Revisi Makalah Review Jurnal Internasional - Revisi KHP [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL “EFFECTS OF LEARNING PHYSICS USING AUGMENTED REALITY ON STUDENTS’ SELF-EFFICACY AND CONCEPTIONS OF LEARNING” (Kajian Hasil Penelitian Pendidikan Fisika)



Dosen Pengampu Mata Kuliah: Dr. Abdurrahman, M.Si Dr. Kartini Herlina, M.Si



Disusun Oleh Kelompok 7: Egi Dia Ekayani



(1913022002)



Indah Ardita Putri



(1913022012)



Nadiyah Daman Saputri



(1913022022)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2022



Anggota Kelompok



Egi Dia Ekayani (1913022002)



Indah Ardita Putri (1913022012)



ii



Nadiyah Daman S. (1913022022)



PRAKATA



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah membarikan rahmat dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan review jurnal yang berjudul “Effects of Learning Physics Using Augmented Reality on Students’ Self-Efficacy and Conceptions of Learning” sebagai salah satu tugas mata kuliah Kajian Hasil Penelitian Pendidikan Fisika tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih kami tujukan kepada Dr. Abdurrahman, M.Si., dan Dr. Kartini Herlina, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Kajian



Hasil



Penelitian Pendidikan Fisika atas bimbingannya selama ini, sehingga kami bisa menyelesaikan review jurnal ini dengan baik. Kami menyadari akan ketidaksempurnaan kami dalam mereview jurnal tersebut. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami perlukan guna perbaikan review di masa yang akan datang



Bandarlampung, 28 April 2022



Penulis



iii



DAFTAR ISI



COVER ............................................................................................................ i PRAKATA ..................................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................iv A. Identitas Artikel Jurnal ........................................................................ 1 B. Pendahuluan, Rumusan Masalah, Landasan Teori 1. Pendahuluan ....................................................................................... 2 2. GAP Analysis (Analisis Kesenjangan) .............................................. 3 3. Rumusan Masalah .............................................................................. 3 4. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4 5. Hipotesis ............................................................................................4 6. Landasan Teori....................................................................................4 C. Metodologi 1. Desain Penelitian................................................................................8 2. Tipe Penelitian ................................................................................... 9 3. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 9 4. Variabel Penelitian ............................................................................ 9 5. Instrumen Penelitian .......................................................................... 9 6. Perlakuan...........................................................................................10 7. Analisis Data dan Hasil .................................................................... 15 D. Pembahasan.........................................................................................18 E. Temuan ................................................................................................ 21 F. Kesimpulan ...........................................................................................21 G. Penelitian Ditujukan Untuk Siapa .................................................... 22 H. Referensi .............................................................................................. 22 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 23 LAMPIRAN



iv



A. Identitas Artikel Jurnal Jurnal yang dikaji berjudul “Effects of Learning Physics Using Augmented Reality on Students’ Self-Efficacy and Conceptions of Learning” yang ditulis oleh lima orang yakni sebagai berikut: 1. Su Cai dari Universitas Normal Beijing, China. 2. Changhao Liu dari Universitas Normal Beijing, China. 3. Tao Wang dari Universitas Kelautan China, China. 4. Enrui Liu dari Universitas Normal Beijing, China. 5. Jyh-Chong Liang dari Universitas Normal Nasional Taiwan, Taiwan. Nama jurnal ini adalah British Journal of Educational Technology dengan Volume 52 No 1 dan nomor halamannya adalah



235-251. Jurnal ini



diterbitkan pada tahun 2021 dengan ISSN 0001013, 14678535. Terdapat relevansi topik jurnal dengan karya lain dan bidang keahlian dari penulis yang dapat dilihat dari karya-karya yang dipublish oleh penulis Su Cai, Changhao Liu, Enrui Liu, dan Jyh-Chong Liang. Adapun karya-karya yang dipublish oleh penulis-penulis tersebut yang relevan dengan topik jurnal ini adalah sebagai berikut: 1. Su Cai yang penelitiannya membahas mengenai lingkungan belajar virtual 3D dan VR/AR dalam pendidikan relevan di beberapa judul jurnal, yaitu: Applications of Augmented Reality-Based Natural Interactive Learning ini Magnetic Fied Instruction, Using the Augmented Reality 3D Techinque for a Convex Imaging Experiment in a Physic Course, dan A Case Study of Augmented Reality Simulation System Application in a Chemistry Course. 2. Su Cai, Enru Liu, dan Jyh-Chong Liang yang penelitiannya membahas mengenai teknologi AR relevan di jurnal berjudul Tablet-Based AR Technology: Impacts on Students’ Learning Mathematics According to Their Self-Efficacy. 3. Jyh-Cong Liang yang membahas mengenai e-learning dan pembelajaran berbantuan teknologi relevan di beberapa judul jurnal yaitu: Exploring the Structure of Science Self-Efficacy: A model Built on High School Students’ Conceptions of Learning and Approaches to Learning in



1



Science, Undergraduate Students’ Conceptions of and Approaches to Learning in Biology: A study of Their Structural Models and Gender Differences, Scientific Epistemic Beliefs, Conceptions of Learning Science Among High School Students, dan Identyfing Taiwanese JuniorHigh School Students’ Mathematichs Learning Profiles and Their Roles in Mathematics Learning Sellf-Efficacy and Academic Performance.



Changhao Liu yang membahas mengenai model intruksional di lingkungan pembelajaran VR/AR relevan di jurnal berjudul Integrating Augmented Reality Technology to Enhance Children’s Learning in Marine Education.



