15 0 185 KB
LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.K DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) DI RUANG FLAMBOYAN RSUD RAA SOEWONDO PATI Disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh : Nama
: Daimatun Ni’mah
Nim
: 920173107
Prodi
: Profesi Ners
PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS TAHUN AJARAN 2021 Jl. Ganesha 1 Purwosari Kudus Telp. 0291-4372
A. PENGERTIAN Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu kegagalan fungsiginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif yang ditandai dengan penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik) di dalam tubuh (Muttaqin & Sari, 2011). Penyakit ginjal kronik adalah keadaan dimana terjadi kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah, serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal (Nursalam & Batticaca, 2011). Penyakit ginjal kronik merupakan akibat terminal destruksi jaringan
dan
kehilangan fungsi ginjal yang berlangsung secara berangsur – angsur yang ditandai dengan fungsi filtrasi glomerulus yang tersisa kurang dari 25% (Kowalak, Weish, & Mayer, 2011). Kesimpulan definisi penyakit ginjal kronik (PGK) berdasarkan beberapa sumber diatas adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan atau kerusakan fungsi kedua ginjal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit serta lingkungan dalam yang cocok untuk bertahan hidup sebagai akibat terminal dari destruksi atau kerusakan struktur ginjal yang berangsur – angsur, progresif, ireversibel dan ditandai dengan penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik), limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah dan fungsi filtrasi glomerulus yang tersisa kurang dari 25% serta komplikasi dan berakibat fatal jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. B. ETIOLOGI CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit komplikasi yang bisa menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal (Muttaqin & Sari 2011). Menurut Robinson (2013) dalam Prabowo dan Pranata (2014) penyebab CKD, yaitu: 1. Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis) 2. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis) 3. Kelainan vaskuler (renal nephrosclerosis) 4. Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
5. Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus) 6. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida) C. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang seiring waktu jika kerusakan ginjal berlangsung lambat. Tanda dan gejala penyakit ginjal menurut (Kardiyudiani & Brigitta 2019) mungkin termasuk: 1. Mual 2. Muntah 3. Kehilangan nafsu makan 4. Kelelahan dan kelemahan 5. Masalah tidur 6. Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil 7. Otot berkedut dan kram 8. Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki 9. Gatal terus menerus 10. Nyeri dada jika cairan menumpuk di dalam selaput jantung 11. Sesak napas jika cairan menumpuk di paru-paru 12. Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan D. PATHOFISIOLOGI Menurut Suzanne & Bare dalam Milnawati (2019) menyatakan patofisiologi dari CKD adalah sebagai berikut: Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguria timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat. 1. Gangguan klirens ginjal Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk
pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti steroid. 2. Retensi cairan dan ureum Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. 3. Asidosis Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. 4. Anemia Anemia timbul sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas. 5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolism kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun 6. Penyakit tulang uremik Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
E. PATHWAY Gagal Ginjal
Proses pembengkakan hemodialisa kaki dan kontinyu pergelangan kaki Tindakan Invasif beruang Nyeri Akut
Gangguan Reabsorbsi
Hiponatremia
Hipernatremis
Vol. vasikuler menurun
Retensi Cairan
Informasi inadekuat
Volume Vaskuler meningkat Hipotensi
Ansietas Kesulitan Tidur
Perfusi turun
Permeabilitas kapiler meningkat
Stres Defisiensi energy sel
Oedema
Intoleransi Aktivitas
Stagnansi vena
Edema Pulmonal
Ekspansi paru turun
HCL Meningkat Gangguan Pola Tidur Mual dan Muntah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
Kerusakan Jaringan Kulit
Infiltrasi
Dipsnea
Ketidakefektifan Pola Nafas
Retensi CO₂ Gangguan Pertukaran Gas
Asidosis respiratorik
Sumber: Prabowo, Eko & Pranata, A.E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.Yogyakarta: Naha Medika
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Berikut adalah pemeriksaan penunjang pada pasien dengan CKD menurut (Nahas, 2010) 1. Urin Volume : biasanya kurang dari 400cc/24 jam atau tak ada (anuria) Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, Bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan Adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin Berat jenis; kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat Osmoalitas; kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal Tubular dan rasio urin/serum sering 1:1 Klirens kreatinin; menurun Natrium; lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu Mereabsorbsi natrium Protein; derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada 2. Darah BUN/kreatinine meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir Hb menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/db SDM; menurun, defisiensi eritropoitin GDA; asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2 Natrium serum; rendah Kalium; meningkat Magnesium; meningkat Kalsium; menurun Protein (albumin); menurun 3. Osmolalitas serum; lebih dari 285 mOsm/kg 4. Pelogram retrograd; abnormalitas pelvis ginjal dan ureter 5. Ultrasono ginjal; menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi; untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif 7. Arteriogram ginjal; mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa 8. EKG; ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. 9. Foto polos abdomen; menunjukkan ukuran ginjal/ureter /kandung kemih dan adanya obstruksi (batu). GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault: Laki - Laki GFR=( 140−UMUR ) X BB(KG )¿
