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali mandi, D berpakaian dan satu fungsi tambahan. Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali mandi, E berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan. Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali mandi, F berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan. G



Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut



LAIN-



Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat



LAIN



diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F



Hasil : Hasil dari pengkajian katz indeks adalah klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri dalam hal mandi, makan, ke kamar kecil, berpindah, dan berpakaian. 8. Pengkajian Status Kognitif/Afektif Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Potable Mental Status Questioner (SPSMQ) Intruksi : Ajukan pertanyaan 1 – 10 pada daftar ini dan catat semua jawaban Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan. BENAR SALAH N0 PERTANYAAN 



















01.



Tanggal berapa hari ini ?



02.



16 Mei 2018 Hari apa sekarang ?



03.



Rabu Apa nama tempat ini ?



04.



Rumah Sakit Dimana alamat anda ?



05.



Gg. Patri Kel.Sitirejo II no 8 Berapa umur anda ? 65 Tahun



15



















06.



Kapan anda lahir ? (minimal tahun lahir)



07.



1956 Siapa presiden Indonesia sekarang ?



08.



Jokowi Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?



09



SBY Siapa nama kecil ibu anda ? Tukini



10







Kurang 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari tiap angka baru semua secara menurun. 20 , 17, 14, 11



Total : 10 score Interprestasi data    



Salah 0 – 2 Salah 3 – 4 Salah 5 – 7 Salah 8 – 10



: Fungsi intelektual utuh : Kerusakan intelektual ringan : Kerusakan intelektual sedang : Kerusakan intelektual berat



9. Pengkajian Status Mental Identifikasi aspek kognitif dari fungsi metal dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam) yaitu Orientasi, Registrasi, Perhatian, Kalkulasi, Mengingat kembali, dan Bahasa. ASPEK



NILAI



NILAI



N0



KRITERIA KOGNITIF



MAKS



KLIEN Menyebutkan dengan benar



1.



2.



Orientasi



Orientasi



5



5



1. Tahun : 2021 2. Musim : hujan 3. Tanggal : 08 4. Hari : Jumat 5. Bulan : Oktober Dimana kita sekarang berada ?



5



1. Negara : Indonesia 2. Provinsi : DKI Jakarta 3. Kota : Jakarta Pusat 4. PSTW : Johar baru 5. Panti : Werdha Sebutkan nama 3 objek (oleh pemeriksa) 1 detik untuk mengatakan masing-masing objek. Kemudian tanyakan kepada klien 3



5



16



3.



Registrasi



3



3



4



Perhatian dan kalkulasi



5



5



5



Mengingat



3



3



6



Bahasa



9



9



objek tadi (untuk disebutkan) 1. Objek 1 : Meja 2. Objek 2 : Kursi 3. Objek 3 : Televisi Minta klien untuk memulai dari angka 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali atau tingkat 1. 93 2. 84 3. 79 4. 71 5. 65 Minta klien untuk mengulangi ketiga objek pada No.2 (Registrasi) tadi. Bila benar, 1 point untuk masing-masing objek. 1. Objek 1 : Meja 2. Objek 2 : Televisi a. Tunjukkan pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien (Misal jam tangan, pensil) 2 angka) b. Minta klien untuk mengulang kata berikut “jika tidak dan atau tapi” (Bila benar 1 point) c. Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah “Ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh dilantai” 1. Ambil kertas ditangan anda 2. Lipat dua 3. Taruh di lantai ( 2 angka ) d. Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktivitas sesuai perintah point 1 ) “pejamkan mata anda”. e. Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat menyalin c. gambar (1 angka )



Hasil : 30 Score Interpretasi hasil : 24 – 30 : Normal 17 – 23 : Probable gangguan kognitif 0 – 16 : Definitif gangguan kognitif



17



10. Pengkajian Status Sosial NO



ITEMS PENILAIAN



SELALU (2)



KADANG-



TIDAK



KADANG



PERNAH



(1) √



(0)