B. Pendahuluan, Rumusan Masalah, Landasan Teori 1. Pendahuluan Pendidikan fisika saat ini bermetamorfosis dari pertukaran pengetahuan yang sederhana, diberikan dan



diterima



dalam



perkuliahan



dengan



meniru operasi eksperimental siswa menjadi menciptakan lingkungan bagi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyelidikan ilmiah dan memperoleh pengetahuan secara mandiri.



Di bawah konteks pedagogis, optik adalah salah satu topik yang lebih menantang dalam instruksi rutin. Beberapa faktor mungkin karena ada konsep dalam optik yang terlalu abstrak untuk dipahami siswa (Galili & Hazan, 2000; Mcdermott & Redish, 1999); Selain itu, ketika memperkenalkan optik, guru biasanya akan demonstrasi di kelas tentang sifat membutuhkan alat



dan



peralatan



optik,



melakukan yang



laboratorium



sebagian yang



rumit



seringkali sulit digunakan di ruang kelas karena berbagai



banyak besar yang alasan



praktis.



Namun, perangkat lunak komputer dan lingkungan eksperimen dapat memberikan kesempatan baru bagi pendidik dan siswa untuk



2



virtual



pembelajaran dan pengajaran berbasis inkuiri. Teknologi yang muncul seperti Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR), memimpin dengan mengubah materi abstrak menjadi pengetahuan interaktif, dan juga dengan menghadirkan pengetahuan abstrak sebagai konten dinamis yang terlihat, dapat didengar, dan dapat dipahami (Cai, Chiang, Sun, Lin , & Lee, 2017; Dunleavy, Dede, & Mitchell, 2009; Radu & Schneider,



2019).



Penelitian



ini



merancang



AROSE



(Augmented



Reality Optical Simulation Experiments) untuk memberikan peserta didik dalam lingkungan percobaan simulasi optik interaktif dan untuk mempromosikan



pengembangan



efikasi



diri



siswa



dan konsepsi



pembelajaran fisika.



2. GAP Analysis (Analisis Kesenjangan) Beberapa peneliti terdahulu lebih fokus pada peran teknologi AR dalam meningkatkan kinerja dan meningkatkan pembelajaran motivasi, hampir tidak mengeksplorasi mekanisme di balik teknologi tersebut. Dengen demikian, penelitian ini mencoba untuk menguji dampak dari teknologi AR yang diterapkan dalam pendidikan fisika pada efesiensi diri dan konsepsi belajar siswa, dan untuk mengungkapkan penyebab yang mendasari kemungkinan dari suatu fenomena.



3. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah efikasi diri belajar siswa



berubah



selama



proses



pembelajaran dalam pembelajaran AR lingkungan? Jika demikian, apa yang berubah? 2) Apakah konsepsi siswa tentang belajar berubah dalam proses pembelajaran mereka dalam lingkungan pembelajaran AR berubah? Jika demikian, apa yang berubah?



3



4. Tujuan Penelitian Lingkungan belajar berbasis Augmented Reality (AR) tidak hanya memberikan pendidik cara baru untuk menyajikan materi pembelajaran tetapi juga



memberikan



kesempatan



kepada



berinteraksi secara spontan dengan materi. Dengan



pembelajar



untuk



demikian,



tujuan



utama penelitian ini, yaitu berfokus pada mekanisme di balik promosi motivasi inkuiri, seperti efek AR pada efikasi diri



pelajar



dan



konsepsi pembelajaran.



5. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini, yaitu lingkungan belajar berbasis AR dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih dalam, teknologi AR memiliki efek



positif



yang



signifikan



pada



penguatan



self-efficacy siswa,



mempromosikan konsepsi tingkat yang lebih tinggi dan konsepsi



tingkat



yang



lebih



rendah,



AR



memiliki



penurunan keunggulan



komparatif untuk belajar melalui Flash, bentuk lain dari pendidikan teknologi dalam pengajaran & pembelajaran di kelas



6. Landasan Teori Potensi edukatif dan aplikasi AR dalam pembelajaran fisika Meskipun lingkungan belajar berbasis AR adalah ide yang muncul, banyak fitur-fiturnya tidak pernah berakar dalam prinsip-prinsip klasik pendidikan



dan



teori-teori



psikologi



pembelajaran.



Misalnya,



(1)



Behaviorisme klasik menganggap belajar adalah formula yang mengikat rangsangan-respons (SR), di mana rangsangan direaksikan terhadap pembelajaran yang diselesaikan dan diinternalisasi (Watson, 1913). Dalam lingkungan pembelajaran virtual AR, pembelajar pertama-tama berinteraksi dengan lingkungan, dengan cepat menerima umpan balik, dan kemudian, memutuskan langkah selanjutnya berdasarkan umpan balik, oleh karena itu, membangun hubungan antara rangsangan dan respons yang terpapar; (2) Lingkungan belajar virtual AR berisi toolkit konstruksi



yang



kaya,



banyak



4



tempat pertunjukan



dan



lebih



menekankan kontrol diri pelajar. Ini konsisten dengan visi dan praktik Piaget tentang “memindahkan laboratorium ke 1962) dan juga sesuai dengan



pandangan



dalam



Jonassen



kelas”