¿ 72 X KREATININ SERUM ( MG/ DL)
Wanita GFR=
(140−UMUR ) X BB(KG) X5 72 X KREATINI SERUM (MG/ DL) Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin yaitu: kreatininurin
bersihan kreatinin=
( mgdl ) Vol urin ( ml24 jam )
¿ ¿ mg Kreatinin Serum x 1440 menit dl
( )
Nilai Normal Laki – Laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2 Wanita
: 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2
G. PENATALAKSANAAN Berikut adalah penatalaksanaan Medis menurut Nahas (2010): 1. Konservatif a. Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan, urine serta pencatatan keseimbangan cairan. c. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein (20-240 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia serta menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam. d. Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi. e. Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari pemasukan kalium yang banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretic hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG. 2. Dialysis a. Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis). b. Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan: 1) AV fistule: menggabungkan vena dan arteri 2) Double lumen: langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung) Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
3. Operasi a. Pengambilan batu b. Transplantasi ginjal H. PENGKAJIAN 1. Pengkajian Keperawatan Menurut Prabowo (2014), Pengkajian Keperawatan pada Pasien dengan CKD: a. Identitas Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut. b. Keluhan utama: sangat bervariasi, keluhan berupa urine output menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan zat sisa metabolisme/toksik dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi. c. Riwayat penyakit sekarang: Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran, penurunan pola nafas karena komplikasi dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu, karena berdampak pada metabolisme, maka akan terjadi anoreksia, nausea, dan vomit sehingga beresiko untuk terjadi gangguan nutrisi. d. Riwayat penyakit dahulu: informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis, infeksi kuman; pyelonefritis, ureteritis, nefrolitiasis, kista di ginjal: polcystis kidney, trauma langsung pada ginjal, keganasan pada ginjal, batu, tumor, penyempitan/striktur, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi, infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis, preeklamsi. e. Riwayat Kesehatan keluarga. Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular atau menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit
ini. Namun
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit tersebut bersifat herediter. f. Pola Pengkajian Fungsional (Virginia Hunderson) 1) Pola Pernafasan Gejala : Napas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum Tanda : Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul; Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru) 2) Pola Nutrisi Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi); Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia). Tanda
: Distensi
abdomen/ansietas,
pembesaran
hati
(tahap akhir);
Perubahan turgor kuit/kelembaban; Edema (umum, tergantung); Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah; Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga. 3) Kebutuhan Eliminasi Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut); Abdomen kembung, diare, atau konstipasi. Tanda : Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan; Oliguria, dapat menjadi anuria. 4) Kebutuhan bergerak dan mempertahankan postur tubuh Tanda; kelemahan otot; kehilangan tonus; penurunan rentang gerak 5) Kebutuhan tidur dan istirahat Gejala
:
Kelelahan
ekstrem;
kelemahan
malaise;
(insomnis/gelisah atau somnolen) 6) Kebutuhan rasa Aman dan Nyaman Gejala : Nyei panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah 7) Kebutuhan berpakaian Kebutuhan Berpakaian dibantu oleh perawat dan Keluarga
Gangguan
tidur
8) Kebutuhan mempertahankan Suhu Tubuh dan sirkulasi 9) Pola Personal Hygiene Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minumsuplemen, kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus. 10) Kebutuhan Komunikasi dengan orang lain Gejala: Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga. 11) Kebutuhan Spiritual Gejala : Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain; Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan. Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian. 12) Kebutuhan Bekerja Tidak mampu bekerja. 13) Kebutuhan Bermain dan rekreasi Tidak Mampu untuk meninggalkan ruangan 14) Kebutuhan Belajar Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria; Riwayat terpajan pada toksin,
contoh
obat,
racun
lingkungan; Penggunaan antibiotik retroteksik saat ini berulang. I. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Oedema Pulmonal ditandai dengan Dipsnea. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan diet kurang ditandai dengan kehilangan nafsu makan.
4. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai oksigen 5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan status metabolik sekunder 6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru 7. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis 8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan factor penyakit J. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA
1.
Intoleransi aktivitas
HASIL Setelah dilakukan etaboli
b.d ketidak
keperawatan diharapkan
pembatasan klien dalam
seimbangan antara
pasien dapat meningkatkan
melakukan aktivitas
suplai dan
aktivitas yang dapat
kebutuhan oksigen
ditoleransi dengan kriteria hasil : 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
INTERVENSI 1. Observasi adanya
2. Kaji adanya etabo yang menyebabkan kelelahan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat 4. Monitor pasien akan
disertai peningkatan
adanya kelelahan fisik dan
tekanan darah, nadi dan
emosi secara berlebihan
RR 2. Mampu melakukan
5. Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas sehari hari
aktivitas (takikardi,
(ADLs) secara mandiri
disritmia, sesak nafas,
3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
etabolic s, pucat, perubahan hemodinamik) 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan etabol terapi yang tepat. 8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas 2.
Ketidakefektifan pola
yang mampu dilakukan Setelah dilakukan Tindakan 1. Monitor Pernafasan
nafas Keperawatan
berhubungan
status pernafasan klien dapat
dengan
Oedema
Pulmonal
ditandai Krieria Hasil:
dengan Dipsnea.
diharapkan 2. Monitor Kecepatan, irama,
etabol
stabil,
dan kedalaman pernafasan.
dengan 3. Monitor tanda tanda vital 4. Monitor status pernafasan
1. Mendemonstrasikan batuk 5. Auskultasi suara nafas efektif dan suara nafas 6. Catat Perubahan saturasi yang bersih, tidak ada sianosis
dan
(mampu
okseigen.
dyspnea 7. Edukasi
mengeluarkan
pasien
fisioterapi dada.
sputum, mampu bernafas 8. Kolaborasikan dengan mudah, tidak ada
tenaga
pursed lips)
mengenai
2. Menunjukkan jalan nafas
dalam dengan
etabolic
lain
pernafasan
pasien.
yang paten (klien tidak merasa
tercekik,
nafas,
irama
frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan 3.
Ketidakseimbangan
darah, nadi, pernafasan) Setelah dilakukan Tindakan 1. Tentukan status gizi pasien
nutrisi kurang dari Keperawatan
diharapkan
kebutuhan
tubuh pasien
berhubungan
dapat 2. Identifikasi adanya alergi
mempertahankan
masukan 3. Tentukan
jumlah
dengan asupan diet nutrisi yang adekuat dengan
dan
kurang
dibutuhkan klien
ditandai Kriteria Hasil:
dengan kehilangan nafsu makan.
kalori
nutrisi
yang
1. Berat badan ideal sesuai 4. Atur diet yang diperlukan. dengan tinggi badan
5. Anjurkan
2. Mampu
pasien
terkait
diet
untuk
pasien
makan
kebutuhan
mengidentifikasi
kondisi sakit.
kebutuhan nutrisi
6. Anjurkan
3. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
sedikit tapi sering 7. Manajemen Nutrisi 8. Kolaborasi dengan ahli gizi
4.
Ketidak
efektifan Setelah dilakukan Tindakan 1. Monitor
perfusi
jaringan Keperawatan
perifer berhubungan perfusi dengan
penurunan
suplai oksigen
diharapkan
jaringan
etabol
kaki
efektif.dengan
refill terlambat, nadi lemah, sangat
kapiler
jari
kapiler
dalam
haus,
adanya
sumber
jari
kehilangan
cairan
kisaran
(misalnya,
perdarahan,
muntah,
3. Suhu kulit ujung kaki tangan
membrane
mukosa kering 2. Monitor
normal dan
tanda dehidrasi (misalnya., turgor kulit buruk, capillary
dalam kisaran normal 2. Pengisian
tanda-
perifer
kriteria hasil: 1. Pengisian
adanya
dalam
kisaran normal
yang
diare,
berlebihan,
dan
takpnea) 3. Posisikan
4. Kekuatan denyut nadi
keringat
untuk
perfusi
perifer
karotis (kanan) dalam 4. Monitor tanda-tanda vital rentang normal
5. Monitor
5. Kekuatan denyut nadi karotis
(kiri)
rentang normal
dalam
nadi,
tekanan
suhu,
dan
darah, status
pernapasan 6. Monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban 7. Monitor
sianosis
sentral
dan perifer 8. Identifikasi
kemungkinan
penyebab perubahan tanda 5.