1



A : Adaptasi



2



Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga ( teman-teman ) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya P : Partnership







3



Saya puas dengan cara keluarga ( teman-teman ) saya membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah saya. G : Growth







4



Saya puas bahwa keluarga ( teman-teman ) saya menerima & mendukung keinginan saya untuk melakukan aktifitas atau arah baru. A : Afek







5



Saya puas dengan cara keluarga ( temanteman ) saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosiemosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai. R : Resolve







Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya menyediakan waktu bersamasama mengekspresikan afek dan



18



berespon JUMLAH



5



Hasil : 5 score Keterangan :  



Nilai : 0-3 : Disfungsi keluarga sangat tinggi Nilai : 4-6 : Disfungsi keluarga sedang



11. Pengkajian Fisik a. Keadaan Umum



: Baik



b. Tanda – tanda Vital -



Suhu Tubuh



: 36.8 C



- Tekanan Darah



: 140/70 mmhg



-



Nadi



: 78x/menit



-



Pernapasan



: 18 x/menit



-



Skala nyeri



: Skala 3



-



Tinggi badan



: 150 cm



-



Berat badan



: 60 kg



c. Pemeriksaan Head to toe Kepala dan Rambut -



Bentuk



: Normal , Berbentuk bulat.



-



Ubun – ubun



: Ada



-



Kulit kepala



: Bersih , tidak ada Ketombe



Rambut -



Penyebaran dan keadaan rambut: Rapi , rambut lebat, ikal, ada uban



-



Bau



-



Warna Kulit



-



: Tidak ada : Kuning langsat Wajah



Warna Kulit Struktur Wajah kelainan mata



: Kuning langsat :Bulat, tidak ada



-



Kelengkapan dan kesimetrisan: 2 buah bola mata dan simetris



-



Palpebra



: Terbuka



-



Konjungtiva dan sclera



: Tidak Pucat



-



Pupil



: Simetris



-



Cornea dan iris



: Adanya sedikit kekeruhan lensa



Hidung -



Tulang hidung



: Simetris , normal



-



Lubang Hidung



: Lengkap , ada 2 lubang



19



-



Cuping hidung



: Normal



Telinga -



Bentuk Telinga



: Simetris , lengkap ada 2 daun telinga



-



Ukuran Telinga



: Kecil



-



Lubang Telinga



: Bersih



-



Ketajaman Pendengaran



-



Keadaan Bibir



: Tidak kering



-



Keadaan Gusi dan Gigi lengkap



: Gusi dan gigi bersih, gigi



-



Keadaan Lidah



: Normal Leher



-



Posisi Trachea



: Simetris



-



Thiroid pembengkakan



: Normal , tidak ada



-



Suara



: Bersih



-



Kelenjar Limfe



: Ada



-



Denyut nadi karotis



: Normal, masi teraba



: Masih Baik Mulut dan Faring



Pemeriksaan Integumen -



Kebersihan



: Baik



-



Kehangatan



: Kulit terasa hangat.



-



Warna



: Kuning langsat



-



Turgor



: Normal



-



Kelembapan



: Kulit lembab



-



Kelainan Pada Kulit



: Adanya bintik hitam



karena proses Menua. Pemeriksaan Thoraks/Dada



-



Inspeksi thoraks (Normal,burelchest,funnelchest,pigeonchest,failchest,kifos Koliasis)



-



Pernafasan (Frekuensi,irama) : Normal , tidak sulit dalam bernafas



-



Tanda Kesulitan Bernafas



: Tidak



ada Pemeriksaan Paru -



Palpasi Getaran Suara



: Tidak dilakukan



-



Perkusi



: Tidak dilakukan



-



Auskultasi(Suara nafas,suara : Tidak dilakukan Pemeriksaan Ucapan,suara tambahan)