(Piaget,



“Belajar



adalah



sebuah pengalaman dunia nyata” teori belajar konstruktivis (Jonassen, 1994). Oleh karena itu, kemunculan AR terletak di dalam cabangcabang pendidikan klasik dan aplikasinya. AR dalam pendidikan fisika, khususnya, bukan tanpa



pendahulu,



karena banyak sarjana menyelidiki efeknya sejak dimulainya AR secara umum. Ambil Echeverría dkk. (2012)



sebagai



awal



Pengaruh



Pembelajaran Fisika Menggunakan Augmented Reality 237 mereka membandingkan grup eksperimen dengan game AR yang berjalan di tablet dan tampilan “dipasang di kepala” tambahan dengan grup kontrol dengan “game komputer



multi-tikus”



yang berjalan



di



PC



standar. Hasil menunjukkan bahwa kedua teknologi memiliki pengaruh yang signifikan



terhadap



kinerja



pembelajaran,



tetapi



tidak



ada



perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok dalam hal akuisisi. Ibáñez, Di Serio, Villarán, dan Kloos



(2014)melakukan



eksperimen kelas dengan 64 siswa sekolah menengah untuk



menguji



apakah aplikasi AR seluler atau aplikasi berbasis web serupa lebih efektif



dalam



mendukung



perolehan



pengetahuan



fisika.



Hasil



menunjukkan bahwa siswa dalam kelompok AR merasakan tingkat pengalaman aliran yang lebih tinggi dan juga memperoleh



lebih



banyak pengetahuan secara signifikan. Baru-baru ini, Fidan dan Tuncel (2019) menemukan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) yang terintegrasi



dengan



AR meningkatkan prestasi



belajar



siswa dan



mempromosikan sikap positif mereka terhadap mata pelajaran fisika, yang berkontribusi pada retensi jangka panjang siswa terhadap



materi



fisika.



Belajar efikasi diri Bandura



(1977)



mendefinisikan



self-efficacy



sebagai



kepercayaan diri bahwa orang dapat menggunakan keterampilan



5



tingkat



mereka untuk menyelesaikan perilaku kerja tertentu, dan perbedaan dalam pengalaman sukses atau gagal mereka sendiri,



pengalaman



alternatif, persuasi pidato, gairah emosional dan kondisi situasional. akan berdampak pada pengenalan dan evaluasi diri. Tingkat tugas, tingkat usaha individu dan bantuan



dari



kesulitan



dunia luar memiliki



dampak yang signifikan terhadap perilaku belajar selanjutnya. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Bandura (2006) sendiri menunjukkan bahwa efikasi diri sebagai prediktor efektif dari efisiensi belajar siswa dan motivasi belajar dapat mendeteksi perubahan halus dalam kinerja akademik siswa dan



juga



dapat



mengkoordinasikan



proses



belajar



mereka. Bandura juga menemukan bahwa self-efficacy siswa dalam hal kemampuan akademik



memainkan



peran



penting



untuk



motivasi



mereka. Survei Yusuf (2011) juga menemukan bahwa efikasi diri secara langsung dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.



Studi oleh Dinther, Dochy, dan Segers (2011) menunjukkan bahwa pengalaman belajar yang berorientasi positif yang memberi siswa pengalaman praktis dapat menyebabkan rasa efikasi diri yang lebih kuat. Liu (2015) memilih jalur



yang jarang dilalui



dan merancang



program pembelajaran kelautan terintegrasi AR yang inovatif dan menyimpulkan bahwa teknologi AR dapat meningkatkan kepercayaan diri belajar siswa, dan, oleh karena itu, mungkin memiliki beberapa efek pada efikasi diri pembelajaran fisika. Cai, Liu, Yang, dan



Liang



(2019) mengeksplorasi aspek lain dari self-efficacy dengan merancang dan



menerapkan



serangkaian



pelajaran



probabilitas



dan



statistik



menggunakan AR berbasis tablet untuk menguji efeknya. Mereka melakukannya



dengan



membandingkan



konsepsi



dan



pendekatan



pembelajaran siswa sekolah menengah dengan tingkat efikasi diri yang berbeda, dan mereka menemukan bahwa siswa dengan efikasi



diri



yang lebih tinggi akan lebih memperhatikan konsepsi tingkat



yang



lebih tinggi dan menerapkan



strategi



yang



lebih



maju



kemungkinan belajar. dan statistik di ruang kelas yang terinspirasi AR.



6



ketika



Meskipun tidak ada banyak penelitian yang dilakukan pada efikasi diri fisika berbasis AR, AR dan efikasi diri sebagai arah telah memulai ujiannya.



Konsepsi pembelajaran Entwistle



dan



Peterson



(2004)



mengusulkan



gagasan



konsepsi



pembelajaran, yang mengacu pada keyakinan dan pemahaman tentang sifat pembelajaran dan didasarkan



pada



orang



pengalaman



belajar



mereka yang sebenarnya. Konsepsi belajar berbeda dengan taksonomi Bloom, yaitu dari perspektif aktivitas belajar peserta didik



(Fan



&



Bokhove, 2014). Saat pembelajaran terungkap dalam tugas dan konten tertentu, konsepsi siswa tentang pembelajaran juga terbatas pada tugas dan konten spesifik ini.



Berdasarkan ide ini, Tsai (2004) menggunakan metode



fenomenologis



untuk menyelidiki konsepsi ilmiah



Taiwan



belajar



siswa



dan



mengurutkan pengalaman belajar menjadi tujuh kategori: menghafal, mempersiapkan pengujian, menghitung dan mempraktikkan pertanyaan tutorial, meningkatkan melihat



dengan



kecenderungan



cara



pengetahuan, baru.



perkembangan



menerapkan,



Ketujuh konsepsi



memahami



kategori belajar



ini



dan



mewakili



seseorang.