Kerusakan integritas Setelah dilakukan Tindakan kulit
berhubungan Keperawatan
dengan
pruritas, pasien
gangguan
diharapkan
terhindar
status gangguan
etabolic sekunder
tekstur, kondisi kulit atau
integritas menjaga
memperlihatkan
cara
perawatan kulit factor
resiko
gangguan integritas kulit 4. Kulit tidak kering dan gatal
ekskoriasi, dan infeksi 3. Observasi terhadap adanya petekie dan purpura area
yang
mengalami
edema 5. Observasi
kondisi
kulit
untuk klien yang memiliki 6. Observasi perawatan kulit
berkurang
klien, catat jenis sabun dan
Melaporkan
perubahan
sensasi atau nyeri area
Setelah dilakukan Tindakan gas Keperawatan
berhubungan
tidak
dengan edema paru
pertukaran
diharapkan
adanya gas
bahan pembersih lain yang digunakan, temperature air 7. Anjurkan
yang beresiko
pertukaran
terhadap
hambatan mobilitas
5. Hiperpigmentasi
Gangguan
2. Observasi
4. Observasi lipatan kulit dan
3. Menunjukan pemahaman
6.
luka kekeringan kulit, pruritus,
integritas kulit dengan
minimal sehari sekali untuk
integritas
akan
tentang
kulit
perubahan pada warna dan
permukaan kulit 2. Klien
kondisi
dari
kulit.dengan kriteria hasil: 1. Kembalinya
vital 1. Observasi
gangguan dengan
mandi
dan
menggunakan sabun 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 2. Lakukan bila perlu
fisioterpi
dada
kriteria hasil:
3. Auskultasi
1. Mendemonstrasikan
catat
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
bunyi
paru,
ada
suara
bila
tambahan paru 4. Perhatikan intake cairan 5. Monitor respirasi dan status O2
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih
6. Monitor pernapasan pasien 7. Monitor
rata-rata
kedalaman,
irama,
dan
usaha respirasi 8. Catat
pergerakan
amati
dada
kesimetrisan
penggunaan otot tambahan, retraksi
otot
supraclavicular 7.
Nyeri berhubungan
9. Monitor suara napas akut Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV keperawatan
dengan agen cidera nyeri biologis
diharapkan 2. Lakukan pengkajian nyeri
berkurang
dengan
secara
komprehensif
Kriteria hasil:
termasuk
lokasi,
1. Mampu mengontrol nyeri
karakteristik,
durasi,
2. Melaporkan bahwa nyeri
frekuensi,
berkurang
dengan
menggunakan
faktor presiptasi dari ketidaknyamanan
3. Mampu mengenali nyeri 4. Gunakan frekuensi, nyeri)
dan
3. Observasi reaksi nonverbal
manajemen nyeri (skala,
kualitas,
intensitas, dan
tanda
komunikasi untuk
teknik terapeutik mengetahui
pengalaman nyeri pasien 5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
6. Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri 7. Temukan
lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri
sebelum
pemberian obat 8. Cek intruksi dokter tentang jenis
obat,
dosis,
dan
frekuensi 8.
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola tidur pasien berhubungan dengan penyakit
keperawatan
diharapkan 2. Identifikasi
factor pasien dapat tidur dengan nyaman
dengan
pola
tidur
dan
durasi tidur pasien
1. Mampu
beristirahat 4. Jelaskan pentingnya tidur
sewaktu-waktu
yang adekuat pada klien
2. Merasakan kenyamanan 3. Mampu
gangguan pola tidur
Kriteria 3. Pantau
hasil:
penyebab
tidur
dan keluargan
dalam 5. Sesuaikan pola tidur pasien
rentang normal, 7-8 jam dalam sehari
dengan lingkungan 6. Ciptakan lingkungan yang tenang, bersih, nyaman dan meminimalkan
gangguan
tidur 7. Batasi jumlah pengunjung di lingkup ruangan rumah sakit 8. Berikan susu hangat pada pasien sebelum pasien tidur
DAFTAR PUSTAKA
Kardiyudiani & Susanti,Brigitta A.D. (2019). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Pustaka Baru Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Edisi: 10. EGC: Jakarta Prabowo, Eko & Pranata, A.E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta : Naha Medika Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas), (2018) Prevalensi kasus CKD di Indonesia dan NTT WHO (2015) Angka kejadian penderita CKD di dunia