Pemeriksaan Jantung -



Inspeksi simetris



: Kedua belah dada normal,



-



Palpasi tambahan



: Normal, Tidak ada bunyi



-



Perkusi



: Normal, Terdengar suara resonan



-



Auskultasi



: Normal, Terdengar



20



suara broncial Pemeriksaan Abdomen -



Inspeksi ( Bentuk,benjolan) : Normal, tidak ada benjolan



-



Auskultasi



: Tidak terdengar kelainan



-



Palpasi (Tanda nyeri tekan



: Tidak adanya



pembesaran Hepar /limfa Benjolan,ascites,hepar,lien)



-



Perkusi (Suara abdomen)



: Normal



12. Pola Kebiasaan Sehari – hari a. Pola Makan dan Minum -



Frekuensi makan / hari



: 3 x Sehari



-



Nafsu / Selera makan



: Baik dan Normal



-



Nyeri Ulu hati



: Tidak ada



-



Alergi



: Tidak ada



-



Mual dan Muntah



: Tidak ada



-



Waktu Pemberian makan



: Teratur dan tepat waktu



-



Jumlah dan Jenis makan



: 1 Porsi makan dengan nasi Putih



dan lauk



-



Waktu pemberian minum



: Setiap saat apabila haus



-



Masalah Makan minum



: Tidak ada masalah



b. Perawatan Diri / Personal hygiene -



Kebersihan Tubuh



: Bersih, tidak tampak kotoran,rapi



-



Kebersihan Gigi dan Mulut : Bersih, Tidak berbau



-



Kebersihan Kuku kaki/tangan: Bersih, kuku tidak panjang



c. Pola Kegiatan / Aktivitas - Uraian Kegiatan Klien untuk 1. Mandi



: : Dilakukan 2 x sehari dengan



mandiri



2. Makan mandiri



: 3x sehari dilakukan secara



3. Eliminasi



: Dilakukan secara mandiri



4. Ganti Pakaian



: Dilakukan secara mandiri



- Uraian aktivitas Ibadah sholat wajib .



: Klien setiap hari mengerjakan



13. Pola Eliminasi a. BAB -



Pola BAB



: Kurang lebih 4-6 kali seminggu



-



Karakter Feses



: Normal , Lembek dan berwarna



Kuning



-



Riwayat Perdarahan



: Tidak Pernah



-



Diare



: Tidak ada



a. BAK -



Pola BAK



: Kurang lebih 3 – 6 Kali sehari



-



Karakter Urine



: Normal, Bau tidak menyengat



21



-



Nyeri/Rasa terbakar/sulit BAK: Tidak ada



-



Riwayat Penyakit Ginjal



: Tidak ada



ANALISA DATA



NO 1



Masalah



Data Ds : Tn. W mengatakan sering terbangun pada tidur malam. Karna nyeri lutut, klien mengatakan memiliki riwayat rematik. Do :



-



-



-



Mata tampak sayu



-



Terdapat lingkar hitam pada sekitar bola mata



-



Terkadang menguap



-



Klien tampak lelah



Keperawatan Gangguan Pola Tidur



TD : 140/70 mmhg -



N : 78 x/ menit



-



RR : 18 x/ menit



S : 36,8 c



Waktu tidur setelah mengalami gangguan 23.00-03.00 wib 2



Ds : Tn. W mengatakan adanya nyeri pada bagian lutut dan dirasakan pada saat bangun tidur, ketika berdiri dan duduk. Do : TD : 140/90 mmhg Nadi : 78x/menit Suhu : 36,8 c Respirasi : 15x/ menit



22



Nyeri Akut



Tn.W tampak memegangi kakinya. Meringis kesakitan Skala nyeri 5 Cek asam urat 8 mg/dl



B.Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan Pola Tidur pada Tn. W dengan masalah nyeri rematik 2. Nyeri Akut pada Tn.W disebabkan oleh penyakit rematiknya



NO



1



C.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Dix Tujuan Intervensi Keperawatan Gangguan Pola Tidur



Setelah dilakukan Dukungan Tidur tindakan



Observasi



keperawatan







Identifikasi pola aktivitas dan tidur



2x 24 jam







Identifikasi factor pengganggu tidur



diharapkan







Identifikasi makanan dan minuman



gangguan tidur tidak



yang mengganggu tidur Terapeutik



terjadi.