Artinya,



ketika seseorang baru mulai belajar, seseorang mungkin menganggap belajar sebagai “menghafal” yang sederhana, dan dengan akumulasi pengalaman belajar, seseorang pada akhirnya akan berpikir bahwa belajar adalah untuk “menerapkan”, “memahami” dan



“melihat”.



dengan cara baru.” Tsai, Ho, Liang, dan Lin (2011) melanjutkan studi yang disebutkan di atas dan



membagi



tujuh



kategori



ini



menjadi



konsepsi tingkat rendah dan konsepsi tingkat tinggi. Konsepsi tingkat yang lebih rendah mencakup tiga kategori pertama dalam



studi



sebelumnya, yang mewakili pembelajaran pasif dan terfragmentasi. Pembelajar konsepsi tingkat rendah juga percaya bahwa belajar adalah menghafal dan reproduksi konten sederhana. Empat kategori yang



7



tersisa dari penelitian sebelumnya dianggap konsepsi tingkat tinggi, yang mewakili proses di mana peserta didik mengekstrak konten dari materi pembelajaran dan mengubahnya menjadi keseluruhan yang lebih bermakna. Beberapa sarjana telah



mengembangkan



alat pengukuran



untuk mempelajari konsepsi siswa tentang pembelajaran di bidang studi yang dipilih. Misalnya, Chiou dan Liang (2012) dan Chiou, Liang, dan Tsai (2012) menggunakan metrik asli mereka masingmasing untuk mempelajari konsepsi siswa tentang pembelajaran sains dan biologi. Karena gagasan ini relatif baru, tidak banyak literatur yang tersedia; Namun, dikotomi konsepsi telah terbukti penggunaannya dalam penelitian pengajaran dan pembelajaran.



C. Metodologi 1. Desain Penelitian Desain Penelitian : Desain quasi eksperimental dengan mengembangkan AROSE (Augment Reality Optical Simulation Experiments), aplikasi AR eksperimental efek fotolistrik untuk dijelajahi kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kontrol menggunakan demonstrasi Flash untuk bahan yang sama.



2. Tipe Penelitian Nonequivalent



Control



Group



Design



dengan



menggunakan



pretest/posttests mencakup 28 item dan setiap kategori terdiri dari empat item, termasuk menghafal, menguji, menghitung, menambah pengetahuan, menerapkan, memahami, dan melihat dengan cara baru untuk menganalisis tingkat self-efficacy dan konsepsi pembelajaran fisika sebelum intervensi.



3. Populasi dan Sampel Penelitian Siswa dari dua kelas, kelas 11 SMA dipilih sebagai objek penelitian. Sebanyak 98 siswa berusia antara 16 dan 18 tahun secara acak dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, masing-masing



8



dengan 49 siswa. Kedua kelompok siswa menyelesaikan percobaan dengan alat pengajaran Flash/AR dengan bantuan guru dan mengisi laporan percobaan yang sama.



4. Variabel Penelitian Variabel dependen (terikat): Efikasi diri dan konsepsi belajar siswa Variabel independen Augmented Reality



(bebas):



Pembelajaran



fisika



menggunakan



5. Instrumen Penelitian Kuisioner pretest dan posttest untuk menganalisis tingkat self-efficacy dan konsepsi pembelajaran fisika sebelum intervensi. Kuisioner ini pada prinsipnya dirancang untuk siswa sekolah menengah Taiwan dan mempertahankan keandalan yang cukup (alfa keseluruhan = .91), menunjukkan bahwa faktor-faktor ini memiliki kemampuan reliabilitas yang sangat cukup dalam menilai konsepsi siswa tentang pembelajaran fisika. Survei tersebut mencakup 28 item dan setiap kategori terdiri dari empat item, termasuk menghafal, menguji, menghitung, menambah pengetahuan, menerapkan, memahami, dan melihat dengan cara baru. Selain itu, efikasi diri siswa dalam pembelajaran fisika (SEOLP) diukur dengan kuesioner yang dimodifikasi dari Chiou dan Liang (2012). Survei efikasi diri siswa juga dalam reliabilitas yang cukup (alpha keseluruhan = .94), menunjukkan bahwa faktor-faktor ini memiliki reliabilitas yang sangat memadai. Survei ini diakhiri dengan pemahaman konsep, keterampilan kognitif tingkat tinggi, kerja praktek, aplikasi sehari-hari, komunikasi sosial dan efikasi diri akademik. Skala penilaian kedua alat itu dari “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju” dan disajikan sebagai skala Likert 1-5.



6. Perlakuan a. Aplikasi Alat Flash terdiri dari tiga percobaan. Percobaan 1 mensimulasikan fenomena makroskopik dari transmisi efek fotolistrik, seperti yang



9



ditunjukkan pada Gambar 3a. Percobaan 2 menunjukkan fenomena mikroskopis ketika efek fotolistrik terjadi dalam kondisi mati, yang digunakan untuk menganalisis perilaku dinamis fotoelektron saat mati, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3b. Percobaan 3 dan 4 menyajikan fenomena mikroskopis dari efek fotolistrik di bawah kondisi arus yang berbeda, yang digunakan untuk menganalisis pergerakan partikel mikroskopis di bawah arus yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3c. Di lingkungan Flash, siswa berinteraksi dengan eksperimen dengan mengklik tombol di layar.