Modifikasi lingkungan



Dengan







Fasilitasi menghilangkan stress



kriteria hasil : 



Klien dapat tidur,



sebelum tidur 



Edukasi 



nyaman dan rileks. 















Tetapkan jadwal rutin tidur Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit







Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur







Anjurkan menghindari makanan dan minuman yang mengganggu



2



Nyeri akut



Setelah dilakukan intervensi



23



tidur Manajemen Nyeri Observasi



hasil



yang







diharapkan :



Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas



- Tn.W



nyeri



melaporkan rasa







Identifikasi skala nyeri



kesemutan







Identifikasi factor yang



dan



nyeri



pada



sendi



memperberat dan memperingan nyeri



berkurang -Tn.



W



dapat



merasa



Terapeutik 



Berikan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



nyaman, tanpa



rasa



ngilu



dan



nyeri pada







Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri







kaki.



Fasilitasi istaraht dan tidur Edukasi







Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri







Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi







Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



24



BAB IV PENUTUP



A. KESIMPULAN Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012). Perubahan yang terjadi pada lansia menurut Kholifah (2016) yaitu perubahan pada fisik lansia. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup (Aspiani, 2014). Faktorfaktor yang Memengaruhi Tidur Lansi, yaitu obat dan substansi, gaya hidup, pola tidur yang lazim, lingkungan, latihan dan kelelahan, makanan dan asupan kalori, stres psikologis da stres emosional



B. SARAN Oleh karna itu kita sebagai mahasiswa keperawatan harus mempelajari serta memahami gangguan istirahat tidur pada lansia.



25



DAFTAR PUSTAKA Maryam Siti.R, dkk (2010) Asuhan Keperawatan Pada Lansia, Trans Info Media Jakarta Nugroho Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC http://repository.poltekkes-kdi.ac.id diakses tanggal 02 oktober 2021 http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v7i4.51 diakses tanggal 09 oktober 2021



26



LAMPIRAN Dererminan Insomnia pada Lanjut Usia Determinant of Insomnia on Elderly Andi Zulkifli Abdullah* A. Arsunan Arsin* Muhammad Yahya** *Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, **Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Bolango Abstrak Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lanjut usia (lansia) dengan prevalensi sekitar 67%. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara kecemasan, depresi, dukungan keluarga, dan kondisi lingkungan dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Penelitian ini meng- gunakan desain studi observasional dengan rancangan cross sectional dan metode exhausive sampling. Data dianalisis dengan uji chi square, koe- fisien phi (f) dengan a = 0,05. Sebanyak 96 lansia penghuni panti memenuhi kriteria penelitian. Uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecemasan (nilai p = 0,014; f = 0,251), depresi (nilai p = 0,019; f = 0,238), dukungan keluarga (nilai p = 0,000); f = 0,797), dan kondisi lingkungan panti (nilai p < 0,05; f = 0,238) dengan kejadian insomnia. Pemberian penyuluhan kepada keluarga lansia adalah salah satu kegiatan yang penting dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga lansia bahwa lansia tidak hanya sekadar diperhatikan kebutuhan fisiknya tetapi ju- ga kebutuhan psikologisnya. Kata kunci: Depresi, insomnia, kecemasan Abstract Insomnia is sleep disorder, most often found on elderly with high prevalence about 67%. The aim of this research is to prove the relation between anxiousness, depression, family support, and environmental condition with the occurence of insomnia at old ages in social institution Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa Regency. This research used an observasional study with cross sectional design, using the exhausive sampling method. Data were analysed by chi square test, phi coefficient with a = 0,05. About 96 elderly in social institution met the research criteria, chi square test indicates that there are relation between anxiousness (p value = 0,014); f = 0,251), ly of the elderly is one of the important activities to improve their knowledge to note not only elderly physical needs, but also their psychological needs. Keywords: Depression, insomnia, anxiousness ly of the elderly is one of the important activities to improve their knowledge to note not only elderly physical



27



needs, but also their psychological needs. Keywords: Depression, insomnia, anxiousness, Pendahuluan Populasi lanjut usia (lansia) yang hadir secara men- dadak dalam jumlah besar akan berimplikasi khusus ter- hadap dunia kesehatan. Pada tingkat lansia, individu banyak mengalami perubahan secara biologis, psikolo- gis, dan sosial, khususnya kemunduran berbagai fungsi dan kemampuan yang dahulu pernah dimiliki. 1 Proses penuaan antara lain perubahan penampilan fisik, penu- runan daya tahan tubuh, dan penurunan berbagai fungsi organ mengancam integritas lansia. Mereka juga harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicin- tai. Kondisi tersebut menyebabkan seorang lansia lebih rentan untuk mengalami berbagai masalah kesehatan ter- masuk gangguan tidur.2 Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20% _ 50% orang dewasa melaporkan gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia tergolong tinggi yaitu sekitar 67%. 3 Gangguan mental yang berhubungan erat dengan gang- guan tidur adalah kecemasan yang menyebabkan kesuli- tan mulai tidur, lama masuk tidur (lebih dari 60 menit), mimpi menakutkan, kesulitan bangun pagi, dan bangun di pagi hari kurang segar. Penelitian Epidemiologic Catchment Area di Amerika Serikat menemukan 25% lansia mengalami kecemasan yang disebabkan oleh gangguan tidur.5 Gangguan mental lain yang berhubungan dengan gangguan tidur adalah depresi yang dapat menyebabkan masuk tidur memerlukan waktu 15 – 60 menit, mimpi yang menyedihkan tentang kesendirian dan kesepian, ter- bangun dini hari dan sulit tidur kembali, serta merasa lesu ketika terbangun.4 Sekitar 85% dari pasien insom- nia tersebut mengalami satu atau dua skala Minnesota Multiphasic Personality Inventory yang cenderung meningkat ke arah patologi dan yang terbanyak adalah depresi.6 Sistem pendukung utama lansia adalah keluarga karena ketika menghadapi masalah, alternatif pertama tempat lansia meminta pertolongan adalah keluarga, setelah itu alternatif yang lain meliputi teman, tetangga, dan tempat pelayanan sosial. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa sekitar 35% lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa mengalami gangguan tidur karena kurang menda- pat dukungan keluarga.7 Lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan seperti suara gaduh, cahaya, dan temperatur. Penggunaan tutup telinga, tutup mata, dan alas tidur yang tidak nyaman dapat mengganggu tidur. Lansia dengan gangguan tidur, yang merupakan penye- bab morbiditas, mengalami peningkatan jumlah tidur pa- da siang hari sehingga memicu kecemasan dan depresi pada malam hari. Kekurangan tidur yang panjang dapat menyebabkan disorganisasi ego, halusinasi, dan waham.3 Data Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa pada akhir bulan Juli tahun 2007 mencatat bahwa dari 100 orang lansia penghuni panti terdapat 35 orang lansia yang mengeluhkan gangguan tidur.7 Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan antara kece- masan, depresi, dukungan keluarga, dan kondisi ling- kungan panti dengan kejadian insomnia pada lansia. Metode