Gambar 3: Tangkapan layar Flash [Gambar warna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com]



Ada empat eksperimen di AROSE. Percobaan 1 memberikan gambaran makroskopik dari efek fotolistrik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1a. Di ruang kelas atau laboratorium biasa, karena kontrol sumber cahaya yang kurang baik dan akurasi amperemeter yang rendah, fenomena yang diinginkan seringkali sulit untuk diamati dengan kualitas yang optimal. AROSE memungkinkan fenomena ini ditunjukkan dengan menyediakan kontrol cahaya yang ideal dan ammeter yang sangat akurat. Percobaan 2 menunjukkan pandangan mikroskopis dari efek fotolistrik, yang terjadi ketika sumber listrik dimatikan. Ini sering digunakan untuk menganalisis perilaku dinamis pelepasan fotoelektron dalam kondisi mati. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 1b. Percobaan 3 dan 4 menunjukkan fenomena mikroskopis dari efek fotolistrik, kali ini dalam kondisi arus yang berbeda. Ini digunakan untuk menganalisis pergerakan partikel mikroskopis di bawah arus yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1c.



10



Gambar 1: Tangkapan layar dari berbagai eksperimen dalam aplikasi [Gambar warna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com]



AROSE memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati secara langsung fenomena tersebut dengan memvisualisasikan konsep yang dianggap abstrak dan sulit untuk didemonstrasikan dalam pengaturan biasa. Siswa dapat memindahkan dan memutar model virtual dengan menggerakkan dan memutar kartu pengenal. Siswa menekan area khusus pada kartu untuk mengontrol peralatan lab masing-masing di AROSE. Selain itu, siswa dapat mengubah ukuran rheostat geser dengan menggerakkan penggesernya pada tablet, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.



Gambar 2: Interaksi alami aplikasi [Gambar warna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com] Selain itu, metode interaksi alami mengembalikan metode kontrol di lingkungan nyata, sehingga pengalaman eksperimen virtual siswa dapat dapat diterapkan pada kehidupan nyata.



11



b. Prosedur Diperkenalkan dengan tujuan percobaan, semua subjek diminta untuk mengisi kuesioner pretest untuk menganalisis tingkat self-efficacy dan konsepsi



pembelajaran



fisika



sebelum



intervensi.



Intervensi



eksperimental dimulai setelah selesainya pretest, berlangsung selama 4 minggu dan satu pelajaran per minggu, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.



Gambar 5: Siswa sedang melakukan eksperimen AR [Gambar warna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com] Ada empat eksperimen di AROSE. Percobaan 1 memberikan gambaran makroskopik dari efek fotolistrik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1a. Di ruang kelas atau laboratorium biasa, karena kontrol sumber cahaya yang kurang baik dan akurasi amperemeter yang rendah, fenomena yang diinginkan seringkali sulit untuk diamati dengan kualitas yang optimal. AROSE memungkinkan fenomena ini ditunjukkan dengan menyediakan kontrol cahaya yang ideal dan ammeter yang sangat akurat. Percobaan 2 menunjukkan pandangan mikroskopis dari efek fotolistrik, yang terjadi ketika sumber listrik dimatikan. Ini sering digunakan untuk menganalisis perilaku dinamis pelepasan fotoelektron dalam kondisi mati. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 1b. Percobaan 3 dan 4 menunjukkan fenomena mikroskopis dari efek fotolistrik, kali ini dalam kondisi arus yang berbeda. Ini digunakan untuk menganalisis pergerakan partikel mikroskopis di bawah arus yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1c.



12



Gambar 1: Tangkapan layar dari berbagai eksperimen dalam aplikasi [Gambar warna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com]



Sedangkan untuk pembelajaran berbantuan aplikasi/flash, alat Flash terdiri dari tiga percobaan. Percobaan 1 mensimulasikan fenomena makroskopik dari transmisi efek fotolistrik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3a. Percobaan 2 menunjukkan fenomena mikroskopis ketika efek fotolistrik terjadi dalam kondisi mati, yang digunakan untuk menganalisis perilaku dinamis fotoelektron saat mati, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3b. Percobaan 3 dan 4 menyajikan fenomena mikroskopis dari efek fotolistrik di bawah kondisi arus yang berbeda, yang digunakan untuk menganalisis pergerakan partikel mikroskopis di bawah arus yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3c. Di lingkungan Flash, siswa berinteraksi dengan eksperimen dengan mengklik tombol di layar. Sebagaimana yang terlihat pada gambar 3.



Gambar 3: Tangkapan layar Flash [Gambar warna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com]



13



Kedua kelas diajar oleh guru yang sama, sebagai bimbingan dan bantuan eksperimental diberikan bila diperlukan. Selama periode ini, kedua kelompok siswa diminta untuk menyelesaikan laporan eksperimen di tempat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.



Gambar 6: Siswa sedang mengisi laporan percobaan [Gambar warna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com]



Selama seluruh periode intervensi, kecuali untuk alat pengajaran CAI yang berbeda (Flash atau AR) yang digunakan, buku teks, alat dan bahan lainnya. yang digunakan oleh kedua kelompok siswa tersebut sama. Setelah percobaan, semua siswa diminta untuk mengisi angket posttest



14



7. Analisis Data dan Hasil Sebelum intervensi, tidak ada perbedaan yang signifikan (p > 0,05) ditemukan antara dua kelompok, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Nilai rata-rata dan standar deviasi efikasi diri pembelajaran fisika dari kedua kelompok sebelum dan sesudah intervensi pengajaran ditunjukkan pada Tabel 2. Analisis univariat kovarians (ANCOVA) digunakan untuk mengeksplorasi perbedaan efikasi diri pembelajaran fisik antara kelompok dua kelompok siswa setelah intervensi. Kovariatnya adalah tingkat efikasi diri sebelum intervensi pengajaran, jadi variabel terikatnya adalah efikasi diri setelah intervensi pengajaran.