28



Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa dengan pertimbangan banyak penghuni mengalami keluhan gangguan tidur dan populasi yang cukup be- sar. Populasi penelitian adalah semua lansia berumur 60 tahun ke atas dan sampel adalah semua lansia yang beru- mur 60 tahun ke atas dan menetap di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji saat penelitian dilaksanakan. Sam- pel ditarik menggunakan metode exhautive sampling dengan menjadikan semua lansia penghuni panti sebagai sampel. Sumber data meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dari wawancara terhadap lan- sia menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekun- der diambil dari profil Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji yang didapatkan dari instansi terkait. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni tahun 2008. Variabel yang diteliti meliputi variabel bebas yaitu kecemasan, depresi, dukungan keluarga, kondisi lingkungan panti; dan variabel terikat yaitu kejadian in- somnia. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis univariat untuk melihat gambaran deskriptif dari setiap variabel penelitian, dan analisis bivariat untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji chi square dan koefisien phi Hasil Distribusi penderita berdasarkan kelompok umur memperlihatkan bahwa lansia terbanyak pada kelompok umur 71 – 75 tahun (29,2%) dan 76 – 80 tahun (24,0%) serta yang terendah pada kelompok umur < 65 tahun (11,5%) (Tabel 1). Proporsi lansia yang mengalami kecemasan dan men- derita insomnia sekitar 86,4%. Analisis bivariat mene- mukan nilai p = 0,014 lebih kecil daripada nilai  (0,05) dan nilai  = 0,251. Hasil tersebut menyatakan hubungan yang lemah, kecemasan berkontribusi sekitar 25,1% terhadap kejadian insomnia. Selanjutnya, sekitar 88,1% lansia yang mengalami depresi menderita insomnia, nilai p = 0,024 lebih kecil daripada nilai . Hal tersebut meng- indikasikan hubungan depresi dengan kejadian insomnia, tetapi dengan nilai  = 0,230 menyatakan hubungan yang lemah. Depresi berkontribusi sekitar 23,0% terhadap kejadian insomnia. Sekitar 97,4% lansia yang tidak men- dapatkan dukungan keluarga menderita insomnia deng- an nilai p = 0,000 yang lebih kecil daripada nilai . Dengan demikian, dukungan keluarga berhubungan sangat kuat dengan kejadian insomnia berdasarkan nilai  = 0,797 yang berarti bahwa dukungan keluarga berkontribusi sekitar 79,7% terhadap kejadian insomnia. Selanjutnya, sekitar 92,2% lansia yang merasa terganggu dengan kondisi lingkungan panti menderita insomnia. Berdasarkan uji fisher didapatkan nilai p = 0,000 yang le- bih kecil daripada nilai . Temuan ini mengindikasikan hubungan yang secara statistik bermakna antara kondisi lingkungan panti dengan kejadian insomnia. Berdasarkan nilai  = 0,367 memperlihatkan bahwa hubungan tersebut Tabel 1. Distribusi Lansia Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur Jumlah Proporsi (%) ≤ 65 tahun 66 – 70 tahun 71 – 75 tahun 76 – 80 tahun ≥ 81 tahun



11 15 28 23 19



11,5 15,6 29,2 24,0 19,8



Total



96



100,0



29



Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 4, November 2012 Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Tahun 2008 Kabupaten Gowa Kejadian Insomnia Variabel Depresi Kecemasan Dukungan keluarga Lingkungan panti



Kategori



Ya



Tidak



Nilai p



N



%



N



%



Ya Tidak Ya Tidak Ya



70 9 59 20 20



86,4 60,0 88,1 69,0 62,5



11 6 8 9 12



13,6 60,0 11,9 31,0 37,5



0,014 0,251 0,024 0,251 0,367



Tidak Terganggu



75 4



97,4 2 21,1 15



2,6 78,9



0,000 0,797



Tidak terganggu



59



92,2



7,8



0,000



5



termasuk dalam kategori sedang. Kondisi lingkung- an panti diperkirakan berkontribusi 36,7% terhadap kejadian insomnia (Tabel 2). Pembahasan Kelemahan penelitian dengan desain cross sectional ini adalah penyebab tidak dapat dipastikan mendahului akibat, variabel depresi dan kecemasan tidak dapat dipastikan mendahului kejadian insomnia. Keadaan dapat terjadi sebaliknya bahwa insomnia menyebabkan kece- masan dan depresi. Kelemahan kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang.4 Gangguan mental yang berhubungan erat dengan kejadian insomnia adalah ke- cemasan yang menyebabkan kesulitan mulai tidur dan waktu masuk tidur lama (> 60 menit). Penderita mengalami mimpi menakutkan, sulit bangun pagi hari, serta merasa tidak segar. 8 Penelitian Epidemiological Catchment Area di Amerika Serikat menemukan sekitar 25% lansia mengalami kecemasan akibat gangguan tidur.5 Gejala-gejala kecemasan yang umum terjadi pada lansia adalah bicara cepat, meremas-remas tangan, bertanya berulang-ulang, tidak mampu berkonsentrasi atau tidak mengerti penjelasan, tidak mampu menyimpan berbagai informasi yang diberikan, gelisah, keluhan pada tubuh, serta kedinginan dan telapak tangan lembab. Kecemasan tentang masalah atau situasi pribadi menye- babkan seseorang menjadi tegang dan sering mengarah kepada frustrasi yang menyebabkan sulit tidur dan sering terbangun selama siklus tidur. Untuk mengatasi kece- masan dan kekhawatiran yang dialami lansia, penyebab yang mendasari perlu dibahas dan coba diungkap. Eliminasi penyebab dan pemberian rasa aman perlu diu- payakan dengan penuh empati. Apabila penyebab tidak ditemukan atau tidak jelas, sebaiknya diberikan berbagai alasan yang dapat diterima. Selain itu, dalam proses meyakinkan kembali dan menjelaskan kekhawatiran yang dialami perlu melibatkan anggota keluarga atau teman para lansia.9 Depresi adalah perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan, dapat berupa serangan yang ditun- jukkan pada diri sendiri atau perasaan marah yang men- dalam.4 Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang paling sering ditemukan pada lansia dengan gejalagejala meliputi gangguan tidur atau cepat terbangun pa- da dini hari; kelelahan, lemas, dan kurang menikmati ke- hidupan sehari-hari; mengabaikan kebersihan dan