15



Pada saat yang sama, tabel 2 juga menunjukkan rata-rata dan varians yang disesuaikan dari kedua kelompok setelah intervensi eksperimental. Hasil analisis ANCOVA menunjukkan bahwa siswa dalam kelompok AR mencapai skor efikasi diri belajar fisika yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok Flash. Misalnya, Pemahaman Konseptual (F = 5,614, p< 0,05, 2 = 0,056 ), Keterampilan kognitif tingkat tinggi (F = 7.160, p < .01, 2 = 0.070), Kerja Praktek (F = 6.075, p < .05, 2 = 0.060) dan Komunikasi Sosial (F = 3.976, p < .1, 2 = 0.039).



Penelitian ini juga mengkaji bagaimana integrasi teknologi AR ke dalam lingkungan belajar fisika mempengaruhi konsepsi belajar fisika siswa. Analisis uji-t dilakukan pada skor pretest dua kelompok yang dikumpulkan dengan kuesioner COLP dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada



16



perbedaan yang signifikan antara skor pretest dari kelompok kontrol dan eksperimen, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.



Selain itu, metode analisis ANCOVA digunakan untuk mengeksplorasi perbedaan antara kedua kelompok siswa. Kovariat dan variabel terikat adalah konsepsi siswa terhadap nilai fisika pembelajaran sebelum dan sesudah intervensi pembelajaran. Tabel 4 menunjukkan rerata dan varians skor penyesuaian konsepsi pembelajaran fisika dua kelompok siswa setelah intervensi pengajaran.



Hasil analisis ANCOVA menunjukkan bahwa siswa pada kelompok AR mendapat nilai lebih tinggi pada aspek konsepsi pembelajaran tingkat tinggi dibandingkan kelompok Flash, misalnya Menerapkan (F = 9,458, p < .01, 2



17



= 0,091), Memahami (F = 4,835, p < 0,05, 2 = 0,48) dan melihat dengan cara baru (F = 9,401, p < 0,01, 2 = 0,090 ). Pada dua indikator Menghafal (F = 8.782, p < .01, 2 = .085) dan Menghitung (F = 4.352, p < .05, 2 = 0.044), nilai siswa pada kelompok AR secara signifikan lebih rendah dari yang ada di grup Flash.



D. Pembahasan Dalam penelitian ini, efikasi diri dan konsepsi belajar siswa dipilih sebagai ukuran kunci untuk menjelaskan bagaimana AR dapat membawa efek positif dalam konteks pendidikan pada pembelajaran fisika. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh teknologi AR pada efikasi diri dan konsepsi pembelajaran fisika siswa sekolah menengah di Cina dengan menyiapkan kelompok AR (eksperimen) dan kelompok Flash (kontrol).



Untuk mengetahui apakah teknologi AR berpengaruh terhadap efikasi diri siswa terhadap pembelajaran fisika, maka diberikan angket SEOLP (Selfefficacy of Learning Physics) pada kedua kelompok sebelum dan sesudah pembelajaran. Penelitian ini menggunakan Analisis Covariance (ANCOVA) pada



aplikasi



SPSS



untuk



mengeksplorasi



perbedaan



efikasi



diri



pembelajaran fisika antara dua kelompok siswa. Hasil analisis ANCOVA menunjukkan bahwa siswa dalam kelompok AR mencapai skor efikasi diri belajar fisika lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok Flash. Misalnya, pemahaman konseptual (F = 5.614, p < .05, η² = 0.056), keterampilan kognitif tingkat tinggi (F = 7.160, p < .01, η² = 0.070), kerja praktik (F = 6.075, p < .05, η² = 0,060) dan komunikasi sosial (F = 3.976, p < .1, η² = 0,039). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa integrasi teknologi AR ke dalam lingkungan pembelajaran fisika dapat meningkatkan efikasi diri belajar fisika siswa, terutama dalam hal “pemahaman konseptual”, “keterampilan kognitif tingkat tinggi”, “kerja praktik”, dan “komunikasi sosial”.



18



Pemahaman konseptual siswa dapat menggambarkan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan keterampilan kognitif dalam pembelajaran (Wang, Liang, Lin, & Tsai, 2017). Dengan demikian, peningkatan pemahaman pada konsepsi akan membawa keterampilan kognitif tingkat tinggi. Pada saat yang sama, teknologi AR dapat menciptakan lingkungan belajar yang sangat mendalam sehingga siswa dapat menempatkan diri mereka dalam eksperimen. Lingkungan ini memberi siswa rasa relevansi yang lebih kuat dan memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan objek virtual, meningkatkan rasa percaya diri siswa dengan fenomena yang diamati. Dalam penelitian ini, karakteristik teknologi AR dapat mengubah konsep pembelajaran yang abstrak menjadi konten yang dinamis dan dapat dipahami. Teknologi ini dapat membantu dalam pemahaman siswa dengan membuat fenomena yang tidak dapat diamati secara langsung dalam kenyataan yang divisualisasikan di dalam kelas. Melalui kegiatan interaktif, kerjasama dan refleksi, siswa dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang kemampuan mereka sendiri, sehingga meningkatkan prestasi perilaku siswa dan efisiensi belajar mereka. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi AR dapat mempengaruhi kinerja belajar siswa melalui pandangan efikasi diri belajar dalam fisika.