30



ke- rapihan diri; cepat marah dan tersinggung; topik pem- bicaraan yang pesimis atau putus asa; nafsu makan berkurang atau hilang sehingga berat badan menurun cepat; dalam pembicaraan cenderung menyatakan ingin bunuh diri.6 Mengenal depresi pada lansia memerlukan kete- rampilan dan pengalaman karena manifestasi gejala de- presi klasik seperti perasaan sedih, kurang semangat, kehilangan minat, hobi atau aktivitas menurun sering tidak muncul. Lansia yang mengalami depresi dapat menge- luhkan suasana hati yang menurun, tetapi kebanyakan menyangkal suasana hati depresi. Gejala yang sering ter- lihat adalah hilang tenaga, hilang rasa senang, tidak da- pat tidur atau keluhan rasa sakit. Gejala depresi yang se- ring tampil adalah kecemasan, gejala fisik, mencela diri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. Penelitian Minnesota Multiphasic Personality Inventory terhadap para pen- derita dengan keluhan utama insomnia ternyata meng- hasilkan 85% pasien insomnia dengan 1 atau 2 skala MMPI cenderung meningkat ke arah patologis dan yang terbanyak adalah depresi. Tindakan untuk mengatasi de- presi pada lansia antara lain meluangkan waktu untuk bercakap-cakap bersama lansia, memberi motivasi bahwa peristiwa yang dialami dapat membawa manfaat dan da- pat ditanggulangi dengan baik, serta melibatkan anggota keluarga mengenai peristiwa yang dialami lansia. 9 Depresi dapat menjadi penyebab atau sebaliknya justru menjadi akibat atau dapat juga merupakan kausalitas melingkar yang dapat diketahui melalui studi literature atau penelitian lebih lanjut dengan desain longitudinal. Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi lansia. Apabila terjadi suatu masalah, keluarga menjadi tujuan pertama lansia untuk meminta pertolongan, setelah itu teman dan tetangga, sedangkan tempat pelayanan sosial merupakan pilihan terakhir.10 Selain itu, dukungan keluarga dalam kehidupan lansia sangat penting terutama jika terjadi perubahan fisik atau fungsi mental lansia dan keluarga memegang tanggung jawab untuk meno- long lansia mengidentifikasi masalahnya dari berbagai sumber. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam me- laksanakan peran anggota keluarga terhadap lansia yaitu mempertahankan kehangatan keluarga, bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia, serta tidak diang- gap sebagai beban.9 Kondisi Lingkungan Panti Perpindahan tempat tinggal bagi lansia merupakan pengalaman traumatis karena pindah tempat berarti mengubah berbagai kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh lansia di lingkungan tempat tinggal. Selain itu, deng- an pindah tempat tinggal berarti lansia kehilangan teman dan tetangga yang selama ini berinteraksi serta membe- rikan rasa aman pada lansia. Kondisi ini tidak dialami oleh semua lansia karena pindah tempat tinggal yang te- lah dilakukan dengan persiapan yang memadai dan perencanaan yang matang terhadap lingkungan baru bagi lansia diperkirakan berdampak positif bagi kehidupan lansia. Lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang mempunyai tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasa mereka alami.9 Suara yang lembut sering memudahkan memulai tidur, sementara suara yang keras dapat membangunkan pada tahap tidur stadium tiga dan empat. Beberapa orang membutuhkan ketenangan, sedangkan sebagian lainnya lebih menyukai suara yang lembut sebagai latar belakang untuk memulai tidur seperti musik yang lembut. Suara di panti biasanya asing dan menciptakan masalah bagi lan- sia seperti sulit memulai tidur dan mudah terbangun. Sekitar 45% lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa mengalami gang- guan tidur karena kurang



31



dukungan keluarga.7 Agar kon- disi lingkungan panti tetap kondusif bagi lansia diper lukan modifikasi lingkungan antara lain menciptakan suasana tenang dan nyaman, menggunakan cahaya yang agak redup, dan menghindari cahaya langsung. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis bi- variat memperlihatkan hubungan yang secara statistik bermakna antara kecemasan depresi, dukungan keluarga, dan kondisi lingkungan panti dengan kejadian insomnia pada kelompok lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penyusunan program kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Pemberian penyuluhan kepada keluarga lansia meru- pakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mening- katkan pengetahuan keluarga bahwa lansia membutuhkan tidak hanya perhatian pada kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan psikologis. Daftar Pustaka 1. Surilena. Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi pada lansia di Jakarta. Majalah Kedokteran Damianus. 2006; 5 (2): 115-29. 2. Stanley M, Beare GP. Buku ajar keparawatan gerontik. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2007. 3. Amir N. Gangguan tidur pada lanjut usia diagnosis dan penatalaksanaannya. Cermin Dunia Kedokteran. 2007; 34 (4/157): 196. 4. Nugroho W. Keperawatan gerontik. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2004. 5. Henuhili S, Wibisono S, Pleyte EH, Prihartono J. Proportion of mental disorders among the elderly residence of Sasana Tresna Werda yayasan Karya Bakti Ria Pembangunan Cibubur. Majalah Kedokteran Indonesia. 2005; 55 (10): 639-49. 6. Hardiman A. Insomnia: suatu tinjauan kesehatan jiwa. Majalah Dokter Keluarga. 2004; 8 (2): 107-12. 7. Barangkau. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia di PSTW Gau Mabaji Gowa [skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2007. 8. Gunawan. Gangguan sakit tidur (insomnia). Jakarta: Kanisius; 2001. 9. Maryam RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika; 2008. 10.Jusni S. Buku pedoman kesehatan jiwa. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2003.



32