Penelitian ini juga mengkaji bagaimana integrasi teknologi AR ke dalam lingkungan belajar fisika mempengaruhi konsepsi belajar fisika siswa. Hasil analisis ANCOVA menunjukkan bahwa siswa pada kelompok AR mendapat nilai lebih tinggi pada aspek konsepsi pembelajaran tingkat tinggi dibandingkan dengan kelompok Flash. Misalnya, menerapkan (F = 9.458, p < .01, η² = 0.091), memahami (F = 4.835, p < .05, η² = 0.48) dan melihat dengan cara baru (F = 9.401, p < .01, η² = 0.090). Pada dua indikator yakni menghafal (F = 8.782, p < .01, η² = .085) dan menghitung (F = 4.352, p < .05, η² = 0.044), nilai siswa pada kelompok AR secara signifikan lebih rendah dari yang ada di grup Flash. Data eksperimen menunjukkan bahwa dibandingkan dengan tingkat konsepsi belajar siswa dalam kelompok flash, siswa dalam kelompok AR tampil secara signifikan lebih baik dalam konsepsi tingkat



19



tinggi dan mendapat skor yang lebih rendah secara signifikan dalam beberapa konsepsi tingkat rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi teknologi AR kedalam lingkungan belajar fisika memungkinkan siswa untuk lebih fokus pada konsepsi pembelajaran fisika tingkat tinggi daripada konsepsi tingkat rendah, terutama dalam “menghafal” dan “menghitung dan berlatih”.



Salah satu perbedaan utama antara AR dan Flash adalah interaktivitasnya. Layar percobaan virtual Flash adalah semua layar virtual yang dihasilkan komputer dan tidak ada hubungannya dengan lingkungan siswa yang sebenarnya. Flash hanya dapat memainkan peran demonstrasi eksperimen tanpa menghilangkan tombol dan mouse dan menempatkan siswa dalam situasi eksperimental. Sebagai perbandingan, lingkungan belajar



AR



memberi siswa interaksi alami dan informasi umpan balik secara real-time. Hal ini memungkinkan siswa untuk mengalami perendaman bermain game dam membawa siswa ke dalam lingkungan eksperimen yang lebih realistis (Cai et al., 2017) sehingga siswa lebih memperhatikan eksperimen itu sendiri dan proses inkuiri.



Oleh karena itu, eksperimen virtual AR dapat mengarahkan siswa untuk lebih berkonsentrasi pada konsepsi pembelajaran fisika tingkat tinggi daripada konsepsi tingkat rendah. Pembelajaran fisika menuntut siswa untuk mengembangkan konsepsi tingkat tinggi seperti menerapkan, memahami, dan melihat dengan cara baru daripada konsepsi tingkat rendah seperti pengujian. Kinerja yang lebih baik pada konsepsi tingkat tinggi dari kelompok eksperimen juga menegaskan pandangan ini.



Singkatnya, penelitian ini mengembangkan alat pengajaran AR khusus dan menerapkannya dalam pendidikan fisika. Untuk penelitian selanjutnya tentang aplikasi AR pada fisika, desain aplikasi dan kegiatan pembelajaran harus lebih memperhatikan konsepsi tingkat tinggi siswa. Satu pelajaran dari penelitian ini adalah bahwa AR harus dirancang untuk proses penyelidikan



20



daripada presentasi. Kemampuan AR dalam menyesuaikan parameter dan mengamati fenomena secara real-time harus dibawa kedalam eksperimen yang lebih virtual yang dibuat oleh AR



E. Temuan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini, ditemukan bahwa penerapan/penggunaan teknologi AR dapat secara signifikan meningkatkan efikasi diri siswa dalam pembelajaran fisika. Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa dalam kelompok AR (eksperimen) mendapat skor secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok Flash (kontrol) dalam hal pemahaman konseptual, keterampilan kognitif tingkat tinggi, kerja praktik, dan komunikasi sosial. Selain itu, dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa penggunaan



teknologi



AR



dapat



mengarahkan



siswa



untuk



lebih



berkonsentrasi pada konsepsi pembelajaran fisika tingkat tinggi seperti menerapkan, memahami, dan melihat dengan cara baru daripada konsepsi tingkat rendah seperti menghafal dan menghitung.



F. Kesimpulan Dalam hal efikasi diri, penggunaan teknologi AR secara signifikan dapat meningkatkan efikasi diri siswa dalam pembelajaran fisika. Studi saat ini menemukan bahwa siswa dalam kelompok AR mendapat skor secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok Flash dalam hal pemahaman Konseptual, keterampilan kognitif tingkat tinggi, pekerjaan praktis dan Komunikasi Sosial. Dalam penelitian ini, karakteristik teknologi AR yang dapat mengubah konten dan konsep pembelajaran abstrak menjadi konten dinamis yang hidup dan dapat dipahami. Peningkatan pemahaman pada tingkat konsepsi akan membawa keterampilan kognitif tingkat tinggi. Pada saat yang sama, teknologi AR dapat menciptakan lingkungan belajar yang sangat mendalam sehingga siswa dapat menempatkan diri mereka dalam eksperimen. Data eksperimen menunjukkan bahwa dibandingkan dengan



21



tingkat konsepsi belajar siswa dalam kelompok Flash, siswa dalam kelompok AR tampil secara signifikan lebih baik dalam konsepsi tingkat tinggi dan mendapat skor yang lebih rendah secara signifikan dalam beberapa konsepsi tingkat rendah. Oleh karena itu, eksperimen virtual AR dapat mengarahkan siswa untuk lebih berkonsentrasi pada konsepsi pembelajaran fisika tingkat tinggi daripada konsepsi tingkat rendah. Kinerja yang lebih baik pada konsepsi tingkat tinggi dari kelompok eksperimen juga menegaskan pandangan ini. Untuk penelitian selanjutnya tentang aplikasi AR pada fisika, desain aplikasi dan kegiatan pembelajaran harus lebih memperhatikan konsepsi tingkat tinggi siswa. Satu pelajaran dari penelitian ini adalah bahwa AR harus dirancang untuk proses penyelidikan daripada presentasi. Kemampuan AR dalam menyesuaikan parameter dan mengamati fenomena secara real-time harus dibawa ke dalam eksperimen yang lebih virtual yang dibuat oleh AR. Namun, keterbatasan aplikasi dalam penelitian ini memang ada. Di satu sisi, teknologi dapat ditingkatkan dalam penelitian ini.



G. Penelitian Ditujukan Untuk Siapa Penelitian ini ditujukan untuk reviewer terutama pendidik (guru), pengamat pendidikan, dan khalayak umum untuk memberikan pengetahuan berupa verifikasi bahwa teknologi AR memiliki efek positif yang signifikan pada penguatan efikasi diri siswa dan konsepsi pembelajaran fisika tingkat tinggi.



H. Referensi Referensi yang digunakan dalam jurnal penelitian ini ada 36 referensi dengan rentang tahun 1913-2020, dengan rincian 5 referensi dibawah tahun 2000 dan 31 referensi merupakan referensi yang diambil dari tahun 2000-202



22



DAFTAR PUSTAKA



Cai, Su, dkk. 2021. Effects of learning physics using Augmented Reality on students’ self-efficacy and conceptions of learning : British Journal of Educational Technology doi:10.1111/bjet.13020. Vol 52 No. 1 diakses dari: https://bera-journals.onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/bjet.13020



23



Lampiran 1.



Pertanyaan Pramita : Apakah kekurangan dan kelebihan dari jurnal yang kalian review?



2.



Pertanyaan Zulfani Nadia A. : Poin-poin apasajakah yang harus ada di angket untuk menilai self-efficacy siswa?



3.



Pertanyaan Rika Fitriyani : Apakah ada keterbatasan dari aplikasi AR dalam penelitian ini? Jelaskan.



4.



Pertanyaan Andri Kurnia : Mengapa menggunakan desain penelitian tersebut?



5.



Pertanyaan Intan Khasana : Apakah aplikasi ini cocok diterapkan pada pendidikan di Indonesia?



Jawab 1.



Kekurangan jurnal ini yaitu tidak menjelaskan poin-poin apa saja yang harus ada pada angket untuk menilai self-efficacy, sehingga perlu menelusuri kembali referensi berdasarkan penemuan peneliti terdahulu. Selain itu juga, skenario pengajaran dalam penggunaan AR masih perlu diperbaiki untuk memudahkan pemahaman siswa. Serta pembelajaran belum memperhatikan konsepsi tingkat tinggi siswa.



Kelebihan jurnal ini yaitu mampu mengembangkan alat pengajaran AR khusus dan menerapkannya dalam pendidikan fisika. Dan mendapatkan



hasil bahwa adanya pengaruh bahwa eksperimen berbantuan AR dapat secara signifikan meningkatkan efikasi diri siswa dalam pembelajaran fisik, yang dapat mengarahkan siswa untuk lebih berkonsentrasi pada konsepsi pembelajaran fisika tingkat tinggi daripada konsepsi tingkat rendah



2.



Poin-poin pada angket untuk menilai self-efficacy siswa diambil melalui penelitian oleh peneliti terdahulu. Dalam metodologi standar untuk mengukur keyakinan efikasi diri, individu disajikan dengan item yang menggambarkan berbagai tingkat tuntutan tugas, dan mereka menilai kekuatan keyakinan mereka dalam kemampuan mereka untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan, mereka mencatat kekuatan 24



keyakinan efikasi mereka pada skala 100 poin, mulai dari interval 10 unit dari 0 (Tidak dapat melakukan); melalui tingkat kepastian menengah, 50 (Cukup pasti bisa); untuk melengkapi jaminan, 100 (Sangat yakin dapat melakukan), format respons yang lebih sederhana mempertahankan struktur skala dan deskriptor yang sama tetapi menggunakan interval unit tunggal mulai dari 0 hingga 10 (Bandura, 2006). 3.



Keterbatasan dari aplikasi AR ini yaitu interaksi tombol AR didasarkan pada teknologi optik alami dan stabilitas interaksi perangkat lunak, sehingga harus lebih ditingkatkan. Hal ini dijelaskan oleh siswa bahwa ketika siswa A menyentuh kartu dengan tangan, kadang-kadang siswa B tidak peka. Sehingga siswa A harus memindahkannya sendiri, hal tersebut mempersulit proses eksperimen. Selain itu, pertanyaan penelitian kurang mendalam untuk penelitian masa depan.



4.



Karena pada penelitian ini, peneliti ingin mengeksplorasi perbedaan antara kedua kelompok siswa, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dengan menggunakan metode analisis ANCOVA. Sehingga untuk menari dan menemukan perbedaan tersebut, digunakanlah desain penelitian quasi eksperimental.



5.



Menurut kelompok kami, aplikasi ini tidak cocok diterapkan pada proses pembelajaran di Indonesia karena aplikasi tersebut hampir mirip dengan game, dimana terdapat animasi-animasi tertentu. Sehingga ditakutkan akan disalahgunakan oleh siswa tingkat SMP.



25